Date A Live (Indonesia):Jilid 1 Epilog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Epilog - Kehidupan Bersama Spirit[1]

Bagian 1

"—Sekian."

Bertempat di ruangan komunikasi khusus <Fraxinus> yang hanya boleh dimasuki oleh Komandan Kotori.

Menghadap meja bundar yang terletak di tengah ruangan redup tersebut, Kotori menyelesaikan laporannya.

Laporan tersebut menyinggung penangkapan sang Spirit.

Mengelilingi meja bundar tersebut, termasuk Kotori, hawa keberadaan lima orang dapat terasa.

Namun—pada kenyataannya, satu-satunya yang ada di <Fraxinus> hanyalah Kotori. Anggota lainnya menghadiri pertemuan itu melalui speaker yang ditempatkan di meja bundar tersebut.

「...jadi kekuatan anak itu bukan main-main, rupanya.」

Berbicara dengan suara yang sedikit teredam yakni sang boneka berbentuk kucing buruk rupa yang duduk di samping kanan Kotori.

Yah, suara itu sebenarnya datang dari speaker yang berada tepat di depan boneka itu, namun dari sudut pandang Kotori terlihat seolah kucing jelek itulah yang sedang berbicara.

Karena yang lainnya tidak mendapat rekaman video langsung dirinya, Kotori mengatur ruangan ini sesuka hatinya.

Jadinya, ruangan paling dalam dari <Fraxinus> ini telah menjadi ruangan yang anehnya menyerupai dunia khayalan.. Hampir seperti Mad Tea Party dari cerita Alice in Wonderland.

“Karena itu sudah saya bilang, kalau Shidou orangnya semua akan berjalan lancar.”

Kotori dengan bangga melipat tangan, dan kali ini sang tikus dengan wajah menangis di sebelah kirinya berbicara dengan pelan.

「—kalau hanya berdasarkan pernyataanmu saja, masih belum ada cukup kredibilitas. Lagipula, kamu tidak bisa berharap kami akan percaya begitu saja mengenai kekuatan membangkitkan diri... ataupun kemampuan menyerap kekuatan para Spirit.」

Kotori mengangkat bahu.

Yah, tak ada yang bisa ia lakukan mengenai itu.

Menjalankan berbagai observasi dan alat-alat analisis untuk memastikan kemampuan Shidou sudah memakan waktu sekitar lima tahun.

Dan meskipun begitu, pada waktu itu <Fraxinus> sedang dibangun dan para crew sedang dikumpulkan. Jika berbicara mengenai penempatan waktu, semua itu terjadi dengan timing yang sempurna.

「Bagaimana dengan kondisi Spirit itu?」

Kali ini suara tersebut datang dari samping si kucing jelek, dari anjing biru yang terlihat sangat bodoh dengan air liur yang menggantung di mukanya.

“Kami sudah mengawasi kondisinya sejak dijemput <Fraxinus>—dan kondisinya sangat stabil. Bahkan satu retakan sekalipun tidak terdeteksi di ruang-waktu. Seberapa besar pastinya kekuatan yang tersisa masih perlu kami analisa lebih lanjut, namun paling tidak, sudah tidak lagi pada tingkat di mana ‘kehadirannya saja akan menghancurkan dunia’.”

Kotori berkata, dan dari keempat boneka-boneka itu, tiga di antaranya menahan nafas mereka bersamaan.

「Jadi, setidaknya dalam kondisi sekarang ini, Spirit itu dapat berada di dunia ini tanpa ada masalah?」

Dengan suara yang terdengar jelas penuh semangat, si kucing jelek berbicara. Kotori menatapnya dengan pandangan jijik sambil dengan kalem menjawab ‘ya’.

「Tambah lagi, akan sulit baginya untuk Lostmenghilang ke dimensi lain menggunakan kekuatannya sendiri.」

「—Lalu, bagaimana dengan kondisi anak itu? Dia sudah menyerap segitu banyak kekuatan Spirit. Apa terjadi hal-hal yang tidak biasa?」

Kali ini, si tikus menangis bertanya.

