The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Illustrasi Novel[edit]

Ini adalah ilustrasi novel yang termasuk didalam jilid 2.


Prolog: GAME START[edit]

Cahaya yang menyilaukan bersinar melalui jendela. Elsie membuka tirai jendela ruang tamu,

"Kami nii-sama,[1] sekarang sudah siang."

Ketika Elsie berbicara kepada Keima.

Adapun responnya,

"Sekarang malam ... malam, di mana tidak ada apapun. Sekarang malam gelap gulita yang tidak memiliki apa-apa."

Kata-kata itu diucapkannya.

Elsie menatap jam yang tergantung di dinding, dan jarum menunjukkan bahwa sekarang jam 2:30.

Keima berbicara.

"Waktunya salah. Sekarang malam, malam."

Elsie menyipitkan matanya, dan kemudian,

"Bagaimana kalau sesekali kita pergi keluar? Aku ingin pergi ke kolam renang, bisa kan?"

"Aku tidak ingin keluar. Di sana menakutkan! "

"..."

Elsie tetap diam, dan kemudian Keima berbicara.

"Itu tidak benar. Ada banyak hal yang menyenangkan di luar sana."

Tidak jelas apakah ia benar-benar ingin pergi keluar atau tidak...

"Dan pergi denganku..."

Sebelum Elsie bisa menyelesaikan ucapannya, Keima cepat menggunakan tangannya untuk menutupi sesuatu,

"Aku tidak mau! Masih banyak hal yang ingin aku lakukan di rumah!"

Kemudian, dia menarik kembali tangannya dan berkata lembut,

"Sekarang, kamu tidak akan takut jika kamu pergi keluar denganku, kan?"

Dia bergumam.

Untuk beberapa alasan,

Kepalanya mulai terasa sakit.

Lagi pula,

"Eh... kamu ingin apa untuk makan siang?"

Setelah Elsie berkata begitu,

"Un! Aku ingin pergi makan permen benang[2] Keima! "

Dia mendapat respon seperti itu,

"Selama bukan kamu yang memasaknya!"

Dan jawaban ini. Elsie menaruh tangannya di atas pinggangnya, dan menghela napas. Dia sudah terbiasa dengan hal itu, tapi orang ini benar-benar aneh.

Anak ini bernama Katsuragi Keima.

Elsie adalah seorang gadis yang mengenakan celemek, memiliki tubuh seksi dan memiliki dekorasi yang berbentuk tengkorak di kepalanya. Dia memiliki wajah yang lembut tapi dia sebenarnya adalah 'Iblis Baru' yang datang dari neraka untuk menangkap arwah pelarian.

Nama aslinya adalah Elucia de Lute Ima.

Dan di depannya, sedang berbaring di sofa dengan tidak sopan dan memainkan game-nya adalah rekan Elsie dalam menangkap arwah pelarian, Katsuragi Keima.

Wajahnya yang berkacamata agak berwarna putih.

Pikirannya jauh lebih baik daripada orang biasa.

Tapi baginya,

"Un, begini, ayo kita pergi keluar! Ayo kita pergi ke kuil yang milik kita!"

Ia tidak berminat untuk menjalani kehidupan bermakna dalam kenyataan,

"Un! Bawa aku juga, Keima! "

Suara gadis itu dapat didengar.

Dia memainkan permainan Bishoujo[3] generasi kedua pada Game PFP portabel[4], dengan menggunakan kontrol suara untuk mengoperasikannya.

Untuk memperbaiki kelemahan dari generasi terakhir, saat ini mekanisme suara ditingkatkan, dan tampaknya, sebagian dari perintah dapat dimasukkan melalui suara.

Namun, untuk yang melihatnya, kelihatannya akan sangat aneh.

"Hoo, hoo!"

Keima terus mengayunkan PFP (untuk meniru aksi berpegangan tangan dan berjalan), pandangannya sangat serius.

Dia memiliki wawasan yang luar biasa dan kemampuan analitis. Kalau dia mau, dia bisa menangani sebagian besar hal-hal yang dialaminya dengan mudah.

Namun, dunia yang dipilih oleh anak yang bernama Katsuragi Keima,

Adalah game Bishoujo...


Chapter 1: Permainan yang Terkutuk[edit]

Di dunia ini, ada orang-orang yang memiliki indera penciuman luar biasa.

Seorang produser tenar yang membesarkan banyak penyanyi terkenal pernah berkata: “Orang yang sesungguhnya pasti akan terlihat berkilauan.” Ini bukan sekedar ungkapan hiperbola, namun di mata seorang produser, para musisi yang memiliki potensi tampak seolah-olah diselimuti cahaya.

Tak peduli apakah mereka tampil di live house [5] kecil atau di pinggir jalan, produser dengan kemampuan itu dapat menggunakan matanya untuk mencari penyanyi-penyanyi yang berpeluang untuk sukses. Dan produser mengambil keputusan berdasarkan seberapa penyanyi tersebut bersinar.

Dengan kata lain, ini disebut ‘Seni Pengenalan’.

Seorang koki sushi dari sebuah toko tua di Ginza berkata,

“Waktu berjalan di pasar ikan, kaki akan secara alami bergerak menuju ikan yang terbaik hari itu.”

Ini seharusnya disebut indera keenam. Hanya seorang koki yang telah berlatih keras dalam seni pembuatan sushi yang bisa memiliki naluri seperti ini. Bagi orang biasa, hal ini hanya bisa disebut luar biasa.

Tubuh akan bergerak dengan sendirinya.

Dengan kata lain, tubuh akan ‘bereaksi secara alami’ menurut pengalamannya.

Direktur sebuah perusahaan yang mengurus para pelawak mengatakan,

“Saya bisa mencium sesuatu dari anak-anak muda yang terus berkembang.”

“Bau ini, yah, bukan soal baunya enak atau tidak, atau soal wanginya. Bau setiap orang sedikit berbeda. Ngomong-ngomong, yang ini tengik!”

Eh? Bukankah itu cuma karena seseorang tidak mandi?

Orang tidak boleh tergesa-gesa mengambil kesimpulan seperti itu. Setidaknya direktur ini memang membesarkan beberapa pelawak hebat, dan meraup keuntungan besar selama menjalankan bisnis ini. Mungkin saja bahwa ia dapat menggunakan ‘bau’ untuk merasakan bakat orang lain.

Dengan kata lain, ia sanggup ‘mengendus’ bakat.

Untuk contoh yang lebih radikal,

“Biar kuberitahu. Seorang malaikat berbisik padaku, ‘yang ini, tiket ini pasti akan naik~’, fufu.”

Seorang pemain saham yang jenius mengatakan ini. Orang biasa akan merasa bahwa ‘hal itu aneh sekali’ saat mendengar penjelasan ini, namun ia benar-benar menjadi orang yang sangat kaya. Dari sini, orang mungkin berpikir bahwa dia benar-benar mendengar seorang malaikat berbisik ke telinganya.

Mungkin memang itu.

Bagaimanapun, apakah ini adalah hasil yang didapat dari bakat, kerja keras, ataupun pengalaman sejak kecil, kemampuan ini tidak berbeda dari kekuatan-kekuatan super bagi orang biasa, dan mereka menggunakan insting ini untuk berkembang menuju cita-cita mereka.

Jika kemampuan ini dapat dideskripsikan dengan memiliki indera penciuman yang luar biasa.

Maka bisa dikatakan,

bahwa Katsuragi Keima mempunyai ‘naluri’ itu.

Dan bahwa ia memiliki berkat dari surga.

Sungguh suatu kebetulan ia turun dari stasiun itu—kereta yang sebelumnya mogok karena kehabisan daya, menyebabkan jalur-jalurnya tak bisa diakses.

Keima, yang sudah datang jauh-jauh untuk membeli game-game bishoujo, dan Elsie, yang menemaninya, hanya bisa mendengarkan siaran suara dari petugas stasiun, ‘Silakan gunakan mode transportasi lain. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda’. Mereka sudah turun tiga halte dari tujuan mereka dan berjalan keluar dari gerbang stasiun itu. Keima menggunakan PFP miliknya untuk mengecek sesuatu. Tampaknya, sebuah halte bus di dekat stasiun itu mempunyai satu bus yang akan melewati rumahnya.


Di bawah nyala matahari musim panas yang bagaikan tungku pembakaran, Keima yang sedikit tidak sabar melengkungkan punggungnya dan berjalan keluar.

Tangannya memegang sebuah tas yang penuh dengan game.

Elsie menghalangi sinar matahari dengan tanganya dan tampak sedikit bermasalah dengan panas yang tercermin dari jalan aspal akan membuat siapa pun yang berdiri di sekitar jalan berkeringat tidak keruan(!).

Keringat mengalir melewati wajah putih Elsie.

Omong-omong ...

Elsie mulai berpikir bahwa. Dia tidak pernah turun di pemberhentian ini. Tempat ini memberikan sebuah perasaan yang sunyi karena tampak seolah-olah tidak ada siapa pun di sekitar situ.

Cahaya matahari sungguh kejam dan pemandangan ini secara jelas dibagi menjadi cahaya dan bayangan.

"... Banyak sekali toko yang tidak buka."

Elsie bergumam, dan dengan demikian Keima yang sedang berjalan kaki sedikit di depan, dengan tidak sabar melihat ke belakang.

"Elsie, apa yang kamu lakukan? Mari kita pergi! "

"Ah, baik, Kami nii-sama!"

Elsie berlari dan mengejar Keima, dan keduanya berjalan bersama berdampingan. Setelah berjalan sekitar 200m,

"Eh? Kami nii-sama, tidak-kah kita seharusnya pergi ke jalan ini, "

Keima tiba-tiba pergi ke jalan yang bercabang dan Elsie memunculkan keraguan dengan heran. Mereka seharusnya berjalan kaki 100 meter sebelum tiba di halte bus.

Namun, Keima,

"... Eh, ini."

Menjawab dengan sikap ambigu yang jarang ditunjukkannya. (!) "Aku tidak tahu kenapa."

Bahkan dia sendiri memiringkan kepalanya dengan bingung, (!) "Tapi seperti aku perlu berjalan di sini."

Ketika dia mengatakan itu, ia terus berjalan maju dengan cepat.

Elsie bergegas mengejarnya.

"Tu, tunggu aku Kami nii-sama!"

Keima berpaling 2, 3 kali dari jalan ke jalan, dan dia sedang berjalan kaki secara cepat dan lebih cepat.

Dia tidak berlari.

Meski begitu, sepertinya dia ditarik karena sesuatu ketika ia dengan cepat mengerakan kakinya. Kecepatan Nya sendiri sudah sangat cepat.

Saat bagian bawah tubuhnya yang terlalu cepat, tubuh bagian atas yang memegang tas miring ke belakang karena tidak bisa mengimbangi.

"Hau? Oh? "

Bahkan Keima sendiri membelalak matanya dan menyeringai. Saat bagian atas tubuhnya tidak bisa mengikuti kakinya yang terus bergerak maju, ini terlihat sangat misterius.

"Ka, Kami nii-sama?"

Elsie mulai panik serta memukul-mukul lengannya di ketika ia mengejar Keima dengan secepat yang dia mampu. bagaimanapun Keima sendiri tetap menyusuri jalan.

Dan dia masuk semakin dalam dan semakin dalam.

Dia memasuki bagian dalam dari sebuah lorong gelap, dan kegelapan di dalam bahkan ada sedikit luar biasa. kemudian, (!) "!"

Kaki Keima tiba-tiba berhenti, dan rasanya seperti dia berhenti mengarahkan kakinya.

Dia kembali berekspresi tenang seperti biasa.

"Ho, haa."

Elsie akhirnya berhasil mengejar ketinggalan saat dia menekan ke lututnya dan terengah-engah berat. kemudian,

"Fuu."

Dia menarik napas panjang dan kemudian berdiri.

"Sungguh ~ apa yang salah bersamamu Kami nii-sama?"

Elsie mengangkat kepalanya dan melihat Keima mendorong kacamata ke atas dan menggosok di sekitar alis.

"Elsie ..."

Keima mendorong kacamatanya kembali ke posisi semula dan memberikan pertanyaan.

Suaranya tentu saja serak.

"Itu toko."

Dia mengulurkan jarinya yang kurus putih.

"... Oh."

Elsie melihat di mana Keima menunjuk-ke serta menanggapi.

"Apakah kamu merasa bahwa toko itu bersinar? Emas, tidak, merah muda? "

"Eh?"

Mendengar Keima mengatakan hal ini, Elsie mengerutkan keningnya.

"Ah?"

Dia secara naluri melihat kembali pada Keima, dan kemudian terus memandang toko itu dengan saksama. kemudian,

"Yah,"

Dia menggunakan jari-jari di kedua tangannya untuk menekan kedua pelipis dan merenung sejenak.

"Tidak"

(Apa dengan Kami nii-sama?)

Pikirnya. The '10, 000 Old Bookstore' (Tl note: ya, ini nama toko nya jadi tidak diterjemahkan) yang ditulis pada papan nama toko yang berada di dalam gang bahkan tak bercahaya sama sekali, tetapi diselimuti suasana yang tak menyenangkan. Tampaknya bahwa rumah itu sendiri agak goyah. toko itu memiliki sebuah dinding bagian luar dengan tanaman merambat yang merambat di atasnya dan sebuah pintu kaca yang tertutup rapat, dan tampak sangat gelap.

Bahkan jika pintu toko tersebut sudah terbuka, Elsie tidak ingin masuk sama sekali.

"..."

Namun, tidak diketahui apa yang sedang terjadi karena Keima tidak beranjak sejak saat itu seraya terus memandang itu, toko '10 000 Bookstore Old '. Dia sedikit menahan napas.

Ada rona senang pada ekspresi nya.

"..."

Kemudian, dia mulai melangkah maju dengan langkah yang ringan. Saat ini, dia tidak teerasa seolah-olah ia diseret berkeliling oleh sesuatu, yang bukan dari keinginannya sendiri.

"... Kami nii-sama?"

Saat Elsie memiringkan kepalanya dan memanggil Keima, kepala Keima sudah berada di pintu. Untuk beberapa alasan, Elsie mempunyai perasaan jelek tentang ini.

"Ah, tung ..."

Sebelum Elsie menyelesaikan kalimatnya, semuanya sudah terlambat.

"Fu, fufu."

Keima mengeluarkan beberapa suara tawa yang misterius.

Lalu berjalan ke toko.

Sedangkan Elsie,

"Hau ~"

Dia mulai bimbang sejak sekarang, tapi karena kepribadiannya, ia tidak bisa begitu saja meninggalkan Keima sendirian dan mengumpulkan keberanian untuk mengikutinya. (!) (Kami-sama nii Toko ini sepertinya! agak aneh ~)

Hatinya sedang menangis sedikit. Bukan berarti dia memiliki perasaan seperti ini karena dia adalah iblis. Siapa saja dengan penilaian yang normal akan berpikir tentang hal ini.

Toko ini ini tidak lazim.

Ruang apa yang penuh sesak ini memiliki 7 rak buku yang besar di dalamnya, dan setiap rak buku diisi dengan buku secara berantakan. Begitu memasukinya, datanglah suatu perasaan tekanan yang tidak normal, karena hanya ada buku, buku, buku dan buku saja, di dalamnya.

Pemandangan dalam toko tersebut sangat berantakan sehingga siapa pun yang melihatnya akan terpana.

Buku memasak di letakkan di samping majalah kuno, dan buku tulis sekolah yang berumur 30 tahun. Terdapat juga ensiklopedia dan novel detektif di mana halaman sampul nya nyaris lepas. Setiap buku kelihatan sangat berantakan, tidak ada keinginan untuk membiarkan siapa pun mengambilnya(!).

Buku-buku tersebut di tumpuk sangat tinggi sampai mencapai langit-langit, dan malahan jika halaman di dalam buku-buku tersebut sangat berantakan, buku-buku tersebut tidak disusun lagi dan langsung dimasukkan ke dalam rak buku. Buku Origami, file-file dokumen, diary dengan sampul berbahan kulit, buku bahasa asing dengan gembok, buku Origami jepang, buku horor dengan sampul pintu gerbang sihir, dan malahan buku dengan bahasa yang tidak diketahui.

Di toko itu tidak hanya terdapat buku-buku saja.

Ada juga records tua yang dilupakan berada didalam toko(!), patung Budha, lilin altar, borgol yang berduri, botol anggur barat yang tidak diketahui asal usulnya, kamera yang sudah usang, dan boneka kotak-kotak yang berdebu.

Malahan barang-barang tersebut dapat diletakkan secara berantakkan.

Apakah semua itu untuk dijual?

(...)

Elsie kelihatan sedikit takut pada saat dia menundukkan lehernya dan melihat ke belakang <!>

Dan kemudian,

"Ehh?"

"Eh!"

Dia tidak bisa menahan untuk berseru.(!) Hal ini dikarenakan seorang pria tua yang seperti bos dan memiliki kerutan di seluruh wajahnya sedang melihat Elsie pada saat mata mereka berdua bertemu.

Elsie berpikir bahwa pria itu semcam dekorasi.

Hanya pada saat pria tersebut tersenyum Elsie baru sadar bahwa pria tesebut hidup. Giginya hampir tidak ada, hanya terlihat 2, 3 gigi saja yang masih tersisa. Pria itu memakai topi di kepalanya dan sedang duduk di samping kashir dengan posisi duduk seiza (Tl Note: posisi duduk bersila).

Bola matanya berwarna kuning, pada saat bersamaan memberikan senyuman yang misterius.

Kepala pria tua itu gemetaran sehingga kepalanya tidak seimbang dan nyaris tumbang.(!)

(Apakah, apakah dia seorang manusia?)

Elsie gemetaran. Dia mengalihkan pandangan nya, dan Elsie sendiri masih dapat merasakan pria tersebut memandanginya, dan dia sangat ketakutan sehingga Elsie tidak berani melihat kebelakang nya.

Omong-omong.

Apa yang menyebabkan semua hal ini?

Pada saat Elsie menginjakan kalinya di toko itu, dia merasakan bulu kuduknya berdiri.

Sekarang, adalah pertengahan musim panas.

Sudah jelas bahwa di luar sana cuacanya sangat cerah.

Untuk berbesar alasan, bos sedang memakai pakaian yang tebal.

Saat itu juga bulu kuduk Elsie semakin berdiri.

Kenapa toko ini sangat dingin?

(Ka, kami nii-sama.)

Pada saat dia melihat Keima, mata Elsie berkaca-kaca, seolah-olah dia membutuhkan pertolongan.

Tetapi Keima yang kena pengaruh hipnotis, dan sepertinya tidak ingin diganggu oleh Elsie. Semenjak tadi dia terus bolak-balik di dalam toko yang sesak ini, dan berjalan-jalan dengan penuh tenaga.

Dia mengejang hidungnya(!), dan untuk sementara ia kelihatan sedang mencari di rak buku tertentu, hanya untuk berlutut di lantai dan kemudian memanjat ke area dekat dengan langit-langit.

Setelah itu, dia keluar dari rak buku, dan menghilang.

Bagi Elsie, kelihatan seperti telinga Keima menjadi telinga anjing dan di belakangnya tumbuh ekor.

Dia kelihatan sangat senang sampai matanya bersinar-sinar.

"Ya! Barang itu pasti di sini! Pasti ada sesuatu di sini, aku mampu mencium nya!"

"Ada apa denganmu kami nii-sama?"

Elsie melipat lengan nya dan kelihatan sangat cemas.

"fufu, bau ini tidak tersembunyi sama sekali, letaknya pasti di sekitar sini"

Jawabnya sangat abnormal pada saat itu, ia berlari ke sudut ruangan. Malahan di toko yang misterius ini terdapat logam yang compang-camping dan buku, sudut tersebut kelihatan sangat tidak alami. Elsie tidak bisa menahan untuk berseru tetapi menarik kerah baju Keima untuk menghentikan nya.

"Ka, kami nii-sama!"

Tetapi Keima,

"Pergi sana~! Lepaskan aku, Elsie! Tidaklah kamu mendengarnya? Bisikan anak itu. Dengar! Ia berkata 'Aku disini! Kemari selamatkanlah aku! Kemari selamatkanlah aku!'."

"Wa~kami nii-sama tidak normal. Kamu akan jatuh ke dunia yang lain!"

"Tunggu! Aku akan menyelamatkan kamu sekarang juga!"

"It, itu hanyalah halusinasi semata, am, ambulans! Siapa saja tolong panggil kan ambulans!"

Keima mengguncang ke samping Elsie yang menahanya dari belakang dan masuk ke tumpukan barang yang sangat banyak dengan cara tiarap.

Setelah beberapa saat.

"Hey !"

Tepat di depan Elsie yang membatu.

"Fu, fu fu fu."

Plak.

Plak plak.

Keima yang mendapat di tumpukan tersebut secara perlahan bangun.

Matanya bersinar di ruangan yang memiliki cahaya sedikit(!). Walaupun geraknya agak sedikit aneh, wajah keima menunjukan senyuman kemenangan.

"Ketemu !"

Dia mengangkat kotak itu ke atas.

'Favor of Western Lantern'[6]

Terdapat label seperti itu di kotaknya, dan bungkusanya kelihatan sedikit aneh, hanya terdapat gambar gadis berambut putih. Ini seharusnya game bishoujo, sejujurnya, game tersebut tidak kelihatan begitu menarik. Meskipun demikian, untuk berberapa alasan, Keima kelihatan seperti seorang anak kecil yang menemukan harta berharga, pada saat bersamaan membuang debu yang ada di kotak itu seraya berjalan di kasir.

"Berapa harganya?"

Dia kelihatan serius ketika dia menyerahkan kotak itu ke bos yang masih menggoyangkan kepalanya.

“...”

TWGOK 02 008.jpg

Bos terus tersenyum, dan Keima tanpa mengubah pendirianya berkata.

"Aku mengerti alasan untuk hal ini, dan aku pasti mengeluarkan uang sebanyak yang ku mampu. Tetapi, aku tidak akan begitu saja mengeluarkan uangnya. Dengan kata lain, aku mengajukan dua persyaratan. Pertama, jangan membohongi ku. Kedua, aku tidak ikutan <!> jika kamu ingin mencurangiku. Semenjak barang ini diletakkan di toko, sekurang-kuranya hal ini berarti bahwa barang ini untuk dijual kan?"

"..."

"Katakan harganya."

Keima mendekatkan wajahnya.

"Sebutkan harganya sehingga aku tidak perlu menawarnya."

Bos terdiam untuk sesaat dan akhirnya mengacungkan jarinya yang gemetaran di hadapan Keima.

"...1?"

Keima memiringkan kepalanya. Bos memberikan acungan jempol nya dan Keima berfikir sejenak.

"1? 10,000 yen?"

"..."

Bos menggelengkan kepalanya dan Keima kelihatan kena curangi.

"Apakah kamu ingin lebih dari 10,000... eh? Bukan itu kah?"

"..."

Bos tidak mengatakan apapun, tetapi dari suasananya dapat dirasakan bahwa dia ingin lebih rendah. "Kamu benar-benar orang yang hebat."

Elsie yang diam dari tadi dan melihat semua ini, meletakkan tanganya di dadanya seraya berkata.

"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"

Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"

"1.000 yen?"

Keima mengatakanya secara curiga, tetapi bos menggelengkan kepalanya lagi. Keima agak bingung.

"...100 ...10 yen, jangan-jangan,"

Dia menghela napasnya sejenak.

"1 yen?"

Fufu.

Bos tertawa dan menganggukan kepalanya. Keima pada saat itu juga merasa senang.

"AKU MEMBELINYA!"

Dan berteriak.

"ITU BENAR-BENAR MURAH!"

Dia tertawa dan langsung menjabat tangan bos.

"Kamu benar-benar orang yang hebat."

Elsie yang diam dari tadi dan melihat semua ini, meletakkan tanganya di dadanya seraya berkata.

"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"

Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"

Setelah itu,

Sebuah porolog dari cerita horor dimulai.

Setelah berberapa waktu,

Pemandangan berubah ke rumah Katsuragi Keima. Lokasinya di koridor depan kamarnya.

"Game bishoujo sangat dalam. Malahan aku kadang-kadang terkejut dan terkagum-kagum dengan kekomplekan nya"

Di saat Keima mengatakan itu, Elsie bicara,

"Ng, ngomong-ngomong, Kami nii-sama, saya merasakan bahwa sesuatu, erm,"

"Aku telah menaklukan atau menginspeksi lebih banyak game dari pada orang lain. Baik itu masa lalu maupun masa depan. Tidak akan ada seorangpun yang akan lebih mencintai game bishoujo dariku. Itu karena aku adalah 'Dewa'."

"Itu"

"Meskipun demikian."

Keima mengacungkan jarinya ke langit, tidak memperdulikan kata-kata Elsie.

"Aku punya dua genre yang tidak dapat ku tangani, meskipun ini sudah memang sewajarnya."

Setelah mengatakan hal itu, dia mengambil tisu dan pura-pura mengelap air matanya.

"Apakah kamu tahu dua genre itu?"

"Un, itu."

"..."

"Aku tidak tahu, tapi itu"

"Itu!"

Keima mengindahkan Elsie dan langsung mengatakan.

"Ruang dan waktu"

"...Waktu?"

Elsie yang penasaran dan menanyakanya ke Keima. Sedangkan Keima sendiri menganggukan kepalanya.

"Betul sekali. Dengan kata lain 'Jendela Dewa' yang setiap tubuh mahluk hidup miliki"

"?"

Elsie kelihatan sangat bingung.

"Jendela dewa?"

Untuk berberapa alasan, terasa seperti seluruh situasinya sangat sulit untuk dipahami.

Keima tertawa.

"Tidak, ini tidak sulit sama sekali. Penjelasan lebih mudahnya adalah 'Sebelum aku lahir... Pada saat aku main game ketika aku tumbuh dari bayi ke anak-anak, mustahil untuk memainkan semua game itu,' dan juga 'game friendship yang sudah langka dan dijual di ruang lingkup yang kecil, yang unik, langka, atau produk yang ditarik oleh perusahaan(!) sangat sulit untuk didapatkan' hanya pengertian mudah seperti ini.

"..."

"Sudah banyak game yang dijual di jepang. Hampir tidak mungkin bagiku untuk memiliki semua game ini."

"Eh?"

Elsie sedikit terkejut.

"Bukankah kamu sudah memiliki semua game itu kami nii-sama?"

Keima sedikit mengeluh dan melihat ke Elsie.

"Bagaimana itu mungkin?"

"Saya berfikir bahwa semua koleksi yang kami nii-sama miliki adalah game"

Elsie menggunakan tanganya untuk ditekankan ke wajahnya pada saat bersamaan mengingat kamar Keima yang digunakan sebagai gudang penyimpanan game bishoujo. Ruangan itu disusun dengan game secara rapi yang jumlahnya sangat banyak. Bagi Elsie, jika seseorang memberitahunya bahwa semua game yang ada di dunia ini ada disana, maka dia tanpa ragu-ragu lagi akan langsung mempercayainya.

Juga, disana tidak hanya ada game saja melainkan versi 'initial limited edition' dan 'director's cut' dari game, dan Elsie sendiri tidak mampu untuk membedakan semuanya yang terdapat di dalam koleksi Keima.

"Aku berharap begitu."

Keima mengatakan itu dengan nada yang rendah diri.

"Sekuat apapun aku berusaha, akan selalu ada game yang tidak bisa didapatkan olehku."

Sekuat apapun.

Dia menambahkan,

"Koleksi game bishoujo ku bukan berdasarkan genre semata. Di dalam benakku baik itu organisasi atau individu manapun, tidak ada seseorang yang mengoleksi lebih dariku."

"Jadi begitu."

Saat ini Elsie tiba-tiba berfikir akan sesuatu,

"Jika seperti itu, maka semuanya benar."

Kelihatan seperti Elsie tidak ingin menyerah, tetapi Keima berbicara duluan,

"Aku tidak terlalu berusaha untuk memaksakan keadaan. Sangat disayangkan, tetapi diantara semua game yang belum dapat kukoleksi, kebanyakan data game tersebut lebih berharga daripada karya itu sendiri. Sebagai contohnya, game yang sama dengan sedikit moditifikasi, atau game yang tidak terlalu terkenal, atau game yang tidak bisa dilanjutkan karena bug yang sangat serius."

"Eh, oleh karena itu."

"Tetapi diantara karya-karya yang tidak mampu ku koleksi, terdapat karya-karya yang sangat mengagumkan."

" Nah."

"Kenyataan inilah yang membuatku tidak dapat untuk tidur dan makan dengan tenang. Ah, pikir-pikir tentang seberapa banyak karya yang mengkagumkan dan masih belum ku sentuh, untuk menaklukkan gadis-gadis imut yang sedang menungguku."

Ahh.

Keima menekan dadanya dan menunjukan ekspresi kesakitan.

Dia kelihatan seperti seorang astronot yang impianya tidak ada seorang pun lakukan yaitu mendarat di planet mars.

Romans yang tidak pernah berakhir, kehausan akan ilmu pengetahuan, jelas terpampang di wajahnya.

Dia adalah seorang petualang, penjelajah, peneliti, dan seseorang yang mencari kebenaran.

Di jaman yang damai ini, tidak semua orang mampu menunjukan ekspresi seperti ini. Apabila dilihat dari sudut lain, wajahnya kelihatan sangat macho.

Walaupun demikian, ia hanya tertarik dengan game bishoujo.

"Aku selalu mendengar kabar burung tentang beberapa game bishoujo langka yang dikutuk di dunia ini."

Keima secara tiba-tiba mengalihkan pembicaraannya.

"Game itu sendiri, melalui jaringan publikasi yang khusus."

"..."

Elsie yang memiliki firasat buruk tentang ini, diam-diam menarik lengan baju Keima. Ekspresi Keima yang kelihatan seperti penuh akan kenangan dan kelihatan dia sedang menantikanya.

"Game itu sendiri memiliki naskah yang menakjubkan, pemeran wanita utama yang misterius. Graphis dan musiknya agak ketinggalan jaman, tetapi potensi yang dimiliki game tersebut tidak kalah oleh hasil karya yang menakjubkan lainya. Artefak yang tidak dapat digantikan sepanjang sejarah galge, dengan kata lain, itu merupakan hasil karya yang menakjubkan yang mungkin tidak akan ada."

"Ka, kami ni-sama."

"Aku sangat menyesal bahwa aku tidak lahir duluan, pada saat game sudah selesai duluan sebelum aku lahir. Fu"

Dia tertawa.

"Ketawakanlah aku Elsie. Semua orang memanggilku 'Dewa', tapi seorang manusia tidak dapat mengatasi batasan biologis."

Elsie tidak dapat tertawa.

Ekspresinya benar-benar kaku.

