Ochitekita Ryuuou to Horobiyuku Majo no Kuni (Indonesia):Jilid 4 Prolog 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prolog 2[edit]

Itu tepat sebelum Naga dan yang lainnya mulai bersiap untuk serangan balik melawan pasukan Kerajaan Cassandra yang mencoba merebut kembali Benteng Ein.

Di ibukota Kerajaan Cassandra. Guiscard bergegas masuk ke kamar tidur tertentu yang terletak jauh di dalam istana kerajaan.

“Paman!”

“Guiscard, apa itu kau?”

Di dalam ruangan yang terang dan luas, sang raja, yang sedang berbaring di ranjang besar dekat jendela besar, mengangkat tubuhnya sambil tersenyum malu-malu, dan menyambut keponakannya.

“Ada apa denganmu, paman?”

“Dokter memberitahuku untuk tidak memaksakan diri, tapi baik....”

“Sungguh, tolong kuatkan dirimu.”

Ada saat-saat ketika Guiscard akan berpikir lebih baik membiarkan raja mati seperti itu dan........ menggantikan singgasana, tapi ada ketakutan kerajaan akan jatuh ke dalam kekacauan dan dalam kasus terburuk, bahkan runtuh. Itu sebabnya dia cukup serius dalam menyuruh Cassandra III untuk menyatukan diri.

“Sepertinya tidak ada yang salah dengan kondisiku, jadi kau tidak usah cemas tentangku. Lebih penting….”

Suara raja, yang biasanya lemah, menjadi semakin lemah. “Pernahkah kau mendengar tentang pasukan berkumpul di Granvista?”

“Aku kebetulan mendengar itu, tapi aku tidak tahu detailnya.”

“Jadi begitu? Ini adalah bagian informasi yang telah mencapaiku. Sepertinya itu akan berarti lebih banyak pekerjaan untukmu.”

“Soal pasukan itu, apa tujuan mereka berkumpul?”

“Tampaknya…. mereka membentuk pasukan untuk pemusnahan para penyihir. Utusan yang dikirim oleh Aiba mengatakan itu padaku.”

(Sekali lagi, apakah pria itu ikut campur?)

“Apa kau bermaksud mengatakan.... mereka datang ke sini untuk meminta bala bantuan?”

“Biarpun kau bilang bala bantuan, itu hanya sedikit. Itu karena mereka sudah memiliki sekitar tiga hingga empat ribu tentara.”

“Tiga hingga empat ribu?!”

Guiscard membuka lebar matanya.

Rigaya, yang berdiri di belakangnya, juga tercengang.

“Dan bukan itu saja. Sepertinya pasukan elite yang dibanggakan oleh Gereja Lama, Brigade 88, telah dipanggil juga.”

“Sungguh?”

Baik Guiscard dan Rigaya melompat kaget. Itu bukan situasi yang perlu untuk memanggil Brigade 88. Belum lagi, meski memanggil brigade, bahkan lebih aneh lagi untuk menambah tiga hingga empat ribu unit lagi.

“Aku ingin tahu apa artinya itu. Meskipun mereka dapat dengan mudah mengalahkan para penyihir dengan brigade itu sendiri, mereka masih mengumpulkan banyak tentara untuk kelompok pemusnahan mereka.”

“Aku tidak ada gagasan mengenai rencana Aiba tapi kemungkinan besar, kerajaan kita tidak akan beruntung dari itu.”

Sang raja menundukkan kepalanya tanpa daya sambil duduk di ranjangnya.

“Aku sudah sampai batasku. Aku sudah kehabisan kekuatan dan kemauan untuk mengatasi masalah kita saat ini. Guiscard… ..aku akan memberikanmu hak sebagai wakilku. Tolong jaga kerajaan ini mulai sekarang.”

(Apa?!)

Guiscard nyaris tak mampu menekan wajahnya yang menyenangkan. Tak lama setelah itu, dia membungkuk dengan sopan.

“Ya. Aku akan menerima tawaranmu dan melaksanakan pekerjaanku dengan kehati-hatian.”

“Kalau kau bisa mengatasi krisis ini dengan aman, aku akan secara resmi pensiun dan menyerahkan tahtaku kepadamu.”

Sepertinya sang raja serius mengenai ucapannya. Sudah menjadi keinginan kesayangan Guiscard untuk menjadi raja sejak kecil, tapi, ketika dia senang, dia juga merasa bingung pada saat yang sama. Berkat kematian ayah Guiscard, yang mana mantan raja, pamannya menggantikan takhta, yang membuatnya sangat percaya bahwa takhta bukanlah sesuatu yang harus direbut, tapi sesuatu yang harus diambil kembali. Dikatakan demikian, Guiscard tidak berniat untuk merebut takhta dari pamannya karena itu akan membuatnya tidak baik jika dia memerintah sambil dicap sebagai perebut kekuasaan sendiri. Menekan pemberontakan yang datang dari penduduk dan bawahan dan melenyapkan lawan-lawannya. Sudah jelas bagi Guiscard bahwa ia tidak akan memiliki kepemimpinan yang dibutuhkan untuk memandu kerajaan kalau ia merebut takhta itu sendiri.

