Harry Potter And The Attachment Grandma

Project of creative fiction that can be related to light novels or of an original nature.

Moderators: Fringe Security Bureau, Senior Editors, Senior Translators, Alt. Language Translator/Editor, Executive Council, Project Translators, Project Editors

Post Reply
altux
Project Translator
Posts: 58
Joined: Tue Jul 21, 2009 3:42 am
Favourite Light Novel: Ahouka!
Location: [email protected] ITB Bandung

Harry Potter And The Attachment Grandma

Post by altux »

this is a work by
someonefromthesky
http://rileks.comlabs.itb.ac.id/index.p ... user=32870
thank him, altux is just a relayer
sory, it's in indonesian langauge, but for Indonesia, everything will be comedy

Chapter One
Extraordinary Exotic Exorcism

Pada suatu waktu (tentunya sebelum kejadian di Harry Potter and The Deathly Hallows), sekolah sihir Hogwarts diundang untuk menghadiri open house sebuah sekolah sihir di Indonesia. Bagi penyihir-penyihir di daratan Eropa, bisa mengunjungi sekolah sihir di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat jarang terjadi, sebab selama ini para penyihir Indonesia selalu menutup diri dari dunia luar, sehingga kesaktian mereka kerap kali menjadi misteri. Pada acara tersebut rencananya akan diadakan pertandingan-pertandingan dari berbagai macam cabang sihir dan juga pertandingan persahabatan Quidditch. Tentu saja seeker terbaik Hogwarts, Harry Potter diikutsertakan dalam pertandingan itu, bersama dengan pemain Quidditch terbaik lainnya yang dipiih dari seluruh asrama. Mereka benar-benar tak punya bayangan pemain Quidditch seperti apa yang dimiliki Indonesia, sebab olahraga ini masih terbilang asing bagi penyihir Indonesia.

Kereta sihir Hogwarts terbang di atas daerah tropis di garis khatulistiwa, sementara langit malam yang gelap dapat terlihat dari jendela kereta dimana Harry, Hermione, dan Ron duduk sambil melamun.

“Selamat datang di negeri eksotis,” gumam Ron, memecah lamunan mereka.

“Well, aku merasa kita akan segera melihat makhluk-makhluk sihir yang tak pernah kita lihat sebelumnya,” ucap Hermione sambil membolak-balik sebuah buku tebal setebal buku telepon.

“Apa maksudmu, Hormon?” tanya Harry dengan suara yang aneh.

“Hermione!” protes Hermione diikuti oleh suara tawa cekikikan Ron.

“Harry baru saja memakan coklat Namus Scramblus, dia tidak akan bisa mengucapkan nama orang dengan benar selama tiga hari tiga malam,” Ron menjelaskan sambil menahan tawa.

“Dan kau yang memberikan coklat itu?” tanya Hermione sambil melirik pada Ron.

“Not really….”

“Hei, Hormon, kau belum menjawab pertanyaanku,” ujar Harry.

Hermione memukul wajah Harry dengan buku tebal di tangannya sebanyak tiga belas kali, menimbulkan luka yang cukup serius, namun tidak menyembuhkan kutukan Namus Scramblus yang ada di lidah Harry saat ini. Harry hanya bisa pasrah dengan perlakuan yang ia terima sambil kemudian menangkap buku tebal itu saat Hermione melemparnya.

“Hantupedia: Ensiklopedia hantu dan makhluk-makhluk sihir di Indonesia,” Harry membaca judul yang tertera di buku itu dengan lantang.

“Sst… jangan keras-keras, aku merasa salah satu dari mereka akan mendatangi kita,” ucap Hermione sambil memberi isyarat dengan tangannya.

Mereka bertiga memasang telinga baik-baik, berusaha mendengarkan suara-suara halus yang nyaris tak terdengar. Selain mereka bertiga, tampaknya para murid yang lain sudah tertidur lelap, sementara para guru berada di gerbong yang lain, sehingga suasana menjadi begitu hening. Di antara suara mesin kereta yang digerakan dengan tenaga sihir, terdengar pelan suara sesuatu yang bergesekan, atau lebih tepatnya seperti sesuatu yang diseret. Suara itu semakin lama semakin terdengar jelas, pertanda bahwa makhluk apapun yang membuat suara itu sudah semakin dekat dengan tempat duduk mereka.

