Mondaiji-tachi ga isekai kara kuru soudesu yo (Indonesia):Jilid 7 Epilog

From Baka-Tsuki
Revision as of 14:46, 11 November 2019 by Ka-el (talk | contribs) (Created page with "==Epilog== ===Bagian 1=== —Akhirnya, gerbang Neraka telah terbuka. ===Bagian 2=== —[Kouen, Kota Azure Flames], Sayap Kanan Kelima Istana. Gempa bumi telah membuat s...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Epilog

Bagian 1

—Akhirnya, gerbang Neraka telah terbuka.


Bagian 2

—[Kouen, Kota Azure Flames], Sayap Kanan Kelima Istana.

Gempa bumi telah membuat seluruh petarung di istana berhenti. Para Raksasa terguling dalam kelompok mereka sementara para Naga Api juga roboh setelah tubuh mereka tidak mampu menahan ketegangan setelah terlalu lama terbang.

Bahkan mereka yang jaraknya jauh dari gunung berapi bisa melihat erupsinya dan penyerang di kota mulai mundur.

Namun, alasan asli ketakutan mereka bukan karena magma yang muntah dari puncak gunung berapi.

Kuro Usagi yang sedang bersembunyi di Sayap Kanan Kelima Istana juga sangat resah melihat gunung berapi yang terus bererupsi.

(Apa artinya ini. . . Seperti ada suasana mengerikan di udara. . .)

Bahkan bagi Kuro Usagi yang telah kehilangan kekuatan agungnya mampu merasakan kekuatan besar yang melimpah. Gunung berapi yang tampaknya tidak berakhir hanya dari aliran laharnya, mirip gerbang neraka yang terbuka di permukaan tanah.

Jika seseorang muncul dari gunung berapi aktif itu—Sosok itu pastilah penjelmaan Neraka dalam bentuk monster yang berjalan di atas tanah.

(Istana [Salamandra] akan baik-baik saja bahkan jika laharnya mengalir di sekitarnya. . . Namun bagi orang-orang yang bertarung di luar sana, apakah mereka akan baik-baik saja?)

Meski Kuro Usagi kehilangan telinga kelincinya, dia masih bisa merasakan situasi pertarungan yang tidak terlalu baik.

Andaikan aku bisa menggunakan wewenang [Master Hakim]. Penyesalan semacam itu muncul di hatinya namun dia tidak mampu berbuat banyak.

Menatap langit malam yang dipenuhi awan mendung serta menyembunyikan bulan, dia memutuskan untuk mendoakan keselamatan rekan-rekannya.


—Kumohon dengarkan doaku dan biarkan semuanya kembali dengan selamat.

—Kumohon dengarkan doaku dan biarkan kami kembali ke masa-masa bahagia itu.

—Wahai Dewa Pelindung, kumohon anugerahkan perlindungan Dewa Perang agung pada semua orang.


Dengan tangan menggenggam juga jalinan jari jemari, dia berdoa agar harapannya terkabul. Dengan begitu, perasaannya bisa lebih lega.

". . . Baiklah! Semua akan baik-baik saja!"

Kuro Usagi mencengkeram kepalannya ke dada dengan berpasrah diri sepenuh hati. Entah dikarenakan keadaan mentalnya yang menjadi tenang, namun getaran gempanya telah berkurang. Ini pasti jawaban doa Dewa Indra.

Langit mendung tiba-tiba cerah dan bulan bisa terlihat dari bayang-bayang lapisan awan—


Bagian 3

—Depan pintu utama Dinding Luar [Kota Kouen].

Dikarenakan erupsi Gunung Berapi, pertarungan garis depan berhenti sejenak. Dan ini bukan atas dasar perintah seseorang.

Naga Api, prajurit veteran, atau bahkan para Raksasa, semuanya mematung saat melihat muntahan magma keluar dari puncak besar. Entah mereka Raksasa atau monster veteran, akan sama-sama berakhir jika terkena aliran lahar. Yang mampu bertahan kemungkinan adalah Naga Api besar. Para Raksasa yang terkepung antara gelombang air dan lahar yang yang akan datang menjadi kalang kabut, menciptakan peluang sempurna untuk dijatuhkan.