“Untuk saat ini belum ada keabnormalan yang terdeteksi. Baik pada diri Shidou maupun pada dunia ini.”

「Bagaimana mungkin? Dia itu malapetaka yang akan menghancurkan dunia! Menyegel kekuatan itu di dalam diri seorang manusia, tanpa ada keabnormalan yang terjadi...」

Si anjing bodoh berkata.

“Bukankah kami mendapat ijin untuk menggunakan dia justru karena sudah dipastikan kalau tidak akan ada masalah yang timbul?”

「...apa sebenarnya dia itu? Dengan kemampuan seperti itu... seperti seorang Spirit saja.」

Bukan cuma muka boneka itu saja, tapi dia sendiri memang seorang idiot rupanya. Kotori mengeluh dalam hati dan dengan penuh tanggung jawab membuka mulutnya.

“—Kemampuannya untuk bangkit kembali sudah saya jelaskan sebelumnya. Mengenai kemampuan menyerapnya, kami sekarang ini sedang menyelidikinya.”

Kotori berkata, dan untuk beberapa lama para boneka terdiam.

Lalu beberapa detik kemudian, boneka hewan yang belum berbicara sampai sekarang, seekor tupai yang memeluk biji kenari, dengan pelan berkata.

「—Bagaimanapun juga, kerja yang bagus, Komandan Itsuka. Anda sudah memperoleh hasil yang sangat baik. Saya menantikan hal-hal hebat dari anda di masa depan.」

“Siap.”

Untuk pertama kalinya, Kotori menegakkan posturnya, dan menaruh tangan di depan dada.


Bagian 2

“... fwaaah.”

Semenjak insiden itu, Sabtu dan Minggu berlalu, sekarang hari Senin.

Dalam gedung sekolah yang selesai dibangun kembali oleh para Pasukan Restorasi, sejumlah besar murid sudah berkumpul.

Di antara mereka, Shidou melamun sambil mengeluh, dan memandang langit-langit kelas.

—Hari itu.

Shidou langsung pingsan setelah apa yang terjadi, dan setelah ia membuka matanya, ia mendapati dirinya sedang berbaring di klinik <Fraxinus>.

Lalu, ia menjalani pemeriksaan medis berkala di fasilitas tersebut—namun semenjak tak sadarkan diri waktu itu, ia belum melihat Tohka sama sekali. Bahkan ketika ia meminta untuk berbicara dengan Tohka, satu-satunya jawaban yang ia dapat adalah Tohka sedang menjalani pemeriksaan, jadi sampai pada akhirnya pun ia tidak dapat melihatnya sekalipun.

“... aah.”

Seolah-olah sepuluh hari merepotkan yang berlalu semenjak bertemu Tohka adalah mimpi, hari-hari biasa yang sederhana ini—jujur saja, terasa sangat kosong dan tak bernyawa.

Tapi... ada satu hal, satu hal yang terbersit di pikiran Shidou melebihi semua itu.

Hari itu. Shidou jelas-jelas berciuman dengan Tohka.

Saat itu, AstralDress yang dipakai Tohka telah melebur dan menghilang—dan di saat bersamaan, ia merasa seperti ada sesuatu yang hangat yang mengalir ke dalam tubuhnya.

—Perasaan apa itu sebenarnya?

“...”

Dalam diam, ia menyentuh bibirnya.

Tiga hari sudah berlalu, akan tetapi ia merasa sensasi itu masih tinggal. Shidou sedikit tersipu.

“... benar-benar menjijikan. Apa yang kau lakukan Itsuka?”

“! T-Tonomachi. Kalau kau ada di situ setidaknya biarkan kehadiranmu terasa.”

Tiba-tiba diajak bicara, kepala Shidou kembali ke posisi semula.

