The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 2: Hari Istirahat Haqua[edit]

Marui Yukie (wanita lajang 54 tahun) adalah pramuniagawati dari minuman kesehatan Gokult.

Tugas utamanya adalah menjual Gokult segar ke rumah-rumah yang sering memesan di wilayahnya setiap hari. Pada pagi hari, ia akan menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya dan pergi ke pusat distribusi. Ia kemudian mengenakan seragamnya, menaruh Gokult yang harus ia antar pada hari itu di gerobaknya dan pelan-pelan mengantarkan barang melalui jalan yang ia pilih.

Juga, satu tugas penting lainnya adalah mendapatkan pelanggan baru.

Untuk mempromosikan barang-barangnya, ia memperbolehkan pembeli untuk sedikit mencicipi produknya terlebih dahulu.

Karena Yukie sangat percaya diri dengan produk-produk dari perusahaannya, ia sering dengan percaya diri memberikan minuman itu pada pelanggan yang mencicipinya dan tak pernah memaksa mereka untuk membayar.

“Minumlah beberapa. Ini baik. Enak dan sehat.”

Itulah slogan khasnya.

Yang ia fokuskan adalah senyuman, kejujuran…

“Gokult baik untuk tubuh. Yang saya rekomendasikan ini tidak mungkin salah.”

Dan kepercayaan ini.

Sebenarnya, Yukie sendiri dulu lebih tidak sabar dan akan berkeliling ke segala tempat untuk mempromosikan barang-barang jualannya dengan semangat demi meningkatkan jumlah pelanggan. Namun, kini tubuhnya sudah tidak mampu lagi, dan caranya pun sudah agak berubah.

Pertama, dia tidak akan pernah memaksa orang untuk membeli.

Gaji pramuniagawati ini sepenuhnya ada dalam komisi, dan total gajinya ditentukan dari jumlah Gokult yang ia antar dan jumlah pelanggan yang baru. Namun, Yukie kini merasa bahwa uang hanyalah sesuatu yang ia butuhkan secukupnya saja, dan tidak terlalu mempermasalahkan gajinya.

Tidak, sebenarnya bukan itu saja. Dia bahkan meminta untuk menyempitkan wilayah pengantarannya.

Ini demi menghabiskan lebih banyak waktu untuk setiap pelanggan yang ia tangani dan memperkuat kepercayaan mereka. Karena itu, jumlah penjualannya tidak sehebat saat dia muda (dulu dia pernah terpilih sebagai Miss Gokult Terpopuler Tahun Ini sebanyak tiga kali), tapi masih menggunakan sifat tabahnya dan teknik penjualan yang ia latih selama bertahun-tahun demi mendapatkan rating yang tinggi, dan selama 10 tahun, tidak ada pelanggan yang mengeluh ataupun memiliki masalah. Kemudian, wilayah tugasnya pun semakin menyempit.

Dari sini, orang bisa mengetahui seberapa para pelanggan mempercayai dirinya.

Jadi, bagi Yukie,

“Maaf, Marui-san.”

Lelaki supervisor Gokult yang bertugas di pusat distribusi ini sangat mempercayai dan mengagumi Yukie.

“Kalau tidak keberatan, maukah Anda menggunakan ini? Dulu saya pernah meminta Anda untuk membantu sepulang kerja saat ada beberapa pegawai baru yang kemari untuk belajar, bukan? Ini imbalan untuk itu. Perusahaan pusat memberikan saya beberapa,”

“Ya ampun,”

Yukie menopang wajahnya.

“Tidak usah repot-repot~”

Supervisor itu memberikan dua tiket taman hiburan padanya.

“Goto-san selalu memperhatikanku.”

Itu benar.

Karena dulu Yukie secara antusias mengatur dan mengajari pramuniagawati lainnya, supervisor sering memberikannya berbagai keuntungan, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

“Hahaha.”

Supervisor itu menggaruk kepalanya yang agak botak.

“Mungkin agak menyusahkan Marui-san untuk menerima ini.”

Biasanya, untuk wanita seumuran Yukie, sepasang tiket taman hiburan tidaklah terlalu menyenangkan. Namun,

“…”

Yukie terdiam untuk sementara dan memandangi kedua tiket itu.

