Date A Live (Indonesia):Jilid 1 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 5: Tirani SandalphonSang Pembantai[edit]

Bagian 1[edit]

Waktu menunjukan pukul 6 petang.

Sinar mentari sore terpencar ke bangunan-bangunan di depan Stasiun Tenguu, mewarnainya oranye.

Dari sebuah taman kecil di mana dapat terlihat pemandangan yang sangat brilian ini, dua orang, seorang lelaki dan seorang gadis, sedang berjalan.

Tidak ada yang istimewa dengan sang lelaki. Dia hanyalah murid SMA biasa.

Namun, untuk sang gadis—

“... fuuu”

Kusakabe Ryouko membasahi lidahnya sambil menyipitkan mata.

“Ada kecocokan sebesar 98.5%. Benar-benar terlalu tinggi untuk dianggap sebuah kebetulan.”

Spirit.

Malapetaka yang menghancurkan dunia ini.

Gadis yang membumihanguskan daratan 30 tahun lalu serta menyebabkan kebakaran besar 5 tahun lalu, dan berada di kategori yang sama dengan bencana-bencana terburuk.

Namun, yang terlukis di retina Ryouko sekarang ini hanyalah sosok seorang gadis manis.

“Izin untuk menembak?”

Dengan pelan—atau lebih tepatnya, suara yang teramat dingin, terlempar ke punggung Ryouko.

Ia tidak berbalik. Itu suara Origami.

Dilengkapi dengan wiring suit dan thruster unit yang sama seperti Ryouko, tangan kanannya menggenggam Anti-Spirit Rifle yang lebih panjang dibanding tinggi tubuh Origami, <Cry●Cry●Cry>.

“... belum. Tetap siaga. Para atasan mungkin masih berdiskusi.”

“Oh.”

Tanpa terlihat lega, ataupun kecewa, Origami mengangguk.

Saat ini, bersiap siaga dalam radius satu kilometer dari taman di mana seorang Spirit berada, Ryouko dan anggota AST lainnya yang berjumlah total sepuluh orang, berpencar menjadi lima pasangan.

Kenyataan akan adanya dua orang adalah salah satu alasan agar mereka bergerak berpasangan.

Lebih jauh lagi dari daerah perkotaan dibanding taman tersebut terdapat sebuah lahan kosong yang sedang dalam pembangunan. Pada siang hari biasanya ada banyak truk dan mesin derek dan sebagainya, tapi pada jam-jam segini suasana sudah mereda.

Beberapa jam lalu, ketika sudah dipastikan kalau gadis yang ditemukan oleh Origami adalah seorang Spirit, izin untuk mengoperasikan CR-Units segera diberikan.

Namun, orang-orang seperti Menteri Pertahanan dan Kepala Staf masih dalam pertemuan membicarakan tindakan yang akan diambil.

Pertanyaan utamanya adalah untuk menyerang, atau tidak.

Karena ini adalah kemunculan tanpa terdeteksinya spacequake, peringatan spacequake tidak berbunyi.

Ini berarti tidak ada satupun penduduk yang berevakuasi, jadi jika Spirit itu mengamuk sekarang, akan ada kerusakan-kerusakan parah.

Di sisi lain, tidak baik untuk memancing Spirit tersebut dengan cara membunyikan peringatannya sekarang. Ini situasi yang serius.

Akan tetapi—

“Ini kesempatan bagus.”

Origami, dengan suara datarnya seperti biasa, berkata.

Seperti yang dikatakannya, ini kesempatan bagi mereka.

Karena saat ini, pada Spirit itu tidak ada AstralDress yang bermanifestasi di tubuhnya.

Pelindung luar yang, seperti halnya territory Ryouko, melindungi dan menjadikan sang Spirit bentuk kehidupan tertinggi, yang terkuat, tak tertandingi, sekarang ini tidak terbalut di tubuhnya.

Kalau sekarang, ada kemungkinan serangan mereka dapat mengenainya.

Tapi itu tidak lebih dari kemungkinan belaka, dan sekarang ini yang dibutuhkan adalah cara yang pasti untuk memberikan serangan fatal dengan satu tembakan tunggal. Itulah alasan mengapa Origami memegang anti-spirit rifle spesial itu.

Sang pengguna meneriakkan pekikan, lintasan memperdengarkan dengkingan, dan target menyuarakan jeritan kematian.

Demikianlah, <Cry Cry CryC C C>.

Tanpa territory terbentang, rekoilnya akan menghancurkan pergelangan tangan sang penembak, benar-benar senapan gila.

Bagaimanapun juga, Ryouko tidak pernah membayangkan akan adanya insiden yang membutuhkan senapan itu.

“... para petinggi-petinggi yang ‘gak jelas itu seharusnya memberikan izin untuk menyerang saja pada situasi seperti ini.”

“Akan jadi merepotkan kalau tidak.”

Ryouko berkata, dan Origami menjawabnya dengan segera.

“... yah, itu masalahnya kalau kau berada di tempat kejadian. Tapi, makna dari kasus ‘Spirit mengamuk setelah izin menyerang diberikan namun tidak dapat diatasi dalam satu serangan’ melawan kasus ‘Spirit membabi-buta tanpa diketahui kemunculannya~’ sebenarnya cukup berbeda kalau kita berbicara mengenai tanggung jawabnya.”

“Memang merepotkan tapi begitulah cara mereka membuat keputusan.”

“Yah, ada banyak orang yang lebih peduli dengan kedudukan mereka dibandingkan dengan nyawa sekelompok orang lainnya.”

Seraya mengatakan ini, ia mengangkat bahu.

Ekspresi Origami tidak berubah sedikitpun, tapi entah kenapa sepertinya dia merasa kecewa.

Lalu—pada saat itu, sebuah suara berpadu dengan noise mencapai telinga Ryouko.

“Ya ya, ini point alpha, bagaimana keputusan akh— eh?”

Ryouko terbelalak mendengar informasi yang tersampaikan melalui ear-piece-nya.

“—Dimengerti.”

Sembari mengatakan itu saja, ia menutup koneksi.

“... aku terkejut. Mereka memberikan ijin menembak.”

Jujur saja, ini sedikit di luar dugaan. Ia sudah menyangka akan diberi perintah lain, untuk diam di tempat.

Tunggu—kemarin, perintah untuk menyerang sekolah juga adalah tindakan agresif yang biasanya tidak akan diberikan. Mungkin ada perombakan susunan di kalangan petinggi.

Yah, Ryouko cukup melakukan tugasnya. Spesifiknya, kali ini adalah—memberitahu seorang anggota dengan tingkat keberhasilan terbesar untuk menekan pelatuk.

“—Origami, tembaklah. Di antara para personil sekarang ini, kaulah yang paling cocok. Kegagalan tidak akan ditolerir. Pastikan untuk menghabisinya dengan satu tembakan.”

Menghadapi kata-kata itu.

“Dimengerti.”

Seperti yang diduga, Origami menjawab tanpa emosi tertentu.


