Haken no Kouki Altina (Indonesia): Jilid 1 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
01b2.jpg

Awan berwarna kelabu menggantung di langit mendung. Langit juga seperti ini ketika aku menerima surat penunjukan yang mengusirku ke perbatasan, pikir Regis, kembali memandang tanah. Kota ini, yang mirip seperti warna di langit sangat berbeda dari ibukota. Aku tidak merindukan batu bata, patung marmer dan lampu jalan, tapi jalan-jalan berdinding mengingatkanku akan penjara.


Kota perbatasan Tuonvell. Berjarak 100 li (444km) dari ibukota dan membutuhkan 5 hari perjalanan dengan kereta kuda. Suasana jalan-jalan terasa remang bahkan di siang hari, dan hembusan angin dingin bahkan bisa menimbulkan rasa sakit. Cuaca berawan biasa terjadi selama musim dingin untuk tempat yang berada jauh di utara, dekat perbatasan. Tapi rasanya ini adalah seperti pertanda masa depannya.


Apakah aku orang yang gagal? Pikir Regis. Dia kehilangan tuan, status dan masa depannya, dan diasingkan ke garis depan di utara.


"Yah, itu tidak terlalu buruk ... Hidup ini bukan hanya tentang kemajuan karir. Bahkan, ini akan meningkatkan waktu luangku untuk membaca."


Bel sore berdering di gereja ketika karavan yang ditumpanginya tiba. Para penumpang menyebar keluar untuk mencari makan siang. Regis berjalan menuju sebuah toko yang tidak ada hubungannya dengan makanan. Jendela toko tersebut berisi dengan buku. Deretan rak buku berjajar di dalam bangunan yang terbuat dari batu. Bau kertas dan tinta tercium di udara.


"-Ah, Aku merasa bebas jika ada buku, dan tempat itu akan menjadi rumahku."


Dikutip dari Cello Romeros 'Bourgui Jurnals' - ia menambahkan diam-diam di dalam hatinya.


Regis mengaku penggemar buku, tapi ia sebenarnya adalah seorang bibliofilia[1].


Dia mencari dengan semangat di rak berlabel rilisan baru.


Mulutnya mulai melebar secara bertahap karena panik.


"Apa, apa yang terjadi ..."


"Hmmm? Ada apa tuan prajurit?"


Pemilik toko berjenggot di belakang meja yang berada jauh di dalam toko bertanya. Bekas luka di wajahnya dan tubuh berotot membuat dia terlihat lebih mirip pelatih instruktur militer daripada pegawai toko buku.


Regis terus mencari meskipun di bawah tekanan yang menyesakkan.


"Aku tidak dapat menemukan rilisan baru dari Cello. Atau Count Ludocell. Atau Profesor Illusi ... Apakah buku-buku itu terjual habis? Aku tahu mereka populer, tapi itu terlalu kejam."


"Tuan prajurit, kau datang dari ibukota?"


"Ah, aku datang dari ibukota..."


"Itu sebabnya kau tidak tahu. Buku-buku yang kau sebutkan tidak akan dijual di kota ini, sehingga sebagian besar toko buku tidak akan memesan buku-buku itu."


"...Apa katamu...?"


Regis terdengar seperti seorang pria yang terdampar di padang gurun yang kekurangan air.


Tenggorokannya kering dalam sekejap.


Pemilik toko itu mengangkat bahu, dia tampaknya tidak bercanda.


"Disini adalah zona perang. Yang dijual disini adalah kisah-kisah heroik dan novel erotis. Ah, ini adalah buku terlaris di toko milikku."


Dia menunjuk ke sebuah buku dengan judul 'Bagaimana menulis wasiatmu tanpa penyesalan'.


Tidak mungkin!! Regis memeluk kepalanya sambil berpikir.


"Tunggu, tunggu sebentar... tidak ada stok buku penulis terkenal? Apakah aku benar-benar masih di Belgaria? Apakah aku terdampar di pemukiman orang barbar?"


"Yah, ini adalah wilayah negara tetangga 50 tahun yang lalu."


"Uguu... Dan apa-apaan dengan harga ini? Ini 10 kali lebih mahal daripada di ibukota..."


Dia akhirnya menemukan sebuah buku yang dia inginkan, tapi Regis terlihat seperti akan menangis ketika ia menggapai buku itu. Pemilik toko berjenggot dengan santai mengatakan:


"Yah, buku itu berat dan bandit telah berkeliaran di sekitar sini akhir-akhir ini. Dibutuhkan banyak usaha untuk mengangkutnya ke sini, dan pelanggan buku hanya sedikit di dekat perbatasan... Buku adalah hobi mewah untuk kalangan kelas atas."


"Mengapa hal ini terjadi!?"


"Maaf tentang itu..."


Penjaga toko meraih buku yang dipegang Regis.


Regis memeluk buku itu dengan panik.


"Tunggu, tunggu tunggu, aku tidak mengatakan aku tidak akan membeli buku ini... !!"


"Eh? Apa kau serius? Kau terlihat seperti seorang prajurit muda. Ini aneh bagiku sebagai penjual tapi... maafkan aku, bukankah itu akan menghabiskan 1 minggu upahmu?"


"Uguu... Ini adalah neraka..."


Regis mengerang.


Pada saat ini, pemilik toko mengeluarkan suara aneh "Oh!?" dan menatap dengan mata terbuka lebar. Regis mengikuti tatapannya dan berbalik.


Di pintu masuk toko berdiri seorang gadis muda dengan punggungnya menghadap ke luar toko buku.


Seorang gadis muda yang cantik dengan rambut merah terlihat seolah-olah terbakar dan mata berwarna merah. Dia berumur sekitar 13-14 tahun. Tubuhnya masih sedikit kekanak-kanakan, tapi dia memiliki pesona yang memikat mata, membuatmu tidak dapat mengalihkan pandanganmu darinya.


Jari telunjuknya menyentuh bibirnya.

Haken no Kouki Altina - Volume 01 - NCP2.JPG


-- Diam? Kenapa? Apa yang dia maksud?


Pelanggan lain mengunjungi toko buku tidaklah istimewa. Tapi Regis anehnya terkesima.


Gadis muda itu menurunkan tangannya dan membuka bibir merah mudanya.


"Ada banyak rekrutan baru mengeluh tentang kondisi neraka dari zona perang setelah dikirim ke garis depan, tapi aku pikir kau adalah orang pertama yang mengeluh tentang itu di toko buku."


Suaranya menyejukkan bagai angin.


Gadis muda itu tersenyum riang.


"Kita akhirnya bertemu! Kau Regis Alric, perwira administrasi tingkat 5, benar?"


"Eh? Oh, aku?"


"Apa aku salah orang!?"


"Tidak, kau benar! Aku Regis..."


"Syukurlah~. Aku bertanya-tanya apa yang harus kulakukan jika salah orang."


Senyum leganya memiliki kepolosan yang cocok dengan usianya.


Pipi Regis menjadi hangat.


Karena gadis di hadapannya sangat cantik-- tidak. Bukan itu. Dia hanya merasa malu ketika seorang gadis yang jelas lebih muda dari dia menyapanya dengan memanggil namanya.


"Err, nama... Bagaimana kau tahu tentang aku?"


"Kau harus mengingat nama orang yang akan kau jemput. Jangan meremehkanku hanya karena aku seorang anak kecil."


"Tidak tidak, bukan itu yang kupikirkan... aku mengerti, kau berada di sini untuk menjemputku."


Regis melihat gadis itu lagi.


Dia mengenakan celana kulit dan sepatu bot di bawah jubah cokelatnya. Sebuah pakaian umum untuk pengemudi kereta kuda.


"Kau datang dari benteng untuk menjemputku, itu berarti kau adalah seorang prajurit?"


"Ara, apakah aku tampak seperti itu?"


"Tidak... Itu tidak mungkin, kau masih di bawah umur?"


"Yup, aku baru saja berumur 14."


Di Belgaria, kau sudah dewasa saat kau berumur 15. Tidak termasuk kasus yang ekstrim, anak-anak dibawah umur tidak bisa mendaftar dalam militer.


