-SLASHDØG- (Indonesia) Jilid 1 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1 - Kembali/Serangan[edit]

Bagian 1[edit]

Juli. Waktu saat panas menjadi semakin panas——.

Ikuse Tobio dan seorang teman berada di dalam kereta yang pulang dari sekolah——mereka membuka halaman majalah di dekat pintu.

“Kuakui, suspensi yang ini mungkin lebih baik.”

“Kalau begitu, bukankah lebih cepat untuk barang-barang berkumpul di tempat barang rongsokan di dekat tepi sungai?”

Untuk pendapat Tobio, temannya mendesah dengan mata setengah terbuka.

“Bodoh. Hal-hal seperti itu, seseorang yang tidak mengerti hal-hal seperti memilih bagian motormu sendiri tidak seharusnya mengendarai sendirian. Kalau jelek, nanti bukankah ada kemungkinan kecelakaan lalu lintas? Memang, bagusnya, dengan menabung uang untuk memasang bagian merek baru, bukankah itu membuat semuanya lebih romantis?!”

Temannya bicara dengan penuh semangat, matanya berkilauan.

Belakangan ini, dia tampak tergila-gila pada sepeda motor, dan untuk menyelesaikannya dia bekerja paruh waktu dengan gembira kendati dilarang sekolah.

Kebetulan, mendapatkan SIM motor umum di sekolah temannya dan Tobio juga merupakan pelanggaran aturan sekolah. Kalau ketahuan, mendapatkan skorsing segera itu tak dapat dihindari.

Tapi, itu adalah tahun keduanya di SMA. Katanya bahwa anak lelaki seusia itu pasti memiliki minat dalam motor dan mobil.

“Tobio juga harus mendapatkan SIM. Kita berdua bisa pergi tur! Ini akan sangat menyenangkan!”

Belakangan ini, dia sering mengundang Tobio untuk melakukannya.

Tobio sama sekali tidak berminat. Tapi......

“Ooh, kedengarannya lumayan.......Tapi aku lagi tidak berminat.”

Balas Tobio, tersenyum masam.

“Aku mengerti, tidak mudah untuk melupakan......”

Temannya menatap lantai kereta.

‘Masih belum terjelaskan! Masalah kecelakaan tenggelam Heavenly of Aloha. Kasus yang melemparkan bayangan di Amerika Serikat.’

Bahkan waktu Tobio melihat itu, bayangan kecil muncul di wajahnya.

Dua bulan yang lalu, Tobio berada di tengah-tengah kejadian itu.

Tenggelamnya kapal mewah yang memuat 233 teman-teman sekolahnya. Sebagai orang yang selamat dari insiden tersebut, Tobio dikejar-kejar media setiap hari.

Memang. Kalau sebuah kapal yang memuat murid SMA Jepang terbakar dalam kecelakaan laut, itu adalah berita besar. Itu adalah berita utama di setiap stasiun setiap hari, dengan media tanpa menunjukkan kepedulian sambil mewawancarai korban yang selamat dari insiden itu, dan juga para pejabat diwawancarai.

Sebuah pemakaman bersama untuk teman sekelas yang meninggal dilakukan di tengah keributan tersebut. Tobio, yang hadir sebagai orang yang masih hidup, cukup menjadi berita saat pemakaman.

Beberapa murid selain Tobio yang juga selamat tidak dalam keadaan untuk menghadiri sekolah untuk sementara waktu.

Mereka menjadi target tatapan keingintahuan dan juga penuduhan tapi, lebih dari itu, ada masalah serius.

Mendadak takkan ada teman sekelas, sampai saat ini, masih hidup. Seperti para guru yang juga hilang dalam kecelakaan, tidak ada banyak orang di sekolah yang bisa menawarkan hiburan. Insiden itu, mengingat bagaimana masyarakat, waktu yang berarti diperlukan untuk mengatur dan menerima pengalaman tersebut dalam pikiran seseorang. Para murid yang selamat, diburu oleh pers, memiliki banyak pilihan selain tinggal di rumah sampai kehebohan atas insiden itu mereda.

“Dari kejadian itu, bukankah aneh bahwa mereka tak pernah menemukan orang-orang yang masih hidup?”

Atas pertanyaan temannya, Tobio menurunkan tatapannya.

“Aah, cuma mereka yang tidak berpartisipasi dalam perjalanan sekolah yang selamat.......Di antara kita, semuanya kurang dari sepuluh, termasuk diriku.”

Mereka yang selamat dari tahun ajaran yang sama dengan Tobio, mereka semua terbatas pada murid yang juga tidak mampu untuk menghadiri perjalanan sekolah. Di antara murid yang hadir serta para guru, tidak ada yang selamat.

