A Simple Survey (Indonesia):Jilid 1 Akhir1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kasus Harumi[edit]

Part 1[edit]

“Hahh. Hasilmu sama denganku,” kata Harumi dengan mata terbelalak.

Mereka ngobrol sambil meninggalkan auditorium dan berjalan melalui kampus universitas malam hari.

“Apakah artinya jalan pikiran kita sama? Profesor itu bilang sesuatu tentang menyelidiki isi hati kita, jadi ini mungkin berarti kita cocok.”

“Setidaknya,” kata Anzai yang memotong komentarnya .

Hal ini sama seperti yang Aisu katakan. Dia dapat mengerti bagaimana dia juga akan kehilangan rasa jarak emosionalnya jika dia terjebak di dalam kata-kata manis Harumi.

“Itu adalah peristiwa yang aneh. Semua tentang hal itu aneh. Tapi yang teraneh dari semuanya adalah…”

“Oh, oh, oh!” Harumi mengacungkan tangannya dengan gembira. “Peserta survei yang adalah semua orang yang belum pernah kulihat sebelumnya itu membuatnya aneh.”

“?”

“Semua peserta survei yang lain. Aku telah berada di sini lebih dari setengah tahun, tapi aku belum pernah bertemu orang lain yang ada di sana.”

“Universitas itu adalah tempat yang besar. Itu adalah kumpulan dari mahasiswa bermasalah, jadi tak terlalu mengejutkan kan kalau isinya dipenuhi oleh orang yang kau tak kenal? Maksudku, Aku belum pernah bertemu dengan salah satu dari kalian sebelumnya.”

“Tapi aku pernah melihatmu sebelumnya.”

“Hah?”

“Aku pernah melihatmu secara sekilas di restoran keluarga kampus. Kau selalu memakai kalung yang sama kan? Itulah mengapa aku mengingatmu.”

Anzai mulai batuk.

Di sana terdapat cukup banyak ruang untuk kesalahpahaman dan dia dapat melihat gadis klub kabaret yang bernama Aisu nyengir. Menyadari semua itu, Harumi melanjutkan.

“Tapi aku tak ingat pernah melihat orang lain yang mengikuti survei meskipun cuma sekilas. Profesor itu pergi tepat setelah survei berakhir dan hal selanjutnya yang aku tahu, semua peserta yang lain menghilang. Kenapa ya? Aku punya perasaan kalau aku takkan pernah melihat orang-orang itu lagi yang minggat untuk pergi ke tempat lain.”

“Itu gila.”

“Ah ha ha. Aku tahu. Tapi saat aku melihatmu tidur di dalam auditorium, Aku teringat akan suatu balon. Suatu balon yang terjebak di cabang pohon. Aku merasa seperti kau akan hanyut ke suatu tempat jika aku tidak memanggilmu.”

Tempat-tempat seperti toserba dan restoran keluarga di kampus berada di bangunan khusus, bukannya menjadi bagian dari bangunan fakultas. Sama halnya dengan kedai kopi itu. Para dosen dan mahasiswa sama-sama merasa sebal karena harus pergi ke luar untuk ke sana pada saat hujan dan bagaimanapun mungkin juga tidak ada di kampus kalau mereka harus berjalan sepanjang jalan melintasi kampus.

Ketika mereka sampai di kedai kopi, Aisu memberikan senyuman kejam.

“Oh, manajer di belakang baru saja mendecakkan lidahnya.”

“Tentu saja dia melakukannya. Dia baru saja kehilangan kesempatannya untuk menutup kedai ini lebih awal pada jam 8.”

“Tidak ada orang lain selain kita di sini, tapi aku akan pergi mendapatkan meja untuk kita.”

“Hotaru-san, katakan saja apa yang kau inginkan.”

Setiap saat mereka melakukan sesuatu, Anzai teringat mengenai kelengkapan lingkaran pertemanan grup para gadis itu. Dia harus bertanya-tanya kenapa mereka mengajak dia jika lingkaran pertemanan mereka sudah begitu lengkap.