Tidak sampai satu menit kemudian, sesosok perempuan berbaju perawat lewat di samping mereka. Perempuan itu tidak berjalan, melainkan menyeret tubuhnya sendiri di lantai dengan gerakan yang pelan namun berat. Tubuh makhluk itu dipenuhi darah dan kotoran, beberapa bagian bajunya tampak terkoyak-koyak. Harry, Hermione dan Ron menatap makhluk itu sambil menahan nafas. Suasana pun menjadi tegang, sementara Hermione mengambil Ensiklopedia dari tangan Harry dan mencari-cari data mengenai makhluk itu.

“Ah, ini dia. Nama makhluk itu adalah Suster Ngeshoot,” bisik Hermione.

“Apa artinya?” tanya Ron sambil melirik.

“Dalam Bahasa Inggris, berarti Sliding Nurse,” jawab Hermione.

“Sliding Nurse?” gumam Harry, ia merasa bisa mengucapkan nama itu dengan benar, sebab itu bukan nama manusia.

“Benar-benar eksotis,” gumam Hermione lagi.

Di belakang makhluk itu, sesosok raksasa tinggi besar muncul dan menimbulkan suara berdebam yang keras setiap kali melangkah. Makhluk itu tercatat sebagai Buto Ijo atau The Blind Green, masih merupakan kerabat jauh dari Troll. Di belakang The Blind Green, sekelompok anak kecil berkepala botak berlarian ke sana ke mari sambil sesekali mengambil dompet para murid yang tertidur. Makhluk-makhluk itu teridentifikasi sebagai Tuyul atau Indonesian Pickpocket Dwarf, spesialisasi dalam mencuri uang. Di belakangnya lagi, seekor babi sihir sedang menggesek-gesekkan tubuhnya ke setiap pintu gerbong. Babi itu tercatat sebagai Babi Ngepet, atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Itchy Boar, spesialisasi juga dalam mencuri uang—seperti orang Indonesia pada umumnya.

Mereka bertiga tidak hentinya berdecak kagum saat melihat parade makhluk-makhluk sihir asal Indonesia itu. Namun mereka tak mampu lagi berdecak kagum ketika makhluk-makhluk yang lebih menyeramkan muncul, misalnya ketika Sundal Bolong atau Hollow b*t*h menatap mereka dan memperlihatkan punggungnya yang berlubang penuh darah, sambil makan sate seratus tusuk. Atau ketika Child of Kunti menghampiri mereka dan mencekik Harry.

“Expeliarmus!” Ron berusaha menyerang makhluk itu, tapi ternyata tidak mempan.

“Tampaknya mantra semacam itu tidak berguna, kita harus mencari mantra yang lebih lokal!” ucap Hermione sambil membolak-balik halaman bukunya, sementara Harry sudah hampir mati kehabisan nafas.

Setelah hampir sepuluh menit, akhirnya Hermione menemukan juga sebuah mantra lokal yang mungkin bisa ia gunakan untuk mengusir makhluk berbahaya itu.

“Ini dia!”

“Cepatlah! Wajah Harry sudah terlihat seperti Kau-Tahu-Siapa, begitu buruk,” ucap Ron.

“A… ana kidung rumeksa ing wengi, teguh hayu huputa ing lar. Luputa bilahi jin setan datan purun, paneluhan tan ana wani miwah panggawe ala,” Hermione mengambil nafas sebelum melanjutkan mantranya, ia tidak biasa merapal mantra yang panjang dan berbahasa aneh seperti itu.

Sementara itu, Harry sudah hampir mati dicekik Child of Kunti sejak sepuluh menit yang lalu, wajahnya sudah membiru dan matanya melotot, “Ho… Hormon… cepattt… cepat…,”

“Gu… gu… gumaning wong luput, geni atemah tirta, maling adon tan ana ngarah ing mami, guna duduk pan sirna!” lalu Hermione mengayunkan tongkat sihirnya.