Ketika kapal itu hancur menjadi dua, separuhnya sudah tenggelam ke dasar laut, sementara separuh lainnya terus dicari. Dari sini, mayat beberapa guru ditemukan, hanya mayat yang ditemukan dari orang-orang di atas kapal. Dari penelusuran itu, mayat para murid tidak pernah ditemukan secara utuh. Pencarian dicoba dilanjutkan dan menyelamatkan sisa-sisa yang tenggelam di dasar laut, tapi kapal tenggelam itu telah berakhir di sebuah celah sempit yang tidak diharapkan, dengan mengangkutnya pun sangat sulit. Sampai sekarang, tidak ada kemungkinan mereka ditemukan.

Mereka di TV mengusulkan berbagai teori pada kecelakaan tenggelam itu, sambil gosip yang mencurigakan beredar tentang bagian dalam kisah nyata. Setiap hari ada seorang komentator kurang ajar mengatakan, ‘Penyebabnya adalah senjata rahasia negara tetangga!’ atau ‘Fenomena supranatural!’, ‘Ini karya UFO!’ dan sejenisnya, tapi semua yang dibicarakan itu omong kosong.

——Itu karena penyebab kecelakaan tenggelam itu masih belum diketahui.

Teori yang diragukan itu bermaksud mengikuti arus sambil tidak menghadapi kenyataan.

Tapi, orang Jepang cenderung mudah bosan. Tanpa kemajuan dalam kasus ini, pada saat sebulan telah berlalu liputan korupsi politik menjadi isu utama, sementara berita tentang kecelakaan tenggelam secara bertahap diperlakukan kurang layak diberitakan.

Mungkin keluarga korban dari para murid tidak ribut mengenai siapa yang harus disalahkan. Meski ada pendapat awal yang dibesar-besarkan berkata “mengambil risiko!” dan semacamnya, sedikit demi sedikit menjadi masalah yang tak ingin mereka hadapi.

Setelah satu bulan, orang-orang yang selamat serta Tobio sudah memutuskan sekolah mana yang telah menerima mereka, akan mereka hadiri. Di antara mereka, tak ada yang memilih terus menghadiri SMA Ryoukuu yang akhirnya telah mereka lalui. Semua teman-teman sekolahnya tak lagi bersekolah di sana.

Dengan begitu murid yang masih hidup tersebar, lari dari wartawan media serta tetangga mereka sebelumnya ketika mereka menghadiri sekolah dulu itu, yang juga telah menyaksikan mereka dengan rasa ingin tahu tak terkendali.

“Saat itu hal-hal gila itu terjadi. Karena kamera media massa setiap hari penuh di depan gerbang utama.”

Sambil temannya mengingat adegan itu, Tobio mengenakan ekspresi tak suka.

Setelah temannya mengatakan itu, dia telah diminta untuk mengomentari itu setiap hari di sekolah tapi tidak satupun dari itu dieksploitasi.

Awalnya ia diperlakukan seperti sedang sakit, melainkan juga memberinya ekspresi menggangu, dia nyaris tak bicara pada murid yang ditemuinya, dan akhirnya memberi kedamaian.

Awal musim panas——karena memasuki bulan Juli, saat kejadian itu tidak lagi dibicarakan, kegelisahan menjadi ketenangan, dan dia mampu menenangkan diri dengan caranya sendiri. Dan untuk pertama kalinya dia mampu merasakan kehilangan teman-teman sekelasnya.

“Yah, pikiran ini pastinya menyakitkan, jadi bukankah lebih baik bahwa kamu mengabdikan diri untuk beradaptasi dengan kehidupan baru ini? Memikirkan hal-hal yang tidak menyenangkan begitu, pastinya berbahaya bagi jiwa-ragamu.”

Memukul punggungnya, temannya memberinya kata-kata menghibur. Tobio bersyukur dan mengikuti kata-kata ini.

Sementara itu, kereta tiba di stasiun di mana temannya keluar.

“Ah, aku turun di sini. Satu hal lagi. Jangan cemas dan bergembiralah.”

Dia keluar dari kereta dan menunjukkan sikap berani pada Tobio dengan senyum. Tobio memberikan balasan pendek, “Ah, sampai jumpa,” dan melambaikan tangannya.

“……….”

Tobio tetap diam di dalam kereta dan mengembuskan napas.

Maaf——.

Tobio di dalam hatinya, meminta maaf kepada temannya.

Diantara teman-teman baru, kekosongan mendalam itu masih ada. Kekosongan yang masih belum terisi penuh.


Sambil terguncang di dalam kereta, Tobio tengah menatap langit.

Ketika sendirian, dia memiliki lebih banyak waktu untuk menatap sesuatu dengan kosong seperti ini.

Mengambil ponselnya, Tobio menurunkan pandangannya ke layar pesan. Kebanyakan kotak masuk digunakan untuk penjagaan, menjaga masa lalu yang mulai menghilang.