Ketika dia sedang bertanya-tanya mengenai apa yang harus dilakukan, Harumi berbicara kepadnya dari samping.

“Peran pria itu adalah membawa minuman-minuman itu ke meja.”

“Aku hanya akan menganggap diriku beruntung karena kau tidak mengharapkanku untuk membayar.”

Setelah minumannya sudah siap, Anzai membawa baki plastik ke meja ketika bersungut-sungut tentang 4 atau 5 cangkir kertas tidak masalah sama sekali.

“Apa itu, Harumi? Apa kau memesan kumpulan kayu manis?”

“Menurutku pribadi, aku tak mengerti bagaimana siapapun bisa memesan kopi hitam. Itu hanya menusuk lidahmu.”

“Kau sama seperti biasanya, Hotaru-san. Kau tak peduli apa yang kau dapat, jadi kau selalu memesan minuman baru atau minuman spesial musiman.”

“Yah, kau memesan kopi jeli setiap saat kau datang ke sini. Seharusnya kau memesan minuman di sini, kau tahu?”

Keempat gadis itu kemudian menengok ke Anzai seolah-olah untuk berkata “Jadi apa yang kau pesan?” Menjadi pusat fokus bagi kelompok orang asing seperti itu terasa tak begitu nyaman, jadi dia segera menjawabnya.

“Brendi.”

“Kau memesan sesuatu yang beralkohol!? Aku tak tahu kalau mereka menyediakan alkohol di sini.”

“Kadar alkoholnya 80 proof. Apa kau sungguh-sungguh akan meminum itu?”

“Kalau begitu, kau pasti tidak mengemudi ke rumah. Dan karena kau setuju untuk mengobrol yang bisa berlangsung bagi siapapun yang tahu berapa lama waktunya, kau juga tidak usah takut mengenai mendapatkan kereta terakhir. Area di sekitar sini cukup mahal, jadi tidak ada apartemen pelajar. Dari hal itu, kelihatannya kau tinggal di asrama.”

“Inilah dia!! Deduksi penguntit gigihnya!! Aku selalu beranya-tanya kenapa dia tak dapat menggunakan hal itu untuk sesuatu yang lebih aman seperti investigasi kriminal!”

Godaan berlanjut itu sepertinya telah mengenainya karena Kozue mulai memercikan suatu cairan kental ke Aisu dari belakang tutup botol ke tempat sirup permen karet yang dia digunakan.

Kemudian gadis klub kabaret itu memuntahkan penghinaan yang mengakibatkan imej nya sebagai wanita menjadi hancur

Mengabaikan semua itu, Harumi berbicara ke Anzai.

“Bagaimanapun juga, aku sedang berbicara tentang bagaimana aku belum pernah peserta yang lain di sekitar kampus, kan?”

“Kau belum selesai?”

“Untuk beberapa alasan hal itu mengingatkanku tentang rumor mengenai orang-orang yang dapat kau bayar untuk melakukan apapun.”

“Oh, Aku pernah mendengarnya.”

Tidak jelas bagaimana hal itu berhubungan dengan apa yang Harumi bicarakan sebelumnya, jadi Anzai membalasnya tanpa semangat yang besar. Orang yang akan melakukan berbagai pekerjaan sering disebutkan di TV, tapi masih tidak jelas apakah orang seperti itu benar-benar ada. Setidak-tidaknya, tidak ada toko yang mengiklankannya di penunjuk toko mereka dan tak ada bisnis dengan deskripsi itu di departemen pencarian pekerjaan universitas.

“Apakah ada rumor tentang adanya kelompok seperti itu di sekitar sini? Ketika aku pindah ke sini, Aku ingat kalau aku pernah mendengar tentang orang yang kau dapat bayar untuk mengangkut barangmu dengan harga murah…”

Bagaimanapun juga Anzai tidak pernah tergoda untuk mencobanya. Perusahaan pindahan yang legit adalah suatu hal, tapi dia berpikir bahwa meninggalkan alat rumah tanggamu ke orang asing adalah hal yang gila.

