Konjiki no Master(Indo):Arc 1 Chapter 23

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 23: Tekad Bulat Vale[edit]

“... *Sigh*.”

Berapa kali dia sudah menghela nafas? Orang yang menghela nafas dengan jumlah yang tak terhitung jumlahnya itu adalah Vale Kimble. Dia duduk di atas kursi di ruangan istirahat para prajurit dengan memegang kepalanya.

“Hei, apa ada sesuatu terjadi pada Vale?”

Khawatir, Aoyama Taishi bertanya pada rekannya, Suzumiya Chika, Minamoto Shuri, dan Akamori Shinobu. Dan mendapati kesemuanya memiringkan kepalanya.

“Dia seperti tak punya semangat seperti biasanya.”

“Sejak kapan itu terjadi?”

Chika bertanya. Dan yang menjawab adalah Shinobu.

“Dia menjadi seperti ini sejak Vale pergi untuk ke Guild.”

“Aku ingat, dia mengatakan ingin meminta bantuan orang yang dapat diandalkan.”

 Shuri menambahkan informasi ke diskusi mereka.

“Dan setelah ia pulang… Dia tampak seperti itu.”

“Apa yang sebenarnya terjadi padanya?”

(Credit Musuyaba from Baka-tsuki (talk))

Dia menanyakan hal itu dengan menyeka keringat di dahinya. Bagaimanapun mereka baru saja berlatih dengan para prajurit. Chika berlatih dengan keras, jadi dia sedang peluh dengan keringat.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Perlu kita tanyakan sekarang?”

“Yeah, tapi dia sepertinya susah untuk didekati.”

Suasana di antara mereka terasa stagnan. Dengan suasana itu, tidak mungkin mereka mampu mendekatinya.

Setelah mereka memperhatikannya, seorang gadis yang berpakaian pink memasuki kamar. Orang itu adalah putri tertua dari [Royal Capital Victorias], Lilith van Strauss Arclaim.

Dia mendekati mereka dengan senyum di wajahnya.

“Kerja bagus, Pahlawan!”

“Lilith-sama pasti memiliki banyak pekerjaan sulit di luar sana.”

Taishi mengembalikan pujian itu ke sang putri.

“Eh, um, ada apa?”

“Mengapa kau masih berbicara se-formal itu, Taishi-sama!”

“I-Itu…”

Mata Taishi dengan gelisah berkeliaran memutari ruangan.

“Bukannya kau berjanji!? Aku memintamu untuk memanggilku, Lilith. Dan juga, tolong berhentilah berbicara seperti itu. Aku pikir Taishi-sama dapat mengerti!”

Dia mendekatinya dengan pipi yang menggembung.

“Di-dimengerti! Aku mengerti, jadi tolong menjauhlah, Lilith!”

“Ah, ma-maaf!”

Lilith tampak kebingungan saat dia mencoba membuat jarak dengan Taishi. Wajahnya berubah menjadi warna merah padam.

“Ti-tidak, tidak masalah. Haha.”

Taishi dengan malu-malu menggaruk kepalanya.

“Hentikan, kalian berdua!”

Taishi tiba-tiba merasakan injakan yang luar biasa di kakinya.

“Oy, Chika! Apa yang kau lakukan!?”

Chika lah yang menginjak kaki Taishi dengan tumitnya.

“Tidak ada, sungguh. Aku hanya kesal karena pikiranmu tercermin di wajahmu. Hmph!”

“Hei, itu menyakitkan!”

Setelah dia mengatakan itu Chika kembali menginjaknya kembali. Taishi mulai menangis meminta pertolongan pada Lilith dan Shuri yang datang membantunya. Shinobu tertawa keras ketika dia menyaksikan ini.

“Ahaha! Seperti biasanya, hubungan Taishi dan Chika benar-benar lucu~”

“Hah!? Apa maksudmu! Taishi bodoh, muka memerahmu sama sekali tak enak dipandang!”

“Oh? Apa mungkin kau cemburu?”

“Bo-! Kau sangat salah, Idiot!”

Hanya dengan adegan ini, semuanya memahami perasaan Chika. Kecuali Taishi.

“Ufufunofu~ Jatuh cinta pada cowo yang tidak peka tampak sulit~”

Shinobu menggoda Chika dengan senyuman.

“A-aku sudah tak peduli lagi! Aku kembali berlatih lagi!”

Dia mengatakan itu dengan bergegas keluar ruangan. Menatap kepergiannya, Shinobu sekali lagi tertawa dengan keras.

