Madan no Ou to Vanadis (Bahasa Indonesia) :Volume 6 Chapter 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Tanah Asing[edit]

Saat Gerard Augre mengunjungi LeitMeritz, Tigre masih berada di atas laut.

Pemuda tersebut, yang hampir berusia 25 tahun, memiliki rambut cokelat bergelombang dan mata perunggu, mengenakan pakaian resmi yang didominasi warna merah dan hitam. Pakaian resmi seperti ini menunjukkan statusnya sebagai sekretaris dari Kerajaan Brune, pada bagian dada terdapat hiasan kuda merah yang disulam, lambang Kerajaan Brune.

“Meski sudah kusadari, sepertinya aku mulai terbiasa melihatnya karena sudah tiga kali aku ke sini.”

Menunggu di gerbang utama untuk bertemu dengan Elen, Gerard menatap kastil LeitMeritz dengan sedikit menghela nafas.

Setahun yang lalu, Gerard sama sekali tidak membayangkan dirinya akan menjadi sekretaris kerajaan yang mengunjungi Zhcted secara rutin. Gerard berpikir kalau dia akan mewarisi kebun anggur di sekitar Territoire dari ayahnya, dan menjalani kehidupan yang tenang, sayangnya, takdir tidak berkata demikian.

Semua berubah saat dia bertemu Tigrevurmud Vorn.

Pada perang saudara sebelumnya, berdasarkan perintah dari Tigre, Gerard bertanggung jawab untuk mengurus logistik dan menunjukkan keterampilan yang baik dalam mendistribusikan makanan, bahan bakar, serta senjata. Kemampuan tersebut cukup diapresiasi, dan setelah perang saudara berakhir, Gerard bekerja di Istana Kerajaan Brune.

Setiap dua bulan, Gerard akan mengunjungi LeitMeritz. Dan salah satu tugasnya adalah melaporkan kepada Elen perihal perkembangan pembangunan jalan di Pegunungan Vosyes. Ini kunjungannya yang ketiga, dan karena penjaga gerbang sudah mengenali wajah dan namanya, Gerard bisa masuk ke kastil LeitMeritz tanpa harus menunggu lama.

Gerard diantar ke suatu ruangan setelah pakaian dan barang bawaannya diperiksa. Yang dibawa Gerard hanya tas yang berisi catatan, alat tulis, dan surat.

Meskipun sudah diperiksa saat memasuki gerbang utama, namun karena Gerard membawa tas, mereka perlu memeriksanya kembali. Setelah selesai, Gerard mengetuk pintu.

“Lama tak bertemu, Tuan Sekretaris.”

Elen, yang mengenakan pakaian formal dengan dasar biru, sedang duduk di mejanya, Lim berdiri di samping Elen.

“Senang melihat Vanadis-dono dan Limlisha-dono dalam keadaan sehat.”

Gerard mengeluarkan senyum yang biasa digunakan untuk bersosialisasi, dan membungkukkan badan secara berlebihan. Elen menganggukkan kepala dengan senang hati, tapi Lim tanpa berkata apa-apa juga memberikan salam kepada Gerard.

Meski senyum Gerard tidak menghiraukan status masing-masing, tapi cukup tulus. Jika berhadapan dengan Elen, seseorang tidak perlu tampil terlalu kaku. Hanya saja, jika berhadapan dengan dengan aristokrat besar atau pejabat istana di Brune, Gerard jelas harus memperhatikan sikap dan cara bicaranya.

“Pertama-tama, izinkan aku melaporkan perkembangan pembangunan jalan di Pegunungan Vosyes.”

Ini salah satu hasil yang diperoleh menurut perjanjian antara Brune dan Zhcted yang disetujui setengah tahun yang lalu. Jika jalan pegunungan dibuat, maka jalan tercepat yang menghubungkan ibukota kedua negara akan terbentuk. Pedagang dan pelancong pasti akan menggunakan jalur tersebut, dan LeitMeritz yang berada tepat di tengah jalur tersebut akan semakin makmur.

Alasan mengapa pembangunan ini baru bisa dilaksanakan sekarang, karena pegunungan yang berada tepat di perbatasan Brune dan Zhcted. Jika satu pihak melakukan pembangunan dalam skala besar dilakukan di dekat perbatasan, pihak lain pasti akan berang, jika jalan dibangun berarti agresi militer bisa lebih mudah dilakukan.

Pembangunan ini pasti akan disetujui apapun ceritanya, bahkan jika perjanjian antara Brune dan Zhcted sudah berakhir. Namun, karena Brune sangat berhutang dengan Zhcted, dan terlebih lagi perjanjian tersebut dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan dan spekulasi, maka proyek tersebut bisa segera dipercepat.

Gerard sangat menguasai masalah ini. Pada saat membacakan laporan yang sudah disiapkan sebelumnya, Gerard juga bisa menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan Elen. Gerard sangat paham mengenai status-quo pegunungan tersebut, dan juga sangat mengetahui kondisi terkini karena dia baru saja melintasi jalan tersebut dalam perjalannya dari Brune ke LeitMertiz. Gerard menjawab tanpa keraguan.

Elen tersenyum puas setelah mendengar laporan Gerard.

“Ya, sepertinya memang berjalan lancar, kerja bagus, Tuan Sekretaris.”

“Mendengarkan perkataan tersebut dari Vanadis-sama membuat saya merasa lega. Saya juga akan menyampaikannya kepada ratu kami.”

Gerard menunduk dengan sedikit berlebihan, seperti yang dilakukannya pada saat masuk tadi. Setelah itu topik pembicaraan beralih menjadi pembicaraan santai.

Meski dikatakan pembicaraan santai, topiknya mengenai situasi terkini masing-masing negara. Isi pembicaraan ini antara lain mengenai reaksi aristokrat di kerajaan ini, perselisihan yang terjadi di masing-masing kerajaan, pergerakan Muozinel dan Asvarre, dan lainnya.

“Bagaimana sikap Brune mengenai perang saudara di Asvarre.”

“Bagi kami, percikan perang di Asvarre tidak mempengaruhi kami, dan kami berniat untuk memperhatikannya saja. Untungnya, perhatian Sachstein sekarang mengarah ke Asvarre, jadi kami sedikit bersyukur karena berkurangnya ancaman di perbatasan barat daya.”

“Saat ini, ada tiga kekuatan utama di Asvarre, Pangeran Germain, Pangeran Elliot, dan Putri Guinevere... Jika diantara mereka meminta bantuan kepada Brune, bagaimana rencana Yang Mulia Regin?”

“Mendapatkan hasil yang diinginkan dengan memasuki perselisihan orang lain mungkin hanya terjadi di kisah para pahlawan. Belum lagi, negara kami masih belum pulih dari kekisruhan setengah tahun lalu.”

Gerard tersenyum sinis sambil mengangkat bahunya. Meskipun Lim kesal melihat perilaku Gerard yang kurang sopan, tapi Lim ditenangkan dengan pandangan Elen dan lebih memilih diam.

“Benar juga. Tolong katakan kepada Yang Mulia Regin untuk menjaga dirinya.”

“Terima kasih atas perhatiannya. Aku pasti menyampaikannya.”

Dan, sebelum menyelesaikan pembicaraan dan pulang. Gerard mengungkapkan permintaannya.

“Setelah ini, bisakah aku menemui Tuan Tigrevurmud?”

Gerard memang selalu menanyakan ini tiap kali berkunjung ke LeitMeritz. Tigre menjadi tamu kehormatan di tempat ini. Walaupun terdengar sepele, akan sedikit mudah jika dia mendapatkan izin dari Elen.

Gerard berpikir dia akan mendapatkan izin dari Elen seperti sebelumnya, tapi kali ini berbeda. Wajah Elen terlihat suram, sambil menggelengkan kepalanya dengan ekspresi menyesal.

“Maaf, Tuan Tigrevurmud tidak berada di sini sekarang. Dia dipanggil Yang Mulia Raja sepuluh hari yang lalu, dan pergi menemui raja ke ibukota Silesia.”

“Raja Viktor? Untuk urusan apa?”

Gerard mengerutkan alisnya dan berbicara dengan nada tidak senang. Elen menggelengkan kepalanya sekali lagi.

“Aku sendiri juga tidak diberi tahu. Akan tetapi, Tuan Tigrevurmud merupakan tamu penting, bahkan bagi Yang Mulia sendiri. Jadi, Tuan Gerard tidak perlu khawatir.”

“... Begitu. Sayang sekali aku tidak bisa menemui Tuan Tigrevurmud.”

Meski Gerard terlihat kecewa, dia memilih mundur tanpa bertanya lebih jauh. Gerard merasa tidak ada lagi keterangan yang bisa diperoleh dari Elen.

“Ceritanya, ada yang harus kuberikan kepada Tuan Tigrevurmud pada saat dia kembali, bolehkah aku meminta Vanadis-sama menggantikanku untuk menyerahkannya?”

“Tidak masalah. Apa itu?”

Setelah Elen bertanya, Gerard mengeluarkan beberapa pucuk surat dari tasnya, yang sampai memenuhi kedua tangannya, dan meletakkannya di atas meja. Apa boleh buat jika Elen dan Lim merasa heran melihatnya. Ada hampir 20 pucuk surat.

“Apa... ini?”

“Ada 17 surat. 3 diantaranya merupakan permohonan untuk pertemuan pernikahan. 14 lagi merupakan permohonan dari aristokrat yang berharap untuk menitipkan putri atau keponakan perempuan mereka kepada Tuan Tigrevurmud untuk belajar sebagai pelayan.”

“Pernikahan? Pelayan?”

Elen mlihat surat tersebut dengan wajah seakan menelan pil pahit. Wajah tanpa ekspresi Lim juga runtuh seketika, dan bertanya kepada Gerard dengan wajah bingung.

“Maaf, tapi... Apa Yang Mulia Regin dan Tuan Mashas sudah mengetahuinya?”

Mashas merupakan sahabat dari almarhum ayah Tigre, dan orang yang merawat Tigre bahkan setelah Urz meninggal. Mashas banyak membantu Tigre selama perang saudara Brune, dan Lim yang bertindak sebagai asistennya sangat mempercayainya.

Setelah perang saudara berakhir, Mashas menyerahkan gelar dan teritorialnya kepada putranya, dan menerima permintaan Regin dan Perdana Menteri Bodwin untuk mengabdi di istana kerajaan. Lim tak percaya kalau Mashas melewatkan hal ini.