“Kudengar mereka akan menyingkirkan para penguntit yang gigih.”

“Aku tidak melihat poinnya,” seru Anzai sambil menyeruput brendinya. “Sudah ada orang untuk melakukan hal-hal seperti itu. Bayar saja perusahaan pindahan atau panggil polisi. Bagaimanapun juga sesuatu yang legit akan menjadi hal yang lebih memastikan. Kau tak perlu berusaha sangat keras untuk membayar orang-orang mencurigakan.”

Dalam upaya untuk menghindari baku tembak pertempuran sirup permen karet, Hotaru menggeser kursinya mendekati Anzai.

“Dan siapa yang tahu bagaimana cara menghubungi mereka.”

“Dengan tisu saku,” seru Harumi yang tiba-tiba menyeringai. “Kadang kadang di stasiun dekat kampus ada seseorang yang membagikan tisu.”

“…Apakah ada nomor yang tertulis di tisu itu yang kau panggil untuk menghubungi mereka?”

Anzai ragu kalau orang banyak akan memanggil nomor asing karena ada kemungkinan kalau nomor itu akan mendatangkan tarif yang mahalnya selangit.

Hotaru kelihatannya setuju, tapi dia membolehkan percakapan itu untuk berlanjut. Mungkin itu adalah salah satu trik yang memungkinkan terbentuknya suatu pertemanan.

“Dan hal itu rumit. Jika orang yang membagikan tisu itu adalah kontak mereka, bukankah akan lebih cepat kalau dia hanya memegang suatu pengenal dan menerima permintaan orang-orang di sana?”

“Mungkin itu karena tak ada yang mau orang lain mengetahui kalau mereka menghubungi kelompok itu. Kau dapat meletakkan tisunya di sakumu sambil berpura-pura tidak tertarik dan kemudian memanggil nomornya nanti.”

“Kalau mereka mau merahasiakan hal itu, akankah mereka benar-benar mengatakan hal itu ke orang asing? Dan kalau kelompok ini benar-benar melakukan hal-hal mencurigakan, akankah mereka benar-benar berdiri di depan stasiun selama berjam-jam? Sekarang ini ada begitu banyak kamera.”

“Tapi…” Entah hal itu adalah pendapat aslinya atau dia hanya menambahkan topik pembicaraan, Hotaru memberikan pendapat dari sudut pandang yang berbeda. “Entah mereka menggunakan tisu saku atau tidak, mungkin orang-orang akan memiliki metode rahasia untuk mengubungi mereka jika mereka benar-benar akan melakukan ‘apapun’.”

“Apapun…? Maksudmu hal selain membantumu pindahan atau menyingkirkan penguntitmu?”

“Kudengar seseorang memanggil nomor itu untuk lelucon belaka dan meminta mereka mengumpulkan orang-orang untuk melakukan penganiayaan berkelompok dan sebuah kelompok benar-benar berkumpul.”

“…Hal ini baru saja berbelok ke jalan yang gelap.”

“Orang yang membuat lelucon itu konon dibebankan dengan biaya selangit dan kemudian menghilang ketika dia mencoba untuk meminta maaf dan menjelaskan bahwa hal itu adalah lelucon .”

“Dalam hal itu, Aku bertanya-tanya kalau orang lain di auditorium berasal dari kelompok itu,” kata Harumi.

“‘Dalam hal itu’? Aku tak begitu mengerti apa hubungannya, tapi apa yang mereka lakukan di sana? Dan siapa yang membayar mereka?”

“Hah? Mungkin profesor itu? Kau tahu, orang-orang dibayar untuk mengisi suatu kerumunan.”

“…”

“…”

Anzai dan Hotaru terdiam. Sepertinya Harumi mengatakan hal itu tanpa berpikir panjang, tapi pemikiran itu membuat mereka merinding.

Apakah peserta selain mereka itu adalah mahasiswa palsu?

Apakah yang dilakukan bukanlah mengumpulkan orang yang kekurangan kredit atau orang yang bermasalah?

