Difference between revisions of "Boku wa Tomodachi ga Sukunai:Jilid2 Romancing Saga"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m (changed image)
Line 960: Line 960:
 
| Mundur ke [[Boku wa Tomodachi ga Sukunai:Jilid2 Percakapan Roman Tiga Kerajaan Kodaka|Percakapan Romansa Tiga Kerajaan Kodaka (& Tanda Kobato bergabung ②)]]
 
| Mundur ke [[Boku wa Tomodachi ga Sukunai:Jilid2 Percakapan Roman Tiga Kerajaan Kodaka|Percakapan Romansa Tiga Kerajaan Kodaka (& Tanda Kobato bergabung ②)]]
 
| Kembali ke [[Boku wa Tomodachi ga Sukunai Indonesian|Halaman Utama]]
 
| Kembali ke [[Boku wa Tomodachi ga Sukunai Indonesian|Halaman Utama]]
  +
| Maju ke [[Boku wa Tomodachi ga Sukunai:Jilid2 Raja Komedi Kodaka|Raja Komedi Kodaka (& Tanda Kobato Bergabung ③)]]
 
|-
 
|-
 
</noinclude>
 
</noinclude>

Revision as of 08:27, 1 September 2012

Romancing Saga[1]

Aku pergi ke ruang klub seperti biasanya, dan disana aku menemukan Yozora, Sena, Yukimura, dan bahkan Maria.

Yozora dan Rika sedang membaca dan Yukimura sedang bersiaga di depan teko teh.

Sena sedang sibuk memainkan salah satunya galge miliknya di PS-nya.

Aku pernah bertanya pada Sena terkait game itu sebelumnya, dan yang bisa kutangkap adalah dalam game ini si karakter utama terhisap masuk ke dalam dunia salah satu game miliknya dan dia berusaha kembali ke dunia asalnya dengan bantuan beberapa cewek yang dia temui di dunia tersebut.

Maria sedang bermalas-malasan di sofa sambil menikmati keripik kentang miliknya.

“Kodaka Kodaka! Yozora memberiku keripik kentang!” Maria melapor padaku dengan gembira.

“Ooh...Yozora yang ngasih ya...”

Aku melempar pandangan curiga pada Yozora, namun dengan santai dia membalas

“Itu tanda terima kasihku untuk Maria karena selalu membantuku.”

“Hah, jadi akhirnya kamu sadar betapa hebatnya aku ini ya!? ”

“Ya, aku berhutang padamu Maria. Asal kamu jangan lupa aja sama kesepakatan kita.”

Sudah kuduga kalau ada udang di balik batu.

“Serahkan saja padaku! Akan kupastikan mereka memberi dana yang besar buat klub ini!”

“Bagus, kuharap begitu. Kalau kamu gagal aku akan mengambil celana dalammu dan menjualnya ke toko burusera[2].”

Satu lagi kesepakatan gila dari Yozora.

“...Memangnya sekolah mau ngasih dana ke klub semacam ini, yang sejak awal sama sekali gak punya bentuk kegiatan nyata?”

Tanyaku, dan Yozora dengan cepat mengangguk balik.

“Aku meragukannya, tapi kalau aku hanya perlu membayar sebungkus keripik kentang yang murah agar bisa mendapat dana buat klub kita, aku ga akan komplain.”

“Terus apa maksudmu dengan menjual celana dalam Maria ke toko burusera?”

“Yang itu sih cuma bercanda, tapi itu semua tergantung suasana hatiku nanti waktu dia memberitahuku apakah dia benar-benar melakukannya atau tidak.”

“Kejam...”

Pada saat itulah aku menyadari sesuatu.

“...Kamu tahu, kamu bilang kalau doujinshi dan eroge dan semacamnya itu ga senonoh, tapi kamu gak kesulitan ngomongin soal pemerkosaan atau menjual celana dalam seseorang ke toko burusera.”

“Pemerkosaan ya cuma pemerkosaan dan menjual celana dalam ya cuma bisnis, iya kan?”

Sementara aku memikirkan bagaimana dia bisa menganggap kedua hal tadi hanyalah hal yang sepele, aku bertanya

“Terus doujinshi dan eroge itu apa?”

Aku gak tahu kenapa, tapi Yozora mulai malu-malu dan berkata

"...c-cinta..."

Suara Yozora benar-benar seperti sebuah bisikan dan sangat pelan sampai aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan.

“? Kamu bilang apa?”

“B-bukan apa-apa! Pokoknya semua benda-benda itu gak senonoh!”

Kata Yozora, yang entah kenapa menjadi gelisah karena pertanyaanku. Aku benar-benar belum bisa memahami Yozora.

“Konyol banget sih... kenapa game seperti itu bisa sampai ada di dunia ini...”

Komplain Yozora sambil memandangi Sena.

Sementara itu, Sena sedang dalam kondisi trans sambil memegangi kontroler dengan satu tangan dan menatap layar TV.

Game Sena sedang memainkan lagu yang merdu sementara kredit diputar, dan di saat yang sama menampilkan secara satu persatu apa yang aku asumsikan sebagai adegan-adegan dari game.

Sepertinya Sena sudah menamatkan gamenya. Akhirnya kredit berakhir dan muncul “FIN” di layar. Setelah itu, Sena berbisik pelan

“...Kenapa kamu gak tetap tinggal di dalam dunia game aja...”

“Uwa...”

Kata Yozora dengan wajah yang terlihat seakan-akan dia sedang menatap air limbah yang belum disaring.

Harus kuakui, bahkan aku juga sedikit merasakan hal yang sama dengan Yozora setelah mendengar apa yang Sena katakan.

Kalau cuma bercanda sih gak masalah, tapi jelas banget kalau barusan Sena keceplosan mengatakan apa yang ada dalam pikirannya sementara dia sedang asyik dengan gamenya.

“! Ah...!”

Sena akhirnya tersadar dan mulai malu-malu setelah melihat wajah kami.

“M-maksudku bukan itu, oke!? Aku cuma bercanda, maksudku, aku cuma ingin mencoba mengatakannya, oke!? Aku masih bisa membedakan mana yang fiksi dan mana yang nyata!!”

Dan kemudian, Rika bertanya

“Sena-senpai, apa Senpai suka game?”

“Y-ya kurasa begitu.”

Kata Sena, tampak berusaha menyembunyikan apa yang sebenarnya dia pikirkan.

“...Apa maksudmu ‘kurasa begitu’?” kata Yozora.

“Meskipun nggak benar-benar membawa kita ke dalam dunia game, tapi aku punya game yang bisa memberikan kita pengalaman yang serupa.”

“Benarkah!?”

Mata Sena bersinar-sinar mendengar apa yang Rika katakan.

“Ya. Game-nya masih dalam tahap pengembangan, tapi kurasa kita bisa memainkan beberapa bagian dari game itu.”

“Kok kamu bisa punya game kaya gitu?”

“Soalnya ini adalah versi beta yang aku bantu kembangkan. Rencananya aku mau melakukan uji coba terhadap game ini, tapi sampai sekarang belum pernah kusentuh berhubung game ini adalah game multiplayer. Kalian mau coba main?”

“Ayo main!”