“... udah kok, dalam jumlah sewajarnya. Kenyataannya aku bahkan memanggilmu. Kalau kau membiarkanku kesepian aku bisa mati, tahu.”

Sambil mengatakan ini, dia mengangkangi bangku kosong di depan dan menaruh sikunya di meja Shidou.

“Tidak, aku tidak sadar. Ngomong-ngomong, sana kembali ke bangkumu. Sebentar lagi homeroom akan dimulai.”

“Tidak apa-apa. Tama-chan juga akan sedikit telat juga.”

“Ya ampun... dia masih guru kita. Kau harus berhenti menyebut panggilan yang kedengaran seperti nama kucing atau mungkin anjing laut itu.”

“Haha, tapi lucu sih, jadi gak apa-apa kan? Meskipun usia kita jauh, tapi dia masih ada dalam strike zone-ku.”

“Aah... cobalah melamarnya. Dia mungkin akan menerimamu.”

“Huh? Apa maksudmu?”

Lalu, saat itu juga pintu ruangan kelas tergeser-buka dengan suara berderak, dan bahu Shidou sedikit gemetar.

—Seketika itu juga, seisi ruangan kelas menjadi riuh.

Tapi itu wajar saja. Bagaimanapun juga, Tobiichi Origami datang ke sekolah terbalut perban di mana-mana.

“...!”

Ia mau tak mau menahan nafas.

Jika menggunakan Realizer, sebagian besar cedera dapat dipulihkan dengan segera. Tapi setelah tiga hari penuh dan masih tersisa sedemikian banyak perban, cederanya pasti cukup parah juga.

“......”

Diiringi tatapan-tatapan dari seisi kelas yang tertuju pada Origami, dia berjalan menuju arah Shidou dengan langkah-langkah tak beraturan sampai tiba tepat di depannya.

“H-hey, Tobiichi, syukurlah kau bai—”

Ia mulai berbicara dengan canggung, akan tetapi tiba-tiba Origami menghilang dari pandangan Shidou.

Sesaat kemudian, Shidou sadar kalau Origami sedang membungkuk dalam-dalam.

“T-Tobiichi...!?”

Seisi kelaspun ribut, semua mata tertuju pada Shidou dan Origami.

Namun, seolah tidak peduli dengan semua itu, Origami melanjutkan.

“—Maaf. Meskipun itu bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan hanya dengan sebuah permintaan maaf.”

Dari yang ia dengar sebelumnya—serangan yang ditujukan pada Tohka ditembakkan oleh Origami. Dia mungkin meminta maaf untuk hal tersebut.

“Ap... Itsuka, apa yang kau lakukan pada Tobiichi...?”

“Aku nggak ngapa-ngapain. Lagipula kalaupun iya, bukannya aku yang harusnya minta maaf!?”

Shidou menjawab Tonomachi yang melemparkan pandangan curiga.

Iya ataupun tidak, mustahil untuk menjelaskan situasinya secara detil. Shidou menghadap Origami lagi.

“A-aku memaafkanmu, karena itu angkat kepalamu...”

Shidou berkata, tanpa diduga Origami dengan patuh menegakkan diri.

“Tapi—”

Lalu, momen berikutnya, dia menggenggam ujung dasi Shidou.

“—!?”

Ekspresi dinginnya tidak berubah sedikitpun, Origami mendekatkan wajahnya.

“Jangan selingkuh.”

“......Huh?”

Mulai dari Shidou, semua mata yang menontoni tindakan Origami berubah menjadi titik-titik[2]

Seakan menyamai timing tersebut, bel yang menandakan mulainya homeroom-pun berbunyi.

Sambil memberi tatapan sekilas pada Origami dan Shidou dengan rasa tertarik, para murid kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

Namun, Origami sendiri tinggal, menatap dengan seksama wajah Shidou.

