Konjiki no Master(Indo):Arc 1 Chapter 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 8: Lelaki Biasa Yang Tidak Akan Dengan Gratis[edit]

Sesampainya di Ames, Hiiro langsung mencari penginapan. Beruntungnya, hanya ada sedikit petualang yang singgah di kota ini, jadi ada banyak kamar kosong di penginapan itu dan hanya satu kamar untuk dua orang yang terisi.

“Tolong satu kamar untuk satu orang.”

“Eh, ah, ya. Permisi.. apakah anda.. petualang?”

“..Ya”

“Oh…”

“…?”

Hiiro merasa kalau kehadirannya di sini tidak diinginkan. Ini pertama kalinya dia mengunjungi desa ini.

Tapi, pemilik penginapan memperlakukannya dengan memberi nada-nada bahwa dia gelisah. Mungkin desa ini tidak menerima orang luar. Ya.. Hiiro berencana hanya tinggal satu malam, jadi itu tidak mengganggunya.

“Hey, Nii-chan.”

ED Note: Nii-chan=(Ka)Kak

Saat itu, seseorang memanggilnya. Saat Hiiro membalikan badannya, di sana berdiri seorang anak kecil. Anak kecil itu adalah laki-laki yang berusia sekitar 7 tahun. dia menatap Hiiro dengan tatapan kalau Hiiro itu orang yang mencurigakan. Hiiro mengabaikannya, karena dia tidak suka perilaku bocah itu.

“Hey, jangan hiraukan aku!”

Bocah itu marah. Hiiro menurunkan bahunya sambil berpikir mengapa dia harus berurusan dengan anak kecil.

“Ada apa, bocah?”

“Jangan panggil aku bocah! Apalagi kalau kau memakai jubah merah aneh seperti itu! itu sangat mengintimidasi!”

“… memangnya kau banteng ya?”

Hiiro mengenakan jubah merah bukan untuk mengintimidasi orang lain. Itu hanya sebatas armor.

Dengan baju sekolah di balik jubahnya, memang gaya yang aneh, tapi Hiiro tidak memperdulikan itu.

“Nii-chan, kau petualang kan? Kenapa anda datang ke tempat terpencil seperti ini?”

“Tempat terpencil?”

“Jangan panggil tempat terpencil!”

“Kau sendiri yang menyebut itu.”

Kenapa bocah ini sangat agresif? Hiiro tidak tahan dengan perilaku bocah itu, jadi dia mengabaikannya dan berjalan pergi.

“H-Hey, Tunggu!”

Abaikan, abaikan.

“Aku bilang tunggu!”

Jangan pedulikan.

“Hey! Dengarkan aku!”

Itu hanya angin.

“Hey, tolong…. jangan hiraukan aku.”’

Suaranya mulai gemetar. Mungkin bocah itu mulai sedih karena dihiraukan. Hiiro lalu menghembuskan nafasnya dan berhenti.

“Kau mau apa?”

Dia berhenti mengabaikannya karena akan repot untuknya tinggal disini kalau dia membuat bocah itu menangis.

Pada saat itu, bocah itu tersenyum senang, tapi dia kembali menatapnya seperti pertama kali.

“Haa…. Nii-chan sangat kejam!! Semua petualang itu sama saja!!”

“Aku itu aku. Jangan samakan aku dengan orang lain. itu menyebalkan, kau tau?”

Saat dia memandang bocah itu dengan kondisi hatinya yang buruk, bocah itu gemetar.

“… hah… jadi ada apa? Asal kau tahu, aku sedang sibuk berkeliling desa ini.”

“Eh? Kenapa berkeliling desa?”

“Memang mengapa? Itu tidak ada urusannya denganmu, bocah.”

“Uh.. Uhh…”

Bocah itu mulai menangis kembali, Hiiro pun mendesah.

“Haah. Hanya buang-buang waktu saja. Aku baru sampai dan berencana menginap satu malam di sini sebelum berangkat lagi besok.”

Dia melihat ke arah bocah itu sambil berharap itu akan memuaskannya.

“Oh? Nii-chan tidak akan membuat masalah di desa kan?”

“Membuat masalah? Apa maksudmu?”

Menurut penjelasan bocah itu, ada petualang yang datang ke desa ini beberapa waktu lalu, mereka pergi ke toko serba ada dan toko senjata lalu mereka mengambil paksa barang-barang yang ada disana, mereka melakukan apa saja seenaknya.

“Petualang itu dua orang dan mereka memaksa pemilik penginapan untuk tinggal disana secara gratis.”

Sambil menggertakan giginya, dia mengepalkan tangannya erat-erat.

“Kenapa kau diam saja? Kau harusnya bisa mengusir mereka dengan bantuan semua penduduk disini.”