“Tentu saja. Aku bisa membawanya karena sudah mendapat persetujuan dari mereka.”

Gerard mengatakannya dengan pasti. Setelah mendengarnya, Elen dan Lim saling menatap satu sama lain.

Elen menyadari jika Regin memendam perasaan cinta kepada Tigre tanpa melihat status. Bahkan Lim sedikit banyak juga menyadarinya.

Meski begitu, Regin membiarkan aristokrat mengirimkan surat tersebut. Apa maksud semua ini? Apa mereka tidak menyadari perasaan Regin, atau mereka menyadarinya dan tidak menghiraukannya?

“... Tuan Sekretaris.”

Elen bisa menenangkan dirinya setelah mendehem, Elen bertanya dengan nada hati-hati sambil memainkan surat tersebut dengan ujung jarinya.

“Bagaimana pendapat mereka tentang Putri Regin dan Tuan Tigrevurmud?”

“Pada dasarnya mereka bersumpah setia kepada Putri Regin. Penilaian terhadap Tuan Tigrevurmud seharusnya tidak dipandang rendah. Bagaimana pun juga, Tuan Tigrevurmud merupakan pahlawan perang, dan Putri Regin, Tuan Mashas, bahkan prajurit menaruh kepercayaan penuh kepadanya. Tuan Tigrevurmud juga memiliki hubungan baik dengan Zhcted, jadi banyak yang ingin menjalin hubungan baik dengan Tuan Tigrevurmud.”

Dengan senyuman palsu, sekretaris dengan rambut cokelat memberikan jawaban diplomasi khas birokrat dari Brune. Elen menyadari ada yang salah dengan caranya bertanya. Dan Elen bertanya dengan lebih blak-blakan.

“Apa Putri Regin tidak kecewa melihat ini? Tuan Sekretaris, sepertinya beberapa aristokrat memiliki pemikiran berbeda mengenai situasi kerajaan sekarang.”

“... Memang, berkat perjuangan Tuan Tigrevurmud, nyawa Putri Regin bisa diselamatkan, dan sekarang Putri Regin menjadi pemimpin kerajaan kami sebagai penerus almarhum Raja Faron. Andai perasaan tersebut menjadi cinta, dan Yang Mulia Regin menjadi seorang gadis yang sedang jatuh cinta dan sangat menantikan Tuan Tigrevurmud.”

Sekarang, ekspresi Gerard menjadi lebih serius.

“... Tak mungkin seperti itu, mereka pasti berpikir seperti itu. Tuan Tigrevurmud adalah seseorang yang terlahir dari keluarga Earl di garis depan, dan tak punya hal yang bisa dibanggakan selain kemampuan memanahnya. Sosok seperti itu tidak cocok untuk menjadi seorang raja di masa depan. Yang Mulia Regin seharusnya juga berpikir seperti itu.”

Elen tidak menjawabnya. Dan melihat surat tersebut dengan cemberut.

Memang tidak bohong, penilaian terhadap Tigre seharusnya tidak rendah. Jika hanya hubungan baik mereka masih bisa berkompromi, tapi menempatkannya duduk di singgasana sama sekali tidak bisa diterima. Dan mereka percaya seharusnya Regin juga berpikir seperti itu.

—Apa boleh buat.

Karena Elen, Lim, dan Gerard berada dalam [Unstoppable Silver FlowSilver Meteor Army ], mereka tahu Regin sangat mempercayai Tigre dan membuka hatinya untuk Tigre. Hanya saja, tidak ada aristokrat yang mengetahui hal ini. bahkan setelah mendengar beberapa rumor pada hari kemenangan di ibukota Nice, sulit membayangkan hubungan mereka sampai sejauh itu.

Lim sepertinya sedang memikirkan sesuatu, dan bertanya kepada Gerard.

“Apa Putri Regin mengatakan sesuatu tentang Tuan Tigrevurmud?”

“Yang Mulia sangat cemas dengan kondisi Tuan Tigrevurmud. Di hadapan menteri, beliau pernah berkata jika beliau tidak bisa menggunakan harta, tanah, atau posisi untuk mengekspresikan rasa terima kasihnya, dan setibanya kembali ke Brune, Yang Mulia akan memberikan hadiah yang pantas.”

“Y-Yah, wajar saja. Berkat Tigre... Tuan Tigrevurmud Putri Regin bisa seperti sekarang.”

Wajah Elen menjadi kaku, meski bisa langsung kembali tenang. Vanadis dengan rambut perak bisa memperbaiki posisinya sambil menganggukkan kepala. Tidak bisa mengekspresikan terima kasihnya dengan harta, tanah, dan gelar.

Kalau begitu bagaimana dia mengungkapkan terima kasihnya?

“Ditambah lagi, Tuan Tigrevurmud dianugerahi gelar [LumiereKnight of the Moonlight] oleh almarhum Yang Mulia Raja Faron, dan Alsace yang diwarisi dari ayahnya diambil alih dan sekarang berada dalam pengawasan Yang Mulia Putri dan Vanadis-sama. Dan lagi, Tuan Tigrevurmud dipaksa untuk meninggalkan tanah kelahirannya, di mana dia lahir dan besar, dan harus pergi ke Zhcted...”

Setelah mengatakan itu, Gerard menghentikan mulutnya. Kemudian dia menunduk dengan dalam sambil meminta maaf karena mengeluhkan hal tersebut. Bisa melemparkan kritik kepada Elen tanpa pikir panjang, sepertinya sifatnya yang suka mengatakan hal sinis belum berubah.

Gerard bisa mengatakan hal tersebut, mungkin karena dia mendengar langsung ceritanya dari Tigre. Elen paham kalau Gerard kelepasan mengatakan hal tersebut. Sepertinya, apa yang ingin dia katakan adalah alasan mengapa kaum feodal percaya mustahil Regin mencintai Tigre.

—Ini merupakan keputusan yang kita sepakati, Tigre juga sudah menyetujuinya...

Elen menyilangkan tangannya kembali sambil melihat tumpukan surat tersebut. Kemudian menghela nafas.

Karena statusnya, Elen juga tidak bisa mengungkapkan perasaan sebenarnya, dan meskipun tahu apa yang ingin dicapai para feodal, dia tidak punya alasan untuk mencegahnya. Dia hanya bisa bersimpati kepada Regin yang hanya bisa menyetujui surat tersebut dengan ekspresi muram. Lim juga tersenyum pahit, membayangkan Mashas yang menyortir surat tersebut dengan perasaan menyesal.

“... Baiklah. Saat Tuan Tigrevurmud kembali, aku akan menyerahkan surat ini padanya. Aku berjanji, akan menjaga surat ini sampai dia kembali.”

“Terima kasih banyak.”

Wajah Gerard terlihat lega, dan kali ini dia segera menginggalkan ruangan tersebut. Setelah pintu tertutup, bertolak belakang dengan perasaan lega Gerard, Elen dan Lim melihat tumpukan surat tersebut dengan wajah cemas.

Gerard, yang baru saja keluar dari ruangan Elen, meminta sesuatu kepada prajurit yang akan mengantarnya ke gerbang utama.

“Maaf jika merepotkan, tapi apa aku bisa tinggal sebentar lagi? Ada yang ingin kutemui. Tentu saja aku sudah mendapatkan persetujuan dari Vanadis-sama.”

Kalimat terakhir tentu saja bohong. Dia tahu kalau prajurit tersebut tak akan langsung mengetahui kebenaran dari kebohongan tersebut. Prajurit tersebut menurutinya. Ketika Gerard menyebutkan nama orang yang ingin ditemuinya, prajurit tersebut setuju tanpa menaruh kecurigaan.

—Meski pun aku belum sempat menanyakannya kepada Vanadis-sama atau Limlisha-dono...

Gerard ingin mengetahui hidup seperti apa yang dijalani Tigre sekarang, apapun ceritanya. Walaupun dia sendiri kurang tertarik, tapi ada alasan khusus.

Regin dan Mashas pasti sangat senang jika Gerard bercerita tentang Tigre. Terutama Regin, mata birunya bersinar seperti anak kecil, bahkan perubahan ekspresinya sangat menarik untuk diperhatikan.

Gerard juga punya ambisi untuk sukses dalam hidup seperti orang kebanyakan, untuk memuaskan atasannya, Gerard harus membawa pulang informasi mengenai Tigre.

Berjalan di koridor kastil dan dituntun oleh prajurit, tak lama kemudian Gerard menemukan targetnya. Pelayan dengan apron putih di atas gaun panjang bewarna hitam, seorang gadis dengan warna rambut kastanya yang diikat dengan potongan twin tail, Gerard memanggil gadis tersebut dengan senyuman cerah.

“Lama tak bertemu, Titta-san.”

Gadis tersebut, Titta, juga mengenali Gerard, dan menyapanya dengan senyuman lembut.

“Ah, Gerard-san, anda datang.”

“Ya, aku baru saja bertemu dengan Vanadis-sama tadi.”

Tak lama kemudian, Gerard dan Titta mengobrol untuk beberapa saat. Ada beberapa hal yang menarik perhatian Titta, seperti situasi terkini di Alsace atau soal Mashas dengan tugasnya di Istana Kerajaan. Titta juga bercerita dengan senang tentang hal-hal yang dialami Tigre selama tinggal di sini.

“Mashas-sama baik-baik saja seperti dulu ya.”

“Beliau sering cekcok dengan Perdana Menteri Bodwin-sama.”

“Seperti Rurick-san dan Gerard-san.”

Sekretaris dari Brune kehilangan kata-lata mendengar perkataan pelayan yang polos. Gerard mungkin menganggapnya sebagai sindiran atau provokasi jika orang lain yang mengatakannya, karena tahu gadis ini tidak mempunyai niat seperti itu, Gerard bingung harus bereaksi seperti apa.

Gerard kemudian melihat ke arah lain, dan melihat prajurit yang berdiri dengan tenang di dekatnya. Karena diserahi tugas untuk mengantar Gerard hingga ke gerbang utama, prajurit tersebut tersenyum sebisa mungkin sambil dengan sabar menunggu mereka berbicara hingga selesai.

“Maaf, tapi kami mungkin akan mengobrol lebih lama. Karena aku merasa tidak enak jika kamu harus menunggu terlalu lama, aku rasa tidak masalah membiarkan Titta yang mengantarku ke gerbang utama.”

