Oregairu (Indonesia):Jilid 4 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Dan Begitulah Cara Hikigaya Hachiman Menghabiskan Liburan Musim Panasnya

1-1

“Wh-whoa…” suatu suara mengerang pelan.

Seakan mencoba untuk meredam suara itu, suatu kipas elektrik mendengung dan menggelengkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Komachi dengan pelan menggelengkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain dengan kecepatan yang persis sama.

“Onii-chan, ini tidak bisa. ini sama sekali tidak bisa dipakai…” Dengan penuh kehati-hatian, Komachi meletakkan kertas tulis yang menguning itu ke atas meja. “Aku tahu kamu salah satu tipe-tipe itu, onii-chan, tapi laporan ini hanya tidak bisa… tidak bisa.”

“Diamlah, kamu yang mau menyalin laporanku. Tidak suka, tidak usah lihat.” Aku merampas kertasnya dari tangan Komachi, sebagian karena aku geram dia menolaknya dengan begitu bukan mainnya dan sebagian karena aku merasa malu bahwa seseorang sedang melihat pada sesuatu yang kutulis dulu sekali.

“Oke, oke, aku bilang maaf. Aku akan cukup memakai bagian yang bisa kupakai, jadi biarkan aku melihatnya,” lantun Komachi. “Yah, walau, kelihatannya aku nyaris bisa memakainya,” dia menambahkan dengan agak tidak perlunya selagi dia mengambil laporannya dari tanganku sekali lagi dan mulai menyalinkan beberapa catatan.

Ini adalah PR liburan musim panas sialan itu yang sedang beraksi.

Di SD, kelihatannya kamu diberikan buku pelajaran kecil yang dinamakan “Teman-teman Liburan Musim Panas”, tapi tidak seperti itu lagi mulai dari SMP. Dengan kata lain, kamu tidak ada teman selama liburan musim panasmu. Jika aku harus mengatakannya dengan cara yang terdengar keren, itu pastilah Friend/Zero. Tidak ada banyak huruf di dalamnya, jadi itu bagus untuk desain berseni.

SMP yang telah kumasuki – dan yang sedang dimasuki Komachi sekarang ini – tidak memberi banyak PR: lembar soal untuk Bahasa Inggris dan Matematika, buku soal kanji tambahan untuk Bahasa Jepang dan sebuah projek penelitian ilmiah, ditambah sebuah esai atau sebuah resensi buku.

Selagi aku melirik ke arah Komachi, yang tangannya telah berhenti bergerak selagi dia mengerang dengan hening, aku menegak sedikit Kopi MAX yang didinginkan. Kemanisan khas dari susu kental manis ini bergelung di sekitar kerongkonganku dan melesat tepat ke kepalaku. Bagian yang itu tidak bisa ditiru oleh sebuah kopi susu. Aku juga merekomendasikan untuk menaruh es serut ke dalamnya.

Bahkan orang dewasa dengan selera dewasa terkadang akan menyukai sesuatu yang manis. Kopi satu-satunya adalah Kopi MAX.

Di dalam kepalaku, aku memutuskan pada sebuah kalimat stealth marketing[1] untuk demam terbaru ini. Yah, karena aku tidak mendapatkan uang dari itu, itu sebetulnya bukan stealth marketing.

Yang tersebar di sepanjang meja adalah buku-buku teks yang bercampur baur. Kebiasaan buruk menyebarkan semua buku-buku teks seseorang sekaligus, khas dari seorang anak yang tidak sanggup belajar, itu terpamer di sini dalam segala kejayaannya.

Aku menarik keluar selembar kertas yang terkubur di dalam gundukan semua buku-buku teks tersebut dan segera membacanya. “Tugas Liburan Musim Panas Kelas Sembilan” tercetak dengan huruf balok pada PR liburan musim panas yang ditugaskan pada Komachi. Isinya, yah, persis seperti yang tertulis pada judulnya.

Pandanganku jatuh pada salah satu kalimat di dalamnya. “Hei, itu tidak harus sebuah resensi buku, jadi kenapa tidak membuat esai biasa saja?”

“Huuuh?” Komachi melihat ke atas dan kemudian setengah berdiri dari kursinya, melirik pada apa yang ada di tanganku.

“Coba lihat ini. Dia bilang resensi buku dan juga ‘sebuah esai tentang pajak’.”

Sering sekali, anak-anak yang tidak pandai dalam resensi buku cenderung tidak berniat untuk membaca bukunya terlebih dulu. Anak yang buruk dalam membaca tidak terelakan lagi juga akan buruk dalam menulis. Komachi pastilah salah satu tipe-tipe tersebut. Dia biasanya tidak membaca buku, dan dia sama sekali tidak cukup banyak menulis selain mengetik pesan teks.

Untuk anak seperti itu, sebuah esai biasa yang tidak diperlukan untuk membaca apapun sebelumnya mungkin memberikan rintangan yang lebih sedikit.

“Ahaaaa,” Komachi tertawa dengan gugup. “Aku tidak tahu satupun tentang pajak…”

“Tahan pemikiran itu. Aku ingat menulis tentang itu di SMP,” kataku selagi aku mencari-cari kotak kardus di atas meja.

Kotak ini adalah, sederhananya, kotak kenanganku. Kotak ini mengandung semua esai-esai lamaku, album-album dan projek-projek penelitian yang ditumpuk bersama oleh ibuku ke satu tempat. Komachi telah berkata dia ingin meniru resensi bukuku, jadi inilah dia.This box was, to put it simply, my box of memories. It contained all my old essays, albums and research projects that my mother had thrown together in one spot. Komachi had said she wanted to rip off my book report, so here it was.

Aku menemukan sesuatu yang menyerupai apa yang sedang kucari setelah mengubrak-abriknyaI found something that resembled what I was looking for through my rummaging. “Apa ini?”

“Tunjukkan padaku, tunjukkan padaku!” Komachi meloncat ke arahku dengan satu lompatan, melilitkan dirinya di sekeliling lenganku. Dan hanya dengan begitu saja, dia merebut kertas tulis itu dariku.

Dalam Topik Pajak

Kelas 9, Ruang 2 Hikigaya Hachiman

Sistem pajak progresif [2] itu jahat.

Tidak peduli sebanyak apapun yang seseorang peroleh, sebagian besar darinya disikat pergi sebagai pajak tanpa kompensasi yang setara. Semakin banyak seseorang memerolehnya, semakin banyak buah hasil jerih payah seseorang diambil pergi sebagai pajak, dan sebagai balasannya seseorang sama sekali tidak mendapatkan apapun.

Dengan kata lain, untuk bekerja adalah untuk menerima kekalahan.

Jika pajak progresif diniatkan untuk menyetarakan kebahagiaan, maka aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menyebutnya bodoh. Dari awal pun tidak ada yang namanya kebahagiaan yang setara. Memikirkan kebahagiaan manusia dalam bentuk uang itu pada dasarnya dangkal dan kurang dalam pemahaman manusia. Keuntungan dalam menerapkan “sistem pajak riajuu progresif” yang membebankan pajak pada orang berdasarkan jumlah teman dan pacar mereka patut dipertimbangkan mulai dari sekarang ini juga.

Catatan Translasi

  1. Marketing secara tidak langsung. Stealth Marketing
  2. Pajak progresif adalah pajak yang sistem pemungutannya dengan cara menaikkan persentase kena pajak yang harus dibayar sesuai dengan kenaikan objek pajak. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, paling tidak, terdapat 2 (dua) jenis pajak yang menerapkan sistem pajak progresif, yaitu (i) Pajak Penghasilan; dan (ii) Pajak Kendaraan Bermotor.