Anohana (Indonesia):Jilid 1 Bab 9

From Baka-Tsuki
Revision as of 05:47, 5 October 2015 by Harehatter (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 9: Dia Muncul

Tidur nyenyak, Menma bernafas berulang kali dengan pola yang sama. Sofa murah dengan tekstur yang keras, menempel di kulitku, membuatku sulit untuk tidur di tempat yang aku tidak terbiasa. Kuperhatikan telinga Menma, membiarkan imajinasiku menjadi liar. Visualisasi yang terlalu bagus dan kualitas yang sangat tinggi untuk sebuah khayalan---apakah aku memiliki bakat menjadi seorang pembuat model?

Pemikiran lain yang bermunculan di pikiranku menyatakan bahwa aku sendirian di dalam ruangan bersama seorang perempuan. Sejak dia adalah sebuah halusinasi, jadi tentu tidak apa-apa bila aku sedikit menyentuhnya. Ini tidak terhitung sebagai sebuah kejahatan. Tidak! Kamu tidak bisa memiliki pikiran buruk terhadap Menma! Aku, aku tidak bisa membiarkanmu memiliki pikiran... Pemikiran yang sia-sia. Tidur berkeringat di sofa yang terbuat dari kulit palsu, mendengar bunyi dengung serangga musim panas maupun nafas Menma...ini semua terlalu nyata. Saat aku berpikir berulang-ulang, aku merasakan panasnya malam.

“Jintan. Selamat pagi!”

“Mmm...wa?!”

Akhirnya, aku ketiduran tanpa sadar setelah semua usaha itu, sekarang aku terbangun dengan berat yang terlihat jelas di atas perutku---yaitu Menma.

“Cuaca yang sangat cerah! Satu jam di pagi hari berharga dua di di sore hari[1], bukan?”

“Ah...”

Cahaya matahari terpancar dari belakang Menma saat ia tersenyum lembut. Cahaya tak bersalahnya memukul kantukku.

Dia adalah halusinasi yang kubuat, sebuah halusinasi. Walaupun aku ingin menjaga jarak dari ‘hal nyata’ yang konyol ini, aku seperti tidak menentang dalam lubuk hatiku.

Meskipun begitu, bohong bila aku benar-benar tidak ingin menentang. Tapi tinggal bersama Menma seperti ini akan menghilangkan ketakutanku.

Karena dia sangat...manis.

“...Wu.”

“Eh? Jintan. Apa yang terjadi? Wajahmu terlihat buruk.”

“Aku buruk[2]!!”

Ding dong ding dong, ding dong.

Saat ini, bel pintu, yang menjadi rusak karena ditekan berlebihan, berbunyi dengan tempo yang terlalu bersemangat.

“Eh, tamu?”

Terlalu bersemangat...sepertinya orang.

“Oh ya!”

Tiba-tiba teringat pesan yang dikirim Hisakawa tadi malam, aku buka hpku dan mengecek sekali lagi...isi pesannya...

“Apa...Eh?!”

Menma memata-matai hpku dari samping.

“Wuagh!” Aku membungkuk, mencoba menyembunyikannya secara refleks, tapi sudah terlambat. Mata Menma berseri-seri.

“Luar biasa! Luar biasa, Jintan!”

“Hah? Luar biasa? Kau...”

“Kamu sudah punya hpmu sendiri! Luar biasa! Terlihat seperti orang dewasa!”

Jadi dia berbicara tentang itu.

Menma sepertinya tidak lihat pesannya tentang apa. Mungkin, saat sebelum dia kembali kesini...

“Biarkan aku bertanya, Menma...”

“Yeah?”

“Pernahkan kamu ke tempat Hisakawa?”

Belum selesai aku berbicara mata Menma menjadi semakin bersinar, bahkan lima kali lebih besar daripada ketika dia melihat hpku.

“Hah? Hisakawa, maksudmu Poppo? Waghh...Menma belum melihat Poppo!!”

“Mmm...” Mungkin aku tidak seharusnya mengatakan ini.

“Ne, Jintan! Aku ingin pergi ke tempat Poppo. Aku sangat ingin!”