Meski prajurit tersebut terlihat bingung, Titta merupakan tamu dan juga pelayan Tigre, dan lagi dipercaya Elen dan Lim. Tinggal selama setengah tahun di sini juga tidak sebentar. Prajurit tersebut menjelaskan situasinya ke Titta, dan bertanya apa tidak masalah.

“Kalau memang begitu, baiklah. Saya akan mengemban tugas untuk mengantar Tuan Gerard ke gerbang utama.”

Setelah itu, Titta melihat prajurit tersebut pergi. Diam-diam Gerard terlihat senang pada saat itu. situasi berjalan sesuai rencana.

“Ceritanya, Titta-san, mengenai Tuan Tigrevurmud.”

Dengan senyuman cerah, Gerard mengganti topik pembicaraan. Titta melihat Gerard dengan wajah kaget.

“... Ada apa dengan Tigre-sama?”

“Vanadis-sama berkata kalau dia pergi ke ibukota Silesia, tapi... apa Titta-san mendengar sesuatu dari Tuan Tigrevurmud?”

“... Tidak, dia tidak mengatakan hal secara spesifik.”

Titta menyangkalnya sambil menggelengkan kepala, namun tatapan matanya mengelak dan suaranya yang ragu terdengar kecil. Gerard tidak melewatkan perubahan pada ekspresi Titta. Instingnya berkata, ada sesuatu yang tidak beres. Gerard dengan berani mengambil langkah ke depan, merapatkan jarak di antara mereka, dan melihat wajah Titta dengan serius.

“... Benarkah?”

Titta tersentak dengan reaksi Gerard yang tiba-tiba, bahunya bergetar sambil mengambil melangkah ke belakang. Gerard maju selangkah lagi dan langsung memperpendek jaraknya dengan Titta.

“K-Kalau itu...”

Titta terlihat ketakutan, sambil terus menyangkal dengan menggelengkan kepalanya. Gerard sebenarnya tak tega melihatnya, tapi untuk mencari tahu apa yang disembunyikannya, apa boleh buat.

“Hentikan.”

Tiba-tiba terdengar suara dari belakang. Rasa terkejut bercampur sakit menjalar di kepalanya, Gerard pun berjalan sempoyongan. Ketika melihat ke belakang sambil memegangi kepalanya, seorang pemuda yang mengenakan zirah berdiri di sana.

Wajah yang tampan dengan kepala plontos tanpa sehelai rambut pun, pemuda tersebut memegang sarung pedang di tangannya, sepertinya kepala Gerard dipukul dengan benda tersebut.

“Walaupun sudah lama tak bertemu, apa maksudmu mengancam pelayan dari orang yang kuhormati, orang licik dari Brune? Aku mungkin akan memukulmu lagi, tergantung jawabanmu.”

“Tadinya aku bertanya-tanya siapa, ternyata cuma kau...”

Gerard mengerang dengan kesal. Pemuda tersebut bernama Rurick. Meski tidak akur dengan Gerard, mereka bisa dikatakan cukup akrab.

“Kau merusak reputasiku dengan mengatakan aku mengancamnya. Tak mungkin aku melakukan itu padanya.”

“Bahkan anak berusia lima tahun bisa mengatakan kalau kau sedang menakut-nakutinya. Brengsek, apa tujuanmu sebenarnya?’

Seolah ingin melindungi Titta, Rurick berdiri di hadapan Gerard sambil menatapnya dengan tajam. Sekretaris dari Brune pun hanya bisa menghela nafas.

“Kau mungkin tak akan mengerti meski aku menjelaskannya padamu, yang memiliki pandangan sempit dan pikiran keruh, aku hanya bertanya kepada Titta tentang kondisi Tuan Tigrevurmud, karena mendengar hal yang menarik, tanpa sengaja aku semakin mendekat.”

“... Apa orang busuk ini memang berkata demikian, Titta-dono?”

Rurick melihat ke arah Titta dengan pandangan dan suara yang serius. Titta, yang ekspresi kebingungan, bergantian melihat wajah Gerard dan Rurick.

“E-Er... apa yang dikatakan Gerard-san benar. Ketika berbicara mengenai Tigre-sama, kami mungkin terlalu bersemangat.”

Meskipun dalam hati Gerard lega mendengar perkataan meyakinkan dari pelayan dengan rambut kastanya, tapi sepertinya perkataan tersebut tidak menghilangkan kecurigaan Rurick.

“Titta-dono, kamu tak perlu memaksakan diri untuk melindungi orang seperti ini. Meskipun kamu takut, aku akan melindungimu menggantikan Tuan Tigrevurmud, aku tak akan membiarkannya menyentuhmu.”

“Apa kau mau mencoba jadi ksatria penunggang kuda putih?”

“Pada dasarnya aku memang ksatria.”

Rurick langsung menjawab sindiran Gerard, kemudian melihat ke arah Titta. Titta tertawa kecil, sambil sedikit menunduk untuk menunjukkan rasa terima kasihnya.

“Terima kasih Rurick-san, tapi Gerard-san memang tidak mengancamku.”

“... Baiklah, kalah Titta-dono memang berkata seperti itu.”

Walaupun belum bisa menerimanya, kalau Titta sudah berkata demikian, tak ada lagi yang bisa dia lakukan. Tapi, merasa perlu memberikan peringatan kepada Gerard, prajurit berkepala plontos melihat sekretaris dengan rambut cokelat.

“Untuk berjaga-jaga, aku harus melaporkan apa yang baru aku lihat kepada Limlisha-dono.”

“Tunggu sebentar, mengapa sampai harus sejauh itu?”

Suara Gerard terdengar sedikit gelisah. Apa yang membuatnya khawatir, Lim memiliki hubungan akrab dengan Mashas, yang paling ditakutkan, Lim bisa saja melaporkan kejadian ini kepada Mashas melalui surat atau sebagainya.’

“Wajar saja melapor kepada atasan jika ada sesuatu tak biasa terjadi di dalam kastil.”

Rurick dengan bangga mengatakannya sambil melipat tangannya. Gerard sudah tak bisa membalas argumen tersebut. Walaupun Gerard meminta pertolongan kepada Titta melalui tatapan mata, tapi hanya senyum penyesalan yang dia terima.

—Sepertinya aku memang harus mundur di sini.

Rurick jalas menjadi pengganggu jika dia masih ingin melanjutkan pembicaraan ini. lagi pula, Gerard bisa mendapatkan sesuatu dari pembicaraannya dengan Titta mengenai gaya hidup Tigre sekarang, sebagai kisah perjalanannya kepada Regin dan Mashas, meskipun belum lengkap. Dilihat dari kualitas dan kuantitasnya, ini sudah cukup memuaskan.

—Dan bagaimana jika aku ingin mencari tahu sisanya? Pertama, sepertinya aku harus mengirimkan seseorang ke ibukota Silesia dan mencari tahu urusan seperti apa sehingga Tuan Tigrevurmud dipanggil oleh Raja Zhcted.

“Kalau begitu, aku pergi dulu karena sepertinya aku diikuti tatapan yang kurang bersahabat kalau aku terlalu lama di sini.”

“Ah, kalau begitu izinkan saya yang mengantar anda sampai ke gerbang utama.”

Setelah Titta teringat dan mengatakannya, Gerard diantar ke gerbang utama oleh Titta dan Rurick. Meski pun Rurick terus-terusan mengatakan hal jelek mengenai Gerard pada saat mereka berjalan di koridor, tapi karena Titta juga berada di sana, percekcokan mereka tidak sampai terlalu parah, dan tak lama kemudian berakhir.

“Semoga dewa memberkatimu, Gerard-san.”

Titta melambaikan tangan. Gerard juga melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Titta sambil mengacuhkan kehadiran Rurick. Dan Gerard pergi meninggalkan kastil.



Sudah tujuh hari sejak Tigre berangkat menuju Asvarre melewati Semenanjung Breton di ujung barat laut Kerajaan Brune dengan Górdyj BelugaProud Beluga.

Ketika melihat pelabuhan tujuan dari kejauhan, Matvey bisa sedikit tenang, dan ekspresi lega juga menyebar ke wajah penumpang. Dua hari lagi, atmosfir sesak yang menyelimuti kapal bisa terlepas.

“Sepertinya kita berhasil tiba ke tempat tujuan dengan selamat.”

Di bagian geladak, Matvey melihat ke arah Tigre dan Olga sambil tersenyum cerah. Walaupun hanya senyuman di wajah pria ini, sepertinya memang terlihat tidak cocok , dan sedikit menyeramkan. Hanya saja, bagi Tigre yang mulai terbiasa dengan hal tersebut dalam perjalanan ini, mengangguk sambil tersenyum.

Setelah melewati semenanjung dua hari yang lalu, pelaut menjadi menyeramkan, seperti ada aura berbahaya yang keluar di antara mereka, bagaikan medan perang. Bahkan penumpang pun ikut terbawa oleh suasana tersebut, dan membawa senjata mereka kemana pun mereka berada.

Hanya Tigre, Olga, dan Matvey yang bisa tetap tenang.

“Itu karena bajak laut bisa saja tiba-tiba muncul.”

Matvey menjawab dengan ketus, kepada Tigre yang bertanya mengenai suasana yang aneh seperti ini.

“Walaupun aku yakin Tuan Tigrevurmud menyadari masalah ini, di antara dua pangeran yang sedang berperang di Asvarre, Pangeran Elliot menjadikan perompak sebagai bagian dari pasukannya. Pangkalan Elliot berada di pulau Asvarre, dan daerah pesisir sudah seperti taman bermain bagi mereka.”

Matvey mengerutkan alisnya sambil menggambar peta di udara dengan jarinya.

“Bukankah mereka dilarang menyerang kapal pedagang yang berasal dari Zhcted?”

Olga yang menanyakan hal tersebut. Olga menutup tubuhnya dengan mantel tiap kali berada di geladak, dan menutup matanya dengan tudung.

“Sedihnya, di dunia ini ada kata-kata yang mudah diartikan dengan ‘buatlah kesalahan’.”

Matvey mengangkat bahunya, kemudian berkata akan pergi memantau situasi di sekitar. Tigre melihat pemandangan pelabuhan yang kecil dan perlahan mulai mendekat, kemudian Olga menarik lengan bajunya.

“Tigre, bisakah menembak itu?”

Olga merentangkan tangannya, apa yang ditunjuknya adalah burung laut yang menari dengan indah di bawah langit yang awan. Setelah mengamati burung laut tersebut untuk beberapa saat, Tigre menggelengkan kepalanya.

