Ero Manga Sensei (Bahasa Indonesia):Volume 3 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Thumb

Bab 4[edit]

Saat perjalanan berakhir, aku kembali ke rumah dengan segenggaman oleh-oleh.

Kami berpisah di bandara. Sudah jelas kalau untuk Muramasa-senpai dan Shidou-kun, tapi kenapa aku tidak kembali dengan Elf? Itu karena dia pergi ke rumah keluarganya bersama Chris-aniki. Aku dengar kalau Chris-aniki pulang belakangan karena sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan juga. Yah, lagipula Elf tidak pergi ke sekolah, jadi libur musim panas benar-benar tidak ada berarti apapun baginya.

‘’’─ Jika aku pulang denganmu, kau pasti akan memaksaku untuk bekerja di pesawat!!’’’

Dia menangis ketika orang-orang menyeretnya ke dalam pesawat internasional.

Tentu saja, sama sekali tidak ada hubungannya denganku.

“Uooooooooooooooooooooooooo............! Aku harus cepat pulang!”

Kenapa aku lari? Di samping ingin segera melihat adikku – ada alasan lain lagi. Pagi ini, Sagiri mengirimiku e-mail:

‘’’─- Nii-san, hari ini....jam berapa kamu pulang?’’’

“Oh! E-mail yang manis!”

Mungkinkah dia mengirim e-mail itu karena ingin segera bertemu denganku?

Aku ragu jika itu alasannya, tapi tolong mengertilah bahwa hanya kemungkinan saja sudah cukup membuatku sangat bahagia. Dengan jantungku yang bergejolak seperti seorang perawan, aku langsung cepat-cepat pulang setelah turun dari kereta.

Karena aku buru-buru, aku langsung sampai dirumah.


Di pintu masuk, aku melirik ke lantai dua ─

Dengan memakai topeng anime, Eromanga-sensei berdiri di jendela dari ‘’kamar terlarang’’ dan melihat padaku.

“...............................”

Pemandangan ini terlalu tidak nyata, jadi aku hanya berdiri ditempat, rahangku terbuka lebar.

Ketika beberapa pertanyaan muncul dikepalaku, gorden tertutup dan Eromanga-sensei menghilang.

“.........Apa itu?”

Pertama, Sagiri seharusnya tidak pernah membuka jendelanya.

Tapi dia melakukannya. Itu saja sudah aneh. Belum lagi dia memakai pakaian Eromanga-sensei. Ini malah makin mencurigakan. Cukup untuk menghapus kebahagianku.

“.....Lebih baik masuk saja dulu.”

Sia-sia saja diam di sini. Aku membuka pintu dan menaruh tasku. Lalu aku memanggil ke lantai dua.

“Aku pulang~!”

‘’’’’─ Selamat datang, Nii-san.’’’’’

Sayangnya, tidak ada orang yang mengatkan itu.

“.......................Yah, itu sudah kuduga.” Aku mengangkat bahuku.

Adikku tidak pernah bilang padaku “Selamat datang”. Sekalipun tidak. Kenyataan menyakitkan ini masih membara di pikiranku.

Tapi ─

‘’’’’─- Semoga beruntung dengan perjalananmu, Nii-san.’’’’’

Sebelum aku pergi, dia berharap aku dapat perjalanan yang menyenangkan......jadi aku berharap ketika aku kembali.....

“Aku telalu naif.”

Aku tertawa sendiri dan pergi ke kamarnya. Dengan hati-hati kuketuk pintu ‘’kamar terlarang’’.

“Sagiri. Aku pulang. Dan ini oleh-oleh ─“

Sebelum aku selesai, tiba-tiba pintu di depanku dengan perlahan terbuka.

“Wahwah.”

Untuk menghindari itu, aku dengan cepat mundur beberapa langkah ke belakang.

Dan akhirnya, pintu sepenuhnya terbuka. Eromanga-sensei muncul dengan jaket dan topeng yang kulihat tadi.

“...............”

Dia – Aura Eromanga-sensei menekanku begitu keras hingga membuat diriku tidak bisa mengatakan apapun.

Tanpa menggunakan headphonenya, Eromanga-sensei berkata dengan nada yang kurang baik:

“.....Kau....untuk apa kau kembali?”

“................................”

It....itu menyakitkan untuk didengar.....

Aku hampir menangis. Serius, aku benar-benar ingin menangis.

Eromanga-sensei dengan cepat mengipas-ngipaskan tangannya:

“Aku, aku tidak bermaksud seperti itu....ma, maksudku....”

Meskipun menggagap, dia menolakku untuk bicara:

“Kenapa kau kesini begitu cepat?! Itu maksudku!”

“Eh...”

Ah....jadi begitu....um....aku kembali lebih cepat dari yang diduganya.....jadi itu yang dia maksud.

“Kenapa....karena aku ingin segera melihat Sagiri....”

Aku menjawab sejujur-jujurnya. Eromanga-sensei....

“Kyah!”

Dia berjongkok, pundaknya gemetar.

“Hm? Hei?”

Karena dia memakai topengnya, aku tidak bisa melihat ekspresinya.

“Uh....ughh....bagaimana....mungkin.....”

Dia menggumamkan sesuatu.