“Kita tidak bisa melakukan itu.”

Bukan bocah itu yang membalasnya, yang membalasnya adalah..

“Ah, paman Panis!”

Lelaki bernama Panis terlihat berusia dia khir 30. Tapi mungkin dia lebih muda. Namun ekspresi wajahnya membuat dia terlihat tua.

“Siapa kau?”

“Kau terlihat seperti petualang. Nama saya Panis. Pemilik toko senjata di desa.”

“Apa benar yang bocah itu katakan?”

“Ya, sekarang mereka sedang berada di toko.”

“… kau bilang kau tidak bisa mengusir mereka. Apa maksudnya?”

Panis terlihat kerepotan lalu dia menghembuskan nafasya.

“Entah mengapa, mereka memiliki bukti hak kepemilikan dari desa ini”

ED Note: err… jadi (mungkin) semacam kertas berharga yang menandakan mereka punya hak buat dapet desa itu

“Huh? Mengapa mereka memiliki itu? Bukannya hanya kepala desa yang memiliki itu?”

“Ya, tetapi bukti itu tiba-tiba menghilang.”

Oh.. dengan kata lain mereka berdua yang mencuri itu.

“Dasar ceroboh..”

“Hahaha, benar sekali.”

Orang baru muncul kembali.

“Kau petualang yang baru saja datang kan? Aku adalah kepala desa Ames, Brey.”

“Apa yang anda lakukan di sini, kepala desa?”

Tanya Panis.

“Dengan alasan yang sama denganmu. Aku diberitahu ada orang luar, jadi aku datang untuk memeriksa.”

Kedatangan Hiiro langsung diberitahukan pada kepala desa. Lalu kepala desa itu datang untuk melihat petualang itu dengan mata kepalanya sendiri. dia bersyukur kalau Hiiro itu Cuma petualang biasa.

CRAAACK!

Tiba-tiba terdengar suara kayu patah. Semua yang ada di sana melihat ke arah asalnya suara. Pintu sebuah rumah tiba-tiba terbuka dan seseorang terlempar keluar.

“MICK!”

Kepala desa berteriak. Lelaki bernama Mick itu dilempar ke tanah. Lalu dua orang lelaki muncul dari dalam rumah.

Salah satunya adalah lelaki gendut dengan kepala botak, sedangkan yang lain adalah lelaki kurus dengan gaya rambut rancung. Lelaki dengan rambut rancung itu lalu melihat ke arah Mick.

“Keh! Coba katakan sekali lagi!”

Lelaki kurus, yang Hiiro panggil si tiang berambut rancung, melihat ke arah Mick dengan tatapan marah. Berada di sebelahnya, lelaki lain yang memakan buah yang berasal dari toko, Hiiro menamai dia si gendut botak.

Mick terlihat mati-matian memohon kepada mereka. Sepertinya mereka memaksa Mick untuk memberi mereka semua barang di toko secara gratis dan Mick menolaknya. Tetapi si tiang berambut rancung menendang wajah Mick.

Terlihat banyak percikan darah tubuh Mick. Melihat itu, kepala desa lalu berlari ke arahnya. Si tiang berambut rancung menatap tajam kepala desa.

“Huh? Lihat siapa yang datang, si kepala desa. Punya sesuatu yang ingin katakan? Hah?”

Hiiro mengamati dengan tenang, dia menilai si tiang berambut rancung adalah gangster rendahan, bukan, hanya pengacau.

“Ma-Makanan.”

Si gendut botak mencoba kembali ke arah toko sambil mengeluarkan air liur, mungkin untuk mencari lebih banyak makanan.

“Hey, Junior, sudah, kita pergi dari sini.”

“Ta-tapi aku lapar.”

“Tch, ya sudah cepat!”

“Oke.”

“Hentikan itu!”

Tidak tahan hanya melihat, kepala desa berteriak, tapi kemudian dia m saat si tiang berambut rancung menatapnya. Penduduk desa lain hanya dia m, karena takut kepada si tiang berambut rancung.

‘Sepertinya mereka terpaksa mengakui mereka karena dia orang itu lebih kuat dari mereka, bukan hanya karena bukti hak.’

Penduduk desa hanya diisi oleh orang biasa, jadi mereka tidak melawan, karena mereka akan mati kalau mereka menantang dua orang itu.

‘Mereka bisa saja meminta bantuan tentara, tapi dua orang itu pasti akan kabur sambil membawa harta berharga milik desa bersama mereka. Dan ada kemungkinan mereka berdua akan balas dendam. Solusi terbaik adalah seseorang mengalahkan mereka berdua.’

Saat Hiiro memikirkan itu, si bocah disebelahnya melihat ke arahnya.

Jelas, kalo bocah itu berharap Hiiro untuk berbuat sesuatu.