Asuka juga berhenti saat ingin melihat dengan jelas situasi pertarungan yang terus dipenuhi ketidakpastian.

Tidak lama kemudian dia merasakan perubahan—

“—,?”

*Zukuri*

Tulang belakangnya merinding.

Seolah tidak ada sesuatu yang spesial terjadi di sekitarnya namun ada sensasi dingin mejalar di punggungnya. Namun, bukan merinding biasa. Akan lebih tepat digambarkan sebagai keadaan tidak menyenangkan dari tangan dingin Dewa Kematian yang mengalir di punggungnya.

Sama halnya dengan Kouryuu, Raja Iblis Kekacauan, Percher, dan Graiya yang menengok tepat ke arah gunung berapi.

". . . Apa itu tadi?"

Kouryuu yang sempat berpikir untuk menangkap Raja Iblis Kekacauan yang merasuki tubuh Sandra di tengah-tengah pertarungan sekarang terhenti.

Itu bukan sensasi permusuhan atau penindasan.

Jika seseorang mengangkat jempolnya—Itu akan menjadi sensasi refleks naluriah dari sensitif berlebihan seekor rusa yang mengangkat kepalanya saat berekasi terhadap singa yang mendekat.

(Apa. . . Yang terjadi. . .?!)

Secara tidak sadar, tangan Kouryuu yang memegang tongkat sudah basah oleh keringatnya. Dia yang berpengalaman dalam ratusan pertarungan, saat ini merasakan ancaman yang belum pernah ia rasakan dan tidak bisa dijelaskan dalam kata-kata. Untuk melacak sumber sensasi itu, dia menutup mata lalu berfokus pada gunung berapi aktif. Namun, dia tidak mampu menemukan sumber besar kekuatan spiritual dari sana; Karenanya, dia menambah radius untuk melacak sisa kekuatan spiritual itu.

Kehadiran sensasi penindasan tanpa bentuk yang mengendalikan area ini. . .

". . . Ada di langit. . .!"

Hampir bersamaan, Yō yang berada di wilayah dalam Istana juga melacak sumber kehadirannya. Dalam hal kemampuan melacak, kekuatannya diatas rata-rata. Mengungkap sumber ancaman lebih cepat dari Kouryuu, Yō sudah menatap angkasa. Menggunakan matanya yang bersinar di kegelapan, mirip burung predator nokturnal untuk mencari di gumpalan awan. Menemukan lokasi tepatnya tidak butuh waktu lama.

Karena pelakunya bahkan tidak repot-repot bersembunyi.

“……Uu…!”

Seolah mencoba mengisi celah yang membuat langit mendung yang gelap, sinar kabur dari bulan muncul. Dan sosok kecil bisa terlihat melebarkan sayapnya sementara sinar bulan kekuningan menutupi punggungnya seperti jubah

Sosok yang memunggungi cahaya bulan berwarna putih dari kepala hingga kaki sambil membentangkan sayapnya, yang tidak nampak seperti hasil dari proses seleksi alam. Terlebih, tidak ada naga dengan bentuk itu yang bisa ditemukan dalam Pohon Filogenetik[1].

(Naga berdarah murni yang tidak ada dalam Pohon Filogenetik. . . Apakah memang ada makhluk hidup seperti itu. . .?)

Mata merah delima yang bersinar seperti bintang kejahatan pada malam hari.

Kepala tiga yang nampak aneh menyembul dari atas tengkorak yang keluar dari rahang bawah.

Tiga kepala itu memiliki total enam mata yang cukup memadamkan keberanian musuh mereka. Entah memang memiliki fungsi biologis atau merupakan simbol yang bermaksud menambah kemisteriusannya. Seseorang bisa menduga jika bentuk itu dipilih untuk memunculkan keengganan fisiologis yang akan berkembang menjadi ketakutan pada semua yang melihatnya.

Meski memiliki panjang sekitar tiga meter—Tekanan penindasan tak tergambarkan itu jauh melebihi Naga Raksasa.

(Tidak salah lagi. . . Itu pasti tipe terkuat. Bahkan lebih kuat dari Naga Raksasa.)

Naga berkepala tiga melayang di atas [Kota Kouen] sambil melihat-lihat menggunakan keenam matanya.