Keima melanjutkan,

"Bagaimana ia berakhir seperti ini? Aku sendiri tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi game ini di produksi oleh perusahaan kecil dan jumlahnya terbatas. Setelah game tersebut di rilis, terdapat sekandal yang menyebabkan game tersebut dikembalikan, dan kebanyakan produknya dicabut dari pajangan"

Lalu dia mengerutkan keningnya

"Berdasarkan orang-orang yang mengetahui situasi tersebut, penjualan produk tersebut tidak bermasalah. Tetepi,"

Dia berhenti sejenak,

"Kabar angin mengatakan bahwa versi inisial, edisi spesial yang hanya ada 10 buah memiliki sebuah masalah. tetapi itu hanyalah sebuah kabar angin saja."

Matanya berbinar-binar.

"Versi aslinya akan memberikan pengalaman dunia lain kepada mu."

"AH?"

"Ini adalah game yang penuh dengan misteri, jadi aku tidak pasti apakah misteri itu benar atau palsu. Tetapi, versi originalnya memiliki sebuah desain jauh melampaui apa yang diharapkan. Apakah desain disini berarti keaslian atau sistemnya, aku sendiri tidak pasti."

"Ka, kami ni-sama."

Suara Elsie yang sedikit gemetaran, dan Keima tersenyum.

Matanya kelihatan seperti terjangkit demamnya.(!)

"Favor of the Western Lantern."

Dia secara cepat mengangkat softwere [7].

"Ini adalah versi aslinya."

Pada saat melihat bungkusan yang misterius itu, Elsie nyaris saja teriak. Keima melepaskan tangan Elsie dan langsung masuk ke kamarnya.

Dia menutup pintunya secara perlahan dan mengeluarkan kepalanya.

"Jadi untuk menaklukan game ini, aku perlu mengurung diri sebentar. Tolong jangan ganggu aku!"

"Nii, nii-sama!"

Sebelum Elsie mampu menghentikannya, pintunya sudah ditutup. Setelah itu,

"Tolonglah kami nii-sama! Buka pintunya! Saya memiliki firasat buruk tentang ini!"

Tidak peduli seberapa banyak Elsie mengetuk atau mengguncang pintunya, pintu tersebut tidak akan dibuka. Dia dengan sedih menundukan kepalanya, dan kelihatan sangat murung.

Depresi yang mengerikan didalam hatinya terus berkembang, dan kelihatan tidak akan membaik.

"...?"

Pada saat tersebut, Elsie melihat sesuatu dan memungutnya. Dia memungut sesuatu di lantai dan terus memandanginya.

Apa ini?

Kemudian...

Bulu kuduknya berdiri.

Benda tersebut adalah sehelai rambut yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Dan rambut tersebut seharusnya tidak ada di rumah, rambut berwarna putih dengan panjang yang tidak alami.

Pada saat bersamaan, ketika Keima mengurung diri di kamarnya, dan ketika Elsie memungut rambut berwarna putih, di kuil tertentu yang letaknya jauh dari kota Majima, seorang miko [8] tiba-tiba membuka matanya.

Dia sedang duduk seiza di dalam kamar berlantaikan kayu, kedua lututnya sedikit terpisah, dan tangannya diletakkan di atas lututnya. Belakang yang tegak, dan posisi seiza tersebut menunjukkan keheningan dan disiplin.

Umurnya sekitar 25 tahun.

Lilin altar yang dekat menyinarinya dan bayangan hitam.

Rambutnya panjang warna hitam, wajah yang pas dan cantik, dan mata yang bersinar, hal ini kurang lumrah untuk seorang miko, tetapi dia memakai lipstik di bibirnya. Dengan kulit putih sebagai latarnya, kilauan dari lipstik membuatnya kelihatan sangat menarik perhatian.

Juga, dadanya yang bahenol secara ketat didukung oleh pakaian mikonya. Sosok rasio nya yang sangat menarik perhatian. Kemeja di depan dadanya sedikit terbuka, dan seseorang secara samar-samar bisa melihat dada seputih salju. Wajahnya juga agak unik. Walaupun kelihatan lembut, ia memberikan kesan yang suci.

"Nenek!"

Miko ini secara tiba-tiba berteriak.

"...Jadi apakah kamu juga mengetahuinya?"

Setelah mendengar dia menanyakan itu, suara serak yang berasal dari ujung kamar yang gelap.

"Un. Kelihatanya seseorang mendapatkan itu lagi."

Miko itu menyipitkan matanya dan melihat di sekitarnya, dan seorang nenek tua keriput duduk disana. Kelihatan seperti usianya sudah lebih dari 100 tahun.Pakaian yang dikenakanya sudah sangat ketinggalan jaman dan dia sangat kecil, dia mampu menyembunyikan keberadaanny supaya dia tidak dapat ditemukan. Nenek tua tersebut perlahan-lahan membuka matanya yang terpejam, dan melirik ke arah miko.

"Menurutmu bagaimana?"

Miko secara tegas mengerutkan keningnya.

Dan melipat lengannya.

"Rasanya tidak bagus...mungkin 'otak' nya berada disana."

Jarinya yang putih dan langsing Menjangkau lengan baju nya.

"Un."

Nenek tua menganggukkan kepalanya,

"Malahan aku dapat merasakan bahwa baunya tidak mengenakkan."

"...Iya, sangat tidak mengenakkan.".

Di wajah miko yang cantik memperlihatkan kerutan yang tipis, dan mengatakanya dengan cara yang tenang,

"Lagi pula, benda itu selalu bersembunyi di tempat yang buruk."

"Benda tersebut kembali di dunia ini. Berarti bahwa seserang menghargai benda tersebut."

"Nenek?"

Miko tersebut melirik dengan tajam ke arah nenek tua, yang menganguk lagi.

"Un, nyawa orang itu dalam bahaya."

Miko itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya, pada saat itu pula, nenek tua tersebut bertanya,

"kukatakan."

Kelihatan seperti dia mengetahui bagaimana lawan bicaranya tersebut akan menjawab.

Nenek tua itu mengeluh menunjukkan sedikit keengganan dari berhenti.

"...Shino, kemana kamu akan pergi?"

Jawaban miko tersebut singkat, kelihatan sepertu dia tidak ingin nenek tua tersebut mencemaskanya.

"Kemana lagi? Aku akan menghancurkan benda tersebut."

Nenek tua itu pun mengeluh.

"Malahan jika aku tidak menyetujuinya, kamu tidak akan memperdulikanya, kan..."

Miko tersebut memberinya tampilan yang mengejek pada nenek tua sambil melayangkan ekspresi yang tajam, setajam pisau belati,

"Apakah kamu pikir bahwa kemampuanku kurang mencukupi, nenek?"

"Tidak, bukan itu yang aku cemaskan."

"Aku sekarang bukanlah anak kecil dulu yang berumur 6 tahun"

"Un, kamu sudah berlatih dengan keras selama 20 tahun ini."

"Jadi, apakah kamu bimbang akan benda misterius yang masuk di tubuhku ini?"

"Tidak, bukan itu yang aku bimbangkan. Menurut ramalanku, sebentar lagi kamu akan menemukan orang yang mampu mengurusnya."

"Jadi, apa yang kamu bimbangkan?"

"Bukan, itu?"

Melihat neneknya yang kelihatan ingin berbicara lebih,

"Jangan katakan itu! Nanti aku akan mendengarkan nasehatmu. Aku berangkat dulu!"

Miko tersebut sedikit menaikkan kerah lengan bajunya, dan cepat-cepat menuju pintu keluar.

"Ah."

Nenek tua itu menjerit, tetapi miko itu tidak menoleh kebelakang.

Dan kemudian,

"!"

Pada saat miko keluar dari kamar.

"KYAAAHHHH!!!"

Dia mengeluarkan jeritan yang sangat kuat. Keberadaan akan nenek tua itu menghilang dari belakangnya(!). Kelihatannya dia lupa bahwa ada tangga diluar.

Setelah berberapa saat, suara sesuatu mendarat di lantai dapat didengar.(!)

Nenek tua itu tanpa sengaja menutup matanya dan melengkungkan lehernya ke bawah.

Dan kemudian

"Sigh"

Dia mengeluh seraya dengan berat hati membuka matanya dan menggelengkan kepalanya.

"Inilah apa yang aku takutkan... keperibadian yang bersifat menuruntukan kata hati mu itulah yang membuat ku cemas."

...Pada saat kejadian misterius yang tidak wajar tersebut, hampir semua orang tidak menyadarinya terkecuali Elsie.

Pada saat istirahat makan siang. Elsie yang dipuja dan disayangi setiap orang, diajak makan bersama oleh teman-temanya.

Namanya adalah Takahara Ayumi, Kosaka Chihiro, dan Terada Miyako.

"Elly yuk kita makan sama-sama!"

"Elly yuk makan sama-sama"

Memimpin kelompoknya, Cihiro memanggil Elsie. Dengan catatn lainya, 4 cewek tersebut , termasuk Elsie membentuk sebuah girl band, dan Cihiro adalah vocalis utama dan gitaris.

Penampilan, keperibadian, dan minat, seluruh parameter Cihiro (menurut Keima) biasa saja. Dia tidak terlalu menonjol. Tetapi dia memiliki keperibadian seorang kakak yang mampu membawa orang-orang disekitarnya menjadi baik atau jahat, (cek original translation) dia lebih sering berakhir menjadi seorang pemimpin.

Dia juga lah orang yang membuat Elsie ikut di awalnya.

Jika ini adalah Elsie yang biasanya, pada saat dia mendengar Cihiro berkata demikian,

"Baiklah, saya mau"

Dia dengan gembira menjawabnya. tetapi hari ini,

"Ah, baiklah..."

Walaupun dia berdiri sambil mengambil bento (bekal makan siang), dia seketika itu juga merasa sedih sambil melirik ke arah bangku Keima yang kelihatanya sangat jauh.

"..."

Terada Miyako menyadari Elsie kelihatan seperti ini, dan memiringkan kepalanya sambil menaruh rasa curiga.

"Ada apa?"

Serta merta Elsie melontarkan senyuman yang kaku.

"Ah, ti, tidak apa-apa!"

Dan kemudian dengan panik melambaikan tanganya di depan wajahnya.

Terada Miyako sama seperti Cihiro, seseorang yang kelihatan biasa saja. Tetapi, dirinya, tidak seperti Cihiro, bukan tipe yang memimpin orang lain. Dia adalah orang yang biasa saja dan pekerja keras, dan diantara teman-temanya, dia adalah orang yang akan menjaga orang lain.

Karena itu lah dia menyadari bahwa Elsie agak sedikit aneh.

Miyako adalah keyboardist. (cek di original)

Pada saat bersamaan,

"Baiklah, mari satukan mejanya bersama-sama! satukan bersama-sama"

Takahara Ayumi Yang selalu penuh semangat memanggil mereka.

wajahnya berseri-seri,

Pada saat bersamaan dia mendorong Elsie dan Miyako di pundak mereka dari belakang.

"Ah, ba, baiklah."

"Un."

Elsie dan Miyako mengangukkan kepala mereka setelah didorong

Mereka semua adalah gadis-gadis yang sedang dalam masa pertumbuhan, dan meski mereka akan berkata ‘aku agak gemukan’ atau ‘haaah, kelihatannya besok aku harus mulai diet’, mereka tetap akan menghabiskan roti atau bento mereka.

Khususnya Ayumi, yang berasal dari tim atletik, akan makan jauh lebih banyak daripada orang biasa karena kalori yang akan ia gunakan.

“Akhirnya, waktu itu, para sempai,”

Ayumi berceloteh, dan saat ia berhenti, ia memasukkan roti besar ke dalam mulutnya hingga mulutnya penuh. Penampilannya yang manis hanya nomor dua dari Elsie dalam gang pertemanan ini. Gaya rambutnya memiliki pesona kemurnian yang cocok untuk seorang gadis dari klub atletik dan postur tubuhnya pun lumayan langsing.

Karena itu, di kelas ia juga cukup populer.

Namun, ia sendiri tidak terlihat seperti gadis yang akan memikirkan hal semacam itu.

Sebagai catatan,dalam band ia adalah gitaris, seperti Chihiro. Baik dalam band maupun di antara teman-temannya, ia selalu menjadi yang paling bersemangat.

“…”

Saat itu juga, Ayumi mendadak terdiam, dan Chihiro, yang sedang memakan keripik kentang, tampaknya menyadari sesuatu juga,

“…”

Dan memandang Ayumi serta Miyako.

“…”

Miyako memegang keningnya dengan cemas.

“…”

Ayumi sendiri mengangkat bahunya, seperti berkata ‘Aku tidak tahu’.

“Nah.”

Chihiro akhirnya angkat bicara mewakili semuanya.

“Ada masalah apa, Elly?”

Sejak tadi, Elsie selagi menaruh tangan di dagunya dan sikunya di atas meja sembari memandangi Keima dengan cemas. Tampaknya ia tidak mendengarkan ocehan Ayumi tadi.

“…”

Bahkan setelah Chihiro memanggilnya, ia tetap tidak menanggapi.

Kelihatannya ia tidak sadar Chihiro memanggilnya juga. Chihiro, Ayumi dan Miyako diam-diam saling bertukar pandang dan menganggukkan kepala mereka.

“““ELSIE!!!”””

Ketiganya menyerukan namanya. Elsie benar-benar terkejut. Ia meluruskan punggungnya dan dengan bingung menoleh untuk melihat mereka.

“Y, ya? A, ada apa? Apa yang terjadi?”

Chihiro menghela nafas. Ayumi berkata dengan ragu,

“Ada masalah apa? Kamu kelihatannya nggak memerhatikan? Katsuragi nggak segitu cakepnya sampai kau keasyikan melihatnya, kan?”

Miyako terlihat agak khawatir.

Elsie menunjukkan ekspresi agak malu sembari mengulurkan tangannya untuk menggaruk kepalanya.

“Ahaha, ma, maaf.”

“Kamu kenapa?”

Kali ini, giliran Chihiro yang bertanya sambil mengernyit,

“Apa ada sesuatu yang membuatmu cemas?”

Dua gadis lainnya menunjukkan raut serius. Elsie senang dengan persahabatan mereka, namun ia ragu apakah ia harus menanyakan pertanyaan ini.

“Eh, itu.”

Ia melirik ke samping dan melihat Keima sebelum memelankan suaranya,

“…Nii-sama.”

“Katsuragi?”

“Otamegane?”

Kata-katanya tak terlalu jelas,

Tetapi Ayumi dan Chihiro sedikit bergetar, meskipun tak terlalu jelas.

Pipi kedua gadis itu sedikit merona, meski mungkin tak ada yang menyadarinya, termasuk mereka sendiri.

Elsie mengangguk, dan kelihatannya ia sudah siap.

“Apa kalian tidak berpikir nii-sama bertingkah aneh akhir-akhir ini?”

Semuanya terdiam selama beberapa saat.

Kemuadian,

“Ahahahaha.”

“A, apa katamu~ kok tiba-tiba sekali, sih?”

“Oi oi, Elly. Jangan memberi lelucon waktu kita sedang makan, oke?”

Ketiganya mulai tertawa. Elsie tidak tahu apa yang sedang mereka tertawakan dan membelalakkan matanya. Saat itu juga, mereka tiba-tiba berkata dengan kompak,


“““Cowok itu memang selalu aneh!”””

Dan mereka cukup mempunyai chemistry.

Itu benar.

Sekarang ini, Keima sedang memasang visor [9] dan terus mengubur dirinya dengan bermain game. Dia memanyunkan bibirnya, tak memedulikan sekitarnya dan terus memainkan galgenya.

Selama istirahat makan siang.

Apa ada kata selain ‘aneh’ untuk menggambarkan sikapnya?

“I, itu benar~”

Jari kedua tangan Elsie berputar-putar, menunjukkan rasa malunya.

“Tapi bukan cuma itu~”

Tetapi tiga gadis lainnya sedang mengobrol dan tidak mendengarkan yang Elsie katakan.


“Cowok itu benar-benar aneh~”

Semua orang sepakat berpendapat demikian.

Dari murid hingga guru, semuanya merasa bahwa Katsuragi Keima adalah ‘orang yang aneh’. Namun menyangkut ibunya, ia adalah orang yang lebih normal.

Sebagai perempuan, ia seorang diri mengurusi semu amasalah di kafé ‘Grandpa’, dan bahkan mengambil alih beban keluarga Katsuragi dari ayah Keima yang jarang pulang ke rumah.

Karena ia dulunya adalah orang yang ugal-ugalan, semua orang yang membuatnya marah pasti akan mendapatkan balasan yang mengerikan. Akan tetapi, ia biasanya adalah seorang ibu baik yang akan merawat orang, sangat sabar dan sangat cerdas. Ia membesarkan putranya, Keima, yang mempunyai kepribadian yang sangat aneh (sebenarnya, dalam hati ia juga agak cemas), dan bahkan mengangkat Elsie, anak tidak resmi suaminya (meski sebenarnya ia salah paham). Dari pembawaannya yang sangat ramah, orang bisa mengatakan bahwa ia bukan orang biasa.

Dari caranya yang dengan sopan menyapa para pelanggan di konter kafé, mungkin susah dibayangkan bahwa ia adalah seorang ibu yang bernyali tinggi.

“Hm~hm~☆”

Ia bersenandung sendirian di dapur setelah usai bekerja.

Kemampuannya membuat makanan yang lezat dan bergizi seimbang adalah hal yang Elsie, sebagai sesame perempuan, benar-benar kagumi.

Elsie berada di sampingnya, membantu menyiapkan makan malam dengan mengupas kacang kapri. Tiba-tiba, dengan penasaran ia bertanya,

“Anu, okaa-sama.”

“Hm?”

Ibu Keima—Katsuragi Mari sedang menuang air panas saat ia bertanya,

“Ada apa, Ell-chan?”

Kedengarannya suasana hatinya sedang baik.

Elsie menjadi sedikit ragu.

Tetapi.

“Eh.”

Elsie masih berharap Ibu Mari tahu tentang hal ini, dan ia berharap dapat mendengarkan saran darinya.

“Ini mungkin kedengaran aneh.”

Elsie mendekati Mari dan memelankan suaranya untuk mencegah Keima, yang sedang duduk di meja ruang tamu mendengarnya.

“Akhir-akhir ini,”

Ia menelan ludah.

“Apa kami nii-sama bersikap aneh akhir-akhir ini?”

Sesaat, Mari menoleh dan memandang lurus pada Elsie, sampai-sampai lupa untuk menaruh sumpit pengaduk di tangannya.

Elsie memandang Mari penuh harap.

Ia percaya.

Ia percaya bahwa Mari, pasti telah menyadari sesuatu yang ganjil pada Keima.

“Fu.”

Mari tiba-tiba mengguncangkan bahunya,

“Ahahahahaha.”

Dan mulai tertawa terbahak-bahak dengan suara keras.

“Tolong, ya~ bukannya anak itu memang sudah aneh, Ell-chan?”

“Eh, itu benar, sih, tapi~”

Bahkan ibu Keima sendiri menyebutnya seperti itu.

Elsie terlihat sangat bingung dan diam-diam menengok ke belakang. Keima sedang mengenakan visor dan memainkan gamenya. Posisinya sama persis dengan saat ia berada di sekolah, bahkan bibir manyunnya pun terlihat persis.

“Ngomong-ngomong, dia duduk dengan patuh di meja saat waktunya makan, jadi kurasa ada peningkatan.”

“…”

Elsie tidak tahu bagaimana harus menjawab dan menggulirkan bola matanya dari sisi satu ke sisi lainnya.

“Ngomong-ngomong.”

Ekspresi Mari menjadi sedikit serius.

“Akhir-akhir ini, yang aneh bukan anakku. Tapi rumah ini.”

Mari meletakkan sumpit pengaduknya, mengelap tangannya dengan apron dan melihat Elsie.

“Apa kau tidak merasa ada angin-angin yang bertiup masuk dari beberapa celah?”

“…”

“Ini aneh. Aku tidak menemukan satu lubang pun setelah mencari sepanjang hari.”

“…”

“Rumah ini terasa dingin. Tapi aku tidak tahu sebabnya.”

“Ya, sekarang musim panas.”

“Ya. Itu benar-benar aneh. Lagipula kita biasanya tidak menyalakan AC.”

“…”

Elsie nampak berkaca-kaca. Mari meneruskan,

“Rumah ini juga kelihatan gelap. Apa lampu-lampunya rusak?”

Ia melihat ke langit-langit.

“…”

Elsie mendadak menoleh. Saat itu, Keima melepaskan visor dan bangkit. Sepertinya, ia hendak pergi ke toilet. Dia pelan-pelan menggerakkan kakinya dan meninggalkan ruang keluarga.

“Toilet lembab sekali, dan rumah ini bahkan berguncang sebentar saat tengah malam. Rasanya seperti ada yang berkeliaran. Haruskah kita mencari orang-orang yang spesialis dalam bidang ini untuk memeriksanya?”

Tepat saat Mari mengusap dagunya dengan jari dan bergumam,

“!”

Elsie merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya.

Sementara Keima, yang membuka pintu dan hendak meninggalkan ruang keluarga…

“Eh!”

Ia hanya bisa memekik.

Keima memperlihatkan senyuman misterius di bibirnya.

Elsie mulai tambah merasa tidak enak.


Elsie mandi agak malam hari ini.

Ia sibuk dengan tugas-tugas rumah, dan menunggu Mari dan Keima selesai mandi lebih dahulu sebelumnya. Itu karena Elsie merasa bahwa ia hanya tinggal bersama mereka untuk sementara waktu, dan juga karena ia perhatian.

Meskipun wajah Elsieterlihat agak kekanak-kanakan, proporsi tubuhnya sangat mengagumkan.

Dengan hati-hati, ia membasuh kulitnya yang seputih salju dan rambutnya yang hitam kelam sebelum menenggelamkan diri ke dalam bak mandi.

“Fuu.”

Dan menghembuskan helaan nafas.

“Aku benar-benar sibuk hari ini.”

Di sekolah, ia harus berlatih bersama Chihiro dan kawan-kawannya di band. Di rumah , ia harus membersihkan kafé, bersih-bersih rumah, dan mencuci pakaian.

Jadi, ia memejamkan matanya sejenak, dan nyaris tertidur di bak mandi.

Tes.

Tiba-tiba, suara tetesan air terdengar.

Ia buru-buru membuka matanya. Air menetes pelan dari keranke dalam bak yang penuh dengan air.

Plup.

Tetesan-tetesan air itu menyebar di permukaan air dan mengeluarkan bunyi.

Elsie buru-buru meraih keran dan mengencangkannya.

Plup, plup. Air hangat meluncur dari kulit putihnya yang halus dan mendarat di ubin lantai.

“Fuu.”

Ia kembali merendam dirinya ke dalam bak mandi dan menepuk dirinya dengan jari untuk mengusir rasa kantuknya. Ia memikirkan Keima.


“Aku masih, merasa, kalau ini agak aneh.”

Sejak dia membeli ‘Favor of the Western Lantern’, jelas ada sesuatu yang salah dengan Keima. Meskipun begitu, seperti yang semua orang katakan, sikap dan tingkah laku Keima memang jauh dari ‘kewajaran’. Tetapi, Elsie bisa mengatakan.

Entah mengapa.

Keima lebih aneh dari biasanya.

Tidak, seharusnya dikatakan ia jauh lebih aneh dari biasanya.

Pada saat itu, sesuatu terlintas di benak Elsie.

“Ah.”

Ia tanpa sadar berseru. Jadi begitu.

Ia akhirnya memikirkannya.

Sumber dari semua keganjilan.

Adalah…

“U.”

Bulu kuduk Elsie mendadak berdiri meskipun ia sedang berendam dalam air hangat.

Ia merasa tubuhnya menjadi dingin.

“Aku mengerti, jadi itu sebabnya…”

Alasan mengapa ia merasa bahwa Keima aneh.

Sebenarnya karena dia tidak berbeda dari biasanya.

Keima mendapatkan game yang tidak pernah ia sangka dapat dibelinya, dan itu adalah game yang selalu ia impikan. Tetapi, dia tidak menjadi keasyikan bermain game itu untuk menaklukkannya, malah pergi ke sekolah seperti biasanya (meski sambil bermain), dia makan seperti biasanya di rumah (meski sambil bermain), dan tidur seperti biasanya (kemungkinan besar, dia mengunci dirinya di dalam kamar dan meneruskan gamenya.)

Namun,

Kapan dia memainkan game itu?

Game yang bernama ‘Favor of the Western Lantern’.

Elsie sangat mengerti bahwa sekali Keima serius, dia dapat memecahkan game itu dengan kecepatan yang jauh melampaui kemampuan manusia. Tapi, bahkan setelah membeli game itu dan menghabiskan beberapa waktu, ia tidak terlihat berhasil menaklukkan ‘Favor of the Western Lantern’. Dia sudah menjelaskan semua tentang game itu pada Elsie. Jika dia menaklukkannya, paling tidak dia akan menceritakan perasaannya.

Ngomong-ngomong,

Seluruh situasinya malah bertambah aneh.

Dari apa yang biasanya Keima lakukan, mestinya dia akan mengurung diri di kamar dan memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ itu sepanjang hari.

Itu kembali menimbulkan pertanyaan,

“Kapan kami nii-sama memainkan game itu?”

Sekarang, Elsie sudah tahu bahwa itu adalah game yang harus ‘diinstal’ dalam sebuah ‘komputer’.

Tapi, Keima berangkat ke sekolah dan berbicara dengan Mari seperti biasa setelah sampai di rumah, membaur ‘dengan senang hati’ dengan anggota keluarganya di ruang keluarga.

Kalau begitu, kapan dia punya waktu untuk memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ yang akhirnya ia dapatkan…

“Jangan-jangan…malam hari?”

Elsie merasakan hawa dingin di dalam kepalanya dan menengadah melihat langit-langit.

Lantai dua.

Tampaknya dia dapat melihat menembus langit-langit ke dalam kamar Keima sementara dia terkunci di dalamnya, memelototi layar game bagaikan kesurupan.

Punggungnya membungkuk.

Dan di balik kacamatanya, matanya berbinar-binar.

Mulutnya pasti menyunggingkan senyuman misterius itu…

Sedetik kemudian, Elsie merasa sangat ketakutan karena ia merasakan hawa dingin di punggungnya.

“!”

Ia nyaris menjerit ketika lampu padam. Ia langsung merasa panik. Matanya yang kehilangan cahaya tidak mampu segera menyesuaikan diri dalam kegelapan, dan ia sama sekali tidak bisa melihat apa-apa. Jadi, ia secara refleks berdiri.

“~u”

Ia terlihat berkaca-kaca saat ia memanjat keluar dari bak mandi, berhati-hati agar tidak terpeleset sembari mengulurkan tangannya dan meraba-raba sekelilingnya dalam kegelapan.

Namun, dalam hati ia gugup.

Ada apa ini?

Apa yang terjadi?

Apa listriknya mati?

Apa ada yang mematikan lampu?

Apa?

Ada apa?

Setumpuk pertanyaan berputar-putar di dalam kepalanya sementara ia bergegas mencari jalan keluar dengan kaki telanjang. Saat ia hampir mencapai pintu untuk keluar dari kamar mandi,

“!”

Elsie tanpa sengaja menghentikan langkahnya.

(Aneh? Apa itu?)

Matanya akhirnya terbiasa dengan kegelapan.

Masih samar-samar, tapi dia bisa melihat kamar ganti lewat celah yang sedikit terbuka.

Apa?

Apa itu?

(Ada sesuatu yang berlutut di lantai.)

Perutnya merasakan hawa dingin, dan seluruh aliran darahnya bagaikan membeku dalam sekejap.

(Apa itu orang? Ada seseorang di sana?)

Elsie benar-benar lupa bahwa ia sedang telanjang. Ia terpaku di situ, dan matanya tak bisa berpaling dari sesuatu itu.

Giginya bergemeletuk.

(Apa itu okaa-sama? Atau kami nii-sama?)

Bagaimana mungkin?

Akal sehatnya mengatakan bahwa itu tidak mungkin. Kalau itu Keima.

Kalau itu Mari.

Mengapa mereka mendekam di sana dan tidak mengeluarkan suara?

Dalam gelap gulita.

Elsie,

“Siapa kau?”

Sangat ingin menanyai sesuatu itu, namun nalurinya menghentikannya. Sesuatu itu,

Bukan manusia.

Melainkan sesuatu yang lain.

(!)

Elsie hampir muntah. Sosok itu,

Mulai berpaling ke arah Elsie.

Pertama, wajahnya.

Kemudian, bahunya berputar dengan tidak wajar saat tubuh bagian atasnya berputar.

Makhluk itu tak mengatakan apapun.

Yang menggantikannya malah,

“Eh, eh.”

Elsie mengeluarkan suara aneh jauh di dalam tenggorokannya dan nyaris pingsan. Matanya tak bisa berpaling dari makhluk itu, dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Di balik kegelapan, ia dapat melihat sosok makhluk itu, namun entah mengapa, ia sama sekali tidak bisa melihat wajahnya.


TWGOK 02 009.jpg


Wajahnya sama sekali kosong.

Seperti hantu tanpa muka.

Kemudian,

Dalam posisi itu,

Tiba-tiba.

“~”

Makhluk itu,

Meloncat seperti serangga, hinggap di atas pintu,

“Chichichichichichichi!!”

Dan mengeluarkan suara aneh.

Pintu itu dipaksa membuka oleh tangan-tangan putih yang berkerumun (!) dan berusaha masuk. Tangan-tangan dan kaki-kaki itu semuanya menggapai-gapai dengan membabi buta.

“Chichichichichi!”

Makhluk,

yang menjijikkan itu.

Mau masuk ke dalam kamar mandi.

Chi.

Elsie ambruk ke belakang dan pingsan di lantai, ia secara refleks juga mengeluarkan suara.

“KYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!”

Teriakan itu menjadi jeritan yang mengguncangkan seluruh anggota keluarga Katsuragi.


Dan yang terjadi setelah itu, Elsie sama sekali tidak bisa ingat. Yang ia tahu hanya bahwa Mari buru-buru mengangkat tubuhnya yang telanjang.

Tampaknya ia pingsan di lantai kamar mandi.

Lampu-lampu sudah menyala.

Ia bisa melihat Keima di belakang Mari. Dia memalingkan wajah, mengusahakan dirinya untuk tidak melihat Elsie. Pada saat itu, yang Elsie pikirkan mungkin tidak sesuai dengan situasinya.

(Kami nii-sama…peduli padaku.)

Kelihatannya Keima datang setelah mendengar jeritan Elsie, yang membuatnya sangat senang dan tidak bisa menahan senyumnya. Saat itu juga, ia sadar bahwa ia masih telanjang dan panik.

Ia menggunakan handuk untuk membungkus tubuhnya dan berdiri dari lantai.

Mendengar kekhawatiran Mari,

“Apa kamu tidak apa-apa? Apa yang terjadi, Ell-chan?”

Ingatannya kembali, dan rasa takut kembali bangkit dalam dirinya.

Kemudian, ia bergidik.

Elsie buru-buru menjelaskan apa yang terjadi pada keluarga Katsuragi.

Lampu yang mendadak padam.

Dan ada makhluk yan gtidak diketahui asalnya mendekam di dalam ruang ganti.

Ia melambai-lambaikan tangannya sembari menjelaskan mati-matian.

