Date A Live (Indonesia):Encore Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Kotori Birthday

Dal ss1.jpg

——Komandan Itsuka! Selamat Ulang Tahun!

Suara yang memekakkan telinga berkumandang sewaktu Itsuka Kotori memasuki bridge <Fraxinus>, sejumlah party popper ditembakkan terus-menerus.

Mengikuti hal tersebut, tepuk-tangan bergemuruh, kemudian sebuah troli dengan sebuah cake di atasnya didorong masuk.

“... kalian ini.”

Dihadapkan pada pemandangan yang mengharukan tersebut, Kotori hanya menghela nafas dengan tenang.

Dua ponytail diikat dengan pita-pita hitam, seorang gadis muda yang mengenakan jaket kulit merah menyala. Tanpa diragukan lagi, ia adalah orang termuda di ruangan itu, namun tingkah laku beserta gaya bicaranya menandakan kewenangan seorang pemimpin.

“Apa yang sedang kalian lakukan pagi-pagi buta begini...”

Mendengar Kotori mengutarakan kalimat tersebut, para anggota crew, “heee—” mencela.

“Hari ini adalah hari ulang tahun ke-empat belas Komandan! Bagaimana kami bisa bekerja pada hari penting ini!”

“Saya dengar Komandan akan menyelenggarakan party di rumahnya sore ini, jadi kami cuma bisa merayakannya sekarang!”

Walaupun hari ini tanggal 3 Agustus,yang memang hari ulang tahun Kotori... Rasa-rasanya mereka sudah sedikit kelewatan.

“......yah, tidak buruk juga kan. Semuanya hanya mau memberimu ucapan selamat, itu saja.”

Murasame Reine yang berdiri di sebelah kirinya berbicara. Kotori hanya dapat menjawab “Nn...” sambil mulai terbata.

“Tentu saja, aku tidak bilang kita tidak boleh merayakannya. Mengenai itu, aku... aku bukannya tidak suka hal ini.”

Melihat Kotori yang menjawab dengan pandangan terombang-ambing, para crew mulai bersemangat.

“Itu dia! Ekspresi dere-dere[1] Komandan!!”

“Terima kasih banyak! Terima kasih banyak!”

Lelaki berperawakan tinggi yang berdiri dibalik kerumunan tersebut——Kannazuki melangkah maju.

“Selamat ulang tahun, Komandan. Bisa berjumpa langsung dengan Komandan di hari bersejarah ini, saya sangat bersyukur untuk momen-momen ini.”

Kannazuki mengambil gerakan seolah mencoba untuk menahan tangis sembari berbicara.

“Karena itu, kami sudah menyiapkan sebuah special present untuk anda tahun ini!”

“... special present?”

Setelah Kotori bertanya sambil terkejut, sisa anggota crew bergegas menutupi mulut Kannazuki.

“Kenapa kau mengatakannya blak-blakan begitu!”

“Kita masih perlu merahasiakannya!?”

“Ah, itu, benar juga......”

Kotori membelalak pada crew dengan pandangan curiga.

“... apa yang kalian rencanakan?”

“Ah, ti-tidak... hahaha.”

Maka saat para crew mencoba mengubah topik, Reine mengangkat kepala seolah baru saja terpikirkan sesuatu.

“......ngomong-ngomong present, Kotori. Kelihatannya Shin masih belum memutuskan apa yang akan diberikannya padamu, kamu bisa memintanya membelikan sesuai keinginanmu. Bagaimana kalau kamu coba meminta kepadanya?”

Biarpun kelihatannya dia cuma mengatakan itu untuk mengalihkan perhatian Kotori dari topik barusan... memang tidak ada gunanya juga kalau ia mencoba mencari tahu seluk-beluknya sekarang. Kotori berbalik menghadap Reine. Di saat yang sama, Kotori mendengar para crew menghela nafas lega.

“Hal semacam itu, aku tidak kepikiran apapun kalau kau menanyakan dengan tiba-tiba begitu.”

“......kalau begitu adakah sesuatu yang kamu harapkan dari dirinya, atau hal yang kamu ingin dia lakukan untukmu.”

“Eh?”

Melihat wajah Kotori yang memandang curiga, Reine mengangkat satu jari.

“......misalnya, selama satu hari ini kamu akan dere-dere terhadap onii-chan atau semacamnya?”

“Ke, kenapa jadi bicara ke arah situ! Aku tidak mau dere-dere terhadapnya!”

“............"

“A, apa hah?”

“......tidak. Yah, kalau kamu bilang begitu kita anggap saja seperti itu...”

Setelah berkata, Reine membalikkan badan dan duduk di tempat duduknya, kembali ke pekerjaan.

Setelah sebentar memandang punggung Reine tanpa suara, Kotori menepuk tangan.

“Oke, cepat kembali bekerja.”

Para crew sambil terburu-buru kembali ke pos kerja mereka.

“Yang benar saja.”

Kotori mengeluh seraya bermain-main dengan poni rambutnya.

“... hal semacam itu, mana mungkin aku mengucapkannya begitu......”



“Oh, oooh...! Shido! Benda yang bergerak-gerak ini apa!”

Yatogami Tohka menunjuk kaca pajangan di hadapannya, memekik penuh antusias.

Rambut segelap malam dan wajah sempurna. Seorang gadis dengan kecantikan seperti yang baru saja diutarakan.

Apa yang dilihat di hadapannya, sebuah benda menyerupai piringan tipis, yakni mesin pembersih otomatis yang sedang dinyalakan. Memang begitulah, benda itu sedang bergerak ke sana-sini dengan terlihat lucu.

Namun, Itsuka Shidou hanya menghela nafas, setelah itu menaruh tangan di bahu Tohka.

“Tohka, kau masih ingat misi hari ini?”

“Muu? Nn, tentu saja! Membeli sesuatu untuk merayakan ulang tahun Kotori!”

Tohka mengangguk dalam-dalam.

Betul, Shidou dan Tohka sekarang ini berada di shopping mall berlokasi di depan Stasiun Kereta Tenguu dengan tujuan mencari hadiah ulang tahun Kotori.

“Itu benar, jadi kau mengerti kan? Setidaknya Kotori tidak akan senang jika mendapatkan benda itu. Kalau aku yang mendapatkannya mungkin aku akan senang.”

“Kalau begitu Shido saja yang ambil!”

“Bukan itu intinya...”

“Err...”

Selagi Shidou bercakap-cakap dengan Tohka, sebuah suara memanggil dari balik punggungnya.

Ia berbalik dan melihat, berdiri di sana seorang gadis kecil memakai topi jerami, pada tangan kirinya terpasang sebuah boneka kelinci. Dia adalah Yoshino yang pergi berbarengan dengan mereka untuk membantu mencari hadiah ulang tahun Kotori.

“Shidou-san, yang ini... bagaimana?”

Sambil berkata demikian, Yoshino menggunakan tangan kanannya dan tangan yang dipasangi boneka itu untuk mengulurkan sebuah kotak agar dilihat Shidou. Di dalamnya terdapat tea-set serba putih yang cantik.