Balas Sena segera, dan Yozora juga menyetujuinya dengan mengatakan “Kenapa nggak, ini bisa membantu kita menghabiskan waktu.”

“Okay, kalo gitu tunggu disini sementara aku mengambilnya dari ruang Rika.”

Rika membawa kotak kardus yang penuh dengan headset sejenis google yang aneh.

“Jadi kita bisa melihat dunia game lewat benda ini?”

“Tepat sekali, Kodaka-senpai. Benda ini disebut head-mounted display.”

“Aku sering melihat benda semacam ini di manga SF dan game dan sejenisnya, tapi ini pertama kalinya aku melihatnya secara langsung.”

“Ini bukan semacam alat futuristik super canggih kok. Teknologi untuk membuat benda seperti ini sudah ada bahkan sebelum kita lahir, cuma sampai sekarang teknologi ini belum pernah diaplikasikan ke dalam game.”

“Memangnya kenapa? Karena biayanya?”

“Bukannya karena kita kelihatan kaya orang goblok waktu memakainya?” kata Sena.

“Aku juga gak tau, tapi tebakanku sih apa yang Sena-senpai bilang kemungkinan benar.” balas Rika cepat.

...Ada benarnya juga sih. Memakai benda semacam helm/visor ini dan memainkan game yang hanya bisa dilihat oleh pemakainya, mungkin akan terlihat agak konyol bagi orang lain yang melihatnya.

“Pokoknya, ini adalah model terbaru dari “Large Hardware Inc.”, perusahaan yang selama ini terus mengembangkan sistem semacam ini dengan harapan suatu hari mereka bisa membuatnya terlihat lebih baik dan mulai digunakan oleh para pengembang game. Namanya adalah ‘Vr Boy’.”

Rika kemudian mengeluarkan laptop dari dalam tasnya, meletakkannya di meja, dan berkata

“Dan dalam laptop ini aku punya sebuah game RPG fantasi berjudul ‘Romancing Saga’ yang dikembangkan agar bisa dirilis bersamaan dengan sistem ‘Vr Boy’. Inilah game yang kumaksud waktu kubilang kita semua bisa memainkannya bersama-sama.”

“...Kenapa Saga?” tanyaku.

“Soalnya perusahaan pembuat game ini bermarkas di Saga. Heh heh heh, bukankah namanya terdengar mirip dengan salah satu game milik perusahaan kecil tertentu?”[3]

“...Kamu tahu, kadang aku sama sekali nggak mengerti apa yang kamu bicarakan.”

Kami semua pun mengenakan VR Boy headset dan mengambil kontroler berbentuk game-pad.

VR Boy-nya cukup besar hingga bisa menutupi sebagian besar wajahku, tapi tidak seberat kelihatannya sehingga aku jamin siapapun bisa bermain dengan alat ini dalam waktu yang lama tanpa kelelahan.

“Gelap banget! Aku gak bisa lihat apa-apa!” kata Maria.

“Aku akan menjalankan programnya sekarang jadi tunggu sebentar.” kata Rika.

VR Boy dan game-pad yang kami pakai merupakan peralatan nirkabel, jadi kurasa PC Rika-lah yang berperan sebagai konsol.

Setelah menunggu beberapa saat, semuanya menjadi lebih terang dan logo perusahaan “Large Hardware” ditampilkan oleh google bersamaan dengan panorama pegununungan yang indah.

“Ohh!”

Ini jauh lebih bagus dibanding layar bioskop, kami semua bersorak karena apa yang kami lihat benar-benar membuat kami merasa berada di pegunungan.

Kemudian, dari headphone pada VR Boy aku bisa mendengar suara narator diiringi dengan musik yang bernada serius.

"Saga, tapal batas terakhir. [4]

“Yang bener aja!” teriakku, nggak bisa tinggal diam setelah mendengar pernyataan yang kelewat konyol...

"Kalau Anda bertanya pada seseorang di Tokyo ‘Dimana letak Saga?’ lebih dari 90% orang tidak akan bisa menjawab atau malah akan berkata ‘Saga? Memangnya ada prefektur yang namanya Saga? Ah aku tahu, ini pertanyaan jebakan ya? Sebenarnya yang kamu maksud itu Shiga kan!’"

“Hey. Bukannya ini cuma komplain orang-orang dari Saga!?”

"Dasar brengsek... Kalian semua cuma kumpulan orang brengsek! Prefektur kalian cuma beda satu huruf dengan prefektur kami! Siapa yang perduli kalau kalian punya Danau Biwa, dasar Shiga sialan!"

“Sekarang naratornya malah membentak kita!?” Dan kelihatannya dia benar-benar melupakan Tokyo...

"Pada suatu ketika, seorang Gubernur Saga berkata ‘Ada 7 prefektur di Kyuushuu: Fukuoka, Nagasaki, Kumamoto, Ooita, Miyazaki, Kagoshima, dan... tunggu sebentar, apa benar ada tujuh? Ah, saya tahu, Okinawa!’[5] Guna mengakhiri kondisi yang menyedihkan ini dan membuat prefektur Saga lebih dikenal masyarakat luas, Raja Setan pun dipanggil ke dunia kami."

Aku gak bisa berkata apa-apa...! Ini sudah kelewat bodoh sampai akupun nggak tau mesti ngomong apa...!

Pemandangan dalam game berganti dan kastil yang tampak menakutkan pun muncul. Di bagian bawah layar tertulis nama kastil tersebut.

"Kastil Valhalla"

“Ahh, pembukaan ini agak panjang jadi ayo kita lewati saja!”

Tiba-tiba saja aku mendengar suara Rika dari headphone-ku, diikuti dengan layar game yang kembali menjadi gelap.

“Eh!? Tunggu, aku mau lihat pembukaannya! Kastil Valhalla Saga kelihatan keren banget!”

Aku juga mendengar suara Sena melalui headphone.

Kelihatannya VR Boy akan meneruskan apa yang dikatakan seorang pemain kepada semua pemain lainnya.

Ah tapi selain itu, aku juga agak tertarik dengan Kastil Valhalla tadi.

“Singkat cerita, tujuan kita sebagai pemain adalah bekerja sama untuk mengalahkan Raja Setan dari Kastil Valhalla. Setelah itu permainan akan terus berlanjut dimana kita harus menaklukkan prefektur lainnya, tapi kita tidak bisa memainkan bagian itu tanpa koneksi internet.”

Jelas Rika, mengabaikan Kastil Valhalla.

“Tahap berikutnya adalah mendesain karakter kita, tapi karena ini akan makan banyak waktu, kali ini kalian akan langsung memakai desain karakter yang sudah Rika siapkan dan Rika buat mirip dengan kalian. Yang perlu kalian lakukan tinggal memilih kelas masing-masing. Kalian bisa berganti kelas selama permainan, jadi untuk sekarang pilih saja kelas manapun yang kalian suka.”

“Hmm...” kata Yozora.

“Gak masalah. Toh sejak awal aku sudah berencana membuat karakter yang terlihat persis denganku.” kata Sena.

Menu desain karakter muncul di layar.

Aku berada di ruang yang gelap dengan sebuah cermin berada di depanku, dan cermin tersebut menampilkan versi diriku yang terlihat seperti penduduk desa dengan nuansa fantasi.