Apakah orang-orang yang tepat di sebelah mereka adalah orang asing yang ada di sana untuk alasan yang tidak diketahui?

Dan tak hanya sedikit. Apakah mereka benar-benar dikelilingi oleh orang-orang seperti itu?

Sepanjang waktu?

Meskipun begitu mungkin saja mereka dapat mengingat penampilan orang di sekitar mereka dan melirik tempat yang telah mereka isi dengan nama mereka?

Anzai dapat merasakan keringat dingin di dahinya.

Dengan cepat dia memikirkan apa yang harus dia sangkal untuk menjaga kestabilan mentalnya.

“Ya, tapi aku ragu kalau kelompok yang dapat kau bayar untuk melakukan apapun itu benar-benar ada.”

“Benar. Berapa banyak pekerjaan yang mereka bisa dapatkan dalam setahun? Aku hanya tak mengerti bagaimana hal itu dapat berfungsi sebagai suatu bisnis.”

“Jika mereka mendapatkan sedikit pekerjaan, mereka harus membebani setiap penyewa mereka dengan harga yang tak masuk akal.”

“Kalau membuat mereka melakukan suatu gurauan menghabiskan jutaan yen, akan lebih mudah kalau kau melakukannya sendiri.”

“Kalau semua orang itu berasal dari kelompok itu, mereka harus membuat cukup uang untuk menunjang puluhan orang.”

“Hah? Tapi…”

Harumi masih menggumamkan sesuatu dengan suara manisnya, tapi Anzai dan Hotaru terus menolak argumennya.

Meskipun begitu, suara tenang Harumi meyelinap ke telinga Anzai melewati celah dari argumen mereka.

“Mungkin mereka menjalankan suatu jenis bisnis yang lain. Dan mungkin pada awalnya mereka tak memberitahumu tentang uang, lalu mereka menggunakan kekerasan agar kau membayar harga yang amat teramat sangat mahal.”

Part 2[edit]

Dan itulah bagaimana survei menakutkan itu berakhir… Kira-kira itulah yang ingin kukatakan. Sayangnya, kelihatannya ada banyak hal-hal misterius di dunia ini.

Hal itu hanyalah satu-satunya hari esok.

Setelah satu malam, fenomena aneh berikutnya datang untuk menyerang.

Atau…

Mungkin melihat hal itu sebagai “berikutnya” adalah sebuah kesalahan dan itu hanyalah sebuah kelanjutan.

Part 3[edit]

Karena kuliah siangnya telah berakhir, Anzai telah selesai kuliah untuk hari itu.

Saat dia melihat-lihat permintaan untuk “pekerjaan yang aman dan disetujui universitas” yang dipasang di papan pengumuman luar ruangan, Harumi memanggilnya.

Sepertinya tiga orang yang lainnya tidak bersamanya.

“Apa kau butuh uang untuk biaya hidupmu?”

“Tidak, aku sedang berpikir untuk mendapatkan SIM. Tapi aku memeriksanya dan sekolah mengemudi biayanya mahal. Harganya sekitar 300,000 yen.”

“Oh, begitu. Aku berharap untuk mendapatkan smartphone keduaku.”

“Hah? Kau butuh dua smartphone dalam waktu yang sama?”

“Dan itulah mengapa aku mempunyai barang misteri ini!!”

Kemudian Harumi mengerluarkan sesuatu dari sakunya dengan paksaan sedemikian rupa yang kelihatannya mengabaikan batasan dimensi ketiga.

Anzai mengenali barang apa itu hanya dari bayangannya saja.

Tapi barang itu memberinya perasaan gelisah yang kuat.

Ya.

Barang itu adalah sebungkus sampel tisu saku yang sama seperti yang rumornya dibagikan di depan stasiun.

Tisu-tisu mencurigakan itu katanya berisi nomor telepon kelompok yang dapat kau bayar untuk melakukan apapun.