“Sia-sia saja kalau aku menembaknya.”

Sepertinya kurang mengerti maksud perkataan Tigre. Dan melihat Tigre sambil memiringkan kepalanya.

“Kalaupun aku berhasil menembak burung tersebut, kemungkinan akan jatuh ke laut. Meski pun kapal ini membawa perahu kecil, tak mungkin menyusahkan banyak orang untuk mengambil seekor burung.”

Tigre menjelaskannya sambil melihat burung tersebut, tapi Olga menangkapnya seperti sedang mencari alasan. Olga menyipitkan matanya yang terlihat di bawah tudung dan berkata dengan nada bosan.

“Kamu mengembara hanya dengan membawa busur dan merawatnya dengan sepenuh hati, aku kira kamu cukup percaya diri dengan kemampuanmu... atau kamu berpikir aku sengaja membuat hal lebih sulit untukmu?”

“Aku tidak berpikir kamu sengaja membuatnya semakin susah, tapi memang sedikit sulit menembak burung tersebut.”

Tigre dengan ekspresi yang sama, mengatakannya dengan lembut kepada Olga. Tigre tahu Olga tidak mengatakan hal tersebut karena merajuk.

Saat berada di atas kapal, selain tidur, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan, karena itulah Tigre banyak mengobrol dengan Olga. Olga benar-benar terkejut mengetahui Tigre hanya membawa belati selain busurnya.

“Apa memang seaneh itu?”

Sebaliknya, Tigre dibuat tidak percaya. Olga pun makin terkejut, atau heran.

“Orang kebanyakan membawa pedang atau kapak sebagai senjatanya. Dan ada juga yang membawa tombak. Bahkan ada orang yang menggunakan busur sebagai tambahan senjata tersebut. Tapi aku belum pernah melihat orang yang hanya membawa busur.”

“Kapak kecil lumayan juga. Aku akan menyiapkannya untuk perjalanan berikutnya.”

Tigre juga sering membawa kapak kecil ketika berburu. Cukup bermanfaat untuk memotong akar yang panjang, ranting yang mengganggu serta daun-daunan. Hanya saja, tak pernah terpikir untuk membawanya dalam perjalanan ini. Olga bertanya kepada Tigre yang terkesan.

“Apa kamu sangat percaya diri menggunakan busur?”

“Bahkan lebih daripada menggunakan pedang atau tombak.”

Walaupun semua yang Tigre katakan benar, tapi Olga menatap Tigre seakan kehilangan kata-kata.

Ketika mengingat obrolan mereka beberapa hari yang lalu, Tigre kembali mengamati burung laut.

Meskipun tidak terlalu cepat, tapi mereka terbang cukup tinggi. Angin berhembus kencang, dan karena mereka berada di atas kapal, pijakan juga tidak stabil. Mungkin sangat sulit bagi orang dengan kemampuan biasa membuat anak panah terbang mengenai burung laut.

—Lagi pula, apa makhluk itu bisa dimakan? Baru pertama kali aku melihat burung seperti...

Tigre mengembalikan pandangannya ke pelabuhan dan berniat untuk menanyakan sesuatu kepada Matvey nantinya. Ada bukit kecil di dekat tepi pantai, dan kontur tanah yang bergelombang halus hingga ke kota. Togre melihat bangunan yang seperti kastil di bukit tersebut. Seseorang mungkin melihat ke laut dari sana.

Suara kapten bergemuruh memberikan komando. Górdyj BelugaProud Beluga melipat layar putihnya dan mulai menurunkan kecepatannya perlahan-lahan.

Maria merupakan salah satu kota pelabuhan yang terkenal di Kerajaan Asvarre.

Pelabuhan tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang melakukan bongkar muat. Pedagang jalanan juga membuka lapaknya di sisi jalan, pedagang, pengembara, dan ibu rumah tangga yang sedang berbelanja, berbagai orang datang dan pergi. Dan atmosfir pun dipenuhi oleh kebisingan.

Ikan sebesar orang dewasa langsung dipotong kecil-kecil untuk dijual. Keranjang dipenuhi oleh ikan kecil yang baru saja ditangkap, beberapa bahkan masih hidup dan menggeliat. Air laut yang menetes dari kerang menumpuk di dalam barrel. Terlebih lagi, jamur, kubis, serta daun liat diletakkan dia atas kain untuk dijual.

“Cukup hidup tapi tidak seperti Lippner. Apa mungkin karena perang.”

Saat Tigre memberikan kesan pertamanya, Olga yang berada di sampingnya juga ikut mengangguk.

“Jumlah kapal yang merapat berbeda, walaupun luas pelabuhannya sama.”

Mendengar perkataan tersebut, Tigre melihat Olga dengan wajah kaget. Bahkan saat berbicara mengenai busur, gadis ini sangat tenang, tidak seperti anak seusianya, seakan dia memang sudah terbiasa mengembara. Tigre terus dibuat terkejut sejak meninggalkan Lippner, karena Tigre tidak sempat memperhatikan pelabuhan dan kapal pada saat itu.

Górdyj BelugaProud Beluga buang sauh di dermaga, dan menurunkan penumpang dengan selamat.

Tigre dan Olga sedang menunggu Matvey sehingga turun belakangan.

Walaupun Tigre pada akhirnya menginjakkan kakinya ke daratan setelah sekian lama, dia merasa ada yang aneh pada tubuhnya, dan menghentakkan kakinya beberapa kali. Olga bertanya dengan wajah heran.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Mungkin aku masih lelah, tapi sepertinya tubuhku rasanya masih bergetar.”

“... Aku juga merasakannya. Kenapa ya?”

Mereka saling melihat satu sama lain sambil memiringkan kepala. Matvey yang kemudian menjelaskannya.

“Kita menyebutnya sebagai mabuk laut, karena tubuh sudah terbiasa dengan getaran. Biasanya akan hilang sendiri setelah beberapa lama.”

“Sampai seberapa lama?”

Olga bertanya dengan perasaan tidak nyaman. Matvey mengerutkan alisnya dan berkata.

“Jika kamu berjalan untuk sementara waktu. Tubuhmu akan terbiasa dengan tanah yang stabil. Walaupun ada kasus langka di mana keadaan justru semakin parah bagi sebagian orang, tapi aku rasa kalian akan baik-baik saja karena kalian tidak pusing saat berada di atas kapal. Bagaimana kalau kita mencari makanan?”

Mereka berjalan menyusuri pelabuhan dipandu oleh Matvey.

—Ternyata memang berbeda jika dibanding dengan Zhcted dan Brune.

Pagar yang mengelilingi rumah, dibuat dengan kayu yang disatukan, pola pada dinding, begitu juga dengan struktur pada atap. Perbedaan dari detil tersebut, begitu juga dengan percakapan penduduk setempat yang terdengar semakin memperkuat kesan berada di negeri orang, Tigre tidak mengerti atau mengenali kata-kata yang sesekali terlihat.

Tak lama kemudian, Matvey berhenti di satu kedai dan masuk. Tigre dan Olga mengikutinya. Pada saat membuka pintu, aroma harum menyerang hidung mereka, dan keriuhan langsung menyambar di telinga.

Di kedai yang cenderung sempit ini, lebih dari setengah tempat duduk sudah terisi. Pengunjung bukan hanya berasal dari penduduk setempat, ada juga pelaut dan penumpang lainnya. Mereka bertiga masuk ke bagian dalam kedai, dan duduk di meja bundar, dan pelayan wanita menerobos kerumunan untuk memberikan menu kepada Matvey.

Tigre melihat-lihat suasana kedai. Tempat seperti ini tidak berubah di mana pun dia berada.

“Setelah ini, kami akan pergi menemui seseorang.”

Tigre melihat Olga yang menggunakan ikat kepala ketika memasuki toko ini. walaupun ini membuat Olga terlihat mencurigakan, pengunjung lainnya juga tak kalah mencurigakan. Tigre pun memutuskan tidak mengatakan apa-apa kepada Olga.

“Kami berencana meninggalkan pelabuhan ini, paling cepat hari ini. Apa yang akan kamu lakukan?”

Setelah ditanykan pertanyaan tersebut, Olga menutup matanya, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Olga terdiam dan membuka mulutnya setelah hitungan ketiga.

“Bisakah aku mengikuti kalian sampai setengah hari? Untuk masalah makanan dan penginapan, aku tak akan menyusahkan kalian.”

“Jika kamu katakan tujuan perjalananmu.”

Saat Tigre mengatakan hal tersebut, Olga kembali terdiam. Mungkin ingin mencairkan suasana, Matvey ingin mengatakan sesuatu. Tigre menahannya dan melanjutkan.

“Aku tidak menanyakan detilnya, seperti yang tadi kukatakan, kami akan pergi menemui seseorang, tidak masalah mengatakan hal seperti itu. Aku tidak akan menanyakan identitasmu. Akan tetapi, akan lebih baik jika paling tidak kamu mengatakan garis besarnya saja.”

Dalam perjalanan ini, saat Tigre sedang lenggang, Tigre sering memikirkan Olga, tapi tak ada kesimpulan yang bisa didapat.

Dilihat seperti apapun, Olga tidak seperti anak seusianya. Olga terlihat sudah terbiasa mengembara, Olga juga membawa kapak cukup cantik. Bahkan ketika berhadapan dengan Tigre atau Matvey, Olga tidak terlihat canggung ataupun takut, dia sangat tenang dan pemberani.

Jika dia penyanyi atau seniman keliling, aneh sekali karena Olga tidak membawa peralatan untuk pekerjaan tersebut. Jika Olga seorang buronan, kelakuannya cukup tenang. Tigre tidak banyak bertanya tentang Olga, dan Olga pun jarang berbicara tentang dirinya sendiri. Bisa dikatakan Olga cukup waspada terhadap Tigre.

Pemikiran paling liar adalah kemungkinan Olga sebagai mata-mata, tapi, dia masih terlalu muda dan terlalu mencolok.

Keheningan ini bertahan cukup lama. Saat pelayan wanita membawa bir yang diisi penuh hingga ke bibir gelas yang terbuat dari keramik dan meletakkannya di atas meja, Olga akhirnya mulai berbicara.

“... Bisakah aku mengatakan jika ada yang ingin kulihat?”

Olga melihat ke arah Tigre dan Matvey. Mereka tidak bereaksi.

