Mondaiji-tachi ga isekai kara kuru soudesu yo (Indonesia):Jilid 7 Bab 7

From Baka-Tsuki
Revision as of 07:25, 11 November 2019 by Ka-el (talk | contribs) (Created page with "==Bab 7== ===Bagian 1=== “—, Maaf……” Muncul suara isapan basah saat belati Rin menusuk belakang pinggang Jin. Mendengar permintaan maaf yang dibarengi tusukan, k...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 7[edit]

Bagian 1[edit]

“—, Maaf……”

Muncul suara isapan basah saat belati Rin menusuk belakang pinggang Jin.

Mendengar permintaan maaf yang dibarengi tusukan, kepala Jin seolah mati rasa dan matanya berputar kehilangan fokus.

“Ri…in, kenapa?”

"Haha, seperti yang diharapkan dari Nona "Taktisi [Pengendali Permainan]"! Tepat ketika kukira kamu termakan rayuan musuh untuk mengkhianati kami, ada aliran dingin di tulang belakangku tadi!"

Pemilik suara mengepuk tangannya sambil berjalan menuruni tangga melingkar. Lelaki yang mengenakan jaket kontras berwarna merah dan biru, tidak lain adalah Raja Iblis Maxwell.

"Fufu. . . Nona 'Taktisi' kami sangat cerdas dan kuat. Kamu benar-benar mengubah pandanganku terhadapmu. Menusuk bocah yang berpikiran sederhana, kamu sungguh tidak kenal ampun."

Berjalan mendekat ke arah Rin dan Jin yang berlumuran darah, Maxwell menyeringai seolah menjadi caranya untuk menahan tawanya.

"Hmmhmm, kau seharusnya tahu jika wanita juga bisa jahat. —Jadi sejak kapan kamu memperhatikan kami?"

“Oh, hanya bagian terakhir. Tepat ketika dia membalik kebohongannya. Yah, itu semua gegara pengantin pemaluku melarikan diri lagi setelah kukejar tadi."

“Ah~. . . Begitu rupanya."

—Pembohong. Itulah yang dikatakan insting Rin dan Jin.

Meski mereka tidak yakin, namun jelas lelaki ini mendengarkan rencana mereka. Rin bergegas menusuk Jin ketika menyadari keberadaannya.

Melihat keseluruhan drama yang dimainkan di depannya seolah komedi menyenangkan, lelaki itu tidak bisa menahan senyuman yang terpampang di wajahnya untuk menekan keinginan tertawa.

"Ngomong-ngomong, Nona 'Taktisi', apakah kamu sudah mendapatkan warisan Raja Naga Lautan Bintang?"

“Baru saja akan kudapatkan. —He'em. Aku juga ingin menunjukkan sesuatu yang spesial sebelum menghanyutkannya ke Sungai Sanzu. Itulah kenapa aku menggelar drama kecil tadi."

“Hoho, sungguh. . ."

Maxwell menyeringai saat menatap mereka secara mengerikan.

Saat itulah Jin menyadari kesalahan fatal.

(Gawat. . . Yang bekerja di bawah perintah Yang Mulia bukanlah pasukan pribadinya melainkan campuran yang bekerja demi pemimpin mereka. . .!)

Dan orang itu tidak lain tidak bukan adalah Raja Iblis Maxwell. Meski Rin memiliki Hadiah yang mampu membuatnya tidak tampak, tapi berhadapan dengan musuh yang mampu teleportasi instan jelas sangat menyusahkan karena bisa dengan mudah mengalahkannya. Dia juga bisa melaporkannya pada atasan sesuka hati.

Baru menyadari sekarang, Jin menggenggam erat tinjunya dengan tangan lainnya saat berlutut penuh sesal.

(Aku terlalu gegabah. . . Aku terlalu fokus pada fakta kemungkinan kalah dalam bernegosiasi dengan Rin jika aku kehilangan kesempatan ini!)