Kalau dilihat dari penampilan luarnya, tisu itu benar-benar merupakan pak tisu biasa. Namun, pada ruang untuk sampel tisu itu tersimpan selembar kertas berwarna merah darah yang bertuliskan deretan nomor berwarna hitam pekat. Banyak angkanya cocok dengan banyak angka untuk sebuah nomor telepon, tapi arah tujuan nomor itu masih sebuah misteri.

Hal itu sendiri sudah cukup untuk membuktikan bahwa hal itu adalah nomor telepon dari kelompok itu.

Tapi…

“Seorang pria membagikan tisu saku merah ini di depan stasiun seperti apa yang rumor katakan.”

“Begitu ya…”

Karena nomor itu adalah nomor ponsel bukannya nomor telepon rumah maupun nomor bebas biaya, Anzai tak mau memanggil nomor itu. Namun, Harumi kelihatannya tidak peduli sedikitpun.

“Oke, Aku akan memanggilnya.”

“Kau akan memintanya untuk menemukan pekerjaan dengan gaji tinggi?”

“Hal itu terlalu berbelit-belit. Aku akan meminta mereka untuk mempekerjakan kita berdua!!”

“Aku punya perasaan kalau kau akan membuatku terlibat dalam hal ini!”

Dengan panik Anzai mencoba untuk menghentikan Harumi, namun dia mengambil ponsel (pertama?)nya dan memanggil nomor yang tertulis di tisu saku itu.

Namun, seorang wanita muda(?) yang menjawab panggilan itu kelihatannya bingung.

“Ini adalah nomor untuk pelanggan. Kami tak dapat menerima permintaan pekerjaan.”

Wanita yang jelas-jelas tidak biasa berbicara dengan begitu sopan malah membuatnya lebih berbahaya. Anzai tak mau punya urusan lagi dengan hal itu, tapi Harumi tidak merasa keberatan sama sekali.

“Tapi aku mau kau mengabulkan permintaanku untuk mendapatkan pekerjaan. Kalian bilang kalian dapat melakukan apapun yang orang-orang ingin kalian lakukan, kan?”

“Gh…”

“Aku ingin pekerjaan untuk dua orang yang waktunya hanya tiga kali seminggu, menghasilkan lebih dari 1000 yen per jam, tidak berbahaya, dan dapat dilakukan dengan mudah boleh para amatir!!”

“…B-baik, Jangan salahkan saya kalau sesuatu terjadi.”

Dia menutup panggilan dengan ucapan yang tidak terdengar seperti bagian dari suatu perusahaan yang benar-benar bertindak sebagai alat kemasyarakatan.

Wajah Anzai benar-benar pucat, tapi Harumi tersenyum tanpa rasa khawatir sambil berkata, “Kau lihat? Dunia ini adalah dunia yang sederhana.”

Part 4[edit]

Hari itu adalah hari libur. Namun, meskipun orang tuanya terserang penyakit mematikan, dia terserang flu, dia tersesat di pulau terpencil di suatu laut yang jauh, dan asteroid akan menabrak bumi, dia tak akan bisa membatalkan pekerjaan itu.

“Kau tak bisa kembali tidur!!” kata Harumi.

“Bagaimana kau bisa tahu di mana apartemenku?”

“Kozue memberitahuku.”

“Aku juga tak ingat pernah memberitahukannya ke Kozue!!”

Mereka dipanggil ke tanah kosong yang benar-benar terlihat normal. Seorang pria paruh baya yang memakai pakaian kerja ada di sana. Dia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah mereka. Anzai bersiap untuk mengambil pipa logam dari tanah dan menghajar pria itu di bagian belakang kepalanya kalau dia bilang bahwa mereka harus dibawa ke suatu tempat dengan menggunakan penutup mata, tapi hal itu tak terjadi.

“Di sini kalian rupanya. Namaku Suzukawa, seorang pengawas. Kurasa kalian berdua adalah pendatang baru.”

“Ya!!”

“Yaaaaa…”

Respon Anzai sangat setengah hati, tetapi roda dunia terus berputar.

“Apa pekerjaan kami hari ini!?”