(Aku tidak punya kapasitas untuk memimpin.)

Makanya, Guiscard terus mendapatkan lebih banyak pencapaian. Dia terus melakukannya. Lalu, dia diberkati dengan nasib baik ketika dia menduduki posisi puncak Jenderal dari Geobalk, sebagai akibat dari yang terakhir menderita kekalahan besar. Bahkan sekarang, Guiscard takkan berhenti berusaha untuk membuat pamannya mengenalinya. Begitulah rencananya untuk mendapatkan takhta. Guiscard takkan ragu untuk membalas bila raja memutuskan untuk menyingkirkannya, tapi, pada akhirnya, itu hanya balas budi. Dia tidak punya niat untuk memberontak melawan raja. Karena itu, jikapun dia memutuskan untuk mendapatkan takhta, Guiscard takkan tahu apa yang akan terjadi di masa depan untuknya. Namun sekarang setelah Kerajaan jatuh ke dalam krisis, tampaknya raja tidak mampu menanggung beban yang diletakkan di pundaknya.

(Itu karena kurangnya kebijaksanaanmu sehingga kau menjadi cemas dan mencapai batasmu. Kau bisa mengatakan kau menuai apa yang kautabur.)

Adalah apa yang dia pikirkan. Guiscard tidak menahan diri ketika dia diberitahu bahwa dia akan diberikan hak untuk mewakili raja. Namun, benar saja, dia tidak bisa memaksa dirinya untuk memegang tangannya dan mengatakan hal-hal seperti ‘Aku akan menerimanya dengan senang hati’. Sebaliknya, dia akan mengatakan ‘Tolong tetap kuat, paman. Kekuatanmu masih sangat diperlukan bagi kami.’ dengan dalih membantu Cassandra. Namun, raja menggelengkan kepala dengan senyum samar di wajahnya.

“Di satu sisi, ada penyihir sementara di sisi lain ada pasukan pemusnahan. Seorang pria tua sepertiku tidak bisa lagi memecahkan kebuntuan ini. Yang kami butuhkan, adalah darah muda sepertimu.”

Apa yang dikatakan Cassandra III terdengar hanyalah alasan untuk menghindari tanggung jawabnya, tapi bagaimanapun, Guiscard tidak merasa ingin mengkritiknya untuk itu.

“Pertama-tama, orang yang telah mengangkat kerajaan ini ke ukuran besarnya saat ini adalah ayahmu. Mungkin tidak perlu dikatakan bahwa kau adalah orang yang tepat untuk mengambil alih kerajaan ini.”

(Itu mungkin argumen yang adil, tapi tetap saja...)

“Bagaimanapun, kita harus menyelesaikan krisis ini dulu.”

“Betul. Aku akan menyampaikan informasi tentangmu menjadi wakilku kepada pejabat lainnya. Aku mengandalkanmu, Guiscard.”

Begitu dia berkata demikian, sang raja menjatuhkan dirinya di tempat tidur tanpa daya. Salah satu dokter bayaran istana yang berdiri di sudut ruangan melangkah maju.

“Baginda sudah kelelahan, jadi saya akan menyarankan...”

Dokter itu mendesak seolah mencoba menghentikan pertemuan. Merasakan bahwa itu adalah waktu yang tepat, Guiscard dan Rigaya meninggalkan kamar tidur.


Guiscard, yang telah kembali ke kantornya, mencoba menyusun rencana masa depan kendati masih cukup bingung pada pergantian peristiwa sebelumnya. Tanpa mengubah pakaian mereka yang tertutup debu, Guiscard dan Rigaya duduk di meja makan. Segera setelah mereka menerima anggur dan cangkir dari seorang maid, Guiscard memerintahkannya dan para pengawalnya untuk mundur. Setelah Rigaya selesai menuangkan anggur ke cangkir Guiscard, meminumnya kosong sekaligus.

“Akhir-akhir ini, jadi sangat sibuk, ya?”

Guiscard, yang mengosongkan cangkirnya, menghela napas.

“Atau mungkin, haruskah kukatakan........ selamat telah menjadi wakil raja?”

Bagi Rigaya yang mengatakannya dengan sedikit ragu dan kebingungan, Guiscard menjawab seolah-olah menggeram di bawah hidungnya.

“Aku tidak yakin apakah aku harus senang soal itu, tapi begitulah.”

“Kukira Anda benar. Waktunya tak bisa lebih buruk lagi.”