“Saya benar-benar boleh mengambil ini?”

“Ah, Anda mau?”

“Ya.”

“Saya tahu siapa yang bisa saya berikan ini.”


Untuk Haqua du Lot Herminium, banyak orang yang mengomentari dirinya,

“Haqua benar-benar hebat! Dia selalu peringkat pertama di sekolah, setiap waktu! Aku benar-benar kagum – sabit besar miliknya adalah bukti bahwa ia selalu dapat peringkat atas di Akademi Iblis. ‘Scythe of Testament’ (T/L note: Sabit Perjanjian / Sabit Wasiat)!”

Beberapa orang seperti Elsie, benar-benar mengagumi kemampuannya.

Atau,

“Haq-chan sungguh gadis yang baik.”

Mereka akan memujinya hanya dengan satu kalimat, seperti partnernya, Yukie.

“Sudah cantik, posturnya bagus (walau dadanya agak kecil), murid teladan dengan nilai sempurna!” Itu kesan umum yang dimiliki orang-orang di sekitarnya.

Haqua sendiri jadi agak sombong.

Tapi hanya Keima,

“… Dalam berbagai bidang, orang ini benar-benar merepotkan.”

Kacamatanya berkilau, dan ada desahan dalam suaranya saat ia menurunkan pundak.

Hari ini, Haqua akan menunjukkan ‘sedikit merepotkan dalam berbagai bidang’ sebanyak yang ia inginkan…

“Aku tidak punya pilihan! Aku mengajakmu karena aku tidak punya pilihan lain!”

“Nya~”

“Jangan salah paham, ya?”

“Nya?”

“Sebenarnya aku tidak mau pergi ke tempat kekanak-kanakan itu! Tapi Yukie memaksaku… eh? Kau bilang harusnya aku buang saja tiketnya?”

“Nya.”

“Ma, mana, mana bisa aku lakukan …. Itu ‘kan mubazir sekali?”

“Nya.”

“I, itu benar. Un, jadi ... kau mau pergi?”

“…”

“K, ka, kamu tidak mau pergi?”

“...”

“Bicaralah! Setidaknya jawab aku!”

“Nya.”

“Be, benar. Aku mengajakmu sekarang. Kamu mau pergi, ‘kan?”

Setelah waktu yang lama.

“... Ka, kamu senang? Yah, kamu tidak merasa repot, ‘kan?”

Haqua terus memandangi anak kucing yang duduk di atas bak sampah plastik itu.

Kucing itu.

“...”

Setelah keheningan yang panjang,

“Nya.”

Mengeong dan membalikkan badannya sebelum meloncat ke dinding dan menghilang di dalam gang tanpa menoleh sedikitpun.

“...”

Setelah melihat kucing itu pergi, Haqua mendesah.

“Aku ini ngapain sih? Masa’ latihan dengan anak kucing ...”

Ia memegang erat kedua tiket masuk menuju ‘Dean Land’ itu ...

Sudah sejam sejak Haqua berdiri di depan rumah keluarga Katsuragi dan memutuskan untuk masuk. Orang-orang yang lewat memberikan tatapan aneh pada Haqua, yang mengenakan pakaian aneh dan membawa sabit raksasa, namun dia tidak terlihat memikirkan itu dan terus memandangi rumah Keima, ‘Kafe Grandpa’.

Dengan tangan di belakang punggungnya, ia terus mondar-mandir di depan pintu tanpa arti.

“Uu~”

Tetapi, ia tidak bisa tetap berdiri di depan pintu seperti ini.

Ia mengambil keputusan dan menjejak tanah untuk melayang sebelum menghilang ke balik tembok.

Cara terbangnya jauh lebih anggun daripada Elsie, yang sesama iblis.

Setelah memasuki rumah, Haqua mengatur nafasnya.

Dia meletakkan jemarinya pada tulang leher di atas dadanya dan merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Tapi, dia sudah sampai sejauh ini.

Dia tidak bisa kembali sekarang.

Faktanya.

“Setiap dua minggu, termasuk saat ini, Elsie dan Ibu Keima akan pergi berbelanja.”