Alamat, dari teman-teman yang meninggal dalam kecelakaan. Pesan yang dikirim dari mereka sampai hari kecelakaan. Sementara berada di kereta sendirian, memeriksa pesan sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Setiap kali ia melihat pesan tersebut, wajah teman sekelas melayang di benaknya, menyebabkan dia kesepian sambil merasakan perasaan nostalgia. Mana mungkin mengirim pesan balasan, itu hanyalah kumpulan. Tapi biarpun mereka tak bisa mengirim pesan, itu hanya titik kontak Tobio dengan mereka.

Dan dia akan terus memeriksanya, sambil jarinya berhenti di salah satu pesan. Pengirim, Sae——Toujou Sae. Gadis yang telah menjadi teman masa kecil Tobio.

‘Akan naik pesawat. Menantikan perjalanan udara yang nyaman. Sampai ketemu lagi. Dan pastikan kamu beristirahat dengan benar!’

Pesan yang akan dikirim dari bandara. Ini dia, kontak terakhir darinya.

Kehidupan barunya dimulai, kehidupan yang jadinya terbiasa, di mana Tobio, ketika dia sendirian, sering menangis di kamarnya. Karena dia akan tiba-tiba diserang oleh rasa kehilangan.

Biarpun dia mengirimi mereka pesan, biarpun dia menelepon mereka, Sae dan teman-temannya takkan kembali. Mereka takkan pernah kembali, hari-hari biasa itu.

Tertawa sama-sama saat istirahat, menertawakan teman sekelas mereka yang disodok oleh guru setelah tertidur selama pelajaran. Istirahat makan siang, membicarakan topik bodoh di atap, menghabiskan waktu dengan teman-teman yang berisik di karaoke dan game center sehabis sekolah, kenangan sehari-hari.

Sae yang pergi ke SMA yang sama dengannya——. Karena mereka tinggal dekat SMA itu umum terjadi. Dia akan selalu menunjukkan kepada Tobio senyumnya yang tak terlupakan.

——Kejadian sehari-hari itu takkan kembali.

Di hari ia pergi ke perjalanan sekolah, Sae tampak kesepian saat ia pergi——.

Dia takkan pernah lagi bisa mendengar alasan untuk wajah begitu.

Sesuatu yang penting telah hilang selamanya. Sesuatu yang tak bisa memulihkan Tobio.


Tobio, daripada dia turun di stasiun biasanya, dia turun dua stasiun lebih awal.

Dia bisa mampir ke toko buku, menghabiskan waktu di game center. Dia belum bisa pulang. Karena kedua orangtuanya berada di luar negeri, biarpun dia pulang ke rumahnya sendiri takkan ada orang di sana. Bagi Tobio yang tidak memiliki saudara kandung, bahkan setelah pulang, rumahnya akan menjadi tempat yang sepi.

Dia hanya bisa hidup karena uang yang dikirimkan kepadanya oleh orangtuanya. Dia juga melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri. Dia juga belajar memasak, sampai-sampai dia bisa menyiapkan bento sendiri. Tidak perlu mencemaskan gaya hidupnya.

Dengan tidak segera kembali ke rumahnya, dia tidak akan kesepian sendirian. Jika dia sendirian, dia akan diserang oleh penderitaan.

Sendirian, kembali ke apartemen besar, dia hanya akan memikirkan teman-teman sekelasnya seharian. Setelah pikiran seperti itu muncul di kepalanya, mereka terus-menerus akan mengisi pikirannya sampai ia meninggalkan rumah pada keesokkan harinya.

Rasa kehilangan akan merusak pikirannya. Daripada itu, dia berpikir untuk melarikan diri ke keluarganya di luar negeri, tapi dia sudah punya teman baru, dan juga akan menyiksa untuk berpisah dengan mereka juga.

Jika dia pergi ke luar negeri, dia takkan pernah bersatu kembali dengan mereka. Selain itu, biarpun dia pergi, tidak mungkin dia akan melupakan teman sekelasnya.

Dengan berbagai pemikiran itu, akhirnya Tobio memutuskan untuk pulang nanti. Sebisa mungkin, dia menelusuri toko buku, menikmati permainan di game center. Hanya dengan begitu, rasa sakitnya akan berkurang.

Pukul 6 malam berlalu, pukul 7 tiba. Matahari masih muncul untuk waktu yang lama di musim panas, dan masih muncul hingga akhir pukul 7.

Tobio, setelah kalah bermain permainan bertarung sehabis dia bermain sampai pertarungan bos terakhir, sambil mendesah memutuskan untuk pulang. Pada saat ini, kota itu jarang sekali penduduknya dengan orang-orang seperti pekerja kantor yang baru saja selesai bekerja. Tobio berjalan dengan mata kosong.