“Eh? Kamu bilang apa? Maaf aku tidak bisa mendengarnya.”

Aku memposisikan telingaku ke arah Eromanga-sensei.

Lalu ─-

“!”

Seluruh tubuhnya bergetar dan dia menunjukan reaksi yang agak ekstrim dengan mendorongku:

“Jangan, jangan mendekatiku!”

“Ke....!”

Ugh! Ini adalah serangan paling menyakitkan yang pernah kuterima dalam hidupku! Bukan karena dia mendorongku, tapi karena adikku tercinta menolakku!

“.....Ap....ap.....apa aku melakukan sesuatu yang salah?”

“Kuhhhhh.....”

Eromanga-sensei berdiri keheran-heranan untuk beberapa detik, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Tidak....bukan seperti itu.”

“Begitu ya.”

Bagus kalau begitu.

“Terus ap─”

“Tapi, tapi jangan mendekatiku sekarang! Sekarang! Sekarang! Keluarlah dari rumah sekarang juga!”

“Eh, eh? Kenapa?”

Apa ada alasan untukku keluar rumah? Apa maksudnya “Bukan begitu”? atau “Kau mengganggu. Mungkin kau tidak membuatku naik pitam, tapi tolong jangan dekati aku”?

“....Ini, ini tidak ada hubungannya denganmu. Pokoknya, pergi dulu setidaknya untuk tiga puluh menit.”

Sepertinya aku tidak bisa berdebat dengannya lagi.

“.....Baiklah.”

Maka dari itu, aku dengan patuh mengikuti perintahnya.

* * * * *

Dengan ekspresi depresi, aku berjalan-jalan di sekitar sebelum kembali ke rumah.

“......Ughhhhh....”

Aku benar-benar tidak mengerti apa yang adikku pikirkan. Apa ini masalah yang sama dengan yang dihadapi setiap kakak?

Setidaknya dia tidak membenciku.....tapi aku masih penasaran tenatang alasan sebenarnya.....

Saat kembali, tiba-tiba aku menyadari sesuatu.

“....Eh?”

Ada uap yang keluar dari belakang rumahku. Dari kamar mandi, jika aku tidak salah.

Dengan pose mencurigakan, aku diam-diam melihat dari pintu masuk belakang. Ketika aku sampai di kamar mandi, aku menyadari lampu menyala, dan uap keluar dari celah kecil di jendela.

“......Sagiri mandi?”

Dia tidak akan keluar dari kamarnya jika ada siapapun di rumah selain dirinya. Jadi dia mengusirku keluar untuk mandi?

.....Kenapa dia harus mandi?

“....Dia seharusnya mengunci jendelanya. Cerobohnya.”

Untuk mencegah siapapun mengintip, aku memutuskan untuk berjaga di sini.

“...........................”

Tentu saja aku meyakinkan diri dulu kalau pemikiran “aku seharusnya mengintip juga” tidak akan terlintas dalam pikiranku. Aku bahkan tidak memikirkan tentang itu.

Kira-kira sepuluh menit berlalu– ketika aku memutuskan sudah cukup lama – “Kau bisa pulang sekarang” email dari Sagiri datang. Terima kasih teknologi modern.

“Baiklah baiklah.”

Dengan menggaruk beberapa tempat yang digigit oleh serangga, aku kembali ke rumah dan berjalan ke lantai dua, sekali lagi, mengetuk pintu ‘’kamar terlarang’’.

“Ini aku, Sagiri.”

Dengan *Kiiik~* pintu pun terbuka. Di depanku Sagiri dengan piyamanya.

“....Maaf, maaf membuatmu menunggu.”

“Um.....kamu baru selesai mandi, ya?”

Uap masih keluar dari tubuhnya.

‘’......Adikku baru selesai mandi, ya.’’

“Jangan, jangan menatapku.”

“Maaf. Tapi melihatmu membuatku tenang.”

Merasa mukaku jadi panas, aku dengan cepat mengalihkan mataku.

“Aku pulang, Sagiri.”

Aku mengulangi kata-kataku. Dia bilang “Um” dan mengangguk, sebelum melirik padaku seperti dia ingin mengatakan sesuatu.

“Um ─-“

Mungkin aku penasaran akan apa yang ingin dia katakan – dan mungkin aku seharusnya menanyakannya. Tapi suasana ini terlalu kurang nyaman, jadi aku mulai dengan:

“Kamu tidak menutup jendela waktu kamu mandi, ya? Itu tidak baik. Kamu seharusnya memeriksanya terlebih dahulu, bagaimana kalau ada─ ”

“..........................Kenapa kamu bisa tahu?”

“.......Eh?”

“Kenapa kamu bisa tahu aku tidak menutup jendela kamar mandi?”

Si, sial.....!

“Eh, ah.....itu.....ehe....”

“Itu?”

Dia memberiku tatapan yang meminta jawaban.

Sial.....! Kalau aku salah bicara sekarang, semua kemajuan hubungan yang aku bangun akan lenyap!

Dan bukankah hal seperti ini terjadi di light novel semasa ada perjalanan bersama dengan teman sekelas yang perempuan? Kenapa ini terjadi padaku saat di rumah?