“Chika begitu manis. Dia langsing dan sopan. Taishi adalah orang yang beruntung.”

“Apa maksudmu? Aku sangat kesakitan barusan. Dari mana maksudmu beruntung?”

Shinobu menghela nafas dalam saat Taishi mengatakan dia bukanlah seorang masochist.

“Ah, jika kau tetap seperti itu, Princess-sama and Chika bakal memiliki banyak masalah.”

Shinobu tertawa bersimpati kepada mereka.

“Omong-omong, apa kalian membicarakan sesuatu sebelum aku datang?”

Lilith bertanya. Kelompok itu mencurahkan opini mereka kepadanya.

“Jadi, apa yang kalian pikir sesuatu telah terjadi?”

“Itulah yang tak kami mengerti. Aku ingin bertanya, tapi suasana saat ini membuat kami kesulitan mendekatinya…”

“Apa boleh buat, akulah yang akan bertanya.”

“Shinobu mau?”

“Yeah, bukannya aku orang yang cocok untuk melakukan hal ini?”

“Aku tak tahu alasanmu, tetapi kau baik-baik saja dengan itu, kan?”

“Serahkan padaku~.”

Katanya sambil menuju ke orang yang ada di ruang peristirahatan prajurit.

.

(Credit Musuyaba from Baka-tsuki (talk))

.

Vale terus menerus mengulangi hal yang dibicarakan oleh Guildmaster, Judom Lankars.

‘Jadi Maou [Evila] sudah berganti, dan Maou yang baru itu mengirimkan kita banyak permintaan perdamaian, tetapi negara kita sama sekali tidak melakukan apapun dan terlihat mengabaikannya…’

Dia juga diberitahu, “Sebelum putrinya menjadi korban, sebelum kalian memanggil orang luar untuk menjadi Hero, bukannya ada yang seharusnya kita lakukan sebelumnya?

Dia juga diberitahu bahwa dia masih belum dewasa.

‘Mengapa negara ini menolak permintaan itu… tidak, aku tahu persis alasan itu. Ada kemungkinan besar jika kita dikhianati seperti sebelumnya.’

Saat Maou [Evila] sebelumnya meminta untuk pembicaraan perdamaian dan negara ini menyetujuinya, ternyata itu hanya jebakan, dan sangat banyak [Humas] yang menjadi korban. Itulah kenapa raja tak melukakan apa-apa selain menolak tawaran itu lagi.

‘Tapi…’

Itulah kenapa kita perlu memahami. Itulah tepatnya Judom katakan.

‘Dan apakah para pahlawan itu dapat dipercaya…?’

Judom mengatakan sekali lagi bahwa orang asing seperti Hero itu tak perlu bersimpati kepada mereka. Untuk sekarang, semuanya mungkin terlihat baik-baik saja. Dengan kemampuan fisik mereka, dan atribut sihir para pahlawan harusnya dapat dengan mudah menghancurkan beberapa halangan.

Tapi maukah bertarung demi takdir dunia ini? Apakah orang yang se-dermawan itu benar adanya? Ketika Judom mengatakan, pikiran Vale menjadi kosong.

Alasan yang dikeluarkan Judom begitu masuk akal. Itu bukanlah sebuah pendapat murahan ataupun bias. Mereka juga merasa ini mirip dengan game. Dan game terus… Jika itu game, lalu… tak seperti game… Setiap kali Vale mendengarkan hal itu, dia merasa jika hal membuat mereka tampak setengah hati melakukannya.

‘Aku berpikir jika hal itu karena mereka masih muda, dan tak terbiasa untuk bertarung… tapi…’

Vale merasa lebih kuat dari masing-masing dari mereka secara individu. Tapi mereka memiliki naluri bertarung yang hebat ketika bersama-sama. Itulah aset utama mereka. Tetapi di atas langit pasti ada langit.

Di [Evila] sendiri mungkin ada orang yang dapat mengalahkan mereka berempat dengan mudah.

‘Jika… Jika salah satu di antara mereka mati… akankah mereka…’

Apakah mereka mau mati demi negeri kita? Banyak pertanyaan yang datang di kepalanya dan tak mampu ia jawab. Judom mengatakan bahwa [Victoria] harus mengembalikan para pahlawan ke dunianya tanpa terluka.

‘Apa yang harus aku lakukan…’

Ketika ia menutup matanya rapat-rapat untuk berpikir, Vale menyadari kedatangan seseorang di belakangnya.

“Ada apa, Vale?”

“… Shinobu-sama?”