Jika dia berpikir lebih jauh, dia pasti bisa menduga adanya pengintai di tengah-tengah percakapan. Pada akhirnya, dia telah meningkatkan situasi yang mana hampir saja menyakiti Rin dan Yang Mulia. Dan dengan begitu, dia telah menutup pilihan Rin untuk membiarkannya hidup karena membiarkannya pergi tidak akan menguntungkan bagi mereka.

"Lalu, Nona 'Taktisi'. Apa yang akan kamu lakukan terhadapnya?"

"Ikat dia dan bawa bersama kita. Lagipula, kekuatan Jin sangat langka."

“—Apa?" Ekspresi Maxwell berubah.

Kegembiaraan hilang di matanya dan ada jejak kecurigaan juga keraguan yang mulai tumbuh di tatapannya. Namun Rin tidak mundur, malah menatapnya balik dan mengarahkan ujung belatinya pada Maxwell.

"Maxwell, aku harus tanya alasanmu berada di sini. Bukankah aku memintamu untuk menangkap [Pohon Genome] dan Willa sang Ignis Fatuus hidup-hidup? Atau itu terlalu sulit bagi Raja Iblis Bilangan Empat sampai membuatmu terpaksa mundur tanpa hasil?"

“. . . Itu—"

"Aku tidak terima, tapi membawa Jin Russel pulang juga terhitung sebagai pencapaian. Bagi kita yang membutuhkan seluruh pencapaian yang bisa didapat, demi kebaikan kita, ini jelas pilihan realistis. Kau bisa paham kan?"

"Uuh—" Maxwell memandangnya tidak puas namun sepertinya setuju dengan pilihan Rin.

*Pak!* Dengan menjentikkan jari, Maxwell memborgol Jin dengan es sementara menggunakan apinya untuk membakar luka.[1]

“Ouf, Guh……”

"Oh? Kau kuat juga ya? Meski lukanya tidak dalam, sungguh hebat tidak berteriak karena proses pembakaran luka." Maxwell memuji tidak tulus sementara Rin terus melihat dengan wajah dingin. Lagipula, jika dia mengatakan kata-kata yang tidak sesuai dengan posisinya, tujuannya akan sirna.

"Yah, kalau kau ingin bermain-main dengannya, tidak masalah buatku, tapi sudah saatnya mengabarkan yang lain untuk bersiap mundur, kan?"

“Ohh. . ? Kenapa?”

Maxwell mentapnya curiga yang membuatnya jelas tidak lagi mempercayai ucapan Rin.

Namun, Rin dengan berani memberitahu putusannya pada Maxwell.

Meski hatinya kacau, tapi inilah satu-satunya cara untuk membalik keadaan.

"Aku akan mengambil warisan Raja Naga Lautan Bintang sekarang dan melepaskan segel Raja Iblis itu—Beritahu seluruh anggota kita untuk segera keluar dari Bagian Utara."

Kemudian Rin mengeluarkan Tanduk Naga dari Raja Naga Lautan Bintang. Lalu meletakkan kedua tanduk naga di atas tumpuan segel dengan sobekan kain yang digunakan untuk membungkus dan mendadak muncul sinar berkabut.

Namun yang bersinar bukan hanya Tanduk Naga.

". . . Nggak, tidak mungkin."

Jin sejenak melupakan rasa sakitnya saat menatap sinar khas itu.

Yang terlupakan bukan hanya rasa sakitnya. Masalah pertarungan yang saat ini bergejolak di luar atau Maxwell yang berdiri di sampingnya telah terbuang jauh-jauh dari dalam pikirannya tergantikan dengan sesuatu yang jauh lebih penting.

—Kain sobek yang bercahaya itu adalah Bendera.

Dan Bendera itu tidak akan pernah bisa ia lupakan. Itu adalah bendera yang selalu dicari Jin dan Kuro Usagi selama pertumbuhan mereka. Meski sudah dicuri atau ternodai, Bendera yang terus berkibar di hati mereka tidak pernah sirna.

Kain yang memiliki latar belakang merah dengan tepian benang emas, menggambarkan seorang gadis dengan matahari terbit di belakang bukit, Bendera ini tidak ada yang menyamai di dunia ini.