“Berarti apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi?”

Olga menggelengkan kepalanya setelah mendengar pertanyaan Tigre.

“Aku hanya ingin berjalan di negeri ini dengan serius, dan mendengar cerita di beberapa kota dan desa yang akan kita kunjungi, aku hanya ingin pegi ke tempat seperti itu, artinya memang tidak ada tempat yang benar-benar ingin aku kunjungi.”

Situasi ini semakin membingungkan. Lupakan Zhcted dan Brune, sekarang mereka berada di Asvarre yang sedang dilanda perang.

Tigre mengacak-acak rambut merahnya sambil menghela nafas sambil melihat ke arah Matvey.

“Aku ditugaskan untuk membantumu.”

Sepertinya Matvey menyerahkan keputusan kepada Tigre. Tigre melalui tatapan matanya bertanya kepada Matvey, pelaut dengan wajah menyeramkan berkata dengan senyuman.

“Kami para pelaut selalu menghadapi berbagai macam rintangan di atas laut. Jika aku meninggalkan gadis kecil berjalan sendirian di sini, beluga di punggungku akan menertawakanku.”

Tigre berterima kasih kembali kepada Matvey dan juga meminta maaf, Matvey mau bekerja sama karena permintaan Sasha. Tapi dia juga menghormati keputusan pemuda yang mungkin belum setengah usianya.

“Aku ingin mendengar pendapat dari orang yang terlihat cocok dengan lumba-lumba putih, bagaimana rencana kita selanjutnya?”

“Kita langsung meninggalkan pelabuhan ini begitu kita bisa mendapatkan kuda. Kita akan tiba di tempat tujuan kita setelah dua atau tiga hari, tapi sepertinya malam ini kita bakal berkemah di luar, dan kita akan menginap di desa yang kita temui di sepanjang jalan besoknya.”

Matvey mungkin sudah menduga pertanyaan seperti itu sehingga bisa menjawabnya dengan lancar. Tigre dengan sengaja membuat ekspresi berat dan melihat ke arah Olga.

“Kami tidak berniat berlama-lama di Asvarre, begitu urusan kami selesai kami akan langsung kembali ke Zhcted. Jika kamu tak keberatan, perjalanan kita mungkin sampai di kota tujuan kami.”

Membawa Olga bersama mereka bukannya tidak ada manfaatnya. Sulit membayangkan mereka sebagai agen rahasia jika mereka membawa anak kecil.

“... Baiklah, sampai di kota itu.”

Olga menggerakkan tubuhnya yang kecil dan menunduk ke arah Tigre dan Matvey.

“Baiklah, aku berharap perjalanan kita di negara ini menyenangkan, mari bersulang!”

Mereka bertiga mengangkat dan menempelkan gelas masing-masing. Tigre menegak bir tersebut dengan semangat. Setelah menghabiskan setengah gelas, Tigre mengerutkan alisnya.

“Pahit sekali bir ini.”

Meskipun Tigre juga meminum bir sewaktu di Brune dan Zhcted, dia tidak meminum jenis bir yang rasanya sepahit ini. Olga juga berpikir demikian, dengan ekspresi kecut di wajahnya yang tersembunyi di balik sorban. Hanya Matvey yang tetap tersenyum.

“Ada juga cara meminum bir ini dengan mencampurkannya dengan air, anggur, atau herbal. Atau kalian ingin memesan minuman lain.”

Masing kebingungan mau berbuat apa, hidangan mereka sudah datang. Bubur gandum dengan daging sapi yang rebus dengan minuman keras khas Asvarre. Terlebih lagi, karena berada di pesisir pantai, ada juga sup ikan salmon yang dicampur dengan kubis, ikan cod panggang yang diisi dengan herbal dan jamur, dan beberapa jenis ikan dan kerang.

Ada juga roti yang dioleskan kacang yang ditumbuk serta daging domba yang digoreng serta kacang kedelai. Semua hidangan ini mengeluarkan aroma, dan hanya dengan melihatnya, air liur rasanya sudah hampir menetes. Mereka bingung harus mulai dari mana.

Bubur gandum memiliki aroma dan tekstur yang khas, karena daging sapi direbus dengan arak yang memiliki rasa yang keras, cocok sekali dimakan bersama roti. Ikan salmon yang digunakan sebagai dasar sup sudah dibubuhi garam terlebih dahulu, sehingga garam cukup terasa di dalam sup.

Saat Tigre dan lainnya menyibukkan diri dengan berbagai hidangan, mereka berbicara tentang pelayaran sampai sejauh ini, dan kesan terhadap kota ini, mereka juga mendengar pembicaraan pengunjung kedai tersebut.

“... Sepertinya situasi tidak banyak berubah sejak kita meninggalkan Zhcted.”

Mengenai perang antara Pangeran Germaine dan Pangeran Elliot. Walaupun perang dalam skala kecil masih sering terjadi, sepertinya kedua belah pihak gagal mengambil inisiatif terhadap lawannya.

“Mungkin akan ada perubahan beberapa waktu kedepan. Karena Pangeran Elliot sepertinya meninggalkan Pulau Asvarre yang menjadi markasnya dan datang ke daratan utama.”

Matvey menjelaskan, sepertinya mendengar percakapan dari pengunjung sekitar.

“Kemungkinan untuk memberi semangat kepada pasukannya.”

“Ada juga kemungkinan kalau dia sendiri yang akan memimpin. Mengenai jumlah pasukan, fakta bahwa Pangeran Elliot unggul dalam hal jumlah pasukan tidak berubah.”

Setelah menjelaskannya, Matvey mengambil sepotong ikan yang lembut dan memakannya. Olga meletakkan gelasnya dan bertanya.

“Aku dengar diantara pasukan Pangeran Elliot, perompak cukup mendominasi pasukannya, tapi apa mereka memang sebanyak itu?”

“Kalain tahu kalau setengah tahun yang lalu, terjadi perang saudara di Brune. aku dengan ribuan perompak yang tersisa dari pasukan yang kalah, lari ke utara pada saat itu.”

Tigre hampir tersedak setelah mendengarkan Matvey mengatakan hal tersebut.

“Sisanya merupakan tentara bayaran dari Sachstein, begitu juga dengan sekelompok orang yang dikenal sebagai manusia laut, kelompok yang cukup beragam. Dan apabila situasi kacau seperti ini berlarut-larut, banyak yang akan kehilangan pekerjaan dan tempat tinggalnya, dan Zhcted juga akan terkena dampaknya, misalnya...”

Menghentikan tangannya yang sedang makan, tiba-tiba Matvey memasang ekspresi serius.

“Ada orang yang menggantungkan hidupnya dengan bertransaksi dengan saudagar dari Asvarre, apa yang terjadi bila mereka tidak bisa lagi melakukan jual beli karena banyak pedagang Asvarre yang terbunuh selama perang saudara? Bisa saja kita mengatakan mereka harus mencari rekan baru, tapi kalau memang semudah itu mencari rekan baru, mereka tidak akan mengalami kesulitan.”

Tigre merobek roti yang dipegangnya dan mengunyahnya sambil mendengar perbincangan dua orang tersebut.

Demi menghindari kelaparan, menjadi perompak tetap saja tidak diperbolehkan. Kemalangan bukan alasan untuk merampas hak orang lain. Jadi, daripada menjadi perompak, apa lebih baik mati kelaparan? Tidak, itu juga salah. Apa yang harus dilakukan...

“Tuan Tigrevurmud...”

Tanpa disadari, Tigre terdiam dengan wajah serius. Matvey berbicara dengan suara menenangkan, tapi dengan ekspresi menyeramkan.

“Apa kau masih kelelahan karena perjalanan? Makanannya nanti menjadi dingin...”

“Ah, bukan. Aku hanya memikirkan tentang perjalanan kita kedepannya.”

“Bagi kita yang berada di tanah asing. Meskipun ada banyak hal yang membuat kita sedih, tapi aku harap jangan sampai kehilangan semangat.”

“... Benar. Terima kasih.”

Tigre mengucapkan terima kasih mengingat apa yang diucapkan Matvey barusan. Matvey mengerti apa yang dicemaskan pemuda tersebut, dan apa yang membuatnya marah. Jadi Matvey membujuknya dengan pelan.

Tigre dengan cepat menghabiskan sisa makanan di meja, untuk menemui Pangeran Germain dalam kondisi meyakinkan. Tigre meyakinkan dirinya untuk makan dengan teratur dari sekarang.



Sepanjang jalan yang berada di sisi bukit kecil, desa kecil mulai terlihat ketika mereka keluar dari hutan. Dua hari telah berlalu sejak mereka meninggalkan kota pelabuhan Maria.

Tiga orang yang sedang menunggang kuda mengikat barang bawaan mereka di pelana. Matvey menuntun jalan, diikuti Tigre dan terakhir, Olga.

Awalnya Tigre menganggap Olga sudah terbiasa mengembara, namun Olga juga membuktikannya selama perjalanan. Saat mereka berkemah semalam, Olga bisa memburu dua ekor kelinci dalam waktu setengah koku.

Ditambah lagi, Tigre juga menembak dua ekor burung, sehingga makan malam saat itu bisa dikatakan cukup mewah. Olga juga sangat baik ketika mengerjakan burung dan kelinci. Olga bekerja dengan cukup rapi, mengeluarkan darah, menguliti kelinci serta mencabut bulu burung dengan mudah, Tigre sendiri sampai terkesan.

“Meskipun sekarang masih tengah hari, kita menginap di desa ini untuk malam ini.”

Matvey yang berada di depan mengatakan hal tersebut sambil melihat langit cerah tak berawan.

“Jika kita berangkat fajar besok, kita bisa tiba di tujuan kita, Valverde, sore harinya.”

Setelah selesai memanen, rumput yang sudah kering berserakan di ladang, dan petani sedang beristirahat, entah duduk ataupun berbaring. Di seberang ladang, berjajar rumah yang cukup sederhana, dengan atap yang terbuat dari aspal hitam dan potongang batu di sana-sini. Tigre pun teringat akan warga di tanah kelahirannya.

Tiba-tiba salah seorang petani berbalik dan melihat ke arah mereka, menyadari kehadiran Tigre dan lainnya. Wajahnya yang tenang seketika berubah menjadi ketakutan dan kecurigaan, dan dia memanggil petani lainnya dan kemudian melarikan diri dengan cepat.

“... Apa yang terjadi?”

