Anohana (Indonesia):Jilid 1 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3 : Malam Kari[edit]

Menma berjalan dengan telanjang kaki.

Di malam hari, Jalan beraspal itu masih memiliki jejak – jejak panas matahari; itu sedikit hangat, sedikit lengas, dan sangat terang dan hening.

Berjalan di atas jalan ini, aku memijaknya dengan kakiku dan menggeseknya melawan kakiku. Aku merasa sedikit sakit di bawah kakiku, sebuah rasa sakit yang samar seperti jika dicubit di pipi ketika bermimpi saat tidur.

(Ke mana Menma sampai sekarang menghilang?)

Karena rasa sakit yang samar ini, Meiko mulai menjadi mati dari waktu. Dia tidak bisa ingat apapun. Hal yang ia tahu adalah waktu yang telah berlalu sejak saat itu.

Meiko mengenang begitu ia lenyap dari dunia.

(Apakah itu sakit?)

Secara instan dia mencoba untuk mengingatnya, tajam, rasa sakit yang dingin seperti pecahan kaca menggores melalui punggungnya di tembak tepat melalui dia.

Dia ingin mengabulkan sebuah keinginan.

Keinginan itu hanya terkabul apabila ketika semua di Super Peace Busters[1] bersama.

Setiap saat dia berpikir sesuatu mengenai dirinya, rasa sakit berjalaran di seluruh tubuhnya, tetapi ini tidak. Ini hanya adalah fakta itu tidak akan sakit ketika dia melalui itu.

Dia ingin semuanya mengetahui perasaan sesama, sama seperti saat itu.

Bagaimanapun, karena pikiran bersikerasnya.

(Jinta… terluka karena aku)

Kejadian Jinta pergi terus berlari dalam pikirannya.

Jinta berkata dia mempunyai kehidupan yang sulit setelah itu, dan semua telah berubah.

Meiko ingin tidak mengakui fakta ini. Dia ingin Super Peace Busters, termasuk Jinta kembali sebagaimana mereka sebelumnya.

Dia tahu, meskipun, hampir tidak ada setelah ia meninggal dunia. Seperti, dia tidak cocok untuk membuat keputusan untuk yang lain… dia menyadari ini.

“Arghahahahaha!!”

Sebuah tawaan yang kasar mengganggu kembimbangan Meiko.

“Arghahaha! Naruko, kau benar ke sana-ke Rumah Yadomi. Kau hebat!”

“Eh. Yah. Itu sangat menyusahkan!”

Naruko dan teman – teman SMAnya berjalan di depan stasiun.

Jika mereka tidak memiliki destinasi special. McDonalds mungkin merupakan pilihan yang bagus. Atau mereka bisa menghabiskan sedikit dan pergi ke restoran keluarga untuk menghabiskan waktu. Namun, mereka lebih memilih kumpul bersama di depan stasiun dan bercakap – cakap di sana. Ini adalah untuk memamerkan barang mereka kepada para pejalan kaki.

Dia memakai bra berenda yang baru beli, dan memiliki kuku tangan yang berwarna biru-aqua kemarin malam.

“Ahaha..!”

Kapan suara tertawa dia sangat keras? Naruko kadang – kadang berpikir ini tidak dapat terbayangkan.

Sejak musim semi kelas 2 di sekolah mengenah pertama, dia mau memakai rok super-pendek. Ketika di musim panas kelas 3 dia bahkan sudah memulai memakai hak tinggi.

Naruko sedang memikirkan Jinta. Dia melihatnya hari ini, tetapi itu sudah waktu yang lama. Waktu terakhir tertanggal kembali saat upacara pembukaan di sekolah.

(Bagaimana yang dia pikirkan mengenaiku?)

Setelah kejadian Meiko, Super Peace Busters terpecah belah. Sedikit demi sedikit, sikap Jinta berubah. Untuk dikatakan dengan satu kata, itu adalah kata ‘kelam’

Di sana ada beberapa anak di sekeliling siniyang harus menghadapi ujian promosi masuk sekolah tinggi. Mereka masuk ke sekolah yang sama, sekalipun begitu setiap waktu mereka bertemu di koridor. Jinta selalu berbalik arah, dia berpura – pura tidak melihatnya.

Naruko ingin mendapatkan perhatian Jinta.

Akankah dia berkata apapun kepadanya setelah dia melepaskan kacanya?

Tidak, dia tidak melakukannya.

Akankah dia berkata apapun kepadanya setelah dia memakai rok super-pendek?

Tidak, dia tidak melakukannya.