"Kamu pasti orang yang seharga Bendera ini."

Jin tumbuh dengan harapan dari kedua orang tua dan orang dewasa lainnya. Itu juga menjadi garis yang membuat Kuro Usagi, kelompok senior, dan anak-anak lainnya pergi meski di waktu sulit.

Meski harus mengorbankan segalanya dalam hidup, hanya inilah satu-satunya Bendera yang ada di dunia—

"Hmm, bahkan kain lap ini sebenarnya Bendera milik Komunitas yang telah mengalahkan banyak Raja Iblis di sejarah Manusia."

". . . Dan kau masih bicara tak sopan saat jelas-jelas tidak punya trik untuk menangani pemimpin mereka."

Ejekan mengejutkan Rin membuat Maxwell terbungkam.

Melebarkan Bendera melintasi tumpuan, dia pun memasukkan Tanduk Naga dari Raja Naga Lautan Bintang.

"Dengan ini, semua sudah pas. Tinggal memasukkan api ke tanduk naga sebagai katalisator untuk merangsang garis ley dan vena gunung berapi[2]. Yang akan melepaskan segel [Jalur Orbit Matahari dari Dua belas Chén] dan [Kosmologi lain]."

“Penguasa [Naga] matahari. . . Hoho. Baguslah, Yang Mulia semakin dekat dengan tujuannya."

Maxwell berjalan sampai di depan tumpuan untuk meletakkan tangannya di atas Tanduk Naga untuk melepas api.

"Keluarlah—Buka, Gerbang Neraka!"


Bagian 2[edit]

—[Kouen, Kota Azure Flames] Distrik Industri Kawasan 88.

Pertarungan antara Izayoi dan Yang Mulia, setah melompat keluar dari Istana, bersambung menjadi situasi sulit dengan total 77 kawasan sudah hancur.

Mereka terus saling meluncurkan serangan bertubi-tubi dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan tulang, beberapa bagian tubuh membengkak saat saling mengerahkan kekuatan hingga batasan. Namun semangat juang mereka sama sekali tidak berkurang. Sebaliknya, malah semakin meningkat. Bukan karena harga diri namun situasi yang mereka tanggung demi kemenangan, yang membuat mereka melupakan rasa sakit dari serangan bertubi-tubi juga tubuh memar.

“Aaaaaaaaaaaaaaarrrrrhhhhhhh!”

“Uooooooooooooooooohhhhh!”

Berjuang keras mengangkat tangan kanan mereka, adegannya tak seperti raungan berani singa saat menenggelamkan pukulan masing-masing. Di saat yang sama, lutut mereka tertekuk ke depan, yang memungkinkan mereka mempertahankan keseimbangan.

Tanah bergemuruh seolah menjerit kesakitan bahkan sebelum tubuh mereka begitu, menjatuhkan mereka hingga kanal bawah tanah. Jatuh seperti ini tidak akan bermasalah di hari normal, namun tubuh mereka saat ini sudah mencapai batas.

Tubuh mereka yang terjun bebas bertemu dengan permukaan air dingin kanal.

Meski kesadaran mereka bisa saja menghilang sewaktu-waktu, dinginnya air menjadi berkah karena mampu menyentak mereka hingga terbangun. Izayoilah yang pertama bangun disusul Yang Mulia.

Dilihat dari urutan bangun, jelas menunjukkan banyaknya luka di tubuh mereka.

"Ha. . . Ada apa, Hakuhatsuki. . . Tempurung lututmu gemetar tuh."

“Bukannya yang gemetar. . . Wajahmu, bodoh."

Dan Yang Mulia memuntahkan darah. Tampaknya tulang rusuknya telah menusuk paru-parunya serta menjelaskan jika keadaan Yang Mulia lebih parah dari Izayoi.

". . . Masih kepengen lanjut?"

“Tentu saja. Kekalahanku sama dengan kekalahan [Ouroboros]. Situasi akan berbalik jika aku lakukan. . . Para bawahanku masih bertarung dengan berani, bagaimana mungkin aku bisa kalah di sini!"

