Mondaiji-tachi ga isekai kara kuru soudesu yo (Indonesia):Jilid 7 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 6[edit]

Bagian 1[edit]

—[Kouen, Kota Azure Flames], Medan Perang Dinding Luar.

Pertarungan antara Raksasa Iblis dan pasukan Naga Api menjadi kacau balau.

Dan para Raksasa yang menambah keagresifan tanpa mampu bertarung dengan gaya, secara sederhana mengayunkan pedang atau kapak mereka untuk memotong sesuka hati saat yang lainnya menarik busur dan menembakkan anak panah sembarangan.

Meski jumlah bantuan pos pasukan [Salamandra] dan Naga Api lebih banyak, kutukan lelah menyebabkan mereka terdesak dari garis depan.

Pest telah bergabung dalam pertempuran, menggunakan Penyakit Kematian Hitam, tapi sepertinya tidak terlalu berefek pada Raksasa Demonifikasi.

Mengubah perasaan dendam dan marah menjadi gelombang kejut, Pest menggunakannya untuk menyerang. Namun gaya bertarung ini mirip dengan daya tembak Naga Api, sayangnya masih jauh dari langkah signifikan yang mampu membalikkan keadaan.

“Hah…Hah…. Para Raksasa……gak habis-habis?…”

Sambil merutuk dengan nafas tersengal, dia luncurkan gelombang kejut lain ke arah para Raksasa dan meledak tepat di wajah mereka.

Naga Terbang dan Naga Kecil yang menyerbu dari Istana juga bergabung dalam garis depan namun masih belum cukup untuk melindungi jalanan.

Dan ketika pintu [Kota Kouen] hancur di beberapa tempat, para Raksasa menyerbu Kota dengan langkah angkuh.

("Apa yang harus kulakukan. . . Kalau begini terus, Jin di Istana akan. . .")

"Pest! Kau baik-baik saja?!"

Asuka berteriak dari belakang sambil terengah-engah.

Di saat yang sama, Deen meraung keras saat mengangkat Raksasa dan melemparkannya kembali ke garis depan.

「DEEEEeeeEEEEN!!!」

Dan saat Raksasa berguling dengan gaya berlebihan dan menarik Raksasa lain yang ada di garis depan. Jika sama seperti sebelumnya, luka seperti itu sudah merobohkan lalu mengeluarkan mereka dari pertarungan. Akan tetapi, Raksasa Demonifikasi langsung bangkit dan meraung. Seolah tidak terjadi apapun.

「UOOOOOOOOOooooooooo—!!!」

「DEEEEeeeEEEEN!!!」

Meliputi tinju kanan dengan api menyala-nyala, Deen mengulurkan tangan berapi-api pada Raksasa. Tinju menyala yang terbenam hingga daging memang efektif. Ketika Raksasa itu mulai terbakar, dia hanya bisa menggeliat kesakitan di lantai.

Namun, meski sudah bertarung dengan sekuat tenaga, mereka hanya mampu mengalahkan dua atau tiga Raksasa.

Dan di belakang, lebih banyak Raksasa terpanggil dan jumlahnya sudah melebihi 1200.

Mondaiji-tachi ga isekai kara kuru soudesu yo v07 163.PNG

Tidak jauh dari sana, Jack memburu para Raksasa tanpa ampun, hanya saja usahanya mirip seperti memadamkan hutan terbakar menggunakan segelas air—sia-sia. Raksasa Demonifikasi bahkan menggigit dan memakan mayat rekannya untuk menyembuhkan diri lalu berdiri lagi.

Asuka dan Pest bertarung dengan gaya saling memunggungi namun mereka segera menyadari beratnya situasi yang mereka perjuangkan.

"Ini menyusahkan. . . Aku rasa sudah hampir mencapai batas. . ."

“Asuka, bukan itu yang kuingin dengar darimu. Sekali lagi kau ucapkan, aku janji bakal kasih Permainan hukuman sepsis[1]."

“Wah, sampai sekarang, bukannya kamu yang malah terlihat hampir nangis?"

“Geh. Cuma imajinasimu!"