Child of Kunti tertawa cekikian dengan suara yang melengking, setelah itu baru ia melepaskan tangannya dari leher Harry. Harry terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya yang terasa sakit bukan main, sementara itu Child of Kunti meninggalkan mereka bertiga dan bergabung dengan rombongan hantu lainnya yang sudah bergerak ke gerbong berikut. Mereka bertiga akhirnya bisa bernafas dengan lega—kecuali Harry. Untunglah setelah itu tak ada lagi rombongan hantu yang lewat sehingga mereka bisa beristirahat dan tertidur pulas. Namun sayangnya, Hermione tidak menyadari bahwa mantra yang tadi ia bacakan selain berfungsi untuk menghilangkan pengaruh sihir juga berguna untuk mempermudah jodoh. Itulah mengapa dari luar jendela kereta, Child of Kunti terus memandangi Harry tanpa berkedip….

Chapter 2
The Witch Which Watches Who Wears Watch Wich is a b*t*h

Esok paginya, rombongan Hogwarts telah sampai di tempat yang ditunjukkan oleh surat undangan sihir. Mereka semua turun dari kereta dipimpin oleh para guru dan kemudian berhenti di depan sebuah papan besar yang berhiaskan tengkorak manusia dan bertuliskan: PADEPOKAN ILMU GAIB GUNUNG MERAPI (sedang dalam renovasi, hati-hati banyak jenglot berkeliaran). Di sebelahnya ada terjemahan dalam Bahasa Inggris yang tampaknya baru saja dibuat: WIZARDRY AND BLACK MAGIC SCHOOL OF MOUNT MERAPI (renovation in progress, beware of Ugly-Looking-Long Haired-Vampiric-Living-Mini-Voodo-Doll).

“Tempat yang menyeramkan, bukan begitu?” ujar Dumbledore ketika Severus Snape menghampirinya.

“Ah, kurasa demikian,” Snape memicingkan matanya dan menatap puncak gunung merapi.

“Kita harus menjauhkan anak-anak dari Kita-Tidak-Tahu-Siapa,” ucap Dumbledore lagi.

“Ya. Dia adalah Seseorang-Yang-Namanya-Tak-Bisa-Disebut-Karena-Sekalipun-Kita-Ingin-Menyebutnya-Kita-Tidak-Tahu-Siapa-Namanya-Atau-Bahkan-Siapa-Dia,” Snape lalu menghela nafas dan berdeham pelan.

“Untuk itulah kau ada di sini, Severus.”

“Jangan khawatir, anak-anak ada dalam pengawasanku. Terutama bocah itu.”

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di dalam Padepokan, dan kini mereka menyaksikan sebuah lapangan besar yang merupakan arena pertandingan Quidditch dan pertandingan lain yang akan diadakan. Di salah satu sudut stadion, para pendukung tim Quidditch Indonesia bersorak-sorai dan membuat keributan, mereka tampak begitu brutal sehingga bagian tempat duduk mereka harus dijaga dengan segel sihir tingkat tinggi. Harry dapat melihat sekelompok supporter Quidditch yang membawa bendera bertuliskan Viking sedang adu mulut dengan kelompok supporter lain yang membawa bendera bertuliskan The Jak. Keributan mereka semakin lama semakin parah, sehingga seorang pengawas keamanan harus menyetrum mereka dengan listrik sihir bertegangan tinggi.

Harry duduk di antara Severus Snape dan Dumbledore. Sejak masuk ke dalam sini ia sudah merasa tak nyaman dengan cara Snape mengawasinya, seolah-olah ia tak pernah sedetikpun melepaskan pandangannya. Di sebelah kanan Harry, Albus Dumbledore sedang mengelus-ngelus jenggotnya yang berwarna putih sambil menonton pertandingan pertama yang akan digelar. Quidditch ada di rangkaian pertandingan ke-empat, jadi Harry punya banyak waktu untuk menonton pertandingan sebelumnya.

Pertandingan pertama adalah Transfigurasi, yaitu kemampuan untuk merubah diri sendiri menjadi bentuk lain, misalnya binatang--dikenal juga dengan istilah Animorph. Seorang siswa Hogwarts yang cukup berbakat maju ke tengah lapangan dan menunjukkan kemampuannya, dalam sekejap saja ia telah berubah menjadi seekor kucing hitam yang lincah. Beberapa saat kemudian, seorang siswa yang lain langsung berubah menjadi seekor kelelawar yang bisa terbang kemana-mana. Para pendukung dari Hogwarts memberikan tepuk tangan meriah, sementara para pendukung dari Indonesia tak henti mencacinya.