Ketika dia sampai di penyeberangan. Mendadak melihat trotoar di seberang jalan, mata kosong Tobio ini melihat sesuatu. Seketika, matanya terbuka selebar mungkin.

——Sae!?

Apa yang saat itu dia lihat, itu adalah sesosok yang seharusnya mustahil——. Melihat hal seperti itu, jantung Tobio mulai berdetak keras.

Mereka memiliki hubungan yang mana masing-masing telah menyaksikan pertumbuhan yang lain sedari usia dini. Mana mungkin dia salah.

Sebelum dia bisa mencoba untuk menjangkau, sinyal pejalan kaki berubah merah. Tentunya, orang-orang yang meninggalkan pekerjaan menjadi seperti dinding, dengan tidak ada jalan.

Dengan cepat berubah menjadi terkejut! Sae ada......, Sae ada di sana!

Sambil Tobio menyaksikan, beberapa pria dan wanita berkumpul di sekitar Sae. Menatap, Tobio lebih terkejut.

Di antara wajah-wajah tersebut, ada teman baik dari kelasnya; itu adalah sosok Sasaki Kouta.

Sasaki bicara panjang lebar dengan Sae. Lalu, kerumunan yang mencakup Sasaki dan Sae berjalan ke suatu tempat.

Aku harus ke sana! Tapi, sinyalnya masih belum berubah.

Dia menyadari kerumunan Sae akan menyeberang dengan sinyal bolak-balik. Ketika sinyalnya berubah, kerumunan yang tengah berjalan itu hampir nyaris masih terlihat. Mengarungi kerumunan, Tobio mulai berlari.

Dia hidup——.

Dia belum tahu bahwa orang itu memang dirinya. Mungkin ilusi yang dibentuk oleh keinginannya sendiri.

Tapi, mayatnya belum ditemukan dari laut. Mayatnya masih belum ditemukan.

Mereka mungkin belum tentu tewas. Mereka ada 200-an lebih, jadi seharusnya tidak aneh biarpun beberapa orang mengapung dan berakhir di suatu tempat di pulau! Kurangnya ketenangan, pikirannya berputar karena ilusi menyebabkan dia berpikir begitu.

Tobio mengejar kerumunan itu.

Saat matahari terbenam, warna senja semakin dalam.

Tobio terengah-engah, saat dia mengejar kerumunan itu. Tapi, tertahan oleh sinyal lagi beberapa menit yang lalu, dia telah kehilangan pandangan ke mana kerumunan itu telah pergi.

Sedikit demi sedikit, dia melanjutkan untuk berjalan menuju jalanan yang kurang berpenghuni.

Saat dia maju di jalan remang-remang, jalanan itu menjadi sangat tenang. Pada saat itu, dia melihat sesosok yang memasuki lokasi area konstruksi pada ujung pandangannya.

Dia mengejar, mencapai depan gedung yang dalam pembangunan. Tempat pembangunan kondominium. Pintu masuk ke lokasi pembangunan ini anehnya terbuka, sehingga mudah untuk menemukan pintu masuk.

Tobio, membenarkan bahwa tak ada yang melihat, melangkah ke lokasi itu. Dia melanjutkan untuk masuk ke lokasi yang penuh dengan baja dan kayu.

Karena cahaya dari lampu listrik tidak sampai sini, dan karena langit senja, jarak pandang sangat remang di dalam. Tobio mengaktifkan fungsi lampu ponsel, dan terus berjalan.

Ketika dia menuju ke sekitar sudut. Seseorang berdiri disana——.

Tobio kenal dengan punggung itu. Meski mengenakan kemeja putih bukan seragam sekolah, itu adalah salah seorang kerumunan yang dia ikuti, tidak meragukan punggung teman yang telah menghadiri sekolah yang sama dengannya sampai musim semi tahun ini.

“......Sasaki?”

Tobio berseru dengan hati-hati.

Meski dipanggil, Sasaki terus berjalan ke arah belakang. .......Dia mulai merasa khawatir tentang apa yang ada di depan. ......Dia mulai penasaran apa orang itu sadar, atau bahkan manusia.

“Sasaki......apa yang kamu lakukan?”

Sekali lagi, Tobio berseru. Lalu anak lelaki itu berbalik untuk menghadapinya. Sambil tubuhnya berbalik, cahaya yang telah bersinar di punggungnya kini menerangi matanya.

“——!”

Tobio mengeluarkan suara tak jelas dan mundur.