“Hee... begitu ya, menurutku itu ide yang bagus, lagipula Kotori senang minum teh hitam.”

Mendengar Shidou berkata demikian, muka Yoshino memerah karena malu.

“Oooh...! Aku mengerti, jadi itu lebih cocok ya! Kalau begitu aku——”

Shidou mencegah Tohka yang terlihat menyadari sesuatu dan ingin berlari ke dalam mal.

“Tidak boleh, aneh kan kalau dia menerima hadiah yang sama?”

“Uuh... begitu rupanya. Kalau begitu Shido, kau mau memberinya apa?”

“Eh? Aku...”

Ditanya begitu, Shidou kehilangan kata-kata.

Bukan karena ia harus merahasiakannya sampai saat pesta nanti, itu juga bukanlah sesuatu yang membuatnya malu kalau diucapkan terang-terangan. Sederhananya, karena ia masih belum tahu harus memberikan apa padanya.

Shidou bukannya tidak punya bayangan mengenai hal yang Kotori inginkan yang akan membuatnya senang. Akan tetapi, setelah ia mempertimbangkan, ulang tahun hanya terjadi sekali dalam setahun, hal ini membuatnya sulit mengambil keputusan... akibatnya, ia masih belum bisa memutuskan akan memberi hadiah apa bahkan sampai hari-H nya.

“Nng...”

Shidou berpangku dagu, menutup mata dan mencoba membayangkan Kotori dalam benaknya.

——Setelah itu,

“——Ah, kalau diingat-ingat...”

Shidou membuka mata, sepertinya teringat akan sesuatu.



“......dimana Kotori?”

“Dia baru saja pulang.”

Kannazuki dengan sigap menjawab pertanyaan Reine. Di saat bersamaan, para crew di bridge menampilkan ekspresi siap tempur, menunggu instruksi selanjutnya dari balik pos kerja masing-masing.

Benar, tanggal 3 Agustus baru saja dimulai.

“Semuanya, sudah siap?”

”Siap!”

Berbarengan dengan jawaban para anggota crew yang menyatu, monitor utama di bridge menampilkan kediaman Itsuka. Shidou dan yang lainnya sedang tengah mempersiapkan pesta dengan gembira.

“Baiklah, berikutnya adalah point utama kita, saya akan memastikan kembali rencana pertempuran kita, pertama-tama——”

Kannazuki mulai menyampaikan secara singkat rencana mereka untuk terakhir kalinya.

Tepat setelah Kannazuki menyelesaikan penjelasan mengenai rencana pertempuran itu, ia tiba-tiba melempar pandangan curiga ke balik belakangnya.

“Nng?”

“Ada apa?”

“Apa ada seseorang di sana barusan?”

Mendengar kata-kata Kannazuki, para crew membalikkan kepala, namun tidak ada siapapun di sana.

“Tidak ada siapa-siapa. Mungkin anda terlalu banyak pikiran?”

Kannazuki memiringkan kepala dan menggaruknya sambil terbingung.

“............hmmm."

Reine berbalik menatap pintu, sembari tangannya menopang dagu.



”——Happy Birthday!"

Sorakan penuh kehangatan bergema di meja makan kediaman Itsuka.

Saat ini meja tersebut penuh dengan lauk yang dibuat Shidou, di tengahnya terdapat sebuah cake stroberi besar.

3 Agustus, hari Kamis, merupakan ulang tahun ke-empat belas adik Shidou——Itsuka Kotori

Duduk di paling dalam adalah sang pemeran utama pada hari ini. Duduk di kedua sisinya; Tohka, Yoshino, Shidou dan Reine

“Aku sudah bilang kan, sebaiknya kalian buat sederhana saja...”

Seraya berkata, muka Kotori yang sedang duduk di bangku ultah perlahan menyala merah.

Mungkin karena Kotori terus-menerus bergerak-gerak gelisah, dua ponytail-nya yang diikat dengan pita-pita hitam terlihat berayun-ayun gembira.

“......selamat ultah. Ini ucapan selamat dari semua orang di <Fraxinus>.”

Reine memberikan sebuah kotak persegi sederhana pada Kotori.

“Terima kasih... jadi ini special present yang disinggung-singgung tadi?”

“......yah, bisa jadi?”

Reine mulai menghindari kontak mata dengan sengaja, Kotori menatap wajah Reine dengan pandangan curiga.

Namun, ekspresi itu dengan segera tergantikan oleh ekspresi lainnya.

“Kotori! Selamat ulang tahun!”

“Selamat ulang tahun, Kotori-san!”

[Congratula~tions!]

Tohka, Yoshino beserta [Yoshinon] memberikan kado-kado dari mereka yang terbungkus rapi kepada Kotori.

“Te, terima kasih...”

Kotori memalingkan muka, terlihat malu-malu seraya menerima kado-kado itu.

Melihat Kotori bertingkah seperti ini, muka Shidou merileks tanpa disadarinya. Kotori sepertinya sudah menyadari hal itu juga, “Uguu...”, wajahnya bersipu bahkan lebih merah dari sebelumnya.

“Ahaha... maaf maaf. Nih, selamat ulang tahun, Kotori.”

Sambil berkata demikian, Shidou mengikuti yang lain memberikan kadonya.

“... sepertinya aku harus bilang terima kasih padamu juga.”

“Iya iya.”

“... boleh kubuka sekarang?”

Kotori memandang semuanya seraya bertanya. Tohka, Yoshino, dan [Yoshinon] mengangguk setuju dengan penuh semangat.

Namun Reine mencegah Kotori.

“......Kotori, bisa kamu buka hadiahku setelah kami semua pulang?”

“Eh? Yah bukannya tidak bisa sih......”

Kotori menelengkan kepala ke samping sambil kebingungan, menaruh hadiah Reine di sampingnya.

Melihat itu, Shidou mengeraskan suara.

“Ah——Kalau boleh, bisa kau buka kadoku setelah semuanya pulang?”

“Shidou kau juga? Boleh saja... tapi tingkah kalian berdua, kalian merencanakan sesuatu ya?”

“Tidak, tidak ada rencana apapun...”

Shidou terbata-bata seraya menjawab. Bagaimana ya mengatakannya, Shidou merasa akan memalukan apabila hadiahnya diperlihatkan di depan yang lainnya. Memalukan sekali sampai-sampai ia harus membuat Tohka dan Yoshino menunggu di luar ketika ia membelinya.

“Fuun... yah, tidak apa-apa. Kalau begitu kubuka punya Tohka dan Yoshino dulu.”

Di sisi lain, Tohka dengan semangat mencondongkan badan ke meja.

“Hey Shido, bisa kita mulai makan!?”

Tohka mengacungkan jari pada lauk pauk di meja, matanya bergemilang seakan tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

“Haha... sebaiknya kita menunggu Kotori membuka kadonya, bukan?”

“! Muu, begitu rupanya, biasanya kita membuka hadiahnya dulu ya... maaf Kotori, aku tidak sopan.”