Menggunakan rute meloloskan diriku, aku dengan cemas menjawab:

“Aku tidak berniat mengintipmu. Aku hanya melihat jendela tidak ditutup. Aku sama sekali tidak mempunyai niatan untuk melihat tubuh telanjangmu.”

“Aku, aku mengerti, berhenti bicara!”

Syukurlah tidak ada kesalahpahaman, tapi dia jelas masih marah.

“Maaf.....tapi kenapa....kamu memilih saat ini untuk mandi?”

“....Karena...aku sudah menggambar....untuk beberapa hari....jadi....”

“Jadi?”

“Jangan, jangan membuatku mengatakannya keras-keras! Wajar untuk setiap ilustrator! Sangat-sangat wajar! Bukan hanya aku seorang!”

“Maksudnya?”

“Lupakan! Jangan membicarakan itu lagi!”

Baiklah. Aku akan menghentikan topik pembicaraan ini.

Ayo coba pikirkan lagi. Pertama, dia sudah menggambar untuk beberapa hari. Lalu dia mengusir kakaknya (aku) pergi.

Berikutnya, dia mandi.

Untuk melakukan itu, dia tidak ragu mengunakan kalimat yang sangat ekstrim, “’’Jangan mendekatiku’’.”

Pertanyaannya – kenapa?

Petunjuk ─ berdasarkan yang Sagiri katakan, itu adalah hal yang biasa untuk seorang ilustrator.

Oh yah, lupakan saja. Bukan berarti aku bisa menyadarinya.

Sagiri batuk dan berkata:

“Pokoknya....aku sudah menggambar.”

“Maksudmu....ilustrasi untuk ‘‘Adik Perempuan Terimut di Dunia’’?”

“Ya. Selesai.”

Dia membusungkan dadanya dengan bangga.

Itu berarti ilustrasi yang dia bicarakan sebelum aku pergi jalan-jalan sudah selesai. Tapi tiba-tiba Sagiri menurunkan bahunya dengan depresi:

“.....Tapi aku masih belum bisa melakukannya....maaf.”

“Untuk apa kamu meminta maaf? Kamu sudah menyelesaikan gambarnya, bukan? Apa maksudmu kamu tidak bisa melakukannya?”

“Semua ilustrasi sudah selesai....tapi bukan itu yang kumaksud.....itu belum semuanya....”

“Apa maksudmu?”

Apa lagi yang perlu “diselesaikan”?

Ketika aku menanyakan itu pada diriku sendiri, Sagiri berkata “Mwumwumwu” untuk beberapa saat lalu akhirnya bergumam:

“.....Aku masih....belum bisa memberitahumu.”

“Begitukah? Baiklah kalau begitu.”

“Eh? Kamu benar-benar tidak akan bertanya?”

Sagiri bersuara dengan terkejut. Aku mengangguk:

“Aku tidak akan. Walaupun aku masih penasaran, sih.”

Tapi jika dia tidak ingin mengatakannya, aku tidak akan bertanya.

“Aku mengerti.....terima kasih.”

Dia mendesah.

“Oke, ini oleh-olehmu.”

“Ah....”

Matanya berbinar-binar, dia dengan senang bertanya:

“Apa stoking Elf-chan?”

“Bukan! Oleh-oleh dari pulau itu!”

“Eh ─?”

“Jangan melihatku seperti itu. Tidak ada toko oleh-oleh disana....susah untuk aku mendapatkan ini!”

Aku menggoyang-goyang ‘’paper bag’’-nya dan menyerahkan padanya. Sagiri memeluknya di dada:

“.....Masuklah. aku ingin memperlihatkan padamu..... ilustrasiku.”

* * * * *

Aku memasuki kamar terlarang dan duduk di depan adikku. Selalu seperti ini ketika dia membiarkanku masuk.

“Ini.....”

“Oke.....ini!”

Yang dia tunjukan padaku adalah.....

“Apa ini ‘’cover’’ untuk volume pertama?”

“Bukan hanya itu....ini....”

“Ada lagi?”

Mataku terbelalak. Dengan gerakan jarinya, dia memeperlihakanku banyak ilustrasi, baik yang berwarna maupun tidak berwarna.

“Oh! Wah! Bagus!”

Aku melompat kegirangan.

Ini melebihi banyaknya ilustrasi yang diperlukan untuk sebuah novel.

“Wah! Tapi kenapa ada sangat banyak ilustrasi? Dan semuanya sudah selesai juga....”

“Ini.....aku berlatih cara lain dalam bekerja.”

Dia gemetar. Biasanya, Eromanga-sensei akan menghubungi editorku (via e-mail) lalu mendiskusikan ilustrasi apa yang akan dibuat, berapa yang akan dibuat, membuat sketsa, lalu berbicara dengan penulis....

Hanya setelah itu dia akan menggambar dengan serius.

Selama proses ini, ada banyak ilustrasi yang ditolak.

Tapi kali ini, dia melewati tahap sketsa dan langsung menggambar hasil akhir. Dengan kata lain, meski beberapanya tidak bisa digunakan, sudah banyak yang selesai.

“Kupikir....Nii-san akan terkejut.”

“Tentu saja!”

Aku sudah penasaran akan seperti apa ilustrasi jadinya.