Dari belakangnya…....sesuatu yang besar sedang mengunyah. Sesuatu itu menyadari dirinya, dan menuju ke arahnya. ......Itu makhluk yang menyerupai kadal raksasa. Mulut makhluk itu berwarna dengan darah. Lidah itu muncul dengan suara menyeruput sambil menatapnya penuh rasa ingin tahu. Anak lelaki yang berdiri di dekatnya pasti Sasaki. Itu pasti Sasaki. Tobio yakin.

Pada saat itu, sesuatu yang berguling. Bersinar karena cahayanya, ada kepala si anjing yang diamputasi berbaring di sana.

Ada bekas luka yang mendalam di kepala. Kulit di sekitar bola mata di satu sisi telah terkerok.

“Hii!”

Tobio mengeluarkan jeritan kecil, meringis saat ia melihat.

Si kadal mulai mengunyah si anjing. ......Suara mengunyah yang dia dengar sebelumnya pasti......suara mengunyah sisa-sisa si anjing!

Di depannya Sasaki tetap tanpa ekspresi, menatap Tobio, lehernya sedikit condong. Dada kemeja putih telah berwarna merah dengan semprotan darah si anjing.

Sasaki——. Dia Sasaki. Itu adalah teman sekelas yang sama, yang selalu pergi ke karaoke dan ke area bermain sama-sama. Tapi dulu ia selalu tersenyum iseng, kini ia hanya menatap Tobio tanpa emosi. “Sasaki”, ia ingin berseru lagi tapi suaranya tak bekerja. Itu mungkin karena jiwa-raganya telah lumpuh karena ketakutan.

“Hei......apa yang kamu lakukan?”

Tobio berhasil mengucapkan itu, mempertanyakan perasaan apakah dia dipermainkan.

“......tem......u…”

Sasaki mengeluarkan suara. Itu pada volume yang tak bisa didengar kecuali berkonsentrasi.

Saat berikutnya, tepat di depan matanya anak itu tersenyum dunia lain. Mulutnya terbuka tipis, mata menyipit, menatap Tobio dengan senyum menakutkan.

Si kadal, yang telah memakan si anjing, menghentikan makannya dan mendekat. Tidak mungkin untuk merasakan emosi dari mata itu, yang sosoknya mirip hewan yang telah memojokkan mangsanya.

Keseluruhan tubuh Tobio terasa mati rasa dan menggigil, sosok itu, yang terlihat seperti Sasaki, perlahan membuka mulutnya.

“Lakukan”

Dia mendengar apa yang terdengar seperti suara merobek udara, diikuti oleh suara derik dari belakangnya. Berpaling ke sana, dia menemukan bahwa kayu yang disandarkan ke dinding telah dipotong menjadi dua. Tobio mendengar suara angin tambahan, dan berbalik.

Tobio menatap ke depan, di mana dari mulut si kadal yaitu lidah panjang menjijikkan telah diulur seperti tentakel. Sesuatu seperti air liur menetes ke tanah.

Di ujung tentakel aneh, ada benda keras yang mirip dengan cakar atau taring.

Tobio memperhatikan bahwa pipinya telah dilukai. Sambil mengelus pipinya, tangannya menjadi berlumuran darah. Itu telah sampai dekat telinga.

......Monster...... kadal?

Itu adalah makhluk yang melebihi akal sehat minimal Tobio. Ukurannya sekitar 3 meter. Dengan panjang seperti itu, itu mengingatkannya pada komodo, meski dia tak bisa mengingatnya sambil makhluk itu memiliki tentakel aneh dan bukan lidah.

“……Ketemu……”

Orang dengan sosok Sasaki mendekat, tersenyum menakutkan, sambil bilang begitu. Monster kadal di depan Sasaki merespon.

Tobio meraih batang baja yang berada di kakinya. Memegang baja di tangannya, diarahkan pada monster itu.

“K-kalau ini candaan tolong berhenti, Sasaki.”

Meski dia mencoba tersenyum dengan memaksakan ujung mulutnya naik. Otot-otot di pipinya telah tegang karena ketakutan.

Saat Tobio mengangkat batang baja itu, monster kadal itu mendekat tanpa campur tangan. Tobio menanggapi dengan melangkah mundur sedikit demi sedikit.

Dia tak bisa memalingkan muka dari lidah menakutkan dan menggeliat monster itu. Secara naluriah, dia tahu bahwa dia akan mati saat dia memalingkan muka dari tentakel mirip lidah itu.

Dia tidak tahu seberapa jauh lidah itu dapat meregang, tapi pikirkan saja untuk mengambil kesempatan ini dengan berlari dan menjaga beberapa jarak. Ini adalah keputusan yang Tobio dapatkan.

Secara bertahap dia beringsut mundur sedikit demi sedikit untuk menjaga jarak.

(Ini sungguh bukan ide bagus dengan memalingkan muka pada bentuk tentakel itu)

Tobio meletakkan tangan di saku celananya.