"Aku mengerti, kau pasti seorang pengemudi sementara... aku berencana untuk menumpang kereta kuda ke sana. Untuk mengirim seseorang untuk menjemputku, benar-benar hak istimewa."


"...Apa kau senang?"


"...Aku merasa sedikit murung untuk segera bekerja."


"Fufu, kau benar-benar jujur."


"Aku tidak suka berbohong."


"Benarkah? Tapi kau adalah seorang – ahli strategi, benar?"


Gadis itu menatapnya dengan mata merahnya.


Regis merasakan tekanan untuk berbicara dengan gadis 4 tahun lebih muda darinya.


"...Yah, ada beberapa yang mengatakan seperti itu... aku adalah seorang pustakawan di perpustakaan militer."


"Kau mengatakan beberapa hal menarik. Mari kita lanjutkan di dalam karavan."


"Baik..."


Regis merasa bahwa sulit untuk bernapas dan dia memijat pelipisnya.


Gadis itu berjalan keluar sembari ia menyuruhnya bergegas.


"Ayo, mari kita pergi. Awan semakin tebal, mungkin akan turun salju."


"Benar... Ah, aku lupa!"


Regis menuju keluar tapi kemudian teringat sesuatu, berjalan kembali menuju penjaga toko, dan menempatkan uang untuk membayar buku di kasir.


"Aku akan membeli buku ini... Hmm? Apa yang salah? Kau tampak sakit?"


"Tidak, tidak apa-apa. Terima kasih atas kunjunganmu, tuan prajurit."


Pemilik toko berjenggot menutupi mulut dengan tangannya dan menurunkan kepalanya untuk beberapa alasan. Dia tampaknya menahan sesuatu. Gadis itu mendekati Regis dengan ekspresi masam.


"Apa kau idiot!?"


"Apa, tiba-tiba begitu...?"


"Buku adalah hobi mewah di perbatasan. Hanya orang-orang kaya dan bodoh yang akan menghabiskan begitu banyak uang untuk membelinya."


"Yah, aku tidak berpikir aku orang pintar... Haus akan pengetahuan adalah kebanggaan umat manusia, membaca adalah jalan hidupku. Tidak peduli akan hambatan atau kekurangan uang, menyuruhku untuk berhenti membaca sama saja dengan menyuruhku untuk berhenti hidup."


Regis menutup mulutnya setelah selesai berkata, merasa malu karena begitu serius terhadap seorang anak kecil.


Gadis itu memiliki ekspresi serius yang tak disangka.


Dia mengangguk.


"Sama seperti menyerah untuk hidup... begitu, maka aku bisa mengerti. Aku juga..."


"Aku juga...?"


"Bukan apa-apa! Ayo kita pergi!"


"Ah, baiklah."


Regis menempatkan buku di bawah lengannya, menyeret kopernya keluar dari toko sembari ia mengejar gadis itu.


Sebuah karavan kecil yang ditarik oleh seekor kuda terparkir di depan toko.


Seekor kuda coklat muda menatap kearahnya.


Gadis itu dengan mudah melompat ke kursi pengemudi yang setinggi pinggang kuda.


"Hei, cepat!"


"Ya... Omong-omong, siapa namamu?"


Regis melihat gadis itu dan bertanya.


Matanya berubah tajam dan dia berbicara dengan nada rendah perlahan, kata demi kata.


"Aku—akan—meninggalkan—mu."


Regis memanjat naik ke kursi pengemudi dengan panik.


Itu bukan waktu yang tepat untuk bertanya.


Kratak kratak... Roda kayu berderit saat berputar di atas permukaan jalan. Mereka bergerak menuju gerbang utara yang tertutup dalam dinding batu. Posisi terdepan yang dikenal sebagai Benteng Sierck.


Seorang gadis yang memegang kendali sedang duduk di kursi pengemudi. Di sebelah kanannya adalah Regis dan barang bawaannya. Di belakang mereka adalah kayu dan batu bata yang tertutup oleh kain.


"-Jadi, ada apa dengan namaku?"


"Yah, bagaimana aku harus memanggilmu?"


"Betul juga..."


Gadis itu memegang rahangnya yang indah dengan tangan yang tertutup sarung tangan kulit, dan dia berpikir.


Apakah ini sesuatu yang harus kau pikirkan? Regis bingung.


Gadis itu melemaskan bibirnya yang tegang.


"Yup, kau bisa memanggilku Altina."


"Apakah itu sebuah nama samaran?"


Dia bertanya tanpa berpikir terlalu banyak tentang hal itu, tapi itu adalah sebuah kesalahan. Gadis bernama Altina mengerutkan keningnya.


"... Tidak sopan... Bukankah ini sebuah nama yang indah? Aku sedang mempertimbangkan memberikanmu hak istimewa untuk memanggilku Altina, haruskah aku membatalkannya?"


"Maaf, tolong biarkan aku memanggilmu Altina."


"Mah, aku akan mengijinkanmu jika kau benar-benar ingin."


"Aku benar-benar ingin."


"Fu~... Kau tidak terlihat seperti prajurit sama sekali."


"Haha, aku merasakan hal yang sama."


Regis tersenyum pahit, dan begitu pula Altina.


Terdapat ladang gandum yang luas di kedua sisi mereka. Bibit gandum tumbuh meskipun musim dingin. Dunia berwarna dalam palet langit abu-abu dan tanah coklat.


"Nah, kau tidak datang ke sini secara sukarela kan?"


"Tujuanku sejak bergabung dalam militer adalah menjadi pustakawan. Jujur, aku mendaftar karena masalah keuangan... Omong-omong, apakah ada perpustakaan di Benteng Sierck?"


"Aku pikir kamarmu akan dikenal sebagai perpustakaan suatu hari nanti."


"Ah, apa disana tidak ada Tuhan?"


"... Apa kau mempelesetkan kata kertas (Kami) dan Tuhan (Kami)? Membosankan."


"A-a, aku tidak membuat permainan kata-kata."


"Apa yang kau lakukan di unit terakhirmu?"


"Kenapa? Apa kau mempertanyakan tentang eksistensiku sebagai seorang prajurit?"


"Bukan itu, aku bertanya bagaimana kau bisa ditempatkan di garis depan?"


"Aku pikir itu adalah hukumanku karena kalah dalam sebuah pertempuran."


"Dan kau menerimanya? Kau hanya seorang bintara muda. Kau bahkan tidak memiliki otoritas untuk memberi komando, bukankah aneh bagimu untuk bertanggung jawab?"


Regis menatap pada kejauhan.


Ladang-ladang penuh berisi deretan gandum. Dia bisa melihat pegunungan bergelombang di atas cakrawala.

"... Dia orang baik."


"Siapa?"


"Majikanku sebelumnya. Aku sangat buruk dalam teknik berpedang dan menunggang kuda, menempati urutan terakhir dalam akademi militer. Orang yang mempekerjakanku adalah Marquis Tennessee[2]."


"Urutan terakhir? Tapi aku mendengar kau tidak pernah kalah sebelumnya di kelas strategi militer."


"Kau tahu banyak. Aku penasaran siapa yang memberitahumu... Yah, rumor ini tidak salah... Aku menutupi kekurangan nilaiku dengan strategi militer, tetapi itu mirip dengan bermain catur."


"Tapi Marquis Tennessee mempekerjakanmu sebagai ahli strategi, bukan pemain catur, benar?"


"Aku hanya staf strategi junior. Aku baru berumur 15 setelah lulus dari akademi militer, jadi itu seperti pekerjaan magang."


"Baik itu staf junior atau magang, aku pikir, menjadi ahli strategi di usia muda adalah hal yang luar biasa... Apa kau tidak puas?"


"Tidak! Aku pikir Marquis hanya mempekerjakanku karena kasihan... Tapi aku masih bersyukur karena kebaikannya, bahkan sampai sekarang."


Itulah sebabnya mata Regis menjadi berair ketika ia berpisah dengan Marquis. Regis mencengkeram kopernya dengan erat, merusak tasnya.

