Oregairu (Indonesia):Jilid 5 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3: Mengejutkannya, Selera Totsuka Saika itu Tinggi[edit]

3-1[edit]

Persisnya sampai kapan kamu bisa disebut seorang anak laki-laki?

Mari kita ambil waktu sejenak untuk membahas garis pembatas yang disebut pubertas ini yang membedakan seorang anak dengan seorang dewasa.

Apa sampai SMP? SMA? Atau mungkin, kuliah?

Atau mungkin sampai kamu berusia dua puluh tahun dan mulai bekerja? Kalau begitu, artinya aku akan selamanya menjadi seorang anak laki-laki…

Yang manapun itu, aku tidak memiliki jawaban yang sederhana untuk pertanyaan sulit tersebut, tapi setidaknya aku merasa bahwa aku seharusnya disebut seorang anak laki-laki karena aku sedang terbaring di atas sofa sambil menonton anime.

Tapi juga tidak bisa menyebut seseorang itu masih anak-anak karena dia menonton anime karena ada banyak orang dewasa bagus di dunia ini yang menontonnya atau bahkan memiliki pekerjaan yang terkait dengannya. Itulah kenapa kecuali orang membeli DVDnya, anime tidak bisa dibuat. Tentu saja itu juga berlaku pada season kedua dan semakin kecil jadinya industri tersebut, semakin sulit dia bisa membuat karya baru. Jadi dimohon, semuanya, tolong beli Blu-ray dan DVDnya.

Aku sedang melantur.

Singkatnya, aku rasa bahwa mencoba untuk membedakan antara laki-laki dewasa dengan anak laki-laki berdasarkan “hobi” itu mustahil.

Kalau begitu, apa yang kita perlukan untuk dianggap sebagai seorang “anak laki-laki”?

Dan di sinilah, aku ingin mengatakan aku telah memecahkan masalah yang membingungkan ini.

Alasannya hanyalah sebuah pesan dengan satu kalimat.

[Halo. Apa kamu senggang besok??]

Tidak pernah dalam hidupku pernah kulihat sebuah pesan yang begitu menghangatkan hati, apalagi dengan hanya satu kalimat saja. Itu adalah pesan yang ingin kubaca keras-keras. Aku bahkan bersedia untuk membuat lagu dari pesan itu. Aku sudah akan mendapatkan penghargaan untuk itu.

Semalam, Totsuka Saika telah mengirimku pesan ini yang membuatku merenungkan pertanyaan sulit mengenai “anak laki-laki” ini.

Sampai sejauh mana kamu disebut seorang anak laki-laki? Itu terlalu sulit untuk memecahkan pertanyaan ini dengan penggolongan seperti gelar, usia, dan hobi, dan sekarang, aku telah sampai pada kesimpulan bahwa bahkan dengan jenis kelamin pun masih terlalu rumit. Hukum alam semesta tidak ada artinya[1].

Menyakitkannya, aku kekurangan sampel yang dapat membuatku bisa mengungkap kebenarannya.

Dan untuk mendapatkan bahan sebagai referensi, aku mendorong diriku.

Aku mengirim balasan dengan panjang sekitar lima ratus huruf menggunakan emotikon yang tidak pernah, sekalipun kupakai dalam situasi normal. Tentu saja, aku memastikan untuk tidak melupakan tanda tanya pada akhir pesanku.

Pada saat singkat kami saling bertukar pesan, aku merasa amat gembira. Melihat betapa amat senangnya diriku, tidak aneh untuk menggolongkan ini ke dalam sejenis obat.

Dan maka, aku telah membuat janji untuk jalan-jalan dengan Totsuka.

Kebingungan itu, pertanyaan itu, atau apapun itu sama sekali tidak penting lagi, bukan!?

3-2[edit]

Saat hampir waktunya kami berjumpa.

Matahari Agustus bersinar dengan cemerlang dengan kekuatan berdarah-panas[2] sementara angin hangat berhembus seakan ingin bertanding[3].

Indeks ketidak-nyamananku sudah hampir naik.

