Kokoro Connect (Indonesia):Jilid 2 Epilog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Epilog: Serangan Balasan Inaba Himeko[edit]


“Aku berangkat,” di pagi hari, Inaba berkata sambil menutup pintu rumah.

Ia melirik ke belakang dan melihat kakaknya yang sudah mahasiswa, menatap ke arahnya dengan wajah terperangah.

“Himeko … bukannya biasanya kau pergi tanpa ngomong apapun?”

“Berisik!”

Inaba membanting pintu lalu pergi.

Udara pagi semakin hari semakin dingin, tapi hari ini tampak cerah sehingga cuaca nanti sore mungkin akan lebih hangat.

Setelah seminggu tak muncul-muncul di sekolah sekolah, Heartseed secara tak disangka hadir tiba-tiba di ruang klub. Ia muncul sebagai Gotou Ryuusen, wali kelas 1C.

Apa yang dikatakannya singkat.

Perkembangan fenomena yang ada saat itu sudah tak menarik lagi dan hal yang paling menarik baginya sudah terjadi, maka ia berniat untuk menghentikan fenomena aneh itu.

Setelah itu, fenomena menjengkelkan yang mereka alami itu berakhir.

Kalimatnya yang mengatakan bahwa, “Kalian semua tampaknya menjadi sudah terbiasa dengan fenomena ini… sehingga kalian sudah tidak heran dan kebal menghadapi semua masalah…” membuat kami bungkam seribu kata; karena kami tak bisa melakukan apapun setelah kalimat itu meluncur dari mulutnya, kami hanya bisa membiarkannya pergi.

Lantas, akankah ada lagi fenomena lainnya? Kupikir, pasti ada. Lain kali, kami pasti bisa menyusun rencana yang justru akan menyerang balik orang itu.

Akan tetapi sejujurnya, untuk membalas semua perlakuan Heartseed memang tidaklah mudah, banyak rintangan yang harus dihadapi.

Meskipun begitu, kalaupun dia menciptakan fenomena aneh lainnya, kami pasti akan bisa mengatasinya–aku sendiri pasti bisa menemukan caranya.

Cara berpikir ini mirip seperti cara berpikir Taichi… pikir Inaba sambil tersenyum kecil.

Kenapa orang-orang ini seperti terkesima melihatku senyum-senyum sendiri di jalan? Aku tak tersenyum berlebihan … ‘kan?”

Pikir Inaba lagi, sambil berjalan menuju sekolah. Kenapa aku bisa suka pada Taichi?

Apakah karena dia adalah cowok yang paling sering mengobrol denganku?

Apakah karena dia selalu siap mengorbankan dirinya demi menolong orang lain, siapapun orang itu?

Apakah karena dia juga telah menolongku?

Tidak, sepertinya bukan itu semua; coba kupikir lebih dalam lagi.

Aneh memang jika kuberkata seperti ini, tapi kepribadianku memang tidak baik; dan karena itulah aku selalu bertindak berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Kalau aku menemukan suatu celah, aku akan berusaha mengeksploitasi celah dan kesempatan itu.

Aku tak bisa berhenti menganggap bahwa orang-orang di sekelilingku berpikir sama seperti apa yang aku pikirkan itu, karena aku memang seperti itu.

Mungkin orang lain juga bertindak berdasarkan perhitungan untung dan rugi yang akan mereka dapatkan. Jika aku lengah, orang lain bisa mengeksploitasi kelemahanku–aku tak pernah berhenti berpikir seperti ini.

Maka dari itulah, aku membuat dinding pelindung yang tebal dan rapat di sekelilingku.

Karena sifat maluku yang luar biasa, aku selalu mengumpulkan informasi lebih banyak daripada orang lain agar aku selalu memiliki keuntungan dan keunggulan lebih banyak daripada mereka; aku selalu membuat diriku tampak kuat dan kejam agar orang lain segan menyerangku, dan justru perilaku itulah yang membuatku seperti katak dalam tempurung, terkurung.