Akan tetapi,

“…”

“…”

Baik ibu dan anak itu, Mari dan Keima, hanya saling bertukar pandang. Mari terlihat agak cemas, dan Keima menghela nafas.

“Tapi, Ell-chan.”

Kata Mari kemudian,

“Aku dan Keima sama-sama terjaga, tapi lampu tidak padam, lho? Lampu terus menyala. Tidak diragukan lagi.”

“Soal itu!”

Elsie mati-amatian berusaha membuat mereka yakin.

“Itu! Wanita itu!”

Entah mengapa, naluri Elsie mengatakan bahwa makhluk itu perempuan.

“Wanita itu pasti yang mematikan lampu!”

Keima menghela nafas lagi. Mari sendiri tersenyum. Lalu,

“Ell-chan, kamu pasti kelamaan berendam di dalam bak mandi, sampai mendapat halusinasi itu.”

Tangan putih Mari memegang kening Elsie dengan lembut.

“Ta, tapi.”

Elsie ingin melanjutkan. Namun pada saat itu, Keima berbicara,

“Sumpah, Elsie.”

Dia tidak memberikan Elsie waktu untuk meneruskan kata-katanya. Mata di balik kacamata itu berkilau, dan ia segera berkata,

“Aku turun ke dapur untuk mengambil minuman, dan Ibu kebetulan baru keluar dari toilet. Kami sudah ada di sini kurang dari 10 detik sesudah kau menjerit. Ibu berada tepat di depan toilet toilet, jadi mestinya tidak ada be any delay in time.

“Dengarkan aku, Ell-chan.”

Mari terlihat benar-benar khawatir.

“Seperti yang Keima katakan. Benar-benar kebetulan aku baru keluar dari toilet. Kamu tahu toilet di rumah ini terletak tepat di sebelah kamar mandi, jadi aku segera membuka kamar mandi saat aku mendengar kamu menjerit.”

Pada saat ini, Elsie akhirnya mengerti apa yang berusaha mereka katakan.

Mari menambahkan.

“Tentu saja, aku tahu waktu aku membuka pintu. Tidak ada yang aneh di dalam ruang ganti, dan lampu di kamar mandi semuanya menyala.”

“Hau.”

Mata Elsie sedikit berair.

Setelah mereka menjelaskan…

Ia mungkin merasa bahwa semua itu hanya halusinasi belaka.

Jadi, ia sedikit bisa menerima penjelasan Mari, dan merasa jauh lebih lega.

Tetapi,

Ia masih merasa bahwa hal itu memang terjadi sebelumnya…

Elsie tidak benar-benar mengerti, dan menggunakan kepalan tangannya untuk mengetuk dagunya selagi ia tenggelam dalam pikirannya.

“Hau~”

“…”

Keima, yang terus melihatnya tanpa berkata apa-apa, menghela nafas untuk ketiga kalinya.

“Lain kali, ingat untuk jangan mandi terlalu lama, Elsie. Aku kembali ke kamar.”

Keima berkata seraya meninggalkan ruang ganti. Kelihatannya bersama dengan Elsie yang setengah-telanjang membuatnya merasa tidak enak.

Dari sudut pandang tertentu, pemikiran ini logis saja.

Kemudian, Mari berkata,

“Ini, Ell-chan, cepat ganti dan datanglah ke dapur. Kamu kelihatan capek. Biar kusiapkan ‘’’ginger ale’’’ untuk membangunkanmu.”

Ia tersenyum dan mengikuti Keima. Duk, pintu ditutup.

“Hau~”

Elsie, yang ditinggal sendirian di dalam ruang ganti, mengeluh. Ia kemudian berpikir sambil pelan-pelan mengenakan pakaiannya. Ia melepas handuk sambil mengambil pakaian dalamnya dan mengangkat kaki saat hendak memakainya.

“?”

Ia cepat-cepat memakai pakaian dalamnya dan perlahan-lahan berjongkok.

Lalu, ia menggunakan ujung jemarinya untuk memungut sesuatu dari lantai.

“!”

Mukanya langsung memucat.

Itu,

Seutas rambut putih yang panjang.

Reaksi pertama Elsie.

Adalah,

“~U!”

Ia menjepit seutas rambut itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi, dan dengan panik berlari-lari di sekitar ruang ganti. Manusia…tidak, iblis pun, makhluk apapun yang bertemu rangsangan yang jauh melampaui kemampuan mereka pasti akan panik.

(Apa? Apa ini?)

Ia sama sekali tidak tahu.

Kenapa,

Di tempat seperti ini…

Ada rambut seperti ini?

Pikiran-pikiran Elsie terhubung . Sosok misterius itu, software game yang Keima beli, dan seutas rambut putih yang jatuh tepat di depan kamarnya.

Jadi, ia pun menyimpulkan.

Bahwa…

Seutas rambut ini…

Apakah,

Sosok aneh itu.

Wanita itu.

Makhluk itu?

“Apa, apa semua ini berhubungan? Dengan game itu?”

Sekujur tubuhnya tidak tahan untuk tidak bergetar.

Tubuhnya tidak mau mendengarkannya dan udara menjadi semakin dingin.

“…game yang kami nii-sama beli waktu itu.”

Ketika itu.

Elsie akhirnya pulih, dan menyadari bahwa jemarinya masih memegang rambut yang tidak jelas asalnya itu.

“KYAH!”

Ia menjerit, melempar rambut itu…

“U, uu.”

Dan buru-buru berlari ke wastafel untuk mencuci tangannya dengan sabun. Setelah memastikan bahwa ia telah mencucinya beberapa kali, ia menghembuskan nafas lega.

Kemudian, ia menggunakan selembar tisu untuk memungut rambut itu dan membuangnya di tempat sampah. Itu tindakan yang sederhana, namun terasa sangat menjijikkan sampai ia hampir memekik…

“Hau~”

Ia hanya berharap.

Untuk tidak,

Mengalami fenomena yang aneh lagi.


Seluruh kehidupan sehari-harinya,

Perlahan-lahan dirusak oleh keanehan-keanehan.

Seperti saat ia berbaring di tempat tidur, ia akan melihat ke jendela karena tidak bisa tidur, dan di luar jendela…

Meskipun ini lantai dua.

“!”

Ada sebentuk wajah yang dimiringkan ke samping, melihat ke dalam ruangan tanpa mengeluarkan suara.

Wajah yang kosong,

Tanpa organ apapun.

Dan sapuan rambut yang putih.

“Eh!”

Tepat saat Elsie hendak menjerit.

Wajah itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Apa dia bermimpi?

Apa ini imajinasinya?

Atau dia cuma salah lihat?

Bagaimanapun, Elsie sama sekali tidak bisa tidur.


Saat ia dikelilingi teman-teman sekelasnya di sekolah.

Ia melihat Keima.

Pandangan di depan matanya membuatnya terkejut.

“!”

Ia nyaris menjerit di tengah siang bolong.

Ada sebuah tangan putih,

Begitu kurus sampai tidak wajar dimiliki seorang manusia, tumbuh dari celah di antara meja, menempel erat-erat ke pinggang Keima.

Tangan itu melingkarinya beberapa kali.

Berkali-kali.

Tepat ketika Elsie nyaris kehabisan nafas dan diam terpaku.

Ilusi itu lenyap tanpa jejak.

Keima terus menyunggingkan senyum tipis sambil terus memainkan gamenya dengan santai. Dan ada berbagai macam kegemparan di sekitar mereka saat Chihiro dan kawan-kawan memanggilnya.

Ada apa ini?

Apa ada yang salah dengan kepala Elsie?

Apa yang sebenarnya terjadi?


Waktu mandi di rumah, ia menemukan rambut putih yang terbawa aliran ke saluran air.

Itu jelas-jelas bukan milik Elsie.

Itu bukan rambutnya.

“Hau.”

Ia bingung sekali.

Pada suatu hari, ia akhirnya sudah tidak tahan lagi…


Pagi itu gerimis. Elsie merasa tidak enak setelah ia bangun dari tempat tidur.

Tak peduli apakah di sekolah,

Ataupun saat ia pulang ke rumah,

Ia merasa ada sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini sedang mengawasinya dari belakang, dan ia pun berulang-ulang kali menoleh ke belakang.

Melihatnya seperti ini, bahkan Chihiro yang biasanya cuek,

“…Oi oi, kamu kenapa, sih, Elly?”

Tidak tahan untuk tidak mengangkat alisnya dan bertanya.

Sementara Elsie,

“…”

Hanya bisa memberikan senyuman yang terlihat seperti hendak menangis sembari menganggukkan kepalanya tanpa suara.

Ia tidak bisa menjelaskannya.

Dan ia tidak bisa meminta orang lain menolongnya.


Sesampainya di rumah, sesuatu yang membuat kecemasan Elsie bertambah tetjadi.

Ibu Keima, Mari,

“Maaf! Ada beberapa masalah di rumah ibuku, jadi aku harus menutup toko dan and pergi ke sana dulu.”

Saat ini menepukkan tangannya dan meminta maaf.

Elsie sedikit panik.

Ia sebenarnya memikirkan sesuatu jauh di dalam hatinya.

Yaitu,

“Rasanya lebih baik kalau okaa-sama [10] ada di rumah.”

Elsie merasa bahwa apapun yang terjadi, selama Mari ada di rumah ini, ia pasti akan bisa merasa lebih tenang. Namun, satu-satunya harapannya, Mari,

“Jadi, aku titip Keima padamu.”

Meninggalkan kata-kata itu dan buru-buru meninggalkan rumah.

“Ah.”

Saat Elsie membuka mulutnya, pintu sudah ditutup.

Ia bisa merasakan hembusan angin yang dingin,

Bertiup ke dalam lengan bajunya.


Setelah itu, Elsie memeriksa seluruh sudut rumah dan mengunci semua pintu serta jendela. Seekali, ia melihat langit kelabu di yang ada di luar jendela.

Hari masih sore, tapi lingkungan sekitarnya sudah gelap gulita. Awan-awan kelabu yang suram berlapis-lapis menutupi seluruh permukaan langit.

Air hujan yang sedingin es turun dari langit.

Tetesan-tetesannya mengalir di kaca jendela.

Lampu-lampu jalanan di luar jendela tampak semakin menyeramkan. Saat ia melihat matahari kuning yang terbenam mulai terselimuti, kegalauan Elsie tampaknya bekerja. Tubuhnya bergemetar dan ia meninggalkan jendela.

Karena ia sama sekali tidak merasa aman, Elsie memutuskan untuk menonton TV di ruang tamu.

Ia menyelimuti kepalanya dan meletakkan bantal di lututnya.

“A, apa ada acara yang lucu, ya…”

Ia terus mengganti-ganti salurann.

Tetapi, hanya pada hari itu saja…

“Ke, kenapa acara memasak bisa jadi edisi spesial supranatural?”

Ia hampir menangis.

Saat ia mengganti ke saluran berita, laporan tentang badai pasir mengejutkannya; saat ia mengganti ke saluran komedi, pembawa acaranya mulai membicarakan hal-hal yang seram.

Pasti ada yang mengacau di sini!

Kalau Keima melihatnya,

“Kenapa iblis takut dengan hal seperti itu?”

Kemungkinan besar dia akan berkata seperti ini pada Elsie. Tetapi, ia masih merasa ketakutan.

Elsie,

“Uu~ hau~”

Mengeluarkan suara isakan dan gemetaran saat ia menangis. Pada saat itu pula,

Klak,

“…”

Pintu menuju ruang keluarga terbuka.

Elsie,

“!”

Terlonjak kaget. Yang berdiri di pintu,

“…”

Jelas adalah Keima. Dia menggunakan suaranya yang tenang,

“Elsie.”

Untuk memanggil Elsie.

“Ad, ada apa?”

Suara Elsie tanpa sengaja menjadi jeritan. Ia menurunkan selimut yang tanpa sadar ia kenakan di atas kepalanya dan bantal di pahanya lalu berdiri. Keima melirik selimut dan bantal itu selama beberapa saat, namun tidak banyak bertanya, dan ia menyatakan permintaannya dengan jelas.

“Aku lapar. Aku mau makan sesuatu.”

Elsie samar-samar menganggukkan kepalanya.

“O, oke, aku mengerti…”

Biasanya, masakan yang dibuat Elsie akan menimbulkan perdebatan panjang. Sementara soal masakannya sendiri, baik rasa, gizi, ataupun penampilannya, ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadapnya; namun Keima akan grumble jika masakan itu dibuat untuknya (pada dasarnya, karena penampilan makanan itu menyebabkan beberapa gejala tertentu pada Keima).

Sebagai catatan, menu hari ini adalah,

“‘Keju Cheddar dan Nasi Kukus Mururuka’!”

Elsie dengan pede menyajikannya.

Biasanya,

“Mu, Mururuka? Apa itu?”

Keima akan mengatainya, dan Elsie akan berkata dengan percaya diri,

“Mururuka, ya Mururuka. Itu binatang berhidung bengkok yang sangat bergizi dan hidup di sungai Sanzu[11]!”

“Ja, jawaban macam apa itu!? Mana bisa aku makan benda seberbahaya itu setelah mendengarkan penjelasanmu?”

Dan memulai pertengkaran.

Tapi hari ini…

“…”

Keima menggerakkan sumpitnya tanpa suara dan memakan makanannya dengan suapan besar, tanpa sama sekali mengeluarkan protes.

Elsie mulai merasa depresi lagi.

“La, lalu, kami nii-sama.”

Itu adalah alasan.

Keima terlihat sangat tenang.

“Eh, eh.”

Dengan gugup ia membuka mulut.

“Yah.”

Keima tiba-tiba mengulurkan tangannya. Ia dengan lincah mengambil hiasan bunga dari atas meja dan mulai memakannya dengan lahap.

Elsie memelototi Keima.

“…”

Ia melihat baik-baik, dan menyadari bahwa Keima sedang menyendiri. Mata di balik kacamatanya berenang-renang.

Ekspresi Elsie sedikit dingin,

“…Kami nii-sama.”

“Un.”

“Apa makanannya enak?”

“Tidak buruk.”

Setelah mengatakan itu, Keima kembali melahap bunga, menelengkan kepalanya dan tampak sedang memikirkan sesuatu. Elsie menghela nafas dan memindahkan pot bunga itu.

Ia tidak bisa membiarkan Keima terus memakan bunga.

Mata Keima masih berenang-renang, dan sumpit-sumpitnya mulai menjentik dan menangkap-nangkap udara. Setelah beberapa saat,

“Aku mengerti!”

Dia mendadak berseru dan berdiri. Clak. Dia menyingkirkan sumpitnya.

“Aku mengerti hubungan antara semua ini! Sekarang…aku bisa memecahkannya. Elsie, aku kembali ke kamarku!”

“Eh?”

“Jangan ganggu aku.”

Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan siap untuk meninggalkan kafé. Elsie tidak bisa mencegahnya,

“Ja, jadi, kami nii-sama!”

Dan memanggilnya.

Ia kira Keima tidak akan berhenti,

“…”

Tak disangka, dia berhenti di depan pintu dan berbalik untuk memandang Elsie.

“…Ada apa?”

Dan bertanya.

Elsie panik. Sebenarnya, ia tidak punya alasan untuk untuk memanggil Keima. Lebih tepatnya,

Ia merasa bingung dan gelisah.

Tentang Keima,

Tentang segala yang terjadi di rumah ini.

Semua perasaan tidak enak ini.

Tetapi,

“Ya, yah.”

Hau~

Setelah ragu sejenak,

“Eh, eh, yah…game Lantern yang kami nii-sama beli sebelumnya, sudah ditaklukkan?”

Elsie hanya bisa mengajukan pertanyaan ini.

Keima memelototinya dengan mata putihnya yang kosong.

Elsie memberikan senyum damai. Keima memandangnya, lalu,

“Fu.”

Dia tersenyum.

“Belum. Sayang sekali.”

“…”

Elsie tidak mengerti.

“Aneh buatku untuk mengatakan ini.”

Ia berusaha hati-hati untuk tidak membuat Keima marah,

“Tapi dengan kemampuan kami nii-sama, kelihatannya itu butuh waktu lebih lama.”

“…”

“A, apa karena game itu sulit ditaklukkan?”

“…”

Keima terdiam lama sekali, dan hal itu terasa aneh. Kemudian,

“Un, itu benar-benar game yang lumayan lebih sulit. Jujur, aku tidak pernah menyangka kalau penelitian tentang studi keagamaan dan pengetesan logika setingkat itu sampai dibutuhkan.”

Tetapi,

Keima berhenti sejenak.

“Bukan itu masalahnya.”

Masalahnya adalah,

Dia memberikan senyum penuh makna,

“Game ini hanya bisa dimainkan pada malam hari…”

Elsie sangat ketakutan hingga ia bergetar.

Sementara itu, Keima menyipitkan matanya, dan raut mukanya pun kembali tenang.

“Aku ulangi lagi. Jangan ganggu aku!”

Setelah meninggalkan kata-kata itu, ia buru-buru meninggalkan kafé. Elsie tertinggal seorang diri di dalam kafé, berdiri dengan hampa…


Untuk beberapa alasan, segalanya terasa benar-benar menyeramkan.

Elsie cepat-cepat membereskan semua piring dan menyapu sebelum mandi dan buru-buru mengganti bajunya dengan piyama sebelum masuk ke dalam futonnya [12]. Ia hanya memperlihatkan setengah wajahnya dari selimut sementara tubuhnya terus gemetaran.

“U, uu, hau~”

Matanya penuh dengan air mata.

Ada apa dengan Keima?

Apa maksudnya dengan kata-kata itu?

Apa yang terjadi?

Ia tidak memiliki niat untuk tidur. Ia sama sekali tidak ingin tidur.

Namun, saat ia saadar,

“I, itu ‘kan aneh?”

Elsie buru-buru menyeka air liur dari mulutnya.

Pandangannya yang buram perlahan-lahan semakin jelas dari dalam kegelapan. Tampaknya ia tanpa sadar tertidur.

Sebenarnya, ia sendiri sedikit tidak bisa mempercayainya.

Perasaan akan sesuatu yang tidak diketahui asalnya itu kuat sekali, tapi dia malah ketiduran…tidak,

Tetapi,

Saat ia tidur, rasanya seperti seluruh pikirannya masuk ke dalam kegelapan. Terasa aneh…saat memikirkan itu, ia terkejut.

“Eh?”

Ia akhirnya sadar apa yang salah.

“!”

Elsie sangat ketakutan hingga tubuhnya bergetar.

Ini aneh sekali.

Seingatnya ia tidak pernah mematikan lampu.

“Hau~”

Ia hampir menangis.

Entah sejak kapan, semuanya gelap gulita. Ia tergesa-gesa mengulurkan tangan unttuk menekan saklar di sebelah bantal.

“~”

Ia menekannya beberapa kali.

Tetapi,

“Ke, kenapa?”

Gigi Elsie bergemeletuk saat ia berbisik. Semua lampu mati.

“A, apa listriknya mati?”

Meskipun hal itu bukan tidak mungkin…

Namun yang mengisi kepalanya adalah insiden yang terjadi di kamar mandi beberapa hari yang lalu, saat sosok asing itu mendekam di ruang ganti.

Elsie dengan takut-takut melihat ke sekitar kamar mandi.

Makhluk itu.

Ia bertanya-tanya apakah wanita aneh itu mendekam di sana.

“UUU!”

Ia berseru.

Kemudian menutupi kepalanya dengan selimut untuk melupakan semua hal yang terjadi sebelumnya. Sebenarnya, Elsie memang berniat melakukan ini dan memutuskan untuk kabur dari kenyataan dengan seluruh kekuatannya hingga pagi menjelang.

Elsie memutuskan untuk bersembunyi di balik selimut.

Ia meringkukkan badannya.

Sangat kecil.

Kecil.


Hujan terus turung hingga tengah malam. Kelembaban yang menyesakkan pun menghilang dan digantikan oleh udara dingin yang ada di mana-mana.

Pemukiman itu sangat sepi.

Mesin penjual minuman tampak semakin terang di jalan yang diselimuti oleh malam.

Awan-awan dengan cepat melayang melewati langit malam.

Sementara awan-awan itu bergerak, rembulan sesekali muncul, menyinari tanah yang berlumpur, terlihat terang sekaligus suram pada waktu yang sama.

Tabi [13] putih dijejakkan keras ke dalam genangan air saat seorang miko muncul.

“Di sini, ya…”

Ia memegang setangkai payung kertas, dan mengangkat kepalanya dari balik payung untuk melihat sebuah kafé.

Papan nama di kafé itu,

Bertuliskan kata ‘Grandpa’.


Elsie memutuskan utntuk tidak meninggalkan selimut walau apapun yng terjadi. Ia meyakingkan dirinya bahwa jika ia tetap ada di dalam, tidak ada yang perlu dikhawatirkannya.

“Hmhm~hm☆”

Meskipun ia berdendang untuk menahan rasa takutnya,

“Hau.”

Air matanya terus mengalir.

“Hau~”

Ia tidak bisa mengatasi fenomena gaib ini.

Karena itu, Elsie membungkus dirinya dengan selimut, meloncat dari kasur, dan berlari keluar dari kamar.

Byur. Suara air dapat terdengar.

Elsie masih membungkus kepalanya dengan selimut seperti siput saat ia dengan takut-takut dan bercucuran air mata menyeret dirinya ke dalam toilet.

Karena sinar rembulan bersinar dari jendela, keadaan tidak begitu gelap.

Meskipun remang, ketegangan di sekitarnya membuatnya terasa seperti sinar putih itulah yang bertebaran.

Tapi,

“Hau.”

Meski demikian, Elsie benar-benar merasa tidak enak karena tidak ada cahaya lampu. Untuk jaga-jaga, ia bersembunyi di pojok dan berusaha menekan semua saklar lampu di koridor dan toilet, namun sama sekali tak ada reaksi.

Apa benda yang disebut saklar pemutus tenaga itu rusak?

Tapi Elsie tidak benar-benar paham cara kerjanya, dan ia tidak tahu di mana benda tersebut dipasang. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menanganinya.

Pada saat yang sama, ia merasa agak bingung.

Jika semua ‘listrik’ di rumah ini tidak bisa digunakan,

“Bagaimana kami nii-sama memainkan game itu?”

Bahkan Elsie pun tahu bahwa komputer membutuhkan listrik.

Saat itu juga.

“Eh!”

Tanpa banyak berpikir, Elsie berlari keluar dari toilet dan memekik pelan. Jari-jari kakinya yang tak beralas menyentuh sesuatu yang sedingin es.

Ia dengan lembut menarik kakinya mundur dan mendekatkan wajahnya ke koridor untuk memeriksanya,

“…Air?”

Itu adalah genangan air.

Ia melihat sekelilingnya. Kamar mandi tepat berada di depannya .

Pintunya yang tadi jelas sudah ditutup menunjukkan sedikit celah.

“Kenapa ada air di sini…kami nii-sama?”

Sesaat, Elsie berpikir bahwa Keima menumpahkan sesuatu, namun tampaknya tidak seperti itu. Genangan air itu mengalir ke depan.

Bagaikan benda basah yang berjalan mendekat.

Sesuatu memanjat keluar dari kamar mandi.

Elsie tiba-tiba merasa darahnya membeku.

Ia mulai gemetaran tak terkontrol, dan melihat…

Di depan koridor itu,

Ada sesuatu yang mendekam.

Makhluk basah dan berlendir itu.

Mengangkat wajahnya.

Wajah?

Tidak, makhluk itu,

Tidak mempunyai wajah.

Bagian depan kepalanya rata dan kosong.

Makhluk itu mengenakan gaun terusan putih, tangan dan kakinya membengkok dengan aneh bagaikan kera yang mendekam di tempat itu.

Sementara Elsie mengawasinya, tangan dan kaki makhluk itu membuka seperti kera.

Elsie menangis.

Dalam kegelapan yang hanya disinari cahaya putih keperakan dari rembulan.

“KYAAH!”

Namun, tubuhnya,

Kaku.

Tidak bisa digerakkan.

Ia tidak bisa lari.

“~”

Suaranya semakin parau meskipun ia ingin menyeret tubuhnya dan lari dengan sekuat tenaga.

Tetapi, makhluk berwujud misterius itu seperti mengeluarkan medan magnet yang kuat sehingga Elsie tidak bisa berpaling.

Udara di koridor itu semakin dingin.

Kakinya sangat kaku.

Akan tetapi, ia sudah hampir pingsan di lantai. Elsie terpaku di tempat itu, sama sekali tak bisa melakukan apa-apa, bagaikan bagaikan kecil yang menghadapi pemangsanya.

“Hau.”

Saat Elsie sudah sangat putus asa dan hampir menangis.

“Chichichichichichichi!!!”

TAP! Wanita itu berlari maju.

Dan di tengah koridor, makhluk itu menggunakan anggota geraknya yang seperti binatang itu untuk meloncat. Setelah momen ketegangan yan gganjil dan panjang.

“EH!”

Tepat saat ia hampir mendarat di atas tubuh Elsie.

“Mundurlah, makhluk kotor!!”

Suara bernada tinggi terdengar dari sekitar tempat itu.

Serangan yang kuat dan bersih menyerempet Elsie dari belakang.

Membuat rambutnya berkibar ke depan.

“Chi~”

Wanita berwujud aneh itu terkena serangan dan ambruk ke lantai koridor. Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap bagaikan binatang buas.

“Ah.”

Elsie dengan tegang menoleh. Di belakangnya,

“…Kotor sekali.”

Menggenggaam chokutou [14], seorang miko yang bertubuh seksi, tinggi, dn besar adengan lincah bergerak ke depan Elsie.

“…”

Elsie tak bisa mengatakan apa-apa.

Miko yang muncul di rumah keluarga Katsuragi itu mengangkat chokutou yang digantungi jimat pengusir arwah.

Dan dengan cepat berlari mendekati wanita berwujud aneh itu.

“Chi.”

Wanita berwujud aneh itu sedikit menundukkan wajahnya dan melihat sekelilingnya, tampaknya sedang mengawasi situasi. Kemudian,

“!”

Ia menghilang begitu saja ke dalam gumpalan asap, dan menyatu dengan kegelapan. Sang miko mendesah.

“…Dia kabur? Untung saja, dia tidak terlalu kuat.”

“Ah, uu.”

Perasaan tegang Elsie langsung mengendur, namun perubahan situasi yang mendadak ini membuatnya jatuh pingsan. Sang miko buru-buru menopang pinggangnya.

“Kita harus bergerak cepat. Itu pasti,”

Miko itu menatap Elsie,

“Kakakmu, 'kan? Tolong antar saya ke anak laki-laki yang memainkan ‘Favor of the Western Lantern’.”

Itu—

Sang miko menunjukkan ekspresi yang rumit.

“Itu adalah permainan terkutuk yang akan membawa kematian.”

Ia mengatakannya dengan serius.

Pada waktu yang bersamaan.

DURUDURUDURUDURUDURUDURU!!

Hiasan rambut Elsie mengeluarkan reaksi suara.


Pemandangan ini cukup mengesankan.

Pertama, sang miko yang duduk di lantai.

Dengan kontras yang mencolok antara warna putih dan merah gelapnya kostum miko.

“Halo, nama saya Akuragawa Shino. Saya datang dari Kuil Toyoboshi di Gunung Uryu.”

Ia membuka bibirnya yang dihiasi lipstik. Hidungnya sedikit mancung, dan kedua matanya jernih. Bagaimanapun, ia terlahir dengan wajah yang cantik ini. Rambut hitamnya yang tebal diikat dengan kain putih dan disampirkan di belakang.

Ia dengan sopan membungkuk, lalu mengangkat wajah putihnya.

“Saya benar-benar minta maaf karena tiba-tiba datang berkunjung malam ini.”

Proporsi tubuh miko ini sangat bagus sehingga Elsie pun, yang duduk di sebelahnya, merasa terkejut. Lekukan tubuhnya molek, dan ukuran dadanya sangat besar sampai-sampai ia ragu apakah seorang miko tidak pantas untuk berpenampilan seperti ini.

Ditambah lagi, ia cukup tinggi.

Baik karena wajah yang menarik perhatian ataupun gerakannya yang gemulai, bahkan andaikan ia menjadi seorang model, mungkin saja ia bisa segera berdiri di runway.

“…”

“…”

Sementara pemilik ruangan yang dihadapi sang miko,

“…”

“…”

Masih duduk di atas kursi memunggungi yang lainnya sambil terus bermain dan menekan-nekan keyboard. Ada beberapa layar yang saling terhubung tepat di depannya.

Elsie melirik sudut ruangan.

Ada sebuah mesin berbentuk kotak merah bergemuruh.

(Jadi listriknya berasal dari sana…)

Tentu saja, Elsie tidak tahu bahwa alat itu adalah generator darurat. Ukurannya kecil, namun dapat menyediakan daya yang cukup untuk beberapa komputer. Tentunya, rumah gamer biasa tidak mungkin menyediakan benda seperti ini. Tetapi Keima, yang telah mencapai mode dewa, sudah mempersiapkan segalanya dengan baik.

“…Boleh saya tahu namamu?”

Mendengar miko bernama Shino mengatakan ini,

“…Katsuragi Keima.”

Keima terus menghadapi mereka dengan punggungnya seraya menjawab dengan jelas.

Bagi Elsie, Keima sebenarnya bukan sedang bete, dan dia tidak berniat menghindari tamu yang tak diundang di rumah keluarga Katsuragi.

Dia bahkan membiarkan mereka masuk ke dalam kamarnya.

Tetapi.

“…”

“Katsuragi Keima. Nama yang bagus.”

Ia tidak terlihat ingin menjamu Shino.

Ia hanya tidak peduli.

Tidak peduli dan terus memainkan gamenya.

Patapata, dia terus menekan-nekan keyboard. Elsie terpesona oleh gerakan anggun jari-jarI itu. Gerakannya yang halus dan gesit itu, bagaikan milik seorang pianis.

Alis Shino berkerut.

“…Kau.”

Ia sedikit mengeraskan suaranya,

“Kau tahu game macam apa yang sedang kau mainkan,’ kan?”

Elsie merasa sangat takut hingga ia meringkuk.

Sebenarnya, sejak tadi ia sudah merasa penasaran. Dari beberapa layar, hanya layar di depannya yang menyala, layar yang pastinya menampilkan layar game ‘Favor of the Western Lantern’. Sejak saat ia mulai tinggal bersama ‘Dewa galge’ Keima, Elsie mempelajari beberapa hal tentang galge, sehingga ia tahu bahwa layar itu sangat berbeda dari layar galge biasa. Pertama, layar itu benar-benar gelap.

Di atas layar yang gelap itu, barisan kata-kata putih tergulung turun dengan cepat.

Keima melihat kata-kata itu dengan normal, tetapi Elsie tidak dapat memahami apa maksud dari sekumpulan paragraf yang kelihatannya tak berarti itu. Ada banyak perhitungan dan istilah bahasa Inggris. Kalau galge biasa, yang muncul di layar mestinya ilustrasi tokoh perempuan dan gambar jalanan. Namun, tampaknya dalam game ini tidak ada hal-hal itu.