Setelah Shidou mengingatkan Tohka dengan halus, Tohka segera meminta maaf pada Kotori seperti baru menyadari sesuatu.

“Tidak apa-apa, ayo makan dulu.”

Setelah Kotori mengayunkan tangan dan mengucapkan kalimat itu, wajah Tohka berseri-seri seketika.

“Benarkah!?”

“Ya.”

Kotori mengangguk setuju. Tohka kemudian berbalik muka menghadap Shidou, karena sang bintang utama pada hari ini sudah berkata demikian, mau bagaimana lagi, Shidou-pun menganggukkan kepala.

“Oooh, kalau begitu itadakimasu!”

Tohka berkata demikian, dengan gembira menepuk tangannya, *Pa!*



Kurang lebih tiga jam sudah berlalu.

Setelah semuanya menikmati lezatnya hidangan, meminum teh menggunakan tea-set yang dibelikan Yoshino dan [Yoshinon] serta memainkan board game yang Tohka berikan, sudah waktunya bagi Tohka untuk pulang ke mansion di sebelah dan bagi Yoshino beserta Reine untuk kembali ke <Fraxinus>.

“Nn, kalau begitu sampai ketemu besok, Shido.”

Tohka yang sudah menyelesaikan hidangan yang lezat itu, serta bersenang-senang dengan board game menguap, “Haa~”

“Oke, jangan lupa mandi dan sikat gigi.”

“Nn!”

Tohka mengangguk mengiyakan sebelum memakai sepatunya dan membuka pintu.

“......kalau begitu, kami pulang juga ya.”

“Selamat malam...”

[Sampai ketemu~!]

Mengikuti Tohka, Reine dan yang lainnya perlahan berjalan ke serambi pintu. Untuk menjawab mereka, Kotori melambaikan tangan.

“Ya, sampai ketemu.”

Maka Tohka dan yang lainnya membalas dengan lambaian tangan juga dan menutup pintu *patan*.

Setelah suara langkah kaki ketiga orang itu tidak terdengar lagi barulah Shidou meregangkan badan dan merileks.

“Oke, kalau begitu lebih baik aku cepat-cepat merapikan semuanya.”

Seraya berkata Shidou kembali ke ruang keluarga dan mulai membereskan alat makan di atas meja.

Di sisi lain, Kotori sepertinya menghindari tatapan Shidou sementara dia dengan sembunyi-sembunyi pergi ke pojokan di mana sofa berada, dan mulai asyik memainkan sesuatu.

“Kotori? Kau ngapain?”

“! Ti-tidak usah pedulikan aku!”

“......?”

Sedikit kebingungan, Shidou hanya menelengkan kepala dan lanjut membereskan peralatan makan.

Tidak lama kemudian Kotori bangkit berdiri, berjalan menuju meja makan di ruang keluarga. Entah mengapa, Kotori terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.

“Oke... selanjutnya...”

Kotori berdiri di depan meja makan, kemudian sengaja menjulurkan kepalanya ke depan dengan posisi yang tidak natural.

Dan saat itulah, salah satu pita hitam yang digunakan Kotori untuk mengikat rambutnya terjatuh dan mendarat di piring.

“Uwah!”

Kotori buru-buru memungut pitanya.

“Ah, kotor...”

“Oi oi... kemari, biar kulihat.”

Seraya berkata Shidou mengulurkan tangannya kepada Kotori. Namun, Kotori tiba-tiba melangkah mundur saat tangan Shidou hampir meraihnya.

“Aku akan mengganti pitaku, yah mau bagaimana lagi.”

“Eh? Itu, kalaupun kau mau menggantinya, paling tidak basahi dulu yang satu itu dengan air...”

“Aku cuma sebentar, tunggu ya!”

Pada akhirnya Kotori tidak menghiraukan ucapan Shidou, dia berlari menuju koridor.

“Yah... karena warnanya hitam, setidaknya bekas nodanya tidak akan terlihat jelas.”

Berkata demikian, Shidou menyadari sesuatu yang tidak biasa. Kalau diingat-ingat, ketika Kotori datang dari sofa di ujung, kelihatannya pitanya sudah dilonggarkan.

“Hee, mungkinkah...”

Selagi Shidou sedang termenung, Kotori tiba-tiba membuka pintu menuju ruang keluarga dan kembali.

“Oniii~chaaaan~!!”

——Kotori yang sangat ekspresif, yang telah mengganti pitanya dengan warna putih.

Dari ekspresinya, Kotori terlihat lebih ramah, gaya bicaranya menyamai cara bicara gadis sebayanya seperti yang sudah seharusnya. Jika ada orang yang tidak tahu-menahu kemudian melihat ini, mereka mungkin akan mengira kalau dia adalah saudara kembar Kotori.

“Kotori...?”

Shidou mengernyit, merasa ada yang aneh... tapi setelah berpikir ulang ia putuskan kalau hal itu memang tidak bisa dihindari.

——Kotori, dia hanya memiliki satu pasang pita hitam.

Bagi Kotori, [berganti pita] memiliki arti yang lebih dalam dibandingkan dengan berganti pakaian.

Ketika dia memakai pita putih, dia adalah Kotori dengan kepribadian manis dan polos sesuai dengan usianya.

Ketika dia memakai pita hitam, dia adalah Kotori sang Komandan <Fraxinus> yang tegas.

Justru berkat dua mindset yang berbeda inilah, Kotori mendapatkan [kepribadian kuat] untuk menghadapi misi-misi yang kejam.

“Oke, ayo beres-beres! Beres-beres!”

Kotori terlihat gembira saat dia menggulung lengan bajunya dan membawakan peralatan makan ke wastafel.

Untuk sesaat, Shidou tertegun, namun dengan segera ia mengganti ekspresinya dengan sebuah senyum kecut. Karena semenjak Shidou mulai berinteraksi dengan para Spirit, situasi bersama Kotori dalam Mode Komandannya semakin sering terjadi, jadi bagi Shidou, melihat Kotori yang asli terasa menyegarkan.

“Onii-chan? Ada apa?"

Dengan tatapan bertanya-tanya Kotori memandang Shidou. Shidou di sisi lain mengibaskan tangan untuk menutupi hal tersebut dan lanjut melangkah menuju wastafel.

Pada saat itu, Kotori yang kelihatannya teringat sesuatu melihat ke arah kado pemberian Reine yang terletak di atas kursi.

“Tadi dia bilang aku harus membukanya setelah semuanya pulang kan? Jadi tidak apa-apa kan kalau aku membukanya sekarang?”

“Aah, buka saja?”

Setelah Shidou berkata, Kotori langsung menggunakan cara membuka American-style yang penuh semangat untuk merobek bungkusnya.

“Apa isinya?”

“Nn, kelihatannya... DVD film..”

“Film? Buatan sendiri? Misalnya [Jejak Langkah Bersama Sang Pemimpin Termashyur dan Revolusioner●Rekan Seperjuangan Kami Itsuka Kotori] atau semacamnya.”