Masa aku terlihat begitu? Wajah Pest mulai memerah saat terus melepaskan gelombang kejutnya.

Namun, tidak ada waktu bagi mereka untuk saling mengejek. Meski mendapat bantuan memerangi Raksasa oleh sukarelawan dari Kota, mereka masih belum mampu menahan laju musuh.

Keduanya berkeringat deras saar terus menyerang gencar para Raksasa. Bagaimanapun, hanya masalah waktu sebelum mereka terkena serangan fatal.

{“……Master.”}

"Iya? Apa kamu punya ide untuk membalik keadaan?!"

{"Tidak, sebaliknya. Kota ini sudah tidak ada harapan. Waktunya bergabung dengan rekan-rekanmu untuk bersiap mundur."}

“Uu……”

Mendengar penilaian dingin Almathea, keduanya mengatupkan gigi.

Asuka dan Pest sudah tahu itu. Mustahil bagi mereka untuk merubah apapun dengan kondisi sekarang. Terlebih, ketika para Raksasa malah kebal dari Kematian Hitam, hampir mustahil membalik meja. . .!!!

"Tapi. . . Izayoi masih bertarung."

Pada saat di mana semuanya berada di ambang kehancuran dan di garis terdepan pertempuran.

Asuka menyebut anak lelaki yang paling dia percayai.

Setelah berinteraksi dengannya selama ini, Asuka bisa mengerti jika dia mampu bergerak lebih jauh dari orang lain, menjadi yang pertama berhadapan dengan musuh di garis depan demi kebaikan yang lainnya dan alasannya berbuat begitu tidak ada hubungannya dengan perasaan senang karena telah membantu orang lain juga bukan karena jiwa kepahlawanan.

Dia terlahir dengan kekuatan yang jauh melebihi lelaki biasa dan bertarung demi keadilan yang ia yakini.

Matanya dipenuhi kepercayaan diri dan itu bisa dimengerti. Berupaya keras terhadap apapun yang ia inginkan, hidup tanpa penyesalan, Izayoi tidak perlu merasa bersalah sedikit pun.

"Jika aku. . . Mundur sekarang, aku tidak akan bisa mengatakan jika aku adalah rekannya di sepanjang sisa hidupku!"

Jika Izayoi mampu mengalahkan pemimpin musuh, meja pertarungan pasti akan terbalik.

Dan jumlah orang yang bertarung dengan pemikiran itu sebagai satu-satunya dukungan moral mereka jauh dari kata minoritas.

Lalu, apalagi yang bisa dia lakukan, yang berada di bawah Bendera yang sama dengannya, menjadi ragu dengan kemampuannya bertindak.

{"Master! Meski kamu baik-baik saja, bagaimana dengan yang lain? Anak lelaki yang menjadi pemimpinmu dan [Kelinci Bulan] yang saat ini tidak memiliki kemampuan bertarung, kan? Jika pasukan Raksasa membanjiri Istana, mereka berdua pasti menjadi korban malang! Apa begitu tidak masalah?"}

"Ta, tapi. . ."

Sanggahan kuat dari Almathea membuat Asuka membungkam.

Selama bercakap-cakap, situasi memburuk.

"Ini, ini buruk!!! Menara Naga Pertama yang berdiri sebagai ujung benteng Istana telah hancur!!"

“Apa katamu?!"

“Bagaimana mungkin terjadi. . . Benteng pertahanan terakhir yang melindungi [Kota Kouen] telah. . .!!"

Semangat yang membawa tekad Naga Api hingga kini mulai runtuh. Jika terus berlanjut, semangatnya akan hilang dan hanya masalah waktu sebelum garis pertahanan hancur dalam kekalahan.

Akhir [Kota Kouen] sudah nampak.

Melihat jalanan di belakang, yang terlihat hanyalah si jago merah kelaparan yang menelan rumah ketimbang cahaya hangat lilin yang menyinari jalanan.

("Gang Pajangan yang tadinya memberi pemandangan indah. . . Sudah tidak mampu dikenali. . .")

Mengingat jalanan yang dipenuhi cahaya hangat lilin, Asuka memejamkan mata sesal.