Lalu, sang dewi penyelamat pun tiba.

“Selamat pagiii, semuanyaaa. Homeroom dimulai.”

Setelah membuka pintu, ibu guru Tama-chan melangkah masuk ke ruangan kelas.

“...? T-Tobiichi-san, kamu sedang apa?”

“......”

Origami dalam diam melihat Tamae sekilas, kemudian melepaskan tangan dari dasi Shidou dan kembali ke tempat duduknya.

Tapi tetap saja, tempat duduknya tepat di samping Shidou. Shidou tidak dapat membuang nafas lega.

“O-oke, apa semuanya sudah duduk?”

Merasakan kegelisahan dalam ruang kelas, Tamae berkata dengan suara yang riang berlebihan.

Lalu, dia menepuk tangannya seperti baru mengingat sesuatu, dan mengangguk pada diri sendiri.

“Oh iya, sebelum kita mengambil absensi hari ini, saya punya kejutan! —Ayo masuk!”

Setelah mengatakan ini, dia memanggil ke arah pintu yang baru saja dimasuki dirinya sendiri.

“Mm.”

Lalu—menjawabnya, suara seperti itu terdengar.

“Ap...”

“—”

Pada saat bersamaan rahang Shidou dan Origami menganga.

“—Mulai hari ini aku pindah ke kelas ini, namaku Yatogami Tohka. Salam kenal, mohon bantuannya.”

Memakai seragam sekolah, Tohka masuk dengan senyum raksasa di wajahnya.

Menghadapi si cantik yang dapat membuat orang sakit mata hanya dengan melihatnya saja, seisi kelaspun kembali ramai.

Tanpa menghiraukan pandangan-pandangan yang tertuju padanya, Tohka mengambil sebatang kapur, dan dengan tulisan tangan seadanya menulis “Tohka” di papan tulis. Dia lalu mengangguk pada dirinya sendiri seakan terlihat puas.

“Ke... kau, kenapa kau...”

“Nu?”

Tohka berputar menghadapi sumber suara tersebut. Dirinya melepaskan kemilau yang aneh, sebuah cahaya bagaikan ilusi.

“Ooh, Shido! Aku merindukanmu!”

Dia lalu memanggil nama Shidou dengan suara kencang, dan berjingkrak ke samping bangku Shidou—tepat di mana Origami berdiri beberapa saat yang lalu.

Sekali lagi, Shidou menjadi pusat perhatian kelas.

Kasak-kusuk. Dari sekitarnya, terdengar teori-teori mengenai hubungan di antara mereka berdua termasuk hubungan antara hal ini dengan apa yang terjadi dengan Origami sebelumnya.

Peluh menetes di dahi Shidou ketika ia berkata dengan suara kecil yang tak dapat didengar murid lainnya.

“T-Tohka...? Kenapa kau ada di sini?”

“Nn, pemeriksaan dan sebagainya sudah selesai. —Ternyata lebih dari 99% kekuatanku sudah menghilang.”

Mengikuti Shidou, Tohka berkata dengan suara kecil.

“Yah—berakhir dengan baik untukku. Aku tidak lagi menyebabkan dunia ini menangis hanya dengan kehadiranku semata. Lalu, yah, adikmu sudah banyak melakukan ini-itu.”

“D-dan nama keluargamu...?”

“Siapa namanya, wanita mengantuk itu yang memberiku nama itu.”

“Ya ampun...”

Shidou menggaruk kepalanya dan menyandarkannya ke atas meja.

Ia lega karena Tohka diperbolehkan untuk bebas, tapi seharusnya ada cara-cara lain selain begini.

Tapi, dengan wajah polosnya,

“Ada apa, Shido. Kau terlihat lesu. —Ahh, mungkinkah, kau kesepian saat aku tidak ada?”

Dia mengucapkan hal semacam itu dengan sangat serius.

Tambah lagi, dengan volume yang cukup keras bagi orang-orang di sekitar untuk mendengarnya.