Tidak, pasti ada. Namun cara menampilkannya yang tidak normal.

Sosok-sosok hitam yang tidak berbeda dengan bayangannya mendadak melayang melewati layar dan menghilang. Gadis berpenampilan biasa yang sepertinya tokoh perempuan game ini mendadak muncul tanpa peringatan apa pun dan pergi seperti tergulung keluar. Selain itu, adegan-adegan sedih akan muncul dari waktu ke waktu. ‘Aku ingin mati, aku ingin mati, aku ingin mati’. Teks-teks merah berhamburan di atasnya. Kalau boleh jujur,

Siapapun yang menonton ini akan merasa bahwa game ini sangat mengerikan.

“…”

Keima tidak menjawab dan hanya terus menekan keyboard dengan anggun. Setelah beberapa saat, ia menggeser tubuhnya ke samping dan mengerakkan bahunya,

Matanya terpicing seraya tetap memandangi layar.

Kelihatannya ia hanya menggeser tubuhnya.

Melihat Keima seperti ini, Shino tentu saja gelisah.

Ia mencengkeram hakama merah tuanya.

“…Apa boleh buat. Kelihatannya saya harus mulai menjelaskan game itu dari asal-usulnya.”

Ia berdeham, seperti memotivasi dirinya, lalu berbicara,

“Meski saya tidak terlalu ahli dalam hal ini.”

Ia mengatakannya sebagai pembukaan.

“Sekitar 20 tahun yang lalu, seorang pria mempunyai ide yang cukup misterius. Game itu…pasti sebuah galge atau semacamnya, ‘kan?”

Keima tidak menjawab.

Shino menggertakkan giginya,

“Aku tidak tahu soal jenis-jenis game. Kalau ada kesalahan, tolong maafkan aku.”

“…”

Keima masih tidak merespons, dan sementara Elsie dibanjiri keringat dingin, Shino terlihat sudah menyerah.

“…Desainer galgeitu adalah seorang pria bernama Mogami Takeshi. Menurut pemeriksaan saya, tampaknya dia adalah jenius dalam jajaran kerjanya. Eh, karyanya termasuk ro, road to decadence atau apa dan the first sesuatu.”

“‘Daily Life leading to Decadence’ dan ‘The First Murder’.”

Keima langsung mengoreksinya. Dia masih menghadap layar saat ia berkata dengan tenang,

“Mogami Takeshi adalah penulis skrip, programmer, dan desainer sebuah galge. Dia adalah seorang jenius yang melampaui generasinya. Karya-karyanya yang terkenal adalah ‘Daily Life leading to Decadence’, ‘The First Murder’ dan ‘Favor of the Western Lantern’ yang kumainkan sekarang ini. Karyanya sangat sedikit, tetapi dia memiliki sistem yang jauh melampaui masanya. Script jenis baru dan pelukisan manusia yang mutakhir, yang membuat banyak pemain galge takjub. Dia sungguh seorang jenius, namun sayangnya, dia meninggal pada masa keemasannya.”

“…”

Kali ini, alasan Shino terdiam berbeda dari sebelumnya.

Ia terlihat bersemangat.

“Kelihatannya kau sangat mengerti game ini. Tetapi, masalahnya sekarang adalah Mogami Takeshi.”

“…”

Keima kembali membisu. Shino terlihat serius dan meneruskan,

“Keima-dono memandang Mogami Takeshi sebagai seorang jenius melampaui masanya, tapi bagiku, dia adalah orang yang sangat serakah saat menyangkut pekerjaannya.”

“…Serakah?”

Elsie, yang sebelumnya tidak pernah menyela, memiringkan kepalanya. Shino mengangguk dengan keras.

“Benar.”

Pasa saat itu, ia sedikit ragu bagaimana harus menjelaskannya.

“…Orang itu ingin memasukkan sebuah roh dalam karyanya.”

“…”

Keima berhenti mengetik. Elsie terlihat seperti ingin menangis. Entah mengapa, sepertinya topik ini berkembang ke arah sesuatu yang tidak ingin ia dengar…

Setelah memastikan Keima mendengarkan dengan serius, Shino melanjutkan,

“Sebagai orang yang relijius, saya tidak percaya, tetapi di antara para pembuat game, sepertinya selalu ada orang yang memilih jalan yang sesat? Apa kau tahu cerita pendek Akutagawa Ryuunosuke, ‘Hell Screen’? Itu tentang seniman yang ingin melukiskan karya idealnya dan melihat putrinya sendiri terbakar hingga mati, ‘kan?”

Shino berhenti sejenak, memikirkan apakah ia harus melanjutkan lagi.

“…Mogami Takashi dan seniman karya itu, Yoshihide, kelihatannya setipe.”

“…”

“…”

Elsie dan Keima tetap terdiam. Generator bergemuruh. Elsie merasa sedikit takut dan menengok ke sekelilingnya.

Untuk beberapa alasan, ia merasa wanita pucat itu bersembunyi di suatu tempat, seperti di bawah meja Keima atau di belakan lemari yang penuh dengan game.

Bagaimanapun, ia tidak bisa tenang.

“…Untuk sementara, aku sudah memasang batas pelindung. Selain itu aku ada di sini, jadi tidak pelu khawatir.”

Elsie terkejut, dan melihat Shino tersenyum padanya. Kelihatannya ia membaca perasaan tidak enak Elsie. Elsie menjawab dengan anggukan dan senyuman yang kaku. Shino kemudian berbalik dan kembali melanjutkan,

“Ada ‘arwah-arwah jahat’ di dunia ini.”

“…”

“…”

Elsie dan Keima mengerti bahwa hal ini lebih masuk akal. Shino menunjukkan raut waspada.


“Sekarang ini sudah bukan spekulasi. Konon katanya, ada arwah gentayangan dari seorang wanita yang dibunuh dibunuh dalam kejahatan yang tidak pernah diadili. Tapi kurasa itu hanya akibat makhluk tidak suci yang berkumpul dan hidup sebelum legenda itu menyebar. Makhluk itu selalu tersegel di dalam kuil kami.”

Ia memandang kejauhan,

“…Jauh di dalam kuil kami ada banyak benteng pelindung. Kami menggunakan pagar batu untuk mengunci makhluk itu di dalamnya. Nenek dari neneknya neneknya neneknya neneknya nenekku selalu menggunakan sebuah ritual untuk menyegelnya agar ia tidak lari dan membahayakan umat manusia. Tetapi,”

Raut Shino tiba-tiba menjadi sedih saat ia meneruskan,

“Tak disangka…seseorang melepaskan segel ketika kami sedang lengah.”

“!”

Elsie membelalakkan matanya. Keima masih memunggungi mereka, namun ia jelas menyadari sikap Shino.

Shino mendesah,

“Orang itu adalah pria bernama Mogami Takeshi.”

“…”

“…”

“Biar kuulangi lagi. Sejujurnya, aku tidak mengerti niat si pembuat game.”

Setelah beberapa saat, Shino menambahkan,

“Tetapi, aku tahu pria bernama Mogami Takeshi ini adalah seorang jenius. Setelah melakukan pelepasan segel yang bahkan kami pun tidak mengerti caranya, dia memasukkan sebagian ke dalam karyanya.”

“!”

Elsie terkejut dan menoleh pada Keima. Namun, Keima tidak membalas tatapannya dan hanya membiarkan punggungnya sedikit merosot dari kursi.

Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Shino meneruskan,

“Konon, impian Mogami Takeshi adalah menciptakan ‘sebuah game yang tidak ada tandingannya’. Seperti kedengarannya, dia ingin ‘menciptakan sebuah karya dengan segenap jiwanya di dalamnya’…itu yang kuketahui saat aku menginvestigasinya. Banyak orang yang mencatat hal ini.”

“...”

Shino menyadari tatapan Elsie dan mengeluarkan sebuah tawa yang terdengar sedikit meremehkan,

“Jangan melihatku seperti itu. Aku banyak melakukan penyelidikan terhadap pria itu, meski gerakanku jauh lebih lambat darinya.”

Ia sedikit memicingkan matanya, dan terlihat agak dingin,

“…Bagaimana? Apa pendapatmu saat memainkan game ini? Apakah game yang Mogami Takeshi masukkan seluruh jiwanya memang hebat?”

Dan menanyai Keima.

“…”

Keima tidak menjawab.

Shino menghela nafas.

“Tapi, aku sungguh tidak menyangka bisa bertemu tubuh utama ‘arwah jahat’ di tempat ini…”

“Maaf?”

Elsie, yang berusaha untuk tidak berbicara, tergagap-gagap dan bertanya dengan sopan,

“Erm, anu, apa tujuannya menaruh si, si ‘arwah jahat’ ke dalam game itu? Dan,”

Ada sesuatu yang sejak tadi ingin ia tanyakan,

“Siapa wanita berkulit pucat itu? Apakah itu identitas asli si ‘arwah jahat’?”

“…”

Shino menghabiskan beberapa waktu untuk berpikir.

“Saya dengar, tujuan utama Mogami Takeshi adalah menyajikan ‘horor’ yang sesungguhnya. Yang ingin saya katakan setelah ini adalah yang saya tahu dalam penyelidikan saya, dan bukan pandangan pribadi saya, jadi mohon untuk dipahami. Konon, visinya adalah ‘membuat sebuah game sedekat mungkin dengan kenyataan’.”

(Kenyataan…)

Mendengar kata-kata itu, Elsie hanya dapat melihat balik kepada Keima.

Punggung Keima sama sekali tak bergeming.

Shino meneruskan,

“Kalian berdua tahu ‘suspension bridge effect’? Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan berada dalam kondisi tidak stabil dan merasa takut, sangat mudah bagi mereka untuk jatuh cinta.”

“Yaa~h.”

Elsie menggosok dagunya dengan jari.

“Chihiro-san…temanku di sekolah bilang kalau sepasang pacar sebaiknya menonton film horror bersama-sama. Apa seperti itu?”

“Pada dasarnya memang begitu.”

Shino tersenyum.

“…Itu hal yang paling dasar. Dengan kata lain, setelah mencapai akhir pun, jenius masih akan kembali ke awal, bukan?”

Keima bergumam sendiri. Shino meliriknya,

“Orang itu…Mogami Takeshi kelihatannya merasa bahwa hanya ketakutan yang terdalam yang akan menyebabkan romansa yang tak tertandingi. Untuk mencegah rasa takut ini, dia menggunakan Raksasa-Merah sebagai unsur terakhir. Pasti begitu cara menggambarkannya, ya, ‘kan? Itu seperti menggunakan darah asli menempel dalam atraksi rumah hantu atau menggunakan mayat asli dalam film. Untuk seorang manusia, pemikiran seperti itu rasanya gila.”

Ia berkata dengan tenang,

“Sejujurnya, pemikiran yang gila ataupun bukan, aku benar-benar harus memuji kenekatannya untuk menggunakan ‘arwah jahat’ yang tersegel di kuil kami.”

Elsie teringat wanita pucat itu dan merinding dalam hati.

“Itu karena…makhluk itu benar-benar membawa sial.”

Shino mendesah . Kemudian, terlihat seperti ingin memotivasi dirinya lagi,

“Bagaimanapun, Mogami Takeshi mencuri ‘arwah jahat’ dari kuil kami dan memasang tubuh utamanya ke dalam game. Yang kaulihat tadi adalah kloningannya.”

“…Kloningan?”

“Atau sebagian dari tubuhnya.”

Sang miko menjelaskan dengan baik,

“ ‘Favor of the Western Lantern’ secara kasar bisa dibagi menjadi dua tipe, yaitu versi asli dan versi kopiannya…Aku tidak terlalu yakin, tapi ada sesuatu yang disebut orisinal dan replika dalam dunia game, ‘kan? Meskipun hanya versi aslinya mempunyai ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya, masih ada sisa-sisa roh yang tertinggal di dalam kopiannya, sehingga, efek yang Mogami Takeshi harapkan pun tercipta.”

Elsie,

(Ini adalah versi asli ’Favor of the Western Lantern'!)

Mengingat ketika ia melihat Keima berteriak.

Dengan kata lain, apakah game yang Keima mainkan sekarang adalah ‘tubuh utama’ yang Shino sebutkan?

Elsie bergetar.

Sementara Shino,

“…Memainkan game ini akan membuat plot bergerak maju, dan bagian yang tak tersegel dari si ‘arwah jahat’ akan mencari bagian-bagian yang tersegel supaya bisa menyatu. Tentu saja, kopian itu sendiri adalah ‘arwah jahat’ yang kekuatannya tidak bisa dibandingkan.”

Un, ia mengangguk.

“Level horornya bukanlah sesuatu yang bisa dialami dalam rumah hantu biasa. Arwah jahat itu akan perlahan-lahan mendekat, lalu rumah itu akan mempunyai banyak bayang-bayang aneh, suara tangisan, guncangan, dan orang-orang akan mengalami mimpi buruk. Un, fenomena supernatural. ‘Arwah jahat’ itu akan mulai mencari bagiannya yang lain. Sebagian besar orang tidak akan sanggup menanggung rasa takutnya dan menyerah. Tetapi, kelihatannya ada sejumlah orang yang menjadi sakit jiwa atau mengalami luka fisik.”

“…Jadi itu alasan mengapa game itu ditarik kembali setelah dirilis di pasaran.”

Keima menggumam. Mendengarnya mengatakan itu, Shino berbisik.

“Baik versi asli maupun kopiannya, dengan menghancurkan kopiannya, ‘arwah jahat’ akan menjadi hancur. Dengan kata lain,”

“Dengan menaklukkan game ini, roh dari ‘arwah jahat’ itu akan sirna, benar ‘kan?”

Keima mengatakan itu dengan langsung sambil tetap memunggungi mereka sebelum kembali melihat ke layar game dan mengetuk keyboard. Tindakannya membuat Elsie tak bisa berkata-kata.

Sementara itu, Shino,

“…”

Ia memicingkan matanya dan terlihat tidak terlalu senang.

Apakah orang ini mendengarkanku?

Ia pasti sedang memikirkan itu. Shino berdeham.

“Itu benar. Tapi, kopian-kopian itu…benar-benar memiliki sisa-sisa dari ‘arwah jahat’ di dalamnya, dan belum ada orang yang bisa menaklukannya. Untungnya, belum ada yang berakhir dengan kehilangan nyawa, tapi semua orang kalah pada kutukan ‘arwah jahat’itu.”

“…”

Keima dengan santai melihat layar game. Kesabaran Shino pun nampaknya telah habis. Ia kemudian bangkit dan berkata,

“Kau…menurutmu apa yang akhirnya terjadi pada Mogami Takeshi?”

Kata-katanya mengandung kemarahan.

Elsie mengeluarkan sedikit keringat dingin, dan Keima hanya memandang ke arah Shino,

“…”

Dan kembali bermain game. Shino tersenyum,

“Dari sudut pandang tertentu, dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak, kemungkinan besar, dia memang mengharapkan ini. Dengan kata lain, dia meninggakan dunia ini setelah menyaksikan karya agung miliknya sempurna. Jadi,”

Ia berhenti sejenak,

Kemudian berkata,

“Orang itu, dia dibunuh oleh ‘kopian’ dari si ‘arwah jahat’ tepat ketika game itu hendak ditaklukkannya.”

“!”

Elsie sangat ketakutan dan beringsut mundur. Keima bergumam,

“Jadi, dia mengetes versi aslinya sendiri…bodoh sekali.”

“Kau!”

Tepat ketika Shino hendak mendekati Keima, Keima, who never looked back, memutar kursinya,

“…”

Dan mendorong kacamatanya, menatap lurus pada Shino.

“Bukannya aku tidak mengerti beseberapa mengerikannya game ini. Kau pikir siapa aku ini?”

“Uu.”

Shino tanpa sadar dikejutkan oleh serangan kata-katanya.

Dia hanyalah seorang anak laki-laki.

Namun bahkan seorang miko yang sudah berlatih selama bertahun-tahun pun bisa dikejutkan olehnya. Keima melanjutkan,

“Sebenarnya,”

Suaranya tenang,

“Selama ini aku mempertaruhkan nyaeaku dalam game ini.”

Kemudian tiba-tiba tersenyum,

“Sampai sekarang, aku tidak takut dengan satu arwah jahat pun.”

Ujar Keima.

Sementara itu Shino,

Ia sangat terkejut sampai tidak bisa balas menjawabnya.


“Kakakmu…benar-benar aneh.”

Pada hari berikutnya.

Shino berbicara pada Elsie di kafé ‘Grandpa’. Elsie berkata padanya kalau ini tidak apa-apa, tapi Shino berkata, ‘aku pasti merepotkan kalian selama aku berada di sini,’ dan setengah memaksa Elsie untuk membiarkannya membantu di kafé. Sebagai catatan, sementara itu, ibu Keima, Mari,

“Jadi ayahnya pergi bekerja dan ibunya di sini juga? Uu~un, hari-hari ke depan mungkin tidak berjalan dengan damai, jadi ada baiknya kalau ibunya sedang pergi.”

Demikian saran Shino.

“Maaf, Ell-chan! Kelihatannya pertengkaran di rumah ibuku bisa jadi agak lebih lama, jadi mungkin aku Cuma bisa pulang setelah satu minggu! Kuserahkan Keima dan kafé padamu untuk sementara waktu!”

Untungnya, telepon dengan Mari seperti ini. Anyway, tamu Keima dan Elsie yang tak diundang, sang miko Akuragawa Shino tampaknya bisa tinggal di rumah keluarga Katsuragi untuk sementara waktu.

Rencana Shino cukup sederhana.

“Kata Katsuragi-dono, dia ingin menaklukkan game itu.”

Kemudian,

“Selama itu, aku akan melindungi Katsuragi-dono meski harus mempertaruhkan nyawaku.”

Itu rencananya.

Ketika Shino menyodorkan rencana ini kemarin malam, ia berlutut di lantai sembari membungkuk kepada Keima.

“Sekarang ini, Katsuragi-dono sedang memainkan versi asli ‘Favor of the Western Lantern’, yang artinya separuh dari tubuh utama si ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya. Kalau kita menghancurkan game ini, kita bisa menghancurkan separuh dari si ‘arwah jahat’, tapi kita tidak bisa menangani bagian lainnya yang terpencar, dan kalau kita kehilangan separuhnya, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada separuh dirinya yang lain. Kalau kita ingin benar-benar menghancurkan makhluk itu… ‘arwah jahat’ itu, tidak ada jalan selain menaklukkan game itu.”

“…”

Keima tidak menanggapi dan terus menatap Shino.

“Aku tahu ini tidak aka nada untungnya bagi Katsuragi-dono, dan sejujurnya, aku tidak bisa menjamin kau akan seratus persen aman. Tapi, tapi…!”

Melihat Shino begitu bersungguh-sungguh, Keima menghela nafas dan menggeleng.

“…Tidak apa-apa. Aku tidak pernah berpikir untuk mendapatkan keuntungan apa pun, dan tidak pernah berpikir untuk membuatmu menjamin keselamatanku.”

“Kau tahu,”

Shino terlihat benar-benar panik,

“Semakin kau memainkan game ini, bagian lain dari ‘arwah jahat’ itu juga akan semakin mendekatimu. Artinya, bebanmu akan semakin berat! Jujur saja, nyawamu dalam bahaya besar!”

Pada saat itu.

“…Arwah jahat apa?”

Keima menginterupsi Shino dengan suara yang lebih kuat.

“Apa misi kuilmu, apa arwah jahat itu, semua itu tidak masalah.”

“Kau!”

“Aku hanya,”

Dia kembali memperlihatkan matanya yang berkilauan sembari mengayunkan tangannya.

“Ingin menaklukkan semua galge sendiri. Itu satu-satunya tujuanku!”

“!”

Shino tak bisa berkata-kata. Ekspresi Keima mendadak melembut saat dirinya menyunggingkan segaris senyuman itu dan menepuk pundak Shino.

“Tapi, aku berharap untuk melihat bagaimana kau menangani monster itu. Kami semua hanyalah amatiran dalam bidang itu.”

Setelah mengatakannya, ia menguap dan pergi.

“Game ini hanya bisa dimainkan selama satu jam saat setan-setan itu keluar. Aku mau mandi dulu.”

Dan meninggalkan kata-kata itu.

“Dasar,”

Shino menggeleng-geleng.

“Apa dia benar-benar punya nyali…atau dia tidak memikirkannya dalam-dalam?”

“…”

Elsie juga tidak tahu apa yang harus ia katakan. Bahkan terkadang ia pun tidak bisa memahami Keima dan tidak mengerti apa yang dikatakannya.

Dan ia mungkin tidak mengerti apa yang Keima lihat.

Hanya saja.

Keima tidak pernah menarik kembali apapun yang telah ia janjikan sebelumnya.

Selama Katsuragi Keima berkata ia akan menaklukannya, dia pasti akan melakukannya.

Tak peduli berapa besar risiko yang harus ditanggungnya.

Tak peduli berapa banyak ancaman yang ada di hadapannya.

Dia pasti akan percaya pada dirinya sendiri dan melangkah maju.

Elsie bergetar.

Ia takut.

Ia benar-benar ketakutan.

Mungkin ia akan melihat makhluk mengerikan itu lagi.

Kalau saja bisa, ia ingin sekali meninggalkan tempat ini.

Tetapi,

Elsie mempunyai firasat kuat.

Orang yang akan melindungi Keima pasti adalah…

Orang yang akan bersamanya pasti adalah…

Dia.

“…”

Elsie memandang Shino. Sebenarnya, kemarin malam,

“Orang itu mempunyai arwah pelarian.”

Ia memberitahu Keima hal ini kemarin malam. Keima ragu sejenak.

“Aku mengerti. Tapi soal hasilnya, pasti tetap akan sama. Sebab, kekosongan hati si miko aneh itu pasti ada hubungannya dengan ‘evil spirit’.”

Tetapi ia langsung menyimpulkan.

“Kurasa setelah kita mengalahkan ‘arwah jahat’ itu, kita bisa mengisi kekosongan di hatinya.”

Elsie sepenuh hati setuju dengan pandangan Keima.

Sulit dipercaya, walaupun sudut pandang Elsie sangat berbeda dari kemampuan observasi tingkat dewa milik Keima sang Dewa Penakluk, ia sampai pada kesimpulan yang sama.

Itu karena Elsie adalah seorang anggota pasukan penangkap arwah pelarian.

Kemungkinan besar.

Elsie memandang Shino dan berpikir,

Seperti ia mengejar arwah-arwah pelarian, orang ini juga mengejar ‘arwah-arwah jahat’. Dari percakapan kemarin, tampaknya orang ini telah mempertaruhkan seluruh nyawanya pada pekerjaannya.

Dan tampaknya tidak seperti Elsie, yang memiliki seorang partner yang bisa diandalkan dan ia hormati seperti Keima, dan seorang rekan yang memiliki tujuan yang sama, seperti Haqua.

Kalau tidak, ia pasti tidak akan muncul sendirian.

Sendirian.

Selalu sendirian.

“?”

Shino menyadari mata Elsie sedikit basah. Ia tampak sedikit terkejut, namun segera tersenyum.

“…Ada apa? Apa yang terjadi, Elsie?”

Entah mengapa, miko ini selalu bersikap halus dan pengertian pada Elsie.

“Ah, tidak apa-apa! Tidak, bukan apa-apa, kok!”

“Fufu, kamu benar-benar aneh. Tapi kamu hebat. Kamu mereawat kakakmu dan bahkan membantu mengurus toko sepulang sekolah.”

Tadi pagi, Shino sempat berkata, “Kalau melihatmu, aku jadi ingat seorang anak perempuan kecil dari kerabatku.” Meski ia terlihat serius dan gerakannya agresif, sebenarnya, ia pasti orang yang sangat keibuan, pikir Elsie sambil tersenyum. Pada saat itu,

“Ring.”

Bel berbunyi. Seorang pelanggan datang.

“Oh, pelanggan. Elsie, aku cuma perlu menyapa mereka, ‘kan?”

“I, iya.”

Elsie segera mengangguk. Shino buru-buru berjalan menuju dua pelanggan pria itu.

“Selamat datang.”

Ia tersenyum.

“Ah, sel, selamat datang.”

Shino masih mengenakan busana mikonya.

Ia menyebutnya busana tradisional, tetapi para pelanggan yang masuk tentunya kaget. Mereka hanya datang untuk minum teh, tetapi malah menemukan seorang miko berhakama merah tua di sini.

Mereka memandang Elsie, yang sudah mereka kenal, dan melihat senyumannya yang paling tulus.

--Ini tidak kelihatan seperti acara komedi.

Ketika para pelanggan ragu-ragu.

“Silakan lewat sini.”

Shino menyunggingkan senyumannya yang dewasa dan mempesona.

“Di sini, lewat sini.”

Ia mengangguk dan berdiri dengan sopan di depan dua pelanggan itu. Wangi harum tercium di sekelilingnya, dan kedua pelanggan terpukau.

“Ah, te, terima kasih.”

“Kalau begitu kami serahkan padamu.”

Dua pelanggan pria itu terlihat kebingungan seperti rubah dan mengikuti Shino ke meja yang dekat dengan jendela. Elsie menghela nafas.

Waktu mendengar bahwa ia ingin mengenakan seragam miko dan menunggu toko, Elsie awalnya bingung, tapi Shino sendiri adalah seorang miko yang sudah dilatih dengan tradisional dan sangat elegan, dan luar biasa sopan (untuk seorang pelayan kafé, ini terlalu kelewatan). Sopan santunnya pun benar-benar baik, jadi tampaknya semua akan baik-baik saja.

Also, ia sepertinya bisa memasak dan tahu cara menyeduh teh. Sekali ia bisa akrab dengan Elsie, meskipun Mari tidak di sini, mungkin mereka bisa menjalankan kafé tanpa istirahat. Elsie berharap setidaknya membantu dengan cara ini untuk Mari, yang ia hormati dan sayangi.

Ring, bel berbunyi lagi. Pelanggan lain datang. Shino tersenyum pada Elsie dengan matanya, mengisyaratkan ia ingin mengantar pelanggan.

Elsie tersenyum dan menganggukkan kepala.

Kelihatannya Shino juga lumayan cepat tanggap. Elsie berjalan menuju pelanggan yang baru Shino antar dan mengambil pesanan mereka.

Yang mereka pesan adalah teh merah dan kopi.

“E, emm, siapa wanita cantik itu? Pelayan baru?”

“Kenapa dia pakai kostum miko?”

Dua orang ini bisa dibilang pelanggan lama, jadi mereka diam-diam bertanya pada Elsie. Elsie memberi senyum ambigu, mengatakan beberapa patah kata dan buru-buru kabur.

Ia kembali ke belakang konter, menuang the merah dan kopi. Sementara itu, Shino mengambil pesanan dari kelompok pelanggan kedua dan mengantar sekelompok pelanggan lain ke kursi mereka. Ketika Elsie menyiapkan kopi dan teh,

“Akan saya antar. Meja 2, benar?”

Shino bertanya sambil tersenyum sebelum mengambil nampan berisi teh merah dan kopi.

Elsie benar-benar merasa Shino mengagumkan.

Gerakannya sangat gemulai, sangat anggun.

Kini, pelanggan-pelanggan ‘Grandpa Café’ (yang kebetulan semuanya pria) memandanginya dengan penuh minat, bahkan melihat setiap gerakan yang dilakukan Shino dengan agak mesum. Sepertinya ia mempunyai aura heroik nan dewasa di sekitar dirinya yang membuatnya dapat menaklukkan hati semua orang.

Sebenarnya, bahkan Elsie pun berpikir bahwa ia benar-benar perempuan cantik yang dewasa. Senyumannya yang lembut, pembawaannya yang elegan, dan cara bicaranya yang unik namun jelas didengarkan.

Setidaknya, sedikit sekali orang di sekitar Elsie yang seperti ini.

Biasanya, gadis yang Keima taklukkan ataupun yang berinteraksi dengan Elsie sebagian besar adalah gadis remaja atau sedikit lebih tua, yang sebagian besar kepribadiannya masih agak labil. Jarang sekali bertemu dengan seorang wanita yang dewasa dan bisa diandalkan seperti Shino, yang sudah sadar akan dirinya.

Ya, ya.

Elsie mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia berpikir ia akan memperhatikan Shino sambil menyiapkan minuman untuk pelanggan-pelangan yang lain. Saat itulah,

“GYAAAAAHHH!!!”

“HOOO!!!”

TWGOK 02 010.jpg

Jeritan dan suara porselen pecah dapat terdengar.

Elsie hanya bisa menutup matanya ngeri. Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka matanya, dan yang nampak di depannya adalah,

“PANAAAASSS!!!!”

“Ma, maaf! Apa Anda tidak ap…!”

Lutut pelanggan tersebut basah kuyup. Pelanggan itu berteriak kesakitan karena tersiram teh yang panas. Shino ingin menolong, tapi malah tersandung dan menciptakan bencana kedua.

PRANG! Cangkir pecah lagi, dan orang yang tersiram kopi berteriak,

“PANAAAASS~!”

Jumlah orang yang menjadi korban akhirnya malah bertambah.

Elsie,

Hanya bisa terpaku melihat peristiwa ini…

Memang tidak terlihat, tetapi Shino adalah gadis yang sangat ceroboh, dan Elsie tidak butuh waktu lama untuk menyadarinya.  

Begitulah, Keima dan Elsie akan berangkat ke sekolah pada pagi hari, sementara Elsie dan Shino akan mengurus kafé sepulang sekolah. Malam harinya, Keima akan mulai memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ dari pukul 2 pagi sampai sejam setelahnya. Ini berlangsung selama 5 hari.

Saat matahari terbenam, setelah Shino menyelesaikan puasanya dan mandi, ia akan memasang benteng pelindung baru di setiap sudut rumah (Dengan tali-tali jerami yang mengelilingi rumah dan menambahkan jimat di atasnya). Kemudian, ia akan mulai duduk bersila di depan kamar Keima dan mulai mengawasi tanpa berbicara hingga matahari terbit kembali.

Ajaibnya, selama Shino berkonsentrasi, atmosfer di rumah Katsuragi akan menjadi semakin jelas, sampai Elsie pun bisa mendeteksinya.

Sehingga, Elsie, yang sebelumnya tidak bisa tidur, akhir-akhir ini bisa tidur dengan nyenyak.

Ia sendiri merasakan perhatian dari yang lainnya.

Ini benar-benar membuatnya merasa aman.

Selain itu, Shino akan memasangkan sebuah jimat Kristal yang bentuknya aneh pada Keima setiap Keima berangkat dan pulang sekolah. Sejak saat itu, tidak ada satu pun fenomena misterius di sekolah dan tempat-tempat lainnya.

Menurut Shino,

“Ini hanya sementara, tapi pakailah benda-benda kecil ini, jadi ‘arwah jahat’ pun tidak akan bisa menyentuhnya pada siang hari.”

Begitulah.

Dan sementara Keima dan Elsie pergi ke sekolah, Shino akan tidur siang. The opening time wasn’t long, tetapu ketika mereka sampai di rumah, kafé akan buka sampai sore.