“Siapa yang paling hebat? Padepokan Merapi yang terkuat…, ganyang Hogwarts! Ganyang Hogwarts!” begitulah bunyi yel-yel mereka.

Ketika tiba giliran Padepokan Merapi, seorang anak laki-laki berumur lima belas tahun maju ke tengah lapangan dan memperkenalkan diri sebagai Ki Karang Anom. Ia lalu merapal sebuah mantra, dan seketika itu juga ia berubah menjadi sesosok makhluk. Bukan kelelawar, bukan kucing, apalagi tikus; ia berubah menjadi Tyranosaurus! Siswa-siswi Hogwarts terdiam, mereka tidak menyangka ada kemampuan seperti itu, bahkan para guru Hogwarts pun dibuat terkejut. Tidak hanya sampai disitu, Tyranosaurus itu pun berubah lagi menjadi seekor kalajengking raksasa yang tidak memiliki bayangan dan memiliki kontras warna yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya.

“Mencengangkan…,” gumam Snape.

“Aku belum pernah melihat sihir semacam itu sebelumnya,” tambah Dumbledore.

“Tak bisa dipercaya, seolah dibuat dengan efek komputer,” ujar Harry.

Setelah pertunjukan pembuka itu, tibalah saatnya bagi Kepala Sekolah Padepokan Merapi untuk memberi kata sambutan dan ucapan selamat datang. Kepala Sekolah Padepokan Merapi ternyata adalah seorang wanita, sama tuanya dengan Dumbledore, namun memiliki wajah yang lebih menakutkan dan berpakaian serba hitam. Dumbledore seketika itu juga gemetar, begitu pula dengan Snape. Seseorang-Yang-Kita-Tidak-Tahu-Siapa ternyata adalah Mereka-Tahu-Siapa.

“Wanita… wanita itu…,” gumam Dumbledore cemas, keringat menetes di pelipisnya.

“Ini berbahaya. Aku tidak menyangka dialah kepala sekolahnya,” ucap Snape.

“Siapa dia?” tanya Harry penasaran.

“Dia adalah… Mak Lampir…,” jawab Dumbledore.

“Atau dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai, Attachment Grandma,” tambah Snape.

Setelah beberapa kali melakukan check sound, Mak Lampir akhirnya memulai pidato penyambutannya. Pertama-tama, ia mulai dengan tertawa sepuas-puasnya, kurang lebih selama sepuluh menit, baru setelah itu ia mulai berbicara.

“Tamu undangan dari sekolah Hogwarts yang kami hormati, senang sekali rasanya bisa menjamu kalian di sekolah kami yang megah ini. Sudah lima ratus tahun kami tidak pernah mengundang siapapun ke dalam sekolah ini, ini adalah kehormatan buat kalian. Dahulu kala, ketika negara kalian menjajah negara kami, kami sebagai para penyihir tak pernah tinggal diam. Kami selalu pro-aktif dalam menjalankan berbagai konspirasi, yang kadang berpihak kepada penguasa, kadang berpihak kepada para pejuang. Lalu setelah Indonesia merdeka, kami pun tetap berperan di balik layar, mengendalikan para penguasa, pejabat, dan infotainment. Oleh karena itu, saya selaku kepala sekolah di tempat ini, ingin memberikan satu wejangan: Jas Hitam! Jangan sekali-sekali meremehkan ilmu hitam! Hahahahaha….“

Pidato Mak Lampir ditutup dengan tertawa bersama-sama kurang lebih selama lima belas menit—itulah mengapa penjual permen pelega tenggorokan begitu laku di stadion ini— setelah itu ia pun terbang dan menghilang di balik stadion. Susunan acara selanjutnya dibacakan oleh seorang MC tamu, yaitu Laksmini Pendekar Seksi dari Gunung Lawu.