Dia merasakan sesuatu yang keras di tangannya. Ini koin tambahan yang bisa ditukar di game center.

Tobio mengambil koin di sakunya, dan melemparkannya pada monster kadal itu. Salah satu koin-koin itu dapat dengan mudah didapat dan lidah si monster kadal itu jatuh, sehingga ada celah dimana ia bisa melarikan diri sementara.

Dia mengubah postur tubuhnya untuk melarikan diri dan segera mulai berlari, tapi tentakel yang telah membentang memasuki pandangannya. Dengan refleks Tobio bersiap untuk membela diri dengan potongan baja silinder. Tapi lidah itu melilit potongan baja silinder itu.

“Ku......”

Dia mencoba untuk melepaskan lilitan tentakel dari potongan baja silinder itu, tapi kekuatan yang luar biasa diterapkan padanya.

Perlawanannya sia-sia, sambil baja di tangan Tobio telah dilepas oleh tentakel itu. Pada sinyal Sasaki, si monster kadal melemparkan potongan baja silinder itu menjauh. Sebuah suara logam, pudar terdengar dari belakang.

Kembali pada Tobio, mangsa aslinya, monster kadal itu mendekat terus selangkah demi selangkah.

Tobio berjalan mundur sambil diselimuti teror. Dia mencoba untuk melarikan diri lagi, tapi lidah itu baru melilit kakinya, menyebabkan dia untuk segera tersandung dan jatuh. Saat dia mencoba berdiri, dia melihat sesaat si monster kadal mendekat.

Melihat adegan ini, orang dengan sosok Sasaki menyeringai. Lidah si monster kadal membuat gerakan berliku-liku, mengarahkan ujung seperti taring itu pada Tobio.

Sudah berakhir!

Setelah menyimpulkan begitu, sesuatu datang di antara Tobio dan monster itu dengan kecepatan sangat tinggi.

......Ketika tak ada yang terjadi bahkan setelah menunggu beberapa detik, anehnya Tobio melirik ke arah monster itu. ——Lalu, ujungnya terputus, dan si monster kadal berteriak tanpa kata-kata.

“Aku takkan membiarkanmu melakukannya semudah itu.”

Mendadak, dia mendengar suara seorang wanita muda dari belakang. Pemilik suara itu, bersamaan dengan suara langkah kaki, muncul di sisi Tobio. Gadis itu mengenakan seragam sekolah dari suatu tempat. Tahun yang hampir sama. Rambutnya diikat ke belakang.

Bagi Tobio sepertinya dia telah melihat siswi ini sebelumnya di suatu tempat, tapi......mungkin karena situasi ini membingungkan, dia tidak begitu ingat.

Sambil Tobio melirik gadis itu, ia mengambil satu langkah maju.

“Aku akan melawanmu.”

Sambil dia berkata pada si kadal, meluruskan tangannya. Menanggapi provokasi gadis itu, Sasaki menginstruksikan si monster kadal dengan tangannya. Lidah si kadal mencoba untuk menyerangnya dengan cakarnya. ——Dalam sekejap, ada sesuatu yang terus lewat di antara Tobio dan gadis itu dan kecepatan yang luar biasa. Menghilang dalam kegelapan sementara menyentuh sisi monster itu pada kecepatan tinggi.

Sesaat kemudian, lidah monster itu perlahan-lahan jatuh. Ada luka di leher, kepalanya jatuh ke tanah. Sementara tubuhnya memekik hilang kekuatan dan jatuh ke tanah.

Seakan dia telah kehilangan kesadaran pada saat yang sama, orang yang tampak seperti Sasaki juga jatuh di tempat itu.

Masih tetap ketakutan, Tobio masih dalam keadaan bingung sekali untuk memahami apa yang telah terjadi. Si monster kadal——ia mati. Suatu organisme seperti sesuatu dengan leher putus, seharusnya tidak ada. Biarpun ada, setidaknya itu akan menentang akal sehat——.

Dari kegelapan di depan, kepakan sayap terdengar, tampaknya itu burung pemangsa yang besar——burung yang tampak seperti elang menuju ke arah mereka. Si burung, yang bertengger di lengan gadis itu, terutama sangat senang. Gadis itu juga membelai kepala si burung dan mengatakan, “Baik, baik”. Sebelumnya, apa yang melewati Tobio rupanya burung yang kini bertengger di lengan gadis itu. Kalau memang begitu, maka apakah burung ini yang mengalahkan monster itu?

Dia masih ragu-ragu, tapi kini Tobio lega bahwa dia telah selamat. Dia mendesah pelan.