Setiap kepalanya melihat ke lokasi berbeda, mencoba memahami situasi saat ini. Dan pergerakan itu jelas mengkonfirmasi pertanyaan setiap orang—Monster itu cerdas.

Menggerakkan setiap kepalanya secara berbeda dan mengulang tindakan mengangkat kepalanya beberapa kali—Naga berkepala tiga melebarkan sayapnya dengan beberapa tekukan dan mulai mengipasi mereka.

Naga kepala tiga mengepakkan sayapnya dengan mudah—Seketika menyapu awan gelap yang menutupi serta menyingkikan selubung langit malam.

"—Buruk! Willa, cepat pergi!"

“Eh?” Willa memiringkan kepalanya, sayangnya terlambat.

Kibasan santai dari sayap naga berkepala tiga menyebabkan lautan awan terbagi dua sebelum buyar. Dampak yang mengguncang suasana itu menjadi gelombang getaran menyebabkan penyimpangan cahaya bintang. Gelombang kejut yang sama juga bertransformasi menjadi dua tornado besar yang menyapu wilayah kota, menyebabkan dinding aliran air laut yang dibuat Kouryuu hancur dalam sekejap.

"Ap. . . Apa?!"

Tidak hanya itu. Tornado tidak hanya meluluhlantakkan fenomena air laut yang dipanggil Kouryuu tapi juga memberi ancaman setara pada semua yang tertelan di jalurnya tanpa penurunan intensitas.

「UOOOOOOOOOooooooooo—!!!」

「GEYAAAAaaaa!!!」

Kaca di sepanjang lorong, kapak milik Raksasa, juga sisik Naga Api atau sayap mereka, semuanya terhisap ke langit tanpa ampun. Permainan sudah tidak berarti lagi saat situasinya berkembang seperti ini. Wilayah Kota dan istana sudah runtuh membentuk tumpukan puing hanya dengan kepakan sayapnya.

“Kyaah!”

“Willa!”

Diikuti robohnya istana, Yō dan Willa terhisap ke dalam tornado. Namun, Almathea segera meluncur secepat kilat untuk menjemput mereka menggunakan mulutnya, sebelum melayang keluar dari tornado. Mengayunkan kerah mereka berdua dengan gesit, dia membuat mereka terduduk di punggung dan berteriak cemas:

{"Kalian berdua, berpeganglah yang erat! Kita tinggalkan wilayah ini secepatnya!"}

"Bagai, bagaimana bisa?! Aku tidak akan meninggalkan semua orang di sini dan kabur sendirian!"

{"Keberatan tidak diterima! Raja Iblis itu adalah jenis terkuat! Ini adalah tanggung jawab Pasukan Surga untuk menaklukkan dia! Bahkan dirimu, kupikir kamu tidak akan senaif itu untuk mengabaikan perbedaan kekuatan antara dirimu dan dia, kan?"}

Ceramah keras itu membuat Yō terbungkam. Bahkan jika dia ingin membalas, keinginan itu segera menghilang saat menandai lokasi Kuro Usagi dari ujung pandangannya sedang berbaring di atas reruntuhan.

"Tidak bagus. Jika dia sendirian di sana. . .!"

Kuro Usagi tidak melihat Yō dan lainnya saat tatapannya hanya berpusat pada naga berkepala tiga. Dalam kebingungan, bibir Kuro Usagi bergetar.

“Ah….A, Urk……?!”

Kenangana masa kecilnya bangkit.

Kota asalnya yang runtuh oleh api, tangisan menyedihkan, dan erangan kesakitan, binatang buas yang sangat banyak hingga cukup meliputi seantero hutan.

Monster yang membuat ras [Kelinci Bulan] musnah dalam semalam.

"Tidak mungkin. . . Raja Iblis itu, bukankah. . . Sudah dikalahkan Nona Canaria dan teman-temannya. . .?"

Satu dua langkah, Kuro Usagi mulai berjalan gemetar di bawah alam sadarnya, dan ini membuatnya menarik perhatian malapetaka terhebat.

Belum diketahui jika mata naga berkepala tiga telah menyadari Kuro Usagi yang berdiri di atas reruntuhan, namun dia meraung dengan rauangan yang seolah bukan milik dunia ini sebelum menukik tajam.


「————GYEEEEEEEEEEYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaEEEEEEEEEEEEEYYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAaaaaaaaaa!!!」


Teriakan dengan kekuatan absolut yang memaksa magma kembali ke gunung berapi dan membuat tekanan besar pada tanah. Lampu gantung hancur dengan kepingannya menyebar layaknya kelopak bunga kaca lalu menghujani kota.

Kuro Usagi secara tidak sadar mengangkat kepalanya melihat naga berkepala tiga yang bergerak mengarah padanya dan membuat pengamatan yang jauh dari dirinya sendiri.

—Ah. Dia akan mati di sini.

"—Menjauh, KURO USAGI—!"

Diikuti suara ledakan atmosfer, ada dua yang berteriak.

Mondaiji-tachi ga isekai kara kuru soudesu yo v07 206.PNG

*Guish*—Datang suara tinju yang hancur. Darah menciprat dan mewarnai merah Kuro Usagi. Rambut hitam mengkilap dan kulit putih murninya terlapisi oleh merah darah saat sejumlah besar darah dimuntahkan dari organ yang tertusuk. Ketika dia menyadari sang pemilik darah, mata Kuro Usagi terbelalak lebar. Seolah tidak mempercayai apa yang ia lihat, dia bergumam;


“……Iza, yoi……?”

Dia mengalami luka fatal. Kuku naga berkepala tiga mencabik perut Izayoi, menusuk organ tubuhnya.

Di depannya ada orang yang selalu riang dan acuh tak acuh namun sekarang dalam keadaan rasa sakit yang mendalam, dengan nafas dangkal dan terengah-engah, Kuro Usagi memucat saat kulitnya kekurangan oksigen. Pukulan Izayoi telah mengenai tengkorak naga berkepala tiga sebelum akhirnya menerima serangan dari cakar itu, namun reaksinya cukup membuat kepalan tinjunya membengkok dan patah.

Menatap tangan kanannya yang patah, dia menerima pengalaman pertama ketidakpastian dalam hidupnya.

(. . . Kayaknya situasinya nggak bagus.)

—Aku nggak bisa menang. Ini bukan pengecualian. Namun hati Izayoi menerima kenyataan keras itu.

Kuro Usagi semakin dalam tak sadarkan diri namun lawannya tidak membiarkannya. Izayoi mencengkeram cakar yang menembus perutnya saat berteriak dengan sekuat tenaga.

“Gu…ah…… Bawa Kuro, Usagi…… Larilah, Almathea!”

{“Uu, Mengerti!”}

Menanggapi tekad bulat dalam teriakannya, Almathea melesat. Dia juga ksatria dan petarung hebat. Membaca maksud teriakan Izayoi disertai pemikiran kacau sungguh mudah baginya. Sekejap sebelum Almathea membawa Kuro Usagi Pergi, dia membungkuk pada Izayoi:

{“—Semoga kemenangan menyertaimu.”}

“. . . aah. Kuserahkan mereka padamu. Naga ini. . . Bakal kutahan. . .!!!"

Pilihan kata-katanya dan sosok wajah itu. Semuanya tumpang tindih dengan kenangan Kuro Usagi pada orang tuanya.

"Tidak. . . Tidak, ah. . . Jangan. . .!"

Dia sudah memahami itu di dalam hatinya. Dia tahu kebulatan tekad yang tergambarkan dari pemandangan di punggungnya dan memahami hasil akhirnya. Kuro Usagi yang bersandar di punggung Almathea, putus asa menjangkau punggung Izayoi.

Melihat aksinya, Izayoi memaksakan diri tersenyum dengan eskpresi kesakitan saat menggeleng kecil kepalanya.

"—Maaf. Tentang janji mengambil kembali Bendera. . . Rasanya aku nggak bisa nepatin."

Ini kali pertama dalam hidupnya meminta maaf secara terus terang. Kuro Usagi menangis tak bersuara dan ingin menjangkau lebih dekat namun dihentikan Almathea. Tangisan mengalir layaknya tanggul jebol yang membasahi pipinya saat berusaha menjangkau tapi tidak mampu.