Tapi meski dengan segala hal tersebut, aku melihat seseorang yang sedang berbinar, berkilau dan berkerlap-kerlip[4]. Dia berlari kecil ke arahku saat dia melihatku dan saat aku mengamatinya, hati mulianya bersalju, turun, dan mengumpul[5]

Dengan cahaya masa depan yang berkelip dan bersinar, aku menemukan Totsuka dan merasa ultra happy[6]!

Totsuka sudah datang!

“Hei Hachiman! Maaf telat!” Mengenakan setelan lelaki, Totsuka mengistirahatkan tangannya pada lututnya, bernafas dalam setelah berlari ke arahku.

“Tidak usah kuatir. Aku sebenarnya datang agak awal.”

Ya, aku sampai kemari persis tiga jam sebelumnya, jadi kamu tidak usah kuatir. Sama sekali.

“Kamu juga tidak begitu telat, jadi kamu tidak perlu buru-buru berlari kemari.”

“Oh, ya. Tapi aku rasa sebaiknya lari saja karena aku melihatmu.” Totsuka tertawa seakan untuk mencoba menyembunyikan rasa malunya.

Mungkin itu salah sinar matahari atau mungkin bukan salahnya, tapi pancarannya yang terlalu hebat membuatku untuk bergegas memalingkan mataku.

“Ahh. Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan?”

Lewat pertukaran pesan kami, Totsuka dan aku hanya membuat janji untuk berjalan-jalan.

Akhirnya, kami memutuskan untuk memikirkan apa yang sebaiknya kami lakukan setelah kami bertemu hari ini yang berarti situasi kami penuh dengan faktor-faktor hiburan. Tapi berkat itu, aku menghabiskan waktu semalaman untuk berpikir dan sekarang kurang tidur.

Seperti yang akan dinyatakan anak SMA dengan begitu baik, “jalan-jalan” itu sebenarnya artinya apa? Aku tidak tahu detail di balik tindakan semacam itu. Ini membuatku tidak yakin mau menyarankan apa.

Tapi kalau di sekitaran Stasiun Kaihin Makuhari, stasiun tempat yang kami pilih untuk bertemu, maka hampir semuanya ada di sana.

Pusat permainan, tempat karaoke, bioskop, dan jalur balap mobil-mobilan. Juga ada banyak tempat untuk berbelanja. Hiburan di sini tidak ada yang kurang sama sekali.

“Hmm, ada banyak di pikiranku…”

Ketika aku bertanya pada Totsuka, dia memakan waktu sejenak untuk berpikir, tidak bisa segera memberikan jawabannya.

“Tapi aku tidak begitu yakin apa yang kamu suka, Hachiman,” kata Totsuka, masih tengah berpikir saat dia menganggukkan kepalanya. Dia dengan sungguh-sungguh memikirkan kesukaanku. Karena begitu jarang seseorang benar-benar mempertimbangkan tentang diriku, aku mendapati diriku menatap ke arahnya.

Lagipula, semua orang yang kukenal itu egois… Yukinoshita sudah pasti, tapi Yuigahama, Zaimokuza dan bahkan Komachi semua lumayan terang-terangan ketika berbicara soal apa yang mereka inginkan. Lihat saja Hiratsuka-sensei, cuma keinginannya yang satu-satunya mengisi otaknya, kan? Dia sudah akan diterbitkan dalam seri para guru wanita yang frustasi.

Tapi meskipun begitu, sebagai manusia yang tidak ada minat dan hobi, pertimbangan apapun terhadapku itu sia-sia karena akan sulit untuk bisa memikirkan hal yang menarik bagiku. Bahkan aku tidak sepenuhnya paham dengan diriku sendiri.

Sebagian besar liburanku dihabiskan dengan diriku hanya duduk-duduk tanpa melakukan apapun juga …Maksudku, semua yang kulakukan hanya bermalas-malasan, serius. Aku akan tidur sampai siang dan setelah aku bangun, aku hanya akan pergi ke toko buku atau perpustakaan.