Mengangkat kepalanya, Yang Mulia memperbarui semangat bertarung hingga intensitas tertinggi.

Menghadapi musuh dengan kebulatan tekad yag menggebu hingga membuat air digin kanal bawah tanah bergolak, Izayoi akhirnya bertanya:

". . . Aku nggak paham. Apa sih tujuanmu dan bawahanmu ngelakuin pertarungan ini? Apa ada maksud atau manfaat ngalahin [Master Lantai]? Bukannya cuma bakal ngerusak kedamaian dan tatanan sosial?"

Layaknya tanggul yang bocor, berbagai pertanyaan mengalir dari Izayoi.

Setelah sering adu pukul dengan Yang Mulia, Izayoi masih belum bisa melihat latar belakang anak ini dalam hal tahap perkembangannya—Tidak, sepengetahuannya dari yang ia tangkap selama bertarung, yang ia lakukan tidak cocok dengan tindakannya.

Meski tidak mau mengakui, anak lelaki ini tidak memiliki sifat jelek.

Meski begitu, bukan berarti dia bersifat baik juga. Jika harus dikelompokkan, moderasi diantara mereka berdua menjadi tempat terbaik untuk mengelompokkannya. Anak lelaki ini tidak tampak berbuat jahat atas kemauannya sendiri.

Kemudian, hanya tersisa satu jawaban.

"Ada organisasi lebih besar dibelakangmu. Kau terima perintah mereka, kan?"

“……”

Tidak mengelak juga tidak menyetujui, Yang Mulia terdiam menatap langit.

Langit sedang dipenuhi awan mendung yang menyembunyikan bintang-bintang dan bulan. Tampaknya tidak akan ada pertunjukan bintang malam ini. Meski begitu, dia terus melihat angkasa, seolah mencari cahaya di langit yang ditutupi kegelapan, sambil meregangkan tangan sebelum mengepalkan erat.

". . . Sebenarnya tidak ada tujuan sama sekali."

“Apa?”

"Aku tidak punya tujuan pribadi. Maaf tapi meski penampilanku seperti ini, hidupku belum genap tiga tahun. Aku bahkan tidak punya waktu memikirkan sesuatu seperti keanekaragaman dan perbedaan dalam kehidupan, ataupun keinginan pribadiku. Yang kutahu hanyalah anugerah yang kudapatkan saat lahir."

“Hha…”

Izayoi seakan terserang petir saat mendengar pengakuan Yang Mulia. Untuk menggambarkannya sebagai dampak dari yang belum pernah ia rasakan tidaklah berlebihan. Dibanding pukulan-pukulan yang diterima tubuhnya, kali ini jauh lebih parah bahkan membuat Izayoi tidak mampu berkata-kata. Melebihi pertanyaan menjadi baik atau jahat.

Anak lelaki ini bahkan tidak bisa dikelompokkan dalam dua hal itu—Malahan dia seolah berjalan dalam dosa dalam kemurnian dan kepolosan.

"Bahkan orang sepertiku dianggap berharga bagi mereka, yang memanggilku 'Yang Mulia' dan mengangkatku di tandu seolah setara Dewa. Jika ada yang bisa kusebut tujuan, merekalah tujuanku. Aku tidak tahu mimpi apa yang bawahanku lihat dariku, tapi jika mereka mampu melihat mimpi mereka di punggungku—"

Dia mengulurkan kepalan erat tinjunya di hadapan Izayoi.

Dan api keteguhan abadi menyala dalam mata emasnya.

"—Maka kuizinkan mereka terus melihat mimpi mereka. Untuk terus memanjat di Dunia Taman Mini ini, di tempat tinggal para Dewa. Dan untuk mencapainya, akan kubersihkan seluruh penghalang di depan mereka. Tidak peduli jika mereka orang tua kandungku atau Raja Iblis sekalipun. Karena pedomanku selalu ada pada kesetiaan Paman Gra, Aura, dan Rin."