Bagian 2[edit]

Di taman yang diwarnai oleh senja, hanya Shidou dan Tohka yang dapat terlihat.

Sewaktu-waktu suara mobil atau pekikan burung gagak dapat terdengar dari kejauhan, akan tetapi itu merupakan tempat yang tentram.

“Ohh, pemandangan yang menakjubkan!”

Sejak beberapa saat yang lalu, Tohka sedang bersandar di pembatas besi dan memandang jalanan kota Tenguu yang diwarnai senja.

Mengikuti route yang ditunjukkan oleh para crew <Fraxinus> dengan luwes, mereka tiba di taman ini, di mana terbentang pemandangan menakjubkan kota ini, tepat saat matahari mulai tenggelam.

Ini bukanlah pertama kalinya Shidou datang kemari. Sebetulnya ini semacam tempat rahasia yang disukainya.

Yang memilih tempat ini sebagai tujuan... mungkin Kotori.

“Shido! Bagaimana benda itu berubah wujud!?”

Tohka menunjuk ke sebuah kereta jauh di sana dan bertanya dengan mata berkaca-kaca.

“Sayangnya kereta tidak bisa berubah.”

“Ah, jadi itu tipe yang bergabung-gabung?”

“Yah, memang saling bersambungan sih.”

“Ohhhh”

Tohka anehnya memberi anggukan puas, lalu berputar menghadap Shidou, bersandar di pembatas.

Tohka, dengan matahari senja sebagai latar belakang, kecantikannya tak terkatakan, bagaikan sebuah lukisan.

“—Tapi”

Seolah menganti topik, Tohka dengan gumaman ‘nnnnn’, meregangkan badan.

Lalu, tiba-tiba, mukanya rileks menyunggingkan senyuman riang.

“Enak sekali, date ini. Aku benar-benar, uhm, menikmatinya.”

“......”

Tadi itu serangan yang tidak terduga. Meskipun ia tidak bisa melihatnya sendiri, wajah Shidou mungkin sekarang ini menyala merah.

“Ada apa, wajahmu memerah, Shido.”

“... cuma gara-gara matahari senja.”

Seraya mengatakan ini, ia menunduk.

“Benarkah?”

Tohka membungkuk ke arah Shidou, dan seraya melirik ke atas, menatapnya.

“——”

“Sudah kuduga, merah kan. Apa semacam penyakit?”

Pada jarak di mana ia dapat merasakan nafasnya, Tohka berkata.

“B... i-itu, bukan...”

Selagi memalingkan matanya—di dalam kepala Shidou, kata itu, date, berputar-putar.

Dari manga dan film-film ia tahu akan hal itu.

Jika sebuah pasangan mengunjungi tempat yang luar biasa di akhir date mereka, maka bisa saja—

Begitu saja, mata Shidou bergerak menatap bibir halus Tohka.

“Nu?”

“—!”

Tohka belum berkata apa-apa, tapi Shidou rasa sepertinya dia sudah membaca pikiran kotornya, dan ia lagi-lagi memalingkan pandangannya dan beranjak mundur.

“Ada apa sih, sibuknya.”

“Be, berisik...”

Sambil menyeka keringat dari dahinya dengan lengan bajunya, Shidou lekas melirik wajah Tohka.

Sepuluh hari yang lalu, dan sampai kemarin, ekspresi melankolis di wajahnya sudah cukup menghilang. Membuang nafas pendek dari hidungnya, ia maju selangkah mendekati Tohka lagi.

“—Benar kan? Apa ada yang mencoba membunuhmu?”

“... nn, semuanya ramah. Jujur saja, bahkan sekarang aku masih belum bisa percaya.”

“Ah...?”

Shidou memelintirkan lehernya, dan Tohka menyunggingkan senyum kecut dengan hawa yang mencerca diri sendiri.

“Ada begitu banyak manusia yang tidak menolakku. Yang tidak mencela keberadaanku. —Grup mecha-mecha itu... err, apa sebutannya. A...?”

“Maksudmu AST?”

“Ya, mereka. Kelihatannya lebih realistis jika semua orang di jalan adalah bawahan mereka, dan mereka semua bekerja sama untuk menipuku.”

“Hey hey...”

Benar-benar pemikiran yang menggelikan namun... Shidou tidak dapat menertawakannya.

Karena bagi Tohka, itu normal.

Untuk disangkal terus menerus, adalah hal yang normal.

Benar-benar—menyedihkan.

“... kalau begitu, aku juga sebuah pion AST?”

Shidou bertanya, dan Tohka dengan bersemangat menggelengkan kepalanya.

“Tidak, Shido pasti uhm... seseorang yang keluarganya disekap dan diancam.”

“A-apa-apaan peran seperti itu...”

“... jangan membuatku berpikir kalau kau ini musuh.”

“Eh?”

“Bukan apa-apa.”

Ia bertanya, kali ini Tohka yang memalingkan muka.

Seolah untuk merubah paksa ekspresinya, dia menggosok-gosok mukanya dengan tangannya, lalu berputar balik.

“—Tapi benar, hari ini luar biasa, luar biasa berarti. Dunia ini bisa begitu baik, begitu menyenangkan, begitu indah... aku bahkan tidak bisa membayangkan ini sebelumnya.”

“Begitu, ya—”

Di bibir Shidou terbersit celah membentuk senyuman selagi ia membuang nafas.

Akan tetapi, seolah membalas ekspresi Shidou, Tohka mengernyitkan alis selagi menyunggingkan senyuman pahit.

“Orang-orang itu—pemikiran AST itu, kupikir aku sedikit mengerti sekarang.”

“Eh...?”

Shidou menyipitkan mata sambil bertanya-tanya, di saat Tohka memasang ekspresi yang sedikit sedih.

Itu sedikit berbeda dari ekspresi melankolis yang dibenci Shidou—melainkan ekspresi yang terpadu dengan sedikit perasaan muram, hanya dengan melihatnya saja seakan dapat meremas perasaan seseorang.

“Setiap kali... aku datang ke dunia ini, aku menghancurkan sebagian dari hal yang begitu mengagumkan.”

“——”

Alur nafas Shidou terhambat.

“T-tapi, itu tidak ada hubungannya dengan kemauanmu sendiri kan...!?”

“... nn. Kemunculanku, akibat dari itu, aku tidak bisa mengendalikannya.”

“Kalau begitu—”

“Tapi bagi penduduk dunia ini, kehancuran yang terjadi tidak berubah. Alasan mengapa AST mencoba membunuhku, aku akhirnya... mengerti.”

Shidou tidak dapat langsung menjawabnya.

Sosok sedih Tohka membuat dadanya sangat sesak sampai-sampai ia tidak dapat bernafas sebagaimana mestinya.

“Shido. Lebih baik kalau—aku tidak pernah ada, rupanya.”

Sembari mengatakan ini—Tohka tersenyum.

Itu bukanlah senyuman polos yang dilihatnya siang hari ini.

Bagaikan seorang pasien yang menyadari akhir yang sudah dekat—senyuman yang lemah, menyakitkan.

Dengan sebuah tegukan, ia menelan ludah.