"... Marquis berkata bahwa aku dibutuhkan. Tapi... Aku meninggalkan dia menghadapi kematiannya."


Nada suaranya sangat rendah sehingga terdengar seperti suara orang lain.


Ekspresi Altina menjadi berat.


"Jika aku ingat dengan benar, Marquis Tennessee dalam pertempuran musim panas itu..."


"Ah..."


Dia tahu banyak sebagai pekerja sewaan sementara, pikir Regis. Apakah dia khawatir dengan perang karena dia tinggal di garis depan, atau Altina adalah orang yang aneh. Atau mungkin ada beberapa alasan lain.


"Meninggalkannya menghadapi kematiannya? Apa yang terjadi?"


"Itu hanya pendapatku..."


"Aku ingin tahu pendapatmu. Bukan melalui rumor, tapi langsung darimu... Nah, bisa kau ceritakan?"


Regis memempertimbangkannya.


Ini adalah perjalanan panjang. Tidak ada yang perlu disembunyikan, hal itu juga diterbitkan di surat kabar setelah sesi pengadilan militer.


Peristiwa ini terjadi di suatu hari saat musim panas--


Dia ingat kata-kata dan ekspresi orang-orang dengan jelas, tapi dia tidak tahu harus mulai dari mana. Dia membutuhkan beberapa waktu untuk mengatur pikirannya.


"... Saat dalam rapat perang... Marquis Tennessee menggunakan proposal yang diajukan oleh kepala ahli strategi. Yah, rincian kecil tidak penting. Kami bertempur melawan 500 orang barbar dengan 3000 tentara kekaisaran. Dengan kemenangan dalam genggaman kami, dewan tidak berfokus pada pertempuran dan lebih pada obrolan tentang anggur apa yang cocok dihidangkan bersama daging bebek untuk makan malam."


"Jadi mereka sudah merasa menang sebelum pertempuran dimulai?"


"Itu hal biasa, tentara kekaisaran memang kuat... Tapi masalahnya adalah kurangnya rencana cadangan jika orang-orang barbar mengepung dan menyerang barisan belakang kami."


"Lawannya orang barbar, benar? Bukankah membuang-buang waktu untuk merencanakan hal itu?"


"Itu benar, pasukan orang barbar yang tidak disiplin, tidak mungkin melakukan taktik tersebut dengan sukses, sehingga mereka lebih memilih untuk berhadapan langsung. Namun menurut catatan masa lalu, ada contoh dari mereka melakukan serangan dadakan seperti itu ketika ada perbedaan besar dalam jumlah pasukan. Perlu berhati-hati... aku mengusulkan ini dua kali. Tapi kepala ahli strategi mengusirku dan menyebutku sebagai seorang pengecut, dan menyarankan Marquis untuk melihat kemenangan kami dari belakang... itulah yang terjadi."


"Jadi kau diusir dari markas komando."


"Ah..."


Sidang pengadilan militer memiliki perdebatan serupa, dan suasana berganti menjadi interogasi terhadap Regis.


Haruskah ia mengusulkan ketiga kalinya bahkan jika mereka meneriakinya? Itulah yang dia pikir sekarang. Jika ia bersikeras pada sudut pandangnya, mereka bisa bertahan terhadap serangan dadakan tersebut.


Altina bergumam.


"Apa kau menyalahkan dirimu sendiri?"


"... Aku takut hukuman yang lebih berat daripada pengusiran dari markas... jadi aku tidak mengusulkan untuk ketiga kalinya."


"Kepala Taktisi adalah seorang bangsawan, benar?"


"Ya, aku pikir dia seorang bangsawan...?"


"Jika itu kasusnya, ia tidak akan menerima proposal dari orang biasa, tidak peduli berapa kali kau mencoba. Marquis Tennessee tidak bisa berbuat apa-apa jika berhubungan dengan status seorang bangsawan."


"Ah..."


Regis adalah orang biasa yang tidak terbiasa dengan aristokrasi, sehingga ia tidak memperhitungkan bahwa Marquis mungkin ragu untuk menolak proposal kepala taktisi.


Kalau saja dia berpikir lebih dalam. Dia memiliki pengetahuan tentang status sosial bangsawan.


Altina menghiburnya: "Itu sebabnya kau tidak harus menyalahkan dirimu sendiri."


"Tidak, sekarang aku ingat, aku menyadari alasan perilaku kepala taktisi... Ini adalah kesalahanku karena telah mengabaikan hubungan antar bangsawan... Jika aku mendekati Marquis secara pribadi, bukannya melakukannya selama rapat perang... Mungkin... Cih!!"


Regis mengeratkan giginya. Perutnya terasa berat dan matanya memanas. Air mata meresap ke dalam pandangannya.


Altina tiba-tiba memanggilnya dengan nada memerintah.


"Regis Alric!"


"Eh?"


Dibandingkan dengan namanya dipanggil, ketegasan suara Altina lebih mengejutkan baginya. Hal ini membuat dia ragu apakah gadis ini adalah benar-benar hanya seorang pengemudi karavan.


"Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Kau melakukan yang terbaik, bukankah begitu?"


"... Ah, itu benar. Tapi aku tidak ingin berpikir bahwa Marquis mati untuk melindungi reputasi seorang bangsawan... Tapi karena aku terlalu naif."


Tapi aku mengerti tentang hal itu sekarang, pikir Regis.


Altina mengangguk.


Melihat ke atas, mereka melihat beberapa bayangan putih melayang jatuh dari langit.


"Salju..."


Dia bergumam.


Regis mengangkat bahu.


"Turun salju pada hari pertamaku di sini... Mereka menyambutku... Hahaha."


"Kau tidak akan bisa tertawa jika ini berubah menjadi badai salju."


"Ya aku tahu."


"Kau tinggal di utara sebelumnya?"


"Aku membacanya di buku."


"... Ah, begitu... aku perlu untuk mempercepat kudanya, berpeganganlah dan jangan jatuh!"


Altina mengeluarkan suara yang merupakan campuran marah dan terkejut saat ia menyambuk kuda.


Serigala melolong dari jauh.


Aauuuu!!!! Suara binatang buas mengintimidasi pengembara. Ini juga dirasakan oleh kuda penarik karavan.


Kuda itu tiba-tiba menggeleng dan membelok dari jalur.


"Kembali!"


Altina menarik tali kekang.


Kuda itu mulai meringkik.


Regis tertegun.


Karavan tergelincir di jalan yang tertup salju saat roda kehilangan gaya gesek di permukaan jalan. Karavan miring ke salah satu sisi. Batu bata dan kayu yang tertutup kain berjatuhan dengan suara keras. Kebisingan berhenti dengan suara yang tidak menyenangkan dari kayu yang patah.


Daya dorong melempar Regis ke udara.


"Uwah!?"


"Pegangan!"


Yang berteriak adalah Regis, sementara Altina meraih bahunya dan menahannya.


Mereka berhasil tidak terjatuh dari karavan.


Karavan berhenti di tengah jalan.


Kuda itu berhenti dan mulai meringkik.


Setelah beberapa saat kuda itu mulai tenang dan melihat kursi pengemudi.


Aku mengacaukannya - Kuda itu tampaknya menyadari hal ini. Sama seperti anak yang gelisah karena mengacau.


Altina melompat dari kursi pengemudi dan membelai kepala kuda itu.


"Apakah kau baik-baik saja? Di mana kau terluka?"


Kuda itu meringkik sebagai balasan.


Regis tidak tahu apa artinya, tapi ia melihat bahwa Altina sedang memeriksa kaki belakang kanan kuda.


"Apa kuda itu terluka?"


"... Kuda ini dapat berjalan jika kita memaksanya... Tapi jika kakinya memburuk melampaui penyembuhan, dia akan dibunuh[3]."


Dia mendesah sambil membelai kuda.


Dia melepaskan tali kekang kuda untuk membiarkannya beristirahat, dan mengikatkan tali di tanah untuk mencegahnya berkeliaran.


Regis melihat cakrawala yang berawan di atas dataran bersalju.


"Berapa jauh kita dari benteng Sierck?"