“Tetap saja, membentuk pasukan gabungan dari negara tetangga di semenanjung barat bukanlah sesuatu yang bisa kau rasakan.”

Mendengar kata-kata Guiscard, Rigaya meletakkan cangkirnya dengan ekspresi yang sulit.

“Jika mereka benar-benar berencana untuk memusnahkan para penyihir, maka melemparkan di Brigade 88 akan lebih dari cukup. Memang, para penyihir telah menjadi kuat, tapi kuduga, itu bukanlah sesuatu yang tidak akan bisa Brigade 88 atasi sendiri. Meskipun begitu, mengapa mereka mengalami kesulitan meminjam pasukan dari negara tetangga?”

“Itu pertanyaan sesungguhnya. Belum lagi, mereka telah mengumpulkan sejumlah besar, yang terdiri dari hingga empat ribu.”

Guiscard mengerutkan alisnya, melipat tangannya dan merenungkan sesuatu. Akhirnya, dia mulai berbicara tiba-tiba.

“Kita tidak akan mendengar rincian lebih lanjut tentang itu jika kita tidak meminta laporan lagi, tapi, bukannya kita tidak akan mencapai kesimpulan…. Pertama, kemungkinan besar kita harus menanyakan tentang niat sejati Kardinal Aiba.”

Rigaya mengerutkan alisnya sedikit dan bertanya.

“Apa Anda pikir dia akan langsung menjawab?”

“Jikapun tidak, aku akan mengerti jawabannya sampai taraf tertentu. Kita akan memilih utusan terpandai yang kita miliki di sini, yang tidak akan hanya menerima tanggapan Aiba, tetapi juga menilai sikapnya.”

“Dimengerti.”

Rigaya membungkuk dengan sopan.

“Apakah ada hal lain yang ingin Anda atur segera?”

“Hanya untuk memastikan, kita akan melanjutkan persiapan untuk menggelar kota. Terus memperkuat pertahanannya, dan mengisi ketentuan dan personel pasukan kita. Pada saat yang sama, kita harus menyelesaikan rencana kita untuk merebut kembali Benteng Ein.”

“Aku ingin tahu apakah itu akan berjalan seperti yang direncanakan.”

“Sekarang rencananya sedang bergerak, sudah terlambat untuk menghentikannya. Jika kita tidak melakukan apa-apa, kita akan memberi Aiba lebih banyak alasan untuk bertindak.”

“Dimengerti. Aku akan mengurus perintah Anda, jadi aku permisi dulu.”

Rigaya membungkuk dalam, sampai menyentuh meja dengan dahinya, dan meninggalkan ruangan. Begitu dia pergi, Guiscard hilang dalam pemikiran yang mendalam.


(Setelah memanggil Brigade 88, tidak ada keraguan bahwa Aiba serius akan memusnahkan para penyihir, tapi, aku tidak tahu mengapa dia harus mengumpulkan sebanyak empat ribu tentara dari negara tetangga.)

Kelompok-kelompok tempur, juga dikenal sebagai ‘brigade’, yang merupakan milik Gereja Lama, sangat terkenal karena keberanian mereka. Brigade 88 terkenal menjadi yang terkuat di antara mereka semua. Sebenarnya, ada rumor di mana mereka juga akan menang melawan para penyihir, bahkan sampai melenyapkan klan mereka.

(Jika kelompok elite seperti Brigade 88 muncul, maka tidak perlu lagi mengumpulkan banyak tentara ini. Bahkan satu brigade yang terdiri dari 500 orang mungkin lebih dari cukup untuk membantu kami merebut Benteng Ein. Meskipun begitu, apakah ada semacam motif tersembunyi di belakang jumlah pasukan itu?)

Benar juga, misalnya, bukankah rencana pemusnahan Aiba hanyalah sebuah kedok bagi mereka untuk menyerang Guiscard dan yang lainnya? Bukankah karena Kerajaan Cassandra jatuh ke dalam aib karena kalah dari para penyihir di lapangan dan ketika benteng mereka direnggut, Aiba tidak mau memaafkan mereka? Bukankah menyerang Cassandra akan menjadi cara untuk meningkatkan moral pasukan pemusnahan sebelum pertumpahan darah dengan para penyihir?

Jelas, apa yang dikhawatirkan Guiscard adalah kekhawatiran yang tidak perlu. Meskipun benar bahwa Aiba dapat membuang Cassandra, dia masih belum menunjukkan kecenderungan apapun terhadap gagasan itu. Namun, memang benar bahwa kerajaan ini akan menjadi milik Guiscard cepat atau lambat, kini dia telah menjadi wakil rajanya. Pandangan masa depan seperti itu membuat ramalannya menjadi tajam, atau mungkin, lebih baik dikatakan – terlalu sensitif. Perasaan takut dan keraguan mulai tumbuh di dalam Guiscard karena dia terperangkap dalam pikirannya sejenak.