Bukan pemandangan langka melihat warga desa yang sangat mencurigai kehadiran orang asing. Hanya saja, Tigre merasa ada yang aneh dari mereka.

“Apa wajah Matvey menakutkan mereka?”

Olga berkata seperti itu, dan Matvey pun menunjukkan wajah yang sedih yang dibuat-buat. Bahkan Tigre sendiri tak dapat menahan tawanya. Jarang-jarang gadis ini bercanda, tapi karena lelucon Olga, suasana menjadi lebih cair.

“Baiklah, aku tak ingin terlalu menakuti mereka, mari turun dari kuda.”

Karena menunggang kuda terkesan mengintimidasi bagi beberapa orang. Setelah turun dari kuda, mereka bertiga berjalan sambil menarik kuda masing-masing. Kemudian, satu orang berjalan ke arah mereka. Pakaiannya kotor terkena tanah, dan di wajahnya terdapat bekas keringat yang baru diseka. Dalam sekali lihat, sudah cukup untuk mengatakan dia baru saja berladang.

“Pengembara, ada urusan apa dengan desa ini?”

“Kami ingin meminta tempat untuk menginap beserta makan malam. Dan kami juga ingin mendapatkan kuda baru.”

Matvey yang lancar berbahasa Asvarre dengan tenang mengatakannya, kemudian dia mengeluarkan beberapa keping koin perak dari saku bajunya. Setelah melihat koin perak tersebut, Orang tersebut menatap Tigre dan Olga. Tigre dengan tersenyum menenangkan mereka.

“Ada desa seperti ini di tanah kelahiranku. Kami hanya kebetulan lewat dan tak bermaksud mengganggu pekerjaan kalian.”

Matvey mengatakannya kembali dalam bahasa Asvarre. Petani tersebut kemudian menarik nafas lega, dan sepertinya beberapa kecurigaannya sebelumnya mulai hilang.

Tigre dan lainnya diantar ke rumah petani tersebut. Petani tersebut sepertinya merupakan kepala desa dan dia tinggal di satu-satunya rumah dengan lantai 2 di desa tersebut. Terdapat gudang dan kandang kuda di rumah tersebut, kepala desa dan keluarganya membantu memindahkan kuda ke sana. Tigre dan lainnya diberikan ruangan kosong di lantai 2.

Meskipun tidak ada apa-apa di ruangan tersebut, namun jika ada yang mereka inginkan, kepala desa mengatakan akan menyediakannya selama masih memungkinkan. Tigre menyerahkan negosiasi kepada Matvey dan berjalan ke arah jendela.

Tigre bisa melihat keseluruhan desa dari jendela, bahkan bisa melihat jalan masuk menuju desa yang tadi mereka lewati. Ada anak kecil yang melihat dengan rasa penasaran ke arah Tigre yang berdiri di jendela, tapi pada saat Tigre melambaikan tangannya, beberapa mulai bersembunyi, atau berlari ke segala arah. Ada juga yang melambaikan tangannya dengan canggung.

“Tuan Tigrevurmud, pembicaraan sudah selesai.”

Mendengar suara Matvey, Tigre berbalik menghadapnya.

“Karena tidak mungkin untuk tidur di tempat tidur, mereka menyediakan tiga selimut tebal, masing-masing satu. Makanan dihidangkan sebentar lagi. Dia mengatakan akan menyiapkan satu ekor ayam dengan sup dan roti. Mereka juga menyediakan tiga ember air panas untuk kita.”

Setelah mengatakan itu, tiba-tiba Matvey mengecilkan suaranya dan bertanya apa dia mencoba untuk meminta satu ekor ayam lagi. Tigre menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecut.

Karena penduduk desa sedikit mencurigai mereka, Tigre ingin menghindari hal-hal yang membuat mereka kesal. Pernyataan yang masuk akal.

Membentangkan selimut yang baru saja mereka terima, Tigre merebahkan tubuhnya di atasnya. Dan dia meregangkan tubuhnya, Tigre merasa sangat nyaman. Olga memperlihatkan ekspresi heran. Saat orang yang mengantar kasur tersebut pergi meninggalkan ruangan, Olga melepaskan sorban yang dia kenakan.

“Enaknya...”

“Mungkin karena akhir-akhir ini tidak ada kesempatan untuk rileks seperti ini.”

“Benar, apa aku juga bisa merasakan perasaan nyaman karena merebahkan badan setelah sekian lama.”

Matvey sepakat, dia juga ikut merebahkan tubuhnya saat itu juga. Setelah Olga dengan ekspresi kosongnya melihat Tigre dan Matvey, dia juga merebahkan tubuhnya ke atas selimut.

Untuk beberapa lama, mereka tiga tidak melakukan apa-apa, hanya berbaring terdiam.

Dan, keadaan ini hanya berlangsung selama setengah koku. Tigre tiba-tiba mengerutkan alisnya. Rasanya dia mendengar jeritan dari kejauhan.

Olga dan Tigre juga terbangun pada saat yang hampir bersamaan, sesaat kemudian, Matvey juga ikut terbangun. Tigre mengambil busur hitamnya, serta kotak yang berisi anak panah dan bergerak ke arah jendela. Mengamati situasi di luar dengan hati-hati.

—Apa yang terjadi? Mereka...

30 orang, bukan, mungkin sekitar 40 orang di desa. Ada aura kasar yang keluar dari mereka, dan meskipun bersenjata, tapi perlengkapan mereka terlihat tidak seragam. Ada yang mengenakan rompi kulit, ada juga yang mengenakan chainmail. Senjata mereka juga bercampur aduk, ada yang menggunakan pedang atau tombak, kapak, bahkan godam.

Dan setiap rumah di desa ini mengunci pintunya rapat-rapat, seakan menunggu badai berlalu sambil menahan nafas mereka. Hanya beberapa orang yang berada di ladang, berdiri bersama kuda dan sapi, terlihat bingung dengan pemandangan ini.

“Mereka... Perompak?”

“Ada kemungkinan mereka mendirikan markas di sekitar sini.”

Matvey yang juga melihat situasi dari jendela yang berhadapa dengan Tigre, berbicara dengan suara tenang.

—Ada yang tidak beres, agak sedikit aneh jika mereka benar-benar bandit.

Tigre mengerutkan alisnya. Jika mereka benar-benar ingin menyerang, sikap mereka terlalu lambat. Penduduk desa juga aneh, mereka lebih memilih menutup pintu rapat-rapat daripada menyelamatkan diri.

Pada saat dia berpikir, ada yang mulai menyerang rumah penduduk desa, ada juga yang mengarah ke ladang untuk mengepung dan mengeroyok petani. Bahkan ada juga yang memukul hewan sampai mati sambil tertawa senang.

Jelas, seseorang yang memiliki sifat penakut akan menggigil ketakutan melihat ini. Memang pemandangan yang mengerikan sampai membuat Tigre merasa jijik. Tiger yang sangat marah merentangkan tangannya untuk mengambil kotak anak panah. Namun, pada saat itu ada yang mengetuk pintu ruangan mereka. Matvey bergerak cepat dan membuka pintu.

Wanita yang kira-kira berusia 45 tahun berdiri di sana. Dia merupakan anggota keluarga kepala desa. Walaupun wajahnya pucat, dia berkata kalau mereka aman jika berada di sini, oleh karena itu mereka harus menutup pintu jendela dan tetap di sini.

“Siapa mereka? Perampok?”

Mendengar pertanyaan Tigre, wanita tersebut menggelengkan kepalanya dengan khawatir.

“Mereka pasukan Yang Mulia Pangeran Germaine.”

Bukan hanya Tigre, bahkan Matvey dan Olga terbelalak mendengar jawaban tersebut.

“Pasukan Pangeran Germaine...? Mereka?”

Cerita yang sulit dipercaya, tapi tak ada alasan buat wanita ini untuk berbohong. Karena setelah mendengar penjelasan wanita tersebut, serta melihat perilaku mereka yang aneh, begitu juga dengan reaksi warga desa, semuanya menjadi masuk akal.

Pada saat itu, pandangan wanita tersebut mengarah ke tangan Tigre. Tangan kiri yang memegang busur dengan erat, serta tangan kanan yang mengambil anak panah.

“A-Apa yang akan kamu lakukan?”

Suara wanita tersebut bergetar karena ketakutan. Tigre tidak menjawab, wanita tersebut berjalan ke arah pemuda tersebut dan mendekap tangannya. Wanita tersebut memohon dengan suara dan wajah yang seperti akan menangis.

“Tolong. Jangan melakukan hal yang aneh. Tolong...”

“Tapi... Tapi, bagaimana mungkin kalian membiarkan mereka melakukan semua ini!”

Saat Tigre mengucapkan kata-kata tersebut, air mata mulai mengalir di ujung mata wanita tersebut ditambah ekspresi menyakitkan.

“Kalian besok akan pergi kan? Kami hidup di desa ini tak hanya untuk besok, tapi juga esoknya dan seterusnya.”

Rasa pahit menjalar di mulutnya, Tigre tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar suara yang sangat memilukan.

Walaupun Tigre berhasil memukul mundur mereka sekarang, situasi tidak menjadi semakin baik. Setelah itu mereka pasti menuntut balas kepada desa ini. kemungkinan paling buruk, mereka bisa saja membakar desa ini dengan alasan desa ini menentang Pangeran Germaine.

Mereka harus menahan diri sampai pasukan dari penguasa lalim puas. Sekalipun sampai jatuh korban, mereka harus menahan diri.

Inilah yang dipilih desa.

Walaupun sepertinya masih ada yang ingin dikatakan wanita tadi, tapi jeritan yang terdengar dari luar memotong pembicaraannya.

Tigre menggerakkan kepalanya untuk melihat asal jeritan dari jendela, dan melihat beberapa gadis diseret ke tengah desa oleh banyak prajurit. Warga yang mencoba menghentikan mereka dihajar dan sekarang terkapar di tanah.

“Matvey.”

Tiba-tiba Tigre memanggil prajurit beluga putih. Bahu Matvey sampai tersentak mendengar suara Tigre yang terdengar mengerikan.

“Ikat wanita ini. Tidak, ikat semua penghuni rumah ini dan bawa mereka semua ke atas. Kemudian tutup jalan menuju lantai 2 dengan cara apapun. Pintu, jendela, semuanya.”

Baik wanita tadi maupun Olga terlihat sangat terkejut. Matvey langsung bergerak mengikuti perintah Tigre, kemudian mengikat lengan wanita tersebut dari belakang.