Snape dan Dumbledore terlihat semakin gelisah, terlihat dari tatapan mata Snape yang semakin tajam dan Dumbledore yang mengelus jenggotnya semakin cepat. Sementara itu Harry juga tampak gugup, karena sebentar lagi ia harus bertanding Quidditch melawan penyihir-penyihir Indonesia yang tampak menyeramkan itu.

“Tampaknya aku harus pergi,” ujar Snape.

“Baiklah, lakukan apa yang seharusnya dilakukan,” ucap Dumbledore sambil mengelus jenggotnya dengan gerakan semakin cepat.

Snape mengangguk pelan, lalu segera bangkit dari tempat duduknya. Namun sebelum ia pergi, ia menatap Harry sekali lagi, “Potter, tetap di sini, jangan pergi kemana-mana.”

“Tapi sebentar lagi aku harus bertanding,” ujar Harry.

“Aku tidak peduli,” ucap Snape ketus.

“Profesor Dumb…?” Harry meminta pembelaan dari Dumbledore, tapi ia malah ditampar oleh Dumbledore menggunakan jenggotnya.

“Jangan memanggilku begitu, itu membuatku terdengar bodoh!”

“Ma.. maaf, Profesor Dumb, tapi aku terkena sihir Na…,”

Harry ditampar lagi oleh jenggot Dumbledore, berkali-kali. Sementara itu, Snape langsung pergi ke belakang stadion, menuju sebuah lorong gelap yang sepi.

***

Lorong itu sangat gelap dan hanya diterangi oleh cahaya lampu petromak di dindingnya, selain itu bau kemenyan terasa begitu menyegat dan memenuhi setiap bagan lorong. Ketika Snape melangkah lebih jauh lagi, ia menemukan sebuah nampan berisi makanan ringan, ayam, dan nasi. Ia bergumam pelan, menggerutu tentang bagaiman penyihir Indonesia terlalu berbaik hati kepada makhluk-makhluk sihir mereka. Gerutuan Snape berhenti ketika dari kejauhan ia melihat sesosok penyihir yang sedang ia cari-cari.

“Attachment Grandma…,” ucap Snape pelan sambil menghampiri sosok Mak Lampir di lorong itu.

Mak Lampir berbalik, lalu tertawa terbahak-bahak—jenis tawa yang sudah dipatenkan agar tak ditiru oleh penyihir Malaysia. Kemudian ia menatap Snape, seolah sudah begitu lama mengenalnya, begitu mendalam, begitu penuh kenangan.

“Ah…, Siphilis Snake!” ucapnya.

“Severus Snape!” ucap Snape kesal.

Mak Lampir tertawa lagi, lalu memukul-mukulkan tongkat kepala manusianya ke atas lantai. Ia mengambil sirih dan mengunyahnya. Terkadang ia memang lebih dikenal sebagai nenek sirih daripada nenek sihir.

“Ki Sanak, sudah lama kita tak berjumpa,” ucap Mak Lampir.

“Aku bukan Ki Sanak!” Snape semakin kesal.

Mak Lampir tertawa lagi, kali ini sampai terbatuk-batuk—tampaknya ia menelan sirihnya.

“Bagaimana? Kau suka sekolahku? Mungkin sebaiknya kau pindah saja ke sini, tampangmu lebih cocok di sekolah ini,” ucap Mak Lampir, lalu tertawa, lagi.

“Tempat ini, penuh dengan aroma kegelapan. Ya, mungkin cocok untukku,” jawab Snape tenang.

“Hmm…, bagaimana kabar Dumb-Ble-Dore itu? Tadi aku melihatnya dari lapangan, ia masih bersama anak itu ya?”

“Ya,” diam-diam Snape menyiapkan tongkat sihir di balik jubahnya, “dan sekarang aku mulai berpikir, tentang tujuanmu yang sebenarnya mengundang kami ke sini.”

“Tentu saja untuk studi banding. Sekolah kami sedang berusaha untuk mendapatkan lisensi sekolah sihir standar internasional atau SSSI, makanya kami ingin studi banding dengan kalian. Tapi tampaknya kalianlah yang harus belajar dari kami,” ia tertawa lagi.

“Jangan bohong kepadaku. Aku tak akan membiarkan kau menyentuh anak itu!”

Snape mengeluarkan tongkat sihirnya dan akan membaca mantra, tapi ternyata Mak Lampir memiliki gerakan yang lebih cepat.