—Kemampuan Asuka untuk tetap tenang di tengah pertarungan kacau disebabkan oleh pengalaman dalam kekacauan dan kehancuran sebelumnya. Lebih jelasnya agar tidak ada kesalahpahaman, itu adalah pengalaman yang diceritakan kakeknya berdasarkan perang yang kacau serta kehancuran, bukan pengalaman pribadinya.

Kakeknya yang berpengalaman pada masa perang, pada banyak kesempatan sering menceritakannya pada Asuka, yang dia harapkan menjadi pewaris perusahaan keuangan. Terlibat dalam malapetaka yang disebut perang, jalanan terbakar, orang-orang yang terbakar dalam serangan, dan cerita-cerita mirip lainnya. Kakeknya pandai menceritakan cerita masa lalunya pada Asuka bahkan saat masih kecil.

—"Keluarga Kudou adalah klan yang melindungi Jepang dari penjajah."

Meski itu adalah pedoman keluarga yang diwariskan dengan penuh hormat, bukan berarti jika keluarga itu membantu gagasan perang selama masa perang. Menurut kakeknya, itu karena Jepang juga menjadi penyerang dan korban dari perang. Mengenai perang yang membuat neneknya turut menjadi korban, kakeknya menceritakan itu berulang kali untuk menekankan tentang perang yang akan menuntun esok hari demi melihat kedua belah pihak berdarah-darah dan kesakitan.

Kemudian, apa tujuan dibalik penyerangan ini?

Memaksakan aturan tidak masuk akal secara sepihak, mengizinkan satu sisi menyerang dan dibolehkan mencuri, apa yang akan terjadi besok? Keadilan macam apa yang menunggu di sana?

"Aku. . . tidak ingin kabur dan meninggalkan orang-orang di belakangku!"

"Keadilan mendukungku."—Dia ingin menyerukan ini dan bertarung hingga akhir.

Di masa lalu, tidak ada seorangpun yang benar-benar melihatnya apa adanya.

Sekarang, setidaknya, dia ingin membanggakan prestasi dalam hidupnya dan mampu menegakkan kepala dan dadanya untuk bergerak menuju istilah keadilannya. Karena itu, meski dia tiba di dunia berbeda, Asuka terus memegang teguh mimpinya karena itu kebanggaan yang ia teguhkan dalam hatinya.

Namun kenapa hasrat ini—sangat sulit diterapkan di dunia nyata?

{"Master, berikan perintahmu. Aku bisa membukakan jalan penuh darah agar kamu dan rekan-rekanmu bisa kabur!"}

". . . Yeah. Kalau kamu, memang bisa."

Setelah itu, dia sampai pada sebuah kesimpulan lalu segera mendongakkan kepalanya.

"Ini perintah, Almathea. Bawa Kuro Usagi dan Jin kembali ke Markas besar Komunitas."

{". . . APA. . .?!"}

"Seperti yang kubilang, aku ingin mempercayai Izayoi dan bertarung hingga akhir. Itu adalah perintah dari mastermu."

{". . . Apa kamu melanggar kontrak?"}

Kekecewaan mengalir dalam suara Almathea. Bukan karena dia tidak mampu melakukan perintah Asuka tanpa timbal balik. Dia setuju mematuhinya karena Asuka mengusulkan kontrak yang cocok padanya, Binatang Agung Kambing Gunung yang juga selaku Pelayan Zeus.

Asuka menggeleng disertai senyuman saat memberi sinyal jika ucapan Almathea tidak tegas.

"Jangan bicara omong kosong. Aku tidak berniat mati di sini. Selama Izayoi menang, keadaan pertarungan ini bisa dibalik. Aku mempercayainya dan berniat menunggu itu terjadi."

{". . . Kamu masih berniat memegang kontrak, kan?"}

"Tentu saja. Lagipula, aku tidak bisa membuatmu mematuhiku sepenuhnya. . . Kamu sebenarnya tidak menganggapku, kan?"