“Bukaan! Biarpun aku belum pernah melihat ini sebelumnya, sepertinya ini yang biasa dijual di toko-toko.”

“Hee... aneh.”

Shidou mengangkat bahu sementara memasang celemek. Kalau memikirkan para crew <Fraxinus> yang sangat menyayangi Kotori, ia sudah memperkirakan hadiah yang unik dari mereka.

Shidou mulai mencuci piring selagi merenung. Sesudah itu, terdengar suara bersenandung kecil dari dekat televisi, sepertinya Kotori sudah memutar film itu.

“Oi oi, kau mau menontonnya sekarang juga?”

“Gapapa, gapapa, kira-kira dua jam juga selesai. Jarang-jarang aku diberi hadiah, lebih baik kutonton saja sampai habis hari ini.”

“... yang benar saja, jangan lupa untuk mandi setelah menontonnya.”

“Iyaa!"

Satu tangan terangkat dari sofanya. Shidou kembali mencuci piring.

Namun, beberapa menit kemudian,

“Kyaaaaaaah!?”

Saat terdengar suara kencang dari speaker televisi, Kotori mulai menjerit kencang seraya berlari menuju dapur. Tambah lagi, dia memeluk pinggang Shidou dan bersembunyi di balik punggungnya.

“Ghuee! Ke, kenapa kau...”

Shidou memandang kebawah, pada Kotori yang sedang menggenggam erat ujung baju Shidou, Shidou merasakan gemetaran Kotori di bahunya.

Shidou mengernyit lalu melihat layar televisi——kemudian ia mengerti alasan di balik situasi ini.

Tampil di layar sekumpulan zombie yang menakutkan, rupanya itu adalah film horor.

Sepertinya ia akhir-akhir ini jadi pelupa, ia baru saja ingat kalau Kotori lemah terhadap hal-hal berbau horor.

“Reine-san dan yang lainnya, jangan-jangan, mereka tidak tahu kalau Kotori menakuti hal semacam ini...? Oke kalau begitu, kumatikan saja ya, jadi lepaskan aku sekarang.”

Shidou berkata selagi melap tangan di celemek, namun Kotori menggelengkan kepala sambil gemetar.

“N-nn... gak usah. Aku mau, menghabiskannya.”

“Jangan, kau takut terhadap hal-hal semacam ini, bukan? Kau tidak perlu memaks......”

“... semuanya sudah memilih film ini untukku, jadi aku harus menontonnya sampai habis.”

Sambil mengatakan itu, Kotori mengangkat wajah. Dari ekspresinya, kelihatannya dia tidak mau mengecewakan ekspektasi semua orang padanya.

“... begitu rupanya. Nn, berjuanglah.”

“Nn...!”

Kotori dengan semangat mengangguk, berjalan menuju ruang keluarga. … Dengan alasan tertentu, dia masih saja menarik ujung baju Shidou.

“Aku masih harus mencuci piring...”

“... uu—...”

Kotori memasang tampang ingin menangis, Shidou mengeluh. Apa boleh buat, ia melepas celemek dan melangkah menuju ruang keluarga bersama Kotori.



“......bagaimana situasinya?”

Setelah mengantar Yoshino kembali ke ruangannya, Reine yang sudah kembali ke bridge <Fraxinus> menanyai para crew dengan suara pelan.

“Komandan sudah mulai menonton filmnya. Tambah lagi kelihatannya kita sukses membuatnya ketakutan.”

“......tapi dia masih sedang menontonnya, benar?”

“Benar, tidak ada tanda-tanda dia akan berhenti, kelihatannya dia berencana menghabiskan filmnya.”

“Bagaimanapun juga Komandan sudah bilang dia tidak akan pernah berlaku tidak sopan seperti memperlakukan hadiah dengan seenaknya...!”

“Aah... betapa mengagumkannya Komandan...!”

Para crew menghapus air mata mereka sembari merasa tersentuh.

“Tapi, kita benar-benar mujur, kita tidak sampai mengira Komandan akan mengganti pitanya. Bagaikan takdir saja!”

“......cuma kebetulan ya?”

“? Apa ada masalah?”

“......tidak apa-apa.”

Setelah Reine kembali ke tempat duduknya, ia menatap Kotori dan Shidou yang sedang ditampilkan di monitor utama.

“......sekali-kali kita perlu membiarkan Kotori jujur dan berbuat sesuai keinginannya.”

Seraya berkata Reine mengutak-atik mesin kendali, peta route yang rumit ditampilkannya di layar.

“......dua jam dari sekarang, kita akan memulai fase kedua rencana pertempuran kita. Bersiap-siaplah.”

“Dimengerti!”

Para anggota crew menjawab perintah Reine dengan suara kencang.

Di sisi lain, melihat Wakil Komandan yang seharusnya memberikan perintah, Kannazuki sedang——

“Ah, ekspresimu benar-benar aduhai, Komandan! Tapi Komandan yang S[2] juga...!”

Dia sedang sendirian, termenung dalam angan-angannya.



Dua jam berikutnya bisa dibilang tidak nyaman.

Karena layar berulang kali menampilkan monster-monster dari film, ditambah lagi sebuah bunyi telepon yang membuat Kotori menjerit keras-keras dan menggenggam erat lengan baju Shidou, atau membenamkan muka ke sisi badannya. Film itu akhirnya terselesaikan dengan penuh perjuangan, lengan bajunya kelihatannya sedikit meregang.

“Haa......Haa......”

Mata Kotori memerah akibat sirkulasi darah, dia menyandarkan kepala ke bahu Shidou. Lewat kontak tubuh itu Shidou dapat merasakan detak jantungnya yang cepat serta tubuhnya yang basah dengan keringat.

“Lihat, sudah selesai. Kau tidak perlu takut lagi.”

“Nn, nn...”

Setelah mengambil nafas dalam-dalam, Kotori akhirnya melepaskan tangan Shidou.

Maka——Seketika itulah

“Eh......!?”

Tiba-tiba, seluruh cahaya di ruangan itu padam, menyebabkan bahana tangisan terkencang pada hari ini.

“KYAAAAAAAAAAAAAAAA——!!”

“U, uwah! Te, tenang Kotori!”

Barangkali dia panik karena kejadian yang tiba-tiba tersebut, di kegelapan gulita, Kotori menerkam Shidou.

Shidou dengan lembut mengelus punggung Kotori untuk membuatnya tenang, kemudian ia mengambil handphone-nya untuk sumber cahaya.

“Mungkinkah breaker-nya jatuh[3]...? Coba kulihat, kau tunggu saja aku di sini...”

“Nggamau!”

Kotori berkata dengan suara hampir menangis, memeluknya dengan erat.

“Apa boleh buat... ayo kita cek bersama-sama.”

“Au——...”

Shidou bangkit berdiri, Kotori di sisi lain menggenggam tangannya kuat-kuat.

Dengan cahaya redup untuk menyinari langkah mereka, perlahan mereka melangkah dari koridor menuju circuit breaker.