Pandangan jernih dan jujur. Anak lelaki berambut putih bermata emas ini menghormati dan mempercayai kesetiaan para bawahannya. Selama dia memiliki ikatan takdir dengan mereka, dia akan terus maju meski tubuhnya babak belur.

“……”

Sehubungan dengan tekad mulia itu, Izayoi memberinya tatapan menyedihkan.

Dia sudah selesai mendengarkan. Menganugerahi pengetahuan pada anak kecil yang belum pernah mengalami sendiri dan menyelesaikan masalah hingga membuatnya babak belur—Adalah sesuatu yang tidak bisa ia anggap benar.

Jika anak lelaki ini memiliki impian atau ambisi sendiri, masih bisa diterima.

Itu karena Izayoi memiliki karakteristik gigih merubah hal di sekitarnya untuk memenuhi jalur yang ia anggap 'baik'. Terkadang, situasinya bisa saja menguntungkan pihak lain. Tapi itu merupakan sesuatu yang ia harapkan dan tidak akan menyesali keputusannya. Dan selama dia mampu merubah perasaannya untuk bertanggung jawab pada sesuatu yang lebih tinggi di hatinya, dia akan berani berkata tidak sombong atau bersikeras untuk kemenangan.

Namun bagi anal lelaki ini—Yang tidak memiliki alasan atau harapan pribadi saat bertarung, menjalani pertarungan, timbal balik macam apa yang ia harapkan. . .?

". . . Yah, itu sih hidup-hidupmu sendiri. Kau lakuin demi orang lain juga gak bakal guna kalaupun kuhentikan. Sialan, alasanku bertambah buat ngehajar dirimu."

Dia memfokuskan kebulatan tekad yang lebih kuat pada tinjunya lebih dari sebelumnya. Dalam keadaan ini, bahkan ras terkuat pun akan dengan mudah hancur berkeping-keping hanya dengan pukulannya. Dikepalan ini yang telah diisi kekuatan juga amarah, yang dia ulurkan di depannya.

"Bakal kugunain seluruh kekuatanku—Biar kau menyesal seumur hidup. Bocah nakal yang nemuin alasan nggak masuk akal yang kedengarannya mulia pas berantem, perlu kukasih pelajaran. Biar kau paham maksudku."

Hidup adalah pertarungan yang berkelanjutan. Entah di dunia luar atau dunia yang mereka datangi ini. Yang membedakan adalah di dunia Taman Mini, peperangan diganti dalam bentuk Permainan Berhadiah.

Di dunia asal Izayoi, akhir dari perang sipil adalah kisah tragis. Bagian terburuknya, mereka juga meregang nyawa. Mampu menghasut perang tanpa perlu menggunakan kekuatan fisik, tidak heran jika orang itu mati.

Dan anak lelaki ini yang berperang demi impian orang lain—seharusnya tidak pernah ada.

Izayoi mempercayai bahwa apapun alasannya, orang yang bertarung haruslah terlahir dari impian pribadinya.

Karenanya, dia akan menggunakan pukulan untuk mengalahkan anak ini.

Dan apapun pelajaran yang ia dapatkan nanti, dia sendiri yang harus memutuskan.

"Habis ini bakal nutup tirai Permainan—Sudah siap?"

“Ehem. Tapi yang akan menang adalah aku."

Sampai akhir, anak lelaki berambut putih bermata emas tetap tidak ingin mundur.

Kesempatan menang bukan nol besar. Selama ada kesempatan menang, dia akan mengejarnya dan menggenggamnya erat. Meski pengalaman hidupnya baru tiga tahun, namun dia bisa memenangkan pertarungan sejauh ini.

Permukaan air di kanal bawah tanah bergoyang keras karena peningkatan semangat bertarung dari kedua petarung hingga membuat air menyemprot. Tanah juga bergetar hebat dan tidak akan aneh jika tanahnya hancur setiap saat.

Pertarungan antar keduanya dengan semangat bertarung menyala-nyala—

“—Eh?!”

Disela oleh suatu ancaman, bangkit dari kerak litosfer, yang melebihi pertempuran mereka saat ini.