Haqua sudah tahu bahwa mereka akan menggunakan saat ini untuk pergi membeli stok untuk kafe yang sudah habis. Sebagai catatan, ia tahu dengan jelas Keima tidak akan pergi keluar setiap hari Minggu dan akan tetap di rumah untuk bermain game. Itu sesuatu yang sudah ia ketahui setiap kali ia datang berkunjung. Masalahnya adalah ada kemungkinan yang sangat kecil bahwa Keima akan pergi untuk membeli game.

“Game-game yang dia beli minggu lalu mungkin belum ditamatkan, jadi kemungkinan besar hari ini dia ada di rumah.”

Semua itu ada dalam perkiraan Haqua juga.

Katsuragi Keima, seharusnya ada di rumah, sendirian.

Akan tetapi ...

Haqua melihat sekeliling rumah keluarga Katsuragi dan memiringkan kepalanya sedikit.

“Apa ini?”

Ia tampak sangat bingung. Benda-benda seperti bawang putih, jimat, dan tali jerami berserakan di mana-mana. Apa yang terjadi?

Apa yang terjadi selama ia tidak berkunjung ke sini?

Haqua berjalan memutar. Saat itu, ada suara yang terdengar dari ruang tamu.

(“Keima! Keima!”)

Di sana ada suara yang sangat kekanak-kanakan.

(Hm?)

Haqua terlihat bingung.

Suara itu seperti suara perempuan.

Dan ia pasti tidak mengenal perempuan itu, yang usianya sekitar 4 atau 5 tahunan. Siapa kira-kira perempuan itu?

Keima seharusnya tidak punya adik perempuan kecil.

Apakah ada anak kerabatnya yang datang untuk bermain?

Di depan ruang tamu,

“Ada apa,Tomomi?”

Ia bahkan bisa mendengar Keima berbicara, saat Haqua sudah hampir menggenggam knop pintu (!) menuju ruang tamu dan membukanya dengan biasa.

(“Aku ingin mencium Keima~”)

PAK!

Haqua mematung di situ.

(Ah? Eh? Dia baru saja bilang apa?)

Haqua masih terpaku di situ, dan tidak jelas apakah dia sedang tersenyum atau sedang marah.

Sementara itu, di ruang tamu,

(“Eh? Keima, bagaimana kalau ciuman~?”)

Suara imut gadis itu terdengar lagi,

“Haa.”

Dan suara keluhan Keima pun dapat terdengar.

(Itu, itu benar ... kalau dia cuma anak kecil yang terlalu cepat dewasa, Keima akan menghiburnya...)

Tepat saat Haqua berpikir begitu di balik pintu,

“Baiklah,”

Keima berbicara dengan nada playboy yang tidak menyesali sedikit pun apa yang diperbuatnya.

“ Ayo ciuman, Tomomi. Lagipula sedang tidak ada orang di rumah.”

(!)

Detik setelahnya, Haqua tanpa sadar mengambil tindakan.

“TUNGGU DULU!”

Dia mendobrak pintu terbuka,

“TIDAK BISA, APA KAU–!“

Dan berteriak,

“ –!”

Di ruang tamu itu.

Keima yang menggenggam konsol game PFP hand held tepat di depan wajahnya terlihat syok saat ia berbalik untuk menengok.

Jarang sekali bisa melihat matanya melebar seperti itu.

“Biar kujelaskan sesuatu.”

Mata Keima berkilauan.

“Tomomi mungkin hanya menguasai sedikit kosa kata, tapi umur dan penampilan sebenarnya sekitar 17-18 tahunan. Dia terlibat sebuah insiden di mana dia diculik pesawat luar angkasa dan berakhir di cyrostasis (T/L Note : Kira-kira semacam teknologi pengawetan makhluk hidup dengan membekukannya di bawah suhu yang sangat dingin menggunakan gas. Bagi yang tertarik, coba cari di Wikipedia), jadi usia psikisnya sedikit terputar balik.”

Sebaliknya, Haqua,

“ITU~TIDAK PENTING!”

Terlihat tidak senang saat dia melipat kakinya di atas sofa dan menatap seperti sedang bertengkar, seraya memasang muka cemberut dan memicingkan matanya.