Tanpa disadarinya tenggorokannya terbakar. Sambil merasakan sedikit rasa sakit saat air meresapi tenggorokannya, ia entah bagaimana berhasil membuka mulutnya.

“Tidak... begitu...”

Dengan tujuan menaruh lebih banyak tenaga pada suaranya, Shidou erat-erat mengepalkan tinjunya.

“Maksudku... tidak ada spacequake hari ini kan! Pasti ada sesuatu yang berbeda dari biasanya...! Kalau kita bisa mencari tahu apa itu...!”

Akan tetapi, Tohka perlahan menggelengkan kepalanya.

“Kalaupun kita menemukan jalan semacam itu, itu tidak merubah kenyataan bahwa aku dikirim ke sini di waktu yang tidak beraturan. Berapa kali jumlah kemunculanku mungkin tidak akan berkurang.”

“Kalau begitu...! Tidak apa-apa kan kalau kau tidak kembali ke sana lagi sama sekali!”

Shidou berteriak, dan Tohka mengangkat kepala, matanya terbelalak.

Seolah-olah dia bahkan tidak memikirkannya, atau mempertimbangkan ide itu sebelumnya.

“Seperti itu—tidak...”

“Apa kau sudah mencobanya!? Satu kali pun!?”

“...”

Tohka mengatupkan bibirnya dan terhenyak dalam keheningan.

Sambil menekan dadanya, seakan mencoba menahan debaran jantungnya yang tidak seperti biasanya, Shidou sekali lagi membasahi tenggorokan dengan ludahnya.

Tadi itu memang keceplosan saja namun—kalau itu sesuatu yang mungkin, maka spacequake seharusnya tidak terjadi lagi.

Menurut penjelasan Kotori, gelombang energi dari saat Spirit ditransportasikan dari dimensi lain ke dunia inilah yang menyebabkan spacequake.

Dengan demikian, jika Tohka tiba-tiba ditarik ke dunia ini tanpa memperhitungkan kemauannya sendiri, maka lebih baik dia tinggal di sini saja dari awal.

“T-tapi, kau tahu, ada banyak hal yang tidak kuketahui.”

“Hal semacam itu, aku akan mengajarimu semuanya!”

Pada kata-kata Tohka, jawaban spontan.

“Aku perlu tempat tidur, dan makanan.”

“Aku... akan usahakan sesuatu untuk itu!”

“Hal-hal yang tidak diduga bisa saja terjadi.”

“Kalau memang terjadi maka akan kucoba berpikir mengenai hal itu!”

Untuk sejenak, Tohka terdiam, lalu membuka bibirnya sambil berbicara terbata.

“... benar-benar tidak apa-apa, kalau aku terus hidup?”

“Ya!”

“Tidak apa-apa bagiku untuk tinggal di dunia ini?”

“Yep!”

“... yang akan mengatakan itu cuma Shido, cuma kau. Jangankan AST, bahkan manusia yang lainnya, mereka pastinya tidak akan menerima makhluk berbahaya sepertiku di tempat tinggal mereka.”

“Memangnya aku peduli tentang itu...!! Kenapa dengan AST!? Kenapa dengan yang lainnya!? Tohka! Kalau mereka menolakmu! Maka melampaui semua itu, Aku akan menerimamu!

Ia berteriak.

DAL ID v01 000h.jpg

Menghadapi Tohka, Shidou dengan tegas mengulurkan tangannya.

Bahu Tohka sedikit gemetar.

“Jabat tanganku! Untuk sekarang ini—begini saja tidak apa-apa...!”

Tohka menunduk, dan untuk beberapa saat terbungkam, seolah sedang berpikir, lalu pelan-pelan mengangkat muka, perlahan mengulurkan tangannya.

“Shido—”

Lalu.

Pada momen di mana tangan mereka bersentuhan.

“——”

Ujung-ujung jari Shidou tiba-tiba tersentak.

Ia tidak tahu mengapa tapi—ia merasakan hawa dingin yang teramat sangat.

Bagaikan adanya sebuah lidah yang menjilati sekujur tubuhnya, perasaan yang tidak nyaman.

“Tohka!”

Tanpa sadar, dari lehernya ia meneriakkan nama itu.

Dan sebelum Tohka dapat menjawab.

“...”

Dengan kedua tangan, ia mendorong Tohka dengan seluruh kemampuannya.

Tohka yang ramping tidak dapat menahan dorongan tiba-tiba itu, lalu ia terguling kebelakang seperti di sebuah manga.

Tidak sampai sesaat setelahnya.

“———Ah”

Di suatu daerah antara dada dan perutnya, Shidou merasakan sebuah hantaman dahsyat.

“Ap—apa yang kau lakukan!”

Berbalut pasir, Tohka mengomel, akan tetapi sulit bagi Shidou untuk menjawabnya.

Ia tidak dapat bernafas.

Sulit untuk menjaga kesadaran dan posturnya.

Bagaimanapun juga, sesuatu, terasa, tidak baik.

“Shido?”

Tohka berkata, terpaku.

Untuk mencari tahu alasannya, ia menggerakan tangan kanannya yang gemetar ke sisinya.

Ada yang aneh.

Bagaimanapun juga, di situ tidak ada apa-apa, t



"Ah—"

Lewat penglihatannya yang diperkuat oleh territory, Origami mendengar suaranya ini keluar dari tenggorokannya saat ia melihat sosok Shidou yang tumbang.

Untuk beberapa saat tubuhnya menjadi kaku, selagi ia berbaring tengkurap di tanah datar yang sudah dipersiapkan untuk pembangunan gedung-gedung apartemen baru, sambil memegang Anti-Spirit Rifle <Cry Cry CryC C C> yang teracu.

Beberapa detik sebelumnya.

Origami mengaktifkan Realizer pada <Cry Cry CryC C C>, menambahkan lapisan serangan pada peluru khusus yang terisi, membidik dengan sempurna dan menekan pelatuknya.

Tidak ada kemungkinan untuk meleset.

—Kalau saja Shidou tidak mendorong Spirit itu jauh-jauh.

Peluru yang Origami tembak—alih-alih mengenai Spirit, menembus dengan sempurna tubuh Shidou.

“——”

Kali ini, ia tidak bersuara.

Ia dapat merasakan jarinya, jari yang menekan pelatuknya, bergemetaran seiring waktu.

Bagaimanapun juga, baru saja, saya baru saja, Shidou—

“—Origami!”

“——”

Suara Ryouko mengembalikan kesadarannya.

“Kau boleh menyesal nanti! Aku akan memarahimu mampus-mampusan nanti! Tapi sekarang ini—”

Mengatakan ini, Ryouko melihat sekilas ke arah taman sambil ketakutan.

“Pikirkan caranya supaya kau tidak mati...!”



“Shido...?”

Ia memanggil namanya, namun tidak ada jawaban.

Itu memang sudah semestinya. Di dada Shidou, terdapat sebuah lubang besar, bahkan melebihi tangan terbuka lebar Tohka.