{"Iya. Aku hanya menganggapmu sebagai gadis kecil sombong yang tidak sepadan dengan kekuatannya dan hanya tahu cara berteriak dan menjerit ketakutan. . . Tapi, kamu punya pedoman di hatimu. Aku percaya kita bisa bekerja sama."}

"Terima kasih—Pergilah, Almathea!"

Dengan perintah Asuka, Almathea bertranformasi menjadi kilatan petir yang mengarah ke Istana.

Melintasi kerumunan para Raksasa.

Melesat ke arah kota dengan nyala api kerusakan.

Demi menjalankan perintah masternya, Binatang Agung Kambing Gunung melesat ke depan.

Setelah melihat kepergiaannya, Asuka memperhatikan medan perang di depannya. Para Raksasa terus berbondong-bondong disertai suara hentakan kaki, menyebabkan getaran di tanah yang mereka pijak. Di samping itu, Asuka juga telah kehilangan penjaganya.

Pest yang mendengarkan seluruh percakapan mereka terkejut sampai-sampai hanya bisa diam, kemudian berkomentar:

"Kamu bego?"


". . . Bahkan jika aku diposisinya, aku juga akan sakit hati."

“Kalau gitu, tahan. Paham yang kau lakukan tadi kan?"

“Uhh. . . He'em."

Mungkin dia memang mencoba terlihat keren meski sedikit berlebihan dan dia sedang memikirkannya.

Seakan mencoba meyakinkan masternya, Deen menurunkan tangan kanannya.

「DEeEN!」

“Fufu, terima kasih. Deen, mulai sekarang aku akan mengandalkanmu."

Itu masih sebagian. Yang selanjutnya akan menjadi masalah krusial.

Berdiri di pundak Deen, Asuka menggunakan seluruh kekuatannya untuk berseru:


"Dengarkan Raksasa! Kami dari [No Name] tidak akan tunduk pada serangan kalian! Kami akan mengerahkan seluruh tenaga kami untuk mempertahankan Pintu Besar ini! Jika kalian ingin menyerang [Kota Azure Flames] ini, jangan jadi pecundang yang masuk dari lubang tikus. Hadapi kami secara jujur dan raih kemenangan dengan mengalahkan kami para penjaga Gerbang Utama!"


Berdiri di depan Gerbang Utama [Kota Kouen], Asuka menyerukan tantangan pada para Raksasa. Meski mereka telah menjadi separuh Iblis, hati para Raksasa masihlah ksatria. Mengabaikan tantangan itu sama saja menghancurkan harga diri mereka.

Seluruh pasang mata merah bersamaan berfokus pada Asuka dan Pest.

Menggunakan kesempatan ini, Asuka memacu para prajurit [Salamandra].

"Garis pertahanan Istana telah robek. Aku mengerti jika semuanya pasti merasa putus asa, tapi jika kita sebagai garis depan roboh oleh musuh, rekan-rekan kita yang sedang bertarung di kota akan tambah terbebani. Aku tahu kutukannya mengerikan bagi kalian. . . Tapi jika kalian benar-benar Naga Api, lelaki sejati, kumohon berdirilah bersama kami sebagai Dinding melawan segala rintangan!"

“Uu…!”

Bertarung sambil tahan badan sebagai dinding sungguh mustahil. Membiarkan sisik yang ditempa dari pelatihan di gunung berapi aktif, untuk menjadi pertahanan terakhir.

Wanita di depan mereka, Asuka, yang bersedia menguatkan tekadnya untuk berdiri di depan Gerbang, mustahil semangat mereka tidak tumbuh. Memaksakan diri bangkit dari lelah serta memacu mental, Naga Api mulai berdiri satu persatu.

"Hmm. . . Jika bidak tanpa nama bisa bertekad seperti itu, bagaimana bisa kami menghindar di saat kritis ini?"

“Setuju. Lihatlah aku kembali dengan menghancurkan bilah dari ayunan kapak itu."

“Nona muda, mundurlah sekarang. Tidak ada alasan bagimu berbuat sejauh ini. Kami akan mengalihkan perhatian mereka. . . Pergilah."