Aku tahu semuanya akan bagus! Tapi aku tidak pernah mengira akan sebegitu bagusnya! Itu sangat-sangat mengejutkan!

“Ehehe.....sukses. Aku ingin melihat ekspresi itu di wajahmu.”

Sagiri terkikih-kikih. Dia sangat manis aku bahkan tidak berani melihat padanya secara langsung.

“Sebenarnya, meskipun aku menggambar banyak, masih belum kepikiran yang mana yang perlu dan yang mana yang tidak.”

“Begitukah? Oh, ya, ada sekitar dua puluh ilustrasi, kita tidak bisa menggunakan semuanya – sia-sia saja!”

“.....Aku masih harus bertanya pada editormu dan Izumi-sensei....dan membuat perubahan.....terus berbicara pada supervisor....”

“Tunggu sebentar! Itu akan memerlukan banyak waktu! Tidak mungkin aku tidak akan menggunakan yang waktu adegan heroine wanita utama muncul! Aku ingin menggunakan yang satu ini juga....oh bagaimana bisa aku memilih yang mana yang harus dibuang! Semuanya sangat bagus! Apa yang harus kulakukan?!”

Aku harus melakukan diskusi panjang dengan editorku nanti.

Hanya saja pada waktu semangatku memuncak─

“Baiklah, sekarang giliranmu.”

“Ya?”

“Semua yang terjadi selama perjalanan....beritahu aku.”

Entah kenapa aku merasa sekujur tubuhku kedinginan ketika dia menanyakan itu.

“Um....tapi....bukankah aku sudah memberitahumu semuanya via skype?”

“....Ya sudah.”

Kenapa ini terasa seperti aku sedang diinterogasi?

Memalingkan mataku, aku dengan perlahan menambahkan:

“Yah, memang ada beberapa bagian yang aku hilangkan. Tapi aku bersumpah padamu aku tidak menyembunyikan apapun ─”

“Bikini.”

Itu adalah kata yang menjadi pedang untuk membelahku.

“Kamu melihat bikini Erotis Elf-chan dan Muramasa-chan, bukan?”

“............................”

Aku pecah dalam keringat dingin.

‘’Ya, aku melihatnya! Aku melihat semuanya baik bikini Elf dan Muramasa!’’

Meskipun aku ingin menjawab sejujur-jujurnya, tapi itu pasti respon yang salah. Terus aku harus bilang apa.....

“Sia-sia saja berbohong. Aku punya bukti.”

Sagiri memperlihatkanku bukti di tabletnya. Di pantai, aku dengan bahagia berbicara dengan Elf ketika Muramasa-senpai berdiri disampingku dengan sebuah ekspresi kekalahan di wajahnya.

Foto itu juga memperlihatkan Izumi Masamune-sensei sedang menikmati pemandangan bikini Yamada Elf-sensei.

“....Da, da, da....darimana kamu dapat foto ini?”

“Hadiah spesial dari Elf-chan.”

“Apa yang dia lakukan?! Mengambil foto secara otomatis? Sialan! Dia berani mengirim foto orang yang memakai bikini?”

Apa ini berarti dia tidak takut jika kelihatan memakai bikini?

Belum lagi bisa saja Elf bilang kalau aku adalah pacarnya. Sekarang aku yakin beberapa penggemarnya menangis atas darahku.

Meskpun pikiranku dalam kekacauan, masalah terbesar sekarang adalah Sagiri ada di depanku

“Hm ~ Kamu telihat begitu khusyuk menikmati Elf memakai bikini.....”

Sialan! Aku tidak bisa mengatakan apapun jika menghadapi bukti ini! Aku harus berbohong... berbohong....

“Ya! Aku khusyuk menikmati Elf memakai! Tapi memang kenapa?” Aku keceplosan tanpa berpikir: “Dibandingkan dia, milik Muramasa-senpai lebih bagus!”

“Apa?”

‘’Apa yang aku katakan!?’’

Sebuah stik game akan menghantamku─ adalah yang kukira, tapi reaksi Sagiri ─

“Ap, apa? Benarkah? Sesuatu yang lebih bagus dari bikini erotis? Pa...payudara? Payudara telanjang? Menurutku payudara telanjang itu tidak mungkin ─ ah, sekarang aku mengerti.

Hehehehehehehehe....” Sagiri mengguncang-guncangkan kepalanya, bernapas berat.

“Hm! Tidak hanya melihat Elf-chan, kamu juga melihat payudara Muramasa-chan! Hmm!!! ~~~~~~~~~~~~~~~~!”

Ngomong-ngomong, kenapa Sagiri marah? Karena aku kakak yang mesum? Atau─

“Mungkinkah......kamu.....cemburu?”

“Ehhhhhh!? Tidak, tidak, bukan itu!”

Wahwah – Sagiri panik. Aku mungkin mengenai taget.

“Ya! Jadi kamu cemburu padaku karena aku melihat [Sesuatu yang erotis]!”

“Itu tidak ─“ *Clank clank* ‘’’’’“Bukan seperti itu! Dasar Nii-san bodoh!”’’’’’

“Uwa!”

Sepertinya itu “Jawaban yang salah”. Sagiri cemberut dan berteriak.

“.....Hm....hm....terus?