“Biar kujelaskan lebih. Ciuman itu cuma mengetuk wajahnya sedikit.”

Keima dengan bingung menjelaskan di belakang Haqua.

“Cara curang untuk memanfaatkan cinta pihak lain itu, secara etika dan logika ... “

“Sudah kubilang itu tidak penting!”

Mata Keima bersinar saat ia menatap Haqua lewat kacamatanya.

“Kalau begitu, aku akan melanjutkan gamenya.”

Kemudian, dia mengangkat konsol game itu dan mendekatkan bibirnya.

“Tomomi ... “

Haqua membiarkan tubuhnya tenggelam ke dalam sofa, lalu,

“OI! TOLONG, YA~! APA KAU TIDAK PUNYA RASA MALU?”

Dia melolong dan memalingkan wajahnya.

“Menjijikkan! Sangat menjijikkan!”

Ia mengacungkan jarinya yang putih dan ramping serta menunjuk Keima.

Keima melebarkan matanya dan menatap Haqua tidak senang.

“Kenapa kau di sini?”

Dia bertanya.

“Mu.”

Haqua membisu untuk beberapa saat.

Dalam game ini, sang Peneliti Bahaya Komprehensif (itu setting dalam game untuk orang yang dapat meneliti dan memprediksi orbit-orbit asteroid dan apa saja yang terjadi di atas kapal dagang) Tomomi Maria Hart,

(“Ne, Keima, satu ciuman~?”)

Kembali mendesak.

“Kenapa kau di sini?”

Sekarang, ini mungkin pertanyaan yang paling berat untuk dijawab Haqua.

“Uu.”

Dia menggeleng.

“Uuu.”

Dia jelas-jelas sedang panik. Bahkan dia tahu jantungnya sedang berdebar kencang. Entah apa cuma perasaannya atau kepalanya memang terasa agak pusing.

“Yah.”

Saat itu juga, mata Keima menajam.

“Kau.”

Mata yang bening itu seperti dapat melihat menembus segalanya.

“Jangan-jangan.”

“Di, diam! Apa? Sekarang apa? Kau mau bilang apa?”

"Bu, bukan apa-apa."

Dia mengatakan itu,

"Mungkin cuma perasaanku."

Dengan logika pada dirinya.

"Kau mau coba bilang apa! Beneran~!"

Haqua panik untuk beberapa lama.

"E, emm, apa Elsie ada di rumah?"

Walau dia sudah tahu jawabannya, dia masih memaksakan pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Keima tidak sungguh-sungguh meresponsnya,

"...Hm? Tidak tahu."

Dia hanya memiringkan kepala.

"Hari ini sepi, jadi kukira dia tidak ada di rumah ... mungkin?"

"Oh, ayolah."

Haqua merasa agak lemas.

"Harusnya, minimal kamu tahu di mana partner-mu!"

Keima mengambil secarik kertas di atas meja,

"'Untuk Kami nii-sama! Aku pergi belanja bersama Okaa-sama. Ada kari yang dimasak Okaa-sama di microwave. Makanlah untuk makan siang.' ... begitu."

Dia membacakannya.

"Dengan kata lain, kelihatannya dia tidak di rumah."

Keima bergumam dan tampak sama sekali tidak peduli. Haqua mendesah pelan dan sengaja berkata,

"Ah~ ini benar-benar gawat."

"..."

Keima terus memandang Haqua penuh arti.

"Apa yang harus kulakukan? Tiket yang cuma bisa kupakai hari ini akan terbuang sia-sia."

Dia sengaja mengeluarkan tiket itu keluar dari saku dan memandanginya.

"Aku ingin pergi ke sana dengan Elsie, tapi dia sedang tidak ada."

Dia terdengar agak kaku.

"Beneran, aku ingin pergi bersama-sama Elsie ... aku punya dua tiket. Rasanya mubazir kalau aku pergi sendirian."

Dia diam-diam melirik Keima.

Keima terus menatap Haqua.

Haqua panik.

Dia memutar bola matanya sedikit,

Dia memegang tiket itu di depan dadanya,

"Gawat sekali, ya,"

Sekarang, setelah menerangkan masalahnya dengan jelas, Haqua pikir Keima akan memberikan suatu tanggapan,

"Tomomi ... "

Di luar dugaan, ia kembali memainkan game-nya.