“Amburadul!” ucap Mak Lampir sambil menggoyangkan tongkatnya.

Seketika itu juga, sebuah sinar hijau keluar dari kepala tengkorak di tongkat Mak Lampir dan langsung menghantam Snape. Ia tersungkur dan merasakan sesuatu perubahan telah terjadi pada tubuhnya. Ia kaget bukan main ketika menyadari bahwa susunan tubuhnya telah berubah. Kaki di kepala, kepala di kaki. Mata ada di mata kaki, sementara mata kaki ada di mata. Sementara itu Mak Lampir tertawa puas, suara tawanya dapat mkakkan telinga Snape yang kini sudah berada di pantatnya.

“Kau jauh lebih lemah dariku. Aku ini Date Eater, terutama saat berbuka puasa,” ucap Mak Lampir, “kau sendiri tahu bahwa kekuatanku lebih unggul, bahkan dari Voldemort sekalipun.”

“Kalau memang kau sekuat dan sekejam itu, kenapa kau tidak membunuhku saja?” tanya Snape sambil mengejek. Mulutnya kini ada di dengkul.

“Tentu saja karena kau masih dibutuhkan di buku Harry Potter episode selanjutnya, bodoh! Apa harus kuberikan spoiler tentang siapa yang akan membunuhmu nanti?” ucap Mak Lampir sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya.

“Ja… jangan.”

Mak Lampir tertawa lagi, seolah 75% waktu hidupnya ia habiskan hanya untuk tertawa—dan karena dia immortal, maka itu akan sangat lama sekali. Kemudian ia berjalan melewati Snape yang masih dalam keadaan amburadul, ia keluar menuju lapangan dimana pertandingan Quidditch sedang berlangsung, dimana Harry tengah bertanding.

TO BE CONTINUED…
------[/b]
Keterangan:
Mantra yang digunakan dalam chapter 1 diambil dari http://misterionline.com , sebuah mantra yang berisi doa untuk mengusir teluh dan mempermudah jodoh.

Siphilis= sejenis penyakit kelamin
Date Eater= pemakan kurma (date= kurma)
altux
Project Translator
Posts: 58
Joined: Tue Jul 21, 2009 3:42 am
Favourite Light Novel: Ahouka!
Location: [email protected] ITB Bandung

Re: Harry Potter And The Attachment Grandma

Post by altux »

here's the translation, sorry if it's no good


Chapter One
Extraordinary Exotic Exorcism

Once upon a time (of course, it's before the events in Harry Potter and The Deathly Hallows), The Hogwarts Magic School was

invited to attend an open House event in an Indonesian Magic School. For the magicians of the Europe continent, visiting a

magic school in Indonesia is a rare chance, because of the Indonesian magicians seems to be closed from the outer world, so

their ability becomes a mystery.

At the same time, they will also hold an competition for various magical branches, and also a Quidditch friendly match. And

it's obvious that the best seeker in Hogwarts, Harry Potter, will take part in that match, together with the other best

quidditch players chosen from the whole dormitory. They absolutely have no image of the quidditch players that Indonesia

have, because this sport is still new for indonesian magicians.

The Hogwarts magical train flies over the tropical area beyond the equator line while the dark night sky can be seen from the

train's window where Harry, Hermione and Ron sat daydreaming.

"Welcome to the exotic land," muttered Ron, breaking their daydreaming.

"well, I feel we will soon see magical beings which we never saw before," said Hermione while flipping a thick book that's as

thick as a phone book.

"What do you mean, Hormon>" said Harry, followed by a weird voice.

"Hermione!" protested Hermione followed by Ron's laughter burst.

"Harry had just finished eating the Namus Scramblus chocolate, he can't say people's name correctly for three days three

nights." Ron explained while suppresing his laughter.
User avatar
nastarHitam
Project Translator
Posts: 22
Joined: Thu Apr 12, 2012 9:28 pm
Favourite Light Novel: Ahouka!
Location: Indonesia
Contact:

Re: Harry Potter And The Attachment Grandma

Post by nastarHitam »

wow, this is briliant! (the indo version)
i literally loled.
Post Reply

Return to “Creative works”