“Eh... tidak ada yang salah dengan breaker-nya. Jangan-jangan, listriknya padam?”

“Eh? Eeh...!?”

Mungkin dia sudah menyangka kalau semua akan baik-baik saja seketika mereka tiba di sana, Kotori hanya bisa menjerit.

“Ka, kalau begitu, kita harus bagaimana...?”

“Yah... kurasa kita harus menunggu sampai listriknya kembali menyala.”

Setelah Shidou mengatakan itu, Kotori terbelalak ngeri.

“Tidak... tidak mungkin...! Aku tidak mau!”

Walaupun kau bilang begitu aku tidak bisa berbuat apa-apa. Shidou menggaruk kepala kerepotan.

Namun Kotori dengan tubuh yang gemetar layaknya seekor hewan kecil mengangkat wajah seolah terbersit suatu ide.

“Ah, iya! Onii-chan, ayo kita ke <Fraxinus>!”

“Ahh, benar juga. Kita masih punya pilihan itu.”

Tanpa menunggu Shidou menyelesaikan kalimatnya, Kotori mengambil earphone-nya dan memasangnya di telinga.

“——mo, moshi-moshi[4]! Aku Itsuka Kotori, Murasame-san ada!?”

Kotori terlihat panik saat berbicara lewat earphone tersebut.

“Ah, Reine! Bisakah kau segera jemput kami berdua—— eh?”

Kotori sedang tengah berbicara ketika dia berhenti dan berbalik menghadap Shidou.

“O... Onii-chaaan...”

“Ke, kenapa?”

“I, itu... dia bilang ada masalah dengan transporter-nya... mereka baru akan membetulkannya besok pagi...”

“Ah, begitu rupanya?”

Shidou mengernyit seraya menjawab. Reine dan yang lainnya baru saja menggunakannya beberapa saat yang lalu... apa benar hal itu bisa terjadi di sela waktu yang cukup pendek ini.

Meskipun ia tidak tahu detilnya, kalau mereka tidak dapat menggunakan alat transporter, mereka tidak akan bisa berpindah ke pesawat udara itu. Sepertinya mereka harus membatalkan rencana itu.

“... ayo kita kembali ke ruang keluarga kalau begitu.”

“Uu... nn...”

Kotori bersuara penuh kegelisahan, mengikuti punggung Shidou sambil mengenggam tangannya erat-erat. Shidou dengan hati-hati berjalan melewati koridor yang gelap gulita.

Ketika mereka tiba di pintu masuk ruang keluarga, Kotori tiba-tiba menghentikan langkah.

“? Ada apa Kotori. Kau tidak mau masuk?”

“Ng... mengenai itu, err”

Kotori terlihat malu-malu, dia menggesek-gesek kedua pahanya sambil menundukkan kepala dan menggoyangkan badan.

“To... Toilet... aku mau ke toilet...”

“Huh? Oh, kalau begitu pergilah sana.”

Kau tidak perlu bilang terang-terangan begitu... selagi Shidou merenungkan itu, Kotori menggelengkan kepala kuat-kuat sampai-sampai bisa membuat orang khawatir kalau kepalanya akan terjatuh.

“Ma, mana mungkin aku ke sana...!”

“Kau tidak mungkin bisa menahannya semalaman...”

“Uu... Uuuu...”

Kotori memberengut dan mengangkat wajah, setelah memandang koridor, dia dengan cepat menyampaikan pemikirannya kepada Shidou melalui kontak mata, tidak mungkin dia bisa melakukannya!

“Ba, bawakan klosetnya kemari...! Kulakukan di sini saja!”

“Bo-bodoh! Bagaimana mungkin aku membawanya kemari!”

“Ka, kalau begitu popok juga gak apa-apa, cepat berikan padaku! Tolong aku Moonyman[5]!”

“Sudah cepat pergi saja——”

Saat Shidou tengah berkata, *dingdo—ng*, bel pintu berbunyi.

“Hiii...!?”

Badan Kotori bergoncang dengan kuat, lalu dia menerkam Shidou. Sembari menundukkan kepala dan bergoyang-goyang gelisah, dia bersuara pelan.

“Uu, uuu... sepertinya keluar sedikit...”

“Eh?”

“Bu, bukan apa-apa!”

Biarpun ada berbagai hal yang tidak dimengertinya, ia tidak mungkin membiarkan pengunjung di luar begitu saja. Shidou berjalan menuju pintu masuk sambil menyeret Kotori bersamanya.

“Iya iya, siapa ya...”

Setelah membuka pintu, berdiri di luar seorang lelaki tinggi membawa kotak kardus besar mengenakan topi yang menutupi sampai ke alisnya.

“Selamat malam. Kiriman paket.”

“Eh? Malam-malam begini?”

“Iya! Pakailah ini secepatnya!”

Shidou menelengkan kepala. Suara itu sepertinya tidak asing.

“Jangan bilang kamu, Kannazuki-sa——”

“! Saya tinggalkan di sini saja ya!”

“Eh, tunggu, bukannya aku harus mengecapnya...”

Tapi lelaki itu pergi, ketika Shidou tengah berbicara.

“Apa yang sebenarnya terjadi di sini...”

Shidou memandang pintu untuk sementara waktu sebelum menutupnya, kemudian menatap kotak kardus di lantai.

Setelah memindahkannya ke koridor, ia merobek plesternya dan membukanya.

Di dalam kardus tersebut terdapat sebuah pispot berbentuk bebek untuk bayi beserta popok.

“Err, ini kan...”

“!! Ce, cepat berikan itu!”

Dal ss2.jpg

Kotori berteriak, mengeluarkan pispot dari kardus itu, lalu berjongkok di atasnya.

“Tu, tunggu dulu! Kalau kau sampai melakukannya, ini benar-benar salah tidak peduli bagaimanapun juga!?”

“A, aku sudah gak tahan lagi...!”

Kotori berteriak seolah sudah kehabisan pilihan, menggunakan kedua tangan untuk memegang perutnya. Shidou tidak bisa berbuat apa-apa selain mengeluh dengan perlahan.

“Aku mengerti. Kalau begitu aku akan menemanimu.”

Setelah Shidou berkata demikian, Kotori ragu-ragu sebentar sebelum mengangguk.

“Nn... terima kasih, Onii-chan.”

Kotori mengucapkan ini dengan muka tulus, sambil menggenggam tangan Shidou lebih kuat lagi.

“Muu...”

Shidou mengerang. Entah kenapa... karena akhir-akhir ini ia sering diomeli olehnya, ketika Kotori yang sekarang ini dapat dengan terang-terangan bergantung padanya, itu membuatnya luar biasa bahagia.

Shidou berjalan menuju toilet, sambil membangkitkan Onii-chan power-nya.

“Kalau begitu, kutunggu kau di sini.”

“Nn...”

Setelah Kotori mengangguk pelan, dengan takut-takut dia membuka pintu toilet.

“Hii...!”