Terus? Apa maksudmu?”

“Setelah itu. Dalam permainan raja, kamu melihat Elf-chan membuka pakaian dan mengetahui kalau Muramasa-chan tidak memakai celana dalam, kamu senang ‘kan?”

“Bukankah itu karena PERINTAHMU?”

Kenapa kamu marah padaku? Kenapa berpikiran begitu?

“Itu....itu bukan aku.....itu aku, tapi bukan aku....”

Sisi lain darinya – Eromanga-sensei, ya? Kau hanya mencari-cari alasan lagi.

“Lagi pula, Nii, Nii-san, kau tidak boleh untuk menyukai bikini gadis lain!”

“....Menyukai? Uh, aku.....”

“.........Kuhhhkukuku........”

Ini poin lemahku: Tidak peduli bagaimana keadaanku. Di saat seseorang meminta ini, aku tidak bisa melakukan apapun selain hanya menerima apapun yang mereka katakan.

“Ya.....kamu pasti....menolak.”

“...........”

“...........”

Keheningan yang sangat tidak nyaman mengelilingi kami. Sagiri mungkin merasa malu sama sepertiku.

Lalu akhirnya....seperti gadis yang memutuskan untuk menikah, dia mengutarakan keputusannya:

“....Ingin melihatnya?”

“Eh?”

“Bi ─” Bahkan pipinya memerah “Bikiniku....”

“Ha....”

Matanya berputar-putar, napasnya berat, sepertinya dia demam.

“Itu.....”

Masih belum paham sepenuhnya, tapi aku tahu sekarang bukanlah waktunya untuk berbohong.

“Aku ingin melihatnya.”

Tidak ada pria yang mau berkata ia tidak ingin melihat gadis yang ia sukai pakai bikini.

“Begitu ya.....kamu ingin melihat bikiniku....Nii-san kamu mesum.”

“Kamu tidak pantas memanggilku seperti itu!”

Sialan....adikku ini terlalu tidak masuk akal!

“Tapi aku tidak bisa membawamu ke pantai.”

Ada jarak yang terlampau bersar antara “Tidak ingin meninggalkan kamar” dan “Pergi ke pantai”.

Tapi dari cara Sagiri bicara, sepertinya dia ingin pergi ke pantai.

Selama kami berbincang tentang perjalanan ini, dia juga terlihst seperti ingin ikut juga.

Hidup seperti gadis biasanya, mengenakan bikini yang imut-imut, pergi ke pantai – mungkin dia ingin musim panas seperti itu. Tapi dia memintaku pergi, sementara dia tinggal di rumah untuk menggambar. Sebagai kakak, bagaimana seharusnya aku berterima kasih padanya?

Dia ingin menikmati musim panas, tapi dia tidak bisa keluar dari kamar. Apa yang bisa kulakukan?

“.......................”

Kami jatuh dalam keheningan sebelum aku akhirnya bicara:

“............Sagiri, buka dan lihat oleh-olehku.”

“Eh?”

“Ayo.”

Terlihat sedikit bimbang, Sagiri mengikuti apa yang aku bilang dan membuka paper bag.

“Buka kotaknya.”

Dia melakukannya tanpa bicara. Tangan kecilnya dengan perlahan membuka kotak. Di dalamnya.....

“.....Topi jerami?”

“.....Yap....hehe....apa itu memberimu perasaan seperti musim panas?” Aku menyeringai. “Mungkin hanya itu yang bisa kulakukan.....terus terang saja, aku khawatir ini akan sia-sia ...tapi waktu kamu bisa pergi keluar.....”

“Ayo pergi ke pantai bersama.”

“─────“

Sagiri berdiri di sana, matanya terbuka lebar. Mungkin dia terkejut dengan saranku.

Atau mungkin, dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi dengan hadiah seperti ini?

Aku menelan ludah.

“......................”

“......Nii-san.”

“Ya?”

Dia dengan perlahan menggerakan tangannya ke resleting jaketnya─

Dan secara perlahan....menariknya kebawah.....dibawah jaket tersebut ada kulit seputih salju bersinar......

“Wahhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!!!!!!”

Aku berteriak dan mengangkat kedua tanganku kedepan wajahku:

“Sa, Sa, Sa, Sa, Sagiri? Kau, kau──“

Apa yang kau lakukan? Apa aku bermimpi? Ya, ini pasti mimpi!

Kenapa kau tiba-tiba memutuskan untuk membuka baju ─

Aku menutup mataku dengan keras, tubuhku terbengong. Lalu ─-

“Jangan, jangan memikirkan hal mesum. Ah... maksudku....ini bikini......”

“Eh?”

Bi...kini?

Sebuah mimpi yang indah tiba-tiba muncul di pikiranku....maka aku secara perlahan membuka mataku. Di depanku Sagiri mengenakan bikini putih.

Rambut putih. Kulit putih bersih. Bikini putih ─

Pakaian musim panas, tapi di waktu yang sama itu memberi kesan suci seperti seorang bidadari.

“.....Ahh.....”

Aku bahkan tidak bisa mengelakkan mataku.

Karena gadis yang kusuka memakai bikini! Bayangan Elf dan Muramasa-senpai langsung tertiup jauh.

“Kenapa....kau......”

