Baka to Tesuto to Syokanju:Volume8 Soal Terakhir

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Soal Terakhir

Jawablah pertanyaan dibawah ini.

Seorang penembak ulung sedang berdiri diatas pohon dengan posisi sama tingginya dengan seekor monyet. Disaat peluru ditembakkan, ranting yang dipijak monyet patah, dan si monyet jatuh. Apa yang akan terjadi pada si monyet dan pelurunya ? Jika diperlukan, silahkan pergunakan nilai berikut untuk perhitungan.

Jarak antara si Monyet dan penembak ulung adalah A. Ketinggian si Monyet diatas pohon adalah H, dan waktu untuk peluru sampai menjangkau ke ranting adalah t. Ketinggian dari peluru tersebut adalah h(i), dan Ketinggian dari si Monyet adalah h(j). Kecepatan dari peluru tersebut adalah v, tarikan gravitasi adalah g. Dimisalkan tidak ada tekanan udara.

BTS vol 08 228.jpg

Jawaban dari Himeji Mizuki

h(i)=H-1/2 gt2

h(j)=H-1/2 gt2

Oleh karena itu,

h(i)=h(j)

Dari pernyataan diatas, kita dapat menyimpulkan ketinggian si Monyet dan peluru adalah sama, jadi peluru akan tepat mengenai monyet.

Komentar dari Pak Guru

Tepat sekali. Orang biasanya beranggapan kalau peluru itu terlalu cepat dan tidak akan terpengaruh oleh gravitasi. Tapi faktanya, si Monyet jatuh ke tanah pada terminal velocity. Pada momen ini, ketinggian peluru dan ketinggian monyet tidak ada pengaruhnya dengan kecepatan V, tapi hanya terpengaruh pada gravitasi dan waktu t. Pak guru sengaja memberikan simbol yang tidak penting, tapi memang Himeji-san hebat, jawaban yang tepat sekali.


Jawaban dari Sakamoto Yuuji

BTS vol 08 229.jpg

'Peluru akan tepat mengenai kepala si Monyet dan otaknya akan keluar bagaikan buah pomegranate.'

Komentar dari Pak Guru

Penampilan Himeji-san di turnamen baseball Summoned Beast sepertinya memang sangat luar biasa.


Jawaban dari Yoshii Akihisa

h(i)t=(i)ta(i)[2].

Komentar dari Pak Guru

Walaupun yang ditembak itu bukan monyet, tetap akan sakit.



"Sel, selamat datang, Akihisa-kun!"

"..."

Disaat aku membuka pintu rumahku, Himeji -san keluar dan menyambut dengan salam.

Dia sedang berdiri di koridor, sama seperti kemarin.

Dia sedang tampak cemas, sama seperti kemarin.

Dan dia… mengenakan baju yang bahkan lebih buka-bukaan daripada yang kemarin.

…Er—m…

“Umm, Himeji-san…”

“i, iya!”

“Rumor itu cuma salah paham, kamu mengerti kan?”

“Iya, aku sudah salah paham, Akihisa-kun...aku minta maaf...”


Himeji-san kelihatannya sangat menyesal seraya menundukkan kepalanya padaku. Umm, sepertinya dia sudah mengerti bahwa rumor aneh antara aku dan Yuuji hanya sebuah rumor bohong belaka.

“Trus, kenapa kamu berpakaian seperti ini?”

“…I...Ini pakaian yang biasa aku kenakan sehari-hari.”

Kalo begitu, kenapa kau tidak bisa bicara dengan menatap ke wajahku?

“Himeji-san, coba ku perjelas lagi. Rumor-rumor itu hanyalah rumor ngawur, dan aku itu menyukai perempuan—kau sudah paham kan?”

“Iya.”

“Kalo udah paham, kamu nggak perlu lagi mengenakan pakaian-”

“Ma, makanya aku harus lebih melakukan ini padamu!”

Himeji-san mendadak makin bertekad. A, apa?

“Makanya, aku harus berpakaian sepetrti ini, karena—”

“Karena?”

“Karena Akihisa-kun menyukai perempuan dan lagi nggak terlihat tertarik denganku kemarin.”

“…Apa?”

Apa maksud yang dia katakan? Otakku nggak bisa mengerti perkembangan dari percakapan ini.