Aku ingin...Aku ingin...Aku ingin...seperti mengucapkan sebuah mantra, Menma dengan kasar menggoncang bahuku.

“Baiklah.”

“Wuaghhh!”

Melihat kenaifan dan kegembiraan Menma dengan menyipitkan mataku, aku bisa merasakannya di suatu tempat dekat perutku menjadi sedikit bergejolak. Hal yang seperti itu, kemungkinan apa yang menyebabkan kemunculan Menma?

Apakah Hisakawa juga melihat Menma khayalan ini?

Meskipun begitu, itu tidaklah aneh, meski itu sebenarnya sedikit aneh. Tetapi, Menma disini, meski dia pastinya sebuah khayalan.

Karena itu, ini tidak benar-benar tidak dapat dibayangkan bila orang lain bisa juga membuat Menma khayalan. Eh, tentu ini mustahil dimengerti untuk orang biasa.

Tetapi, tetapi...

Ding dong ding dong, ding dong.

“Ah, tamu lagi!”

Aku benar-benar lupa dengan bel pintu yang masih berbunyi. Biasanya, aku tidak membuka pintu meski ada tamu, Tetapi, sekarang, mungkin karena beberapa gejolak dalam hatiku, aku bahkan berlari menuruni tangga dan membuka pintu dengan terburu-buru...

“Ahhahaha!”

Aku melihat punggung seorang anak kecil yang berlari pergi.

Tidak heran bel berbunyi terus menerus.

“...”

Jantungku berdegup.

Ada bunyi dengungan jengkel jangkerik dimana-mana, menutupi suara anak-anak kecil, dan jalan aspal yang memantulkan kuatnya, cahaya matahari...

“Wa. Jadi anak-anak nakal.”

Ketika aku sadar, Menma sudah berdiri dibelakangku.

Anak-anak yang berlari entah mengapa terlihat seperti kami dulu. Belakang mereka, juga...

Berdiri disampingku adalah Menma, yang sudah dewasa.

“Mmm? Ada apa, Jintan?”

“Tidak. Tidak apa-apa.”

Aku merasa hidungku bengkak kembali.

Aku mengalihkan mataku dari Menma...

“...Waktu itu! Air seniku menggambarkan sebuah tanda aneh, seharusnya berbentuk Δ[3]! Lalu dia benar-benar muncul!”

Ketika aku datang ke tempat persembunyian, Hisakawa dengan bersemangat mulai menceritakan hal-hal padaku dengan bahasa badan besarnya. Dari wajahnya, aku bisa tahu dia tidak berbohong, gerakannya tangkas dan ringan meskipun cara berdirinya yang berat...

“Poppo?! Serius, ini Poppo?!”

Menma bahkan lebih bersemangat daripada Hisakawa.

“Apakah kamu benar-benar melihat Menma?”

“Pasti! Mungkin traumaku bertambah parah. Kali ini aku juga akan menjadi keren!”

“Keren! Keren!”

Menma berulang kali menyebutkan kata ‘keren’ seakan dia benar-benar menyukainya, menunjukkan kata ini ke Hisakawa. Tetapi Hisakawa benar-benar mengabaikan Menma; atau bisa dibilang, dia tidak sadar akan ‘dia’. Merasa puas, tiba-tiba dia kembali serius.

“Lalu, aku ada sebuah ide kejutan, ingin tahu?”

“Tidak, aku tidak mau.”

“Aku ingin tahu. Aku tidak sabar untuk tahu!”

“Ah. Ini salahku. Kumohon, aku akan memberikan uang jajan untukmu.”

“Oh. Menma ingin se-ratus-yan!”

Untuk mengabaikan pembicaraan antara Menma, yang mana hanya aku yang bisa lihat, dan untukku agar berhasil melanjutkan, sepertinya aku perlu lebih banyak latihan.

“Katakan. Ide kejutan apa yang kamu punya....”

“Oh! Itu lho. Itu!”

Sambil mengatakannya, Hisakawa memberikanku sebuah selebaran promosi dengan corat-coret yang jelek.

“Heh...Ayo buat pesta besar untuk mencari Menma sebelum musim panas berakhir...?”