“Apa yang ingin kamu perbuat?”

Tigre tidak menjawab pertanyaan Matvey. Memindahkan kotak yang berisi anak panah ke pinggangnya, kemudian meletakkan kakinya di daun jendela. Tak lama kemudian, Tigre memegang dinding luar dengan gerakan ringkas dan dengan cepat memanjat ke atap. Tidak ada satupun prajurit yang berada di bawah menyadarinya.

Tigre menyiapkan busurnya sambil mencari posisi di atap, dan menarik busurnya. Tigre membidik seseorang yang ingin menindih gadis desa. Jarak kurang lebih 100 alsin, cukup mudah.

Anak panah yang dilepas melesat memotong angin, terbang dan menancap di kepala prajurit, panah tersebut seolah ditarik menuju targetnya. Tubuh prajurit tersebut sudah berhenti bernafas dan terjatuh di samping gadis desa. Beberapa orang ragu-ragu melihat rekannya, dan pada saat mereka melihat anak panah yang tertancap di kepala rekannya, Tigre sudah melepaskan anak panah kedua.

Anak panah menembus leher, dan mata anak panah yang menembus leher sudah berlumur darah. Prajurit tersebut terkapar sambil menggeliat kesakitan tanpa bisa mengeluarkan satu kata pun.

Mereka akhirnya menyadari kehadiran musuh. Di sisi lain, Tigre dengan ekspresi dingin yang tidak berubah sedikit pun, melepaskan anak panah ketiga dan membunuh seorang lagi. di kepalanya terlintas ingatan tentang peristiwa setahun yang lalu.

Tanah kelahirannya, Alsace, tepatnya di ibukota Celesta. Zaien, putra Duke Thenardier, menyerang bersama prajuritnya, hingga menyebabkan banyak rumah hancur dan terbakar, dan banyak warga yang kehilangan nyawanya.

Keadaan gadis desa yang ditindih oleh prajurit Germaine membangkitkan ingatannya pada saat Titta diserang oleh Zaien.

Tigre sama sekali tidak bisa tinggal diam setelah melihat pemandangan tersebut.

Pada saat Tigre melepaskan anak panah yang ketiga, Matvey dengan cekatan mengikat penghuni rumah di lantai dua. Matvey juga menutup mulut wanita tersebut dengan hati-hati, kemudian menodongkan belati ke leher wanita tersebut. Walau pun Matvey tidak akan melakukan hal yang membuatnya terluka, tapi wajah Matvey yang cukup menyeramkan cukup untuk membuat wanita tersebut takut.

“Bahkan Tuan Tigrevurmud bisa memberikan perintah yang kejam. Mungkin akan sedikit sakit, maaf sebelumnya.”

“... Tolong jelaskan?”

Olga, yang sampai sekarang diam saja melihat semua ini, bertanya kepada Matvey. Keraguan dan kecurigaan bercampur di pupil matanya yang hitam.

“Kamu memang tidak mengerti? Bukan, maaf. Izinkan aku menjelaskannya nanti karena aku sangat sibuk sekarang. Aku akan langsung menjelaskannya nanti jika kamu mau membantuku.”

Mendengar jawaban Matvey yang terdengar senang, ekspresi Olga yang biasanya kosong menunjukkan sedikit perubahan. Olga mengerutkan keningnya, pada saat Olga sedang memikirkan sesuatu, matanya memlihat-lihat isi ruangan kemudian mengarahkan pandangannya ke luar jendela.

“Jika aku menghabisi mereka semua, apa itu bisa dianggap sebagai membantu?”

Matvey, yang akan meninggalkan ruangan ini bersama wanita yang diikatnya, tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Meskipun Matvey kaget mendengar kata-kata Olga yang tidak seperti biasanya, terlebih lagi, suara Olga terdengar semakin dingin, pelaut berwajah menyeramkan membalikkan tubuhnya secara spontan. Matvey mencoba membuka mulutnya untuk bertanya apa maksud Olga, namun tidak bisa.

“Iya atau tidak? Jawab saja, kamu sedang sibuk kan?”

“... Akan lebih baik jika kamu membiarkan seseorang hidup, selebihnya lakukan sesukamu.”

Matvey bisa mengatakan hal tersebut setelah mengerahkan seluruh kemampuannya. Setelah Matvey selesai berbicara, Olga mulai bergerak. Olga menerjang lantai, melewati Matvey kemudian berlari menelusuri lorong.

Matvey hanya bisa berdiri kebingungan setelah melihat Olga pergi, dan kembali sadar ketika merasakan tatapan dari wanita penghuni rumah.

Pada saat ini, Tigre sudah membunuh enam orang.

—Benar-benar salah perhitungan.

Pasukan Germaine sendiri, meskipun setengahnya melarikan diri dalam kebingungan ini, sisanya mencoba menyerang balik mengikuti arahan seseorang yang terlhat seperti ajudan.

Tigre sudah membunuh orang yang memimpin kelompok ini.

Awalnya Tigre membunuh pemimpin mereka untuk membuat mereka bingung, mengurangi jumlah mereka dan memaksa mereka untuk mundur.

Walau pun rencana Tigre sudah berjalan lancar hingga setengahnya, sang ajudan berlindung di balik bangunan dengan cepat dan menghardik bawahannya dengan keras dan perlahan berhasil mengembalikan moral mereka.

Ketika seorang komandan terbunuh, sudah sewajarnya seorang ajudan menjadi penggantinya, tapi kenyataan bahwa ajudan ini berhasil dengan sukses mengambil alih situasi, bisa dikatakan sebagai keajaiban. Bahkan pasukan yang cukup terlatih tidak bangkit secepat ini.

—Sekarang, bagaimana cara mengalahkan mereka?

Saat menarik anak panah pada busur hitamnya. Tigre berpikir mengenai langkah selanjutnya dengan tenang. Walaupun kelihatannya Tigre berada dalam posisi yang menguntungkan, tapi Tigre sendiri tidak berpikir seperti itu.

Tigre hanya bisa menyerah jika pasukan Germaine menjadikan warga desa sebagai sandera sambil bersembunyi di balik bangunan. Meskipun Tigre mengabaikan sandera, mereka akan menggunakan warga desa sebagai perisai hidup untuk berlindung dari panah Tigre. Jika mereka berhasil berlindung dengan cara seperti itu, kemudian mengepung rumah tempat Tigre berada sekarang, pertarungan akan menjadi semakin sulit.

“Musuh hanya satu orang, tahu? Orang-orang tak berguna, apa yang kalian takutkan?”

“Kau pikir aku melakukan ini sendiri? Berhenti menjadi pengecut, lebih baik maju sendiri daripada memerintahkan anak buahmu untuk maju.”

Untuk menutup suara ajudan yang sedang memarahi bawahannya, Tigre juga mengeluarkan teriakan yang bergema ke seluruh penjuru desa. Tigre sudah membunuh delapan orang, karena mereka diincar dari posisi yang sangat menguntungkan, apa boleh buat kalau pasukan Germaine ketakutan. Tigre memang ingin menggunakan cara ini untuk terus menekan mereka.

Hanya saja, sekarang, salah satu dari prajurit Germaine tiba-tiba melemparkan kapak kecil ke arah Tigre. Walaupun Tigre berhasil menghindarinya dengan menunduk, tapi Tigre sudah menghancurkan kuda-kudanya dan tergelincir. Tigre berusaha untuk tidak jatuh dari atap, sang ajudan langsung berteriak tanpa melewatkan kesempatan ini.

“SERANG!”

Setelah menerima instruksi, empat orang maju menyerbu rumah tempat Tigre berdiri.

“Sial—! ”

Walaupun Tigre kembali melesakkan panah dengan cepat dan berhasil membunuh satu orang, tiga orang lainnya tidak mengurangi kecepatan mereka, terus berlari menuju pintu.

Kemudian, pintu tiba-tiba terbuka dari dalam, gadis dengan tubuh mungil yang menutup tubuhnya dengan jubah berlari, gadis itu adalah Olga.

Ketika prajurit Germaine pertama kali melihat seseorang berlari dari rumah dalam rumah, mereka langsung mengambil posisi siaga. Hanya saja, ketika menyadari kalau lawan mereka hanya anak kecil, mereka tanpa ampun langsung mengayunkan senjata yang mereka genggam.

Suara keras terdengar beberapa kali ditambah darah yang mengucur. Terkejut, Tigre pun meneriakkan nama Olga. Akan tetapi, sesaat kemudian, yang menjerit dan terkapar adalah pasukan Germaine.

Olga, masih menggunakan sorban yang menutupi matanya, berdiri di tengah genangan darah. Di tangannya, terdapat kapak merah yang sudah berlumur darah.

—Sekali serang? Bukan, dua kali...

Bukan hanya Tigre, bahkan gadis desa yang terlambat lari dan lepas dari situasi ini dan pasukan Germaine, yang bersembunyi kaget melihat gadis tersebut.

Kemampuan yang sangat menakutkan. Diantara tiga orang yang menyerang Olga, dua orang mengenakan chainmail dan seorang lagi mengenakan rompi kulit yang sudah diperkuat dengan besi. Akan tetapi, kapak gadis kecil tersebut berhasil memotong dan merobek zirah, beserta perut mereka. Sang ajudan menjadi panik dan berteriak.

“B-Bunuh dia.”

Setelah menerima instruksi tersebut, dua orang menyerang Olga. Hanya saja, leher satu orang sudah ditembus panah yang dilepaskan Tigre dan terkapar di tanah. Bahkan, lengan satu orang lagi terpotong oleh kapak Olga yang cukup indah, kemudian terjatuh di tanah dan menjerit.

Sadar tak bisa melarikan diri, sang ajudan merendahkan kuda-kudanya, bermaksud untuk menyerang. Mungkin karena senjata yang digenggamnya adalah tombak. Berbicara tentang jangkauan, tombak lebih unggul jika dibandingkan dengan kapak.

Sang ajudan maju dengan tombaknya. Dengan sekali tebas, Olga memotong mata tombak yang mendekatiny.

Aksi gadis berambut merah muda tidak berhenti sampai disitu. Dengan sekali nafas Olga lari disamping sisi tombak yang sekarang sudah berubah menjadi tongkat biasa, dan mempersingkat jarak dengan seketika. Kepala sang ajudan terbang di udara, dengan meninggalkan jejak darah.