Eh, mungkin…maksudnya, aku bilang kalo aku menyukai perempuan, tapi kemarin aku nggak bereaksi apa-apa pada Himeji-san yang berpakaian buka-bukaan, dan harga dirinya sebagai perempuan merasa terjatuh, begitukah? Nggak nggak nggak! Ini sudah pasti salah paham! Tentu saja aku tertarik pada Himeji-san yang berpakaian buka-bukaan. Hanya saja aku mengerahkan kekuatan rohani untuk menahan napsu birahi!

“Karena aku sudah terlanjur bilang! Ini adalah pertempuran yang tidak mungkin aku akan mundur!”

Himeji-san berkata begitu sambil mendorong badannya ke arahku. Tu, tu, tunggu dulu!

Te, tetetete tenang dulu, Himeji-san! Ini nggak baik buat kesehatan!”

“Aku tahu ini nggak baik! Tapi aku nggak akan mungkin mundur sekarang karena keadaan sudah terlanjur seperti ini!”

"Karena sudah terlanjur seperti inilah aku menyuruhmu untuk berhenti! Kalau kau menggoda seseorang yang tidak kau suka sama sekali, kau akan menyesal seumur hidup!”

Jadi ambil nafas dalam-dalam dan tenangkan dirim—disaat aku sedang ingin mengatakannya, Himeji-san tiba-tiba berhenti.

“…Seseorang yang aku tidak suka sama sekali?”

“Ah…iya, benar. Seseorang yang kau tidak suka sama sekali ”

“…Akihisa-kun.”

“...A, apa?”

Himeji-san menatapku dengan tajam. Kenapa aku jadi merasa ketakutan?

“Apa kamu kira… Aku adalah orang yang akan melakukan ini kepada seseorang yang aku tidak suka sama sekali?”

Setelah mendengar hal ini, Aku pun berpikir beberapa saat...

Termasuk juga Himeji-san, semua orang di sekitarku biasanya keras kepala dan tidak mempercayai ataupun mendengar penjelasan orang lain.

“Umm, mungkin.”

“…(Biki)!”

Setelah aku menjawab, aku merasa tadi aku melihat pembuluh darah keluar di wajah Himeji-san. Aneh? Apa aku menjawabnya dengan salah?

“Hehe…kalo begitu, kau sudah salah paham terhadapku...”

Himeji-san pun kembali tersenyum dan merespon dengan suara yang berat. Sial. Sepertinya aku sudah membuatnya menjadi marah!

“Kalau Akihisa-kun bilang seperti itu, aku jadi punya ide...”

Disaat aku baru saja ingin bersujud memohon untuk minta maaf, Himeji-san berkata dengan lantang,

“Akihisa-kun, ayo kita main adu ketahanan.”

“Adu Ketahanan? Eh…apaan tuh?”

“Duluan mana, apakah aku yang nggak bisa menahan malu, atau kah Akihisa-kun yang akan merubah kesalahpaman tentang diriku—ini semacam adu ketahanan, atau bisa dibilang, 'tekad seorang wanita’!”

Himeji-san berkata seperti itu dan langsung memasukkan tangannya ke dalam dada…heh?

“A, apa yang kamu ingin lakukan?”

“Aku sedang menggoda Akihisa-kun.”

  • Gchi*, terdengar bunyi sesuatu lepas di punggung Himeji-san. Mungkinkah...

“Shouko-chan dan Aikou-chan mengajariku kalo laki-laki menyukai hal seperti ini. Jadi—Akihisa-kun? Hidungmu mimisan!”

“Ma, maaf Himeji-san! Aku merasa sepertinya darahku terpompa naik ke bagian kepala! Aku mau cuci muka dulu!”

“Eh? Tu, tunggu dulu! Apa kau sudah menyerah? Aku baru melepas tali bra, dan kamu sudah bereaksi seperti itu...Bukankah tekadku yang sudah susah payah kulakukan ini akan berakhir sia-sia?”

Aku mengabaikan suara Himeji-san di belakang dan langsung lari menuju kamar mandi. Disaat ia memasukkan tangannya ke dalam baju, bajunya terbuka dan menunjukkan sedikit bagian tubuhnya! Dan kerahnya! Kerahnya sangatlah terbuka sampai-sampai aku bisa melihat hampir semua bagian dadanya! Gawat nih—hm? Apa ini? Ja, Jangan bilang kalo ini adalah… ah

“Akihisa-kun, jangan kabur! Aku belum melakukan apa-a—A, Akihisa-kun? Kenapa kamu malah berdarah tambah banyak!?”