"Sekitar 5 li(22km)... Tapi tidak mungkin untuk mulai berjalan."


"Kenapa?"


"Karena badai salju datang. Tanpa penerangan apapun, akan menjadi gelap gulita pada malam hari. Jika kita tersasar ke ladang gandum, kita tidak akan mencapai Benteng bahkan jika kita berjalan sampai malam hari. Kita bahkan mungkin jatuh ke dalam parit."


"Yah, aku juga tidak ingin berjalan 5 Li dengan membawa bawaanku."


"Apa kau benar-benar seorang prajurit!?"


"Haha, nilai berjalan membawa bebanku buruk. Ini lebih mirip latihan bertahan hidup daripada latihan berjalan membawa beban."


Ha~, Altina mendesah sambil menekan pelipisnya.


Regis memiringkan kepala.


"Bagaimana sekarang?"


"Bukankah itu pekerjaan seorang taktisi untuk memikirkan cara?"


"Yah, kemampuan komandoku telah dipuji sebelumnya... tapi situasi ini lebih cocok untuk prajurit, pedagang atau petualang."


"Bukankah kau seorang prajurit?!"


"Oh, itu benar."


"Pria yang mengejutkan."


"Hei, tenang Altina. Manusia bisa melakukannya jika kita berusaha"


"Benar... Kau akan berusaha keras agar tidak mati beku di dalam badai salju."


"Kejam banget."


"Jadi kau benar-benar tidak punya ide?"


"Hmmm, benar... mari kita baca ini."


Regis mengambil buku yang dibelinya di kota.


"Ah, maksudmu buku itu dapat digunakan dalam situasi ini? Bagus!"


"Mungkin. Karya ini menceritakan kehidupan seorang pemuda yang bertemu peri dan 6 wanita cantik di sekelilingnya. Sebuah novel fantasi tentang kehidupan sehari-hari."


"Apa kau bodoh? Ini bukan waktunya untuk cerita tidak masuk akal!?"


"Tidak sopan menganggap buku ini omong kosong. Minta maaflah kepada penulis."


"Kau akan membeku menjadi es loli[4] jika ini berlangsung, maka kau tidak akan dapat membaca lagi! Ah, tapi Pendeta akan membacakan ayat suci untukmu."


"Itulah sebabnya... aku ingin membaca buku terakhir yang aku beli."


"Kau menyerah terlalu mudah!"


"Hanya bercanda. Tidak baik untuk panik. Kita harus tenang dan berpikir. Mari kita naik ke dalam karavan. Ini jauh lebih baik untuk memiliki tempat berlindung dari salju."


"...Kau benar."


Kepala dan bahu Altina tertutup salju ketika dia memasuki karavan.


Kayu dan batu bata tertumpuk di satu sisi karena karavan yang tergelincir sebelumnya.


Regis duduk di tempat yang kosong.


Altina duduk di dekatnya.


"Sangat bagus karena angin terhalang."


"Tapi ini masih dingin."


"Mau bagaimana lagi. Aku akan mandi air hangat ketika kita mencapai benteng. Pasti!"


"Sangat mewah untuk seorang sopir... Apa kau kenal dengan orang penting di dalam benteng?"


"Urgh."


Entah kenapa, Altina panik.


Apakah tebakannya dekat dengan kebenaran?


"Yah, aku akan mencari tahu ketika kita mencapai benteng."


"Jika kita mencapai benteng..."


Salju dan angin bertiup kencang.Ini adalah badai salju.


Hembusan angin cukup kuat untuk masuk ke dalam karavan, membuat bahu Altina menggigil.


"Ugugu..."


Regis mencari melalui ingatannya tentang sebuah buku yang pernah dibaca.


"Seperti yang kupikir, lebih baik untuk tidak berkeliaran di situasi seperti ini..."


"Apakah begitu?"


"Dibandingkan dengan mengeluarkan energi untuk bergerak, lebih baik menunggu karavan lain lewat. Menurutmu seberapa khawatir orang-orang di benteng padamu? Apakah mereka akan melupakan seorang sopir sewaan? Atau ada teman-teman yang menunggumu?"


"Yah... Aku pikir mereka tidak akan melupakanku. Mereka seharusnya... khawatir tentangku. Mungkin."


"Dalam hal ini, ada kemungkinan tinggi regu pencari akan datang sebelum malam tiba. Hanya ada satu jalan antara benteng dan kota. Mereka akan melihat kita jika mereka pergi ke kota, ini akan mengurangi beban kita."


"Aku mengerti... pemikiranmu ternyata cukup cepat."


"Ini hanya sepengetahuanku."


Aku membaca sebuah cerita dengan situasi yang mirip - untuk Regis, itu saja.


"Berikutnya adalah dengan menggunakan item yang akan membantu kita mengurangi dingin."


"Ya, ada sesuatu!"


"Hmmm?"


"Ada kain di atas bagasi. Tapi kain ini agak kecil."


Altina menarik keluar sepotong kain dari bawah kayu saat ia berbicara.


"Ini benar-benar kecil."


"Tapi kain ini tebal dan hangat, jadi gunakan ini."


"Terima kasih... Pakai ini, Altina."


"Eh...?"


"Aku mungkin terlihat seperti ini, tapi aku masihlah seorang prajurit. Melindungi warga adalah tugas seorang prajurit, kan?"


"Itu hanya ungkapan."


"Tapi aku serius."


"Fu, orang yang menarik, kau... Bagaimana dengan ini?"


Altina mengambil kain, duduk di sebelah kiri Regis dan bersandar pada dirinya.


Lengan kiri Regis berkaitan dengan lengan kanan Altina.


"Ap, Apa!?"


"Dengan cara ini, satu potong kain dapat memberikan kehangatan untuk dua orang, kan?"


"Ah... aku mengerti, apa ini tidak masalah?"


Dibandingkan dengan kain, panas tubuh gadis muda itu membuatnya lebih hangat.


Jantungnya berdetak dengan cepat sehingga membuat punggungnya berkeringat.


Regis berkata dalam hati – tenanglah diriku. Dia baru berusia 14 tahun. Dia masih gadis di bawah umur yang lebih muda dariku. Dia benar-benar cantik, tapi kehilangan kontrolku karena tangan kita terkait benar-benar memalukan bagi orang dewasa.


Wajah Altina mendekat.


"Apa kau baik-baik saja? Wajahmu benar-benar merah ..."


"Ini, bukan apa-apa."


"Apakah begitu..."


Regis menenagkan dirinya.


Dia hanya bisa mendengar angin dan sura napas Altina.


"...Regis."


"Eh? a, apa?"


"Aku pikir kau adalah orang yang menarik."


"Haha... Aku sering dibilang seperti itu."


"Tentara harus melindungi warga sipil, itu hanya sebuah motto resmi yang diucapkan tetapi tidak dilakukan. Ada banyak orang yang berpikir tentara lebih berharga."


"Mungkin begitu... Tapi bukankah seharusnya orang-orang yang memiliki kekuatan melindungi mereka yang tidak? Itulah alasan mengapa manusia membentuk kelompok sosial. Sama seperti orang dewasa melindungi anak-anak, sama halnya dengan yang kuat melindungi yang lemah ... Jadi tentara harus melindungi warga sipil, itulah yang aku pikir."


"Itu berarti, bangsawan harus melindungi rakyat jelata, kaisar harus melindungi warganya, benar?"


"Seharusnya memang begitu. Meskipun para bangsawan melakukan perang yang tak berarti dan menyia-nyiakan nyawa dan kekayaan warga."


"Apakah perang dengan orang barbar tidak berguna? Kita tidak bisa memulai negosiasi perdamaian dengan mereka, dan kita akan dibantai jika kita kalah dalam perang, benar?"


"...Itu benar, orang barbar memang menakutkan. Tapi mereka seharusnya memancing orang barbar ke posisi yang lebih mudah untuk bertahan dan membangun dinding panjang dan kokoh jika mereka benar-benar ingin melindungi bangsa."


"Bukankah mereka bisa memanjat dinding dengan mudah?"