Olga, yang tak lagi memperhatikan tubuh tersebut, mengarahkan kapaknya kepada prajurit yang berlari di belakang ajudan.

“Buang senjatamu.”

Orang tersebut langsung sadar, dia akan kehilangan nyawanya jika dia tidak menuruti perintah Olga. Takut terhadap gadis yang baru berusia setengah umurnya, prajurit tersebut membuang senjatanya, menyilangkan tangan di belakang kepalanya dan menyerah.

Pasukan yang lain juga membuang senjatanya, kemudian menjerit ketakutan, dan lari menyelamatkan diri mereka. Karena ajudan sudah tewas, tidak ada lagi yang bisa memimpin mereka sekarang.



Tigre, langsung melepaskan prajurit yang ditahan Olga, dan memberikannya perintah singkat.

“Kembalilah dan bantu aku menyampaikan pesan ini, seseorang dari negeri seberang datang ingin menjumpai Pangeran Germaine.”

Setelah itu, Tigre duduk di pintu masuk desa yang menghadap ke jalan besar. Pintu masuk tersebut menghadap ke arah pasukan Germaine yang melarikan diri. Jika Tigre menunggu di sini, cepat atau lambat rekan mereka akan datang.

Tak lama, Olga dan Matvey yang membawa kuda, berjalan mendekati Tigre.

Saat Tigre membalikkan badannya untuk melihat mereka, meskipun terlihat muram, Tigre bertanya dengan ekspresi halus.

“Bagaimana situasi di desa?”

“Karena salah seorang tokoh desa mendatangi rumah kepala desa, kita menjelaskan situasinya sambil melihat ke dalam.”

Walaupun desa ini cukup miskin, tapi dikelilingi oleh pagar tinggi yang terbuat dari kayu untuk mencegah serigala dan beruang masuk. Ketika mengikat kuda di sana, Matvey menjelaskan dengan sungguh-sungguh.

“Apa kamu sudah mengikat semua penghuni rumah?”

“Sudah, dan beberapa saat lagi kepala desa akan datang ke sini, mereka sangat mengharapkan penjelasan dari Tuan Tigrevurmud. Ditambah lagi, sepertinya mereka akan membantu proses pemakaman penjahat tersebut.”

“Kau benar-benar membantu, terima kasih banyak.”

Ketika Tigre menunduk, Matvey tersenyum pahit sambil melambaikan tangannya.

“Tak perlu. Jika aku tetap menghiraukan apa yang terjadi setelah melihat kejadian tersebut, aku tak punya muka untuk menghadap tuanku. Satu hal, Tuan Tigrevurmud, aku ingin kau berhenti menggunakan bahasa formal seperti tadi, lebih mudah buatmu kan?”

“... Baiklah, jika kau mengatakannya seperti itu.”

Saat Tigre terlihat bingung sambil mengacak-acak rambutnya, Tigre merubah ekspresinya dan melihat ke arah Olga.

“Aku juga harus mengucapkan terima kasih padamu, sekali lagi, terima kasih. Kamu benar-benar menolongku tadi.”

Jika gadis ini tidak terlibat, walaupun tidak bisa dikatakan Tigre akan kalah, tak bisa disangkal Tigre akan dipaksa menjalani pertarungan sengit. Hanya saja, Olga menggelengkan kepalanya, seperti mengisyaratkan itu masalah sepele.

“Kesampingkan dulu hal tersebut, aku ingin penjelasan. Mengapa kamu mengikat penghuni rumah?”

Tanpa sadar Tigre menatap Olga dengan dalam. Walaupun masih dengan wajah kosong tanpa ekspresi, Tigre merasakan intensitas dalam suara Olga, mungkin inilah sifat asli Olga.

Setelah berpikir beberapa saat, Tigre mengambil sikap seperti berbicara dengan rekan sebaya daripada berbicara dengan anak kecil, dan berkata.

“Setelah menerima perlakuan seperti itu, penduduk desa sama sekali tidak melawan. Setelah melihat perlakuan pasukan Germaine dan reaksi penduduk desa, aku mengambil kesimpulan kalau kejadian seperti ini bukan sekali dua kali terjadi. Bisa saja pasukan tadi menghancurkan desa lain sebagai peringatan kepada desa lain.”

Olga yang berwajah tanpa ekspresi seperti mempunyai bayangan pada wajahnya, Tigre melanjutkan dengan nada serius.

“Sudah seperti kebijaksanaan bagi suatu desa untuk tidak menentang prajurit. Jika berani melawan, maka akan memancing amarah mereka, dan mereka pasti akan membalas. Tidak hanya itu, ini juga berlaku kepada desa lain. Terlebih lagi jika yang melawan merupakan orang berpengaruh seperti tokoh masyarakat atau kepala desa, yang jelas akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Akan tetapi... jika aku mengikat mereka agar kita tidak diganggu, ini bisa menjadi alasan buat desa ini.”

Tigre teringat perkataan wanita yang mendekapnya. Mereka harus hidup esok, dan juga keesokan harinya di desa ini.

Olga melihat ke bawah sambil bergumam, sepertinya tidak senang akan sesuatu.

“Bukankah ada pilihan untuk lari dan meninggalkan desa ini? ke tempat tanpa penjahat dan kekejaman...”

“Apa kamu pernah membajak tanah?”

Tigre bertanya kepada Olga sambil tersenyum lembut. Setelah berkedip beberapa kali, Olga menggelengkan kepala. Melihat ke arah lain, Tigre menatap ladang yang berada di kejauhan.

“Apa kamu tahu, itu pekerjaan yang sangat berat, meskipun aku hanya pernah sekali memegang cangkul. Pertama, kamu harus menyingkirkan batu, rumput, dan kayu dari tanah sebanyak mungkin. Benar-benar pekerjaan berat yang memeras banyak tenaga. Selanjutnya, kamu menggali tanah, dan kamu harus menggali tanah sedalam mungkin, itu juga pekerjaan yang sangat berat.”

Tigre teringat akan ladang di kampung halamannya. Saat itu, dia sangat menikmati pemandangan yang baru dia saksikan bersama almarhum ayahnya.

“Pada saat mencangkul, jika mengenai batu yang bercampur di dalam tanah, jika cangkulnya rusak atau bengkok, kamu harus memperbaikinya langsung. Apabila tidak ada seorang pandai besi dan hanya tersedia cangkul yang terbuat dari kayu, maka akan membutuhkan waktu dan usaha yang lebih dari biasanya.”

“... Bukankan ada cara seperti membiarkan sapi atau kuda yang membajak tanah?”

“Tidak setiap keluarga bisa memelihara ternak ataupun kuda. Hewan tersebut sangat mahal.”

Mendengar jawaban Tigre, Olga terdiam tanpa mengatakan apapun. Matvey membuka mulutnya untuk sedikit meringankan atmosfir yang berat.

“Kalau begitu Tuan Tigrevurmud, selanjutnya apa yang akan kita lakukan?”

“Aku akan menunggu bawahan Pangeran Germaine di sini. Jika mereka cukup cepat, mereka akan mendatangi tempat ini besok pagi. Meskipun di luar perhitungan, tapi situasi ini masih bisa dikatakan berjalan sesuai rencana.”

“Apa kalian datang ke negeri ini untuk menjumpai Pangeran Germaine?”

Mata hitam Olga terlihat seakan tidak percaya.

“Benar, dan perjalanan kita berakhir sampai di sini.”

Tigre sama sekali tidak menyangka mereka akan berpisah dengan cara seperti ini. Tapi Tigre yakin anak ini tidak mempunyai masalah berarti meskipun harus sendiri. Entah itu kemampuan berkuda, ataupun ketangkasan dalam berburu, ataupun kemampuan bertarungnya yang luar biasa. Kemampuan Olga sama sekali tidak bisa diremehkan.

Hanya saja, gadis dengan rambut merah muda mengatakan kata-kata yang sama sekali tidak terduga.

“Tigre, jika kamu tidak keberata, apa kamu mengizinkanku untuk menemanimu sebagai pembantumu?”

“... Alasannya?”

Tigre harus menggunakan saat nafas untuk menanyakan hal tersebut.

“Aku ingin menemui sosok yang bernama Pangeran Germaine secara langsung. —Bolehkah?”

Tigre hanya berpikir akhirnya Olga memberikan jawaban tegas, tapi Tigre tidak menyangka ekspresi Olga berubah menjadi ekspresi anak kecil yang manja. Tigre melipat tangannya dan bergumam. Tigre tidak berpikir Olga tidak menyadari bagaimana berbahayanya menjumpai Pangeran Germaine sekarang. Tigre sama sekali tidak mengerti apa yang ada di pikiran Olga.

“Siapa kamu sebenarnya?”

Setelah ragu untuk beberapa saat, Tigre bertanya secara blak-blakan.

“Sampai saat ini, kita memang tidak menanyakan identitas masing-masing. Karena kami bermaksud untuk berpisah denganmu di sini, kami memutuskan untuk tidak menanyakan identitasmu. Tapi, jika kamu ingin bersama kami, ceritanya berbeda. Tolong katakan siapa dirimu sebenarnya.”

Olga memalingkan wajahnya untuk sesaat, dan menggelengkan kepalanya, sepertinya mengalami dilema di dalam hatinya. Setelah itu, Olga menatap mata Tigre secara langsung.

“Kamu mungkin tidak percaya...”

Dari ekspresinya yang berkharisma, dan nadanya yang penuh dengan keyakinan, gadis kecil yang sudah bersama mereka, gadis kecil yang sudah mereka kenal, terlihat seperti orang yang benar-benar berbeda.

“Aku satu dari tujuh Vanadis Zhcted. Pemegang ViraltSenjata Naga bernama Muma, dan juga dianugerahi tanah di Brest dan Houju no GenbuKutukan pembalik —Inilah diriku yang sebenarnya, BardichePutri Bulan Raungan Iblis, Olga Tamm.”

Tigre dan Matvey sampai terbelalak dan sudah kehilangan kata-kata.

Yang berdiri di hadapan mereka berdua bukanlah gadis kurang ramah dengan ekspresi kosong. Dia adalah seseorang dengan kekuatan seribu pasukan yang sudah diterima oleh ViraltSenjata Naga. Dia adalah seorang Vanadis yang bisa membuat orang merinding jika melihatnya dengan seksama.



Kembali ke Chapter 2 Menuju ke Halaman Utama Lanjut ke Chapter 4