Selama itu, Keima akan memainkan game-gamenya seperti biasa.

Yang menakjubkan adalah, walaupun Shino mengacaukan kafé pada tempo hari, jumlah pelanggan yang datang terus bertambah.

Meskipun Elsie juga tidak mengerti,

“Katanya, ada miko dewasa yang ceroboh dan seksi di sini, ya?”

Namun tampaknya banyak orang membicarakan kecelakaan ini dan menyukainya. Ada banyak pelanggan yang datang karena pakaian Elsie. Kelihatannya ada permintaan dari pasar untuk hal ini.

Setiap kali Shino,

“Ma, maaf!”

Tak sengaja menumpahkan minuman, misalnya teh, pada pelanggan,

“Pa, PANAAAASS!!!”

Beberapa pelanggan berteriak, tetapi mata mereka terlihat seperti tersenyum, sementara pelanggan-pelanggan lain akan memandangi dan seperti berkata ‘aku iri’, ‘bisa kau tumpahkan itu di dekatku?’, atau semacamnya.

Rasanya ada banyak hal yang kacau.

Elsie berpikir.

Ia sangat berharap supaya semua ini cepat berakhir dan Mari kembali.

Kalau semuanya terus seperti ini, masa depan ‘Kafé Grandpa’ akan terancam…


Namun selain itu, hari-hari berjalan dengan cukup damai dan lancar. Sejak Shino muncul, penampakan misterius beserta fenomenanya lenyap tak berbekas, dan suasana rumah keluarga Katsuragi pun menjadi damai.

Elsie mengira banyak hal yang akan terjadi dan sudah membuat persiapan. Jadi, baginya, ini sedikit mengesalkan.

Kecuali pada malam hari di jam itu, Keima akan terus memainkan game-game lain seperti biasa. Bahkan ketika Shino memberitahunya bahwa ‘ini menyangkut nyawa’, ia tidak terlihat he was motivated at all, sementara ia sepatuh biasanya, orang aneh yang agak aneh.

Jadwalnya sehari-hari adalah berangkat ke sekolah, bermain game, dan memakan makanan yang Shino buatkan untuknya (meski ia benar-benar tidak peduli, kemampuan memasaknya cukup hebat), dan hanya akan melakukan penaklukan ‘Favor of the Western Lantern’ pada malam hari. Menurutnya, ‘Favor of the Western Lantern’ perlahan-lahan sedang ditaklukkannya.

“Game ini cukup sulit, tapi sekarang endingnya sudah dekat.”

Keima pada pagi hari ke-7.

Ia mendorong kacamatanya dan membiarkan lensanya berkilau sambil menyatakan,

“Aku akan menaklukannya malam ini!”

Dalam hal ini, perkiraan Keima tidak pernah salah. Ia tentunya tidak akan salah pada saat yang genting ini. Karena ia telah berkata demikian, itu artinya ending sudah ada di depan mereka.

Elsie menghembuskan nafas lega.

Mungkin karena kekuatan Shino sangat kuat, setan-setan itu tidak bisa mendekati mereka.

Ia akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa selain,

“Fufu.”

Tertawa senang.

Tetapi, dua orang lainnya memiliki pandangan yang berbeda.

Pertama, Akuragawa Shino dengan sangat hati-hati memandikan dirinya kembali. Tetapi, itu hanya menyiramkan air ke tubuhnya di dalam kamar mandi rumah Katsuragi untuk menyucikan dirinya, meski memang mengikuti prosedur.

Dengan kuat, ia menyiramkan air ke tubuh telanjangnya yang putih.

Setiap kali ia membasuh, aura yang dipancarkan Shino menjadi semakin bersih. Ia tidak seoptimis Elsie, tapi ia sudah mempersiapkan mentalnya.

(Malam ini…kita akan menyelesaikannya.)

Indera spiritualnya telah mendeteksi sesuatu. Hawa menyebalkan yang ingin masuk ke rumah ini semakin kuat setiap harinya.

Sebelumnya, makhluk itu tentunya terjaga di luar benteng Shino.

Namun, makhluk itu belum menyerah.

Sebenarnya, yang terjadi adalah sebaliknya.

Makhluk itu diam-diam menunggu,

Sampai waktu kekuatannya memuncak.

Hanya ada satu kesempatan.

Yaitu tepat sebelum Keima menaklukkan game itu.

(Malam ini.)

Sang miko berdiri telanjang dan memandang langit-langit.

(Aku akan harus menyelesaikan masalah dengan makhluk itu…)

Ketika ia hendak meninggalkan kamar mandi,

“KYYYAAAHHH!!!”

Ia terpeleset dan jatuh ke belakang dengan kikuk. Kakinya menendang sampo and the bathing foam, menghasilkan suara gedubrak keras. Suara itu sangat mengejutkan sampai Elsie pun, yang sedang mengganti handuk di luar, hanya bisa merasa khawatir…


Pada saat yang sama.

Keima, yang tadinya sedang memainkan PFP, memandangi kedua tangannya.

PFP diletakkan di bantal di dekatnya.

“Ada apa?”

Tokoh perempuan dalam gamenya bertanya. Ketika ia meletakkan gamenya, AIArtificial Intelligence-nya yang disiplin mengajukan pertanyaan paling sopan padanya.

“Apa yang terjadi, Keima?”

Keima dengan sistematis menjawab,

“Tidak, bukan apa-apa.”

Kemudian tersenyum agar karakter dalam gamenya tidak khawatir.

“Sungguh, bukan apa-apa…”

Tetapi, matanya menyipit dengan tajam ketika ia menengadah ke langit-langit.

(Malam ini…)

Ia juga,

Diam-diam membulatkan tekadnya.


Makan malam dimulai dengan suasana damai. Elsie satu-satunya yang berceloteh dengan gembira. Tetapi, ia menyadari dua wajah yang lain cukup muram dan seperti menahan sesuatu.

“A, anu, Shino nee-sama, kemampuanmu benar-benar hebat, ya?”

Mendengarnya berkata demikian,

“Un? Ahh, nenekku yang mengajariku…”

Sang miko hanya tersenyum dan balas melihat Elsie sebelum kembali bergelut dengan benaknya. Ia terlihat gugup.

Jarang sekali melihatnya panik seperti itu.

Elsie merasa sangat gelisah.

“A, anu, kami nii-sama, okaa-sama, dia,”

Kemudian berpaling untuk berbicara pada Keima,

“…Un, aku memang punya seorang ibu.”

Kemudian, Keima tampak tidak peduli dan kembali tenggelam dalam game PFP-nya. Meski telah melakukan banyak upaya untuk menaklukkan ‘Favor of the Western Lantern’, sepertinya ia sudah benar-benar meninggalkan dunia ini.

Ia berkata ending-nya sudah dekat, jadi itu pasti benar.

Lalu, Elsie hanya perlu bertanya kapan game itu bisa tamat.

Perasaan tegang yang tidak bisa digambarkan mengelilinginya.

Elsie benar-benar terpengaruh dengan perasaan ini,

“Aku sudah tahu kalau kau punya ibu!”

“Un, aku juga punya seorang ayah.”

“AKU SUDAH TAHU!”

Untuk suatu alasan, Shino tertawa, dan untuk suatu alasan, Elsie merasa sangat malu hingga wajahnya memerah.

“Be, beneran, deh~! Kami nii-sama! Setidaknya berhentilah main saat sedang makan!”

“Un, aku masih punya Elsie.”

Ketika itu, tangannya mendadak tersentak.

“Eh?”

Elsie terkejut.

“Ck.”

Keima mendecakkan lidahnya dan menggunakan tangan kirinya untuk memegang pergelangan tangan kanannya, tetapi tangannya terus berguncang.

“Eh? Eh?”

Elsie panik.

“Eh?”

“…Oi.”

Keima menatap Shino.

“Kuserahkan padamu.”

Keduanya mengerti satu sama lain. Seperti mereka tahu bahwa Keima mulai terpengaruh oleh arwah itu.

“Un.”

Mendengar kata-katanya, Shino langsung mengangguk. Elsie terlihat seperti ingin menangis,

“Ka, kami nii-sama!”

“Elsie.”

Jarang sekali Keima menyunggingkan senyuman lembut itu.

“Kau harus percaya padaku.”

“!”

Mendengar kata-kata ini, Elsie akhirnya menyadari betapa seriusnya situasi ini dan berpikir betapa bodoh dirinya.

Sebenarnya.

Semua ini belum berakhir!

“Aku mau tidur siang dulu.”

Setelah mengatakan itu, Keima berdiri dengan tangan yang masih gemetaran. Shino memejamkan matanya. Elsie terlihat bingung dan berkata,

“I, i, itu!”

Keima hanya menoleh sekali pada Elsie dan berjalan meninggalkan kafé. Elsie sangat ingin menyusulnya, namun saat itu, Shino berkata,

“Jangan kejar dia.”

Ia menghentikan Elsie.

“Ta, tapi…”

“Aku akhirnya mengerti. Dia,”

Shino dengan cepat membuka matanya.

“Dia adalah orang yang berkemauan keras.”

“…”

“Dia sudah siap. Aku sudah siap. Kau juga harus siap.”

“La, lalu.”

“Yang harus kau lakukan adalah tidak menghalanginya.”

“Uu~”

Elsie terlihat tidak ingin menerimanya dan menggembungkan pipinya. Shino menatapnya,

“Dengar, apapun yang terjadi nanti…kau mengerti?”

Kau tidak boleh meninggalkan rumah ini.

Kau tidak boleh membuka jendela.

Dan apa pun yang terjadi, ini harus dipatuhi.

Itulah yang miko itu perintahkan.

Then, sang miko berjalan menuju kamar Keima. Elsie merasa tidak enak ketika ia berjalan di antara kafé dan kamarnya, tapi masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Jadi, ia mengikatkan sehelai syal di kepalanya dan mengikat lengannya dengan sabuk.

Ia mengeluarkan sapunya dari gudang dan menyandarkannya.

“Uu, uuu.”

Elsie benar-benar gemetaran sampai ia setidaknya ingin menggunakan sapu sebagai senjata.

Hari ini,

Kalau ia bisa bertahan sampai hari ini berakhir, Keima dan Shino pasti akan menang.

Ia menyalakan semua lampu di rumah itu, menyeduh teh, dan pergi ke ruang keluarga untuk menonton TV. Meskipun isi programnya tidak bisa menyangkut di otaknya, ia hanya menginginkan sesuatu untuk mengusik dirinya.

Setiap 5 menit, ia melihat jam yang tergantung di dinding.

Waktu yang berjalan sangat pelan membuatnya jengkel.

Baik saluran komedi konyol ataupun saluran internasional yang biasanya tidak ia tonton, bahkan program edukasi yang membosankan, ia hanya ingin mencari suara dan cahaya.

Terkadang, ia akan merasa mengantuk. Ketika itulah, ia akan menampar dirinya untuk menyegarkan dirinya.

Pada tengah malam, ia terus meminum teh untuk membuat dirinya tetap terjaga dan menonton saluran TV tengah malam dengan pandangan yang memburam.

Akhirnya.

Waktu berdetik dan menunjukkan pukul 2 pagi.

Waktu di mana para setan keluar.

Sudah dimulai.

Akhir dari,

Penaklukkan dimulai. Elsie diam-diam memandangi langit-langit. Apakah Keima memperhatikan ‘Favor of the Western Lantern’?

(Kami nii-sama…)

Elsie menepukkan kedua tangannya dan memejamkan matanya erat-erat.

(Berjuanglah.)

Ia mendoakan sang ‘dewa’ yang ia tahu, sebagai yang terkuat.

Pada saat itu,

DING DONG, DING DONG! Bel rumah keluarga Katsuragi berbunyi…

Elsie awalnya terpaku.

Lalu, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan dengan bingung melihat sekelilingnya. Tetapi, bel itu terus berbunyi.

Terus berbunyi.

Suaranya yang tajam menyerbu otak Elsie.

DOK DOK DOK.

Selanjutnya, terdengar suara ketukan keras dari pintu.

Di tengah suara itu,

Ada suara lembut,

Suara lembut yang ia kenal…

“Uu.”

Elsie menggenggam sapunya layaknya tombak, dan berjalan kea rah pintu. Namun, ia sama sekali tidak ingin menjawab bel itu.

Tetapi, ia harus mendekatinya.

Itu karena,

Suara itu…

DING DONG.

DOK DOK DOK DOK!

DING DONG!

DOK DOK DOK DOK!

Bel dan ketukan pintu terdengar. Elsie merasa pusing, sementara suara-suara itu tidak berhenti sampai ia tiba di koridor.

Bukan hanya itu, suaranya semakin keras dan membuatnya terguncang.

DOK DOK DOK

BAM BAM BAM.

DING DONG

DING DONG

Elsie pelan-pelan berjalan dan mengacungkan sapunya ke arah pintu sambil gemetaran.

Tangannya yang gemetaran membuat ujung sapunya ikut bergetar.

“Ahh, uu.”

Ia tidak bisa mengeluarkan suara.

Tenggorokannya kering.

“~!”

Ada seseorang yang menjerit di seberang pintu.

Orang yang Elsie kenal.

Suara itu,

“~!”

Terdengar meneriakkan sesuatu.

Elsie,

“Ah, uu, u.”

Masih tidak sanggup berbicara.

Suara itu masuk.

Menjalar,

Ke dalam telinganya.

“Ell-chan! Tolong aku! Di sini ada monster aneh! Ada monster aneh yang mengejarku ~!”

Itu ibu Keima,

Yang Elsie hormati dan sayangi.

Suara Katsuragi Mari.

“Tolong aku! Cepat! Buka pintunya!”

“Ah, uu.”

Elsie berlinang air mata. Seseorang sudah mengingatkannya.

Shino sudah terus-menerus mengingatkannya,

Apapun yang terjadi, ia tidak boleh membuka pintu.

Tetapi,

“Ell-chan, tolong! Uu, tolong, monster itu…monster.”

Ia tidak bisa melakukannya.

Ia tidak bisa meninggalkannya seperti ini.

Ia tidak bisa meninggalkan Mari seperti ini dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Bagaimanapun, Elsie tidak bisa melakukannya.

“Uu.”

Walaupun matanya penuh dengan air mata, ia masih melihat ke dalam lubang pengintip di pintunya. Di luar pintu itu,

“Ell-chan!”

Mata Katsuragi Mari yang bersandar di balik pintu tampak merah.

“Uu!”

Meskipun ia mundur.

“Buka pintunya! Cepat! Buka!”

Elsie masih syok dengan suara lengkingan itu.

“Uu!”

“Buka buka buka buka!”

“Uu.”

“Buka pintunya.”

“WAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!”

Elsie menjerit saat ia memutar kunci dan membuka pintu itu.

“Okaa-sama!”

Ia menangis dan memanggil Mari untuk masuk.

“Cepat!”

“Fufu.”

Entah apakah ini hanya imajinasi Elsie. Karena saat Katsuragi Mari, yang meringkuk di sana, menengadahkan kepalanya,

“Akhirnya bisa masuk juga.”

Ia menyeringai. Wajahnya retak.

Ia bukan Mari, ibu Katsuragi Keima.

Melainkan sang ‘arwah jahat’.

“!”

Raut wajah Elsie dipucatkan oleh rasa takut dan sesal.

“KYYYYYYYAAAAAAAAAAAAHHHH!!!”

Pekikan yang mengejutkan terdengar.

Udara putih terpancar dari Mari dan mengelilingi Elsie.


“Dia sudah ada di sini…”

Shino, yang duduk di depan kamar Keima, nampak terusik ketika menggumamkannya.

Matanya yang terpejam mendadak terbuka.

Meskipun ia memasang pelindung di seluruh penjuru rumah, ia tahu pelindung itu tetap akan ditembus.

Hanya saja, ini lebih cepat dari perkiraannya.

Shino melihat pintu kamar Keima yang masih ditutup erat-erat. Saat ini, ia tahu satu hal : anak laki-laki bernama Katsuragi Keima pasti sedang berjuang sekuat tenaga untuk bertarung.

“Kumohon…bocah yang bertekad kuat,”

Gumam Shino sambil tersenyum sebelum menoleh dengan tenang sambil menatap tajam ke arah tangga ke arah lantai satu.

Menuju kegelapan di seberangnya.


Pada saat yang sama, jemari Keima menekan-nekan keras keyboard dengan kecepatan luar biasa.

“Uu!”

Ia menengok jam.

Ia bisa dengan jelas mendengar suara dari lantai bawah, tapi ia yakin, pasti ada waktu sampai ia mencapai ending. Tadinya ia merasa hanya butuh 20 menit lagi,

“Uu.”

Namun, kini tangannya gemetaran, kebas.

“Ugh!”

Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke samping.

“Ugh.”

Tangan kirinya mencengkeram pergelangan tangan kanannya sementara ia menggunakan tangan kanannya itu untuk menekan keyboard. Sekitar tiga hari yang lalu, kapanpun ia mulai memainkan game ini, tangannya mulai bergetar.

Apakah ini kutukan dari ‘roh jahat’?

Tampak jelas Keima telah dibuat kelelahan oleh kekuatan supranaturalnya.

Akan tetapi,

“Fufufufu, desain ini sangat menarik…ini pertama kalinya aku memainkan game yang penuh sensasi seperti ini. Memang game yang dibuat dengan banyak kerja keras.”

Keima hanya tertawa tanpa rasa takut.


Chi.

Chichi.

Hawa keberadaaan yang gelap dan pekat mulai membumbung dari tangga. Shino berdiri di tengah koridor menunggu musuhnya tiba.

“…”

Dengan gesit ia mengangkat chokutou.

Shino membiarkan auranya menyelimuti seluruh tubuhnya. Meskipun ia meningkatkan kewaspadaannya, namun auranya tetap tenang. Udara spiritual yang bersih mengelilinginya.

Sebaliknya, makhluk yang memanjat dan tiba di koridor itu,

“Chichichichichichi.”

Sudah tidak berwujud manusia lagi.

Itu bukan manusia.

Itu bongkahan daging putih raksasa.

Ukuran gumpalan daging itu sangat besar dan menjijikkan. Daging putih besar memenuhi seluruh koridor, baik membujur maupun melintang, dan terus bergerak maju.

Tampaknya ‘roh jahat’ itu telah berubah ke wujud aslinya.

Lawan sedang mengumpulkan kekuatan untuk bertarung.

“Chi, chichichichichi.”

Sebuah suara yang terdengar seperti benda yang saling bergesekan atau ulat yang melata terdengar dari bagian yang terlihat seperti wajah di tengah-tengah gumpalan daging.

Ada 3 lubang hitam di sana.

3 lubang itu terlihat seperti mata dan mulut,dan terlihat sangat menjijikkan.

“Chi, chichichi.”

Mendengar suara ini, Shino ingat apa yang terjadi di masa lalu. Bulu kuduknya mulai berdiri.

Ia cepat-cepat menarik nafas dalam-dalam.

Jangan takut.

Tenanglah.

Akan tetapi,

Pikirannya mulai bekerja sendiri.

Ia tidak perlu berpikir.

Ia hanya perlu fokus untuk mengalahkan musuh yang ada di hadapannya.

Tapi ia masih ingat.

Sudah berapa lama sejak aku menghadapi makhluk ini dengan berani?

Ia ingat.

Pernah, saat ia masih kecil.

Saat ‘arwah jahat’ Si Raksasa Merah diambil oleh Mogami Takeshi, ia memang menyentuh makhluk ini sedikit…

Ia ingat.

Makhluk itu.

Makhluk gaib besar yang berwarna pucat.

Setelah melakukan itu, entah bagaimana, ia mengeluarkan suara jeritan, dan berada di ambang batas Neraka selama tiga hari tiga malam.

“Ugh!”

Tubuh Shino bergetar.

Tidak.

Tidak, tidak, tidak!

Aku bukan anak kecil itu lagi. Waktu itu aku masih berumur 5 atau 6 tahun. Aku cuma anak kecil yang tidak pernah menjalani latihan.

Tetapi,

Aku sekarang berbeda.

Aku sudah terlatih; Aku datang ke sini untuk menaklukkan makhluk ini.

Untuk memburu ‘roh jahat’ ini.

Aku tidak berdaya saat Mogami Takeshi mencurinya, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.

Karena itulah aku mulai berlatih. Aku terus berlatih, melatih jiwaku, dan meningkatkan kekuatan jiwaku. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama lagi. Aku akan menghentikan makhluk ini di sini.

Aku akan menghentikan makhluk ini agar semua orang bisa melihatnya.

Juga demi ‘bocah berkemauan kuat’ yang tengah menghadapi game itu di kamarnya.

Tapi,

“Chi, chichichichi!”

Bagian tengah gumpalan daging itu, yang terlihat seperti wajah, nampak tersenyum seperti orang gila.

Hawa dingin menyusuri tubuh Shino.

Aku,

Tidak bisa…

Makhluk itu merasakan ketakutan dalam hati Shino dan mengejeknya…

Siluman itu dengan cepat mendekat.

“Brengsek!”

Shino berusaha keras melawan situasi ini.

“Kya!”

Namun ia tidak bisa menyembunyikan ketakutan dalam hatinya.

“KYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!”

BLAM! Sebuah suara keras terdengar ketika pintu terbanting ke samping. Tubuh Shino masuk ke dalam ruangan. Pada saat itu, Keima,

“Ck!”

Menoleh ke belakang punggungnya dan mendecakkan lidah.

Sepertinya Shino sudah kalah sebelum pertarungan dimulai.

“10 MENIT LAGI! MIKO, BISA KAU COBA BERTAHAN!?”

Teriak Keima.

Chichi.

Suara seretan mendekat.

Wajah yang sejak tadi tidak benar-benar terlihat tiba-tiba tampak dari koridor. Ada tiga lubang di wajah itu..

“Uu, guu!”


Shino mencoba bangkit dan melihat ke luar ruangan.

“KYAAAA!”

Melihat wajah raksasa itu mengintip ke dalam dari luar ruangan, ia menjerit ngeri. Melihat Shino seperti ini, Keima hanya bisa menengadah dan menghela nafas.

Kelihatannya,

Shino benar-benar diliputi ketakutan.

Ia ambruk dan jatuh terduduk di lantai.

Ia bukan lagi seorang miko yang handal, melainkan seorang wanita lemah yang hanya gemetaran dan menengadah kea rah monster itu.

“OI! LAWAN DONG, MIKO BODOH!”

Sementara itu, Keima masih mengetik-ngetik di keyboard dengan cepat. Masalah ada di depannya, sehingga ia mengencangkan kecepatan penaklukannya.

Ending sudah berada tepat di depannya!

Ia tepat berada di depannya!

“BERTAHANLAH! SHINO! BUKANKAH KAU DATANG KEMARI UNTUK MENGALAHKAN MAKHLUK ITU!?”

“Uu.”

“Chichichichichi.”

Makhluk yang mengintip dai luar itu tampak menyeringai . Lubang-lubang hitamnya menatap Keima.

Bahkan Keima sampai menitikkan keringat dingin dibuatnya.

Makhluk itu sebesar arwah pelarian yang membengkak dengan ukuran tidak wajar. Keima ditatap makhluk itu, dan tidak ada apa pun di antara mereka.

“Chi.”

Zz.

Makhluk tersebut terus melebarkan luas permukaannya seperti amuba sambil merayap ke dalam kamar Keima.

Keima merasakan makhluk itu bergerak di belakang punggungnya dan mempercepat penaklukannya. Ia tidak menyia-nyaiakan langkahnya. Ia terus mendapat perkembangan dan berjuang keras melanjutkan misinya.

“Ck.”

Tepat saat ia hendak menggertakkan giginya,

“Chichichichichichichichichichichi!!”

Bagaikan mengulurkan tangannya, makhluk itu mengulurkan organ buatannya ke arah Keima.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

“TIDAK AKAN KUBIARKAN KAU!”

Sebuah suara yang enerjik,

“MELUKAI KAMI NII-SAMA!”

Sebuah sosok menyelinap dari tepi. Ia berlutut dengan satu tumpuan lutut, menundukkan tubuhnya dan meloncat, melebarkan hagoromonya selebar mungkin untuk melindungi Keima, menangkis tubuh monster putih yang menyerbu bagaikan ombak lautan.

TWGOK 02 011.jpg

“ELSIE!”

Keima berteriak tanpa melepaskan pandangannya dari layar.

“Hau~!”

Air mata menggenang di mata Elsie.

Tubuhnya bergetar karena takut, namun ia masih berteriak,

“Kami nii-sama! Lebih cepat!”

Mata Keima bersinar.

“Kerja bagus, Elsie!”

“Hau, uu~!”

Elsie membentangkan hagoromonya melintasi panjang seluruh ruangan sembari terus menangkis serangan dari tangan-tangan putih. Di lain sisi, tubuh utama sang ‘arwah jahat’,

“Chichichichichi!”

Krak.

Mengisi rumah dan mengeluarkan suara deritan ketika ia perlahan-lahan bergerak ke dalam rumah.

“Chi.”

Dan menekan tubuhnya ke depan, mencoba menembus hagoromo Elsie.

“Hau, uuu~!”

Elsie mati-matian berusaha menghentikan.

“…Ck.”

Keima melirik makhluk itu. Kata-kata yang tadi melayang cepat kini memelan. Tubuhnya menjadi kaku.

Lengannya bergetar.

Jemarinya meleset. Tampaknya semakin ‘arwah jahat’ mendekat, kekuatan dari ‘kutukan’ akan mulai semakin mempengaruhi tubuhnya.

Ia sampai tidak mampu menekan keyboard.

“Ugh!”

Tubuh Keima jatuh ke samping. Di lain pihak, Elsie pun,

“KA, KAMI NII-SAMA! AKU SUDAH TIDAK TAHAN! AKU SUDAH TIDAK BISA BERTAHAN LEBIH LAMA LAGI!”

Ia mulai terengah-engah. Kelihatannya hanya soal waktu sebelum ‘arwah jahat’ itu bisa menembusnya.

“Tidak bisa melakukannya…”

Keima melihat Elsie lagi, kemudian meninggalkan komputernya untuk menenangkan diri.

Lalu ia tersenyum.

“Hanya arwah jahat biasa.”

Dia memejamkan mata,

Dan mengangkat tangannya.

Saat itu juga.

Dia memiliki 6 tangan.

“Di hadapan sang ‘Dewa Penakluk’!”

Keima membuka matanya. Tangannya mulai mengetik dengan kecepatan dua kali lipat dibandingkan sebelumnya. Melihat ini, Elsie berseru,

“I, ITU MODE DEWA PENAKLUK!”

Karena beban pada tubuhnya terlalu berat, Keima jarang menggunakan teknik berkecepatan super ini.

Ini terlihat sangat agung,

dan indah.

Di bawah cahaya layar, Keima tampak memancarkan cahaya dan menyinari sekelilingnya. Gerakan tangannya yang sangat cepat sampai menimbulkan bayangan.

“Chi!”

Si ‘arwah jahat’ mulai gelisah. Dapat dirasakan dari hawa keberadaannya bahwa ia merasa gusar. Untuk menghabisi Keima saat ini juga, makhluk bertubuh besar itu memanfaatkan ukurannya dan terus menekan hagoromo Elsie.

“WAH!”

Seisi rumah berderit-derit. Jika mereka tidak hati-hati, kekuatan dahsyat ini bisa saja menyebabkan seluruh ruangan runtuh.

“A, Aku tidak bisa bertahan lebih lama! Kekuatanku sendiri…”

Saat itu pula,

Miko yang tadi pingsan di lantai berdiri.

Ia mengerti,

“Sungguh.”

Dan menggelengkan kepalanya.

“Itu tadi memalukan sekali. Nenek benar…latihanku masih belum cukup. Maaf, ya, Elsie.”

Ia tersenyum.

“Aku juga akan menggunakan kekuatanku. Aku,”

Ia memandang dengan dingin kepada ‘arwah jahat’ itu.

“Aku tidak akan takut padamu lagi. Sudah tugas miko untuk melindungi para dewa!”

Ia mengayunkan chokutounya dan memancarkan aura.

“Chichichichi!”

“Shino-san!”

Elsie berseru senang.

“Chi!”

Benda seperti tenda yang berkilauan membentangkan diri di atas hagoromo Elsie, membuat ‘arwah jahat’ mundur.

Sayangnya, hal ini tidak bertahan lama.

“Chichichichi!”

Daging putih misterius hasil perubahan wujud itu meningkatkan kekuatannya.

“Elsie!?”

“Shino-san!”

Dan membalas.

“Hau! Uu!”

“Sial! Makhluk kotor ini…”

Kedua pihak saling melancarkan serangan dalam pertarungan yang dahsyat. ‘Arwah jahat’ itu ingin menyingkirkan Shino,

Elsie,

Dan Keima sekaligus, sehingga, kekuatan yang terkumpul menjadi tidak normal. Di sisi lain, Shino dan Elsie,

“Kita tidak boleh kalah! Elsie!”

“I, iya!”

Keduanya telah bertekad bulat untuk bertarung bersama demi memastikan keselamatan Keima.

Namun,

“Ugh! S, sungguh kekuatan yang mengerikan.”

“…Uu~! Hau~!”

Setelah menghadapi monster yang kekuatannya tak terbatas ini, keduanya sudah nyaris tidak sanggup bertahan lagi.

Ketika itulah.

Suara yang tenang terdengar.

“Kenapa game ini, ‘Favor of the Western Lantern’,”

Suara itu berasal dari belakang Shino,

Dan Elsie. Keduanya bertanya-tanya apakah otak Keima sudah mulai rusak.

Tetapi.

Suaranya amatlah tenang.

Dan jelas.

“Kenapa game ini diciptakan. Aku sudah lama heran. Kalau hanya untuk menyajikan horor, ada banyak cara penunjukan dan unsur yang tidak perlu dimasukkan. Awalnya aku tidak bisa memahami niat si pembuat, tapi sekarang akhirnya aku mengerti. Tokoh perempuan dalam game ini selalu menunggu.”

Kepercayaan dirinya sedikit tidak masuk akal.

“Menunggu cahaya untuk mengalahkan kegelapan.”

“Katsuragi-dono…”

Ketika mendengar bisikan Shino,

“Yang kau lihat sebelumnya tidaklah benar. game ini tidak menyajikan ketakutan, namun menunjukkan kekuatan tekad untuk mengalahkan kegelapan di depan kita dan mendapatkan cahaya. Itulah sifat asli dari game ini.”

“CHICHICHICHICHI!!”

Si ‘arwah jahat’ mengayunkan bagian-bagian tubuhnya seperti orang gila. Keima dengan cepat mempertahankan ‘mode Dewa Penakluknya’ sementara tangan di kedua sisinya mengendur.

Dan ia menghela nafas.

“Aku sudah melihat ending-nya…tidak, game ini selalu menunggu seseorang untuk memecahkan endingnya. Ini adalah keinginan dari game ini, dan mimpi terakhir yang Mogami Takeshi lukiskan. Ini bukanlah sebuah ‘kutukan’, melainkan sebuah ‘harapan’. Semuanya ada untuk dipecahkan oleh seseorang.”