Disana hanya sekali, semasa tahun ketiga di sekolah mengah pertama. Dia menangkap Jinta megucapkan sesuatu saat mereka bertemu.

“…seperti beberapa sedotan.”

Pada waktu itu, Naruko membawa pewarna rambut dan mencoba untuk mengecat rambutnya unuk pertama kali, tetapi dia membuat berantakan pada saat waktu pengecatan dan membuat rambutnya terlalu banyak warna.

Meskipun begitu, itu sudah cukup menyenangkan bagi dia.

Untuk melihat Jinta pergi dan berteriak seperti ini sudah menyenangkan dan menggembirakan.

“Apa yang harus aku lakukan? Waktu sudah habis.”

Suara teman Naruko menarik kembali Naruko ke realita.

“Ah. Yah.”

“Di sini tidak ada satupun yang bagus. Ayo kita bermain sejenak dan keluar dari sini.”

Naruko dan teman – temannya setuju untuk bernyanyi KTV bersama para laki – laki dari sekolah lain. Pesta KTV, bercakap – cakap di depan stasiun, atau membeli makanan ringan 100-yen jika lapar…pergi ke Tokyo untuk belanja via ekspres untuk membeli barang yang eksklutif disana-Ini adalah kesombongan yang mendalam.

Mereka menghabiskan waktu mereka dengan sikap serius setelah pelajaran telah selesai di sekolah pendalaman mereka.

Mereka meninggalkan minuman kaleng mereka di bangku dan pergi.

Ini adalah kehidupan mereka setiap hari.

“…”

Naruko meniru perilaku mereka.

Ini tidak mudah bagi Naruko yang suka membershikan barang. Jika dia berjalan ke depan beberapa langkah dan meletakkan itu ke tempat sampah di sebelah mesin jual otomatis[2]...dia ingin melakukan ini, tetapi…

“Naruko?”

“Ah. Maaf, tunggu aku!”

Dia meninggalkan kaleng itu sendirian. Dia tidak mempunyai waktu untuk peduli pada beda pemikiran di dalam benaknya. Dia hanya fokus kepada apa yang terjadi sebelumnya : Tidak peduli kepada benda yang terbengkalai.

Pada saat yang sama, Menma menatap kepada Naruko yang menjadi sekarang.

(Anaru mengotorinya…)

Menma sedikit shok, bukan karena dia ingin menegurnya untuk mengotori, tetapi itu Naruko tidak pernah bertindak seperti itu.

Dia melakukan segala sesuatu berdasarkan peraturan dan suka membersihkan barang. Ketika Meiko sedang makan sweet cone, dia bahkan mengambil kepingan – kepingan yang jatuh di sebelahnya.

(Anaru terlihat dia tidak benar – benar senyum…)

Bibir pinknya[3] dilapisi oleh lipstick, berbentuk segitiga, sebuah ekspresi senyum. Bahkan matanya mengerut…tetapi itu bukan senyum yang Meiko tahu.

Setelah mengonfirmasi Naruko dan teman – temannya telah pergi, Meiko mengambil kaleng itu dan meletakkanya di tempat sampah. Kaleng itu mengenai bagian bawah tempat sampah dan mengakibatkan suara nyaring yang jelas.

Daun dari pohon kesemek yang dia kenal berdesir dengan angin malam.

Meiko pergi ke keluarga yang telah membesarkannya.

Dia memiliki sebuah perasaan itu bukanlah kebutuhan mendesak untuk kembali ke sini. Meiko yang mempunyai sebuah ingatan yang samar tidak mempunyai rasa yang kuat mengenai tempat ini. Tempat ini terjadi kepadanya sebuah tempat dia pernah di sini kemarin. Rasa ini membuatnya takut tanpa alasan.

(Apa yang harus aku lakukan…)

Haruskah dia masuk? Dia takut untuk masuk, tetapi dia tidak tahu mengapa.

Pahanya menegang, dan ibu jarinya meringkuk dan membuka secara tidak sadar. Tiba – tiba, sebuah rasa yang kaya, menarik bertiup melalui hidung Meiko…

“Kari!”

Meiko berkata tanpa berpikir.

Itu adalah kari kesukaan Meiko. Menumbuk biji jagung dengan blender lalu dibuat menjadi bubur, dan kemudian ditambahkan beberapa bumbu – bumbu lain ke dalamnya menjadi kari semanis madu. Adiknya Satoshi sangat menyukainya, dan ayahnya juga makan dengan kecap Inggris.[4]

Ketika dia memikirkan tentang hal ini, persepsi bingungnya mengenai waktu telah mereda, dan dia mendapatkan kembali rasa miliknya.