Dalam PFP itu.

("Keima!")

Tomomi, yang telah menanti dengan tabah, bicara.

Haqua serta merta roboh di atas sofa.

"Oi!"

Dia hampir meledakkan amarahnya, tapi merasa semua takkan ada artinya sekarang dan roboh dengan lemah, sementara tiket yang ia dapat jatuh ke atas sofa. Dengan kata lain, lelaki ini tidak pernah memikirkan dirinya. Dia merasakan hal itu seluruhnya.

Dia lelah.

Dia merasa sangat lelah.

Keima memandang Haqua, yang balas memandangnya, kemudian melihat tiket masuk di tangan gadis itu.

Dia seperti sedang mempertimbangkan sesuatu, dan setelah beberapa saat,

"...Haqua."

Dia bicara.

"Apa?"

Terlihat agak berkaca-kaca, Haqua mengusap matanya sedikit untuk mencegah Keima melihat air matanya. Sungguh~Aku tidak ingin terganggu dengan orang ini .

Dia berpikir.

Dan,

Walaupun Keima bertanya dengan cara yang sangat biasa, Haqua masih tidak mengerti.

"Tiket masuk ke taman hiburan Museum, ya .... Boleh aku pergi denganmu?"

EH?

EHHH?

Pikiran Haqua mendadak kosong. Setelah itu,

Dia sangat bangga dan bersemangat.

Sampai lupa berakting.

"Be, BENERAN NIH?"

Dia tiba-tiba berbalik arah dan mencengkeram punggung sofa dan hanya bisa berteriak keras....

Dia benar-benar bahagia.

Perasaan tidak senang dalam hatinya langsung hilang.

Dia hanya bisa tersenyum berseri-seri.

Kalau mengingat-ingat semua yang telah terjadi, Haqua merasa agak menyesal.

Menyesal karena ia tidak tidur malam itu ....

Beberapa jam kemudian.

Keduanya tiba di depan Dean Land, menunjukkan tiket pada petugas dan masuk.

Hanya mereka berdua.

Dia benar-benar bisa berduaan saja dengan Katsuragi Keima.

Haqua merasa ini seperti mimpi.

Badannya terasa sangat panas, dan ia merasa sangat gelisah.

"Aku tidak pernah mengira bisa berada di tempat seperti ini denganmu..."

Walau aku sendiri yang membawakan tiket padanya, ini tetap terlalu aneh.

Sementara itu, Keima,

"..."

Dia memandang Haqua,

"Apa ... kau tidak apa-apa?"

Dia terlihat agak serius. Haqua gugup,

"Se, sedikit. Lagipula kita tidak bisa menyia-nyiakan tiket masuk ini!"

Kemudian, bicara untuk menyembunyikan perasaannya. Sepertinya dia mengira pertanyaan Keima,

"Benarkah tidak apa-apa aku pergi denganmu? Kamu mau pergi bersama Elsie, 'kan?"

Sepertinya dia mendengarnya seperti ini.

Mendengar jawaban Haqua, ekspresi Keima menunjukkan sesuatu.

"...Yang kumaksud bukan itu."

"B, bicara soal itu!"

Haqua memaksa mengubah topiknya.

"Tempat ini sangat aneh ... ini pertama kalinya aku ke taman hiburan. Apa mereka semua seperti ini?"

Tepatnya, Dean Land ini berbeda dengan taman hiburan lain. Bangunan besar ini punya banyak fasilitas hiburan seperti area bowling, karaoke, dan jaringan lokal untuk game. Fasilitasnya yang terunik adalah cosplay.

Ada lebih dari 300 jenis kostum di counter yang disewakan. Selain seragam seperti suster dan tentara, ada pula pakaian tradisional, busana etnis mancanegara, kostum karakter game dan manga, bahkan hingga kostum boneka.

Oleh karena itu, ada kelinci berkuping besar, superhero, maid yang mengenakan rok mini, dan penyihir berjalan di mana-mana.