“Maaf aku tidak bisa. Rekan kami sedang berjuang di puncak masalah ini. Jika aku tidak mengambil bagian sebagai pendukung, bukankah dia akan kewalahan oleh seluruh tekanan ini?"

"Haha, kurasa situasimu cukup sulit! Aku turut bersimpati, Nona Muda!"

Baik yang sayapnya hancur atau telah kehilangan sebelah mata, mereka memaksakan diri tertawa dan ini bukan perbuatan dari kekuatan ucapan Asuka.

Kudou Asuka memiliki kualitas karakter tidak biasa yang membuatnya mampu dicintai semuanya, terlepas dari ras mereka seperti peri, iblis atau monster.

Sederhana namun anggun, santai namun arogan, dan mulia juga murah hati. Daya tarik berkarisma pada karakternya berasal dari pencapaian setelah mengembangkan opini dan mengikutinya.

Mengelilingi Gerbang Utama tempat Asuka dan Deen berdiri, semua orang menyerukan:

"Kami di sini. . . Majulah, Raksasa!"

「UOOOOOOOOOooooooooo—!!!」

「GEYAAAAAAaaaa!!!」

Para Raksasa yang menyerang hingga membuat tanah bergetar, berjumlah seratus dua puluh.

Para Naga Api yang berdiri melawan mereka demi melindungi Gerbang Utama berjumlah seratus empat puluh.

Jika mereka mengerahkan seluruh tenaga, masih ada kesempatan untuk menang. Dengan keyakinan itu, kedua sisi mulai menyerang—


“Baiklah, cukup sampai sini."


—Dengan tekad yang dibilas air kotor, seakan menabrak mereka seperti naga yang ingin menggenangi apapun di depannya, kemenangan ditentukan dalam sekejap.


Bagian 2[edit]

Yang pertama kali menyadari perubahan adalah Raja Iblis Kekacauan yang sedang duduk bersila di Dinding Luar. Sedangkan Graiya yang menggunakan [Pohon Genome] untuk bertranformasi menjadi manusia, berdiri di sampingnya dengan perban melilit dadanya.

Raja Iblis Kekacauan dengan rambut merah menyembul di atas mahkota, tersenyum sengit sambil mengekspos gigi serinya, melihat ke arah fenomena yang muncul di [Kota Kouen].

"Akhirnya datang juga. . . [Mahaguru Penghancur Lautan]. . ."

Menggunakan tatapan licik yang tidak tampak seperti gadis kecil biasa, dia menatap medan perang di bawah.

Siluet sesosok kecil yang menyisipkan diri di antara dua faksi antara Naga Api dan Raksasa semakin terlihat jelas.

Nampak lelaki dengan penutup mata sebelah dan rambut hitam. Memiliki tubuh kencang yang akan memberitahu semua orang tentang pelatihan hebat yang harus dijalankan hingga mencapai kekokohan layaknya besi. Setelah menjalani ribuan tahun pelatihan intensif tersembunyi, kekuatan dalam pukulannya bisa disetarakan dengan Nafas Bintang.

Itu adalah tingkat tertinggi yang bisa diterima dari pelatihan di lubang terdalam gunung berapi bawah laut selama seribu tahun.

Memiliki kekuatan spiritual seribu tahun, [Dewa Naga]—[Mahaguru Penghancur Lautan], Raja Iblis Saurian menempatkan dirinya di depan gerombolan Raksasa.

"Wah, ternyata aku datang sangat terlambat. Apa kamu baik-baik saja, Asuka?"

“Ye, yeah, baik."

Semangat juangnya bertarung sampai titik darah penghabisan tergantikan oleh keterkejutan, Asuka mengangguk. Namun ini dapat dimaklumi.

Itu semua karena serangan Raksasa kuat berjumlah seratus dua puluh yang siap dihentikan oleh Asuka dan Naga Api sekarang berubah menjadi kumpulan sampah terseret arus air yang dilepaskan lelaki ini.

("Lelaki ini. . . Sekuat itu. . .?")

Dia pernah mendengar jika lelaki ini menang melawan Izayoi di pertandingan sebelumnya namun pemandangan ini sungguh tidak masuk akal.