Tapi lega itu hanya sekilas, sambil Sasaki yang tergeletak di tanah diselimuti oleh fenomena bercahaya misterius. Itu juga menyelimuti si monster kadal yang kini sudah mati. Itu adalah cahaya biru, yang tengah dipancarkan dari sesuatu yang melingkar di tanah, yang diukir dengan karakter asing. ......Seakan, seperti “lingkaran sihir” yang sering terlihat di game dan manga. Lingkaran sihir yang serupa mengeluarkan pancaran yang lebih mempesona yang akan membuat orang ingin menutupi mata mereka. ......Setelah cahaya itu berhenti, dia melihat lokasi itu, di mana si monster kadal dan Sasaki tidak lagi dapat ditemukan.

......Setelah fenomena yang mirip dengan terjepit oleh rubah (TLN: kebingungan), apa yang telah terhampar di depan mata Tobio meninggalkannya begitu terkejut hingga tak bisa berkata-kata.

“Ikuse......-kun, benar?”

Sama sekali tak terkejut dengan fenomena ini, gadis itu bertanya sambil melihat wajah Tobio.

“Y-ya itu aku......dan kamu......?”

Balas Tobio. Dia tampak agak familier. Tapi dia tak ingat dengan jelas. Itu karena dia melihatnya di suatu tempat......

“Aku Minagawa Natsume. Kamu benar-benar......tidak kenal......kita tak pernah bicara langsung, bahkan nama dan wajahmu tidak sesuai. Kalau aku tidak melihat fotomu....”

Gadis, yang bernama Natsume, mengeluarkan ponsel dari saku roknya, dan menunjukkan layar padanya. Terbukti, tampaknya ada gambar Tobio sebagai gambar ponsel. Ini adalah apa yang ingin Natsume sampaikan dengan menunjukkan kepadanya layar ponselnya.

Di bagian bawah, bersamaan dengan pemandangan tak asing, aku telah difoto saat berbicara dengan teman-teman lama.

Melihat itu, Tobio paham secara naluriah.

“Maksud, maksudmu——”

Ketika Tobio hendak mengatakan itu keras-keras karena terkejut, Natsume melanjutkan kata-katanya sambil tersenyum puas.

“Uh huh, aku kelas dua di SMA Ryoukuu orang yang selamat seperti dirimu.”

Bagian 2[edit]

“Kalau aku, aku ingin memesan satu krim vanilla yang kaya rasa dengan sirup dan sesuatu dari bar minuman. Errr, apa yang mau kamu pesan Ikuse-kun?”

“Tidak, ‘makasih, kamu saja.”

Tobio menggeleng.

“Kalau begitu, baiklah.”

Menanggapi perintah Natsume, pelayan itu berjalan menuju dapur.

Setelah pertemuan dengan orang yang tampak seperti Sasaki dan serangan dari si monster kadal, keduanya mengunjungi sebuah restoran keluarga. Natsume telah mengatakan, “Karena ceritanya panjang, mari kita pergi ke tempat lain yang mana tempatnya tenang,” dan membawa Tobio kemari.

Usai dia kembali ke tempat duduknya sehabis memilih minumannya dari bar minuman, Tobio membuka pembicaraan.

“Apa maksudmu?”

“Apa?”

Pada pertanyaan Tobio, Natsume merespon dengan nada ringan. Dengan sikap sedikit kesal, Tobio mengernyitkan alisnya dan bertanya lagi.

“Apa semua itu? Apa cerita di balik ini?”

‘Itu’ jelas mengacu pada pertemuan sebelumnya dengan teman Tobio——insiden dengan Sasaki dan si monster kadal. Monster apa itu? Itulah yang ditanyakan Tobio. Natsume, yang duduk di hadapannya, setidaknya tahu sesuatu tentang monster itu.

“Seperti yang kamu lihat, itu adalah monster dan majikannya.”

Natsume menjawab tanpa ragu. Sebelum Tobio bisa mengajukan pertanyaan lain, dia melanjutkan.

“Makhluk yang tampak seperti teman sekelas kita membuat monster itu, yang disebut ‘Utsusemi’. Dengar, mereka prototipe tipe avatar independen——atau begitulah kelihatannya. Mereka dan monster mereka, secara kolektif mereka disebut ‘Utsusemi’.”

Usai dia mengatakan hal itu, dia membasahi jarinya pada segelas kopi dingin dan menulis karakter katakana untuk ‘Utsusemi’ di atas meja.

“Utsusemi?”

Tidak familier dengan kata itu, Tobio bingung.

“Uh huh, Utsusemi. Yah itulah nama resminya...... Tapi yah, mereka——dan gadis itu juga, semua Utsusemi memiliki sosok para murid kelas dua SMA Ryoukuu yang hilang di hari kecelakaan.”

“Apa!?”

Tobio terdiam. Natsume tetap menatap serius sambil terus bercerita.