"Akan sulit bagi kavaleri dan karavan untuk lewat, sehingga akan cukup untuk mencegah tentara besar menyerbu."


"Oh aku mengerti... Mengapa para jenderal tidak melakukan hal itu? Mereka tidak memikirkan hal itu?"


"Apa yang aku katakan adalah pengetahuan umum yang ada pada buku. Kalangan atas ingin berperang karena ini adalah bisnis bagi mereka. Melawan orang barbar akan memberikan mereka prestise sebagai seorang prajurit. Senjata dan makanan dapat dijual dengan harga tinggi selama perang. Pelatihan akademi militer juga merupakan sumber pendapatan bagi para bangsawan. Ini membebani bangsa secara keseluruhan, tetapi mereka yang memiliki otoritas akan mendapatkan keuntungan... "


"Ini tak bisa dimaafkan!"


Wajah Altina mendekat pada wajah Regis, hampir mengenainya.


Regis terdorong kebelakang oleh aura mengintimidasi Altina dan mundur.


Namun ia tidak bisa melarikan diri karena lengan mereka terkait.


"Tenang, tenang Altina... Aku tidak mengatakan semua bangsawan seperti itu. Aku pikir Marquis Tennessee tidak bertindak seperti ini."


"...Benarkah?"


"Ya, ia bahkan mengusulkan pada kaisar menentang perluasan wilayah kekaisaran, dan untuk fokus pada penguatan keamanan negara. Dia adalah orang yang menyarankan rencana untuk membangun tembok pertahanan selama konferensi aristokrat."


"Itu adalah ide bagus! Itu akan mengurangi korban dan tingkat kemiskinan setelah pertempuran!"


Mata Altina berkilau karena kata-kata Regis.--


Keduanya terdiam beberapa saat.


Regis melihat ekspresi berbahaya Altina untuk seketika.


"...Mungkinkah kejadian ini?"


"Hmmm? Ada apa Altina?"


"Yahh, aku hanya memikirkan sesuatu yang tidak penting. Itu benar, ada berbagai macam orang di antara para bangsawan."


"Ya, itu sebabnya akan bermasalah jika kaisar tidak mengelolanya dengan baik."


Regis berkata sambil tertawa pahit.


Tubuh Altina gemetar. Regis menyadarinya karena mereka begitu dekat.


"...Apa kau pikir kaisar yang memerintah saat ini... buruk?"


"Jika aku mengatakan dia buruk, aku akan dihukum karena pengkhianatan..."


Mungkin sudah terlambat sekarang. Tapi ini di tengah-tengah badai salju. Hanya Altina dan seekor kuda yang mendengarkan.


Regis memulai monolognya.


"Kaisar yang memerintah saat ini telah memerintah terlalu lama. Tubuhnya terlalu lemah untuk menangani tugas-tugas administratifnya. Pangeran pertama seharusnya menggantikannya 5 tahun yang lalu. Tapi pangeran pertama sakit-sakitan dan lemah sedangkan pangeran kedua menampilkan bakatnya dalam politik dan militer. Pangeran kedua memiliki dukungan yang kuat juga."


"Itu tampaknya rumit."


"Pangeran pertama lahir dari selir kedua. Pangeran kedua lahir setelahnya dari ratu. Ratu juga menikmati statusnya yang lebih tinggi sebagai bangsawan. Hal ini mengakibatkan masalah penerus dalam kekaisaran."


"Perebutan tahta antar pangeran... adalah pertarungan antara para pendukung mereka. Hal ini menyebabkan perpanjangan waktu kaisar di atas takhta. Hal ini menyebabkan para bangsawan melakukan hal sesuka mereka dan gelombang korupsi merajalela."


"Ada anak-anak kaisar selain mereka."


"Yah, pangeran ketiga hanya seorang pelajar berusia 15 tahun. Dia adalah kuda hitam yang mungkin tidak dapat bersaing dengan saudara-saudaranya."


"Ada, ada satu lagi... benar?"


"Hmm? Ah... Omong-omong, komandan di Benteng Sierck adalah seorang keluarga kekaisaran."


"Ya! Bagaimana dengan orang itu?"


Altina bersandar lagi dan Regis mundur ke kanan. Dia hampir jatuh dari bagasi.


"Erm, Arrow-Sparrow Princess. Tidak ada yang ingat nama lengkapnya karena terlalu panjang."


"Yah, itu memang agak panjang..."


"Aku pikir dia disebut Marie Quatre Argentina de Belgaria[5]... Aku ingat cerita dalam buku-buku, tetapi sulit untuk menghafal nama panjang seperti itu."


"Jangan memaksakan diri. Omong-omong, apa itu Arrow-Sparrow Princess?"


"Aku akan berada di bawah perintahnya mulai sekarang, ini akan bermasalah untuk mengatakan hal-hal yang mirip dengan mencemoohnya... ini adalah julukannya di ibukota."


"Jadi, apa artinya?"


"Apa yang aku ketahui adalah dari mulut ke mulut... Yah, kami juga memiliki waktu yang luang. Ini adalah kisah tentang seorang putri menyedihkan yang dipaksa ditugaskan di perbatasan negara--"


15 tahun yang lalu--


Sebagai latar belakang, mari kita bicara tentang ibu dari Marie Quatre.


Di ibukota kekaisaran Versailles, Kaisar mengadakan pesta ulang tahun ke-50nya dengan megah.


Orkestra kekaisaran memainkan waltz[6]. Hidangan mewah disajikan satu demi satu, para jenderal menceritakan laporan kemenangan mereka sebagai hadiah. Tidak hanya bangsawan yang mempunyai kekuasaan tinggi dan konglomerat terkenal yang hadir, bahkan bangsawan kelas bawah dan keluarga mereka diundang, itu menggambarkan betapa mewahnya pesta tersebut.


Di antara para rakyat biasa yang duduk di kursi paling belakang, duduklah seorang gadis muda yang sangat mempesona.


Rambutnya gelap seperti malam dan matanya hitam seperti obsidian, kontras dengan kulit putih saljunya, membuatnya bahkan lebih putih. Yang luar biasa, seseorang yang mengobrol dengan gadis berusia 16 tahun itu adalah kaisar yang meninggalkan tahtanya dan berjalan perlahan melintasi ruangan.


"Maukah kau berdansa denganku, nona?"


Menurut catatan dari juru tulis kekaisaran, Claudette Bartholomew membungkuk dengan sopan dan menjawab: "Ini adalah kehormatan bagi saya. Bagaimana saya memanggil Anda?"


Adapun mengapa dia bertanya nama kaisar, ada beberapa teori. 'Tidak memperhatikan' tampaknya terlalu menyinggung.'Menyadari, tetapi mengikuti kebiasaan dalam pesta' dan 'dia adalah wanita berani yang berani bercanda dengan kaisarnya' adalah teori yang lebih meyakinkan.


Tapi dia adalah satu-satunya yang tahu kebenaran.


Gadis cantik berambut cokelat mengulurkan tangannya, dan kaisar tersenyum saat ia mememgang tangannya.


"Maafkan aku. Aku Liam Fernando de Belgaria. Orang-orang memanggilku Liam ke 15."


"Kalau begitu, panggil saya Claudette."


Konduktor yang dikenal sebagai yang terbaik di kekaisaran mengayunkan tongkat setelah beberapa saat ragu-ragu dan orkestra kembali “hidup”.


Hal ini umumnya dikenal sebagai insiden Claudette.


Setengah tahun kemudian--


Nona Claudette yang kini berusia 17 menjadi selir ke 4 kaisar.


Namanya diubah menjadi 'Marie Claudette de Belgaria'. Ada rumor bahwa dia hamil selama pernikahan.


Selir itu mengandung pewaris kaisar ke 4 sebelum ulang tahun kaisar yang ke-51. Dia adalah Marie Quatre Argentina de Belgaria.


Dia secara resmi putri yang sah dari Kaisar, tetapi dia dianggap anak haram oleh orang-orang.


Ketika Liam ke 15 menerima kabar tentang kelahiran anak ke-4nya ia diceritakan bertanya "Apakah rambutnya merah?".