Kouryuu seolah meminta maaf saat menggaruk kepalanya sambil tersenyum masam.

"Aku sungguh minta maaf. Hanya saja ketika aku ingin bergegas ke Bagian Utara, ada banyak pembuat masalah di Bagian Timur dan memerlukan waktu untuk menyelesaikannya."

“Pembuat masalah?

“Yeah. Tapi lain kita kita bahas lagi—Mari tutup tirai Permainan ini terlebih dahulu."

Dia mengangkat tangan kanannya.

Dalam sekejap, bayangan raksasa menutupi [Kota Azure Flames].

[Kota Azure Flames] yang secara alami terletak di daerah pegunungan dibangun dengan bagian belakangnya menghadap puncak gunung besar. Kota yang menggali sisi gunung untuk membuat sebidang tanah datar sebagai fondasinya.

Bukan hanya dikelilingi oleh pegunungan, tapi juga tidak memiliki bendungan air besar selain beberapa sungai berarus kecil yang tidak memiliki ancaman banjir pada peradaban. Arah aliran air bawah tanah dikendalikan oleh Hadiah. Karena itu, hingga sekarang, [Kota Azure Flames] belum pernah mengalami bencana banjir. Dan sebagai penduduk [Kota Kouen], mata Naga Api dan para monster menatap ke langit melihat lautan yang menjulang di atas Dinding Luar kota, mereka gemetar ketakutan saat berseru:

"Itu. . . Itu TSUNAMIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII~!!!!!"

Mereka benar. Itu, tidak lain tidak bukan adalah tsunami.

Tsunami merupakan ancaman tertinggi yang membahayakan kota dan belum pernah terlihat di area ini. Terlebih, tsunami ini mampu menelan seluruh pegunungan yang pastinya melebihi imaginasi semua orang.

Mulut Asuka separuh menganga saat dia yang sedang berada di garis depan pertarungan Dinding Luar, terbungkam dengan pemandangan itu.

“Waa…… Waa……”

Kouryuu telah memanggil dinding air laut untuk mengelilingi Dinding Luar dan menyelimuti seluruh kota.

Volume air tidak mungkin bisa dihitung dalam ratusan atau ribuan ton saja.

Aliran air yang mampu menenggelamkan seluruh kota, membesar layaknya makhluk hidup yang menelan Raksasa bersamaan raungan gelombang. Awalnya, para Raksasa mampu bertahan dari aliran itu tapi ketika berhadapan dengan gelombang pasang yang bergulung-gulung, usaha mereka sia-sia.

Bahkan Aura yang memerintah para Raksasa jauh di belakang, mematung oleh penampakan di hadapannya.

"Apakah. . . Apakah itu kekuatan Raja Iblis Bilangan Empat?!"

Meski para Raksasa mendapatkan Hadiah Demonifikasi, mereka tidak mampu berbuat apapun dan berubah menjadi batu yang diterjang gelombang air.

Aura menarik kerudungnya untuk menatap marah pada Gerbang Utama [Kota Kouen].

Mungkin suatu kebetulan—Namun dia merasa jika tatapannya bertemu dengan Raja Lautan bermata satu.

"—Kamu yang mengendalikan para Raksasa?"

Jantung Aura seolah berada di ujung tenggorokan.

Berada jauh di belakang gerombolan Raksasa, Aura berjarak beberapa kilometer jauh dari [Kota Azure Flames]. Namun ketika dia menatap mata satu Kouryuu, dia merasakan pesan itu dikirim langsung dari tatapannya.

Aura mulai gemetar namun dia tidak bisa kabur begitu saja ketika masternya masih bertarung. Mengeluarkan [Clarsach Orga][2], dia mulai memetik senarnya dalam keputusasaan.

"Aku tidak boleh kalah. . . Aku harus bertahan hingga kami meraih tujuan kami! Demi Yang Mulia, aku tidak akan kalah di sini!"

Memasukkan emosi dalam aksinya, tangan seputih salju menari-nari memetik senar.