Terlepas dari pakaian, karakter ini terlihat persis denganku. Seakan-akan aku sedang melihat cermin sungguhan.

Sebuah menu muncul di dekat jendela, dan di dalamnya ada daftar kelas yang bisa kupilih.

Kurasa disini aku harus menggunakan game-pad untuk memilih kelas yang aku inginkan.

Awalnya aku sedikit bingung karena ada sekitar lebih dari 100 kelas yang bisa kupilih, tapi akhirnya aku memilih “Penyihir”.

Ini adalah pilihan yang paling aman mengingat pada dasarnya ‘Penyihir’ merupakan salah satu bagian inti dari game RPG fantasi manapun.

Setelah memilih kelasku, cermin tadi memenuhi layar secara keseluruhan dan sesaat kemudian aku berdiri di panorama pegunungan yang baru saja kulihat beberapa menit yang lalu.

Benda ini benar-benar punya nilai produksi yang edan...

Sementara aku sedang sibuk mengagumi panorama, dari belakang aku mendengar suara yang memanggilku.

“Kodaka-senpai.”

Aku berbalik (menggunakan game-pad untuk menggerakkan karakterku) dan melihat Rika berdiri di sana.

“...Pakaian apa itu?”

Kataku, tercengang.

Pakaian Rika terdiri dari sepasang celana pendek denim yang pendek yang saking pendeknya aku hampir bisa melihat pantatnya, dan tube top yang hanya menutupi kulit sebanyak yang bisa ditutupi sepotong pakaian dalam. Sederhananya, pakaian yang dikenakannya sangat minim.

Dia mempunyai sabuk pistol di pinggangnya dengan sarung pistol beserta pistolnya di kedua sisi.

“Aku memilih kelas Penembak jadi beginilah penampilanku.”

“Pakaianmu itu edan banget...”

“Begitu juga pakaianmu, Senpai.”

“Masa sih?”

Nggak perduli seberapa banyak aku mengutak-atik pandangan karakterku, aku tetap gak bisa melihat penampilanku sendiri.

“Kalau Senpai membuka menu start dan memilih ‘Equipment’, Senpai bisa melihat penampilannya sendiri. ”

Aku melakukan persis seperti yang dikatakan Rika, dan cermin lain muncul di depanku seperti ketika aku memilih kelasku.

“Apa-apaan nih!?”

Aku benar-benar tercengang (dan takjub melihat bagaimana game ini mereka ulang ekspresi wajahku dengan sangat baik).

Karakterku yang terlihat di cermin tampak mengenakan sepasang jeans yang dicuci asam, kaos dengan gambar cewek anime berukuran besar, dan bandana yang diikatkan di kepala. Gimana ngomongnya ya, aku kelihatan persis kaya sterotip otaku Akihabara yang sebetulnya gak benar-benar ada, bahkan di Akihabara sekalipun.

“A-Aku kan milih kelas Penyihir, apa-apaan nih!?”

Aku mengecek ulang supaya lebih yakin, dan semua armor-ku memang bernama “Kaos Penyihir”, “Celana Penyihir”, dan “Bandana Penyihir”. Terus kenapa Penyihir penampilannya malah kaya gini!?

“Ada legenda kecil yang beredar di web tentang Penyihir.”

Kata Rika dengan nada acuh tak acuh pada suaranya.

“Legenda?”

“Kira-kira seperti ini bunyinya: “Pria yang bisa menjaga keperjakaannya selama 30 tahun akan menjadi seorang Penyihir” Kalau kubilang sih pakaian yang Senpai kenakan sekarang cukup pantas untuk Penyihir perjaka berumur 30 tahun.”

“Siapa yang mau jadi Penyihir kaya gini... Kenapa kalian gak bikin Penyihir yang biasa-biasa aja sih, yang memakai jubah dan tongkat atau semacamnya...”

“Pada dasarnya sih ini cuma lelucon dari pengembang. Mereka sudah kuperingatkan supaya jangan memasukkan unsur meme internet ke dalam game, tapi orang-orang itu susah dibilangin.”

“Uh-huh... yah terserahlah, kurasa aku cuma tinggal mengganti perlengkapanku aja...”

Aku menghela napas, dan sambil berusaha tetap positif aku mengecek sihir macam apa yang bisa kugunakan.

...Nggak ada satupun sihir yang tersedia.

“Hey, kok aku gak bisa pakai sihir!? Aku ini Penyihir kan!?”

“Bagaimanapun juga itu kan cuma legenda. ‘Penyihir’ itu cuma julukan keren yang dipakai orang untuk memanggil perjaka yang berumur 30 tahun.”

“Kalo gitu ini bahkan bukan kelas sungguhan, iya kan!?”

“Hanya karena ini adalah dunia dimana sihir benar-benar ada bukan berarti Penyihir itu juga benar-benar ada. Menurutku lebih penting memikirkan tentang apa yang ingin kita lakukan dengan sihir ketimbang hanya terpaku dengan apakah kita bisa menggunakan sihir atau tidak.”

“Kamu mau memutarbalikkan faktanya seperti apapun, aku tetap bukan Penyihir beneran dasar sialan!!”

Aku berteriak, dan kemudian tiga bola cahaya muncul di depan kami dan Sena, Yozora(?) , dan Yukimura(?) keluar dari dalam bola-bola tersebut.

“Pft, kamu pakai baju apaan tuh Kodaka?”

Tanpa basa-basi, Sena langsung menertawai pakaianku.

“...Asal kamu tahu aja, kamu sama sekali gak berada di posisi buat ngetawain pakaian orang lain.”

“Hahh?”

Sena membuat ekspresi kebingungan di wajahnya dan berteriak keheranan setelah melihat penampilannya sendiri dengan cara yang sama denganku.

“Apaan nih!?”

Sena mengenakan “kaos” yang hanya terbuat dari beberapa potongan kain yang dilingkarkan di dadanya dan sepasang celana kerja yang kelihatan lusuh. Aku gak yakin apa aku bisa menyebutnya seksi atau nggak, tapi yang jelas pakaiannya aneh.

Sebagai tambahannya, Sena memegang palu besar di tangan kanannya.

“Kenapa aku pakai pakaian kaya begini!? Padahal aku milih Pandai Besi sebagai kelasku!”

“Ahh, betul juga kamu memang agak mirip sama pandai besi...”

Kataku, yang kemudian dikomplain Sena

“Nggak mirip! Pandai Besi mestinya memakai pakaian yang lebih sopan dan menggunakan sihir untuk memanggil pedang yang mereka gunakan untuk mengalahkan musuh dengan elegan...!”

“Di planet mana ada pandai besi yang mengenakan pakaian mewah dan mengalahkan musuh mereka dengan ‘elegan’?”

Kata Rika, keheranan.

“Lucas, protagonis di ‘Bintang Hitam Suci’ contohnya!”

“Tolong jangan campur adukkan game milik Senpai dengan dunia nyata.”

Bukannya ini juga game ya...