Kaisar pertama Belgaria dikenal sebagai 'Kaisar api' memiliki rambut merah, mata merah dan tubuh kekar. Ia mengalahkan suku barbar di sekitarnya dan membentuk pondasi dari kekaisaran.


Liam ke 15 adalah sama, ia adalah seorang yang berbadan besar dengan rambut merah dan mata merah, walaupun memiliki tubuh yang lemah. Meskipun ketiga pangeran memiliki mata merah, mereka mewarisi warna rambut pirang dan coklat dari ibu mereka, dan juga tubuh mereka tidak besar. Liam ke 15 tidak menyibukkan diri dengan urusan militer dan keuangan, tetapi penurunan warisan gen dari kaisar pertama membuatnya sedih.


Kepala bendahara kekaisaran gelisah saat ia membungkuk dan melapor: "Yang Mulia, rambutnya merah, tapi dia adalah seorang gadis."


Kecemasan Liam ke 15 untuk anak-anaknya tampaknya berhenti pada saat ini.


Seorang rakyat biasa menjadi selir dan melahirkan anak dalam waktu kurang dari satu tahun. Hal ini adalah penghinaan yang tak tertahankan untuk para bangsawan yang lapar akan kehormatan.


Jika anak dari Claudette adalah laki-laki, ia mungkin telah dibunuh. Rumor telah menyebar, mengatakan 'tubuh pangeran pertama lemah karena diracuni'.


Untungnya, Marie Quatre lahir sebagai seorang gadis dan dibesarkan dengan damai sampai ia berusia 13 tahun.


Dia belajar tentang pedang dan politik meskipun dia adalah seorang gadis, tindakannya yang aneh telah menjadi lelucon di dalam istana. Tapi saat ia menjadi cukup dewasa untuk memasuki lingkaran sosial, masalah timbul.


Kecantikan Marie Quatre melebihi ibunya.


Pada saat ini, penyair tampan dengan suara yang keras sangat populer di dunia sosial. Pria ini diundang ke istana oleh ratu-- ketika ia melewati Marie Quatre, penyair itu mulai bernyanyi memuji kecantikannya.


"Oh ~ betapa hari yang sangat, sangat indah! Bidadari yang seperti matahari ini membuatku terpesona! Apimu membakar jiwaku, ruby mempesona mencuri kata-kata dan kesengsaraanku!"


Dan tentu saja, ini membuat marah sang ratu. Penyair itu diusir dari istana dan dikucilkan dari dunia sosial.


Hal-hal tidak berakhir di sini. Anak dari Ratu, pangeran ke dua Allen Deux Latreille de Belgaria adalah orang yang berbahaya dengan pikiran setajam pedang. Meskipun ia hanya komandan dari divisi pertama, ia telah memerintah seluruh militer sejak usia 23, menggantikan ayahnya yang tua dan kakak laki-laki yang tubuhnya lemah.


Latreille mengusulkan proposal kepada kaisar tua.


"Jika seorang putri cantik menjadi komandan tentara, itu akan memicu gairah di antara pasukan. Saya sarankan menempatkan putri ke zona perang utara."


"Sebuah rencana yang brilian."


Pada saat ini, kekaguman Liam ke 15 untuk Claudette benar-benar hilang.


Tahun kekaisaran 850--


Kaisar tua duduk di singgasananya dengan para bangsawan tersenyum dingin berjajar di kedua sisi karpet merah.


Selir ke 4 tidak hadir.


Marie Quatre mengibaskan rambut merahnya ke belakang dan berlutut.


"Salam, Yang Mulia."


"..."


Liam ke 15 hanya mengangguk sebagai jawaban.


Kepala bendahara membuka dekrit kekaisaran dan membacanya atas nama kaisar.


Persyaratan usia untuk Marie Quatre dibebaskan karena garis keturunan kerajaan, dan ia ditunjuk sebagai komandan resimen perbatasan Beilschmidt.


Gelak tawa keluar di antara bangsawan.


Tidak ada seorang pun yang hadir mengetahui apa yang dipikirkan sang putri.


Setelah menyuruh kepala bendahara keluar, kaisar tua bertanya dengan lembut: "... Apa yang kau inginkan sebagai hadiah perpisahan?"


Ini adalah pertanyaan tradisional yang ditanyakan saat keluarga kaisar meninggalkan ibukota. Menurut tradisi, jawabannya adalah 'Kata-kata Yang Mulia memotivasi saya lebih dari hadiah yang kudapat.' Tapi...


Marie Quatre membusungkan dadanya dan berkata: "Tolong berikan saya sebuah pedang dari Kaisar Api."


Kerumunan menjadi gaduh.


Para bangsawan memandang dengan hina.


"Apakah kau tidak tahu sopan santun, dasar pengemis?" Seseorang menghina.


Kaisar mempertimbangkannya sejenak.


"...Kaisar pendiri memiliki 7 pedang. Kau adalah anak ke empatku, jadi aku akan memberikanmu pedang ke 4. Ketika kau kembali ke ibukota, simpan saja kembali di ruang penyimpanan."


Pedang ke 4--


Seorang tentara yang memakai armor membawa masuk sebuah pedang sangat besar bermata dua.


Pedang itu bernama 'Emperor's Thunder Quartet'.


Pedang raksasa itu dibuat sesuai dengan ketinggian kaisar pertama, dengan panjang 26Pa (192cm).


Meskipun Marie Quatre tinggi untuk seorang wanita, pedang itu terlalu tebal dan panjang, membuat perbedaan tingginya menjadi konyol. Balairung dipenuhi dengan tawa menghina dari kaum bangsawan. Sang putri mungkin akan pergi tanpa menyentuh pedang tersebut-- sebagian besar orang berpikir seperti ini.


"Saya berterima kasih... Saya akan meminjam ini... Hya!"


Marie Quatre mengerahkan seluruh tenaganya.


Lantai marmer retak karena tekanan.


Dia mengangkat pedang itu.

Tawa menghina berhenti dan berubah menjadi kejutan.


Sang putri mengangkat pedang yang lebih tinggi darinya.


"... Saya akan mengambil tanggung jawab yang berat ini atas penunjukkan saya."


Dia membungkuk ke arah kaisar tua.


Dia menatap wajah membatu dari pangeran ke 2 dan tatapan kebencian ratu.


Hanya Marie Quatre tahu apa yang dia pikirkan, dunia hanya bisa menebak.


Dia berbalik dan meninggalkan balairung sunyi di belakang.


"Yah, itu adalah inti dari cerita."


Badai salju menggetarkan karavan.


Altina bertanya setelah Regis selesai.


"Tunggu sebentar."


"Hmm?"


"Dari mana julukan Arrow-Sparrow Princess berasal?"


"Ah, bukankah sang putri membawa pedang di pinggangnya?"


"Apakah ada masalah? Tidak ada cara lain, pedang itu terlalu panjang. Pedang itu akan terseret sepanjang lantai jika meletakkannya di punggung."


"Apa Altina melihat dia juga? Apakah sang putri memakai pedangnya seperti itu di benteng Sierck?"


"Eh? Err, ya ... aku telah melihatnya sebelumnya."


"Apa kau berpikir tentang hal itu? Ketika para prajurit dan petani melihat Marie Quatre mungil memakai pedang seperti itu, mereka pikir itu tampak seperti burung pipit yang tertembak oleh panah[7]."


"Apa!?"


Altina membuka mata lebar-lebar, tertegun.


"Sulit untuk mempercantik citra dirinya sekarang. Dia tidak tampil di depan publik dan tidak memiliki pencapaian terkenal. Semua orang telah mengikat julukan Arrow-Sparrow Princess padanya. Aku jauh dari garis depan jadi aku tidak pernah melihatnya."


"Gugugu..."


"Apa kau baik-baik saja, bahumu gemetar... Apa karena dingin?"


"Bukan itu! Aku tidak punya alasan untuk mengeluh padamu, tapi mau bagai mana lagi!"


"Tolong rahasiakan ini darinya. Ini akan menjadi sulit untuk tinggal di sini jika dia membenciku."