Sosoknya perlahan memudar di kejauhan dan menghilang dari pandangan saat gulungan hitam menghujani dari langit. Naga berkepala tiga tidak mempermasalahkan orang yang kabur saat dengan tenang menilai Izayoi dengan keenam matanya.

". . . Hoho, kau bertaruh nyawa demi rekanmu? Tidak peduli seberapa lama, pemandangan neraka di atas bumi sungguh selau membuat darahku mendidih penuh ketertarikan."

“. . . Ha. Sama dong. . . Ungkapan yang. . . Menggemparkan. Nggak nyangka kamu bisa pidato."

“Tentu saja. Sebenarnya, aku tidak berpidato karena akan membuatku sangat aneh—Namun untuk mereka yang sekarat, ini jadi hal berbeda. Kurasa bisa dibilang sebagai persembahan sebelum melepas kepergiannya."

Mengibaskan pergelangan besarnya, membuat Izayoi terlepas dari cakar. Pada saat yang sama, banyak darah termuntahkan dari luka tusukan namun kekuatan otot-ototnya menahan aliran darahnya.

Izayoi menyeka darah di ujung mulutnya dan mengambil sikap bertarung saat tertawa gelak.

"Oh beneran, sungguh bijaksana dirimu. Yah, ada sesuatu. Aku penasaran banget. . . Boleh aku tanya?"

“Oh?" Naga berkepala tiga kebingungan menjawab karena terkejut. Dia tidak menyangka jika ada seseorang yang akan bertanya dalam keadaan semengerikan itu.

Izayoi mengatur kembali nafasnya sebelum menatap langsung mata merah delima saat bertanya.

"Termasuk mitologi mana kamu?"

Nada seriusnya membuat naga berkepala tiga mengendurkan senyuman dan membeku. Namun reaksinya cukup beralasan. Dalam rentang dua ribu tahun, para penduduk Taman Mini menakuti namanya dan ketakutan itu terus ada hingga sekarang.

"Pernah ada yang menanyakan namaku. . . Baiklah. . . Karena ini pertarungan yang terhentikan setelah dua ribu tahun, memberi tahu namaku bukanlah permintaan sulit."

Naga berkepala tiga menunjukkan punggungnya tempat Bendera yang terpampang dengan karakter asli [Aksara]—[Jahat] dipakai dengan tampilan penuh.

Selama masa-masa dunia masih belum terbentuk dan belum diwujudkan, ketika Surga dan Bumi masih terpisah, cahaya dan kegelapan terlahir, garis kebaikan dan kejahatan tergambar. Itu semua adalah unit terkecil dunia yang membuat kosmologi tertua.

Memutar sebagian atas tubuhnya, naga berkepala tiga memberikan namanya:

"Taman Mini Bilangan Ketiga, salah satu Dewa Zoroastrianism—Raja Iblis Aži Dakāha. Telah menerima Bendera dan status Bilangan Ketiga dari Raja Penguasa, aku telah berikrar untuk mengabdikan hidupku sebagai Raja Iblis, menjadi perwujudan dari pendendam keras kepala kepada seluruh keberadaan!!!"

Angin panas berhembus dari gunung berapi aktif. Tertiup oleh angin yang mirip Gunung dan Sungai dari Neraka, menyebabkan Bendera [ 恶 ][2] yang mengombak di belakangnya saat tubuh putih murni serta mata merah delima Raja Iblis meraung.


"Berikan semua yang kalian punya, Wahai Pahlawan yang terlahir setelah penantian ratusan tahun!


Kerahkan seluruh kekuatanmu!


Kumpulkan semua akalmu!


Tunjukkan kecerobohanmu—Jadilah pedang mulia yang menusuh dadaku!"


Malam ini, bintang-bintang berguncang dan angin yang melanda tiga dunia sudah mulai meningkat.

Gigi persneling dunia yang pernah terdiam kini berputar dan bergerak bersamaan dengan gelisah dan semangat berkecamuk.


Translator's Notes

  1. Filogenetik=berkaitan dengan perkembangan evolusi makhluk hidup
  2. info baruu [magrefnotes: 恶—berarti jahat pada karakter benderanya dan [Aksara] adalah nama benderanya.]


Kembali Ke Halaman Utama