Orang itu adalah Akamori Shinobu.

“Kau tak bersemangat seperti biasanya, apa terjadi sesuatu? Semuanya tampak mengkhawatirkanmu.”

“… Aku minta maaf.”

“Eh? Ah, tidak perlu meminta maaf.”

Shinobu duduk di sampingnya dan bertanya sekali lagi.

“Jadi, apa terjadi sesuatu?”

“*Sigh*… baiklah…”

Tidak mungkin ia dapat mengatakannya. Terutama dia memiliki keraguan orang di sampingnya.Tapi dia juga ingin bertanya tentang pertaruhan nyawa.

‘Jika mereka menyadari tentang kematian, apakah mereka akan meninggalkan negerti ini... ? Bahkan setelah mereka tumbuh sekuat sekarang…’

Dia tak bisa memikirkan hal lain selain pikiran negatif.

“Apakah Vale mencemaskan tentang sesuatu hal berkaitan dengan kami?”

Pundak Vale tampak kaku setelah mendengarnya. Shinobu menyadarinya dan ia mengerti.

“Ah~ Seperti yang aku duga. Jadi tentang apa itu? Sesuatu terjadi pada kami?”

Shinobu tidaklah seorang yang kritis. Tapi ia hanya menyadari bahwa Vale sedang menghindari mereka berempat belakangan ini. Dan ketika melihatnya Vale saat ini, dia merasa kasihan terhadapnya.

“… Itu… aku tak bisa mengatakannya.”

“… Aku mengerti. Maka tak perlu kau katakan.”

“… Apa?”

Vale mengerutkan dahi.

“Itu sepertinya bukan hal yang perlu jawaban segera. Jadi, kau masih bisa memikirkan jawaban itu sendiri, kan?”

“I-itu…”

“Atau kah itu pertanyaan yang harus dijawab segera, dan jika tak dijawab maka dunia akan berakhir?”

Shinobu menunjukkan ekspresi serius sekarang.

“Ti-tidak mungkin hal itu terjadi secara tiba-tiba!”

“Kalau begitu itu baik-baik saja, kan?”

“…”

“Aku tak tahu apa yang khawatirkan, tapi Vale harus melakukan hal yang bisa kau lakukan!”

“Sesuatu yang bisa ku lakukan?”

(Credit Musuyaba from Baka-tsuki (talk))

Mengembalikan kalian ke dunia kalian sebenarnya? Dia ingin mengatakan itu.

“Dan itu adalah membuat kami semakin kuat.”

“Me-menjadi lebih kuat?”

“Tentu saja. Kita tak tahu kapan [Evila] akan menyerang, bukan? Jadi, hal yang harus pasti kau lakukan adalah mempersiapkan hal itu dengan melatih kami berempat menjadi lebih kuat.”

“Shinobu-sama…”

“Jujur saja, aku sedikit takut. Tempat tampak seperti yang ada di game, tapi ini sama sekali bukan game.”

Sekali lagi, game itu ia katakan. Tapi kali ini terdengar dengan tekad yang kuat.

“Aku juga tak ingin mati, dan aku rasa aku akan lari ketakutan.”

Benar. Vale dan semuanya pasti berpikir seperti itu.

“Namun, jika kita saling mendukung, kami pasti baik-baik saja!”

Setelah mendengar kalimat itu, cahaya kecil menerangi pikiran Vale. Vale tiba-tiba berdiri dari kursinya dan menatap wajah gadis itu.

“Ayo, Shinobu-sama! Seperti yang kau katakan, kita akan melakukan hal yang bisa kita lakukan!”

“Yeah, itulah namanya semangat!”

Shinobu merasa bahagia dari dalam hatinya saat Vale akhirnya mendapatkan kembali semangatnya. Vale segera menghapus keraguan itu.

‘Itu benar. Aku tak bisa menyerah. Aku akan percaya. Kepada raja. Kepada pahlawan. Sekali lagi… Aku akan menemui Judom-sama sekali lagi!’

Dengan tekad yang kuat, dia berjalan keluar ruangan.

Tapi dia masih belum menyadarinya. Bahwa jawaban yang dia dapat saat ini sama sekali tidak menyelesaikan apa pun. Jika dia menyadari kebenaran, kejutan yang akan datang hanya akan lebih besar daripada sebelumnya.

Dan dia tampak tak menyadarinya. Suka atau tidak, dia harus bertaruh dengan takdir untuk menerima dan merampas segalanya tanpa bisa dihindari.

<< Sebelumnya | List Chapter | Selanjutnya >>