Shino dan Elsie hanya bisa menoleh. Mereka pun melihatnya.

Di dalam layar,

Yang nampak pastilah opsi terakhir. Keima mendadak berbalik dan mengangat kepalanya untuk melihat ‘arwah jahat’. Ia kemudian mengangkat jari tangan kanannya.

Dengan dingin, ia memicingkan matanya yang terlihat penuh dengan kecerdasan.

“CHICHICHICHICHICHICHICHICHICHI!!!”

KLUUAAA~!

Tubuh si ‘arwah jahat’ mengeluarkan suara keras. Ia menjadi semakin kecil bagaikan balon yang mengempis.

Akhirnya.

“…”

Keima memandang tanpa suara dan membuat deklarasi terakhir.

Ibu jarinya menghadap langit-langit dibalikkan ke bawah.

Keima berkata,

“Sebagai ‘Dewa Penakluk’, aku memerintahkanmu,”

Tangannya yang lain terangkat ke atas kepalanya.

Kemudian,

Ia menekan tombol enter.

Lalu ia berseru,

“KEMBALI KE TEMPAT ASALMU, KE TEMPAT KAWANANMU YANG JAHAT!”

Jangan pernah kembali lagi.

Keyboard mengeluarkan bunyi klik. Pada saat itu juga.

“IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!”

‘Arwah jahat’ mengeluarkan ratapan panjang tanpa jeda sementara tubuhnya menjadi asap putih dan musnah. Sesuatu yang tampak seperti kabut putih mengelilingi mereka.

Semuanya berakhir di sini.

Di tengah kabut ini,

“Shino.”

Keima bangkit dan mendekati sang miko. Shino, yang takjub dan tak mampu berkata-kata saat melihat ‘arwah jahat’ itu lenyap, akhirnya terlihat menyadari sesuatu,

“…Kau sungguh aneh.”

Ia memicingkan matanya melihat Keima,

“Kau suka kakak yang lebih tua?”

Ia terlihat sedikit jahil. Karena inderanya jauh di atas orang biasa, ia pasti sudah menyadarinya. Shino memejamkan matanya.

“Andai saja semua orang yang kutemui seperti dirimu,”

Keima tersenyum,

“Pasti akan jauh lebih mudah untukku sekarang.”

Kemudian, dia mengecup Shino.

Sebagai catatan, arwah pelarian yang keluar dari tubuh Shino adalah yang terkecil yang pernah mereka temui…


Keesokan paginya, Elsie dan Keima berada di kafé. Keima memejamkan matanya, menikmati aroma kopi, sementara Elsie mencuci piring.

Kemudian ia menggunakan celemeknya untuk mengelap tangannya,

“…Apa kami nii-sama tidak capek?”

Dan bertanya. Keima meneguk kopinya dan melebarkan matanya,

“Kenapa kau tanya?”

Dan balik bertanya. Elsie bingung,

“So, soalnya, banyak sekali hal yang berubah dari kemarin.”

Keima mendadak tersenyum.

“Tidak banyak. gamenya itu diatur agar hanya dapat dimainkan satu jam pada malam hari, jadi memang agak merepotkan. gamenya sendiri sebenarnya tidak sulit.”

“Ooh.”

Elsie merespons, entah apakah ia takjub atau terkejut.

Bahkan setelah banyak sekali hal yang terjadi, Keima masih berkeras bahwa itu hanyalah sebuah game

Elsie sangat terkesan.

(Ngomong-ngomong, sampai akhir pun Kami nii-sama tenang sekali…)

Ia mengingat semua hal yang telah terjadi. ‘Arwah jahat’ benar-benar menakutkan…jangankan Elsie, bahkan Shino yang miko saja saking takutnya sampai gemetaran. Tetapi, Keima bahkan tidak bergeming waktu menghadapi tubuh utama ‘arwah jahat’ itu.

Ia sama sekali tak bergeming.

Apakah ada sesuatu di dunia ini yang dia takuti?

“Untung saja, komputer dan koleksi pribadiku selamat semua.”

Baru saja Keima selesai berbicara dan hendak menuangkan kopi ke dalam bibirnya,

“Hm?”

Dia memiringkan kepalanya. Entah apakah hanya imajinasi Elsie atau Keima memang seperti merasa tidak enak.

“…Benar juga, ke mana si miko aneh itu pergi?”

“Ahh.”

Elsie mengangguk.

“Kelihatannya dia mau pulang hari ini, jadi dia mau sedikit membalas jasa kita sebelum pulang.”

“Membalas jasa?”

“Ya. Katanya dia mau membersihkan tempat ini sebelum pulang …”

“…”

Wajah Keima langsung memucat.

“Aku ingat…”

Elsie menopang dagunya dengan jari.

“Dia sedang membersihkan kamar kami nii-sama.”

Saat itu juga, Keima dengan ceroboh menumpahkan kopi di atas meja dan bergegas keluar kafé. Elsie merasa khawatir.

Ia buru-buru berlari ke lantai dua,

“OI! MIKO BODOH! JANGAN! JANGAN ACAK-ACAK KAMARKU!”

Dan mendengar Keima berteriak,

“Ohh? Katsuragi-dono, silakan bersantai! Lihat, aku cuma mau menyalakan mesin penyedot debu.”

Dan juga jawaban riang dari Shino, kemudian,

“KYYYYYYYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!”

Terdengar sebuah jeritan dan suara barang-barang yang pecah.

PRAKK, dan akibatnya,

“TIIIIIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKK!!!”

Keima menjerit keras.

Ini pertama kalinya Elsie mendengar Keima menjerit…




Bab 2: Hari Istirahat Haqua[edit]

Marui Yukie (wanita lajang 54 tahun) adalah pramuniagawati dari minuman kesehatan Gokult.

Tugas utamanya adalah menjual Gokult segar ke rumah-rumah yang sering memesan di wilayahnya setiap hari. Pada pagi hari, ia akan menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya dan pergi ke pusat distribusi. Ia kemudian mengenakan seragamnya, menaruh Gokult yang harus ia antar pada hari itu di gerobaknya dan pelan-pelan mengantarkan barang melalui jalan yang ia pilih.

Juga, satu tugas penting lainnya adalah mendapatkan pelanggan baru.

Untuk mempromosikan barang-barangnya, ia memperbolehkan pembeli untuk sedikit mencicipi produknya terlebih dahulu.

Karena Yukie sangat percaya diri dengan produk-produk dari perusahaannya, ia sering dengan percaya diri memberikan minuman itu pada pelanggan yang mencicipinya dan tak pernah memaksa mereka untuk membayar.

“Minumlah beberapa. Ini baik. Enak dan sehat.”

Itulah slogan khasnya.

Yang ia fokuskan adalah senyuman, kejujuran…

“Gokult baik untuk tubuh. Yang saya rekomendasikan ini tidak mungkin salah.”

Dan kepercayaan ini.

Sebenarnya, Yukie sendiri dulu lebih tidak sabar dan akan berkeliling ke segala tempat untuk mempromosikan barang-barang jualannya dengan semangat demi meningkatkan jumlah pelanggan. Namun, kini tubuhnya sudah tidak mampu lagi, dan caranya pun sudah agak berubah.

Pertama, dia tidak akan pernah memaksa orang untuk membeli.

Gaji pramuniagawati ini sepenuhnya ada dalam komisi, dan total gajinya ditentukan dari jumlah Gokult yang ia antar dan jumlah pelanggan yang baru. Namun, Yukie kini merasa bahwa uang hanyalah sesuatu yang ia butuhkan secukupnya saja, dan tidak terlalu mempermasalahkan gajinya.

Tidak, sebenarnya bukan itu saja. Dia bahkan meminta untuk menyempitkan wilayah pengantarannya.

Ini demi menghabiskan lebih banyak waktu untuk setiap pelanggan yang ia tangani dan memperkuat kepercayaan mereka. Karena itu, jumlah penjualannya tidak sehebat saat dia muda (dulu dia pernah terpilih sebagai Miss Gokult Terpopuler Tahun Ini sebanyak tiga kali), tapi masih menggunakan sifat tabahnya dan teknik penjualan yang ia latih selama bertahun-tahun demi mendapatkan rating yang tinggi, dan selama 10 tahun, tidak ada pelanggan yang mengeluh ataupun memiliki masalah. Kemudian, wilayah tugasnya pun semakin menyempit.

Dari sini, orang bisa mengetahui seberapa para pelanggan mempercayai dirinya.

Jadi, bagi Yukie,

“Maaf, Marui-san.”

Lelaki supervisor Gokult yang bertugas di pusat distribusi ini sangat mempercayai dan mengagumi Yukie.

“Kalau tidak keberatan, maukah Anda menggunakan ini? Dulu saya pernah meminta Anda untuk membantu sepulang kerja saat ada beberapa pegawai baru yang kemari untuk belajar, bukan? Ini imbalan untuk itu. Perusahaan pusat memberikan saya beberapa,”

“Ya ampun,”

Yukie menopang wajahnya.

“Tidak usah repot-repot~”

Supervisor itu memberikan dua tiket taman hiburan padanya.

“Goto-san selalu memperhatikanku.”

Itu benar.

Karena dulu Yukie secara antusias mengatur dan mengajari pramuniagawati lainnya, supervisor sering memberikannya berbagai keuntungan, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

“Hahaha.”

Supervisor itu menggaruk kepalanya yang agak botak.

“Mungkin agak menyusahkan Marui-san untuk menerima ini.”

Biasanya, untuk wanita seumuran Yukie, sepasang tiket taman hiburan tidaklah terlalu menyenangkan. Namun,

“…”

Yukie terdiam untuk sementara dan memandangi kedua tiket itu.

“Saya benar-benar boleh mengambil ini?”

“Ah, Anda mau?”

“Ya.”

“Saya tahu siapa yang bisa saya berikan ini.”


Untuk Haqua du Lot Herminium, banyak orang yang mengomentari dirinya,

“Haqua benar-benar hebat! Dia selalu peringkat pertama di sekolah, setiap waktu! Aku benar-benar kagum – sabit besar miliknya adalah bukti bahwa ia selalu dapat peringkat atas di Akademi Iblis. ‘Scythe of Testament’ (T/L note: Sabit Perjanjian / Sabit Wasiat)!”

Beberapa orang seperti Elsie, benar-benar mengagumi kemampuannya.

Atau,

“Haq-chan sungguh gadis yang baik.”

Mereka akan memujinya hanya dengan satu kalimat, seperti partnernya, Yukie.

“Sudah cantik, posturnya bagus (walau dadanya agak kecil), murid teladan dengan nilai sempurna!” Itu kesan umum yang dimiliki orang-orang di sekitarnya.

Haqua sendiri jadi agak sombong.

Tapi hanya Keima,

“… Dalam berbagai bidang, orang ini benar-benar merepotkan.”

Kacamatanya berkilau, dan ada desahan dalam suaranya saat ia menurunkan pundak.

Hari ini, Haqua akan menunjukkan ‘sedikit merepotkan dalam berbagai bidang’ sebanyak yang ia inginkan…

“Aku tidak punya pilihan! Aku mengajakmu karena aku tidak punya pilihan lain!”

“Nya~”

“Jangan salah paham, ya?”

“Nya?”

“Sebenarnya aku tidak mau pergi ke tempat kekanak-kanakan itu! Tapi Yukie memaksaku… eh? Kau bilang harusnya aku buang saja tiketnya?”

“Nya.”

“Ma, mana, mana bisa aku lakukan …. Itu ‘kan mubazir sekali?”

“Nya.”

“I, itu benar. Un, jadi ... kau mau pergi?”

“…”

“K, ka, kamu tidak mau pergi?”

“...”

“Bicaralah! Setidaknya jawab aku!”

“Nya.”

“Be, benar. Aku mengajakmu sekarang. Kamu mau pergi, ‘kan?”

Setelah waktu yang lama.

“... Ka, kamu senang? Yah, kamu tidak merasa repot, ‘kan?”

Haqua terus memandangi anak kucing yang duduk di atas bak sampah plastik itu.

Kucing itu.

“...”

Setelah keheningan yang panjang,

“Nya.”

Mengeong dan membalikkan badannya sebelum meloncat ke dinding dan menghilang di dalam gang tanpa menoleh sedikitpun.

“...”

Setelah melihat kucing itu pergi, Haqua mendesah.

“Aku ini ngapain sih? Masa’ latihan dengan anak kucing ...”

Ia memegang erat kedua tiket masuk menuju ‘Dean Land’ itu ...

Sudah sejam sejak Haqua berdiri di depan rumah keluarga Katsuragi dan memutuskan untuk masuk. Orang-orang yang lewat memberikan tatapan aneh pada Haqua, yang mengenakan pakaian aneh dan membawa sabit raksasa, namun dia tidak terlihat memikirkan itu dan terus memandangi rumah Keima, ‘Kafe Grandpa’.

Dengan tangan di belakang punggungnya, ia terus mondar-mandir di depan pintu tanpa arti.

“Uu~”

Tetapi, ia tidak bisa tetap berdiri di depan pintu seperti ini.

Ia mengambil keputusan dan menjejak tanah untuk melayang sebelum menghilang ke balik tembok.

Cara terbangnya jauh lebih anggun daripada Elsie, yang sesama iblis.

Setelah memasuki rumah, Haqua mengatur nafasnya.

Dia meletakkan jemarinya pada tulang leher di atas dadanya dan merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Tapi, dia sudah sampai sejauh ini.

Dia tidak bisa kembali sekarang.

Faktanya.

“Setiap dua minggu, termasuk saat ini, Elsie dan Ibu Keima akan pergi berbelanja.”

Haqua sudah tahu bahwa mereka akan menggunakan saat ini untuk pergi membeli stok untuk kafe yang sudah habis. Sebagai catatan, ia tahu dengan jelas Keima tidak akan pergi keluar setiap hari Minggu dan akan tetap di rumah untuk bermain game. Itu sesuatu yang sudah ia ketahui setiap kali ia datang berkunjung. Masalahnya adalah ada kemungkinan yang sangat kecil bahwa Keima akan pergi untuk membeli game.

“Game-game yang dia beli minggu lalu mungkin belum ditamatkan, jadi kemungkinan besar hari ini dia ada di rumah.”

Semua itu ada dalam perkiraan Haqua juga.

Katsuragi Keima, seharusnya ada di rumah, sendirian.

Akan tetapi ...

Haqua melihat sekeliling rumah keluarga Katsuragi dan memiringkan kepalanya sedikit.

“Apa ini?”

Ia tampak sangat bingung. Benda-benda seperti bawang putih, jimat, dan tali jerami berserakan di mana-mana. Apa yang terjadi?

Apa yang terjadi selama ia tidak berkunjung ke sini?

Haqua berjalan memutar. Saat itu, ada suara yang terdengar dari ruang tamu.

(“Keima! Keima!”)

Di sana ada suara yang sangat kekanak-kanakan.

(Hm?)

Haqua terlihat bingung.

Suara itu seperti suara perempuan.

Dan ia pasti tidak mengenal perempuan itu, yang usianya sekitar 4 atau 5 tahunan. Siapa kira-kira perempuan itu?

Keima seharusnya tidak punya adik perempuan kecil.

Apakah ada anak kerabatnya yang datang untuk bermain?

Di depan ruang tamu,

“Ada apa,Tomomi?”

Ia bahkan bisa mendengar Keima berbicara, saat Haqua sudah hampir menggenggam knop pintu (!) menuju ruang tamu dan membukanya dengan biasa.

(“Aku ingin mencium Keima~”)

PAK!

Haqua mematung di situ.

(Ah? Eh? Dia baru saja bilang apa?)

Haqua masih terpaku di situ, dan tidak jelas apakah dia sedang tersenyum atau sedang marah.

Sementara itu, di ruang tamu,

(“Eh? Keima, bagaimana kalau ciuman~?”)

Suara imut gadis itu terdengar lagi,

“Haa.”

Dan suara keluhan Keima pun dapat terdengar.

(Itu, itu benar ... kalau dia cuma anak kecil yang terlalu cepat dewasa, Keima akan menghiburnya...)

Tepat saat Haqua berpikir begitu di balik pintu,

“Baiklah,”

Keima berbicara dengan nada playboy yang tidak menyesali sedikit pun apa yang diperbuatnya.

“ Ayo ciuman, Tomomi. Lagipula sedang tidak ada orang di rumah.”

(!)

Detik setelahnya, Haqua tanpa sadar mengambil tindakan.

“TUNGGU DULU!”

Dia mendobrak pintu terbuka,

“TIDAK BISA, APA KAU–!“

Dan berteriak,

“ –!”

Di ruang tamu itu.

Keima yang menggenggam konsol game PFP hand held tepat di depan wajahnya terlihat syok saat ia berbalik untuk menengok.

Jarang sekali bisa melihat matanya melebar seperti itu.

“Biar kujelaskan sesuatu.”

Mata Keima berkilauan.

“Tomomi mungkin hanya menguasai sedikit kosa kata, tapi umur dan penampilan sebenarnya sekitar 17-18 tahunan. Dia terlibat sebuah insiden di mana dia diculik pesawat luar angkasa dan berakhir di cyrostasis (T/L Note : Kira-kira semacam teknologi pengawetan makhluk hidup dengan membekukannya di bawah suhu yang sangat dingin menggunakan gas. Bagi yang tertarik, coba cari di Wikipedia), jadi usia psikisnya sedikit terputar balik.”

Sebaliknya, Haqua,

“ITU~TIDAK PENTING!”

Terlihat tidak senang saat dia melipat kakinya di atas sofa dan menatap seperti sedang bertengkar, seraya memasang muka cemberut dan memicingkan matanya.

“Biar kujelaskan lebih. Ciuman itu cuma mengetuk wajahnya sedikit.”

Keima dengan bingung menjelaskan di belakang Haqua.

“Cara curang untuk memanfaatkan cinta pihak lain itu, secara etika dan logika ... “

“Sudah kubilang itu tidak penting!”

Mata Keima bersinar saat ia menatap Haqua lewat kacamatanya.

“Kalau begitu, aku akan melanjutkan gamenya.”

Kemudian, dia mengangkat konsol game itu dan mendekatkan bibirnya.

“Tomomi ... “

Haqua membiarkan tubuhnya tenggelam ke dalam sofa, lalu,

“OI! TOLONG, YA~! APA KAU TIDAK PUNYA RASA MALU?”

Dia melolong dan memalingkan wajahnya.

“Menjijikkan! Sangat menjijikkan!”

Ia mengacungkan jarinya yang putih dan ramping serta menunjuk Keima.

Keima melebarkan matanya dan menatap Haqua tidak senang.

“Kenapa kau di sini?”

Dia bertanya.

“Mu.”

Haqua membisu untuk beberapa saat.

Dalam game ini, sang Peneliti Bahaya Komprehensif (itu setting dalam game untuk orang yang dapat meneliti dan memprediksi orbit-orbit asteroid dan apa saja yang terjadi di atas kapal dagang) Tomomi Maria Hart,

(“Ne, Keima, satu ciuman~?”)

Kembali mendesak.

“Kenapa kau di sini?”

Sekarang, ini mungkin pertanyaan yang paling berat untuk dijawab Haqua.

“Uu.”

Dia menggeleng.

“Uuu.”

Dia jelas-jelas sedang panik. Bahkan dia tahu jantungnya sedang berdebar kencang. Entah apa cuma perasaannya atau kepalanya memang terasa agak pusing.

“Yah.”

Saat itu juga, mata Keima menajam.

“Kau.”

Mata yang bening itu seperti dapat melihat menembus segalanya.

“Jangan-jangan.”

“Di, diam! Apa? Sekarang apa? Kau mau bilang apa?”

"Bu, bukan apa-apa."

Dia mengatakan itu,

"Mungkin cuma perasaanku."

Dengan logika pada dirinya.

"Kau mau coba bilang apa! Beneran~!"

Haqua panik untuk beberapa lama.

"E, emm, apa Elsie ada di rumah?"

Walau dia sudah tahu jawabannya, dia masih memaksakan pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Keima tidak sungguh-sungguh meresponsnya,

"...Hm? Tidak tahu."

Dia hanya memiringkan kepala.

"Hari ini sepi, jadi kukira dia tidak ada di rumah ... mungkin?"

"Oh, ayolah."

Haqua merasa agak lemas.

"Harusnya, minimal kamu tahu di mana partner-mu!"

Keima mengambil secarik kertas di atas meja,

"'Untuk Kami nii-sama! Aku pergi belanja bersama Okaa-sama. Ada kari yang dimasak Okaa-sama di microwave. Makanlah untuk makan siang.' ... begitu."

Dia membacakannya.

"Dengan kata lain, kelihatannya dia tidak di rumah."

Keima bergumam dan tampak sama sekali tidak peduli. Haqua mendesah pelan dan sengaja berkata,

"Ah~ ini benar-benar gawat."

"..."

Keima terus memandang Haqua penuh arti.

"Apa yang harus kulakukan? Tiket yang cuma bisa kupakai hari ini akan terbuang sia-sia."

Dia sengaja mengeluarkan tiket itu keluar dari saku dan memandanginya.

"Aku ingin pergi ke sana dengan Elsie, tapi dia sedang tidak ada."

Dia terdengar agak kaku.

"Beneran, aku ingin pergi bersama-sama Elsie ... aku punya dua tiket. Rasanya mubazir kalau aku pergi sendirian."

Dia diam-diam melirik Keima.

Keima terus menatap Haqua.

Haqua panik.

Dia memutar bola matanya sedikit,

Dia memegang tiket itu di depan dadanya,

"Gawat sekali, ya,"

Sekarang, setelah menerangkan masalahnya dengan jelas, Haqua pikir Keima akan memberikan suatu tanggapan,

"Tomomi ... "

Di luar dugaan, ia kembali memainkan game-nya.

Dalam PFP itu.

("Keima!")

Tomomi, yang telah menanti dengan tabah, bicara.

Haqua serta merta roboh di atas sofa.

"Oi!"

Dia hampir meledakkan amarahnya, tapi merasa semua takkan ada artinya sekarang dan roboh dengan lemah, sementara tiket yang ia dapat jatuh ke atas sofa. Dengan kata lain, lelaki ini tidak pernah memikirkan dirinya. Dia merasakan hal itu seluruhnya.

Dia lelah.

Dia merasa sangat lelah.

Keima memandang Haqua, yang balas memandangnya, kemudian melihat tiket masuk di tangan gadis itu.

Dia seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, dan setelah beberapa saat,

"...Haqua."

Dia bicara.

"Apa?"

Terlihat agak berkaca-kaca, Haqua mengusap matanya sedikit untuk mencegah Keima melihat air matanya. Sungguh~Aku tidak ingin terganggu dengan orang ini .

Dia berpikir.

Dan,

Walaupun Keima bertanya dengan cara yang sangat biasa, Haqua masih tidak mengerti.

"Tiket masuk ke taman hiburan Museum, ya .... Boleh aku pergi denganmu?"

EH?

EHHH?

Pikiran Haqua mendadak kosong. Setelah itu,

Dia sangat bangga dan bersemangat.

Sampai lupa berakting.

"Be, BENERAN NIH?"

Dia tiba-tiba berbalik arah dan mencengkeram punggung sofa dan hanya bisa berteriak keras....

Dia benar-benar bahagia.

Perasaan tidak senang dalam hatinya langsung hilang.

Dia hanya bisa tersenyum berseri-seri.

Kalau mengingat-ingat semua yang telah terjadi, Haqua merasa agak menyesal.

Menyesal karena ia tidak tidur malam itu ....

Beberapa jam kemudian.

Keduanya tiba di depan Dean Land, menunjukkan tiket pada petugas dan masuk.

Hanya mereka berdua.

Dia benar-benar bisa berduaan saja dengan Katsuragi Keima.

Haqua merasa ini seperti mimpi.

Badannya terasa sangat panas, dan ia merasa sangat gelisah.

"Aku tidak pernah mengira bisa berada di tempat seperti ini denganmu..."

Walau aku sendiri yang membawakan tiket padanya, ini tetap terlalu aneh.

Sementara itu, Keima,

"..."

Dia memandang Haqua,

"Apa ... kau tidak apa-apa?"

Dia terlihat agak serius. Haqua gugup,

"Se, sedikit. Lagipula kita tidak bisa menyia-nyiakan tiket masuk ini!"

Kemudian, bicara untuk menyembunyikan perasaannya. Sepertinya dia mengira pertanyaan Keima,

"Benarkah tidak apa-apa aku pergi denganmu? Kamu mau pergi bersama Elsie, 'kan?"

Sepertinya dia mendengarnya seperti ini.

Mendengar jawaban Haqua, ekspresi Keima menunjukkan sesuatu.

"...Yang kumaksud bukan itu."

"B, bicara soal itu!"

Haqua memaksa mengubah topiknya.

"Tempat ini sangat aneh ... ini pertama kalinya aku ke taman hiburan. Apa mereka semua seperti ini?"

Tepatnya, Dean Land ini berbeda dengan taman hiburan lain. Bangunan besar ini punya banyak fasilitas hiburan seperti area bowling, karaoke, dan jaringan lokal untuk game. Fasilitasnya yang terunik adalah cosplay.

Ada lebih dari 300 jenis kostum di counter yang disewakan. Selain seragam seperti suster dan tentara, ada pula pakaian tradisional, busana etnis mancanegara, kostum karakter game dan manga, bahkan hingga kostum boneka.

Oleh karena itu, ada kelinci berkuping besar, superhero, maid yang mengenakan rok mini, dan penyihir berjalan di mana-mana.

Tentu saja, Haqua tidak tahu bahwa Keima dan Elsie pernah datang kemari beberapa waktu lalu untuk menaklukkan seorang gadis. Waktu itu, Keima cosplay sebagai seorang pangeran.

"Cosplay ... memakai berbagai macam kostum seperti ini dan bersenang-senang?"

Haqua melihat sekeliling dan tampak menyadari sesuatu saat ia mengangguk-anggukan kepalanya.

(Semua orang terlihat senang...)

Haruskah dia memakai kostum-kostum ini?

"Bagaimana menurutmu?"

Dia menoleh,

"Hm?"

Dan mengernyit saat ia tidak melihat Keima di manapun.

Haqua buru-buru mencari ke sekeliling dan menemukan Keima dengan tangan di pinggul, WUUUSS, dengan cepat berlari menjauh dari Haqua.

"Tunggu!"

Haqua buru-buru mengejarnya. Sebenarnya, Keima bukannya berlari, melainkan melintas dengan kecepatan yang luar biasa hingga dia dapat dengan mudah menyusuri anak tangga dengan mudah walau di tengah keramaian.

"Eh?"

Apa yang terjadi?

Apa dia tiba-tiba ingat sesuatu?

"Tu, tunggu!"

Tapi, Keima sama sekali tidak punya niatan untuk menoleh, melainkan terus naik ke lantai 2, lantai 3, dan seterusnya hingga plaza aktivitas di bagian atap.

"... Aku mengerti."

Haqua menyeka keringat di keningnya dan mendesah keras sementara bahunya melunglai.

Dia akhirnya mengerti.

Mengapa Keima datang kemari.

Mengapa Keima menerima ajakan Haqua.

Karena, di sebelah sana,

"Pameran Game Bishoujo."

Kata-kata itu terpampang di atas spanduk dan orang-orang berjalan menuju ke kios ini. Saat itu, Keima sudah menyelip ke dalam kerumunan layaknya ikan ke dalam air.

"Oh! Ini seri produksi ulang <Nyan~Nyan nyan>."

Atau,

"Hm... layanan pelanggan 'MassiveSoft' masih lumayan cepat."

Dia bergumam-gumam sambil melenggang di antara kios-kios. Kelihatannya penyalur-penyalur game Bishoujo telah mendirikan toko di lantai ini.

Pertama, satu tas muncul di tangan kanan Keima, selanjutnya sebelah kiri, lalu, tidak lama kemudian, game-game pun mulai bertumpuk. Ini seperti sulap. Meski sayangnya tak ada mata yang melihat Keima, tapi caranya berbelanja dengan cepat dan lincah ini bukan sesuatu yang dapat dilakukan orang biasa.

"..."

Haqua separuh membuka matanya.

Awalnya, ia mulai merasa lemas,

Kemudian, agak marah.

Namun,

"Oh~!"

Atau,

"Un."

Melihat mata keima yang berbinar-binar saat ia berlarian ke sana kemari, amarahnya pun hilang.

Haqua tersenyum masam.

Lalu, agak rileks karena beberapa alasan.

(Orang ini.)

Dia sebenarnya merasa bahwa Keima sangatlah bodoh.

Namun-

Tampaknya ia sangat menyukai benda-benda ini.

Keima tak pernah menyembunyikan,

Dan selalu setia pada hasratnya ini.

Kalau begitu,

Aku juga boleh, dong ...

Haqua tersenyum.

"Fu!"


Keima selesai membeli barang-barangnya (karena sangat lancar, ia membutuhkan kurang dari 30 menit), dan tampak sangat puas. Saat itu juga, Haqua memanggilnya.

Dia memberikan tatapan mencurigakan,

"Kelihatannya kamu sangat menikmati tempat ini."

"Uu."

Tampaknya Keima, yang meninggalkan Haqua sendirian... dan juga memanfaatkannya untuk datang ke Dean Land ini, merasa agak bersalah.

Haqua berkata,

"Kalau begitu,"

Dia melipat tangannya dan menyeringai.

"Sekarang giliranmu untuk bersenang-senang denganku!"

Keima sangat terkejut hingga matanya melebar.

Haqua sangat nekat membiarkan dirinya benar-benar bebas. Dia meninggalkan semua game yang Keima beli di lemari penyimpanan Dean Land."

"Ayo ganti baju juga!"

Dan membawa Keima ke counter. Keima diam saja saat mengikutinya,

" ... Apa kau tidak risih dengan ini?"

Ketika itu, dia bertanya. Dan Haqua menjawab,

"Ini disebut cosplay, 'kan? Manusia bisa juga memikirkan sesuatu menyenangkan seperti ini."

"... Caramu dan Elsie berpakaian biasanya juga sudah bisa dikira cosplay."

Haqua sama sekali tidak mendengarkan.

"Ini, ganti dengan ini."

Dia menunjuk pakaian perampok tradisional (handuk di wajah, papan palsu, dan kain ransel), dan dia sendiri,

"Aku mau ini!"

Menunjuk pada seragam polwan.

"Ugh."

Keima menunjukkan tatapan tidak senang.


Karena seragam polwan juga sudah dilengkapi dengan borgol, Haqua memborgol Keima kuat-kuat dan menggiringnya ke sekitar mall.

Keima berakhir dengan ditertawakan banyak anak kecil.

Karena Keima meninggalkan Haqua dan hanya peduli soal urusannya membeli game, Haqua sepertinya ingin menggunakan kesempatan ini untuk membalas dendam.

"Oi! Kamu sudah puas, 'kan?"

Mendengar protes Keima, dan merasa sudah cukup banyak tertawa, Haqua melepaskan borgolnya,

"Sekarang, ayo main yang namanya bowling!"

Dan melangkah maju.

Keima menghela nafas saat mengikutinya.