Pikirannya kalut, ia tidak mengerti.

“Shi—, do”

Tohka berjongkok di samping kepala Shidou dan menyentuh-nyentuh pipinya.

Tidak ada jawaban.

Tangan yang dijulurkan pada Tohka baru beberapa saat yang lalu berlumuran darah sepenuhnya.

“U, wa, aa, aaa—”

Beberapa detik kemudian, isi kepalanya mulai mengerti situasi tersebut.

...ia mengenal bau terbakar yang menyelimuti mereka ini.

Grup yang selalu mencoba membunuh Tohka—AST.

Serangan yang sangat tajam. Mungkin—gadis itulah.

Kalau ia terkena serangan itu dalam kondisinya sekarang tanpa AstralDress-nya, Tohka sekalipun tidak mungkin berakhir tanpa cacat.

Lebih lagi untuk Shidou yang sama sekali tidak berdaya.

“——”

Tohka merasakan kepeningan yang sangat, saat ia menempatkan tangannya menutupi mata Shidou, yang masih menatap langit, dan perlahan menutupnya.

Lalu, ia melepas jaket seragam yang dipakainya, dan dengan lembut menutupi mayat Shidou.

Sambil terhuyung, Tohka berdiri, dan menengadahkan kepalanya ke langit.

—Ahh, ternyata.

Tidak mungkin. Rupanya memang tidak mungkin.

Untuk sesaat—Tohka pikir tidak apa-apa baginya untuk tinggal di dunia ini.

Kalau ada Shidou, mungkin apapun juga dapat teratasi, begitu pikirnya.

Mungkin akan sulit dan merepotkan, namun mereka mungkin bisa melakukannya, begitu pikirnya.

Namun.

Ahh, namun,

Memang tidak mungkin, rupanya.

Dunia ini—memilih untuk menolak Tohka rupanya.

Dan penolakan itu terjadi dengan cara terendah, cara terburuk yang dapat dibayangkannya—!

“—<Adonai MelekGaun Spiritual●Kesepuluh>[1]   ...”

Dari kedalaman tenggorokannya, nama itu dipaksanya keluar. AstralDress. Mutlak yang terkuat, Territory milik Tohka.

Sekejap itu juga, dunia ini, bergemuruh.

Pemandangan di sekitarnya lumat dan berputar-balik, membungkus tubuh Tohka, dan membentuk sebuah gaun yang anggun.

Dan kemudian membran yang ada di dalam rok tersebut menyala dengan brilian—sang malapetaka telah turun.

*krakk, krakkk*

Langit-pun berderak.

Seolah mengekspresikan ketidak-senangan terhadap Tohka, yang tiba-tiba memanifestasikan AstralDress-nya.

Tohka menggerakkan pandangannya sedikit ke bawah.

Di sebuah bukit yang datar menyerupai puncak gunung yang terpotong, orang-orang yang baru saja menyerang Shidou ada di sana.

Orang-orang yang tidak cukup jika dibunuh begitu saja, ada di sana.

Tohka menghentakkan tumitnya ke tanah.

Sekejap itu juga, sebuah tahta singgasana yang menyimpan pedang raksasa muncul dari tanah.

Dengan suara *boom*, Tohka menyentak tanah, mendarat di sandaran tangan singgasana itu, dan menarik pedang dari sisi belakangnya.

Lalu.

“aaaaa”

Suaranya bergemetar.

"aaaaaaaaaaaaaaa"

Langit seolah bergoncang.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA———!!"

Bumi seolah menderu kencang.

Seolah ia membuat pikirannya sendiri mati rasa, seolah mencoba membuat dirinya sendiri letih.

“Berani-beraninya kau.”

Matanya basah.

“Berani-beraninya kau berani-beraninya kau berani-beraninya kau berani-beraninya kau berani-beraninya kau berani-beraninya kau”

Tohka menaruh kekuatan pada tangan yang memegang pedang itu, dan melampaui ruang di hadapan matanya.

“Ap—!?”

“——”

Tanpa memberikan kesempatan bahkan untuk mengedipkan mata, Tohka telah berpindah ke bukit yang ia lihat.

Di depannya adalah seorang wanita dengan mata terbelalak kaget, dan seorang gadis dengan ekspresi datar.

Di saat bersamaan ia melihat wajah yang dikesalinya, yang dibencinya, Tohka meraung.

"<Sandalphon> — [HalvanhelevPedang Terakhir]!!"

Saat itu juga, retakan menjalar di seluruh singgasana di mana Tohka tadinya berpijak, berhamburan menjadi potongan-potongan kecil.

Lalu berbagai pecahan singgasana itu menyatu dengan pedang yang dipegang Tohka, memperbesar lebih lanjut lagi siluetnya.

Dengan panjang melebihi 10 meter, pedang yang teramat sangat besar.

Namun, Tohka begitu saja dengan enteng menggetarkannya sekali, lalu mengayunkannya ke arah dua perempuan itu.

Cahaya yang berkilatan di mata pedang bertambah kuat, dan seketika itu juga merobek daratan di bawahnya, memanjang dari jalur tebasan pedang tersebut.

Momen berikutnya, sebuah ledakan membahana menghancurkan daerah sekitarnya.

“Ap...!”

“—Gu”

Sambil melompat ke kiri dan kanan dengan tepat waktu, mereka berdua meneriakkan suara penuh rasa takut.

Namun itu memang sudah sewajarnya. Bagaimanapun juga, hanya dengan satu serangan itu, Tohka membelah lahan kosong itu menjadi dua bagian sepanjang jangkauan mata pedangnya.

“Kau..., monster—!”

Wanita yang tinggi berteriak, mengayunkan sesuatu yang terlihat seperti pedang yang terkesan kasar pada Tohka.

Tetapi tidak mungkin benda seperti itu bisa mengenai Tohka, selama ia mengenakan AstralDress-nya. Hanya dengan mengarahkan pandangannya, ia menghancurkan serangan itu.

“Tidak mungkin—”

DAL v01 276-277.jpg

Wajah sang wanita diwarnai keputusasaan.

Namun tanpa menunjukkan ketertarikan padanya, Tohka memandang ke arah gadis satu lagi.

“—Ah, ah. Kau, kau rupanya.”

Perlahan, bibirnya terbuka.

“Sahabatku, teman terbaikku, Shido, yang membunuhnya, adalah kau.”

Tohka mengatakan ini, dan meski hanya sedikit, untuk pertama kalinya, ekspresi sang gadis berubah.

Namun, hal seperti itu tidaklah penting lagi.

Tidak ada di dunia ini, keberadaan yang dapat menghentikan Tohka setelah memanggil [HalvanhelevPedang Terakhir].

Memandang rendah gadis tersebut dengan mata yang diwarnai kegelapan murni, ia menggila dengan perlahan.

“—Bunuh hancurkan  bunuh   hapuskan bunuh  semuanya. Mati akhirimati lenyaplah  mati  .”


Bagian 3[edit]

“Komandan...!”

“Aku tahu. Jangan ribut-ribut. Kau bukan monyet di musim kawin kan.”