Akan tetapi, mau-tidak mau dia menahan nafas dan mundur beberapa langkah setelah menatap ruang yang menyerupai black hole itu.

Yah, sejujurnya Shidou mengerti perasaannya, bagaimanapun ia juga sedikit ngeri. Kotori yang sekarang ini pasti sedang ketakutan luar biasa.

“Gak bisa... aku takut...!”

“Walaupun kau bilang begitu... tidak ada jalan lain. Sudah hampir keluar kan?”

“Uu...”

Setelah Kotori merengek pelan, sepertinya dia memikirkan sesuatu, maka dia membuka mulut untuk berbicara.

“O, Onii-chan ikut masuk saja!”

“Ha... hah?”

Mendengar solusi yang tiba-tiba tersebut, Shidou tanpa sengaja menyahut dengan suara penuh kegelisahan sembari memberengut.

“Kau, apa yang kau bicarakan. Mana mungkin aku——”

“Kalau begitu kulakukan di pispot saja! Atau di sini saja! Sudah kuputuskan!”

“Yang benar saja!”

“Aah, aku gak tahan lagi! Sebentar lagi keluar!”

“Ah, oke... aku mengerti!”

Ia tidak mungkin membiarkan imouto berusia empat-belas tahunnya melakukan hal memalukan semacam mengompol. Maka Shidou memasuki toilet sambil memegang tangan Kotori.

“Onii-chan, lihat ke arah lain ya...”

“Oh, ya...”

Mengikuti arahan Kotori, ia membalikkan badan ke arah pintu. Dengan cepat Kotori mulai bergerak dibalik punggung Shidou, mendengar suara kain tipis bergesekan, Shidou terkaget.

“Um, Onii-chan... bisa tutupi telingamu...?”

“! Ah, ma, maaf...”

Ia sama sekali tidak menyadarinya. Shidou cepat-cepat menggunakan kedua tangan untuk menutup telinga. Setelah itu Kotori dengan kedua tangannya memeluk tubuh Shidou.

… biarpun bukan Shidou dalangnya, namun entah mengapa ia merasa seolah baru saja melakukan sebuah kesalahan yang teramat sangat, hal itu menyebabkan jantungnya berdegup dengan ganas. Perasaan amoralitas mengisi hatinya, keluar dari hidungnya dalam rupa hawa nafas panas.

Tidak lama kemudian, kedua tangan yang membungkus tubuhnya merileks, dengan halus memeluk punggungnya.

“Sudah gak apa-apa sekarang. … terima kasih.”

“Ng... nn.”

Dengan demikian, Shidou dan Kotori melangkah keluar dari toilet bersama-sama.

Masalah itu akhirnya terselesaikan, Shidou menghela nafas lega.

Namun masalah selanjutnya muncul dengan segera—— beberapa menit setelah mereka keluar dari toilet.

“Kurasa... karena kita tidak bisa berbuat apa-apa selama listriknya padam, bagaimana kalau kita tidur lebih cepat malam ini?”

Setelah Shidou berkata, “Ehh—...”, bersuara dengan tidak senang.

“Ada apa?”

“Tapi... aku belum mandi hari ini...”

Biarpun pemanas airnya bertenaga listriknya berhenti menyala, listrik baru padam belum lama ini, maka air di bak mandi seharusnya masih hangat. Namun...

“... tapi, kamar mandi juga gelap gulita, kau tahu? Tidak apa-apa?”

“Uuu... tapi, badanku lengket...”

“Yah, kau tadi tidak bisa diam sih.”

Setelah Shidou berkata, Kotori memasang muka masam.

“Me, mengenai itu, Onii-chan...”

“Oh? Sudah menyerah?”

“Ka, kalau bisa, ayo mandi bareng...”

“Tidaktidaktidak.”

Memang benar mereka sering mandi bersama saat masih kecil dulu, tapi mustahil untuk mandi dengan senang bersama imouto yang karakteristik seksual sekundernya mulai muncul. Shidou mati-matian mengibaskan tangan sambil keberatan.

Lalu Kotori menempel erat pada tubuh Shidou dan memohon.

“Onii-chan... ini permohonan terbesar seumur hidupku... mandilah bersamaku...”

Kotori memohon disertai isakan, terbirit-birit menempel pada Shidou dengan wajah berurai air mata. Shidou memasang tampang kerepotan dan mengeluh pelan.

“Tidak boleh, bagaimanapun juga...”

“Gak apa-apa, karena kita tidak mungkin bisa melihat gelap-gelap begini! Tambah lagi kita kan saudara!”

“Eeerm...”

“Oniii-chaaaaaan...”

“A, aku mengerti aku mengerti. Jadi berhentilah menempel padaku!”

Menghadapi pendekatan Kotori yang memaksa, Shidou akhirnya mengalah, ia mengangkat kedua tangan untuk menandakan bahwa ia sudah menyerah. Sesudah itulah baru Kotori melepaskan pelukannya.

“Ya ampun... untuk hari ini saja ya?”

Shidou memimpin Kotori menuju kamar ganti, setelah menyiapkan handuk beserta baju ganti, ia mulai melepas bajunya dengan membelakangi Kotori.

“Mu—...”

Akan tetapi dalam hati ia masih menentang hal ini. Biar kata mereka adalah saudara, mandi bersama lawan jenis yang hampir seumuran dengannya terasa tidak benar...

Kalau Kotori sampai membicarakan insiden ini kepada siapapun Shidou akan langsung dikenai hukuman mati di masyarakat. Tanpa perlu dikatakan, baik teman-teman maupun orang-tuanya tidak boleh sampai tahu akan hal ini.

Pada saat Shidou merenungkan masalah-masalah ini, di balik punggungnya terdengar suara Kotori melepas pakaiannya. Kelihatannya dia sudah bersiap-siap memasuki bak. Maka dari itu Shidou juga, dengan buru-buru melepas pakaiannya, menaruhnya di keranjang pencucian.

“Onii-chan... sudah selesai?”

“O, oh... iya sudah.”

Ruangan tanpa sumber cahaya. Meskipun matanya sudah terbiasa dengan kegelapan, ia hanya dapat samar-samar melihat garis tubuh Kotori. Namun saat ia mengingat bahwa imouto didepannya sedang dalam kondisi tanpa pakaian, mau tidak mau ia panik.

“Onii-chan...?”

“Aaah... maaf, ayo masuk.”

Setelah Shidou memasuki kamar mandi, dengan hati-hati ia meraba-raba dan melepas tutup bak, kemudian membenamkan tubuhnya ke dalam.

Seharusnya ia membasuh bersih tubuhnya terlebih dahulu sebelum memasuki bak, namun karena mereka berada pada situasi khusus dan lagi berada di rumah mereka sendiri, mereka tidak perlu terlalu memikirkan hal itu.

Dekat di belakang Shidou, Kotori juga memasuki bak mandi. Menghadap Shidou, dia duduk di bak seperti yang biasa dilakukan dalam pelajaran Olahraga. Adanya dua orang yang memasuki bak menyebabkan sejumlah besar air mengalir keluar.