“Tempatnya dekat. Kita bisa jalan kaki ke sana. Oh, ambil ini. Ini adalah alat-alat pekerjaan untuk kalian, jadi jagalah alat-alat kalian. Mereka adalah nyawa bagi pekerja.”

“…Sebuah ember dan…apa ini? Pembersih berbentuk rol yang digunakan untuk mengambil rambut dari karpet?”

“Itu adalah rol untuk mengecat. Mbak, kau ambil kaleng catnya.”

“Oke!!”

Mereka akan bekerja di kompleks apartemen kumuh yang butuh 5 menit ke sana kalau jalan kaki.

Faktanya, itu adalah kompleks apartemen tempat Anzai tinggal.

“Kenapa semuanya melakukan penelitian di tempat tinggalku!?”

“Apa yang dia bicarakan?”

“Terkadang dia mengatakan hal yang aneh.”

Anzai cukup enggan mengikuti Harumi dan pengawas ke dalam bangunan apartemen itu. Mereka sampai di kamar di sebelah kamarnya.

“Ini adalah kamar kosong.”

“…Apa yang akan kami lakukan?”

“Cat dindingnya. Dindingnya harus terlihat bagus bagi orang yang mau pindah ke sini.”

“Hmm,” gumam Anzai, tapi kemudian, “Hah?”

Dia dikuasai oleh perasaan aneh. Dia punya perasaan kalau alasan yang diberikan dengan cepat itu tak masuk akal.

Namun, Harumi dan pengawas sudah menuju ke kamar kosong itu.

Dan mereka bahkan tidak melepas sepatu mereka.

“Inilah dia. Di Langit-langitnya.”

“Wow.”

“Oke, Cat itu saja. Cepat. Sekarang cepatlah.”

Bertanya-tanya tentang apa yang mereka bicarakan, Anzai memasuki kamar itu dengan penuh rasa takut.

Yang dia temukan di sana adalah noda menakutkan yang dia rasa harus dinominasikan sebagai 100 tempat berhantu teratas di Jepang.

“Waaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!?”

“Anzai-kun punya reaksi yang terlalu berlebihan terhadap apapun, kan?”

“Dia membuat semuanya terasa hidup,” balas Harumi.

“Persetan dengan ini!! Apa itu!? Sudah jelas kalau itu adalah orang!! Noda itu terlihat seperti seukuran manusia dengan anggota tubuhnya tersebar ke mana-mana!! Apa yang terjadi di apartemen ini!?”

“Ayolah, cepatlah dan catlah itu.”

“Kami dibayar per jam, jadi kami tak mau terlalu cepat.”

“Tidak, tunggu!! Jelaskan hal ini!!!!!! Faktanya, Aku bakan tidak berpikir kalau korban penusukan fatal pada sisi lain langit-langit akan menyebabkan noda seperti ini! Apa yang terjadi sampai-sampai bisa membuat noda yang mengerikan seperti ini!?”

(Kalau dipikir lagi, seorang gadis asing tinggal di sebelah kamarku sampai sekitar 2 minggu lalu! Dia punya rambut putih, berumur 12 tahun, menyebut dirinya sendiri dengan kata ganti orang pertama “konata”, dan tinggal sendiri!! Apa yang terjadi sampai-sampai noda aneh ini ada di sini!?)

Otak Anzai sepertinya kepanasan.

Sementara itu…

“Jangan tanya padaku. Aku hanya disuruh untuk membuat kalian melakukan sesuatu mengenai noda itu.”

“…Jadi kau hanya akan menutupi tanpa mengetahui apa itu?”

“Permintaannya bukan untuk mencari tahu apa itu.”

Sambil berbicara, pengawas berparuh baya itu membuka tutup kaleng cat itu dan menuangkan cat putih ke dalam ember. Kemudian dia mengambil alat yang terlihat seperti rol perekat yang digunakan untuk menghapus noda dari karpet dan memasukkannya ke dalam cat.