“Waaaa...Apakah kita mencari Menma?!”

‘Menikmati sejuknya udara dan BBQ sambil mencari harapan Menma. Ayo bicara sampai puas! ※ Bawa makananmu sendiri!’ juga tertulis dengan tulisan tangan yang buruk bersama dengan sebuah ilustrasi yang mengejutkan.

“Menma, menikmati sejuknya udara, dan BBQ...aku tidak mengerti bagaimana ini cocok dengan temamu.”

“Jangan dipikirkan! Itu hanya hal-hal kecil...Pastinya akan ramai. Tidakkah kamu kira itu akan sangat menyenangkan?

“Menyenangkan! Menma ingin menemukan Menma!”

Menma nampaknya terlihat sangat senang, melompat kesini dan kesana di sekitar Hisakawa.

“Meskipun kamu ingin...semuanya mungkin tidak datang...”

“Mereka akan! Mereka datang ke Mcdonalds!”

Mmm...Aku terdiam, bahwa mereka benar-benar datang.

Apakah mereka memiliki banyak waktu untuk berjalan-jalan? Ataukah harus kukatakan, apakah mereka benar-benar percaya tentang Menma?

Anjo sepertinya, tetapi, meragukan...

“Hei. Bukankah aku bertanggung jawab tentang ‘yo’? Tetapi, aku mulai kehabisan uang akhir-akhir ini. Jika harapan sebenarnya Menma adalah untuk mendapatkan tanda ‘yo’...Aku ingin melihat Menma dan bertanya bila dia ingin mengganti permohonannya dengan yang lain!”

Ketika Hisakawa berbicara tanpa henti, Menma menanggapinya dengan mengatakan, “Ayoo?! Wuaghh!”

Aku merasa seperti dipermainkan.

“Aku tidak sabat untuk nanti, Jintan!”

Dalam perjalanan pulang, Menma terlihat sangat gembira. Dia terus menerus menendang kerikil kecil di pinggir jalan tanpa tujuan.

“Aku tidak mengatakan aku akan pergi.”

“Maka, katakan kamu akan pergi!”

“Hah?”

“Ah. Lalu, mungkin ini adalah harapan yang Menma ingin penuhi? Menma ingin melihat Menma?”

“Astaga, kamu sangat pandai dalam mengubah alasan, menyalahkan segalanya pada harapanmu.”

Menganggukkan kepalanya dan bertingkah tidak bersalah, Menma berkata, “Mmm?” Argh, aku mulai marah.

Bagaimana bisa seseorang memiliki wajah yang sangat manis?

Aku benci kemungkinanku menjadi seorang pembuat model. Jika aku membuatnya lebih buruk, aku tidak akan dipermainkan olehnya...

“Mungkin aku tetap akan.”

“Yeah?”

“Tidak. Tidak apa-apa.”

“Ne, ne. Jintan selalu berkata, ‘tidak, tidak apa-apa.’ Apakah Jintan berpikir nakal?”

“...”

“Ah, iya, BBQ, apa yang harus kubawa? Menma suka sosis Jerman. Aku ingin sosis Jerman!”

Ketika Menma, yang bisa mempermainku meski tanpa wajah manis, mengulang permintaannya, aku menyerah dan berkata dengan suara lembut, memaksakan perjuangan terakhirku.

“Kurasa sosis Jepang lebih baik.”

“Eeehh?!”


Translation Notes[edit]

  1. "An hour in the morning is worth two in the evening, right?"--> Chinese Proverb / Pepatah cina : to encourage people to make full use of their time to work and study. Untuk menyemangati orang agar menggunakan waktu mereka dengan baik untuk bekerja dan belajar)
  2. ‘Buruk’ yang dimaksud Menma itu si Jintan terlihat sehat dari wajahnya. Sedangkan maksud Jintan dengan ‘buruk’ itu bahwa dia orang yang jahat sudah berpikir hal-hal aneh tentang Menma.
  3. Delta memiliki bunyi yang sama dengan bahasa jepang untuk 'muncul' = Deita
Back to Bab 8 Return to Halaman Utama Forward to Bab 10