Tentu saja, Haqua tidak tahu bahwa Keima dan Elsie pernah datang kemari beberapa waktu lalu untuk menaklukkan seorang gadis. Waktu itu, Keima cosplay sebagai seorang pangeran.

"Cosplay ... memakai berbagai macam kostum seperti ini dan bersenang-senang?"

Haqua melihat sekeliling dan tampak menyadari sesuatu saat ia mengangguk-anggukan kepalanya.

(Semua orang terlihat senang...)

Haruskah dia memakai kostum-kostum ini?

"Bagaimana menurutmu?"

Dia menoleh,

"Hm?"

Dan mengernyit saat ia tidak melihat Keima di manapun.

Haqua buru-buru mencari ke sekeliling dan menemukan Keima dengan tangan di pinggul, WUUUSS, dengan cepat berlari menjauh dari Haqua.

"Tunggu!"

Haqua buru-buru mengejarnya. Sebenarnya, Keima bukannya berlari, melainkan melintas dengan kecepatan yang luar biasa hingga dia dapat dengan mudah menyusuri anak tangga dengan mudah walau di tengah keramaian.

"Eh?"

Apa yang terjadi?

Apa dia tiba-tiba ingat sesuatu?

"Tu, tunggu!"

Tapi, Keima sama sekali tidak punya niatan untuk menoleh, melainkan terus naik ke lantai 2, lantai 3, dan seterusnya hingga plaza aktivitas di bagian atap.

"... Aku mengerti."

Haqua menyeka keringat di keningnya dan mendesah keras sementara bahunya melunglai.

Dia akhirnya mengerti.

Mengapa Keima datang kemari.

Mengapa Keima menerima ajakan Haqua.

Karena, di sebelah sana,

"Pameran Game Bishoujo."

Kata-kata itu terpampang di atas spanduk dan orang-orang berjalan menuju ke kios ini. Saat itu, Keima sudah menyelip ke dalam kerumunan layaknya ikan ke dalam air.

"Oh! Ini seri produksi ulang <Nyan~Nyan nyan>."

Atau,

"Hm... layanan pelanggan 'MassiveSoft' masih lumayan cepat."

Dia bergumam-gumam sambil melenggang di antara kios-kios. Kelihatannya penyalur-penyalur game Bishoujo telah mendirikan toko di lantai ini.

Pertama, satu tas muncul di tangan kanan Keima, selanjutnya sebelah kiri, lalu, tidak lama kemudian, game-game pun mulai bertumpuk. Ini seperti sulap. Meski sayangnya tak ada mata yang melihat Keima, tapi caranya berbelanja dengan cepat dan lincah ini bukan sesuatu yang dapat dilakukan orang biasa.

"..."

Haqua separuh membuka matanya.

Awalnya, ia mulai merasa lemas,

Kemudian, agak marah.

Namun,

"Oh~!"

Atau,

"Un."

Melihat mata keima yang berbinar-binar saat ia berlarian ke sana kemari, amarahnya pun hilang.

Haqua tersenyum masam.

Lalu, agak rileks karena beberapa alasan.

(Orang ini.)

Dia sebenarnya merasa bahwa Keima sangatlah bodoh.

Namun-

Tampaknya ia sangat menyukai benda-benda ini.

Keima tak pernah menyembunyikan,

Dan selalu setia pada hasratnya ini.

Kalau begitu,

Aku juga boleh, dong ...

Haqua tersenyum.

"Fu!"


Keima selesai membeli barang-barangnya (karena sangat lancar, ia membutuhkan kurang dari 30 menit), dan tampak sangat puas. Saat itu juga, Haqua memanggilnya.

Dia memberikan tatapan mencurigakan,

"Kelihatannya kamu sangat menikmati tempat ini."

"Uu."

Tampaknya Keima, yang meninggalkan Haqua sendirian... dan juga memanfaatkannya untuk datang ke Dean Land ini, merasa agak bersalah.

Haqua berkata,

"Kalau begitu,"

Dia melipat tangannya dan menyeringai.

"Sekarang giliranmu untuk bersenang-senang denganku!"

Keima sangat terkejut hingga matanya melebar.

Haqua sangat nekat membiarkan dirinya benar-benar bebas. Dia meninggalkan semua game yang Keima beli di lemari penyimpanan Dean Land."