Skor keduanya nyaris seimbang. Walau Haqua jago olah raga, tapi ini pertama kalinya dia bermain bowling, jadi dia tidak bisa tampil hebat.

Sementara itu, karena ini tidak ada hubungannya dengan penaklukkan gadis, Keima tidak bisa menggunakan kemampuannya secara maksimal. Tidak, lebih tepatnya, dia tidak ingin, sehingga masing-masing pihak mendapatkan satu kemenangan dan satu kekalahan.

Setelah Haqua puas,

"Ayo main yang lain lagi!"

"Iya, iya."

Keima tampak sudah menyerah. Karena ini kesempatan yang langka, keduanya kembali ke counter untuk berganti kostum. Haqua menjadi putri, dan Keima menjadi ksatria (dengan baju zirah dari bahan yang ringan).

Sepertinya Haqua memiliki sisi di mana dia juga seperti gadis-gadis biasa.

Dia mengenakan pakaian mewah dan menolehkan kepalanya pelan. Haqua telah memakai wewangian yang mewah dan anggun, sementara gaun warna putih susu yang ia kenakan pun sangat cocok untuknya.

"Ayo pergi!"

Haqua menunjuk ke depan dan memimpin.

"..."

Keima tersenyum sedikit, meletakkan pedang imitasi di depan dadanya dan sedikit membungkuk.


Keahlian Keima dalam game arcade benar-benar membuat Haqua kagum. Kemudian, dengan takut-takut Haqua berjalan menyusuri wahana rumah hantu. Selama itu, mereka juga menikmati stik domba panggang dan prasmanan sebelum berganti kostum menjadi seorang jounin dan seorang samurai dan pergi menuju tempat ramalan.

Saat itu,

"Itu dia! Aku selalu penasaran sejak aku masuk ke sini!"

Haqua berlari menuju pintu masuk wahana roller-coaster. Roller-coaster ini adalah fasilitas yang paling terkenal di Dean Land, dan jalurnya seperti melintasi menembus seluruh bangunan. Alasan mengapa satu bagian dari bangunan ini kosong adalah untuk membiarkan roller-coaster ini lewat.

"Ayo!"

Haqua dengan semangat melangkah maju.

Ketika itu,

"..."

Keima yang hanya berbicara sesekali, tanpa suara tiba-tiba menggenggam tangannya dari belakang.

Haqua terkejut.

"Apa ini?"

Dia tampak sangat kaget saat ia melihat ke belakang.

Dan wajahnya bersemu merah.

"Eh? Ada apa? Atau, Katsuragi?"

Keima terlihat memikirkan sesuatu, kemudian berangsur-angsur mengangkat tangan Haqua yang putih dan ramping ke wajah gadis itu sendiri.

"Kya! Ka, kau tidak bisa. Bodoh!"

"Tidak apa-apa."

"Bu, bukankah aku bilang tidak?"

Saat itu pula, tangan Keima yang lain mendekat ke wajah Haqua. Haqua tidak bisa apa-apa.

"Tidak, ku, kubilang,"

Dia tidak bisa apa-apa kecuali menutup matanya erat-erat.

Dia membeku, menunggu hal yang akan terjadi selanjutnya.

Kemudian, tangan Keima memegang kening Haqua, dan berkata,

"Aku sudah tahu ada sesuatu yang tidak beres. Sepertinya kau demam. Kau tidak bisa naik roller coaster dengan keadaan seperti ini. Ayo pulang. Nanti kusuruh Elsie merawatmu."

"Eh?"

Haqua membelalakkan matanya.

TWGOK 02 012.jpg

Saat itu juga,

"!"

Kakinya goyah.

Pandangan Haqua semakin gelap, dan kesadarannya memudar...


"Ma,af..."

Haqua membiarkan Keima menggendongnya di punggung saat ia meminta maaf dengan sedih. Saat itu, keduanya sudah mengganti bajunya menjadi baju masing-masing dan meninggalkan Dean Land.

Mereka akan menghabiskan cukup banyak uang, tapi mereka memutuskan untuk menggunakan taksi untuk kembali ke rumah keluarga Katsuragi. Selama berjalan ke perhentian taksi, Keima benar-benar tidak tega melihat Haqua terhuyung-huyung dan mengambil keputusan untuk menggendongnya.

"Maaf, Katsuragi."

Haqua terus meminta maaf dengan suara lembut yang tidak biasanya.

Tak peduli seberapa senangnya dia, Haqua yang anggun dan berdisiplin tinggi seharusnya sudah menyadari bahwa dia sedang tidak enak badan.

Dan kali ini, dia bahkan membawa masalah pada Keima. Dia tentu saja merasa bersalah soal ini.

Keima menghela nafas.

"Kalau kamu minta maaf lagi, akan kutinggal di sini."

"Maaf..."

"Aku juga pergi ke pameran. Jadi ini tidak sepenuhnya buruk. Aku tidak merasa repot dengan ini."

"...Un."

Bagaimanapun,

Laki-laki ini sangat mengagumkan.

Haqua sedikit salut padanya. Dia bahkan bisa menyadari bahwa Haqua tanpa sadar menahan penyakit dan bahkan khawatir pada dirinya.

"...He~eh."

Dia keras kepala berkata,

"Aku benar-benar ingin naik roller coaster."

"..."

Keima tidak benar-benar menampakkan raut yang buruk, jadi dia sudah tahu bagaimana cara menjawabnya. Dia mungkin sering,

Memahami hati tanpa harus berpikir.

Jadi,

"Heheheh, aku benar-benar ingin naik roller coaster."

"u."

"Aku benar-benar mau naik."

"Uu."

"Ne, Katsuragi?"

Sehingga,

"Yah, kalau ada penjualan game lama yang nostalgis, mungkin akan kupertimbangkan."

Dia mengatakannya dengan cara yang tidak langsung.

Mendengar apa yang Keima katakan dengan gayanya sendiri itu,

"..."

Haqua dengan lembut menyipitkan matanya, lalu,

"Un."

Berpegangan pada leher Keima erat-erat, dan menyandarkan tubuhnya dengan segenap kejujuran yang belum pernah ia perlihatkan sebelumnya,

"Terima kasih."


Haqua beristiharat sebentar di rumah keluarga Katsuragi, menolak saran Elsie yang terlihat cemas untuk menginap, dan kembali ke rumah Yukie malam itu juga.

Walaupun dia sangat enggan,

Dan dia benar-benar sedang demam,

Namun, Haqua tetap kembali,

Untuk menyampaikan kata-kata yang sama pada Yukie.

Kata-kata itu adalah,

"Terima kasih."

Atas semua kerja keras yang dilakukan Yukie untuk mengatur ini.



Bab 3: Rainy Blue Story[edit]

Penaklukan kali ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya. Saat hujan, Keima tiba-tiba berkata,

"Aku suka kamu."

Dan yang dia dapatkan sebagai balasan adalah sebuah tamparan.

Plak! Tamparannya bergema dengan keras.


"..Jangan melecehkanku."

Mereka sedang berdiri di depan pagar besi.

Di bawah mereka, mengalir sungai abu-abu gelap yang mencerminkan langit hitam diatasnya.

Hanya terdengar suara hujan dan air mengalir.

"_"

'The God of Conquest', Dewa Penakluk, Keima memegang bekas tamparan di wajahnya dan terus menatap gadis itu. Wajahnya tak menunjukan keterkejutan atau amarah.

Dia hanya terus menatap gadis itu.

Dan kemudian,

"Terimalah ini."

Dan mencoba kembali untuk mendekatinya.

Dengan kata lain,

"Mawar benar-benar cocok untukmu."

Keima berlutut di tanah yang berlumpur dan memberikan buket bunga mawarnya. Sebagai catatan, dia mengenakan jas koktail putih.

Dia tak peduli pakaiannya kotor.

"Terimalah ini."

Dia mengatakannya dengan segenap hatinya.

"_"

Sang gadis tetap membisu sambil terus menatap buket bunganya.

Matanya benar-benar tanpa emosi.

Matanya sama sekali tak tergerak.

Ia tak terlihat bahwa ia tergerak oleh Keima sama sekali. Ia memiliki rambut pendek biru muda, wajah yang cantik, dan kulit putih yang bersih. Ia benar-benar gadis yang sangat cantik. Namun, ekpresinya kekurangan emosi, yang seharusnya dimiliki oleh manusia, karenanya, orang akan mengira ia adalah boneka yang bisa bergerak dan berbicara.

Ia menggerakkan tangannya yang kecil dan putih,

"Aku tidak mau."

Dan kemudian, ia mengambil buket bunga itu dan meremasnya.

"...Berapa kali harus kujelaskan? aku tidak membutuhkan orang lain."

Ia betul-betul melempar bunga itu jauh ke sisi pagar yang lain.

Jatuh ke dalam sungai.

"!"

Perbuatannya membuat Elsie, yang mengamati dari kejauhan, tak dapat berkata-kata. Namun, Keima tidak cemberut sama sekali.

Dia benar-benar tenang.

Pandangannya mengikuti buket mawar merah yang mengalir bersama air sungai.

"...Fu."

Dia menatap dengan berani dan nampak sangat termotivasi.

"Aku akan mencoba meluluhkan hatimu, tak peduli berapa kali aku harus mencoba."

Dia melambaikan tangannya. Meski tak sebanyak bunga yang barusan, muncul setangkai mawar di jarinya.

Dia mempelajari trik sulap ini hanya untuk ditunjukan kepada gadis ini.

Tekniknya begitu mengagumkan siapapun akan terpukau bila melihatnya.

Gadis itu mengedipkan matanya yang tak menunjukan emosi apapun,

"Apa kamu idiot?"

Keima tergelak.

"Aku bukan idiot."

"Aku rasa kamu memang idiot, jika tidak kamu tak akan meremehkanku. Tiga hari yang lalu, kamu menangis dan mencoba mendapatkan simpatiku. Dua hari yang lalu, kamu mencoba terlihat mengintimidasi. Kemarin, kamu menjadi olahragawan. Jadi apa hari ini? gentleman profesional? Pesulap?"

"..."

Keima tersenyum dengan misterius.

"..."

Gadis itu menatap Keima dalam diam, kemudian menghela napasnya.

"Pergi. Jangan sampai aku melihatmu lagi."

Ia mendorong pundak Keima ke samping dan beranjak pergi. Keima tidak melawan dan membiarkan dirinya didorong olehnya.

Gadis itu sedikit munundukan kepalanya dan pergi melewati Keima.

Tercium aroma ringan sang gadis. Kepalanya tepat berada di samping pundak Keima, dan jika diperhatikan secara seksama, ia agak mungil.

Keima menunggu gadis itu berjalan sesaat, kemudian memecahkan keheningan dengan menggaruk kepala dan bertanya,

"... Sekarang hujan. kenapa kamu tak membawa payungmu?"

"..."

Gadis itu berhenti, dan kemudian berbalik.

"...Kamu sudah bertanya sebelumnya. Aku hanya akan menjawab sekali."

"Un."

"Karena aku,"

Ia terlihat benar-benar tanpa ekpresi,

"Aku bukan apa-apa. Aku tak punya apapun yang kuanggap berharga."

Keima menatap wajahnya, kemudian memberikan senyum kering.

"Aku mengerti."

"...Aku pergi kalau begitu."

Begitulah, gadis itu kembali pergi menyonsong hujan.

Ia tidak membawa payung.

Dan ia membiarkan dirinya basah oleh hujan.

"..."

Keima terus menatap sosok kurus itu pergi hingga tak terlihat di ujung yang lain sebelumnya akhirnya menghela napas.

"Eh."

"Kami nii-sama_"

Saat ini, Elsie terbang turun dari langit.

"Apa kamu baik-baik saja?"

Ia mengkhawatirkan Keima, yang mendapat tamparan di wajah oleh gadis itu. Kemudian, ia tampak sedikit marah.

"Gadis itu sungguh keterlaluan! Ia kasar dan bahkan membuang bunga yang sudah kusiapkan. Uu~!"

"-"

Keima memasukan tangannya ke dalam saku celana dan terus melihat ke arah gadis itu.

"Kami nii-sama."

Elsie bertanya dengan hati-hati.

"Kamu sudah mengeceknya?"

"Ya."

Keima menganggukan kepala seraya memberikan ekspresi misterius,

"Investigasi selesai."

“…”

Dia mengalihkan pandangannya kepada Elsie dan terlihat serius sebelum berkata,

"Fuse Aoba...ia."


"Adalah seorang jenius."

Kata-kata inilah yang mengawali cerita kelahiran gamer galge.

Alasan kenapa meraka berdua berinteraksi adalah karena hal yang benar-benar sepele. Nama gadis itu adalah Fuse Aoba, Keima dan Elsie bertemu dengannya di jalan (ketika mereka akan membeli game).

Gadis yang tak terlihat emosional berjalan melewati mereka. Keima melirik sekilas, dan pada saat yang sama, Elsie,

“Ah, kami nii-sama, ada respon!”

DURUDURDURUDURU! Ia menekan jepit rambut berbentuk tengkoraknya dan berkata.

“…Begitu.”

Saat itu, Keima menghela napas.

Dia hanya berpikir bahwa penaklukan lainnya akan dimulai, hanya itu.

Tak lama kemudian, Keima menyelidikinya secara menyeluruh.

Gadis itu dipanggil Fuse Aoba.

Ia tinggal di rumah satu kali perberhentian kereta dari keluarga Katsuragi, dan seperti Keima, sekolah di SMA Maijima kelas dua.

Keluarganya yang lain hanya orangtuanya.

Ia jarang pergi keluar. Keliatannya ia jarang pergi keluar tapi orang tuanya jarang pulang ke rumah.

Keima dengan cepat menyelidiki semua ini dengan cara yang bahkan dapat membuat seorang detektif bangga, dan kemudian mulai menyelidiki target penaklukannya. Pada dasarnya, yang dia gunakan adalah lewat kebetulan dan interaksi, dan kemudian menemukan aktivitas dan kebiasaannya untuk menentukan perbedaan antara keduanya sedikit demi sedikit.

Pertemuan, interaksi, meningkatkan kesempatan untuk berbicara.

Akan tetapi, dalam proses ini,

“…”

Keima seringkali berpikir dengan wajah mengkerut dan melipat tangannya. Dikarenakan sangat jarang melihat Keima seperti ini, Elsie,

“Ada apa, kami nii-sama?”

Bertanya dengan ragu.

“Dia orang yang seperti ini."

Keima bergumam pada dirinya sendiri. Dan kemudian, yang membuat Elsie terkejut, Keima benar-benar menjalankan apa yang bisa disebut strategi 'nyatakan cinta' yang gegabah. Keima terus berganti perannya setiap hari seperti yang dia katakan pada Aoba saat hari hujan di jembatan itu.

Dan kemudian,

“…Jangan ganggu aku!”

Tiap kali, dia akan ditampar oleh Aoba. Elsie tampak sangat shock, tapi Keima,

“Tampaknya aku benar..."

Dia bergumam,

“Ia benar-benar seorang 'jenius'."

Baik Keima maupun gadis itu, Elsie sama sekali tidak dapat memahami mereka.

“Erm, kenapa Aoba-san adalah seorang jenius..."

Saat ini, Keima,

<Titik awal menaklukan seorang Gadis>

Langsung memulai sebuah pelajaran...

<Bagian yang kurang adalah bagian yang bisa diperbaiki, yang berarti kemungkinan yang tak terbatas!>

Keima memakai jas berwarna putih, berdiri di depan dan menulis dengan semangat '45. Elsie duduk di tempat duduk yang berada di depan papan tulis dan terlihat kebingungan saat ia,

“Pe, Permisi."

Mengangkat tangannya, tapi Keima mengacuhkannya.

“Mari kita mulai pelajarannya."

Dia menepuk tangannya, dan benar-benar terlihat seperti seorang pengajar.

“Untuk mengklasifikasikan tipe gadis-gadis, ada banyak poin sebagai titik awal, seperti kepribadian. Ambil satu kepribadian sebagai contoh, yang disebut tsundere ialah gadis yang memiliki lidah yang kejam tetapi pemalu dan akan bersemu ketika ia sendiri... itu adalah pengetahuan dasar. Juga, ada tipe ketua kelas yang rapih dan taat, tipe kakak cewe, dan kita bisa mengklasifikasi mereka sebanyak yang kita inginkan. Akan tetapi, aku akan fokus kepada 'bagian yang kurang'."

“…Bagian yang kurang, kan?"

Elsie telah menyerah mempertanyakan Keima dan memilih menjadi murid yang penurut.

Keima mendorong kacamatanya.

“Betul. Sekarang, biarkan aku memberi satu contoh. Apakah kamu masih ingat tentang penaklukan anggota klub lari Takahara Ayumi?"

“Y,Ya."

Bahkan jika Elsie ingin melupakannya, ia tidak bisa. Itu adalah kala pertama ia bekerja dengan Keima.

“Saat itu, Ayumi merasa bahwa ia dipilih secara resmi sebagai wakil dikarenakan ia beruntung, jadi ia kehilangan 'kepercayaan diri' dalam dirinya ketika ia tak dapat berlari dengan baik. Kamu mengerti, kan?"

“U~uu.”

Elsie mencoba mengingat kembali.

Itu adalah kala pertama ia bertemu dengan Keima, dan sekarang, hal pertama yang muncul adalah wajah terkejutnya Keima dan rasa khawatirnya apakah Keima akan baik-baik saja. Akan tetapi, kejadiannya sama seperti yang Keima katakan.

“Un, Aku mengerti."

Keima menganggukan tangannya.

“Jadi aku menggunakan 'kepercayaan diri' untuk mengisi kekosongan itu. Ada sesuatu yang perlu kamu perhatikan disini."

Keima mulai mencoret kembali papan tulis dengan semangat.

<Seorang pelatih bukanlah seorang pacar, tapi bukan ide yang buruk untuk menggabungkan keduanya!>

Setelah menulis ini, dia kembali menjelaskan.

“Aku hanya punya satu tujuan, dan itu adalah untuk membuat ia jatuh dalam 'sungai cinta'. Karenanya, aku tidak boleh hanya membiarkan ia memiliki 'kepercayaan diri', tapi aku perlu membiarkan 'diriku' membuatnya merasa 'percaya diri'. Akan lebih mudah untuk menjelaskannya seperti ini. Ketika 'Aku' menggantikan 'kepercayaan diri' Takahara Ayumi, dan ketika keduanya adalah sama, maka penaklukan selesai."

“?”

Elsie menopang dagunya menggunakan jarinya dan melihat langit-langit dengan bingung.

Tampaknya ia masih belum mengerti.

Keima menghela nafasnya.

“Kasus kedua. Apakah kamu masih ingat dengan klub judo Kasuga Kusunoki?"

“Tentu aku ingat!"

Elsie segera menganggukan kepalanya.

“Ahli beladiri itu?"

“Betul."

Keima mengangguk dan kembali menghadap Elsie.

"Kekurangannya adalah sudut pandang 'aku' yang jelas. 'Aku sebagai seorang ahli beladiri' dan 'aku sebagai seorang wanita' membuat ia bingung, dan seperti yang kukatakan, ada tanda-tanda keretakan disana. Karena itu, aku memberikan petunjuk padanya untuk memecahkan masalah ini. akhirnya, ia memilih untuk menjadi 'ahli beladiri', meninggalkan 'sisi feminim'-nya untuk diurus di kemudian hari, dan membentuk 'dirinya'."

“…”

“Sederhananya, ia memutuskan untuk berlatih lebih keras, dan setelah menjadi lebih kuat, barulah ia akan mengejar sisi feminim-nya. Dan orang yang memberi ide ini dalam dirinya adalah aku."

“Ya, itu benar."

Elsie terus mengangguk.

“Seperti itulah."

Keima menulis lagi dengan cepat,

<Ingat, kepekaan seorang gadis adalah pintu menuju kisah romantis.>

Dan kemudian memukul papan tulisnya.

Dalam benak Elsie seketika muncul gerbang besar yang bergemuruh terbuka dan cahaya bersinar dari dalamnya.

“Saat 'Aku' mengisi bagian yang kurang dari targetku, 'kisah romantis' akan tercipta."

“…Dengan kata lain."

Renung Elsie.

“Kamu harus bisa mengatasi masalah target?"

“Betul."

Keima memberikan senyum yang jarang ia berikan dan menganggukan kepalanya.

“Bagus. Benar sekali, Elsie.”

Karena jarang bagi Elsie dipuji, ia pertama terlihat bingung, dan kemudian,

“Hehehe.”

Ia merebahkan kepalanya di atas meja dan tersenyum dan wajahnya menjadi sedikit memerah. Saat ini, Keima terlihat sangat bingung.

“?”

Elsie merasa agak aneh, dan Keima menghela napas ketika ia mengatakan,

“Tapi sekali aku menyebutkan Fuse Aoba, keadaan akan menjadi rumit."

“Memangnya kenapa?"

Elsie bertanya mengenai apa yang Keima pikirkan,

“Apa kekurangan Aoba-san?"

“Gadis itu."

Keima nampak sangat berat hati.

“Ia memiliki terlalu banyak kekurangan."

“Eh?”

Elsie mau tak mau berseru.

“dengan kata lain,"

Keima kemudian menatap Elsie dan berkata,

“Dalam hal target penaklukan, ia bisa jadi yang paling sulit untuk ditaklukan, karena ia tak memiliki hasrat untuk apapun."

Elsie tak dapat berkata-kata untuk sejenak...

“Kamu bilang ia kurang segalanya, dan,"

Sementara Elsie masih bergumam, Keima menghela napas lagi dan berkata,

“Biasanya, manusia memiliki hal yang disukai dan tak disukai, dan memiliki kelebihan dan kekurangan yang berperan dalam mengembangkan karakter mereka. Dengan kata lain, Karena interaksi semua orang berbeda-beda di kehidupan nyata, akan ada titik awal untuk penaklukannya. Dan ini adalah minat yang dimiliki seseorang di dunia nyata."

“…”

“Sebagai contoh, Takahara Ayumi memiliki 'minat' pada olahraga lari, dan ia sudah memiliki kemampuan yang bagus di bidang itu, tapi 'kehilangan' kepercayaan dirinya, yang mengakibatkan timbulnya celah di hatinya, mengerti?"

“Ah, aku mengerti."

“Selanjutnya, Kasuga Kusunoki, 'aku sebagai ahli beladiri' dan 'aku sebagai seorang wanita' keduanya saling bertentangan, makanya timbul celah di hatinya. Kamu mengerti?"

“Mengerti."

“Kemudian,"

Keima sedikit tersenyum, dan kemudian berkata,

“Coba bayangkan Ayumi yang tak memiliki minat pada olahraga lari dan tak peduli jika ia tak dapat berlari, atau Kasuga Kusunoki yang tak berpikir bahwa menjadi menjadi seorang ahli beladiri atau menjadi seorang wanita itu penting dan merasa tak perlu menjaga harga diri dan martabatnya."

“Ah!”

Elsie mau tak mau berseru,

“Jadi..."

Ia kemudian mengangkat tangan guna menutupi mulutnya.

“Itulah masalahnya."

Tegas Keima.

“Biasanya, titik-titik awal penaklukan meliputi kelebihan dan kekurangan target, kebiasaan, minat, emosi, kepribadian. Jika orang itu tak memiliki apapun."

Dia berhenti,

“Secara teori mustahil untuk menaklukannya..."

“Uu.”

Elsie hampir tak dapat berkata apa-apa.

“I... itu berarti."

“Orang seperti ini sangat jarang. Karena kemampuan mereka sangatlah unik sehingga mereka kehilangan minat pada apapun di dunia nyata, bahkan pada dirinya sendiri. Di dalam hati orang biasa, dia pasti mengharapkan sesuatu dan memimpikan masa depan mereka,"

Lanjut Keima,

“Akan tetapi, Hati Aoba tak berpikir 'alangkah bagusnya jika aku bisa melakukan ini'. Alasan mengapa aku dengan sengaja mencoba segala macam cara untuk mendekatinya semata-mata untuk mengetes respon dan kemampuanya...pada dasarnya, ia sepertinya tak mempunyai hal yang ia minati, banggakan atau ingin ia lindungi. Ini bisa terjadi karena ia sudah begitu sempurna semenjak awal dan dapat melihat segalanya denga jelas. Karena ia adalah seorang jenius tak ada lagi yang ingin ia dapatkan."

“…”

Elsie melambai-lambaikan tangannya dengan panik.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

“…”

Keima merenung sejenak.

“Tidak, masih ada cara. Jika ia tak punya minat...akan kuciptakan minat untuknya."

“Eh?”

Elsie terlihat benar-benar bingung dan tak mengerti apa yang Keima maksudkan. Keima mengulangi ucapannya.

“Aku ingin ia mempunyai 'hasrat', memiliki sesuatu yang berharga untuk dirinya. Dengar, Elsie, setidaknya ia bisa menolakku. Jika ia benar-benar tak memiliki minat terhadap dunia ini, ia mungkin bahkan tak akan menganggapku sama sekali. Dalam hal itu, ia mungkin memiliki pikiran yang bertentangan, namun fakta bahwa ia memiliki arwah pelarian dalam dirinya bisa jadi sebuah bentuk pertanda baginya. Dengan kata lain, jika tetap dibiarkan, ia tak akan pernah puas."

Dia menambahkan,

“Ada sebuah kemungkinan."

Sebuah sinar berkelap-kelip di mata Keima.


Setelah itu, Keima benar-benar mencoba mendekati Fuse Aoba, menemuinya di sekolah, di rumah, ketika mereka keluar, dan mencoba berinteraksi dengannya. Keima,

“Ada banyak cara berinteraksi dengan seorang gadis,"

Mengatakan,

“Dan tak masalah meski ia sengaja menghindariku."

Dan mengatakan dengan bangga,

“Maksud dari sebuah pintu adalah untuk dibuka. Tak ada pintu yang tak bisa dibuka di dunia ini."

Dengan keyakinan ini, Keima mencoba berbagai macam cara untuk mengajaknya keluar, memicu segala macam pertemuan, dan semua nampak ajaib.

“Cukup! Aku tak mau melihatmu!"

Atau,

“Berapa kali harus kukatakan aku tak punya minat pada hal-hal ini sama sekali?"

Atau,

“…Kamu lagi?"

Walaupun ia sering marah atau menghela napas atau bahkan mengeluh pelan, tak peduli apakah ia berpura-pura tak ada di rumah, sedang menelepon atau melarikan diri, Keima bakal tetap menemukannya. Karenanya, secara tidak sadar, ia jadi sering pergi dengan Keima. Jika seseorang yang sedang meneliti tentang psikologi melihat ini, mereka akan terkesima dan bertanya pada Keima bagaimana dia melakukannya.

Ini menunjukan betapa beragamnya taktik yang Keima gunakan.

Tapi dua minggu kemudian,

“Haa.”

Keima menghela napas.

“…Sudah ada kemajuan?"

Dia terlihat begitu murung dengan hasilnya sehingga Elsie mau tak mau bertanya.

Keima mencoba membuat Aoba merasakan segala macam hiburan, olahraga, memancing, hiking, mencoba berbagai makanan, perpustakaan, berbelanja, nonton, dan bahkan pergi ke kasino. Tapi untuk kesemuanya,

“Membosankan.”

Dan,

“Terlalu simple.”

Aoba hanya berkesimpulan seperti itu.

Seperti yang Keima perhatikan sejak awal, Aoba benar-benar seorang genius.

Pertama, olahraga. Tak perduli jenis olahraga apapun, ia menunjukan kemampuannya yang hebat. Juga, bahkan jika itu olahraga yang pertama kali ia ikuti, ia langsung bisa mengikuti.

Sekali pelatih menunjukan bagaimana bermain bilyar, Aoba langsung bisa memasukan semua bola. Ketika mereka pergi memancing, ia berhasil menangkap banyak sekali ikan yang dapat memenuhi isi freezer dan bahkan membuat nelayan yang berada didekatnya penasaran untuk datang melihat.

Pernah sekali Keima bertanya, tampaknya ia langsung bisa mengerti isi pelajarannya begitu ia mendengarnya, jadi ia tak perlu membuka buku. Ia sering membaca buku, namun tetap bisa mengingat semuanya begitu ia selesai membolak balik halamannya. Ketika menonton film, meski jalan ceritanya sangat tak terduga, ia bisa mengetahui bagaimana akhir ceritanya dan mulai menguap. Bahkan ketika mencoba makanan enak, ia tidak merasa kagum seakan berkata 'mudah bagiku untuk membuat ini'.

Ia sudah tak tertarik dengan apapun.

Tapi ia juga begitu berbakat tak ada satupun yang tak bisa ia kerjakan.

Karenanya, Aoba merasa tak ada yang berharga.

“Ia pada dasarnya seorang jenius yang buruk.”

Keima cemberut sembari mengelus keningnya dan menghela napas.

“…”

Elsie tampak mengkhawatirkan Keima dan berpikir,

(Aoba-san, ia,)

Cara ia melihat Keima mencoba mendekati Aoba, ia mulai berpikir,

(Jangan-jangan…)

Tiba-tiba muncul sebuah ide dalam hatinya.


Pada suatu ketika,

“Baiklah, ayo kita main ini sekarang."

Lokasinya adalah kamar Aoba, dan Keima mengeluarkan segala macam jenis game table-top[15] saat mengatakannya.

Sebagai catatan, yang menakjubkan seiring berjalannya waktu, Keima bisa masuk ke kamar Aoba. Ia mengenakan rok mini putih dan kaos biru dan ia duduk di kursi dengan acuh dan memamerkan kaki putihnya.

Dua anak SMA berduaan dalam kamar mengenakan pakaian rumah.

Dalam beberapa hal, sepertinya ia benar-benar cuek terhadap Keima.

Namun, Keima dan Aoba tahu bahwa itu tidak benar. Alasan mengapa Aoba membiarkan Keima masuk ke dalam kamarnya dikarenakan pertimbangan yang sangat sederhana yaitu 'karena kamu akan selalu mencari diriku sepanjang waktu, sekalian saja kamu menjagaku jadi aku tak perlu pergi keluar'.

Di sisi lain, Keima sendiri tidak salah paham.

Dia sudah tahu maksud Aoba dan sejak awal dia memang tak punya niat buruk. Biasanya, jika seorang gadis seumurannya membiarkan laki-laki masuk ke dalam kamarnya, tidaklah berlebihan bila menganggap hal ini sebagai kesempatan. Akan tetapi, pejuang ini yang telah melewati banyak pertempuran takkan mempunyai pikiran senaif itu.

Dia hanya menggunakan situasi ini untuk menganalisa hasil yang akan datang.

“Ini, bagaimana dengan game ini?"

Dia mengeluarkan game perang table-top <Risk>.

“Kemudian ini! Ini! Dan ini!"

Dan Catur, Shogi, dan Game Promosi Peringkat (China) dan game lainnya.

Aoba menyipitkan matanya dan menghela napas.

“Apa kamu bodoh?”

“Jangan memarahiku. Aku tak ingin melakukan semua ini."

“…Kenapa kamu harus melakukan semua ini?"

Keima tak menjawab.