“Ah... mandi memang menyegarkan.”

“Uu, nn... setelah berendam di air hangat aku merasa tidak setakut barusan...”

Kaki kedua orang itu sekali-kali saling bersentuhan selagi mereka bercakap-cakap. Namun, tidak lama keduanya merasa malu karena rasa takut yang menghilang, maka mereka terdiam.

“............”

Entah berapa lama waktu sudah berlalu, Kotori sepertinya sudah membulatkan tekad mengenai sesuatu saat dia mulai berbicara pada Shidou.

“E, err... Onii-chan. Menurutmu... di sini agak sempit gak?”

“Nn? Bagimanapun juga Ini bak mandi yang dibuat untuk satu orang. Yah, karena kelihatannya kau tidak apa-apa sendirian, aku pergi sa——”

“Bu, bukan itu maksudku!”

Suara percikan air dapat terdengar. Sepertinya Kotori sedang mengayunkan tangannya di permukaan air.

“Maksudku... boleh aku ke situ...”

“Eh?”

Shidou menelengkan kepala sambil bertanya, sebelum ia bahkan dapat menjawab, Kotori tiba-tiba berdiri, membalikkan badan sebelum memasuki bak sekali lagi.

Hasilnya, Kotori menduduki tubuh Shidou.

“Eehh......!?”

Paha, perut, dada semuanya bersentuhan dengan kulit halus Kotori. Tubuh Shidou membeku karena tingkah Kotori yang tiba-tiba ini.

… sejujurnya, ia benar-benar ceroboh. Walaupun ia terus-menerus berkata “Mana mungkin kita mandi bersama...”, pada kenyataannya jauh di lubuk hatinya ia merasa karena mereka sudah beberapa kali mandi bersama sebelumnya, tidak mungkin ia akan melakukan kesalahan.

Tapi, kali ini benar-benar buruk. Benar-benar yang terburuk. Yang ia rasakan dari Kotori yang sedang mendudukinya, bukanlah bobot dari imoutonya yang manis, melainkan kehangatan dan sentuhan seorang perempuan.

Kalau ia sampai lepas kendali, Shidou mungkin akan melewati garis batas. Ketika orang-tuanya pulang dari pekerjaan di luar, barangkali ia perlu memperkenalkan seorang anggota keluarga baru pada mereka.

Namun, Kotori tidak menyadari pemikiran Shidou sama sekali, dia tertawa halus.

“Ehehe... Onii-chan juga ketakutan rupanya.”

“He? Ke, kenapa kau bilang gitu...”

“Karena, jantungmu berdetak lebih kencang lagi sekarang kan?”

Sambil berkata demikian, Kotori semakin mendekat padanya.

—yang kutakuti itu kau! Shidou memekik dalam benaknya.

Ini sudah di ambang batas, aku harus cepat-cepat menyingkir dari Kotori.

Walaupun ia bermaksud demikian, Kotori sekarang ini sedang ketakutan, dia tidak akan meninggalkan sisi Shidou dengan begitu mudahnya.

“Ah... benar juga.”

Shidou tiba-tiba mengingat sesuatu, menggunakan tangan untuk menutupi mulutnya, ia terdiam untuk sementara waktu.

Mungkin merasa ada yang aneh dengan Shidou, Kotori berbicara padanya.

“Onii-chan? Ada apa...?”

Kemudian terhadap Kotori, Shidou menjawab menggunakan suara yang rendah, bernada menakutkan.

“Fu, fufu... Onii-chan-mu sudah menghilang dari tubuh ini...”

“Kya...!?”

Kotori menahan nafas, tubuhnya mulai gemetar.

Betul. Karena Kotori tidak mau meninggalkan sisi Shidou, ia harus menakutinya untuk membuatnya pergi.

“O, Onii-chan!?”

“Tubuh ini sudah kukuasai...”

“Ba, bagaimana mungkin...”

“Kotori-chan, aku mencium bau yang menyenangkan dari badanmu... baunya lezat sekali...”

“K, kyaaaaa! Kyaaaaa!”

Kotori menjerit ketakutan, dengan panik menggerakkan kaki-tangannya. Setelah itu dia bangkit berdiri seakan ingin melarikan diri dari bak mandi itu.

Bagus... Shidou refleks mengepalkan tangan. Dia tertipu, sekarang semuanya akan baik-baik saja setelah dia melarikan diri ke kamar ganti——

Akan tetapi,

“Onii-chan! Onii-chaaaaaaaan——!”

Kelihatannya Kotori mengingat sesuatu tatkala dia tiba-tiba berbalik, mencoba memasuki bak sekali lagi. Tambah lagi karena panik, dia terpeleset, tumbang ke atas Shidou.

Sewaktu wajah Shidou bersentuhan dengan daerah yang luar biasa lembut dan hangat——ia memekik. Kotori yang ketakutan karena hal ini juga ikut melengking.

“Gyaah——!”

“Gyaah——!”

… teriakan demi teriakan terus berkumandang di seluruh kamar mandi.



“Ka, kau baik-baik saja... Kotori...?”

“Nn... Onii-chan...?”

“Oh, aku juga...”

Akhirnya masa tenang, Shidou yang sudah berganti pakaian dengan piyamanya berbicara sembari mengusap-usap kepalanya yang membentur sisi bak mandi.

Walaupun ia menderita banyak luka, entah bagaimana caranya ia berhasil menghindari kemungkinan terburuk. ‘Walaupun aku kakaknya, tidak apa-apa selama ada cinta’[6], hal semacam itu tidak boleh sampai terjadi.

Melihat waktu yang tertera lewat handphone-nya, kelihatannya dua-tiga jam sudah berlalu.

“Karena kita sudah menyikat gigi, ayo cepat tidur.”

“Nn... benar...”

Kotori mengangguk sambil menggenggam tangan Shidou seakan sudah terbiasa. Akibat kejadian-kejadian barusan ini, tindakan ini membuat Shidou berdebar-debar... Tapi ia masih punya pride sebagai seorang kakak, karena itu ia tidak mengutarakannya.

Saat Shidou hampir memasuki kamarnya, Kotori tiba-tiba menaruh kekuatan lebih pada genggamannya.

… yah, ia sudah menduganya berdasarkan kejadian-kejadian yang baru berlangsung. Meski demikian Shidou tetap berbalik menghadap Kotori.

“Ada apa, Kotori?”

“... malam ini, tolong tidur denganku?”

“... sudah kuduga——”

Shidou bergumam pelan, menganggukkan kepala seakan sudah menyerah sepenuhnya.

“Baiklah. Tapi untuk malam ini saja.”

“! Hore!”

Kotori mengumandangkan suara yang penuh kegembiraan.

Yah, apalah ini dibandingkan dengan mandi bersama. Pertama-tama, Shidou dan Kotori memasuki kamar Kotori terlebih dahulu untuk mengambil bantalnya sebelum pindah ke kamar Shidou. Setelah menaruh handphone di rak dekat tempat tidur, Shidou berbaring di tempat tidur.