"Tenang saja. Dia tidak cukup bodoh untuk membenci seseorang yang kebetulan mengucapkan rumor."


Regis mengangkat bahu.


"Itu akan sangat membantu... Oh ya, kau lapar? Kau belum makan siang, benar?"


"Apa yang kau punya?"


"Aku menyisakan beberapa roti untuk makan saat aku membaca."


Regis membuka tasnya, menggeser pedang dan mengambil roti panggang.


"Meskipun aku lebih suka susu hangat sekarang."


"Apa kau akan membaginya denganku?"


"Aku telah memberitahumu prinsip-prinsipku. Aku tidak akan memaksamu."


"... Aku ingin beberapa."


Regis tersenyum saat ia memotong roti menjadi dua bagian dan memberikan sebagian untuk Altina.


"Ini."


"Terima kasih... Ada berbagai jenis senyuman ternyata."


"Apakah kau mengatakan sesuatu?"


"... Aku telah melihat senyum yang lebih dingin."


"Hmmm~ di mana kau melihat itu?"


"Istana kekaisaran."


Nyam, Altina menggigit roti.


Kuda itu tiba-tiba meringkik. Ini adalah ringkikan mendesak untuk meminta bantuan.


Keduanya melihat ke arah kursi pengemudi.


"Ada sesuatu..."


"Itu!"


Altina menunjuk dengan jarinya. Bagian depan kereta, di mana kaki depan kuda mengarah.


Ada lima bayangan di badai salju.


Sebuah cahaya hitam berkilau di mata keemasannya.


Ada 5 mulut berwarna darah.


Regis merasa seolah-olah iblis mencengkeram hatinya.


"... Serigala."


"Serigala abu-abu (Loup Gris)[8]."


"Api... Kita perlu melempar obor pada mereka. Ah, apakah kau memiliki benda mudah terbakar!?"


"Tenanglah Regis! Tidak mungkin aku memiliki itu."


"Ugh... Kau benar."


"Kuda itu akan berada dalam bahaya jika ini berlangsung."


"Setelah itu kita... Ugugu... Cih !!"


Regis mundur ke kompartemen bagasi di dekat karavan.


Ia mengambil pedangnya dan melompat dari belakang karavan.


Altina menyipitkan matanya dan menghela napas.


"Yah, meskipun ia mengatakan ia akan melindungi warga..."


Tidak peduli seberapa keren ia mengatakan itu, itu adalah hal yang berbeda ketika nyawanya dipertruhkan. Altina tahu ini.


Apakah ia sama? pikir Altina.


Tapi Regis memutar ke depan karavan.


Dia tidak lari.


Dia mengangkat pedangnya dan menghadapke arah serigala terbesar.


"Uguguggu!"


"Apa, apa yang kau lakukan? Bahkan seorang knight[9] akan kesulitan saat menghadapi serigala abu-abu!"


"Aku tahu! Itu sebabnya aku melakukan ini!"


Tangan Regis yang gemetar bukan karena dingin.


Kuda-kudanya seperti seorang pemula.


Tidak, lebih buruk dari itu.


Punggungnya bungkuk dan tidak ada tenaga di pinggulnya, dia tampak seperti akan berbalik dan lari setiap saat.


Bahkan anak kecil yang bermain-main akan memiliki sikap yang lebih tegak.


Altina meraih kepalanya dengan kedua lengannya.


"Bisakah kau menang dengan cara ini!?"


"Haha... Hal ini tidak bisa dibanggakan, tapi aku tidak pernah menang dalam latihan pedang sebelumnya."


"Itu benar-benar bukan hal yang bisa dibanggakan."


"Pergi, Altina... Ambil kuda dan paksa untuk berjalan. Kita akan menjadi makan siang untuk para serigala jika ini berlanjut..."


"Apakah kau serius? Kau akan mati!?"


Sebuah teriakan penuh dengan kesedihan.


Regis tersenyum.


Ini bukanlah senyum untuk menenangkan Altina, atau karena ia memiliki suatu trik. Ini adalah senyum yang datang secara alami.


Bahkan Regis tidak mengerti mengapa itu terjadi.


"Meski begitu... Kematian lebih menyenangkan daripada hidup dalam keburukan."


"Ah!"


Altina ternganga.


Bahkan Regis berpikir itu aneh. Mengapa dia tersenyum? Apakah dia mengejek dirinya yang bodoh? Tidak, itu terlalu negatif. Anggap saja sebagai kemenangan karena berpegang pada prinsip-prinsipmu meskipun dalam situasi yang mengerikan.


"Bahkan aku bisa mengulur beberapa waktu. Para serigala tidak akan menyerang dengan mudah ketika menghadapi musuh yang mendekati mereka daripada melarikan diri. Serigala itu akan mengukur kekuatan lawan dan hanya mendekat ketika ia yakin akan kemenangannya... Ah, eh? Aku berpikir mereka mendekatiku!?"


"Itu benar, kuda-kudamu tampaknya sangat lemah."


Entah kenapa, suara Altina terdengar ceria. Seolah-olah dia tersenyum?


Serigala terbesar mendekat.


Serigala itu membuka rahangnya yang dilapisi dengan taring tajam dan menggeram.


Meskipun jaraknya masih jauh, Regis mengyunkan pedangnya untuk mengintimidasi serigala.


"Hah, hee!!"


Dia terhuyung ke satu sisi karena pedang yang berat.


Ujung pedang menyentuh tanah.


Sebuah suara benturan terdengar. Gagang pedang membentur lutut kiri Regis.


"Ugh!?"


"Terima kasih Regis. Kau telah berhasil melindungi warga. Melindungi pengemudi karavan Altina."


"Eh?"


Regis memutar kepalanya karena nada ceria Altina.


Mata merah Altina bersinar.


Dia mengambil sesuatu benda perak dari bagasi. Benda itu bersinar terang bahkan dalam kegelapan badai salju.


Menyingkirkan batu bata dan kayu, gadis itu mengeluarkan benda tersembunyi di baliknya dengan lengan rampingnya.


Sebuah suara berderik dapat didengar.


Sesuatu yang menakjubkan dan luar biasa terjadi.


Benda itu berat, lebar, tebal dan besar.


Butuh beberapa waktu untuk mengidentifikasi benda itu karena ukurannya yang besar.


Karavan hampir menyembunyikan panjangnya benda itu. Sebuah bongkahan logam terlalu berat bagi manusia untuk dipegang.


Abaikan ukurannya yang sangat besar, benda itu telah dipoles bersih tanpa noda.


Bagian tajamnya yang lebar seperti cermin.


Bibir Regis gemetar.


"... Emperor’s Thunder Quartet."


Altina memegang pedang kaisar di tangan kanannya.


Jubah yang dipakainya berkibar tertiup angin seperti jubah seorang penguasa. Rambut merah menyalanya dikibaskan ke belakang dengan tangan kirinya.

Haken no Kouki Altina - Volume 01 - NCP3.JPG

"Saatnya bagiku untuk melindungimu, Regis. Perhatikan dengan baik."


"Apa...!?"


"Apakah pedang ini hanya sebuah panah besar yang menancap pada burung pipit, atau itu adalah pedang yang dipakai oleh raja!"


Kaki Altina tenggelam ke dalam salju.


Dia menendang salju dan bergerak maju.


Pedang di tangannya melolong saat membelah udara.


"Hahh!!!"


Dia mengayunkan pedang itu ke bawah.


Menghancurkan tanah.


Salju di tanah meledak.


Alih-alih sebuah tebasan, ini lebih mirip seperti tembakan meriam, pikir Regis.


Dia bisa merasakan getaran di tanah.


Para serigala abu-abu mungkin akan mundur.


--Dugaanku benar.


Satu-satunya hal yang terhempas adalah salju, serigala abu-abu telah mundur ke jarak yang aman dan lolos dari kematian.


Altina mengambil roti dari dadanya dan melemparkannya ke serigala-serigala itu.


"Heei!"


Roti itu terlempar dan jatuh di depan para serigala.


"Ini untuk kalian! Cepatlah dan pulang!"