Himeji-san mengikutiku ke kamar mandi dan berteriak terkejut. Fu...fufu... bagus juga kau Himeji-san...

“bisa-bisanya kau akan mengira aku akan lari kesini dan memasang jebakan ini…”

Di dekat kamar mandi ada pakaian dalam berwarna merah muda.


“Gimana ya mengatakannya? Perasaan gelisah ini… pada akhirnya, aku cuma melepas tali bra...”

Aku nggak tau apa yang sebenarnya Himeji-san rencanakan, tapi kalo dia mau membunuhku, rencananya sudah berhasil. Pikiranku semua nge blank.

“Uuu…gawat nih. Kenapa penglihatanku ikut-ikutan nge blank?”

Kepalaku pusing, dan badanku terasa sangat panas. Rencana Himeji-san untuk menggodaku benar-benar efektif.

“Eh? A, Akihisa-kun? Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu merah sekali…”

“Jangan, kalo kamu memang mengkhawatirkanku, tolong jangan memakai pakaian yang buka-bukaan—ugh, erm…”

Penglihatanku mulai memudar. Apa ini yang rasanya kalo kita sedang mabuk?

“Akihisa-kun, kamu terkena demam ya!?”

“nggak nggak, aku nggak—”

Belum sudah aku menyelesaikan perkataanku, Himeji-san membuka lengannya lebar-lebar dab memeluk badanku yang sekarat. Sebuah sentuhan hangat datang saat kita berpelukan. Tu, tunggu dulu. Mungkinkah. Sentuhan hangat ini. Ngomong-ngomong, bukankah saat ini yang memisahkan antara tanganku dan badan Himeji-san hanyalah kaos yang sangat tipis.

“Akihisa-kun! Kenapa mukamu tambah memerah!? Apa kamu terkena demam!?”

Disaat seperti ini, aku mendadak teringat dengan apa yang tadi Himeji-san lakukan. Kalo nggak salah. Bukannya dia bilang? Dia sedang melepas tali bra!

Oh. Ternyata benar. Sentuhan lembut ditanganku ini adalah...

“…Terima…kasih…”

“WAH! AKIHISA-KUN!”

Saking merasa sangat beruntung, aku pun kehilangan kesadaran. ☆

Splash splash… terdengar suara air dan es batu yang berbenturan sampai ke telingaku.

Tampaknya ada seseorang yang memutar menaruh sesuatu di kepalaku, dan sekarang kepalaku terasa dingin. Ah... segar sekali...

“U…nn…nnn…?”

“Apa kamu baik-baik saja, Akihisa-kun?”

“Aneh…apa yang terjadi padaku…”

Kenapa aku terbaring di tempat tidur? Dan Himeji-san berada di sebelah tempat tidurku sambil menatapku dengan khawatir?

“Maaf… ini semua karena aku melakukan hal aneh sampai membuatmu seperti ini...”

Himeji-san berkata dengan wajah yang terlihat sangat depresi.

“maaf, Himeji-san. Sepertinya aku ketiduran.”

“Kamu bukan ketiduran. Kamu terkena demam.”

Nggak heran kepalaku terasa berat dan kakiku terasa ringan, ternyata aku terkena demam. Mungkin karena kemarin aku kehujanan sambil lari-larian, sampai banyak keluar keringat.

“Jangan memaksakan diri. Lanjutkan saja tidurnya.”

“Ahh, nggak usah. Hal sepele begini nggak akan...”

“Jangan menyepelekan penyakit. Banyak penyakit parah yang disebabkan oleh demam”

“Tenang, aku baik-baik saja kok...”

Aku merasa sedikit tidak enak hati. Alasan kenapa tadi aku terkena demam pasti dikarenakan oleh Himeji-san.

“Nggak boleh. Tidur dan istirahatlah dengan tenang. Mungkin ini karena kamu terlalu lelah.”

“Ah…yang bener?”

“Iya, bener.”