“Kemari, Kotori. hati-hati jangan sampai terjatuh.”

“Nn!”

Sesudah Kotori menaruh bantal, dia menyusul Shidou. Setelah Shidou mengelus kepalanya, ia menarik selimutnya dan mulai tidur.

“Selamat tidur, Kotori.”

“Nn... selamat tidur, Onii-chan.”

Kotori berbicara dengan suara lemah. Meskipun ia tidak dapat melihat wajahnya, namun ia merasa dia mungkin sedang tersenyum mengatakannya.

Mungkin karena lelah, tidak sampai sepuluh menit, Shidou sudah tertidur nyenyak.

Sebelum ia terjatuh dalam tidur lelapnya.

“Hari ini... terima kasih banyak. ——Aku sayang kamu, Onii-chan.”

Kedengarannya seperti itu, lalu rasanya ada sesuatu yang lembut menyentuh pipinya... Entah itu kenyataan atau hanya mimpi, ia tidak lagi tahu perbedaannya.



Di monitor utama bridge <Fraxinus>, terpampang Shidou dan Kotori yang tertidur berdampingan.

Melihat bayangan tersebut, para crew mengangguk-angguk puas, menepuk tangan, beberapa di antaranya bahkan mulai berurai air mata akibat arus emosi yang terjadi. Di antara mereka, ada juga yang berteriak, “Kenapa tidak ada adegan di toilet dan di kamar mandiiiiiiiiiiiiii!”, namun lebih baik kita abaikan saja dia.

Pendek kata, hadiah mereka dengan sukses tersampaikan pada Kotori. Reine menatap layar sambil berkata dalam diam.

“......Happy Birthday, Kotori.”



“*tou!*”

“Guoooh...!?”

Pagi berikutnya. Diiringi matahari yang bersinar melalui jendela, hantaman keras di badannya membuat tubuh Shidou hampir terbelah dua.

“Hmph, teriakan macam apa itu, kau bisa diam di sini dan bertingkah layaknya seekor singa jika kau mau.”

Suara tegas seseorang berkumandang. Kotori yang sudah berganti pakaian sedang berdiri di sana dengan sebuah Chupa Chups di mulutnya.

——ngomong-ngomong, rambutnya sedang diikat dengan pita-pita hitam.

“Kotori... kau, itu kan”

Akibat listrik padam malam kemarin, pita-pita hitam Kotori seharusnya masih belum dicuci...

“Ah.”

Saat itulah, Shidou menyadari sesuatu.

Pita-pita hitam itu terlalu bersih dan rapi untuk sesuatu yang dipakai terus selama lima tahun.

“Kau... sudah memakainya rupanya.”

Benar. Pita-pita yang Kotori kenakan sekarang, adalah hadiah yang diberikan Shidou malam kemarin.

Selama ini Kotori terus memakai pita-pita hitam semenjak Shidou memberikannya lima tahun lalu. Walaupun dia selalu menyayanginya, mau-tidak mau pita-pitanya akan dimakan usia. Melihat kainnya, beberapa jahitan sudah terlepas.

Shidou yang menyadari kenyataan ini membelikan pita-pita yang serupa dengan yang dari lima tahun lalu dan memberikannya sekali lagi pada Kotori.

“Yah, kurasa, performa Shidou standar. Aku memujimu atas hal itu.”

Seraya berkata, *don* Kotori melompat ke lantai dari atas tubuh Shidou.

“Hey hey...”

Shidou perlahan bangkit dan duduk, sembari meraba perutnya yang nyut-nyutan.

“Tapi... saat kau terbangun kau bisa membangunkanku juga kan. Kau tidak perlu membuka hadiahmu lalu membangunkanku setelah memakainya...”

“Hmph, orang yang tidak bisa bangun sendiri hanya boleh menyalahkan diri sendiri.——Lagipula, semua hadiahku sudah kubuka kemarin. Aku tidak akan berlaku tidak sopan seperti mengabaikan hadiah semalaman.”

Ucapannya dan tingkah-lakunya benar-benar kebalikan dari hari kemarin. Shidou hanya bisa menghela nafas sambil merasa kehilangan imouto-nya yang manis.

“Ada-ada saja, padahal kemarin kau masih menangis dan berteriak Onii-chan Onii-chan...”

“Mahhatsuki!”[7]

“Gughaah!?”

Kotori memukulnya dengan kecepatan yang mengerahkan seluruh kemampuannya, Shidou mengerang saat menerima tumbukan tersebut.

“Sebaiknya cepat kau turun kebawah.——meskipun agak sederhana, aku sudah membuat sarapan”

“Eh?”

Shidou hanya bisa terbelalak kaget. Kotori sama sekali tidak jago memasak...

“Jarang-jarang. Apa kau sudah merencanakannya?”

“... aku cuma kebetulan mau melakukannya. Dan lagi, aku tidak yakin mengenai rasanya.”

“Hal semacam itu tidak jadi masalah bagiku. Terima kasih.”

“... hmph”

Setelah Kotori selesai, dia memutar pegangan lolipop di mulutnya sambil melangkah keluar dari kamar.

“... nng?”

Ketika itu, Shidou tiba-tiba menyadari sesuatu.

Kata-kata Kotori barusan, ada yang aneh dengan itu.

Semua hadiahku sudah kubuka kemarin... Kotori tadi bilang begitu.

Tapi semenjak listrik padam, Kotori selalu bersama-sama dengan Shidou.

Jika Kotori punya kesempatan bergerak seorang diri, dia hanya punya beberapa menit setelah Shidou tertidur nyenyak... tapi artinya, Kotori harus berjalan sendirian dalam kegelapan rumah di tengah malam menuju ruang keluarga.

Kalau dia bisa melakukan itu, bukankah itu berarti dia bisa pergi ke toilet dan mandi sendirian...

“Lupakan... itu tidak mungkin.”

Shidou mengangkat bahu. Mana mungkin Kotori yang takut kegelapan melakukan hal itu. Dia pasti membukanya saat Shidou tidak sadar.

“——Shidou! Kau lamban!”

“Gawat...”

Suara imouto-sama yang menakutkan dapat terdengar dari balik tangga, demikianlah Shidou terbirit-birit keluar dari kamar.


[Selesai]


Catatan Penerjemah dan Referensi

  1. Dere-dere, istilah yang dapat berarti ‘lucu’, ‘menawan’, namun tidak terbatas pada itu saja, pada dasarnya menampilkan sisi hangat dari kepribadian seseorang.
  2. S, dari ‘S&M’, kami tidak akan memberikan penjelasan lebih lanjut, google search saja, LOL
  3. Circuit Breaker - panel listrik
  4. Moshi-moshi = Halo
  5. Moonyman adalah merk popok di Jepang
  6. Parodi dari serial ‘Onii-chan dakedo ai sae areba kankeinai yo ne’.
  7. Mahhatsuki - Tinju menusuk yang dilakukan dengan cepat, posisi tangan lurus sampai lengan.