“Sementara aku tak tahu persis rincian tersebut, 233 murid yang berada di kecelakaan laut, saat ini, masing-masing dan salah satu dari mereka akan dipasangkan dengan monster seperti yang kita temui sesaat yang lalu.”

Dia hanya terus mengatakan satu hal yang luar biasa setelah yang lain.

Sejak pemakaman bersama, dia bertemu korban lain dari kecelakaan. Tapi sebelumnya dia tidak pernah bertemu dengannya di SMA Ryoukuu.

Bisa bertemu seseorang dengan kondisi yang sama, ini berada di luar kemampuan Tobio pahami.

Melihat ekspresi bingung di wajah Tobio, Natsume menghela napas dan meletakkan tangannya di tasnya.

“Aku tahu itu tampak aneh dan mendadak mengatakan hal-hal aneh begitu. Pokoknya, karena kamu akan mendengar semua itu lagi nanti, untuk sekarang——”

Dia mengambil benda bulat putih dari tasnya. Seukuran softball.

“Peranku adalah untuk memastikan memberikan ini pada Ikuse-kun.”

Natsume menempatkan benda bulat putih di atas meja. Tobio mengangkatnya hati-hati.

Tampaknya ini cuma benda bulat biasa. Tapi, dengan segera, benda bulat itu mulai berdenyut dengan detak jantungnya sendiri.

“Uwah”

Berteriak, Tobio menjatuhkan benda bulat itu di atas meja.

“Kamu harus hati-hati. Kamu tidak ingin ia mati.”

Sementara menyendoki sendoknya ke dalam krim vanilla kaya rasa yang pelayan itu bawa, Natsume tanpa ragu mengatakan sesuatu yang tak menyenangkan.

Dengan senang hati dia meraup krim vanilla ke dalam mulutnya.

“Mati, maksudmu?”

Tobio yang cemas memprotes pilihan kata-kata yang tak menyenangkan Natsume.

“Utsusemi, tampaknya, mengarah pada kita para murid yang selamat dari perjalanan itu karena tidak berpartisipasi. Bahkan, bukankah kamu juga tadi ditargetkan? Aku juga telah ditargetkan baru-baru ini.”

“Cerita konyol macam itu, mana mungkin aku bisa percaya?”

“Sangat egois untuk tidak percaya, Ikuse-kun, terutama mengingatmu diserang. Kalau aku tak datang ketika itu, dia mungkin sudah membunuhmu.”

Dia ingat bagaimana Sasaki dan monster itu tiba-tiba menghilang saat dibungkus cahaya dari wujud lingkaran sihir itu.

“......cahaya itu membawa mereka.”

“Un. Tak tahu kenapa, setelah mengalahkan monster, menyebabkan si pemilik tak sadarkan diri——saat itu terjadi, mereka berdua menghilang bersamaan dengan fenomena bercahaya. Ini seperti fantasi.”

Dia cekikikan dan tertawa. Tobio tiba-tiba merasa mengerti.

Natsume menunjuk sendok padanya.

“Jadi, ‘telur’ itu penting. Bukankah itu menjadi senjata berharga bagi murid SMA yang normal dan tak berdaya seperti kita?”

Natsume memandang ke luar jendela. Mengikuti tatapannya Tobio juga memandang ke luar toko. Di cabang-cabang pepohonan dengan trotoar di mana orang-orang datang dan pergi, burung yang sebelumnya bertengger. Burung itu memandang sekeliling sembil tampak gelisah. Matanya yang tajam bisa melihat jauh.

“Yah, karena kita tak bisa tinggal di dalam selamanya dan elang-chan-ku tidak melihat siapa pun menyelinap di luar, bisa kita pergi segera?”

Natsume, setelah menghabiskan krim vanilla kaya rasanya, berdiri.

“Hei, tunggu!”

Natsume menarik Tobio yang masih memiliki pertanyaan untuknya, dan berdiri menghadapnya. Sambil Tobio merasa malu dengan tindakan tiba-tiba itu, dia menarik mulutnya mendekat telinganya sambil tersenyum puas. Memasuki lubang hidung Tobio, ada aroma manis yang berasal dari rambut Natsume.

“Nanti, aku akan mengunjungimu di rumah.”

Dia membisikkan sesuatu yang mendalam di telinganya dan kemudian pergi.

Tobio yang terpaku, menampar wajah memerahnya. Dia menggeleng untuk membersihkan pikirannya.

“......Bentar, dia tahu di mana rumahku berada?”

Menyuarakan pertanyaan seperti itu, ia menatap benda bulat yang dibawanya.

‘Telur’——.

Akankah sesuatu lahir dari ini?

Sebelumnya, denyut yang dia rasakan dengan tangannya, sudah cukup jelas.

Dengan pikiran menakutkan, Tobio menempatkan ‘telur’ yang diduga ke dalam tasnya.