Keributan di ruang kelas mencapai klimaksnya.

Tidak pernah ia merasa setidak-nyaman ini seumur hidupnya, Shidou entah bagaimana berhasil mengeluarkan suara.

“Apa... jangan mengatakan hal aneh seperti itu.”

“Hmpf, dinginnya. Padahal kau mengejar-ngejarku gila-gilaan dulu.”

Sambil mengatakan ini, dia menaruh tangan di kedua pipinya, dan memasang tampang malu.

”—!?”

Ia tahu atmosfirnya sudah berubah. Bahkan ada orang-orang yang bertukar pesan dari balik bayang-bayang meja mereka. Kalau sudah seperti ini, tidak akan lama sampai seluruh sekolah mengenal nama Shidou.

Shidou mencoba lagi dengan suara yang lebih keras.

“J-jangan, Tohka! B-bicara seperti itu bisa membuat semua orang salah mengerti!”

“Nu? Kau bilang itu salah pengertian? Padahal itu pengalaman pertamaku...”

”——,......!?”

Critical hit. Sepertinya, Kotori dan Reine sudah mengajarinya pengetahuan yang tidak-tidak.

Mengabaikan perintah sang ibu guru, seluruh kelas mengamuk.

Lalu, tiba-tiba—wajah Tohka bergerak ke kanan, mendekati Shidou.

“Eh...?”

Di hadapan mata Shidou yang membatu, sepertinya sebuah pena melintas secara horizontal di udara dengan kecepatan yang mencengangkan.

“Uwah!?”

Terkaget, ia mencari sumbernya. Di sana, masih dengan postur seperti baru melempar sebuah pena, adalah Origami dengan tatapan dinginnya.

“... Nu?”

“...”

Tohka dan Origami. Pandangan keduanya bertemu.

“Nu, bagaimana bisa kau ada di sini?”

“Itu kata-kata saya.”

Situasi itu menjadi kritis dalam sekejap.

—Namun, keduanya tidak terlihat seperti ingin bertarung di sini.

Tapi sudah sewajarnya. Yang satu telah kehilangan hampir seluruh kekuatannya, dan yang satu lagi, sedang cedera serta tanpa perlengkapan.

“O-oke! Berhenti! Ayo akhiri di sini! Oke! Jangan bertengkar!”

Ibu guru Okamine buru-buru memotong pembicaraan di antara mereka berdua, dan sepertinya berhasil menjinakkan situasi itu.

Namun.

“Sekarang, tempat duduk Yatogami-san—”

Sang guru mulai mencari-cari untuk tempat duduk Tohka, namun

“Tidak perlu. —Minggir.”

Tohka melontarkan pandangan tajam pada murid di samping Shidou—di sisi berlawanan dari Origami.

“Hi-hiiii!"

Menghadapi tekanan tersebut, siswi itu terjatuh dari tempat duduknya.

“Nn, maaf.”

Setelah mengatakan itu, Tohka duduk tenang, dan melihat ke arah Shidou.

Tapi meskipun melakukan itu, pandangannya tidak bertemu dengan Shidou melainkan dengan Origami.

“...”

“...”

Keduanya dalam diam saling mendelik satu sama lain.

Shidou sangat senang karena Tohka dapat melanjutkan kehidupan di dunia ini. Ia juga bersyukur pada Kotori dan crew-nya yang sudah berbuat banyak.

Juga, ia sejujurnya merasa lega karena Origami berhasil bertahan hidup.

Tak salah lagi, inilah yang dapat disebut dengan penyelesaian terbaik.

Tapi, ini...

“Uuuuuuugh...”

Dihujani tatapan-tatapan aneh dari kedua sisi, Shidou memegangi kepalanya.


Catatan Penerjemah dan Referensi

  1. 精霊のいる風景
  2. Merujuk pada emoticon seperti ‘poker face’