Para serigala dengan hati-hati mengendus roti, memakannya dan lari.


Mereka menghilang ke dalam kabut putih dari badai salju.


Regis melemaskan pinggangnya yang tegang dan terjatuh.


Altina menancapkan pedang ke dalam tanah dan menghap Regis.


"Apa kau terluka?"


"Huff, huff... lutut kiriku sakit."


"Bukankah kau mengenainya dengan pedangmu sendiri?"


"Aku berada dalam mimpi saat itu, jadi aku tidak ingat."


Altina tersenyum canggung.


Regis menggaruk kepalanya.


"Aku terkesan denganmu... Ah, bukan... Yang Mulia Marie Quatre Argentina de Belgaria, putri kerajaan ke 4... Apakah itu benar Yang Mulia?"


"Bukankah sudah terlambat untuk ini?"


"Hah, kau jahat."


Yang dapat Regis lakukan hanyalah mendesah.


Altina tersenyum setelah skemanya berhasil.


"Kau benar-benar tidak tahu?"


"Yah, aku menyadari rambut dan mata merahmu, tapi Altina tampaknya nama panggilan yang terlalu panjang untuk Argentina."


"Ibuku memanggilku seperti itu."


"Argentina adalah nama kampung halaman Claudette Bartholomew. Dan Altina adalah julukan untuk tempat itu..."


"Kenapa kau tidak menyadarinya jika kau tahu itu?"


"Itu terlalu tidak masuk akal, jadi aku menyingkirkannya dari kepalaku. Komandan unit dimana aku dipindahkan ternyata putri kerajaan ke 4. Bagi sorang tuan putri untuk menjemputku dan menyamar sebagai pengemudi karavan terlalu mengejutkan."


"Aku pikir aku akan ketahuan saat berada di toko buku dan gugup untuk sementara waktu."


"Aku memahami perilaku yang mencurigakan dari penjaga toko sekarang. Apakah kau selalu melakukan hal-hal seperti ini?"


"Tidak! Jika aku terus melakukan hal ini, rumor putri bodoh akan menyebar."


"... Kita berada di kota sebelumnya, mungkin berita sudah menyebar... Putri Tukang Antar."


"Itu terdengar lebih baik daripada Arrow-Sparrow Princess."


Dia serius merasa terganggu dengan julukan ini.


Regis memiringkan kepalanya.


"Kau mengatakan bahwa kau tidak selalu melakukan hal seperti ini... Jadi mengapa aku? Apa kau memiliki dendam terhadapku?"


"Dendam?"


"Tidak peduli seberapa positif aku melihat ini, aku telah merendahkan kaisar. Kesampingkan sikapku terhadapmu saat menyamar, mengkritik kaisar adalah kejahatan berat."


"Mengapa kau mengatakan itu jika kau tahu itu kejahatan?"


"Percakapan semacam itu tidak lebih dari sekedar salam dikalangan rakyat biasa."


Hmm, Altina meletakkan tangannya di pinggul dan mengerutkan keningnya.


Setelah menenangkan diri, situasi berubah buruk. Badai masih bertiup sementara suhu akan menurun setelah matahari terbenam.


"Aku tidak ingin kau salah paham. Aku tidak punya dendam terhadapmu dan tidak punya niat menghukummu karena mengkritik kaisar."


"Lalu kenapa?"


"Karena aku mendengar rumor bahwa kau adalah taktisi yang handal."


"Apakah kau berbicara tentangku? Aku pikir itu terlalu berlebihan."


"Aku pikir itu mungkin... aku butuh bantuan orang yang handal... Tidak hanya sekedar handal, tetapi juga orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang benar. Aku perlu untuk menyelidiki lebih lanjut."


"Itu sebabnya kau menyamar sebagai pengemudi karavan?"


"Ada hal-hal yang tidak akan diucapkan dihadapan keluarga kekaisaran, benar? Aku ingin mendengarkan pemikiranmu yang sebenarnya, Regis Alric."


"Satu-satunya hal yang kau tahu hari ini adalah bahwa aku tidak memiliki gairah terhadap urusan militer."


"Teknik berpedangmu juga."


Altina bercanda saat Regis menggaruk kepalanya.


Altina tiba-tiba melihat pada kejauhan.


"Ah... Sepertinya dugaanmu benar."


"Apa?"


Altina mendengarkan dengan penuh perhatian.


Regis mengikutinya.


Tak lama setelah itu--


Suara dari sepatu kuda yang berlari di jalan bersalju dapat didengar.


Dia barusan berbicara kepadaku sebelumnya, pendengarannya tajam. Regis terkesan.


"...Ah, tapi mungkinkah mereka bandit atau orang barbar?"


"Aku bisa mendengar armor logam, jadi itu pasti mereka."


"Kau dapat mendengar itu juga?"


Saat ia berbicara, lima penunggang kuda muncul dari arah badai salju.


Ksatria beramor turun didepan Altina.


Mereka berlutut.


"Putri, anda baik-baik saja!?"


Seorang pria botak paruh baya dengan jenggot hitam bertanya.


Altina mengangguk.


"Terima kasih karena menjemputku. Aku baik-baik saja... Tapi kuda itu terluka."


"Saya mengerti! Biarkan kuda saya menarik karavan."


"Ya, aku menyerahkan hal ini padamu."


Kereta kuda kembali beroperasi setelah mengganti kuda.


Kuda yang terluka dipandu kembali dengan tali kekangnya.


Dua tentara mengangkat pedang Altina dan membawanya ke arah kompartemen kargo.


Setelah melirik para prajurit yang melaksanakan tugas mereka, Altina berjalan menuju Regis.


Tangan putihnya meraih Regis yang duduk karena kelelahan.


"Ayo, waktunya untuk pergi."


"Erm... Yang Mulia, putri?"


"Lupakan, sudah terlambat bagimu untuk memanggilku seperti itu."


"Tidak, aku pikir kau benar-benar seorang sopir saat itu..."


"Ini akan membuat buruk suasana hatiku. Kau bilang kau akan memanggil namaku sebelumnya. Apakah kau berbohong?"


"Eh..."


Itu karena kau menyamar sebagai sopir karavan. Tapi Regis tidak bisa mengatakan itu.


Punggung Regis bermandikan keringat dingin.


Dia pikir, diasingkan ke daerah perbatasan adalah hal yang buruk. Tapi dia mungkin telah tiba di tempat yang luar biasa.


Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah langit.


Regis meraih tangan yang diulurkan kepadanya.


"... Aku pikir aku seseorang yang dapat membaca suasana... Tapi apakah itu benar-benar oke, Altina?"


Tentu saja! suaranya penuh energi saat ia berbicara.


"Selamat datang di resimen perbatasanku. Aku akan mempekerjakanmu dengan keras, Regis Alric!"


Catatan Penerjemah[edit]

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Bibliofilia
  2. Marquis = gelar kebangsawanan
  3. biasanya kuda yang terluka dan tidak bisa disembuhkan lagi akan dibunuh untuk mengurangi biaya perawatan si kuda.
  4. Itu loh, es yang ada gagang kayunya, bukan cewek loli :v
  5. Kata de dalam bahasa perancis yang sama artinya dengan bahasa inggris "of" yang menunjukkan dia bangsawan. Contoh: Joan de Arc yang artinya Joan dari keluarga Arc. Penambahan de (atau of dalam bahasa inggris) menunjukkan dia bangsawan.
  6. https://en.wikipedia.org/wiki/Waltz_(music)
  7. Arrow-Sparrow berarti “panah” (Arrow) dan “burung pipit” (Sparrow).
  8. Loup Gris = nama serigala abu2 dlm bhsa perancis.
  9. Knight itu semacam gelar kebangsawanan. Gelar ini didapet ketika prajurit dapat promosi kenaikan pangkat biasanya disertai gelar knighthood (chevalier dlm perancis). Pangkat yang militer yang biasanya dapet gelar knight yang terendah dari kapten sampai yang tertinggi jenderal.


Sebelumnya Ilustrasi. Kembali ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 2: Janji Saat Fajar