Perlu banyak usaha bahkan hanya untuk mengatakan itu.

“.........Ini........ini.......uhhhhhhhhhhh......”

Thumb

Dia memerah dan gemetar, jaket jatuh ke bahunya. Lalu dengan perlahan dia mengenakan topi jeraminya─

“....Ba, Bagaimana?”

Tanya dia. Aku yakin dia benar-benar sudah merasa malu.

“───────“

Aku tidak bisa mengatakan apapun. Aku orang yang merasa malu hingga mau mati disini!

“Ah.....ini.....”

Sebelum aku bisa mengatakan apapun, tiba-tiba Sagiri menutup lagi resletingnya.

“Oke! Selesai!”

.........................................

Mungkinkah....barusan.....itu adalah caranya untuk berterima kasih padaku atas hadiahnya?

“Ayo kita ke pantai sama-sama–” Apa jawabannya?

“Jangan, jangan melihatku dengan mata yang sangat mesum seperti itu! Cepat keluar!”

“Eh.....tunggu, aku masih belum.....”

“Nanti! Nanti saja! Waktu aku siap memakai ini!”

Melihat adikku mencoba mendorongku keluar dari kamar, aku tertawa:

“Baiklah, aku keluar.”

* * * * *

Hari minggu. 10 September.

Hari penerbitan novel terbaru Izumi Masamune : ‘‘Adik Perempuan Terimut di Dunia’’.

Hari itu akan diputuskan takdirku. Hari ini, aku pergi ke stasiun Akihabara.

Di mana-mana terdapat poster dan iklan untuk anime atau juga karakter game. Tidak seperti kebanyakan di Tokyo, tempat ini benar-benar nampak seperti “Dunia lain”.

“Jadi ini Akihabara....persis seperti yang legenda katakan....”

[Hebat....ini seperti anime.]

Eromanga-sensei dan aku mendesah. Suaranya datang dari tablet yang aku pegang didadaku. Tentu saja, dia berbicara via skype dari kamar terlarang.

Tiba-tiba, aku ingat sesuatu:

“Hei, apa ini bisa disebut kencan antara kakak dan adik?”

[Bo, bodoh...mesum...jangan aneh-aneh...]

Dia terdengar malu, bahkan dengan headphone, karakternya tidak berubah.

[Ngomong-ngomong, apa kamu masih punya otak untuk bicara begitu?]

“Jangan terlalu serius, Eromanga-sensei! Aku hanya mengatakan itu untuk mengurangi ketegangan!”

[Aku, aku tidak kenal seseorang dengan nama itu!]

Melihat seorang pria berdiri sendirian di tengah stasiun dan berbicara sendiri seharusnya aneh, tapi karena ini Akihabara, mungkin itu dianggap normal?

Ah tapi, tidak baik berdiri terus di tengah jalan, jadi aku mulai berjalan.

Dan alasan aku datang ke Akihabara pagi ini ─

“Hei hei Mune-kun, kenapa kamu datang kesini larut-larut? Kami sudah mau tutup. Buku terbarumu akan dijual besok – eh? Karena kamu khawatir, jadi kamu memutuskan untuk jalan-jalan? Ahaha, dasar ~ tenang saja! Bahkan mahakarya seperti volume dua belas dari Fantasy Blade tidak akan di jual sehari sebelumnya! Tentunya, mungkin aku tidak akan memberimu perlakuan spesial – tapi aku akan membantumu sesuai dengan kemampuanku. Aku harap bukumu ini sesuai harapanku! Jika kita perlu buku lagi, ingat untuk menghubungi penerbit di tempatmu!”

“Oh yah oh yah, ada berita bagus! Ini hanya antara toko buku saja sih – besok akan ada toko buku baru yang buka di Akihabara yang akan menjual bukumu juga! Iya lho! Ah, jangan kaget! Kamu kan pemenang ‘‘Turnamen Dunia Light Novel’’! Wajar saja jika kamu dapat satu atau dua tempat spesial! Kalau kamu pikir itu lelucon, bagaimana kalau kamu melihatnya sendiri? Aku yakin setiap toko buku akan senang jika sang penulis datang! Oke?”

─ Kemarin, itu yang Tomoe, sang gadis penjaga toko buku, bilang padaku.

Jadi aku membawa Eromanga-sensei untuk kencan antara kakak dan adik – ah, bukan, untuk sebuah survei dari “Izumi Masamune”.

Aku berjalan ke arah sebuah kafe terdekat dan berbalik, menggerakkan tabletku ke belakang dan ke depan supaya Eromanga-sensei bisa melihat Akihabara.

[Nii-san, jembatan layang dengan eskalator di sana! Ayo mendekat!]

“Ok, gampang.”

[Di sana! Kembali ke Steins Gate[1]!]

“Baiklah.”

Kami melihat-lihat selama perjalanan ke toko buku.

.....Lebih dekat kami sampai, semakin berat langkah kakiku.

“........................Phew.”

Aku semakin keras menggenggam tablet yang berisikan Eromanga-sensei.

“Sial ~ Aku jadi gugup.”

[Eh? Kamu sekarang berguling-guling di lantai juga tidak akan ada masalah.]

“Tentu saja aku tahu.....tapi.....aku masih gugup....”