“Ngomong-ngomong, Pandai Besi dalam Romancing Saga punya semua yang bisa kita harapkan dari kelas pandai besi pada umumnya. Mereka adalah kelas yang berfokus untuk menciptakan kerusakan dan meremukkan musuh dengan palu mereka. Mereka sama sekali nggak bisa menggunakan sihir, dan resistansi sihir mereka lemah jadi mereka akan mati dengan cepat kalau terkena sihir apapun. Selain itu, Pandai Besi juga rentan dengan sihir pengubah-status seperti Sleep dan Confusion jadi waspadai sihir semacam itu.”

“...Apa salah satu pengembang game ini punya dendam sama pandai besi...?”

“Ahh, kacau deh... Ini benar-benar kelas yang paling gak cocok denganku...”

Kata Sena, ngambek dengan pilihan kelasnya.

“...Kamu gak parah-parah amat kok.” kataku, dan kemudian menunjuk Yozora.

“Eh? ? ――Pft!"

Sena tertawa setelah melihat pakaian Yozora.

Yozora, jelas terlihat kesal dengan pakaiannya, memakai kostum mawar besar dengan tangan, kaki dan wajahnya semua mencuat keluar dari batang mawar.

“...K-kamu ini apa?”

“......’Gadis Mawar’.”

Menurutku dia lebih terlihat seperti Siluman Mawar ketimbang Gadis Mawar.

“Aku pernah dengar ada anime yang judulnya ‘Gadis Mawar’ sebelumnya, apa ini seperti itu?” tanyaku.

Belum lama ini aku melihat Kobato menontonnya, pada dasarnya anime itu bercerita tentang gadis-gadis muda berpakaian baju goth-loli yang saling bertempur satu sama lain.

“...Aku juga sama. Aku pernah dengar namanya sebelumnya dan kelihatannya anime itu benar-benar populer. Dan rupanya ada seorang politisi yang terlihat membaca versi asli ‘Gadis Mawar’ di sebuah bandara dan dia mulai dipanggil dengan sebutan ‘Sang Raja Mawar’dan semacamnya jadi kupikir kelas ‘Gadis Mawar’ akan sangat cocok untukku, presiden dari Klub Tetangga, tapi... ”

Kata Yozora dengan ekspresi kekecewaan di wajahnya.

“Ah kelas itu ditambahkan setelah Rika suatu hari mengatakan ke tim pengembang ‘Anime Gadis Mawar itu lagi populer ya akhir-akhir ini?’ Mereka menambahkannya tanpa tahu banyak mengenai anime itu jadi mereka membuat kelas ‘Gadis Mawar’ hanya berdasarkan namanya saja tanpa memperdulikan fakta kalau kelas ini sama sekali gak cocok dengan tema dari game. Secara umum, kelas ini adalah kelas tipe tank yang mempunyai kekuatan serang yang tinggi dan ketahanan yang sangat baik terhadap serangan fisik dan serangan sihir.”

“...Hmph. Kurasa gak ada masalah asalkan kelas ini kuat.”

Kata Yozora, yang kemudian mencoba meloncat-loncat dalam lingkaran kecil.

“...Apa sebenarnya kamu suka sama kostum itu?”

“...Nggak juga.”

Boku wa tomodachi ga sukunaiVol2 Ch06 Img01.jpg

Nada bicara Yozora sedikit memberiku firasat kalau dia berbohong.

“Aniki. Apa pendapat Anda mengenai pakaian saya?”

Yukimura berjalan ke arahku dan melakukan putaran kecil di tempat.

“...Uhh, yah, kamu benar-benar kelihatan kuat.”

Jelas sekali kalau kelas Yukimura adalah Samurai.

Armor-nya berwarna merah terang dan dia memakai helm samurai yang menutupi seluruh wajah kecuali matanya.

“Jadi kelihatannya kamu memilih ‘Samurai’ ya Yukimura. Seperti yang bisa kalian lihat, kelas ini dibuat untuk bertarung di barisan depan.”

“Hmm...eh bentar, apa?”

Aku baru saja menyadari sesuatu.

“Sena, Yozora, dan Yukimura semuanya ada di barisan depan, Rika petarung jarak jauh, dan aku-”

“Senpai nggak berguna.”

“...Aku gak berguna, dan kita gak punya penyembuh di party kita.”

Semoga saja aku gak mendapat luka yang serius.

“Maria gak memilih kelas Pendeta? Secara dia kan biarawati.” kata Yozora.

“Biar kulihat sebentar.”

Rika melepas headset VR Boy-nya, dan beberapa menit kemudian...

“Maria-sensei lagi tidur.”

“...Jadi dia tertidur setelah selesai makan keripik kentang tadi...Benar-benar bocah gak berguna.”

“Kita berlima aja yang main kalau gitu.”

Kata Sena, berjalan maju.

“Kemana kita pergi?”

“Ke sana kan?”

Sena menunjuk ke sebuah kastil-bergaya-barat-yang-terlihat-seperti-hotel-mesum-dan-terkesan-agak-murahan di kejauhan.

“Betul. Itu adalah Kastil Valhalla milik Raja Setan.” kata Rika.

“Kita mau langsung ngelawan Raja Setan!?”

“Semuanya berada dalam mode offline sampai kita mengalahkan Raja Setan, jadi bisa dibilang kalau ini adalah bagian dari tutorial. Game yang sesungguhnya ada di mode online yang baru bisa kita akses setelah mengalahkannya.”

“Pembuat game ini kejam banget, memaksa kita melawan Raja Setan di tutorial.”

“Gapapa kok, toh dia cuma Raja Setan dari Saga.”

“Ucapanmu juga sama kejamnya!”

Tepat ketika aku membentak Rika

ROAAARRRRRRRRRRR!!

Sekumpulan monster mulai bermunculan keluar dari tanah diiringi raungan yang menyakitkan telinga.

"Uwa!?" "Hyah!?"

Yozora dan Sena menjerit. Jarang sekali melihat Yozora membuat reaksi seperti itu terhadap sesuatu.

“Kelihatannya roh-roh jahat telah muncul.”

Kata Yukimura, sama sekali tak terganggu dengan apa yang baru saja terjadi.

“Makhluk macam apa ini... mereka menjijikan banget...”

Kata Sena, menunjukkan kejijikannya secara terang-terangan.

Monster-monster yang baru saja muncul hanya sedikit lebih pendek dari kami.

Mereka terlihat seperti ikan yang mempunyai tangan dan kaki dan bisa berjalan tegap, bisa dibilang duyung jantan, dan masing-masing dari mereka memegang sebuah tombak di tangan mereka.

Sekilas mereka memang tampak seperti alien dengan kepala mereka yang berbentuk oval bulat. Mereka tidak punya mata, dan mulut mereka dipenuhi taring yang ganas.

Dan juga, meskipun mereka adalah ikan namun mereka tidak punya sisik, jadi mereka terlihat seperti amfibi aneh berwarna keabu-abuan dengan cahaya biru redup yang menjijikan.

Aku mengenali wajah unik yang mereka miliki.

“Warasubo... Mereka kelihatan persis dengan Warasubo...!”

“Senpai tahu tentang mereka? Pengetahuanmu cukup luas Kodaka-senpai.”

“Warasubo itu apaan sih... ikan laut-dalam?”

Tanya Yozora, merinding melihat Warasubo.