Masalah tak akan muncul jika aku memerangkap diriku sendiri. Sebagai contoh–seperti halnya apa yang dilakukan Yui ketika menghadapi fenomena ini.

Mungkin aku juga memiliki perasaan itu, tapi aku belum pernah mengalami peristiwa yang sangat menakutkan, meskipun aku begitu pemalu.

Ketika aku memerangkap diriku sendiri, sayangnya, aku justru tak bisa mendapat banyak hal, karena seringkali aku justru tak mampu mengejar apa yang sebenarnya ingin kudapatkan. Bahkan jika apa yang kuinginkan itu diletakkan begitu saja di depanku, aku tak bisa begitu saja mencomotnya karena aku takut akan terluka jika melakukannya.

Jadi pada akhirnya, aku justru terus-menerus kehilangan sesuatu; tapi aku tak merasa tersakiti sehingga aku tak kehilangan perasaan itu.

Padahal sebenarnya, aku telah kehilangan perasaanku sendiri. Aku telah kehilangan banyak hal, termasuk hal-hal yang penting.

Memang menyakitkan dan melelahkan ketika aku harus memperlihatkan seperti apa diriku yang sebenarnya. Aku akan dengan mudah terluka karena aku tak ada alat pelindung apapun, atau aku tak bisa menipu diriku sendiri dengan memercayai bahwa luka itu hanya sakit di permukannya saja. Tapi dengan hidup seperti apa adanya diriku sendiri, aku bisa merasakan warna-warna lain kehidupan yang begitu menakjubkan.

Mungkin ini bisa dibilang berisiko besar tapi berpeluang besar juga, bukan?

Tak pernah sekalipun sebelumnya, selain pada Yaegashi Taichi yang tak pernah bersembunyi di balik tameng atau tempurung pelindung, aku menampakkan diriku yang sebenarnya; sebelum itu, aku selalu berpikir bahwa diriku sendiri adalah seseorang yang sangat buruk dan tak ada satupun orang yang mau peduli akan diriku.

Kepolosan sikap Taichi justru membuatku takut; kejujurannya membuatku ngeri; dan dia selalu menggunakan kepolosan itu ketika berhadapan denganku.

Dia begitu kuat sampai aku sendiri yakin bahwa aku tak akan bisa mengalahkannya.

Apakah aku ingin menjadi seperti dirinya? – Mungkin bukan itu.

Apakah aku ingin tahu rahasia kekuatannya? – Mungkin begitu.

Hal paling penting yang ingin kutanamkan pada jiwaku adalah aku sangat ingin berhadapan dengan Taichi dengan menampakkan sifat dan diriku yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya.

Tentunya, apa yang seorang gadis sepertiku tahu tidak terlalu masalah. Atau mungkin apa yang kutahu justru memang salah dari awal sampai akhir.

Meskipun begitu, memang itulah yang kupikirkan.

Sebelumnya, aku selalu menjaga ketenteraman duniaku sendiri, tapi setelah bergabung dengan Klub Studi Kebudayaan, aku sadar bahwa tidak bisa seperti itu terus. Terlalu banyak hal yang aku tak tahu. Jika aku terus hidup seperti itu, aku akan ditinggalkan sendiri, sehingga sedikit-sedikit aku mulai membuka duniaku.

Aku suka dunia ini, karena menyenangkan.

Ketika aku memutuskan untuk mengejar dunia ini aku berusaha menggunakan diriku yang sebenarnya untuk berhubungan dengan dunia luar. Aku ingin keluar dari tempurung yang selama ini mengungkungku dan merasakan langsung kebahagiaan yang aku tak mungkin rasakan jika terus bersembunyi di balik tempurung itu.

Setelah itu, aku tertarik pada Taichi yang tak pernah berlindung di balik tempurung dan bahkan kadang-kadang bisa memecahkan tempurung pelindung milik orang lain. Mungkin inilah alasanya.

Aku mencari alasan … tapi apakah telah kutemukan? Mungkin, alasan itu adalah sesuatu yang tak bisa dijelaskan melalui teori apapun.

Dengan kata lain, alasannya nihil.