Merasa bersalah telah membuat Totsuka berusaha demiku, aku buru-buru menyarankan sebuah kompromi. “Bagaimana kalau kita lihat-lihat saja dulu?”

“Oh oke, baiklah. Kurasa akan lebih cepat kalau kita berdua memutuskannya.”

Aku merasakan sesuatu ketika dia berkata bahwa kita “berdua memutuskannya”. Sampai hari ini, hampir selama ini, aku harus memutuskan sesuatu untuk diriku sendiri, jadi ini adalah pengalaman yang baru bagiku. Totsuka itu orang yang amat baik sampai kami mungkin akhirnya akan menamai anak kami bersama.

Kami menemani satu sama lain selagi kami dengan gelisah berjalan di depan stasiun pada awal sore.

Tapi dengan begitu teriknya panas di luar, kami mungkin lebih baik memasuki sebuah gedung dan memulainya dari sana. Jadi kami perlu memutuskan apa yang kami lakukan dulu.

Berbelanja… Tidak ada sesuatu yang ingin kubeli, jadi tidak dulu. Pusat permainan… Yah, itu mungkin bisa. Totsuka tertarik dengan game itu patut dipertanyakan, tapi dia kelihatannya bukan pemain yang serius. Walau aku bisa membayangkan dia lebih tertarik dengan game capit boneka atau game koin…

Berarti… tempat itu, mungkin…?

Aku memutuskan untuk berjalan menuju Cineplex Makuhari, gedung tempat pusat permainan yang kupikirkan. Nama Cineplex mirip dengan Aniplex, tapi sebenarnya tempat itu dimiliki oleh grup Kadokawa. Selain bioskop Screen 10, ada juga pusat permainan dan segala jenis restoran.

Setelah kami memasuki gedung tersebut dan terus berjalan lurus, kami sampai ke suatu tempat yang penuh dengan cahaya dekorasi dan efek suara yang meletup-letup.

Mereka memiliki atraksi game untuk aktivitas fisik yang menggantikan wahana video game dan mereka berfokus pada game tembak-tembakan, game menari, game koin, dan game capit boneka; ada juga bilik foto dan bahkan permainan lempar panah. Pusat permainan ini bisa dikatakan menargetkan anak muda yang aktif. Ada banyak SMA dan universitas di sekitar sini, jadi target demografisnya pastilah mereka. Kalau mengenai tempat lain, restoran dan bioksop terletak bersisian yang memberikan kesan bahwa mereka menduga ada banyak pelanggan keluarga.

Saat kami berjalan berkeliling di dalam, Totsuka mendadak berhenti.

“Ada apa?” tanyaku, mataku mengarah pada arah yang sama dengan Totsuka. Sebuah poster yang mengiklankan film yang sedang diputar tertempel pada dinding.

“Mereka sudah memutar film ini, huh…?” Totsuka menatap ke arah poster itu dengan penuh minat.

“Jadi film?”

“Ah, aku tidak masalah melakukan apapun yang kamu inginkan Hachiman!” Totsuka melambaikan tangannya dengan kuat.

“Nah, ayo kita tonton film. Dipikir-pikir lagi, ini yang pertama kalinya bagiku untuk menonton film dengan seseorang yang bukan keluargaku. Tidak masalah melakukannya sekali-sekali.”

Sebenarnya satu kali aku menonton film dengan orang lain itu sewaktu aku masih kecil. Kami menonton di bioskop Marinpia yang sudah lama menghilang, tapi satu-satunya alasan aku pergi menontonnya adalah karena Komachi memaksaku untuk pergi dengannya selagi ibu pergi berbelanja.

Setelah aku menjadi seorang murid SMP, aku pergi menonton film sendirian. Karena tempatnya dekat dengan rumahku, aku bisa mampir ke sana setiap kali aku ingin pergi keluar.

Totsuka terdiam sejenak sebelum melihatku dengan tampang malu-malu. “Kamu yakin?”

Tanyanya padaku, tapi aku hanya ada satu jawaban.

“Ya.”

Sudah kuputuskan; pasangan pertamaku adalah Totsuka!