“Mereka bukan ikan laut-dalam. Warasubo adalah... anggota dari familia Gobiidae yang hidup di Laut Ariake sekitar pantai Kyuushuu. Aku biasa memakan mereka waktu tinggal di Kyuushuu dulu.”

Boku wa Tomodachi ga Sukunai Jilid2 Bab06 Img02(NastarHitam).png

“...Anda pernah memakan mereka? Saya rasa saya tidak perlu terkejut mendengarnya mengingat Anda adalah pria sejati, Aniki.”

Yukimura juga terlihat kehabisan kata-kata.

“Mereka ini disebut ‘Prajurit Warasubo’ dan mereka adalah musuh yang paling mudah dikalahkan. Semua musuh di game ini berpusat sekitar Warasubo, ada juga musuh seperti ‘Ksatria Warasubo’, ‘Penyihir Warasubo’ dan lain-lain. Penampilan mereka terlihat persis dengan alien jadi mereka adalah pilihan yang bagus untuk dijadikan dasar bagi semua musuh di game ini.”

“Cuma karena mereka kelihatan kayak alien ya...”

Aku menjadi sedikit depresi setelah mendengar Rika mengatakan hal tersebut.

“Hmph... Ayo kita serang dan habisi mereka.”

Sena mengencangkan genggaman palunya.

Rika mencabut pistolnya, Yukimura mencabut pedangnya, dan Yozora menumbuhkan semak berduri dari tangannya.

“T-Tunggu dulu!”

Aku melompat ke depan mereka, tampak mereka semua sudah siap untuk menyerang Warasubo.

“Bagaimana bisa kalian memperlakukan mereka sebagai monster cuma karena penampilan mereka!? Warasubo gak memilih untuk dilahirkan dengan penampilan seperti itu!”

Bahkan aku sendiri sadar kalau aku menjadi terlalu emosional mengenai hal ini.

Warasubo yang ada di sini hanyalah monster dalam sebuah game yang dibuat untuk dikalahkan oleh para pemain.

Tapi semenjak aku pindah ke Kyuushuu (Prefektur Fukuoka) waktu aku masih SD dulu dan melihat Warasubo untuk pertama kalinya, aku selalu merasa kalau kami punya kesamaan.

Aku bisa melihat diriku sendiri dalam Warasubo, semua orang memperlakukan Warasubo seakan-akan mereka adalah alien menjijikan hanya karena wajah mereka terlihat menakutkan.

“Aku mohon... bisakah kalian biarkan mereka pergi...? ”

Mendengar permohonanku, Rika dan Yozora memberiku senyum lembut dan berkata

“...Kamu memang benar-benar orang yang baik ya, Kodaka-senpai.”

“Hmph...”

Sena ikut menimpali, dan berkata sambil tertawa kecil

"...Yah, kurasa Kodaka yang kita kenal memang akan melakukan hal seperti ini."

Dan kemudian ---

BOOOOOM!! SLASH!! SPLAT!!

Peluru Rika menembus kepala Prajurit Warasubo A, palu Sena meremukkan kepala Prajurit Warasubo B dalam satu pukulan, dan semak berduri Yozora merentang bagaikan tombak, menikam jantung Prajurit Warasubo C.

"BYGYAaAaaAAAaAaAaaAaAAaAAAAaaaaAA!!

Semua Prajurit Warasubo mati sambil meneriakkan teriakan yang mengerikan. Di saat yang sama darah berwarna ungu menyembur keluar dari tubuh mereka.

Mayat mereka terhisap masuk ke dalam tanah dan menghilang.

"W-Warasubooooooo!!"

Aku berteriak.

“Kenapa!? Kenapa kalian bunuh mereka!?”

“Eh? Soalnya mereka menjijikan.”

Dengan cepat Sena membalas protes dariku.

“Bukannya mestinya ini jadi adegan dimana kalian mendengarkanku dan membiarkan mereka pergi!?”

“Aku mengerti perasaanmu Kodaka-senpai, tapi kita gak akan bisa berbuat banyak kalau kita gak menaikkan EXP kita.”

Kata Rika, sama sekali gak perduli.

Apa senyum lembut yang kalian perlihatkan tadi itu cuma sandiwara?

“Kodaka. Hidup mereka nggak sia-sia. Mereka akan terus hidup dalam diri kita semua sebagai EXP.”

Kata Yozora sambil menyerang Prajurit Warasubo yang tersisa dengan semak berdurinya, terlihat jelas kalau dia tidak perduli dengan Warasubo sedikitpun.

Sena dan Rika bergabung dengan Yozora dalam pembantaian setiap Prajurit Warasubo yang mereka lihat.

“Ah, Yukimura! Yang itu masih hidup, tolong habisi dia!”

“Baik, Sena-anego”

Tanpa tanda-tanda keraguan sedikitpun,Yukimura memancung Prajurit Warasubo yang tubuhnya masih menggeliat meski sudah diremukkan oleh palu Sena.

“Ini adalah cara saya menunjukkan rasa hormat bagi sesama prajurit.”

Kata Yukimura dengan nada, yang anehnya, bahagia pada suaranya sambil bergabung dalam pertempuran dan menjadi basah kuyup dengan darah Prajurit Warasubo yang dia tebas satu persatu.

Para Prajurit Warasubo terus dibantai tanpa ada perlawanan sama sekali.

“...Ngomong-ngomong, kenapa mereka gak menyerang kita?”

“Game ini masih belum rampung, jadi pola serangan musuh belum selesai diprogram.”

Jawab Rika, sambil menembakkan pistolnya di sebelahku.

Kelewatan... Ini sudah kelewatan, Warasubo temanku...

“...Masako... Yoshio... Maaf... Ayah tidak akan bisa pulang ke rumah...”

“Maaf... adik kecil, kelihatannya aku tidak akan bisa menepati janji yang kita buat...”

“Aku tidak mau mati... Aku harus hidup... Aku harus bisa pulang ke rumah supaya aku bisa bertemu dengannya...”

Beberapa Warasubo yang hampir tewas tiba-tiba saja mulai berbicara.

“Ugh, menjijikan!”

Sena berhenti bergerak.

“Ini kemungkinan dibuat untuk menunjukkan kalau musuh juga punya alasan untuk bertarung dan membuat pemain mempertanyakan apakah tindakan yang mereka lakukan ini benar atau tidak. Kurasa ini supaya ceritanya punya kedalaman dan gak sekedar yang baik mengalahkan yang jahat.”

Kata Yozora memberikan penjelasannya sambil menikam kepala Prajurit Warasubo dengan semak berdurinya.

“...Membunuh musuhmu tanpa ampun meski kamu paham betul maksud dari pembuat game... Yozora kamu benar-benar berdarah dingin.”

“Kamu nggak perlu terlalu memujiku Kodaka.”

“Jangan khawatir, aku memang gak memujimu kok!!”

“Aku akan memberimu kematian yang cepat, ini adalah belas kasihanku sebagai sesama prajurit.”

Tanpa menunjukkan emosi, Yukimura melanjutkan memancung Warasubo yang mengatakan hal-hal seperti “Istriku akan melahirkan bulan depan...!” dan “Aku harap aku menjadi seekor kerang di kehidupanku selanjutnya.”

...Sekitar lima menit setelah pertarungan dimulai, para Prajurit Warasubo telah habis dimusnahkan.