Tegas Himeji-san. Mungkin aku memang terkena demam ringan, tapi dia terlalu membesar-besarkan hal ini.

Aku pun menyerah untuk berdiri dan kembali berbaring sambil melihat loteng rumah. Uu~ nggak ada apa-apa.

“Apa kamu mau tidur?”

Melihat aku yang nggak punya niatan untuk menutup mata dan tidur, Himeji-san memperlihatkan ekspresi yang sedikit jengkel.

“Bukannya aku nggak mau tidur, tapi aku nggak bisa tidur sekehendakku... mungkin aku harus melakukan hal lain dulu...”

“Nggak boleh. Kalo kamu nggak bisa tidur ya gapapa. Tapi tetep disini aja.”

Sepertinya apapun yang terjadi Himeji-san nggak akan membiarkanku keluar dari tempat tidur ini. Gawat nih... aku terlalu bosan kalo cuma berbaring seperti ini...

“…”

“…”

Kach, Kach. Suara dari lengan jam dinding menggema ke seluruh penjuru ruangan yang sepi ini.

Kami nggak saling bicara sampai waktu tak terasa berjalan perlahan.


Aku berbaring di kasur, dan Himeji-san duduk di kursi sebelahku. Aneh? Entah kenapa? Aku merasa pernah melihat situasi ini sebelumnya...

“Umm…menunggu diam seperti ini mambuatku teringat akan masa lalu.”

“Masa lalu?”

“Iya, pas dulu kita masih SD.”

“Tapi posisi kita berdua saat itu terbalik..”

Kata Himeji-san.

Ahh, begitu. Aku merasa pernah melihat situasi seperti ini. Jadi itu rupanya.

“Oh iya ya, inilah rasanya disaat Himeji-san sedang dirawat di rumah sakit.”

“Eh…Akihisa-kun, kamu masih ingat?”

Himeji-san membelalakkan matanya dan menatapku. Matanya seperti mengharapkan sesuatu.

“Maaf, Aku nggak begitu ingat, tapi aku bisa merasa kalo itu pernah terjadi.”

“Ah, sudah cukup bagus kamu bisa ingat.”

Aku sepertinya nggak bisa merespon dengan apa yang ia harapkan, tapi Himeji-san tersenyum dengan senang.

“Kalo begitu, Akihisa-kun…”

“Hm? Ada apa, Himeji-san?”

“Apa aku bisa…menjahilimu sedikit…?”

Himeji-san melihatku dengan wajah yang penasaran, seperinya ia meminta persetujuan dariku.

Sepertinya kelihatan tidak bagus, dan aku tidak tahu apa yang akan ia lakukan padaku...

“Yang paling aku perbolehkan adalah kamu boleh menggambar di wajahku.”

“Aku nggak akan melakukan hal seperti itu.”

Kuku, Himeji-san mengikik dan tersenyum dengan senang. Yasudah, aku bisa terima kalo nggak lebih dari itu.

“Kalo begitu tolong pelan-pelan ya.”

“Thanks. Kalo begitu, karena sudah diperbolehkan—”

Sebelum selesai berkata, Himeji-san lalu meraih rambutnya..

“—Oke, Sudah aku lepas.”

Dia melepas jepitan rambut khas berbentuk kelincinya dan memasangkannya diantara kerahku. Jadi ini yang ia maksud menjahili?

“Bener-bener, kukira Himeji-san akan melakukan sesuatu yang lebih parah padaku…”

“Fufufu, kamu benar-benar terlihat lucu. Akihisa-kun benar-benar cocok memakai ini.”

Sedikit menjengkelkan bahwa dia masih melihatku seperti perempuan di situasi seperti ini.

“Eh…Aneh…”

Mendadak, pikiranku teringat oleh suatu memori.

“Ketika aku sedang sakit, aku akan merasa kesepia dan gelisah..”

“Eh? Umm, iya, mungkin.”

Karena aku jarang sekali sakit, aku kurang begitu bisa paham, tapi disaat ada seseorang yang menemani seperti Himeji-san, ini hal yang patut digembirakan. Kalau nggak ada Himeji-san, kakak akan pergi bekerja dan nggak bisa ada di rumah, dan aku akan terus demam... coba kulihat... aku akan merasa kesepian dan gelisah, kah?

“Kurang enak badan, merasa bosan, dan berpikir hal-hal yang tidak menyenangkan...”