3-3[edit]

Mengejutkannya, Totsuka memilih film horor.

Kami memilih tempat duduk kami di bagian kasir dan membeli tiket kami.

25E dan 25F. Totsuka dan aku duduk bersebelahan di belakang.

Setelah kami membeli popcorn, cola, dan potongan tiket kami disobek, kami langsung berjalan ke dalam ruangan bioskop.

Walaupun sedang liburan musim panas, yang sebenarnya liburan itu para siswa; orang dewasa biasa yang sedang bekerja masih menjalani minggu ini seperti biasa. Jadi ruangan bioskop ini tidak begitu penuh.

Tapi setelah dilihat, pelanggan utamanya adalah siswa-siswi. Malahan, pasangan-pasangan bangsat dan kekasih-kekasih sampah itu dengan senang bersenda gurau di tempat-tempat kosong pada ruangan ini.

Kupikir aku melihat seseorang yang mirip Miura berbaur dalam kelompok sampah itu, tapi kelihatannya aku cuma membayangkannya. Kenapa orang seperti mereka cenderung memiliki wajah dan penampilan yang mirip, hah? Karena aku sama sekali tidak bisa membedakan mereka. Apa mereka semua kloningan?

Semakin gencar mereka mengenai kepribadian, semakin sedikit kepribadian yang mereka punyai. Semakin banyak yang kamu ketahui.

Kalau yang lain, terkadang kamu akan menemukan orang aneh yang keliru mengenai arti kepribadian dan mengenakan mantel pada puncak musim panas. Contoh bagus dari orang semacam ini sedang duduk di tempat duduk paling depan dan terengah-engah seperti seekor beruang cokelat.

Instingku menyalakan alarm peringatan yang memberitahuku aku sebaiknya jangan melihat ke arahnya, jadi aku mematuhi peringatannya dan memutuskan untuk mencari tempat duduk kami.

Aku memeriksa setiap baris satu per satu untuk mencari nomor kami saat berjalan pada ruang bioskop yang terselubung dalam keheningan unik sebelum mulainya film dan sedikit rasa gugup. Totsuka telah memasuki ruangannya sebelumku dan ketika dia menemukan tempat duduk kami, dia melambai padaku. Dia pasti menahan suaranya karena kami sedang berada di dalam ruang bioskop.

Aku bersandar pada tempat dudukku dan meletakkan tanganku pada lengan sofa. Itu adalah tindakan hebatku yang menyerupai semacam sang iblis agung yang tidak boleh diganggu.

Tapi lengan sofa tersebut terasa lembut dan ringan.

“Oh, maaf…”

Saat mendengar ucapan maaf itu, aku menyadari aku telah menyentuh sesuatu. Sesuatu itu adalah lengan Totsuka. Aku baru saja menyentuh malaikat![7]

“O-Oh, nah! Tadi itu salahku!” kataku, dan kami berdua buru-buru menarik tangan kami.

“……”

“……”

Kami berdua memalingkan pandangan kami dan di sana terdapat sebuah keheningan yang canggung.

Aku mengintip ke arah Totsuka dan dia sedang menunduk ke bawah dan merapatkan bahunya karena rasa malunya. *Namun, dia itu laki-laki.

Ruang bioskop itu lengkap AC, jadi kehangatan kecil yang dapat kurasa berasal darinya membuatku merasa gatal. *Namun, dia itu laki-laki.

Kami saling melihat satu sama lain mencoba untuk mencari waktu yang tepat untuk berbicara dan Totsuka berbisik dengan suara kecil, “H-Hachiman, kamu boleh memakainya kalau kamu mau.”

“Uh, aku bertangan-kanan, jadi aku akan mengistirahatkan tubuhku pada tangan kananku saja. Tidak usah pedulikan aku! Kamu tahu apa kata orang soal tangan kirimu cuma dipakai untuk menuntun sesuatu atau semacamnya[8]!

Entah kenapa, alasan yang tak berarti muncul dari mulutku.