(Walau dibilang pemusnahan, kenyataan bahwa negara-negara tetangga setuju untuk mengirim sejumlah besar pasukan juga aneh. Pria itu, Aiba, aku bertanya-tanya apakah dia telah berjanji untuk menyerahkan wilayah kita sebagai bentuk hadiah bagi mereka yang akan memberikan pertanggungjawaban yang baik tentang diri mereka.)

Bukannya Kerajaan Cassandra akan mampu mempertahankan diri mereka sendiri untuk diserang oleh banyak pasukan. Terlebih lagi, ada kelompok lima ratus orang dalam pasukan mereka, Brigade 88 yang terkenal. Bahkan Kerajaan Cassandra, yang berada dalam kesusahan setelah menderita dua kekalahan berturut-turut melawan para penyihir, akan menjadi pertandingan bagi mereka.

(Dengan menghasut kita untuk mengambil Benteng Ein, apakah mereka mencoba merebut ibukota ketika kita dihuni oleh para penyihir? Aku tidak akan memaafkan tindakan seperti itu.)

Lagi pula, Guiscard lebih dekat dengan mengasumsikan takhta, yang dia rindukan... untuk waktu yang sangat lama. Tidak, dia merasa dia harus mencapainya. Dan juga demi keinginan ayahnya yang tak terpenuhi, yang meninggal karena sakit. Lalu, dia harus memperkuat posisi Kerajaan Cassandra di bagian barat semenanjung. Jika memungkinkan, Guiscard ingin menumbuhkan kerajaan menjadi kuat, mampu menaklukkan negara lain. Ketika dia memegang visi membuat kerajaan, keyakinan dan prospeknya sendiri menuju masa depan yang cerah mengalir di dalam Guiscard.

(Aku tidak seperti pamanku. Aku akan mampu mengatasi krisis ini. Aku akan mengatasinya dan membuat kerajaan ini menjadi lebih besar.)

Namun, rencana konkret Guiscard tidak hanya tentang itu. Kapanpun dia berpikir tentang takhta yang menggantung di depannya, Guiscard merasa dia bisa mengatasi rintangan apapun, tidak peduli betapa merepotkannya itu.

(Aku tidak akan membiarkan kerajaanku ditaklukkan oleh Aiba dan para perampok itu. Aku akan melindungi tempat ini dengan harga berapapun, bahkan jika musuhku adalah Brigade 88.)

Sebelum orang bisa tahu, nyala api paranoid menyala di matanya. Kewajiban Guiscard untuk melindungi negerinya sendiri akan dikenali oleh para penyihir dan kelompok pemusnahan.

(Satu-satunya yang perlu ditakuti adalah Brigade 88. Terlepas dari mereka, tidak perlu bagi kami untuk takut akan kekusutan tentara yang dibentuk oleh negara lain. Bahkan jika kekuatan mobilisasi kami telah turun menjadi 1500, selama kami memaksa warga untuk mempersenjatai diri mereka untuk siaga, maka garnisun kami harusnya mencapai 2000. Dalam hal ini, bahkan jika mereka yang 4000 menyerang kami, kota tidak akan jatuh dengan mudah. Terlebih lagi, orang bodoh itu tidak akan bisa bertahan lama. Dan akhirnya, kamp mereka tampaknya patah, seperti sisir dengan gigi yang hilang. Ketika saatnya tiba, mungkin, sebaiknya kita meminta bantuan dari Gereja Baru.)

Meminta bantuan dari Gereja Baru, boleh dikatakan, dilarang. Tidak akan ada jalan kembali jika mereka memutuskan langkah itu. Pada akhirnya, Kerajaan Cassandra ditempatkan dalam situasi di mana ia akan jatuh ke tangan orang lain atau dihancurkan. Tidak ada cara bagi Guiscard untuk dapat melihat sejauh itu di masa depan. Satu-satunya hal yang mendominasi perasaannya sekarang adalah pemikiran bahwa dia ingin melindungi kerajaan tidak peduli apapun yang terjadi. Kerajaan yang akan berhasil.

(Kalau begitu, mari tinggalkan masalah itu dan fokus pertama untuk mengambil kembali Benteng Ein. Kalau tidak, tidak ada yang akan dimulai. Namun, penurunan kekuatan mobilisasi kami...... entah bagaimana itu sungguh menyebalkan.)


Di atas tidak menyadari ide eksentrik Naga, Guiscard, yang perasaannya biasa, terjebak di antara dua musuh: kelompok pemusnahan dan para penyihir. Setelah itu, masalahnya akan membawa perkembangan baru, yang tidak bisa diprediksi oleh Aiba, Jeweljude, dan tentu saja, Naga.