Sambil memutar-mutar permen di mulutnya, Kotori menjawab rekannya yang sedang panik.

Bridge <Fraxinus>. Di monitor tengah Shidou yang terkapar dengan tubuh yang sudah tidak utuh, serta tampilan pertarungan sang Spirit, Tohka, sedang ditampilkan.

Ia dapat mengerti kegelisahan para crew.

Situasi ini benar-benar, sangat, luar biasa, tidak ada harapan.

Sirene spacequake akhirnya mulai berbunyi, namun sebelum para penduduk berevakuasi seluruhnya, pertarungan antara Tohka dan AST sudah berlangsung.

Paling tidak semua ini berlangsung di daerah konstruksi yang tak berpenduduk—namun sebuah serangan tunggal dari Tohka dengan mudahnya menghancurkan optimisme tersebut.

Sebuah kekuatan transenden dengan daya hancur luar biasa sampai-sampai membuat Tohka sebelum ini terlihat imut dibandingkan dengan yang sekarang.

Satu serangan belaka telah membelah daerah konstruksi tersebut menjadi dua, membentuk sebuah jurang yang dalam di tengahnya.

Dan juga—kematian mendadak Itsuka Shidou, yang seharusnya adalah senjata terakhir <Fraxinus>.

Grup Kotori telah ditempatkan pada situasi terburuk yang dapat dibayangkan.

Namun,

“Yah, ia memang kurang elegan, namun kurasa ksatria kita bisa dianggap lulus. Aku tidak akan tahan melihatnya, andaikan sang putri terkena serangan itu.”

Dengan nada yang tidak terlalu serius Kotori berkata, dan stik permennya bergerak.

Para anggota crew melontarkan pandangan ketakutan terhadap Kotori.

Yah, mau bagaimana lagi. Sekarang ini ia baru saja kehilangan kakaknya.

Namun bagaimanapun di antara mereka, hanya Reine dan Kannazuki yang menunjukan reaksi yang berbeda.

Reine sedang mengamati pertarungan Tohka, mengambil data, seakan semuanya normal saja.

Tetapi, Kannazuki lain cerita. Raut mukanya memerah, dan air liur merembes keluar dari mulutnya.

Kalau dilihat-lihat, wajahnya kelihatan seperti sedang memikirkan “Ahh... membuat lubang seperti itu di badanku... *tlek tlek*. Sepertinya menakjubkan. Pasti, pasti menakjubkan. T-tapi tidak akan ada gunanya kalau aku mati.”

“Haah.”

“Hauu!?”

Kotori meluncurkan sebuah tendangan pada tulang kering Kannazuki, lalu berdiri.

Kemudian, dia berdeham “hmpf” dengan hidungnya, dan dengan mata setengah tertutup mengumumkan.

“Berhentilah membuang waktu dan kembalilah ke pekerjaan kalian. Tidak mungkin kan ini akhir dari riwayat Shidou?”

Benar.

Dari sinilah dimulai tugas Shidou yang sebenarnya.

“K-Komandan! Ini...!”

Salah satu crew dari bridge bagian bawah sedang menatap bagian kiri layar—tampilan sesuatu di taman, dan meneriakkan suara penuh keterkejutan.

“—Sudah tiba rupanya.”

Sembari merubah posisi permennya, mulutnya melengkung membentuk sebuah senyuman.

Di tampilan tersebut, terkapar di taman, diselimuti seragam sekolah, tubuh Shidou sedang diperlihatkan namun—seragam sekolah itu, tiba-tiba mulai terbakar.

Akan tetapi seragam itu menghilang bukan karena produk buatan Spirit, ataupun karena sinar matahari yang menyebabkannya terbakar.

Melainkan karena, yang terbakar bukanlah seragam itu.

Seragam itu terbakar dan terjatuh, memperlihatkan tubuh Shidou yang berlubang rapi.

Dan kemudian, para anggota crew <Fraxinus> sekali lagi meneriakkan suara terkejut.

“L-lukanya—”

Benar, lukanya. Bagian yang membentuk lubang menganga, sedang terbakar.

Bara api menyala terus sampai luka Shidou tidak dapat terlihat lagi—lalu berangsur-angsur padam.

Lalu setelah lidah api tersebut selesai menjalar, di sana terdapat tubuh Shidou yang pulih dengan sempurna.

Dan kemudian—

「—ng,」

Shidou terlihat terkapar di dalam layar tersebut.

「P.........panaaaaaaaaaaass!?」

Melihat api yang masih membara di perutnya, dia melompat.

Menepuk perutnya dengan tatapan panik, ia memadamkan api tersebut.

「—H-huh?Aku... kenapa?」

Seluruh bridge membahana.

“Ke... Ko-Komandan, apa yang—”

“Sudah kubilang bukan? Kalaupun Shidou mati sekali-dua kali, dia bisa segera memulai New Game.”

Sembari menjilat bibirnya, Kotori menjawab crew-nya.

Seluruh crew secara bersamaan melontarkan pandangan bertanya-tanya, namun ia tak mengacuhkannya.

“Cepat jemput dia. —Satu-satunya yang dapat menghentikan gadis itu hanyalah Shidou.”


Bagian 4[edit]

—Ia tidak mengerti.

Sambil menepuk perutnya berkali-kali, Shidou mengernyitkan alis.

Ada lubang besar di blazer dan kemeja yang dikenakannya, dan dasinya pun setengah robek.

Tapi sekarang ini Shidou tidak peduli dengan penampilannya yang memalukan.

Ada hal lain yang butuh perhatiannya.

“Kenapa—aku masih hidup...?”

Sekali lagi menyentuh perutnya, ia bergumam.

Sebelumnya, ia mendapat firasat buruk, dan tiba-tiba mendorong Tohka.

Momen berikutnya, sebuah lubang menganga di perutnya—dan ia pingsan.

Memang ada sebuah lubang di pakaiannya, dan noda dari banyaknya darah masih tertinggal. Kelihatannya itu bukan mimpi.

“Oh benar—Tohka...!”

Serangan itu tidak diragukan lagi ditujukan untuk Tohka.

Bagaimana keadaan Tohka. Ia memandang ke sekelilingnya, mencari sosok tersebut.

Lalu, dari sebuah bukit yang lebih tinggi dari taman dimana Shidou berada, sebuah cahaya hitam melesat—lalu mengikutinya, terdengar suara ledakan yang luar biasa serta goncangan yang menyebar.

“Uwahh...!?”

Terkejut seketika, ia ambruk ke tanah, tersapu oleh angin.

“A-apa, yang...!”

Sambil berteriak, ia melihat ke tempat itu—tubuh Shidou-pun kaku.

Pemandangan yang ia lihat, dibandingkan dengan sebelum ia kehilangan kesadaran, sudah berubah menjadi sangat berbeda sepenuhnya.

Di arah tersebut terdapat daerah konstruksi, serta pegunungan dan lain-lain yang tidak tersentuh sama sekali sejak perubahan bentang daratan tiga puluh tahun lalu—

Tempat itu sudah hancur bukan main, seakan baru saja menjadi sasaran serangan udara.