Mendengarnya, Totsuka tertawa sambil berkata “kamu aneh sekali”.

“Oke, kita bagi setengah-setengah saja,” kata Totsuka, dan dia meletakkan sikunya pada sepertiga lengan sofa tersebut.

“Ba-baik…” Aku dengan gugup dan dengan perlahan mengistirahatkan lengan kiriku juga di atasnya.

Ahh! Lengan kiriku! Lengan kiriku benar-benar bahagia!

Hore. Untuk. Kedamaian. Dunia.[9]

Kalau dunia ini adalah tempat dengan seratus Totsuka, tidak akan pernah ada perang. Penjual senjata pasti akan bangkrut. Semua hal yang menyebabkan stres akan menghilang. Ini seperti semacam efek lavender atau semacamnya.

Karena itulah, pencuri film yang menari dengan licin pada layar lebar yang biasanya menjengkelkanku tidak membuatku jengkel hari ini.

3-4[edit]

Film ini sedang mencapai klimaksnya.

Kurasa… Aku tidak begitu yakin. Mengesampingkan ceritanya, tapi bahkan aku juga tidak tahu sudah berapa banyak waktu yang sudah berlalu. Sejam, dua jam? Atau mungkin sepuluh menit?

Masa waktu senang ini terlalu cepat berlalu. Tepatnya lama aku bisa merasakan hal ini tidak lebih dari sejam.

Konsep waktu berubah-ubah tergantung pada sang pengamat.

“Whoa wow!”

YahariLoveCom v5-079.jpg

Hantu yang mengenakan gaun one piece putih mendadak muncul ke arah kami dalam 3D membuat Totsuka bergetar pelan dan mencengkram pakaianku.

Whoa, itu menakutkan. Sungguh, bahkan aku merasa seakan jantungku mau copot tadi. Dia memang manis sekali…

Seorang Totsuka yang kaget itu manis. Totsukamanis.

Setelah itu, hantu one piece putih itu akan merangkak keluar sepenuhnya dari layar. Setiap kalinya, Totsuka akan menelan nafasnya dan memekik kecil.

Tapi harus kukatakan, film ini agak menakutkan. Kalau begini terus, aku mendapat firasat aku akan langsung terjun ke dalam rute Totsuka, bukan lagi hanya menyimpang ke jalannya dan itu menakutkan. Kalau akhirnya dia mendadak melekat padaku, pinggangku pasti akan menyerah. Aku bahkan akan condong ke sebelah sana.

Jantungku melaju liar selagi darahku mengamuk-amuk seperti sungai berlumpur sewaktu badai. Untuk situasi terburuk, aku harus mempersiapkan ATM. Huh? Bukannya ETC? EVA? Yah, terserahlah. Toh, filmnya sudah hampir usai.

Untuk menyingkirkan pikiran yang tidak-tidak mengenai Totsuka, aku melihat-lihat isi ruang bioskop tersebut. Aku jujur saja hanya ingin melafalkan angka prima untuk menenangkan diriku, tapi karena aku mengincar universitas swasta untuk jurusan sastra, aku tidak yakin apakah nol termasuk prima, jadi aku menyerah.

Ruangan bioskop ber-AC tersebut terasa dingin menusuk tulang dan juga lumayan gelap. Ini adalah lingkungan yang paling optimal untuk menonton sebuah film horor.

Pada akhirnya, aku sepenuhnya bingung tentang apa film itu pada saat kredit akhir diputar.

Kami menonton yang diputar proyektor itu sampai paling akhir dan Totsuka serta aku berdiri.

Sambil terus memikirkan soal film itu, kami dengan santai berjalan keluar dari bioskop tersebut.

“Itu lumayan menyenangkan! Aku terus-terusan berteriak, jadi tenggorokanku benar-benar kering.”

“Ya, sama juga denganku.”

Ada rasa tegang aneh ini yang bukan hanya membuat tenggorokkanku kering, tapi juga membuat bahuku kaku.

Kami berjalan bersama dengan kerumunan yang mengalir keluar dari gedung tersebut menuju ke tangga di luar.