Suara merdu memenuhi medan perang dan meresap hingga Surga dan Lautan. Meski tidak mampu merebut kewenangan mereka, setidaknya masih mampu untuk mengurangi momentum aliran air laut.

Dan para Raksasa yang tadi tersapu, kini mulai menyerang lagi.

Tsunami Kouryuu hanya mengalir ke area menjauhi Dinding Luar kota setelah mempertimbangkan keberadaan Asuka, Pest, dan Naga Api.


Selama mereka mampu menerobos ke area itu, mereka memiliki kesempatan untuk menang.

Menggunakan tubuh kuat mereka untuk menyeberang aliran air laut, para Raksasa menerobos penghalang air laut.

「UOOOOOOOOOooooooooo—!!!」

Tiga Raksasa keluar dari zona air laut dan secara bersamaan mengayunkan kapak. Bagian tajam kapak yang ukurannya berkali-kali lipat lebih besar dari Kouryuu, melayang ke arah kepala dan simping tubuhnya.

Namun Kouryuu tetap melipat tangan bergeming di tempat.

Kapak sudah terlalu dekat hingga tidak bisa dielak. Dan ketika para Raksasa merasakan sensasi sudah mengenai sasaran—Mereka juga merasa ketakutan pada perasaan tak terkalahkan yang melimpah pada Kouryuu.

“…….Uoo!”

Kapak mereka memotong dagingnya.

Jika seseorang menggunakan pedang besi yang beratnya berkali lipat dari target yang terpotong dagingnya, sensasi dari tangan mereka seharusnya sesuai dengan sensasi memotong daging.

Namun, sensasi yang mengalir di tangan prajurit Raksasa adalah mati rasa. Merasakan sensasi yang mirip mengayunkan kapak ke lapisan tanah keras, para Raksasa mengerti adanya perbedaan besar di antara mereka dan musuh yang tidak bisa ditembus, layaknya Surga dan Bumi.

Menggunakan tubuh sekuat baja untuk menahan serangan, Kouryuu mempertahankan posisinya lalu tersenyum hingga membuat matanya yang terbuka menyipit membentuk satu garis[3] saat berkomentar:

"Sungguh, pijatannya terlalu enak sampai membuatku mengantuk. Seperti percikan air laut yang menerjang karang."

“……Uu!”

Kiasan yang sangat tepat.

Bagi lelaki yang ada di hadapan mereka, serangan satu Raksasa hanya seperti tetesan percikan dari ombak yang pecah. Tidak peduli seberapa kuat tubuh kebanggaan Raksasa, atau kapak setebal batang pohon yang mereka bawa—Itu semua hanyalah kuku dan ranting kecil di mata orang ini, yang kekuatan spiritualnya cukup untuk menghancurkan lautan.

"Fuahahaha! Kamu tetap saja kuat, wahai Tuan Pewaris Lautan Timur!"

He'em, memiringkan mata sipitnya untuk melihat ke arah atas Dinding Luar, Kouryuu menemukan Raja Iblis Kekacauan berdiri di sana sambil tertawa gelak dengan sikap kasar disertai tangan menyilang bergaya Niō.

Raja Iblis Kekacauan dengan senyum keji di wajahnya menunjuk Kouryuu dan tertawa terbahak-bahak.

"Raja Naga Lautan Timur pastilah si tua kolot buta. Meski kamu anak haram si gundik, namun anak itu telah melebihi ayahnya. Fufu, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan juga jika kamu ditunjuk sebagai generasi penerus Naga Kuning."

". . . Waahh? Sekilas, kukira kamu Sasa, tapi ada sosok lain di tubuh itu kan?—Sikap memalukan itu ketika membicarakan orang lain selama masa perkembangan dan senyum menjijikkan itu. . . Apa yang membuat si petapa tua keluyuran, Pengacau?"

"Yah, bukannya sama sepertimu? Ada banyak pemula yang ingin kuamati. Saat ini, 'Kebesaranku' telah menjadi anggota Aliansi Raja Iblis [Ouroboros]."

Membusungkan dada kecil Sandra, Raja Iblis Kekacauan senyum saat mengatakannya dengan bangga.