"Ayo ganti baju juga!"

Dan membawa Keima ke counter. Keima diam saja saat mengikutinya,

" ... Apa kau tidak risih dengan ini?"

Ketika itu, dia bertanya. Dan Haqua menjawab,

"Ini disebut cosplay, 'kan? Manusia bisa juga memikirkan sesuatu menyenangkan seperti ini."

"... Caramu dan Elsie berpakaian biasanya juga sudah bisa dikira cosplay."

Haqua sama sekali tidak mendengarkan.

"Ini, ganti dengan ini."

Dia menunjuk pakaian perampok tradisional (handuk di wajah, papan palsu, dan kain ransel), dan dia sendiri,

"Aku mau ini!"

Menunjuk pada seragam polwan.

"Ugh."

Keima menunjukkan tatapan tidak senang.


Karena seragam polwan juga sudah dilengkapi dengan borgol, Haqua memborgol Keima kuat-kuat dan menggiringnya ke sekitar mall.

Keima berakhir dengan ditertawakan banyak anak kecil.

Karena Keima meninggalkan Haqua dan hanya peduli soal urusannya membeli game, Haqua sepertinya ingin menggunakan kesempatan ini untuk membalas dendam.

"Oi! Kamu sudah puas, 'kan?"

Mendengar protes Keima, dan merasa sudah cukup banyak tertawa, Haqua melepaskan borgolnya,

"Sekarang, ayo main yang namanya bowling!"

Dan melangkah maju.

Keima menghela nafas saat mengikutinya.


Skor keduanya nyaris seimbang. Walau Haqua jago olah raga, tapi ini pertama kalinya dia bermain bowling, jadi dia tidak bisa tampil hebat.

Sementara itu, karena ini tidak ada hubungannya dengan penaklukkan gadis, Keima tidak bisa menggunakan kemampuannya secara maksimal. Tidak, lebih tepatnya, dia tidak ingin, sehingga masing-masing pihak mendapatkan satu kemenangan dan satu kekalahan.

Setelah Haqua puas,

"Ayo main yang lain lagi!"

"Iya, iya."

Keima tampak sudah menyerah. Karena ini kesempatan yang langka, keduanya kembali ke counter untuk berganti kostum. Haqua menjadi putri, dan Keima menjadi ksatria (dengan baju zirah dari bahan yang ringan).

Sepertinya Haqua memiliki sisi di mana dia juga seperti gadis-gadis biasa.

Dia mengenakan pakaian mewah dan menolehkan kepalanya pelan. Haqua telah memakai wewangian yang mewah dan anggun, sementara gaun warna putih susu yang ia kenakan pun sangat cocok untuknya.

"Ayo pergi!"

Haqua menunjuk ke depan dan memimpin.

"..."

Keima tersenyum sedikit, meletakkan pedang imitasi di depan dadanya dan sedikit membungkuk.


Keahlian Keima dalam game arcade benar-benar membuat Haqua kagum. Kemudian, dengan takut-takut Haqua berjalan menyusuri wahana rumah hantu. Selama itu, mereka juga menikmati stik domba panggang dan prasmanan sebelum berganti kostum menjadi seorang jounin dan seorang samurai dan pergi menuju tempat ramalan.

Saat itu,

"Itu dia! Aku selalu penasaran sejak aku masuk ke sini!"

Haqua berlari menuju pintu masuk wahana roller-coaster. Roller-coaster ini adalah fasilitas yang paling terkenal di Dean Land, dan jalurnya seperti melintasi menembus seluruh bangunan. Alasan mengapa satu bagian dari bangunan ini kosong adalah untuk membiarkan roller-coaster ini lewat.

"Ayo!"

Haqua dengan semangat melangkah maju.

Ketika itu,

"..."

Keima yang hanya berbicara sesekali, tanpa suara tiba-tiba menggenggam tangannya dari belakang.

Haqua terkejut.

"Apa ini?"

Dia tampak sangat kaget saat ia melihat ke belakang.

Dan wajahnya bersemu merah.

"Eh? Ada apa? Atau, Katsuragi?"