“Lima menit termasuk cukup lama untuk pertarungan pertama dan dengan musuh yang sangat banyak kayaknya game ini sedikit kelewatan ya. Keseimbangan game ini benar-benar butuh beberapa penyesuaian.” kata Rika.

Di saat yang sama, sebuah musik riuh yang singkat bergema di headphoneku dan teks “Anda Naik Level!” ditampilkan di layar.

“Aku gak ikut bertarung dan game ini masih memberiku poin EXP...”

Aku mengecek sekilas menu statusku dan melihat HP-ku bertambah sedikit.

Jaga-jaga siapa tahu aku mempelajari sihir baru, aku mengecek menu skill-ku juga, dan ada satu skill baru yang ditampilkan.

“Oh?”

Merasa gembira, dengan cepat aku membaca deksripsinya.

"Skill: 'Percaya akan Hari Esok'

Efek: Hanya percaya saja tidak cukup. Kalau kamu tidak pergi keluar sana dan berbuat sesuatu, tidak akan ada yang berubah."

“Sialan!”

Kami melanjutkan perjalanan kami menuju Kastil Valhalla.

Tidak seperti game ‘Monster Hunting’ yang pernah kami mainkan sebelumnya, game ini diset agar pemain tidak bisa menyerang temannya sendiri, dan berkat hal ini Yozora dan Sena tidak bertarung satu sama lain dan sejauh ini perjalanan kami benar-benar mulus.

Kami kembali bertarung dengan beberapa Prajurit Warasubo dan ditambah dengan beberapa Ksatria Warasubo dan Penyihir Warasubo, namun karena mereka hanya sekedar muncul dan tidak pernah menyerang kami, lebih tepat menyebut mereka sebagai gumpalan EXP gratis ketimbang musuh sungguhan.

Level kami semua terus naik, dan semuanya terus mempelajari sihir baru dan skill spesial.

Sementara aku, yang kupelajari hanyalah sekumpulan skill menjengkelkan seperti “Jangan dengarkan cerita tentang bagaimana teman sekelasmu mendapat seorang anak” dan “Kurasa aku akan benar-benar memberikan yang terbaik besok, mungkin” dan “Hei wanita tua, aku mau pergi ke arena pachinko jadi beri aku uang” dan “Hidupmu berakhir karena hutangmu di pasar gelap.”

Berhubung nggak ada hal lain yang bisa kulakukan, aku terus menerus menggunakan satu-satunya skill jarak jauh yang terdengar keren “Percaya akan Hari Esok” namun skill itu gak pernah melakukan apa-apa.

Sementara menonton teman-temanku melanjutkan pembantaian mereka, aku memikirkan tentang Warasubo.

Aku masih duduk di bangku SD ketika tinggal di Kyuushuu dulu dan aku nggak bisa masak sendiri, tapi aku ingat kalau Warasubo yang selalu kumakan di restoran milik teman ayahku benar-benar enak.

Aku bahkan memakan Warasubo Goreng dan Tempura Warasubo yang nggak mau dimakan sama Kobato karena dia terlalu takut dengan Warasubo.

Apa aku juga bisa mendapat Warasubo yang enak di kota ini.

Aku ingin mencoba memasak Warasubo sendiri kapan-kapan.

Warasubo Panggang, Tempura Warasubo, Sashimi Warasubo, Kabayaki Warasubo, Pasta Warasubo, Kari Warasubo, Hamburger Warasubo, Pasta Ikan Warasubo... ada begitu banyak yang bisa kubuat.

Kami terus berjalan sementara aku memikirkan tentang Warasubo dan akhirnya kami bertemu dengan Raja Setan.

Raja Setannya pun seekor Warasubo.

Berhubung dia adalah rajanya, ukurannya 10 kali lebih besar dari Prajurit Warasubo, dan memakai armor yang sangat-bernuansa-Raja-Setan sambil memegang kapak besar dan perisai.

Tiba-tiba saja Raja Setan Warasubo menyerang kami.

“Apa-apaan nih, kenapa dia tiba-tiba aja menyerang kita!?”

Teriak Sena yang berdiri di depan party kami sambil menghindari serangan Raja Setan.

“Kayaknya pembuat game masih belum menyelesaikan skrip pra-pertarungan Raja Setan.”

Kata Rika, menembaki Raja Setan dengan pistolnya.

Bang! Bang!

Semua tembakannya mengenai Raja Setan, tapi tidak mempan sama sekali.

“Nggak mengejutkan, Raja Setan memang tangguh...”

"Doryaaaaaa!!"

Sena meneriakkan seruan perang dan menyerang Raja Setan dengan memegang palu di atas kepalanya.

Tapi Raja Setan memblokir serangan Sena dengan perisainya.

Raja Setan kemudian mengangkat kapaknya dan menyerang balik, meninggalkan luka sayatan yang menganga di lengan kanan Sena.

Darah yang terlihat realistis menyembur keluar dari lukanya.

“K-kamu gapapa!?”

“Gak... sakit kok, tapi rasanya menjijikan... Satu serangan itu juga mengurangi hampir setengah HP-ku...”

Kata Sena dengan wajah yang sedikit mengernyit.

“Tapi memang beginilah semestinya pertarungan itu. Semakin kuat lawannya semakin puas juga perasaan ketika kita mengalahkannya.”

Kata Sena, terdengar lumayan keren sembari mengangkat palunya untuk kedua kalinya.

“Aku hanya perlu mengincar celah tepat setelah serangan pertamaku mengenainya...!”

Raja Setan kembali melancarkan serangan kepada Sena yang mencoba untuk menyerangnya.

Kendati bertubuh besar, Raja Setan mampu melancarkan rentetan serangan cepat non-stop, membuat Sena nggak bisa melakukan apa-apa kecuali menghindar.

"Ahh ayolah! Gimana caranya aku menyerangnya kalo kaya gini!?"

“Daging! Aku bisa menggunakan ‘Rose Guard’-ku untuk menangkis satu serangan mematikan darinya! Serang dia dengan semua yang kamu punya!” seru Yozora.

“! Jadi maksudmu aku akan baik-baik saja meski terkena serangannya!? Kalau gitu akan kukerahkan seluruh tenagaku dan kugunakan ‘Blast Hammer’-ku padanya!”

Untuk sementara Sena melarikan diri dari Raja Setan, memberinya cukup ruang untuk melancarkan skill spesialnya.

‘Blast Hammer’ adalah jurus terkuat yang dipelajari Sena sejauh ini dan jurus tersebut punya kekuatan penghancur yang besar, namun jurus itu membuat Sena menjadi sasaran empuk selagi dia bersiap-siap untuk menggunakannya, menjadikannya jurus yang sulit untuk digunakan.

Tapi dengan menggunakan ‘Rose Guard’ Yozora untuk memblokir serangan Raja Setan, skill tersebut pasti bisa mengenai Raja Setan.

Baiklah! Ini pasti berhasil...!

“Blast... HAMMERRRRRRR!!”

Palu Sena bertambah besar tiga kali lipat dan terbungkus dalam api yang menyala-nyala.