Hanya semacam imajinasi yang sewajarnya dimiliki oleh pikiran perempuan.

Meskipun aku berpura-pura tahu segalanya, aku sebenarnya banyak tidak tahu. Atau mungkin, justru akulah orang yang paling tak mau tahu di Klub Studi Kebudayaan, karena aku selalu bersembunyi di balik tempurungku.

Hidup di sebuah lingkungan yang hanya ditemani seorang kakak laki-laki juga mungkin menjadi alasan. Tapi yang paling utama adalah bahwa aku sangat takut menjadi seorang perempuan yang lemah, sehingga aku selalu menampakkan perilaku kuat dan kasar seperti seorang laki-laki. Kupikir, aku bisa dengan mudah dimanfaatkan jika sampai dianggap lemah.

Tapi mungkin akan lebih baik jika aku bisa sedikit berlaku seperti layaknya seorang perempuan.

Kurasa dunia baru mulai terbuka.

Meskipun aku sadar bahwa aku tak bisa mengubah apapun saat ini.

Aku benci menjado seseoran gyang tak bisa melakukan apapun selain dilindungi layaknya tuan putri. Aku juga benci orang lain melanggar batas dan menginjak-injak hatiku, sehingga aku selalu melarang orang lain memanggilku ‘Himeko’. Tapi kali ini, aku akan membiarkan orang lain memanggil namaku.

“Himeko.”

Aku mencoba menggumamkan nama itu dengan suara yang teramat pelan.

… Rasanya janggal; nanti saja kulakukan ini.

Kini aku bisa melihat gedung sekolah di kejauhan, jumlah pejalan kaki pun semakin membanyak.

Gara-gara fenomena ‘hasrat yang meledak’, aku selalu menahan diri. Tapi sekarang saatnya aku bergegas dan melakukan yang terbaik. Aku akan berjuang dengan segala daya upayaku untuk mengejar apa yang kuinginkan.

Biarkanlah aku menjadi seorang serakah asal aku bisa mengatakan apa yang kumau.

Dan lantas, biarkan aku mencintai diriku sendiri. Aku harus mencintai diriku sendiri dulu sebelum aku menyatakan cintaku pada orang lain.

Bagaimana bisa seseorang berkata “Cintailah aku,” padahal dia membenci dirinya sendiri?

Inilah cinta pertamaku.

Bagaimana caraku mengakuinya?

Serangan balasan Inaba Himeko dimulai dari sekarang! Syarat yang harus dipenuhi memang tak enak, tapi tak apalah. Lagipula, bagaimanapun caraku membujuk mereka berdua, sepertinya hubungan mereka tak berkembang begitu jauh. Meskipun jika pada akhirnya hubungan mereka harus berakhir, bukanlah masalah bagiku selama aku bisa bergegas masuk dengan satu tarikan napas. Aku tak mungkin kalah.

Meskipun begitu, aku tak berencana mengejarnya seperti orang kesetanan. Memegang sesuatu dan tak pernah melepaskannya lagi adalah sifatku. Memanfaatkan semua ide dan rencana agar tak bisa menolak agar jatuh cinta padaku adalah sifatku.

Dan aku pasti akan bangkit kalaupun kalah.

Karena itu bukan sebuah tragedi.

Dan jika pada akhirnya aku ditolak pun, Taichi, Iori, Yui, dan Aoki pasti tetap berada di sisiku.

Ikatan persahabatan kami tak akan putus meskipun aku tak bisa berusaha penuh menjaganya.

Jadi biarkan kubuka pintu itu! Dari situ aku bisa melihat jalan yang baru. Aku tak tahu sebelumnya; tapi kini ya, kutahu. Dengan mengejar dan berlari ke depan aku bisa tahu lebih banyak lagi.

Misalnya saja, apa yang kutemukan baru-baru ini.

Manusia bukanlah makhluk yang semata-mata mencurigai, membenci, mendendam, membuat jarak, bersembunyi, melarikan diri, merasa enggan, dan menolak.

Manusia hidup untuk mencintai, dan dicintai.



Kokoro Connect 2 “Luka yang Diacak”
Tamat