“Sekarang, selesaikan ini. Kalian takkan perlu tangga untuk mengecatnya. Ayolah, ambilah itu. Mungkin kalian mendapatkan bayaran yang sama per jam tak peduli seberapa keras kalian bekerja, tapi cobalah untuk tidak bermalas-malasan di depanku.”

“Wahh! Catnya menetes ke badanku ketika aku mengangkat rolnya!!” teriak Harumi.

“Tak adakah hal lain yang bisa kau terkejutkan!? Dan rahasia apa yang apartermen murah tempatku tinggal ini punya!?”

Namun, Harumi dan pengawas itu sepertinya tidak memedulikan apapun selain uang.

Sang pengawas berbicara ke Anzai yang masih mengeluh.

“Hal semacam ini sudah dapat diduga.”

“Hah!? Apa kau akan bilang padaku kalau tempat ini berhantu karena insiden mengerikan dari masa lalu!?”

“Tidak. Orang-orang dapat membayar kita untuk melakukan apapun, kau ingat? Yah, kau membuat permintaan konyol kerja tiga kali seminggu dengan gaji 1000 yen per jam. Seharusnya kau tak terkejut kalau mendapatkan pekerjaan seperti ini.”

“…Jadi kau tidak melakukan pekerjaan seperti ini setiap tahun?”

“Tidak. Kami akan melakukan apapun yang diminta kepada kami, jadi kami mendapatkan banyak jenis pekerjan yang berbeda. Kalau kau baik-baik saja dengan upah rendah kau dapat memilih pekerjaan yang mudah dan aman. Dengan jumlah uang yang kau inginkan, mendapat sesuatu dengan lebih sulit adalah hal yang alami. Jadi berhenti mengeluh.”

“Benar!! Benar, benar!!”

“Aku mulai mengkhawatirkan IQ Harumi…”

Sebesar apapun Anzai tak menyukainya, pekerjaan adalah pekerjaan. Dia selalu bisa menanyakan pemilik apartemen tentang noda itu nanti. Tentu saja, dia tidak tinggal di kamar itu, jadi mungkin saja sang pemilik apartemen tak punya kewajiban untuk memberitahunya tentang kamar sebelah kamarnya itu.

Dia memasukkan rol catnya ke dalam ember untuk mengumpulkan catnya. Ketika dia merentangkan tangannya ke atas, dia dapat mencapai langit-langit itu. Ketika dia memikirkan hal itu, semua hal terlihat mencurigakan dari poin bahwa mereka akan langsung mengecat tanpa melepas wallpapernya terlebih dahulu, tapi pemilik apartemennya lah yang merencanakan sesuatu yang mencurigakan, bukannya kelompok kerja Anzai.

“…Meskipun begitu, penalaran itu akan cukup berbahaya kalau sudah pergi sejauh membunuh seseorang.”

“Apa kau mengatakan sesuatu?”

Anzai tak mau menyebabkan masalah apapun, jadi dia mengubah pola pikirnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Dia menempelkan cat putih ke langit-langit.

Hanya dengan memindahkan rolnya ke belakang dan ke depan, noda berbentuk manusia itu akan menghilang. Tetapi kemudian…

“Mm…mm…?”

“Noda ini baru saja berbicara!! Dia menggumamkan sessuuuaaaatttttuuuuuuu!?”

“Ah!? Jangan melambaikan rolmu!!”

“Kau membuat catnya berceceran ke mana-mana. Yah, kita akan mengecat semuanya, jadi kurasa hal itu tidaklah penting.”

Mereka berdua terlihat tidak khawatir.

Hal itu sendiri adalah masalah, tapi suatu kata tertentu menarik perhatian Anzai.

“Semuanya?”

“Semuanya.”

“Jadi kita tidak hanya mengecat langit-langitnya, tapi dinding dan lantainya juga? Tunggu, apakah ada alasan kenapa kita harus melakukan hal itu?”

“Kita diminta untuk melakukan hal itu.”

Dengan cepat Anzai melihat-lihat dinding dan lantai. Salah satu dari dinding itu adalah dinding kamar apartemennya juga, jadi dia mempunyai alasan yang serius untuk khawatir.