Raja Setan mengayunkan kapaknya pada Sena yang datang menyerangnya. Serangan Raja Setan lebih cepat daripada serangan Sena tapi disinilah kita bisa menggunakan ‘Rose Guard’ Yozora!

“Yozora!”

Aku berteriak pada Yozora agar dia menggunakan jurusnya.

“Hmph... Grafik dinding ini cukup realistis juga.”

...Yozora nggak memperhatikan.

"Yozoraaaaaaa!?"

Itu adalah ucapan terakhir dari Sena.

Slllashhhhh....

Serangan Raja Setan membelah tubuh Sena menjadi dua, dan tubuhnya yang meneteskan darah terhisap masuk ke dalam tanah

“Yozora...”

Aku menatap Yozora sebentar, dan kemudian dia berkata dengan seringai di wajahnya

“Aku cuma bilang ‘Aku bisa menggunakan ‘Rose Guard’-ku untuk menangkis satu serangan mematikan darinya!’ Aku tidak pernah bilang kalau aku akan menggunakannya.”

“Terus bagaimana dengan ‘Serang dia dengan semua yang kamu punya!’?”

“Maksudnya aku ingin dia cepat-cepat dibunuh sama Raja Setan.”

Dia benar-benar kejam seperti biasanya.

Dia bahkan bisa membunuh rekan satu timnya dalam sebuah game yang nggak memperbolehkan kita untuk menyerang rekan satu tim secara langsung...

“K-kamu! Apa yang kamu lakukan!? Siapa yang perduli sama sebuah dinding bodoh!?”

Versi hantu dari Sena yang terlihat transparan dan berwarna biru muda, muncul di tempat dimana tubuh Sena menghilang dan dia mengayunkan palunya pada Yozora berkali-kali.

Tapi palu tersebut hanya menembus melewati Yozora.

“Hmph, percuma! Karakter yang udah mati gak bisa ngapa-ngapain di game ini. Kalau dalam istilah yang bisa kamu mengerti, kamu kalah dariku dasar kamu potongan daging-hantu bodoh!”

Sena mengerang mendengar pelecehan dari Yozora.

“Ghhh...! Apa kita gak punya sihir yang bisa menghidupkanku lagi!?”

“Sayangnya nggak.” Kata Rika, menggelengkan kepalanya.

“Kalau gitu, sekarang kita sudah kehilangan salah satu barisan depan kita yang artinya kita ada dalam masalah besar disini. Apa yang mesti kita lakukan?”

“Saya yang akan menanganinya.”

Kata Yukimura, dan kemudian maju menyerang Raja Setan.

“Thunder Sword.”

Pedang Yukimura terbungkus petir dan melancarkan serangan berkecepatan tinggi.

Serangannya mengenai tangan Raja Setan, dan sepertinya serangan itu juga berhasil menimbukan kerusakan.

Meski begitu, serangan balik dari Raja Setan tetap menghempaskan Yukimura.

“Rika akan membantumu, Yukimura.”

Rika menembakkan beberapa peluru kepada Raja Setan secara beruntun untuk mencegahnya menghabisi Yukimura.

Tampak kesal, Raja Setan berbalik dan malah menyerang Rika, melancarkan serangan yang mengerikan setelah memperkecil jaraknya dengan Rika dalam waktu singkat.

Aku ragu Rika bisa selamat dari serangan itu mengingat betapa rendahnya kemampuan pertahanannya.

“Hmph. ‘Rose Guard’.”

Skill Yozora membentuk sebuah perisai bunga di depan Rika dan menangkis serangan Raja Setan. Perisainya hancur dalam satu serangan, namun memberi cukup waktu bagi Rika untuk menghindar.

“Terima kasih untuk bantuannya, Yozora-senpai.”

“Itu tadi skill yang luar biasa. Bukannya kita bisa menang kalau kamu menggunakan skill itu pada Yukimura terus menerus?”

“Skill ini memakan terlalu banyak MP. Aku bisa menggunakannya paling banyak 3 kali lagi.”

Tampaknya Raja Setan menyadari skill Yozora, jadi dia mengganti targetnya dan bergerak untuk menyerang Yozora.

Tapi Yozora, dengan tenang seperti biasanya berkata

“Kalian berdua mengendap ke belakang dan serang dia sementara aku mengalihkan perhatiannya.”

Jadi itu artinya dia akan menjadikan dirinya sendiri sebagai umpan untuk kami ya.

Kurasa seorang Yozora pun bisa bekerja sama dengan yang lain kalau dia mau...

Rika dan Yukimura melakukan persis seperti yang dikatakan Yozora dan menggunakan celah yang diberikan Yozora untuk mengendap ke belakang Raja Setan.

Raja Setan bersiap untuk melancarkan serangan pada Yozora, tapi Yozora tetap tenang dan menggunakan Rose Guard pada dirinya sendi-

“Ros-Fuhyah!?”

Tiba-tiba saja Yozora berhenti bergerak dan meneriakkan pekikan imut yang tidak biasa.

“Ada apa!?”

“Kh, A-Apa!? H-Hyahh!?”

Yozora kembali meneriakkan pekikan aneh yang terdengar seperti dia sedang tertawa, dan dia pun dibelah dua oleh kapak Raja Setan sebelum sempat menggunakan Rose Guard-nya.

Serangan Rika dan Yukimura berhasil melukai Raja Setan, namun sebagai hasilnya Yozora mati.

Kacau sudah.

“Hei apa yang terjadi Yozora!?”

Aku bertanya, dan kemudian hantu Yozora muncul dengan wajah dibalut kemarahan.

“D-dasar kamu daging sialan...!!”

“Ahaha, I~diot I~diot! Jangan remehin aku!”

Aku mendengar suara Sena bukan dari headphone ku, melainkan dari suara normalnya di luar game.

Aku menduga Sena melepas VR Boy-nya dan mulai menggelitiki Yozora.

Menggelitiki seseorang ketika orang tersebut berada di tengah permainan... dia sama jahatnya dengan Yozora...

"Guohhhhhhhhh!!"

Raja Setan menyerang Yukimura sambil meraung.

Tubuh Yukimura menghilang begitu saja, sambil menyemburkan darah dari seluruh lukanya.

“Selalu menjadi keinginan saya untuk mati di medan perang...”

“... Kayaknya kekuatan serang Raja Setan agak terlalu tinggi. Sebaiknya kuberitahu mereka untuk memperbaikinya nanti.”

Raja Setan kemudian menyerang Rika yang sejak tadi melompat-lompat sambil menembakinya.

... Sampai di sini saja perjuangan kita...

Yang masih hidup hanya tinggal aku dan Rika, dan aku gak berguna.

Yah, kalau sudah begini gak ada salahnya aku mencoba menggunakan “Percaya akan Hari Esok” terus menerus.

Splat!!!

Serangan Raja Setan akhirnya mengenai Rika, dan dengan demikian Rika pun juga mati.

Raja Setan perlahan-lahan mendekatiku, anggota party terakhir yang masih hidup, untuk melancarkan pukulan terakhir.

Aku berdiri tegap dan terus menggunakan “Percaya akan Hari Esok”.

Kami datang ke sini dengan membantai semua Warasubo itu.

Ini mungkin adalah balasan yang setimpal untuk perbuatan kami.