Tidak—sedikit berbeda. Sepertinya, seolah-olah sebuah pedang raksasa telah menyayatnya tak terhitung berapa kali, meninggalkan banyak tepi tajam.

“Apa...”

Saat ia bergumam, tercengang,

“Nuahhh...!”

Shidou merasakan tubuhnya menjadi tak berbobot.

Ini bukanlah pertama kalinya ia merasakan perasaan ini. Ini adalah sistem perpindahan <Fraxinus>.

Di saat Shidou memahami perasaan itu, pandangannya sudah beralih dari taman di bukit ke dalam <Fraxinus>.

“Ke sini!”

Crew <Fraxinus> yang menunggunya berkata dengan suara tegas.

“I-iya...”

Masih sedikit bingung, Shidou diarahkan ke dalam bridge.

Dan ketika ia tiba di bridge,

"—Bagaimana rasanya setelah bangun, Shidou?”

Di kursi kapten di bagian atas bridge, dengan sebuah stik Chupa-Chups bergerak ke sana kemari, Kotori berbicara.

“... Kotori.”

Shidou perlahan mengetuk telinganya yang berdering, lalu mengernyit.

“... aku kurang mengerti situasinya. Apa yang sebenarnya terjadi?”

“Nn, Shidou diserang oleh AST, jadi sang putri mengamuk dan bermaksud menghabisi para AST.”

Sembari mengatakan ini, dia mengisyaratkan agar Shidou melihat secara diagonal ke atas—pada layar besar di bridge.

“Ap...”

Di sana tampak Tohka, mengayunkan sebuah pedang besar dan menyayat-nyayat perbukitan itu, serta sosok-sosok AST yang berusaha melawan.

Tidak—itu bukanlah usaha yang bisa dikatakan sebuah perlawanan.

Tidak satupun serangan yang dikeluarkan AST dengan semangat intens mereka mengenai Tohka.

Di sisi berlainan, ayunan Tohka, baik itu serangan langsung ataupun cuma goncangan akibat serangan, dengan mudahnya melontarkan para wizard itu jauh-jauh dan menghancurkan formasi mereka, seakan territory mereka tidak pernah ada.

Benar-benar berat sebelah—parade dari sang raja.

“Dia benar-benar kehilangan kendali. Sepertinya dia tidak bisa mengampuni kematian Shidou.”

Mengatakan ini, Kotori mengangkat bahu.

“..., apa maksudnya...! Oh iya! Lebih penting lagi, kenapa aku masih hidup!?”

Shidou berteriak, dan Kotori menyeringai jelas-jelas seperti mengetahui sesuatu.

“Yah, mari kita bicarakan itu kemudian nanti. Sekarang ini ada hal lain yang perlu kau lakukan.”

Sambil memandang sosok Tohka, Kotori berkata.

“Hal lain—yang perlu kulakukan?”

“Ya. Kita tidak mau adanya korban Spirit.”

“..., tentu saja, bukan!?”

Shidou berteriak, dan Kotori menyipitkan mata seperti sedang menikmatinya.

“Oke, bagus sekali, Tuan Ksatria. —Pergilah. Untuk menghentikan sang putri.”

Kotori berpaling dari Shidou setelah mengatakan ini, lalu mengeraskan suaranya.

“Balikkan <Fraxinus>! Maju ke arah medan pertarungan! Bergerak sampai tingkat galat[2] dibawah 1 meter!”

”Dimengerti”

Beberapa anggota crew yang kelihatannya adalah juru kemudi merespon bersamaan.

Lalu, bersamaan dengan suara mendengung, <Fraxinus> bergoncang sedikit.

“Ko-Kotori!”

“Nn, ada apa Shidou?”

“Kau bilang hentikan Tohka—apa hal seperti itu mungkin!?”

“Apa yang kau bicarakan? Ini bukan masalah kemungkinan, ini masalah apakah kau akan melakukannya, Shidou.”

Kotori mengangkat alis, dengan wajah tertegun.

“A...aku!?’

“Tentu saja. Kapan lagi kau akan memantapkan pikiranmu. —Ini mustahil untuk siapapun kecuali Shidou.”

“Ba-bagaimana caranya aku...!”

Selagi keringat mengaliri wajahnya, Shidou bertanya, dan Kotori menarik Chupa Chups keluar dari mulutnya.

Dan kemudian, bersamaan dengan sebuah senyuman nakal tersungging di wajahnya,

“Kau tidak tahu? Hanya ada satu cara untuk menyelamatkan seorang putri yang terkena kutukan.”

Sambil mengatakan ini, bibir yang dikuncupkannya serta permennya bertemu dalam sebuah ciuman.


Bagian 5[edit]

Situasi tersebut adalah kemungkinan terburuk yang dapat terjadi.

Sepuluh anggota AST yang hadir semuanya telah ikut dalam pertarungan, namun jangankan melukai sang Spirit, mereka bahkan tidak dapat berharap untuk mendekatinya.

Tidak—bahkan sebelum itu, tidak ada satupun selain Origami yang dipedulikan sang Spirit.

Bagaimanapun juga, tidak ada singa yang berjalan sambil mempedulikan para semut.

“Uwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh—!!”

Sambil meneriakkan sebuah raungan bagaikan tangisan bercampur air mata, sang Spirit mengayunkan pedangnya yang besar sekali ke bawah.

“...”

Origami mengaktifkan thruster-nya, memutar tubuhnya dan melarikan diri ke langit, menghindari serangan tersebut.

Akan tetapi—gelombang udara yang ditimbulkan tekanan pedang itu menembus territory-nya dan menghantam tubuh Origami.

“Guh—”

Untuk sesaat saja, ia teledor.

“—AAAAAAAAAAAAAAHH!"

Sang Spirit meraung.

Lalu dengan segenap kekuatannya dia memutar bahunya dan pedang tersebut membelah angin, sekali lagi terayun ke arah Origami.

「—Origami!!」

Ryouko berteriak. Tapi—sudah terlambat.

Pedang sang Spirit menyentuh territory Origami.

—Sekejap itu.

“——”

Origami sadar kalau keputusan yang diambilnya sangat naif.

Ia sudah mencoba untuk mengira-ngira kekuatannya dari gelombang udara itu namun—ia salah. Kekuatan tersebut jelas-jelas berada di dunia yang berbeda.

Jangankan membandingkannya dengan diri sendiri, mencoba memikirkan strategi untuk menghadapinya saja sudah merupakan sebuah penghujatan; palu besi dari sang raja yang kejam.

Jika membicarakan waktu, itu berlangsung dalam 1.5 detik semata.

Territory-nya.

Yang seharusnya memiliki kemampuan absolut, kastil perlindungan Origami.

“———”

Tanpa bunyi apapun, tanpa suara apapun, dihancurkan.

Tubuh Origami terlontar dari langit ke permukaan tanah.

“Aa—”

「Origami!」

Suara Ryouko terasa sangat jauh.