Aku melirik pada layar. Eromanga-sensei melepas topengnya dan memperlihatkan wajah aslinya:

[Nii-san, sayang sekali.]

“.....*Glek*.....tapi mungkin kalau toko buku ini sudah buka....dan seseorang mungkin sudah membelinya....aku jadi sakit perut.”

Seperti melihat anakmu tampil di atas panggung. Seberapapun kau merasa yakin, kau pasti masih merasa gugup.

Akankah orang menyukainya? Akankah mereka membaca lagi?

“Di toko buku yang kita lewati tadi, aku tidak melihat bukuku dimanapun.”

[Jenis toko buku tadi itu hanya menjual yang untuk pelanggan di stasiun, mereka mungkin hanya mempunyai satu jenis buku. Wajar bagi mereka tidak punya yang kita, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.]

“Ya...buku terbaru Izumi Masamune....aku cemas si penjual akan berpikir meskipun mereka membelinya, tidak ada orang yang akan membelinya.”

[Dasar....Izumi-sensei selalu berpikiran negatif. Apa ini terjadi setiap kali buku baru di terbitkan?]

“Ya.”

Kupikir itu terjadi pada semua penulis juga.

[Begitu ya.....Nii-san, lihat saja sebentar dan kembali.]

“Hm? Aku berencana untuk melihat-lihat agak lamaan.”

[Kamu tidak bisa melakukan itu mempertimbangkan seberapa gugupnya kamu. Ayo cepat kembali.]

“Kamu bahkan bilang begitu.....ini sangat penting....apa kamu punya alasan ingin aku cepat pulang?”

[Itu rahasia.....kamu akan tahu ketika kamu pulang.]

“....Jika seperti itu....baiklah....”

Ketika kami berbicara, kami juga melihat-lihat sekitar.

Tiba-tiba sebuah suara terdengar ditelingaku:

“Hey, lihat light novel ini, ini pasti bagus!”

“Hanya ada satu volume untuk sekarang, tapi toko buku ini sudah menjualnya, dan ilustrasinya super, super, super ero-kawaii juga! Aku yakin aku bisa mengharapkan sesuatu yang luar biasa dari yang satu ini!” [2]

─ Eh?

[Nii-san, barusan ─]

Aku langsung berbalik ke arah sumber suara itu.

Di depanku ada sebuah rombongan.

Satu dari mereka, seorang gadis memegang buku terbitan terbaru ‘‘Adik Perempuan Terimut di Dunia’’dan membual dengan temannya.

Mataku mengikuti buku di tangannya ─

“─────--”

Itu adalah pertemuan tak disengaja antara kami.

....Melihat kembali ke tablet, aku berbisik:

“....Barusan....gadis itu....dia punya buku kita.”

[....Sungguh?]

“Ya. Ceritaku. Ilustrasi Eromanga-sensei – dia membelinya.”

[.....Aku sangat senang.]

“Um.” Aku setuju, suaraku jadi serak “Aku juga.... kegugupanku hilang.”

Ini sangat berharga.

Menulis buku ini sangatlah berharga.

Aku bisa melihat orang lain dengan senang membeli bukuku. Ini saja sudah bernilai 1.000.000 poin.

[Ayo pergi, Nii-san.]

“Um. Tentu, tapi sebelum itu ─”

Mengabaikan kekacauan pikiranku, aku berbalik.

Punggung dari gadis sudah makin menjauh.

Aku dengan diam-diam berharap:

─Semoga cerita kami membuatmu senang.

Hari ini hari yang bagus, hari yang bagus untuk menulis.

Di bawah cahaya yang membutakan ─

Aku memasuki toko buku bersama dengan adikku.

Setelah (diam-diam) mengamati situasi di toko buku Akihabara mengenai novel terbaru Izumi Masamune, aku kembali kerumah.

─ Ayo cepat kembali

Meskipun dia tidak mengatakan alasannya, adikku memintaku cepat kembali.

Aku berhenti di depan pintu dan melihat ke lantai dua.

Di balik topengnya, Eromanga-sensei menatapku dari jendela kamar terlarang.

“......Lagi ya.”

Dulu ketika aku kembali dari perjalanan, ketika aku bertanya kenapa Sagiri harus menyembunyikan wajahnya –

Jawabanya adalah “Aku akan mati jika aku bertatap mata dengan orang lain.”

....Tentu saja, pertanyaan asliku, “Terus kenapa kamu melihat keluar” tetap tidak dijawab.

Hari ini, dia memakai topeng seperti biasa. Menyadariku, dia dengan cepat menutup gorden dan menghilang.

“....Apa yang dia lakukan?”

Meski aku sudah melihat hal ini sebelumnya, aku masih tidak tahu bagaimana untuk bereaksi terhadap pemandangan tidak masuk akal ini. Aku membuka pintu dan memasuki rumah seperti biasa.

“Aku pulang ~”

Aku memanggil ke lantai dua, bahkan ketika aku tahu bahwa tidak ada orang yang akan menjawabku.

Tapi ─

*Duk duk duk*

“....Eh?”

*Duk duk duk*

Suara langkah kaki datang dari tangga.

“......Sa...giri?”