Kalau kata orang tubuh dan perasaan mempunyai hubungan yang sangat dekat. Kalau hati sedang lemah, tubuh akan ikut sakit, dan kalau tubuh jatuh sakit, hati pun akan ikut melemah. Kesimpulannya, ketika manusia sedang lemah, mereka akan punya pikiran yang negatif. Aku rasa itu adalah pengetahuan dasar yang bisa diambil.

“Apa aku akan kesepian selamanya, apa semua orang akan mengerjaiku... aku pernah berpikir seperti itu.”

Mungkin hanya perasaanku—tapi apa yang Himeji-san katakan terkesan misterius di hatiku.

“Lalu, pada saat itu, ada anak laki-laki yang mau menemaniku, yang membuatku merasa sangatlah senang... dan... sangat bahagia.”

Suasananya membuatku tidak bisa mengganggu perkataan Himeji-san diaaat dia perlahan mengeluarkan kata-katanya bagaikan dia yang selagi menyatakan cinta.

Mungkin…bagi kita, itu bukan sekedar pepatah biasa? ☆

“Aku pulang.”

“Selamat datang, Akira-san. Pasti kamu lelah sampai pulangnya sangat larut.”

“Maaf sedikit agak larut. Apa Aki-kun melakukan sesuatu yang tidak seharusnya ia lakukan kepadamu?”

“Uu, ngomong-ngomong…sebenarnya, Akihisa-kun sedang terkena demam.”

“Oh ya? Dia terkena demam? Langka sekali.”

“Dia sedang tiduran di kamar.”

“Baiklah. Aku akan melihatnya sebentar. Apa Aki-kun sedang tiduran di kamarnya?”

“Iya, dia sedang tiduran di kamarnya.”

“Coba kulihat…ahh, dia terlihat pulas sekali.”

“Padahal dia tadi sedang asik membaca.”

“Terima kasih, Mizuki-san, sudah mau mengurus Aki-kun ketika dia sedang sakit.”

“Ah nggak, nggak apa-apa.”

“Eh, tapi dasar deh... itu anak… itu karena kemarin dia berlarian dan kehujanan sampai ia sakit. Aku harus menasehatinya lain kali kalo ada kesempatan.”

“Itu karena Akihisa-kun orangnya suka memaksakan diri…”

“Itu anak memang selalu begitu. Sekali sesuatu terjadi, dia akan bertindak tanpa berpikir panjang dan akhirnya malah menyakiti dirinya sendiri.”

“Ahaha, iya bener.”

“Atau bisa dibilang, sudah jadi sifat dasar dari anak itu..”

“Sifa dasar Akihisa-kun…ya…?”

“Iya.”

“Kalau begitu…Akira-san…”

“Iya, kenapa, Mizuki-san?”

“Apa kamu nggak khawatir dengan Akihisa-kun?”

“Maksudnya?”

“Akihisa-kun akan terlibat sesuatu hal yang terkadang dia akan mengabaikan situasi dan kondisinya.”

“Jadi itu yang kamu maksud.”

“Iya. Bukankah kamu ingin menghentikan dia?”

“Umm… Aku sebenarnya ingin melakukan sesuatu dan membantu mencapai keinginannya tanpa membuatnya terlibat masalah…”

“Iya.”

“Tapi kalau aku tidak bisa melakukannya dan anak itu ingin melakukannya apapun yang terjadi—Aku akan menghargai keputusannya dan membiarkannya melakukan apa yang ingin ia lakukan.”

“Tapi kalau dia berujung sakit?”

“Kalau dia berujung sakit, itu adalah yang ia inginkan. Apa boleh buat, kan?”

“Begitukah…”

“Anak itu tidak bisa memahami pelajaran, dia bodoh dan ceroboh dan selalu salah memahami sesuatu. Tapi…”

“Tapi?”

“Tapi sifatnya yang polos dan berterus terang itulah yang menjadi kebanggaanku sebagai kakak perempuan.”

“Akira-san…”

“Jari aku ingin menghsrgai sifatnya yang polos dan berterus terang itu.”

“Akira-san… kau benar-benar sangat dewasa.”

“Ah, kamu terlalu berlebihan. Daripada dibilang dewasa—”

“Daripada dibilang dewasa?”