Raja Setan mengayunkan kapaknya turun ke kepalaku-- ...dan pada saat itu!!

“Percaya akan Hari Esok”-terakhir yang kugunakan tiba-tiba mulai membuat tubuhku bercahaya dan menghempaskan Raja Setan! Sebuah pesan baru “Skill Up! ‘Percaya akan Hari Esok’ telah menjadi ‘God’s Breath’” muncul di depanku. Aku segera mengecek “God’s Breath” di menu skill-ku, dan disana tertulis: “Serangan sihir pamungkas yang dapat mengalahkan Raja Setan hanya diberikan bagi mereka yang tidak pernah berhenti berharap.” Baiklah, kita masih bisa menang! Aku memilih “God’s Breath” dan melancarkan kekuatan skill ini kepada Raja Setan, melenyapkannya sepenuhnya dengan pedang cahaya raksasa--...

--...adalah apa yang aku harap terjadi, tapi sayangnya aku juga mati sama seperti yang lainnya.

"Setelah pertarungan itu, tidak ada yang pernah melihat mereka lagi."

Diumumkan dengan nada serius oleh narator, diikuti dengan layar yang menjadi gelap.

Kata “GAME OVER” kemudian ditampilkan dengan huruf berdarah-darah.

Setelah game over tadi, nggak ada yang mau mencoba memainkannya lagi (dan kami pun gak nge-save) jadi kami memutuskan untuk berhenti melanjutkan Romancing Saga.

“... Ya ampun, kalau saja kalian melindungiku waktu aku menyerang tadi, kita mungkin sudah mengalahkan Raja Setan sekarang. ”

“Siapa yang perduli, dari awal juga kita nggak pernah membutuhkanmu. Kalau saja kamu diam dan bertingkah seperti hantu kecil yang baik, kita pasti bisa menang mudah.”

Aku melepaskan VR Boy yang kupakai sambil menonton Sena dan Yozora bertengkar seperti biasanya.

Dan sementara aku melakukannya, mataku bertemu dengan mata Rika yang juga sedang melepaskan VR Boy-nya.

“Hmm, aku gak yakin bagaimana aku harus mengatakannya, tapi... Kurasa sebaiknya lain kali kamu jangan main game dengan dua orang itu.”

Kataku dengan senyum masam, dan entah kenapa Rika kemudian memiringkan kepalanya dalam kebingungan.

“Senpai pikir begitu? Tapi Rika menikmatinya kok.”

“Eh?”

Rika memberiku senyum lembut yang mengejutkanku.

“Tadi itu pertama kalinya Rika bermain game dengan kalian semua, tapi tadi itu benar-benar menyenangkan kok.”

Sementara aku merasa terpesona melihat senyumnya, aku mengingat saat-saat kita bermain games bersama-sama.

... Kalau kupikir-pikir, kurasa saat-saat itu memang menyenangkan.

“Aku gak habis pikir kamu masih bisa menggangguku bahkan setelah kamu mati. Kamu lebih rendah daripada sepotong daging busuk. Kenapa kamu nggak membuat dirimu berguna dan menyerahkan dirimu sendiri menjadi bahan roti daging. Itu satu-satunya nilai yang kamu punya untuk masyarakat.”

“Kamu bicara seolah-olah tumbuhan rendahan kayak kamu punya hak untuk komplain pada manusia sepertiku. Sadar diri dong. Lagian kenapa kamu memakai kostum mawar bodoh itu, padahal jelas-jelas kalau mawar adalah kebalikan dari dirimu.”

Yozora dan Sena masih bertengkar.

Kedengarannya aneh, tapi mungkin saja dua orang itu juga menikmati bermain dalam game tadi.

...Meski mungkin gak ada satupun dari mereka berdua yang mau mengakuinya.

“Hmph. Kera primitif sepertimu yang tahunya cuma mengayunkan palu kesana kemari seperti Neanderthal[6] gak akan mengerti keindahan dari seorang Gadis Mawar sepertiku, Kamu tahu, penampilan primitifmu tadi benar-benar terlihat cocok denganmu.”

“Tadi itu aku seorang Pandai Besi! Seorang anggota-masyarakat yang hebat dan beradab!”

“Jadi menurutmu seseorang yang beradab akan pergi kesana kemari memukul orang dengan sebuah palu hah, dasar kamu manusia gua sialan?”

“Itu kan cuma hal yang dilakukan Pandai Besi dalam game tadi, aku mau gimana lagi!”

“Hm? Ah maaf, aku gak bisa bahasa monyet. Tolong gunakan bahasa manusia kalau kamu mau bicara denganku.”

"......'Fuhyah!?'"

“...! K-kamu...!”

Wajah Yozora menjadi merah padam setelah mendengar Sena meniru suara yang Yozora buat waktu Sena menggelitikinya.

“...Daging... Suatu hari nanti aku akan membalasmu 1000 kali lipat... Aku akan membuatmu benar-benar menyesal pernah melakukan itu padaku sampai kamu berharap untuk mati... Aku akan mempermalukanmu sekejam mungkin sampai kamu berharap kamu gak pernah dilahirkan...”

“H-hmph, c-coba aja kalau kamu bisa?”

Sena jelas terlihat ketakutan mendengar suara Yozora yang penuh dengan nafsu membunuh.

“Meski begitu, pekikanmu tadi imut banget Yozora-senpai. Benar-benar moe.”

Bahkan aku pun tertawa mendengar hal itu.

“Bener juga. Coba waktu itu aku bisa melihat bagaimana ekspresi wajahnya.”

“J-jangan panggil aku imut!”

Melihat Yozora berbalik dari kami karena merasa malu, bagaimana mengatakannya ya, sama imutnya seperti suaranya sebelumnya.

"...Mu..."

Aku nggak tahu kenapa, tapi Sena memelototiku.

“A-apa?”

“Gak kenapa-napa, idiot.”

Kadang aku gak mengerti apa yang dia pikirkan.

Yah pokoknya, itulah bagaimana pengalaman kami bermain game bersama-sama semenjak Rika dan Yukimura bergabung dengan Klub Tetangga berakhir.


Referensi

  1. ’Romancing Saga’ yang dibahas disini adalah ‘Romancing Saga’ dengan kata Saga mengacu pada nama prefektur kecil di Jepang, bukan kata Saga dalam Bahasa Inggris.
  2. Sebutan untuk toko yang menjual pakaian-sekolah bekas milik siswi sekolah seperti celana olahraga, seragam pelaut dll.
  3. Romancing Saga (dengan kata Saga yang benar-benar diambil dari Bahasa Inggris) adalah serial game milik Square/Square Enix.
  4. Kemungkinan ini adalah parodi untuk kutipan “Space, the final frontier” dari film Star Trek.
  5. Bagi yang belum tahu, prefektur ke 7 di Kyuushuu adalah Saga bukan Okinawa. Okinawa adalah pulau yang terpisah jauh di selatan.
  6. Subspesies manusia purba yang sudah punah. http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Neanderthal


Mundur ke Percakapan Romansa Tiga Kerajaan Kodaka (& Tanda Kobato bergabung ②) Kembali ke Halaman Utama Maju ke Raja Komedi Kodaka (& Tanda Kobato Bergabung ③)