Asuka yang ada di samping Kouryuu berbisik pelan menyampaikan situasi.

"Tubuh Sandra telah dia rasuki disebabkan [Wewenang Master Penyelenggara]. Apa kamu tahu cara untuk melepasnya?"

“. . . Maaf. Meski aku pernah dengar caranya dari mbakku, tapi aku tidak tahu seluruh syarat yang harus dipenuhi."

“Begitu ya? Namun karena ada caranya, berarti memang bisa kan?"

Kemudian, karena ada harapan untuk menyelamatkannya. Asuka yang ingin bertanya lebih lanjut diganggu oleh Graiya dan Raja Iblis Kekacauan.

"Dengan kepergian si pengganggu Almathea, sekaranglah kesempatan kita untuk menang! Apa lukamu baik-baik saja?!"

“Hampir sembuh tapi kesempatan ini tidak akan kulewatkan. Jika kita ingin mengenyahkan mereka, kita lakukan sekarang!"

“Setuju! Kita akhiri Kouryuu, Oke? Nak Grai!"

“Siapa kau panggil Nak Grai, gadis kecil!!"

Graiya, yang bertranformasi menjadi manusia dewasa, membalas marah.

Mewujudkan batang yang dua kali lebih tinggi darinya melalui Kartu Hadiah, Kouryuu memukul ketiga Raksasa di belakangnya ke langit.

Ketiganya diterbangkan ke arah Raja Iblis Kekacauan dan Graiya, namun mereka berdua tidak berakhir hanya dengan serangan itu. Graiya yang bertranformasi menjadi Gryphon kemudian Naga Hitam, menggunakan pergelangannya untuk menyingkirkan para Raksasa sebelum meluncur dengan gadis berambut merah yang bersembunyi di belakang tubuhnya yang memancar.

"Fuahahaha! Ayo, keluarkan seluruh dendam seribu tahun! Terlebih, tubuh ini sangat bagus! Menjadi pengganti Mahaguru, mari mulai dengan menghancurkan wajah angkuhmu!" [4]

"—Ooh? Bilangan Lima nantangin Bilangan Empat nih? Jangan membanggakan diri berlebihan, dasar Monyet!"

Amukan api liar bentrok aliran gulungan air laut.

Dan situasi pertarungan yang menyelimuti seluruh [Kota Kouen] menjadi bergelora saat itu.

Dikarenakan aliran air laut yang menghalangi jalan, kecepatan menyerang para Raksasa melambat. Disaat yang sama, jumlah Raksasa yang mencoba menyerang Dinding Luar berkurang separuh, meski begitu, kekuatan bertarung kedua belah pihak masih imbang.

Medan perang yang terbakar tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir dalam waktu dekat.

Namun situasi yang berlangsung berat ini, semuanya—perlahan bisa merasakan ketenangan yang mendekat yang akan menurunkan tirai Panggung Permainan ini.



Translator's Notes[edit]

  1. sepsis = respon tubuh terhadap infeksi yang mampu membuat komplikasi dan bisa mengancam jiwa. Atau infeksi darah. Source: google.
  2. Clarsach Orga atau nama lainnya Harpa Emas, kemungkinan meniru legenda asli Uaithne dari Mitologi Irlandia, di novel ini harpanya kecil dan mudah dibawa. Dikenal juga sebagai [Musik Empat Sudut] merupakan harpa sihir kaya hiasan terbuat dari kayu ek dengan menempatkan setiap musim sesuai perintah ketika Dagda memainkannya, dikatakan juga bisa digunakan sebagai perintah pada pertarungan. Kekuatannya termasuk pengendalian emosi, menidurkan orang, serta mengendalikan cuaca dan kabut. Source: Fandom]
  3. khas mata sipit pas tertawa/tersenyum matanya hampir gak keliatan :v
  4. kalau masih inget jilid 6, dia pernah curhat tentang dendamnya pada Sun Wokong (di sini dia cewek critanya :v), karena dia kuatnya amit-amit, makanya berubah haluan ke Kouryuu yang jadi sasaran.


Kembali Ke Halaman Utama