"Getaran tanahnya. . . Terlalu kuat! Nggak mungkin gempa biasa kan?"


Babak belur di sekujur tubuh menyebabkan mereka tidak mampu mempertahankan posisi berdiri dengan baik dan hanya bisa bersandar ke tembok. Seseorang bisa segera memahami kekuatan gempa sehebat itu bukanlah dari bencana alam biasa hingga mampu menekuk dan memecah kanal bawah tanah yang seharusnya mampu menahan pergerakan bumi.

Suara bangunan runtuh di atas tanah bisa terdengar dalam satu waktu. Bukan hanya satu atau dua, tapi banyak.

Getaran yang sepertinya merupakan upaya yang disengaja untuk mengubah lanskap geologis—Itulah yang dirasakan dari gempa kuat ini. Berdiri di kanal bawah tanah yang mengalir dari puncak gunung besar, keduanya memahani jika pusat gempa berasal dari bawah vena gunung berapi.

(Gunung berapi yang tertidur jadi aktif dan erupsi lagi? Kenapa musti sekarang. . .)

Seseorang pasti dengan sengaja membuat getaran ini. Meski metode atau tujuan pastinya belum diketahui, namun pemikiran Izayoi sampai pada suatu prakiraan.

"Jangan-jangan. . . Segelnya sudah lepas? Apa yang mereka lakukan ketika permainan masih berlangsung?"

“Oi, apa-apaan itu tadi?"

“Akan kujelaskan lain kali! Berjanjilah pada 'Sumpah' untuk segera menjeda Permainan ini! Dan segeralah kekuar dari [Kota Kouen] atau orang-orang akan terbunuh!"

Mengeluarkan [Gulungan Geass], Yang Mulia sedang gelisah ketika melemparnya. Dan meski Izayoi tidak mampu memahami kata-kata Yang Mulia, menangkap gulungan itu dengan tangannya, dia tidak segera berjanji pada 'Sumpah'.[3]

"Jelasin padaku tentang semua ini!! Gempanya kalian yang buat, kan?"

“Sial, kemampuan observasimu malah jatuh di saat begini! Memang kami penyebabnya, tapi aku juga tidak mengharapkannya! Gempa hebat itu hanyalah gempa susulan dari kebangkitan Raja Iblis yang tersegel di bawah tanah. ”

“Itu. . . Cuma gempa gempa susulan. . .?!"

Kebingungan dari penjelasan jujur dan langsung, Izayoi terdiam. Bahkan bagi Izayoi, ayunan pukulannya tidak mampu membuat gempa berskala besar itu. Namun Yang Mulia bilang itu hanyalah semacam gempa susulan.

Karena gempa susulan itu berpusat di bawah puncak gunung—

"—Tunggu, itu berarti Raja Iblis itu di segel. . . di gunung belakang istana?"

Gempanya sangat hebat dan suara erupsi dari gunung berapi aktif akhirnya terdengar di telinga orang-orang yang ada di kanal bawah tanah. Yang Mulia menatap langsung Izayoi dengan eskpresi masam saat mengangguk.

"Erupsi tadi seharusnya menjadi pertanda akhir. Lokasi pertama yang kemungkinan besar menjadi target Raja Iblis yang bangkit—Pasti Istana [Salamandra]."

“—!!!”

Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Izayoi memaksakan tubuhnya yang penuh memar dan babak belur untuk melompat keluar kanal bawah tanah. Mengesampingkan pemikiran terhadap ancaman Raja Iblis dan getarannya, dia bergegas menuju istana tempat rekan-rekannya berada.


Translator's Notes[edit]

  1. Membakar luka ini juga bisa berarti menutup luka sekaligus mensterilkan paksa dengan membakarnya tentu saja pasti panas dan menyakitkan, atau bisa jadi istilah lain untuk menyembuhkan lukanya dengan sihir api dan hanya berefek hangat.
  2. Intinya ada garis-garis yang terhubung
  3. Sumpah yang dimaksud adalah yang ada di kalimat terakhir Gulungan Geass


Kembali Ke Halaman Utama