Pada waktu ini, Meiko memegang gagang pintu…

“Selamat sore!”

Dia mendorongnya sedikit, membuat sedikit celah, untuknya mematai ke dalam dan melihat ke ruang tamu.

“!!”

Bahu Meiko bergemetaran.

Ketika Meiko sekali lagi melihat Jinta, Naruko, Chiriko, dan Atsumu, semua yang dia rasakan adalah murni kebahagiaan.

Tetapi ketika dia melihat keluarganya sendiri di ruang tamu…

Ayahnya tumbuh dengan penuh rambut putih. Satoshi telah tumbuh dengan pesat dalam waktu yang pendek, terlihat seperti laki – laki muda. Dan ibunya memiliki keriput di ujung matanya.

Berubah. Semua telah berubah. Jinta dan yang lain berubah. Meskipun begitu…

(Ah…ne? Apa..)

Semua berbeda. Itu bukan rumah Honma yang ada di ingatannya.

Mereka tidak bicara: Ayah sedang membaca koran; Satoshi sedang bermain DS[5]. Di atas meja ada hidangan kari yang kelebihan. ..Kembali lagi, ibu akan bilang dengan suara yang semangat, “Hidangan harus taruh di bak cuci!”

Tetapi sekarang ibu meletakkan semangkuk kecil kari ke sebuah kuil yang terpasang setelah kematian Meiko.

Lalu dia membunyikan bel dan menepuk tangannya, mempertahakan posisi duduk tegaknya. Kaus kakinya yang tipis menekan lembut berlawanan dengan kulit di kakinya.

“…”

Meiko berhenti begerak.

Dia tidak ingat melihat kuil ini sebelumnya. Tiba – tiba menyadari apa yang dimaksud, Meiko menahan diri dari mendekati itu-dia juga menahan diri mendekati ibunya yang tercinta.

“Ibu, bisakah berhenti memberi kuil itu semangkuk kari kalau kita mempunyai kari?”

(Satori...?)

Bermain DS, Satori komplain, bahkan tanpa sedikit niat untuk mengangkat kepala dan melihat ibu. “Itu terlihat sangat menyusahkan.”

“Kamu tidak harus berkata ini.”

Ibu menggunakan muka yang tiddak pernah Meiko lihat.

“Karena kakakmu tu sedikit dungu.”

Itu sebagaimana jika seperti riak yang terkecil dan teringan disebabkan oleh angin menyebrangi wajahnya. Dia tampaknya menahan air matanya, namun tampaknya dia menangis…

“Jadi, kakakmu mungkin bahkan tidak menyadari kalau dia sudah meninggal.”

Perkataan ibu Meiko memberi Meiko perasaan seram, membuatnya bergemetaran.

Diikuti dengan gemetarannya, gelas di sebelahnya tumpah ke lantai, membuat suara bantingan.

“Satori. Apa yang kau lakukan? Angkatlah itu.”

“Hei. Itu bukanlah aku!”

Satoshi dituduh oleh ayahnya lagi. Namun, Meiko tidak merasakan dorongan untuk melindunginya. Dia hanya bergumam melamun.

“Aku tahu itu…”

Dia tahu sedikit mengenai dunia yang sekarang, tetapi ini adalah rumah. Ini adalah rumah Honma yang pernah dia tahu, dan dia lebih kaget mengenai kebenaran yang tidak enak ini.

“Menma tahu bahwa dia telah meninggal.”

Ketika dia dapat keluar, angin malam yang hangat meniup dia.

Fakta bahwa dia telah meninggal mungkin menyakitkan…lebih menyakitkan dari pada menerima Japanese encephalitis vaccine.[6]

Sekalipun begitu dia bukan anggota yang membagi ingatan ini. Ibunya dan anggota keluarga lainnya, di tangan lain. Mereka harus menerima ingatan ini dan rasa sakit ini untuknya, sikap itu untuknya semenjak itu.

Dia mengucapkan itu diam – diam di dalam hatinya.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. Saya sengaja menggunakan bahasa Inggris untuk ini
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Mesin_jual_otomatis
  3. Saya ganti menjadi bibir karena kalimat originalnya "Her pink chin..."
  4. https://id.wikipedia.org/wiki/Kecap_inggris
  5. https://id.wikipedia.org/wiki/Nintendo_DS
  6. diterima melalui injeksi via jarum suntik medis... Jarumnya benar - benar tajam
Back to Bab 2 Return to Halaman Utama Forward to Bab 4