Keima terlihat memikirkan sesuatu, kemudian berangsur-angsur mengangkat tangan Haqua yang putih dan ramping ke wajah gadis itu sendiri.

"Kya! Ka, kau tidak bisa. Bodoh!"

"Tidak apa-apa."

"Bu, bukankah aku bilang tidak?"

Saat itu pula, tangan Keima yang lain mendekat ke wajah Haqua. Haqua tidak bisa apa-apa.

"Tidak, ku, kubilang,"

Dia tidak bisa apa-apa kecuali menutup matanya erat-erat.

Dia membeku, menunggu hal yang akan terjadi selanjutnya.

Kemudian, tangan Keima memegang kening Haqua, dan berkata,

"Aku sudah tahu ada sesuatu yang tidak beres. Sepertinya kau demam. Kau tidak bisa naik roller coaster dengan keadaan seperti ini. Ayo pulang. Nanti kusuruh Elsie merawatmu."

"Eh?"

Haqua membelalakkan matanya.

TWGOK 02 012.jpg

Saat itu juga,

"!"

Kakinya goyah.

Pandangan Haqua semakin gelap, dan kesadarannya memudar...


"Ma,af..."

Haqua membiarkan Keima menggendongnya di punggung saat ia meminta maaf dengan sedih. Saat itu, keduanya sudah mengganti bajunya menjadi baju masing-masing dan meninggalkan Dean Land.

Mereka akan menghabiskan cukup banyak uang, tapi mereka memutuskan untuk menggunakan taksi untuk kembali ke rumah keluarga Katsuragi. Selama berjalan ke perhentian taksi, Keima benar-benar tidak tega melihat Haqua terhuyung-huyung dan mengambil keputusan untuk menggendongnya.

"Maaf, Katsuragi."

Haqua terus meminta maaf dengan suara lembut yang tidak biasanya.

Tak peduli seberapa senangnya dia, Haqua yang anggun dan berdisiplin tinggi seharusnya sudah menyadari bahwa dia sedang tidak enak badan.

Dan kali ini, dia bahkan membawa masalah pada Keima. Dia tentu saja merasa bersalah soal ini.

Keima menghela nafas.

"Kalau kamu minta maaf lagi, akan kutinggal di sini."

"Maaf..."

"Aku juga pergi ke pameran. Jadi ini tidak sepenuhnya buruk. Aku tidak merasa repot dengan ini."

"...Un."

Bagaimanapun,

Laki-laki ini sangat mengagumkan.

Haqua sedikit salut padanya. Dia bahkan bisa menyadari bahwa Haqua tanpa sadar menahan penyakit dan bahkan khawatir pada dirinya.

"...He~eh."

Dia keras kepala berkata,

"Aku benar-benar ingin naik roller coaster."

"..."

Keima tidak benar-benar menampakkan raut yang buruk, jadi dia sudah tahu bagaimana cara menjawabnya. Dia mungkin sering,

Memahami hati tanpa harus berpikir.

Jadi,

"Heheheh, aku benar-benar ingin naik roller coaster."

"u."

"Aku benar-benar mau naik."

"Uu."

"Ne, Katsuragi?"

Sehingga,

"Yah, kalau ada penjualan game lama yang nostalgis, mungkin akan kupertimbangkan."

Dia mengatakannya dengan cara yang tidak langsung.

Mendengar apa yang Keima katakan dengan gayanya sendiri itu,

"..."

Haqua dengan lembut menyipitkan matanya, lalu,

"Un."

Berpegangan pada leher Keima erat-erat, dan menyandarkan tubuhnya dengan segenap kejujuran yang belum pernah ia perlihatkan sebelumnya,

"Terima kasih."


Haqua beristiharat sebentar di rumah keluarga Katsuragi, menolak saran Elsie yang terlihat cemas untuk menginap, dan kembali ke rumah Yukie malam itu juga.

Walaupun dia sangat enggan,

Dan dia benar-benar sedang demam,

Namun, Haqua tetap kembali,

Untuk menyampaikan kata-kata yang sama pada Yukie.

Kata-kata itu adalah,

"Terima kasih."

Atas semua kerja keras yang dilakukan Yukie untuk mengatur ini.