“Aku tidak tahu apa yang kau inginkan, tapi ini tidak ada hubungannya denganku.”

“Wha! Apa Nii-chan merasa kalau Nii-chan manusia!”

“Apa? Apa aku kelihatan seperti iblis?”

“Iya! Kenapa tidak membantu kita? Sebagai petualang Nii-chan seharusnya menghentikan mereka!”

“… dengar ya bocah, aku mungkin petualang, tapi aku bukan seseorang yang melakukan sesuatu atas dasar keadilan. Kalau kau ingin gratis, minta tolonglah pada Pahlawan.”

Hiiro mengatakan itu sambil menyilangkan tangannya. Bocah itu memberi dia tatapan penuh marah.

“Lupakan! Pada akhirnya, semua petualang seperti ini!”

Mengatakan itu, bocah itu lalu pergi ke arah dua orang itu.

“Ah, tunggu Nies! Jangan pergi kesana!”

Panis mencoba menghentikannya, tapi bocah bernama Nies lari sekuat tenaga. Lalu Panis melihat ke arah Hiiro sambil menggertakan giginya. Tapi, beberapa saat kemudian dia menghembuskan nafasnya.

“Tidak, aku mengerti. Ini tidak ada hubungannya denganmu. Pahlawan yang bekerja untuk orang tanpa biaya seperti dalam cerita tidak pernah ada.”

“Mh, aku tidak tahu kalo ada orang yang mau melakukan itu, tapi aku bukan orang yang mau melakukan sesuatu secara gratis.”

Hiiro mengatakan itu, dia pikir perbuatan yang tidak menghasilkan keuntungan adalah bukan gayanya.

“...gratis.”

“Huh? Apa?”

Panis tiba-tiba mengeluarkan suara, jadi Hiiro menanyakannya kembali.

“Gratis... kalau tidak gratis berarti bisa kan?”

“…”

Hiiro tiba-tiba mendapat perasaan buruk.

“Kalau begitu, aku akan memberimu senjata terbaik kalau kau membantu kita.”

“…”

“Kau mau membantu kita?”

“…”

Panis melihat ke arahnya dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya ini sangat merepotkan, dan Hiiro juga tidak peduli. Tapi, senjata terbaik Panis akan diberikan. Hanya untuk mengalahkan sampah, dan dia akan dapat senjata terbaik, itu cukup murah menurutnya.

Sambil berpikiran demikian, dia bertatapan dengan Panis. dia melihat ke matanya, mereka saling menatap untuk beberapa saat. Kemudian, Hiiro menghembuskan nafas dan mengatakan.

“Oke. Aku akan membantu. Tapi ingat janjimu.”

“Aku, aku tahu, tapi... apa kau kuat?”

Dia melihat Hiiro dari kepala sampai kaki.

“Entahlah, tapi cukup untuk mengalahkan sampah seperti mereka.”

Hiiro mengatakan itu sambil melihat ke arah si gendut dan si tiang berambut rancung.

Nies mengambil kerikil dari tanah dan melemparnya ke arah si tiang berambut rancung. Itu terkena tepat ke muka si tiang berambut rancung, tapi kemudian, semua muka semua penduduk desa terlihat pucat.

(Credit Musuyaba from Baka-tsuki (talk))

Si tiang berambut rancung melihat ke arah Nies sambil mengeluarkan aura membunuh. Nies hanya diam di tempat.

“Hentikan!”

Kepala desa lalu berhenti di depan Nies untuk melindunginya, tapi kemudian dia di terbangkan dengan pukulan dari si tiang berambut rancung. Lalu si tiang berambut rancung mengeluarkan pedang yang berada di pinggangnya dan mengarahkannya pada Nies. Karena ketakutan, Nies tidak bergerak sedikitpun.

“Bocah, ada kata terakhir?”

“Ja-Jangan.”

Nies menggelengkan kepalanya sambil menahan air mata, tapi itu tidak menghentikan si tiang berambut rancung. dia tersenyum dan mengangkat pedangnya ke atas, lalu mengayunkan ke bawah ke arah nies.

WHOOSSH!!

Semua orang hanya menelan ludah sambil menutup mata. Mereka semua mengira hidup Nies berakhir, tetapi!

“OWWW!!”

Satu-satunya yang berteriak kesakitan dan berdarah adalah si tiang berambut rancung. Sesuatu menembus tangannya.

Semuanya hanya diam melihat kejadian ini. Pedang, ya, itu sebuah pedang. Tangannya tidak salah lagi sudah ditembus oleh pedang.

Tapi panjang pedang itu benar-benar panjang. dia melihat ke arah pedang itu berasal, itu adalah seseorang, itu adalah Okamura Hiiro.

<< Sebelumnya | List Chapter | Selanjutnya >>