“—Aku hanya seorang kakak perempuan yang mencintai adiknya lebih dari apapun.” ☆

“U…un…?”

Pada esok pagi.

Sebelum alarm elektronikku berbunyi, aku terbangun dan merasa ada seseorang di dekatku.

“Ah…maaf, apa aku membangunkanmu?”

Disebelah tempat tidur, ada Himeji-san, yang tangannya sedang meraih dan seperti ingin mengelus kepalaku—ah, pasti dia mau memeriksa temperature badanku dan melihat apa demamku sudah mendingan, kan?

“Apa kamu baik-baik saja, Akihisa-kun?”

Sayang sekali, aku terbangun, dan tangan Himeji-san yang sedang menjangkau kepalaku langsung ditarik kembali, aku jadi sedikit kecewa.

“Un, bahkan sangat baik. Sepertinya demamku sekarang sudah hilang.”

Bukannya aku nggak mau membuatnya khawatir, tapi kenyataannya, aku nggak merasa sakit sama sekali. Sebagai bukti, aku menggenggam tanganku dan menjawab Himeji-san dengan penuh semangat. Ngomong-ngomong, demamku ini sebenarnya nggak terlalu serius. Semua karena Himeji-san yang kemarin membuat tekanan darahku berdebar kencang...

“…”

“Kamu bohong, Akihisa-kun. Wajahmu masih merah.”

“Ahh, nggak, bukan... itu sih karena…”

Karena aku sedang membayangkan kejadian yang kemarin!

“Akihisa-kun, jangan memaksakan dirimu. Hari ini isirahat saja dan sembuhkan sakit kamu.”

Memintaku untuk meliburkan diri dari sekolah... Aku memang kurang bisa memahami pelajaran dengan baik, tapi bukan berarti aku nggak suka berangkat ke sekolah. Jauh lebih menyenangkan ada di sekolah daripada di rumah, kan? Dan yang lebih penting lagi—

“Summoning Battle kita belum berakhir. Walau dengan kemampuan bertarungku yang cuma seperti ini, aku nggak bisa istirahat begitu saja hanya karena sakit.”

Kalau kami kalah pada Summoning Battle kali ini, jarak kita dengan kelas A akan semakin jauh. Dan lagi, kita harus lanjut menggunakan perabot dan fasilitas bobrok. Karena itulah kita tidak boleh kalah.

“Ih Akihisa-kun… kamu nggak perlu mengkhawatirkan Summoning Battle. Aku akan bekerja keras demi Akihisa-kun. Bahkan lebih keras lagi, jadi kamu nggak perlu memaksakan diri untuk berangkat..”

“ummm, tapi…”

“Kamu jangan bertingkah kekanak-kanakkan. Aku nggak akan memarahi kamu sampai kamu benar-benar sudah sembuh.”

“Bu... bukan itu maksudku…”

“Bener-bener deh, kenapa kamu nggak pernah mau mendengarkanku? Tapi giliran Akira-san kamu pasti langsung menurut.”

"Itu sih bukan karena aku menurut. Tapi karena ancamannya yang mengerikan memaksaku untuk patuh…”

Dilihat dari waktunya, seharusnya kakak sudah pergi bekerja. Apa ia akhir-akhir ini sedang sangat sibuk?

Sepertinya pagi ini aku nggak perlu khawatir dengan ceramahan dan ancaman kakak. Aku pun langsung menghembuskan nafas lega.

BTS vol 08 247.jpg

Bagaimanapun, Himeji-san bilang padaku,

“Kalau begitu…Akihisa-kun, kalo kamu nggak mau mendengarkanku, aku akan menciummu!”

Eh buset? Dia meniru-niru kakakku? Bener-bener deh…

“Ugh… walau Himeji-san mau meniru-niru seperti kakak, itu nggak akan ada efeknya padaku—”


“…Un…”


Sensasi lembut datang dari bibirku.

“………………………Eh………………………?”

“Baiklah. Sekarang kamu harus tidur.”

Himeji-san meninggalkan kata-kata tersebut, grak, menutup pintu dan pergi.

“………………………Eh………………………?”

Ditinggal sendirian di kamar, aku pun hanya bisa terduduk diam di tempat tidur dan heran dengan apa yang baru saja terjadi.