Mungkin dikarenakan territory-nya sudah lenyap, beban di otaknya terasa terangkat, namun sebagai gantinya seluruh tubuhnya terasa sakit luar biasa. Tidak hanya satu-dua tulangnya yang patah. Darah membasahi wiring suit dari luka-luka yang tidak ia ketahui letaknya, menimbulkan perasaan tidak nyaman. Kepalanya yang tiba-tiba terasa berat, bagaikan mengingat kembali apa itu gravitasi, bergerak meski hanya sedikit.

Di penglihatannya yang kabur, sosok sang Spirit yang berdiri di langit adalah satu-satunya hal yang dapat ia lihat dengan jelas. Memegang pedang dengan ekspresi teramat sedih, sosok mungil sang gadis.

“——Usai sudah.”

Sang Spirit mengangkat pedang itu, dan terdiam.

Mengelilingi Spirit itu, muncul partikel cahaya yang tak terhitung jumlahnya, semuanya memancarkan sinar hitam, dan berkumpul di mata pedang tersebut seperti tersedot ke arahnya.

Meski tanpa penjelasan apapun, ia mengerti.

Bahwa di balik satu serangan ini adalah kekuatan penuh sang Spirit.

Kalau ia menerima ini dalam kondisinya sekarang, tanpa territory-nya, maka tak diragukan lagi ia akan mati. Ia harus melarikan diri entah bagaimana caranya.

Namun, tubuhnya terasa berat dan sakit, ia bahkan tidak dapat mencoba menggerakannya.

Ryouko dan semua anggota AST lainnya sudah tidak bisa bertarung lagi. Tidak ada lagi keberadaan apapun yang dapat menghentikan sang Spirit.

Ia menanti pedang tersebut sampai memancarkan sinar kelam.

Sang Spirit menaruh kekuatan pada tangan yang memegang pedang itu.

Lalu—pada saat itulah.


"TooohkaaaaaaaaaaAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaa—!!"

Dari angkasa.

Bahkan lebih tinggi dari sang Spirit.

Teriakan seperti itu terdengar.

“Eh—”

Meskipun hidupnya sedang terancam, Origami masih menyuarakan suara terkejut itu.

Karena bagaimanapun juga, teriakan tersebut adalah milik lelaki yang baru Origami tembak beberapa waktu lalu.



“Sang putri sedang melayang rupanya... kalau begitu Shidou, ayo turun di sini. Parasut? Kau tidak memerlukan itu. Kita tidak terlalu tinggi, lagipula, ketika kau mendekatinya, kami akan menahanmu di udara. —Ahh, nng, jangan khawatir, jangan khawatir. Yah cuma terbatas di bawah <Fraxinus> sih. ...Eh? Kalau kau melenceng dari lintasan? Mmm... yah, akan ada sebuah bunga cantik yang mekar di tanah nanti, berwarna merah terang tentunya.”

Setelah memberitahu Shidou ‘cara untuk menghentikan Tohka’, Kotori melihat sekilas monitor sambil mengatakan itu. Lalu ia tertawa kecil.

“T-tunggu! Ini saja sudah cukup sulit, lalu kenapa...!”

“Yah kau tahu, jika tingkat kesuksesannya kurang lebih sama, maka sudah jelas kan kalau cara yang lebih menyenangkan adalah yang lebih baik.”

“Hanya kau yang akan menikmatinyaaa!”

“Menyebalkan sekali. Bawa dia.”

“Siap!”

Kotori berkata, dan entah dari mana dua orang berotot muncul, dan menahan kedua tangan Shidou.

Dengan begitu, Shidou ditarik ke luar.

“Ahh, kurang ajar, ingat saja kau Kotoriii!”

“Iya-iya. Aku akan mengingatnya kok, jadi semoga perjalananmu menyenangkan.”

Mendengar suara itu, Shidou diseret ke geladak yang ditempatkan di bagian bawah lambung pesawat,

“Semoga berhasil”

dan tanpa diberi waktu untuk komplain, dilempar ke udara.

“Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh—!?”

Udara tajam menghantam seragam sekolah yang menyelimuti tubuhnya begitu juga dengan wajahnya.

Merasakan sensasi gravitasi nol yang tak berujung Ia tidak lagi takut akan hal-hal semacam roller coaster.

Lalu—sambil ketakutan luar biasa sampai-sampai kesadarannya seolah akan melayang, Shidou melihat sebuah bayangan tunggal.

“—!”

Sambil melebarkan kaki-tangannya untuk menstabilkan diri, ia memfokuskan pandangannya yang kabur pada gadis tersebut.

Dan kemudian.

"TooohkaaaaaaaaaaAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaa—!!"

Dengan segenap kekuatan yang dapat dikumpulkannya, ia meneriakkan nama itu.

Tidak sampai sedenyut kemudian, gaya gravitasi yang menarik tubuhnya mencair menjadi perasaan tanpa bobot.

Mungkin dukungan dari <Ratatoskr>. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa ia masih terjun kebawah, tapi kalau begini—

“——”

Tohka sepertinya sudah menyadari suara Shidou; tanpa mengayunkan pedang raksasa itu, ia menghadap ke atas.

Pipi dan ujung hidungnya merah terang, dan matanya-pun basah. Benar-benar penampilan yang sangat menggelikan.

Matanya lalu bertemu dengan Tohka.

“Shi-dou...?”

Sepertinya belum paham akan situasi ini, Tohka berbisik.

Seiring berkurangnya kecepatan jatuhnya, Shidou menaruh tangan di kedua bahu Tohka. Dengan bantuan Tohka yang berdiri di udara, ia akhirnya berhenti.

“Y-Yo... Tohka.”

“Shido... ini, benar-benar, kau...?”

“Aah... yeah, begitulah.”

Shidou berkata, dan bibir Tohka gemetar.

“Shido, Shido, Shido...!”

“Mmm, ap—”

Saat ia mulai menjawab, di ujung pandangan Shidou terbersit cahaya menyilaukan.

Pedang yang diberhentikan Tohka di udara memancarkan sinar hitam murni yang mengubah daerah sekitarnya menjadi kegelapan.

“A—apa-apaan ini...”

“...! Ah tidak...! Kekuatannya—”

Di saat bersamaan Tohka mengernyitkan alis, cahaya memancar keluar dari mata pedang bagaikan petir, menghujam bumi.

“To-Tohka, apa yang—”

“Aku tidak bisa lagi mengendalikan [HalvanhelevPedang Terakhir]...! Kita harus melepaskannya ke suatu tempat...!”

“Di mana maksudmu ‘suatu tempat’!?”

“——”

Tanpa mengatakan apapun, Tohka memandang ke arah tanah.

Mengikuti pandangannya, ia melihat Origami terbaring di sana, terlihat seakan dapat tewas kapanpun juga.

“...! Tohka, kau...! J-jangan lepaskan ke sana!”

“L-lalu beritahu aku apa yang harus kulakukan! Ini sudah mencapai kondisi kritis!”