Dia sangat ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya dia tak mengatakan apapun.

“Entahlah?"

“…toh pada akhirnya aku tak akan menang."

“…”

Keima terdiam sejenak sebelum tersenyum.

“Ada kemungkinan kecil, tapi itu tidak sama dengan nol."

“…”

Aoba mendongak ke arah Keima tanpa emosi. Keima mengakui bahwa ada kemungkinan dia kalah bermain game. Bahkan bagi Aoba, yang tak terlalu akrab dengan Keima, rasanya sangat aneh. Jika Elsie ada di sebelah mereka, ia pasti akan membelalakan matanya karena kaget.

Dengan kata lain,

“Aku akui kalau kamu cukup lumayan."

“…”

Aoba membuka lututnya dan maju mendekati Keima, tak memperdulikan bahwa celananya terlihat. Keima terbatuk datar.

“…Kita mulai."

Pada saat ini, mata Aoba menangkap sesuatu. PFP yang berada diantara tumpukan game diatas meja mulai menyala.

PFP itu sudah ada dalam mode standby, dan tenaga utamanya menjadi aktif bila digerakan.

“…”

Aoba melirik Keima, dan kemudian,

“Aku lebih memilih memainkan ini dibanding game-game ini."

Ia berusaha mengambil PFPnya. Apa ini hanya sekedar dorongan sesaat?

Atau takdir?

“Eh?”

Keima sedikit panik,

“…Tidak, jangan sentuh itu!"

Dan mencoba untuk merebut PFPnya kembali.

Anak ini yang selalu bermuka datar tak perduli berapa kalipun dia ditolak terlihat sedikit gelisah.

Hal ini tampaknya semakin menggelitik rasa penasaran dalam diri Aoba.

“Heh.”

Ia langsung menekan tombolnya.

“WAH, TU, TUNGGU!"

Keima cemberut.

“Jangan-jangan kamu... tidak, tapi."

Keima ingin merebut PFPnya kembali, dan Aoba hanya terus menatapnya tanpa emosi.

“…”

Dan memanfaatkan kesempatan itu untuk menarik bantal dibawah kaki Keima dengan cepat. Lalu,

“Ugh!”

Keima jatuh dengan kepalanya terbentur lantai.

Dia pingsan.


Pada saat dia sadarkan diri, matahari mulai terbenam dan meninggalkan jejak oranye melalui jendela. Keima membuka matanya, dan Aoba, yang duduk di bantal manik-manik, menoleh.

“Terlalu mudah."

Dan memberikan PFPnya kepada Keima.

“Eh?”

Keima tak dapat bereaksi.

“Aku sudah."

Dalam waktu singkat itu, Keima mengerti semuanya.

“Ah.”

“Menyelesaikannya."

Gadis ini.

Jangan-jangan.

“Apa ada yang lebih sulit?"

Wajah Aoba menunjukan ekspresi yang tak pernah Keima lihat sebelumnya. Ekspresi bangga, dan yang lebih penting, penuh dengan rasa pencapaian.

Biasanya, apapun yang terjadi.

Apapun yang ia lakukan, tak pernah ada rasa puas terlintas di wajahnya. Ia, yang tak bisa tertarik dengan dunia nyata, memberi respon terhadap 'dunia sempurna' dalam galge, dan sedikit banyak, memang bisa diperkirakan.

Kemudian, Keima melihat sinar cahaya, dan juga firasat bahwa akan terjadinya akhir yang tragis...

Roda takdir.

Mulai berjalan.


Hari itu, Keima memindahkan sebagian besar software game dan sebuah komputer ke dalam kamar Aoba kemudian tertawa,

“Kamu bisa memainkan game manapun yang kamu mau."

Usulan ini sudah merupakan sebuah pengecualian bagi Keima.

“Aku jamin kamu bisa menemukan semuanya disini, dan semua dari segalanya ada dalam game-game ini!"

Ia melambaikan tangannya dengan cepat.

Dan untuk Aoba,

“…Kenapa aku harus mendengarkanmu?"

Ia bergumam.

“Jangan berpura-pura bodoh."

Mata tajam Keima menyipit.

“…”

Aoba sendiri tetap diam.

Tak dapat diketahui apakah ia kesal atau ia merasakan sesuatu.

Ekpresi Keima tampak seperti pelatih yang menemukan murid berbakat saat dia terus memberikan motivasi.

“Kamu adalah seorang 'jenius', jadi seharusnya kamu sudah mengetahuinya, kan? Kamu akhirnya menemukan jenis hiburan ini yang bisa membuat darahmu bergejolak, bukan? Ini tak mengikuti logika dan rutinitas sehari-hari. Ini hanyalah sebuah game. Kamu mengerti, kan?"

Keima berkata sembari menyalakan komputernya. Tak lama, layarnya menyala, dan judul sebuah galge muncul di layar.

“Mulai hari ini."

Keima perlahan memberi acungan jempol.

“Tak ada yang bisa menghentikanmu."

Aoba menatap Keima tanpa ekpresi untuk sesaat.

Dan Elsie, yang ikut memindahkan game-game itu bersama Keima, terlihat khawatir dan gugup melihat semua ini.

Tak beberapa lama.

“…Betapa bodohnya."

Aoba bergumam.

“Begitu sederhana… Aku hanya memerlukan sepuluh hari untuk menaklukan semua game yang ada disini, kau tahu?"

Keima menyeringai.

“Tunjukan padaku kalau begitu."

Mendengar Keima mengatakan ini.

“Humph, gampang."

Aoba duduk perlahan didepan komputer dan mulai mengetik keyboard dengan menggebu-gebu. Elsie menghela napas.

Aku mengerti, akhirnya aku bisa mengambil kesimpulan.

(Gadis ini, Aoba)

Sama seperti Kami nii-sama.

Inilah kesimpulan yang Elsie buat.


Setelah ini, Keima mulai mendatangi kamar Aoba secara teratur. Hal ini dilakukannya agar dia bisa mengirimkan sebagian dari koleksinya yang sangat banyak itu padanya.

Aoba terus memainkan game dari yang satu ke yang lain.

Jika perlu adanya penggambaran tentang ini, persis seperti seorang pelatih yang sedang mengatur perkembangan latihan dan membiarkan muridnya menyelesaikannya.

Nampaknya game yang dibawa Keima hanya dipilih secara acak, tapi sebenarnya semua dipilih dengan teliti. Metodanya mirip dengan apa yang dilakukan seorang pelatih.

“Gampang. Aku cuma perlu sepuluh hari."

Meski ia sesumbar, beberapa game membuatnya kesulitan. Ini merupakan kali pertama dalam hidupnya dimana ia tak dapat menyelesaikan sebuah rintangan.

“!”

Melihat ia begitu tercengang dan hanya terdiam,

“Fufu, jadi kamu juga kena jebakan ini ya."

Keima, yang sedari tadi berdiri dibelakangnya, memecah keheningan dan terkekeh.

Sebagai catatan, entah kenapa, dia mengenakan pakaian olahraga dan membawa pedang bambu. Selain itu, Elsie, yang datang hari ini untuk membantu Keima memindahkan game, berpakaian layaknya manajer klub dan memakai pakaian olahraga dan membawa minuman olahraga dikepala.


Dan terlihat benar-benar khawatir.

Keima mengetukkan pedang bambunya ke bahunya dan berkata,

“Karena kamu tak punya pengalaman di segi ini, mau bagaimana lagi. Kalau kamu tak bisa menaklukan sebagian besar game yang dikeluarkan oleh perusahaan game ini, kamu tak akan tahu jawabannya."

“Uu.”

Fuse mengerang.

<Game Over>

Kata-kata ini benar-benar membuatnya kesal.

“A, aku tidak terima! Aku tidak terima... bisakah aku ganti ke game yang lain? Betapa bodohnya."

Dan begitulah, Aoba segera mengambil game yang lain.

“…”

Keima menyeringai.

“Baiklah, kalau begitu pilih game ini."

Aoba lanjut menyelesaikan game-game itu dengan kecepatan yang luar biasa, dan ia menggunakan daya lihat, pemahaman dan wawasan yang sungguh tak bisa dipercaya dan menaklukan 2 game setiap harinya.

Ini benar-benar tak dapat dipercaya.

Saat Aoba bermain game menggunakan komputer, Keima akan bermain game dengan PFPnya di belakangnya.

Tiap kali Aoba tertahan.

“Kamu memilih pilihan yang salah disitu. Jika rutenya masih belum jelas, jangan langsung mengambil kesimpulan."

Keima memperingatkan Aoba,

Sambil tetap memainkan game-nya,

Tanpa mengangkat kepalanya sama sekali.

Aoba tercengang saat ia berbalik.

“…Kamu tak bisa pergi keluar dari infinite world, kan?

Dengan itu, Keima menjelaskan permasalahannya.

Sembari terus memainkan game handheld-nya.

“Fufufu, Madoka-chan, sudah waktunya. Sebentar lagi, masa depan akan terhubung dengan masa kini!"

Dia melepaskan tawa yang bisa membuat orang yang mendengarnya bergidik.

“Itu kebiasaan burukmu, selalu melaju sesuai dengan apa yang kamu harapkan. Kamu juga perlu memperhatikan bagaimana para gadis di dunia game berpikir."

Dan dia dengan tegas memberikan instruksi yang membangun kepada Aoba.

“…”

Aoba tetap diam, dan Keima menghela napas.

“Dengar. Jika kamu merasa tindakan Sayo berdasarkan rasa percayanya pada Ryouko, oke. Tapi, kamu tidak mengerti hubungan mereka di balik layar. Jika kamu ingin membuat keputusan sekarang, kamu harus mempertimbangkan gedung penelitian keluarga Ninomiya dan hubungan politik keluarga Amakusa."

“…”

“Bukankah aku sudah bilang sebelumnya? Kamu melihat dengan sudut pandang yang terlalu sempit. Jangan mengambil keputusan hanya dengan melihat hal-hal sedikit demi sedikit. Kamu harus melihat sesuatunya secara menyeluruh. Dunia galge sangatlah luas dan dalam. Kamu harus ingat itu."

Kemudian, dia,

“Ohh! Aku melihatnya, Madoka! Aku melihat ruang dan waktu bergerak!"

Ada air mata di matanya.

“…”

Aoba tetap diam untuk waktu yang lama,

“…Bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu bahkan tidak melihat apa yang aku lakukan?"

Dan bertanya datar.

Keima tertawa.

“Karena semua game yang telah aku mainkan semuanya tersimpan dalam kepalaku."

“Semua?”

Aoba terdengar bingung.

“…Kau monster."

“Itu tak seberapa."

Keima melanjutkan permainannya dan menjawab sekenanya.

“Ini tidak sulit. Kalau kamu sudah jatuh cinta pada game, kamu juga bisa. Karena kamu,"

Saat ini, dia menaklukan gamenya tepat di depan Aoba,

“Mempunyai bakat untuk dapat melakukannya."

Dan kemudian, dia berkata,

“Uu, jalan ceritanya sangat menyentuh..."

Dan kemudian dia mengusap matanya dengan sapu tangan.

“…”

Aoba terus menatap Keima dengan seksama.

Dan ia tiba-tiba terlihat bingung.

“!”

Ia buru-buru membalikan pandangannya kembali ke layar game di komputer.

Itu karena,

Ia merasakan emosi bermunculan dalam dirinya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.


Tak beberapa lama Aoba membeli sebuah komputer dan PFP untuk dirinya sendiri, dan mulai bermain sepanjang waktu di rumah.

“Di dunia ini, semua game mempunyai hard disk-nya masing-masing. Hard disk adalah hidup seorang gamer. Tak ada masa depan untuk mereka yang hanya meminjam dari orang lain, kamu mengerti?"

Alasannya karena usulan Keima tersebut.

Selama ini.

Semenjak saat ia bertemu Keima dan mulai bermain game, sekitar 3 minggu kemudian, Aoba jadi selalu mendengarkan semua perkataan Keima.

Tentu saja,

“Kamu seorang idiot dalam hidup, iya kan?"

Atau,

“Kamu cuma bersemangat saat bermain game, iya kan?"

Aoba bakal sering mengejek Keima seperti ini, tapi ia nampak lebih lembut karena ia mulai tersenyum.

Keima pun,

“Kamu masih punya kebiasaan menggunakan kemungkinan saat membuat keputusan. Cobalah dan pikirkan perkembangan yang lain."

Atau,

“Terlalu cepat untukmu melewati semua! Mulai dari hal yang mendasar, yang utama!"

Terus mengajari Aoba seperti ajaran seorang guru.

Benar sekali.

Dengan kata lain.

Mereka adalah guru dan murid.

Bagaimanapun Aoba mencoba menolaknya.

Sudah bisa diperkirakan bahwa ia akan jatuh hati pada galge.


Hari itu, Aoba dalam perjalanan pulang ke rumah. di tengah hujan, ia memegang tas besar sambil berjalan di jembatan. Dalam tasnya berisi beberapa game baru yang baru saja dirilis.

Keima tidak memintanya untuk membeli game tersebut.

Ia membelinya atas keinginannya sendiri.

Ia berpikir setidaknya ia perlu membeli sendiri game yang baru. Lalu diam-diam ia akan menaklukan gamenya dan mengejutkan Keima. Selain itu, jika ia terus memainkan game yang Keima bawa, ia akan terus mengikuti jejak kaki Keima.

Karena dia sudah menaklukan semua game yang ada di rumahnya.

Karenanya, Aoba setidaknya ingin,

“Ya ampun? Kamu masih memainkan game ini? Aku sudah lama menaklukannya, kamu tahu?"

Keima memujinya juga.

Semua untuk alasan yang kekanak-kanakan ini.

Bahunya bergerak saat ia tertawa. Ia kemudian mendongak dan tampak terkejut atas tindakannya sendiri.

Aneh?

Aku baru saja tersenyum.

“…Apa aku"

Ia menyipitkan matanya.

“Berubah?"

Dikarenakan ia sangat pintar, ia mulai menyadari sesuatu. Setelah bertemu dengan Keima, hidupnya berubah secara drastis.

Contohnya, ia dulu tak akan peduli dengan gerimis yang terus turun, namun sekarang ia nampak khawatir dan terus memperhatikan tas yang ada ditangannya.

Bahkan dengan tas plastik yang membungkus tasnya, ia tetap khawatir dengan game di dalamnya.

Ia khawatir game-nya akan basah.

Ia... yang dulu tak peduli meski basah kuyup,

Sekarang benci bila basah.

Dan tak ingin terkena air hujan.

Tiba-tiba,

“Menurutku."

Telah ada seseorang yang memayunginya di samping Aoba, dan Aoba terkejut.

“Jika kamu ingin membeli game saat cuaca sedang buruk, setindaknya siapkan alat-alat anti hujan."

Ia melihat Keima berdiri tepat di depannya.

“!’

Aoba menatap Keima dalam diam.

“Ini."

Keima menghela napas dan mengajaknya.

“Ayo kita pergi."

Dan berjalan terburu-buru. Aoba memutar matanya dan berjalan di sampingnya, dan saat ia menunduk, ia melihat Keima juga membawa sebuah tas.

(Ah.)

Ia pikir.

Jadi dia juga pergi membeli game yang dirilis hari ini seperti dirinya. Juga,

“…”

Bahunya.

Dan saat Aoba melihat bahu Keima yang satunya basah kuyup oleh hujan.

“!”

Sesuatu dalam dirinya tampak ngeh.

Aoba akhirnya menyadari sesuatu.

Ia selalu berpikir bahwa bahkan jika ia basah kuyup atau bahkan jika tak ada hari esok, semua tak menjadi masalah. Tapi sekarang berbeda.

Hidupnya mempunyai arti.

Ia menyadari hal ini dalam hatinya.

Melihat Aoba seperti ini, Keima menghela napas.


Semuanya berakhir dalam diam yang tak dapat dipahami.

Mereka berdua bediskusi mengenai game di dalam kamar Aoba.

Dalam satu bulan terakhir, Aoba menunjukan kemajuan yang luar biasa.

Tentu saja, ia tak dapat menyamai 'Dewa Penakluk' Keima, namun kemampuan dan wawasannya bukanlah sesuatu yang dapat dimengerti oleh gamer biasa. Meskipun ia masih kekurangan pengalaman, ia menggunakan inderan dan instingnya yang luar biasa sebagai gantinya.

Keima mengangguk diam saat ia mendengarkan Aoba. Aoba membicarakan semua tanpa buru-buru.

Dibandingkan dengan saat pertama kali, perubahan ini sungguh mengejutkan.

Mereka berdua membicarakan hal-hal yang menarik dalam game juga bagian yang tidak mereka suka.

Dan juga bug[16] dan rahasia yang mereka temukan.

“…”

“…”

Setelah beberapa saat, mereka berdua terdiam. Mereka tak dapat meneruskan obrolannya, dan hasil akhirnya tak dapat dibendung lagi. Mereka berdua adalah jenius, dan sadar bahwa waktu untuk perpisahan sudah dekat. Aoba telah mulai jatuh hati pada Keima untuk waktu yang lama.

Keima tiba-tiba menatap Aoba, dan ekpresi Aoba menjadi malu-malu. Setelah beberapa saat, dia berkata,

“Kamu telah melakukannya dengan baik."

Itu adalah ungkapan tulus dari hatinya.

“Aku telah mengajarimu dasar-dasarnya. Sekarang kamu harus mulai belajar dari itu.

Keima memberikan senyum yang lembut.

“Ini adalah tes kelulusan. Kamu harus menaklukan game yang kuberi ini dalam waktu 1 jam."

“…”

Aoba terdiam untuk beberapa waktu.

“…Tak peduli apa,"

Dan kemudian bertanya,

“Apa aku benar-benar harus melakukannya?"

Keima mengangguk terdiam.

“‘Kamu seharusnya sudah mengetahuinya.’”

Dia menyatakan ini dengan ekpresinya.

Aoba tetap terdiam untuk waktu yang lama, dan kemudian bertanya kembali,

“Biarkan aku bertanya satu pertanyaan."

Ia menunjukan ekpresi yang tegas pada Keima.

“Tes ini... termasuk bagaimana kamu mendekatiku, apakah semua itu hanyalah sebuah permainan bagimu?"

Keima menggelengkan kepalanya.

“Aku sekedar memberimu pengakuan, itu saja."

Ekpresinya memberikan kelembutan yang tak dapat dijelaskan.

“Kamu adalah murid, junior dan teman seperjuanganku, jadi,"

Dia berkata dengan yakin,

“Jangan kecewakan aku."

Aoba tak bisa bergerak untuk sesaat, dan setelah beberapa waktu, ia mengangguk perlahan.

Aoba mengetik dengan kecepatan yang mengejutkan di komputer, dan seperti saat pertama kali, Keima berdiri tepat di belakangnya dengan tangan terlipat sembari melihat ke layar. Kata-kata bergulir turun dari layar dengan sangat cepat, dan orang biasa mungkin tak akan mampu mengikuti, jangankan mengerti isinya, yang pada dasarnya mustahil.

Akan tetapi, untuk kedua orang jenius ini,

“Oh, Aku sudah lama tak memainkan game dari perusahaan ini. Keseimbangan naskah dan gambarnya lumayan bagus."

“Jika harus memilih, aku lebih suka ‘Shooting Star NANANA’…”

Aoba terlihat sangat santai, dan dengan mudah,

Melanjutkan bermain game sambil lalu.

Kadang,

“Tinggal 30 menit lagi!"

Atau,

“Tuh kan. Kamu tidak mempertimbangkan situasi pihak yang lain, karena itu kamu menyadari petunjuk semudah itu."

Keima memberi beberapa saran.

Namun, sejalan dengan perkembangan game-nya.

“Itu benar."

Atau,

“Begitu saja."

Dia hanya menganggukan kepala dalam diam.

Dia menutup matanya dengan puas, dan bahkan tak berkata apa-apa di tahap terakhir game. Ini tampak seperti dia telah menyelesaikan misinya dan dia pun memutuskan hanya melihat dari samping.

Terkembang senyum di bibir Keima.

Tapi tidak dengan Aoba,

“…”

Ia tampak semakin murung.

Semakin game-nya berjalan, semakin jelas ia terlihat tak bisa menerimanya, dan ia menjadi semakin sedih... ketika waktu yang tersisa hanya tinggal semenit lagi.

Ia hanya tinggal memutuskan untuk melihat ending-nya.

“…”

Kedua tangannya berhenti.

“Ada apa?"

Keima menghela napas dan bertanya.

“…”

Namun, Aoba tak menjawab.

Ia mengepalkan tangannya erat dan terus menatap lututnya tempat tangannya berada.

Air mata mengalir dari matanya.

Bahunya juga mulai gemetar.

Jika ia menaklukan game ini, ia tak akan lagi bisa melihat Keima.

Tapi bukan hanya Keima. Ia sudah mengetahuinya dengan jelas.

“Kamu punya dua pilihan, tapi hasilnya sama saja."

Dia menghela dan dengan dinginya mengangkat dua jari sebelum berkata.

Keima menekuk jari yang pertama.

“Pertama, kamu bisa duduk disitu sampai kamu meninggal karena umur."

Dan kemudian menekuk jari lainnya.

“Pilihan yang lain adalah untukmu mencari sesuatu yang selalu kamu cari dalam hatimu yang kering itu."

“…”

Matanya berkilat.

“Jawab aku, Fuse Aoba.”

“…” “Orang seperti apakah dirimu?"

Saat ini, air mata mengalir dari mata Aoba yang berkaca-kaca.

Apa yang hati keringnya akhirnya dapatkan,

Adalah seseorang yang bisa ia ajak bicara, seseorang yang bisa mengimbanginya.

Dan yang selalu ia cari selama ini,

“Aku,”

Aoba berkata serak,

“Tepat berada di belakangmu."

Ia mengangkat tangannya,

“Mengejarmu, dan suatu hari nanti aku akan berlari bersamamu."

Pak. Dia menekan tombol enter.

Ia sudah tahu.

Suatu hari, mereka akan pergi.

Ia sudah tahu.

Ia tak bisa bersamanya selamanya.

Ia sudah tahu.

Maka dari ituIn that case.

“Setidaknya biarkan aku mengangkat kepalaku dan pergi meninggalkanmu. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa berlari bersamamu."

Air mata mengalir saat ia tersenyum dan berdiri.

“Selamat tinggal, Keima."

Saat ini, Keima secara perlahan mendekati Aoba dan mencium bibirnya pelan. Aoba menangis dan menutup mata saat ia menerima ciuman darinya.


Keima bergerak mundur dan bergumam,

“Selamat tinggal, muridku."

Suatu hari,

Kita akan bertemu kembali.


Tak lama berselang.

Di dunia galge,

‘Maihime’.

Muncul seorang jenius dengan nama itu.

Karena kecepatannya menaklukan game yang mengejutkan dan teori yang menakjubkan, ia menjadi terkenal di internet.

Ketika di wawancarai oleh majalah game, ia menjawab,

“Tentu saja."

Ia membuka wawancara,

“Disatu sisi, karena aku suka bermain game. Akan tetapi,"

Ia menunjukan antusiasme yang tak dapat dipercaya seraya berkata,

“Aku merasa bahwa jika aku terus bermain, aku bisa bertemu dengan seseorang, seseorang yang penting bagiku."


Hari ini, sang 'Dewa Penakluk' Keima sibuk menaklukan galge di suatu tempat..

Hanya untuk menyelematkan gadis-gadis itu.


Catatan Heroine[edit]

TWGOK 02 016.jpg

Akuragawa Shino.

Tipe: Miko yang ceroboh.

Pekerjaan: Pembasmi iblis.

Tanggal Lahir: 2 Januari

Golongan darah: O.

Tinggi: 174cm.

Berat: 52kg.

3 ukuran: 94. 61. 92.

Hal yang dia suka: Purin, anak-anak.

Hal yang dia benci: Kaki seribu

Masalah terbaru: Aku suka anak-anak, tetapi mereka sering takut padaku.

Memo: Miko yang seksi. Memiliki ukuran yang pas di bagian atas, dan memiliki bentuk tubuh yang menarik. Agak berwibawa, namun tidak sadar akan penampilannya sama sekali.

Memiliki kepribadian yang suci, berpikiran terbuka, sangat disiplin, tapi wanita dewasa yang pengertian.

Juga seseorang yang benar-benar bisa mengurus anak-anak.

Mampu melakukan apa saja dari memasak dan mencuci pakaian untuk ritual. Begitu ceroboh sehigga bisa dibilang hampir berlebihan.

Begitu cerobohnya sehingga semua hal yang baik tentangnya bisa tidak berarti.

Mengambil tindakan dikarenakan perasaan akan kewajibannya menentang 'iblis',

Namun masih memiliki rasa takut dalam dirinya.

Terlihat seperti tak bisa didekati,

Memberikan kesan yang jelas.

Tetapi mereka yang pernah berbicara dengannya akan tahu bahwa ini bukanlah hal yang sebenarnya.



TWGOK 02 017.jpg

Fuse Aoba.

Tipe: Gadis Hujan.

Pekerjaan: Gadis Jenius.

Ulang Tahun: 18 Mei.

Golongan darah: A.

Tinggi: 153cm.

Berat: 22 kg.

3 ukuran: 81. 54. 79.

Hal yang dia suka: Tempat di mana tidak ada seorang pun di sekitarnya.

Hal yang dia benci: Tempat di mana ada orang di sekitarnya.

Masalah terbaru: Aku masih hidup.

Memo: Cewek berambut pendek, memiliki pinggang yang ramping dan berdada kecil.

Bertubuh mungil. Memiliki kecantikan yang akan memberikan perasaan yang menyegarkan, tetapi tidak punya minat di sekelilingnya dan selalu mengenakan pakaian yang santai Akan tetapi, alasan mengapa dia sangat mempesona adalah karena dia cantik semenjak lahir.

Membeli semua celana dalam dan pakaiannya di supermarket.

Pada dasarnya tidak tertarik pada orang lain atau dirinya sendiri.

Ini bukanlah karena keadaan, tetapi sesuatu yang alamiah baginya.

Emosinya tidak naik turun, tidak terlalu pandai dalam belajar atau berolahraga.

Dia memiliki kemampuan umtuk memamerkan bakatnya yang luar biasa jika dia benar-benar mencoba.

Namun, hal ini tak pernah menjadi motivasinya.

Dari caranya yang tidak tertarik pada kenyataan,

Mungkin dia serupa dengan Keima?


Catatan Pengarang[edit]

Selamat karena ‘Kaminomi’ mendapatkan anime!

Tentu saja, aku harus mengatakan itu dulu. Sekarang aku ingat, ketika aku pergi ke sebuah trip onsen dengan seorang pengarang senior tertentu, dia bilang kalau 'ada manga yang agak menarik baru-baru ini' dan merekomendasikan itu ke aku. Itu adalah ‘Kaminomi’.

Setelah sampai rumah, aku langsung pergi membeli jilid pertama yang sudah dirilis.

Setelah membacanya, aku menjadi salah satu penggemarnya. Itu benar-benar menarik!

Seuatu hari, GaGaGa Bunko mendatangiku dan menanyaiku apa aku mau menulis light novel ini. Aku menyetujuinya dengan sepenuh hati sampai hari ini.

Ya ampun. Akhinya ada anime.

Aku benar-benar menanti-nantikannya. Seperti apa Keima dan Elsie ketika mereka dalam anime dan ketika mereka berbicara.

Aku benar-benar menanti-nantikannya.

Dan penulis ceritanya itu yang benar-benar aku suka~

Sebagai seorang pengarang, aku benar-benar senang bisa mengambil bagian di seri ini. Bahkan jika hanya sedikit, jika aku bisa membuat semua pembaca dan penggemar ‘Kaminomi’ merasa senang, itu akan menjadi kesenangan terbesarku.

Aku tak tahu bagaimana dunia ‘Kaminomi’ akan berkembang, tapi aku akan sangat tersanjung untuk mengambil bagian di sini.

Ngomong-ngomong, Wakaki, kita harus mengadakan perjalanan bersama-sama lain kali.

Kepada Wakaki-sensei, yang dengan sepenuh hati memperbolehkanku untuk memodifikasi naskah aslinya; kepada kepala penyunting yang terus bekerja keras dan gigih; dan kepada para pembaca dari seri ini, terima kasih banyak!

Arisawa Mamizu

Karakter kesukaanku adalah Haqua. Aku berharap kalau dia mempunyai banyak kesempatan untuk muncul di anime~


Catatan Pengarang Seri Utama[edit]

Bagaimana kalian semua merasa terhadap jilid kedua dari ‘Kami Nomi no Shiru Sekai’?

Sudah lebih dari 2 tahun sejak manganya mulai diserialisasikan, dan untungnya, serialisasi dari ‘Kami Nomi no Shiru Sekai’ masih terus berjalan, dan jilid kedua dari light novel keluar. Aku tak pernah berpikir kalau jilid kedua akan keluar, jadi aku mengatakan semua yang mau kukatakan tentang novelnya di catatan pengarang jilid pertama. Sekarang aku tak bisa menulis apa-apa di jilid kedua!

Kepada Mamizu, yang menulis naskah ini ketika aku benar-benar sangat sibuk, terima kasih banyak!

‘Kaminomi’ sebenarnya akan mendapatkan anime, dan light novelnya belum selesai. Naskahku sedang ditulis ulang oleh orang lain melalui sudut pandang yang berbeda, jadi walaupun itu adalah naskahku, aku bisa menjadi seorang pembaca dan melihat naskah seperti apa yang kuhasilkan...dan mengamatinya dari secara obyektif. Itu benar-benar sebuah pengalaman yang hebat. Menjadi mangaka itu sangat enak.

Wakaki Tamaki



Referensi Penerjemah[edit]

  1. nama panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua
  2. Biasanya ini permen yang terbuat dari gula dan berbentuk benang mungkin, karena tidak ditemukan kata yang cocok untuk bahasa Indonesia
  3. salah satu genre game
  4. parodi dari PSP keluaran Sony
  5. tempat di mana band-band indie bebas tampil
  6. (T/L Note: kalau di terjemahkan menjadi 'Kebaikan Lampion Barat', karena tidak terlalu keren, makanya digunakan kata EN)
  7. (T/L Note: arti yang lebih mendekati disini seperti CD PS 1 atau sejenisnya) di tangan kananya tepat di depannya
  8. (T/L Note: bagi yang tidak tahu apa itu miko, wiki dan google adalah teman kalian)
  9. semacam kacamata untuk memainkan game?
  10. ibu
  11. menurut kepercayaan di Jepang, Sanzu adalah sungai yang harus diseberangi orang yang mati ketika menuju akhirat.
  12. kasur gulung
  13. kaos kaki tradisional Jepang. Pada bagian jari-jarinya dipisah menjadi dua bagian.
  14. pedang tradisisonal Jepang yang bilahnya tidak bengkok. http://en.wikipedia.org/wiki/Chokut%C5%8D
  15. http://en.wikipedia.org/wiki/Tabletop_game
  16. silakan cek http://id.wikipedia.org/wiki/Kutu_perangkat_lunak & http://en.wikipedia.org/wiki/Software_bug