“Y-yah, Aku tak melihat noda berbentuk manusia apapun… Apa kau melihatnya?”

“Tidak,” kata Harumi.

Namun, perasaan tidak enak memasuki pikiran Anzai.

“…Jadi ada sesuatu selain noda di sana?”

“Mungkin. Oh, lebih pentingnya, cepatlah dan catlah noda langit-langit itu. Noda itu akan melarikan diri.”

“Apa maksud dari noda itu akan melarikan diri!? Apakah maksudnya noda itu sebenarnya bukanlah sebuah noda!? Jangan bilang kalau noda itu sebenarnya aalah kumpulan serangga hitam kecil yang terlihat seperti noda!!”

“Ngomong-ngomong, kau masih perlu mengecat noda itu. Ayolah, cepat, cepat. Noda itu akan kabur ke kamar sebelah.”

“Gwooooooooooooooooooohhhhhhhhhhhhhhhhhh!!”

Meskipun masih tidak mengetahui apa yang terjadi, Anzai mengayunkan rol itu seperti pedang sakti dan menyegel (sesuatu yang terlihat seperti) noda hitam di balik cat.

“Bagus!!”

“Wow, Aku takkan berpikir seorang amatur bisa melakukan hal itu.”

“Tunggu!! Apakah itu benar-benar menyelesaikan hal ini!? Aku mendapat perasaan kalau noda itu masih sangat hidup dan kita tak bisa melihatnya!!”

“Noda itu ‘sangat hidup’? Kau memang mengatakan sesuatu yang aneh.”

“Puitis sekali!” komentar Harumi.

“Tidak adil!! Jangan melihat sesuatu secara normal ketika hal itu nyaman untuk kalian!!”

“Oke, mungkin itu sudah selesai, tapi kita masih harus mengecat sisanya. Anzai-kun, tutupilah rambut yang mencuat keluar dari celah-celah di lantai. Sepertinya rambut itu menuju ke arah ini secara perlahan namun kuat.”

“Tidaaaaaak!! Kali ini adalah sesuatu yang jelas secara fisik!?”

“Ha ha ha! Bagaimana bisa kau mengatakan kalau rambut yang sudah jelas tidak alami ini adalah fenomena fisik!?” kita Harumi.

“Oh, jadi kau mengakui kalau hal-hal ini tak normal sekarang!?” Setelah itu, ketiga orang itu dihadapkan dengan “sejumlah besar cetakan yang jelas-jelas terlihat seperti cetakan tangan bayi”, “sebuah dinding yang ditutupi oleh tonjolan berbentuk payudara ditemukan ketika mereka melepaskan bak mandi yang terpasang”, “tulisan feminim yang mengatakan ‘lezat’ yang terlihat seperti telah tergores oleh kuku seseorang”, dan fenomena lain yang mirip seperti itu. Mereka bertiga mengirim mereka semua kembali ke kegelapan.

Pada malam hari setelah mereka selesai, wajah Anzai benar-benar pucat.

“…A-Aku perlu mengecek apakah ada jejak cat di kamarku!!”

“Wow, mendapatkan 1000 yen per jam hanya dengan mengecat itu hebat!” kata Harumi.

“Ya, tapi untungnya kau tetap berada di deret 1000 yen. Kau akan mendapatkan pekerjaan yang bahkan lebih buruk kalau kau meminta deret 1200 yen. Pekerjaan-pekerjaan itu berada di tingkat Ab. Buster.”

“Hal-hal yang lebih buruk dari ini!?”

(Dan istilah apa yang dia gunakan? Ab. Buster!?)

“Ya.” pengawas yang berpengalaman dalam hal-hal yang lebih gelap itu mengangguk. “Di dekat sana ada universitas negeri, kan? Baru-baru ini kami mempunyai pekerjaan untuk berpura-pura menjadi mahasiswa di sana. Survei itu adalah sesuatu yang pasti ingin aku hindari.”