Tanpa mengatakan itu sekalipun, pedang yang dipegang Tohka sekarang meluncurkan pancaran-pancaran petir hitam ke sekitarnya. Bagaikan tembakan senapan mesin, rentetan petir itu mencakar bumi.

Lalu, di saat itulah, Shidou teringat akan kata-kata Kotori.

“... Tohka. E-erm, tenang dan dengarkan aku.”

“Kenapa! Sekarang bukan saatnya—”

“Mengenai itu! Sepertinya... ada kemungkinan... untuk mengatasinya!”

“Apa yang kau bilang!? Apa yang harus kulakukan!?”

“A-aahh. Ehm—”

Namun, Shidou tidak bisa langsung mengucapkannya dari mulutnya.

Karena bagaimanapun juga, metode yang diberitahukan Kotori kepadanya terlalu tidak bisa dimengerti dan tidak logis dan tidak sesuai konteks—

“Cepat!”

“...!”

Shidou memantapkan diri dan membuka mulutnya.

“I-itu, ehm...! Tohka! C-cium, aku...!”

“—Apa!?”

Tohka mengernyit.

Tapi itu sudah sewajarnya. Dalam situasi mendesak ini, ia mengatakan hal seperti itu. Tidak heran kalau dia menganggapnya lelucon yang bodoh.

“Ma-maaf, lupakan saja. Coba kita pikirkan cara—”

“Apa itu cium!?”

“Ha...?”

“Cepat beritahu aku!”

“... ci-ciuman itu err, ketika dua bibir bertemu—”

Di tengah kata-kata Shidou.

—Tanpa keraguan sedikitpun, Tohka mendorong bibir merah mudanya ke bibir Shidou.

“———!?”

Matanya terbelalak sampai batasnya, sambil menyuarakan sebuah bunyi tidak jelas.

Bibir Tohka, sedemikian halus dan lembabnya, pula memancarkan bau manis sampai-sampai rasa sentuhan itu menyebabkan seluruh isi otaknya mengumandangkan surga dan neraka. Bohong ternyata kalau ciuman itu rasa lemon. Ciuman Tohka berasa seperti parfait yang dinikmatinya pada makan siang tadi.

Sesaat kemudian.

—Terbentuk retakan-retakan pada pedang Tohka yang menjulang ke angkasa, yang kemudian remuk, membaur dengan udara.

Mengikuti hal tersebut, lapisan cahaya yang membentuk bagian dalam gaun yang membungkus tubuh Tohka begitu juga dengan roknya menghilang, menyerupai ledakan.

“Ap—”

Tohka berteriak kebingungan.

“...!?”

Tapi lebih terkejut lagi Shidou.

Bukan karena menghilangnya pedang dan pakaian Tohka. Itu sudah ia dengar sebelumnya dari Kotori, meskipun ia setengah meragukannya.

Melainkan, karena Tohka berbicara saat mereka masih berciuman, jadi bibir yang masih bersentuhan bergetar, membuatnya kalut dalam kekacauan yang tidak lagi dapat diungkapkan dengan perbendaharaan kata Shidou.

—Tubuh Tohka melemas, terjatuh ke tanah.

Dalam kesadaran Shidou yang menipis, meski sedikit ragu-ragu, ia memeluk Tohka sebelum tubuhnya jatuh. Meski dengan lemah dan malu-malu.

Dengan kepala di bawah, bibir dan tubuh menyatu, keduanya turun.

AstralDress Tohka berubah menjadi partikel cahaya, meninggalkan jejak.

Bisa dibilang ini mirip dengan sebuah adegan dalam cerita fantasi.

Namun, Shidou tidak sadar dengan hal tersebut.

Perlahan jatuh sambil menyangga Tohka—dengan tubuhnya di bawah, mereka mendarat di tanah.

Mereka tetap menyatu satu sama lain seperti itu untuk sementara waktu,

“Fwaah...!”

Untuk mengambil nafas, bibir Tohka lepas darinya, dan dia mengangkat tubuhnya.

“Ma..., ma-ma-ma-ma-ma-ma-maaf Tohka! Aku diberitahu kalau cuma ini jalan satu-satunya...!”

Shidou segera melompat ketika Tohka bangkit dari atas badannya, melompat ke belakang dan di saat bersamaan meringkuk, berakhir dengan posisi dogeza[3].

Yah, tepatnya Tohka-lah yang memberikan ciuman itu, tapi entah kenapa ia merasa bukan itu masalahnya.

Tapi, setelah beberapa detik berlalu, dia tidak menginjak kepala Shidou ataupun memakinya.

“...?”

Merasa ada yang aneh, ia mengangkat kepala.

Tohka duduk begitu saja dengan tatapan misterius di wajahnya, sambil menyentuh bibir dengan jarinya.

Tapi, daripada itu—

“Fwaah...!?”

Wajah Shidou menyala merah terang seolah hampir mimisan, lalu ia membatu.

AstralDress yang dikenakannya hancur menjadi potongan dan serpihan, meninggalkan Tohka dalam keadaan setengah telanjang yang bisa membuat malu orang yang melihatnya.

“—!”

Reaksi Shidou sepertinya membuat Tohka menyadari ini. Dia buru-buru menutupi dadanya.

“T-t-t-tidak Tohka, aku cuma—”

“J-jangan lihat, bodoh...!!”

Meskipun tidak tahu apa makna dari ciuman, sepertinya dia punya rasa malu yang normal. Sambil tersipu, Tohka membelalak.

“Ma-maaf...!”

Dengan gugup, Shidou menutup mata.

“Begitu saja tidak cukup! Kau mengintip, ya kan!?”

“Ka-kalau begitu apa yang harus kulakukan...!”

Shidou berkata, dan setelah beberapa saat, seluruh tubuhnya sekali lagi terasa hangat.

DAL v01 299.jpg

“Eh—”

Tanpa sengaja, matanya yang terpejam kemudian terbuka.

Di hadapan matanya adalah rambut hitam murni Tohka, serta bahu telanjangnya.. Intinya—tubuh mereka menyatu dalam pelukan.

“... sekarang, kau tidak bisa melihat.”

“A-aahh...”

Benar-benar tidak apa-apa? Selagi memikirkan itu, dan tanpa bisa menggerakan tubuhnya, ia diam begitu saja.

Setelah beberapa lama.

“... Shido.”

Tohka samar-samar bersuara.

“Ada apa?”

“Kau mau... mengajakku nge-date lagi...?”

“Baiklah. Kalau untuk itu, aku akan mengajakmu kapanpun.”

Shidou mengiyakan dengan sepenuh hati.


Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. 神威霊装, kamui reisou.
  2. Galat atau kesalahan (error) adalah selisih antara nilai sejati (sebenarnya) dengan nilai hampirannya (yang mendekati), dengan kata lain <Fraxinus> dikemudikan mendekati koordinat target (Tohka) dengan tingkat kesalahan kurang dari 1 meter.
  3. Dogeza - posisi berlutut di tanah, lalu membungkuk dalam-dalam sampai dahi menyentuh tanah, biasa dilakukan sebagai tanda permohonan maaf sebesar-besarnya