Aku berdiri tanpa bergerak. Di depanku ─

Adikku, orang yang turun dari lantai dua.

Sudah setahun, dia tidak pernah meninggalkan kamarnya ketika aku ada di rumah.

Hingga kami membicarakan tentang mimpi kami, dia keluar, walau jarang.

Ketika mimpi kami akan hancur, meskipun dia gemetaran, dia masih memaksakan dirinya untuk setengah keluar dan berteriak padaku, menghentikanku.

Itu hanya terjadi dua kali.

*Duk duk duk*

Tanganya di pegangan tangga, kakinya nampak seperti akan menyerah kapanpun ─

Sagiri dengan perlahan mendekat ─

Akhirnya ....

*Duk*

Dia berhenti di depanku.

“Kamu....”

Aku sangat terkejut hingga membuatku tidak bisa mengatakan apapun.

“.......Hah...hah...”

Menaruh tangannya di dadanya, Sagiri bernapas dengan berat.

“.......Hah...Hah...”

Setelah cukup lama, dia dan aku kembali sadar di saat yang sama. aku bilang:

“Sagiri....kamu bisa keluar dari kamarmu sekarang?”

Dia menggelengkan kepalanya.

“....Hanya sedikit. Aku hampir tidak kuat melakukan ini.”

Bukti untuk ini adalah kakinya yang masih gemetaran, keningnya yang tertutup dalam keringat, wajahnya yang pucat.

Sudah kuduga....kondisinya tidak bisa diobati dengan mudah.

Pemandangan ketika dia dipaksa dibawa keluar dari kamarnya setahun yang lalu masih segar di pikiranku. Semua mengira dia tidak bisa disembuhkan. Itu kenapa aku perlu ekstra hati-hati dalam hubungan kami. Tidak peduli seberapa sulitnya, aku berjanji untuk menjadi penjaganya.

Aku tidak yakin orang luar bisa mengerti ini. Jika aku tidak melihatnya dengan mataku sendiri, aku tidak akan bisa mengerti juga.

Tapi aku masih, untuk sekali, memutuskan ─

Adik yang datang ke depan pintu itu adalah aktivitas yang sangat wajar bagi orang lain, tapi bagiku itu adalah sebuah mukjizat. Aku tidak ingin apapun lagi selain memeluknya untuk sekarang.

“.....Dasar. Aku harus bilang apa?"

Haruskan aku menangis? Atau tertawa?

“Aku, aku, diam-diam berlatih. Meskipun.... sebelumnya..... aku....tidak bisa.....tapi hari ini.....adalah kenangan yang berharga untuk kita....jadi aku harus bisa....”

Dia menaruh tangannya di dada dan menghela nafas untuk menenangkan diri.

“Ini benar-benar luar biasa.”

“────“

Ah.....sekarang aku mengerti.

Dari sejak momen kepulanganku, Sagiri sudah berlatih.

Tapi waktu itu dia tidak bisa turun dari tangga.....jadi dia meminta maaf karena dia tidak bisa menyelesaikan latihannya ketika aku pulang.

“Kamu....dasar....”

Kenapa kamu meminta maaf? Bagaimana bisa aku...akan marah?

“Kamu bodoh.”

Jangan minta maaf. Aku akan menangis.

“Kamu sangat jahat. Aku sudah berusaha keras-keras." Dia memanyunkan bibir.

Saat ini, dia terlihat seperti seorang adik yang normal – seorang adik perempuan yang manis, lemah lembut.

Meskipun kakinya gemetaran, keningnya tertutup keringat, wajahnya pucat – aku tidak peduli. Kami terlihat seperti saudara sewajarnya.

“Kamu bodoh. Tidak ada orang yang akan percaya kalau kamu bilang demikian – tapi kamu hebat. Sangat sangat hebat.”

“Ha, jangan memperlakukanku seperti anak kecil....ah, kamu hampir membuatku melupakan topik utamanya.”

Adikku yang manis dan suci membawakan sebuah buku baru dan tersenyum memamerkannya:

“Selamat datang, Nii-san. Selamat atas buku barumu.”

“Aku pulang, Sagiri. Ada banyak ilustrasi yang dibuat oleh Eromanga-sensei di dalam toko buku itu.”

Hari ini, kami mewujudkan dua mimpi.

“Aku, aku tidak kenal ─“

“Iya, aku mengerti. Terima kasih banyak.”

Dan lalu ─

“Mohon bantuannya mulai dari sekarang."

Mari kita wujudkan mimpi kita bersama.

Aku tahu kalau jalan ini akan dipenuhi dengan penderitaan.

Tapi kami akan melewatinya dengan senyuman.

“Seharusnya aku yang bilang begitu, mohon bantuannya."




Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Sebenarnya ini bisa berarti Animenya, Steins;Gate atau secara literalnya Steins Gate tidak berarti apa-apa, namun jika 'Steins Gate' digunakan untuk menjelaskan sesuatu, maka sesuatu itu berarti penting. Cth: Dunia yang seimbang, merdeka, bebas dari perang dan kriminalitas adalah sebuah Steins Gate bagi seorang aktivis perdamaian seperti diriku." ---Okarin
  2. Referensi dari sini



Bab 3 Halaman Utama Prolog Ero Manga Sensei 4