Matahari yang akhirnya mulai terbenam dihalangi oleh bangunan dan angin yang menyegarkan berhembus di bawah bayang-bayang.

“Mau istirahat sejenak?”

Aku menunjuk ke arah kafe yang kami tuju saat kami turun dan Totsuka mengangguk.

Walaupun banyak orang yang meninggalkan film itu bersama kami juga memasuki kafe tersebut, masih ada cukup kursi untuk kami berdua. Kami langsung menuju ke kasir dan segera membuat pesanan kami.

“Um, es kopi.”

“Oh, aku juga pesan satu.”

“Memang, aku, juga, akan memesan secangkir es kopi.”

Kami bertiga tidak harus menunggu lama sekali karena kami semua memesan es kopi dan menduduki kursi di dekat kami setelah kami menerima minuman kami.

Pertama-tama, aku membiarkan kopiku hitam sehingga aku dapat menikmati aroma dan rasa aslinya. Rasa pahitnya yang menusuk membuatku terjaga. Setelah itu, aku menambahkan sedikit susu dan sirup gula. Menambahkan dua zat itu menciptakan Black RX. Yep, makin manis makin baik!

Setelah kami membasahi tenggorokan kami, kami bertiga menghembuskan nafas.

Kami bertiga?

“…Tunggu dulu.”

“Eh?”

“Mm?”

Jangan “mm?” padaku. Aku sedang berbicara tentangmu.

Seorang penyeludup menyerupai seekor beruang yang mengenakan mantel hadir di sana seakan itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan. Ya. Terasa seperti itulah dia.

“Uh, siapa lagi kamu? Shinkiba-kun?”

“Dia Zaimokuza-kun, Hachiman.”

Totsuka menjawabku dengan serius…

“Oke, Zaimoku, Zaimokuya, terserahlah, dari mana kamu muncul? Apa kamu seperti salah satu serangga itu, kamu tahu, serangga yang dinamakan kumbang jagung atau semacamnya?”

Bagaimana kalau kumbang karpet?

Zaimokuza menghisap pipetnya dengan konsentrasi penuh dan kemudian mengangkat wajahnya. “Fumu. Aku berpikir aku akan menyatakan diriku setelah melihat kalian berdua di bioskop, tapi setelah mengikuti kalian berdua, aku tiba di sini. Memang, kelihatannya kamuflase optikku bekerja dengan sempurna juga hari ini.”

“Aku lumayan yakin semua orang cuma pura-pura tidak melihatmu.”

Paling tidak, aku tidak bisa melihatnya karena cuma pada Totsuka saja aku memusatkan perhatianku.

“Hei Zaimokuza-kun, lama tak berjumpa.”

“Me-memang. Mohahaha!” kata Zaimokuza, tertawa dengan gugup ketika Totsuka berbicara padanya. Dipikir lagi, Totsuka benar-benar hebat untuk bisa menerima semuanya dengan begitu alamiah… Yah, kalau dia bisa berbicara dengan seseorang sepertiku, aku rasa dia juga bisa berbicara dengan Zaimokuza.

“Apa kamu menonton filmnya?”

“Memang. Tapi itu agak hancur, harus kukatakan. Tidak ada satu tanda pun yang membuat horor Jepang terlihat unik. Itu anehnya terlihat ter-Amerikanisasi. Film itu juga kehilangan daya pikatnya dan cuma sebuah film yang menyedihkan dan sampah, hasil dari menyederhanakannya untuk khayalak ramai. Ooph! Tapi bagiku, walaupun aku menyatakan bahwa aku menonton film horor, maksudku bukan film yang diberikan perlakuan Hollywood untuk kepuasan khalayak ramai, tapi film yang mengadaptasi karya literatur meski mungkin terlihat aneh. Aku rasa itu pengaruh dari Lafcadio Hearn. Dooph! Aku sedikit keceplosan dengan pengetahuan mendalam tadi. Sungguh angkuhnya diriku, fokanupo! Itu terlihat seperti aku seorang otaku! Tapi sudah pasti aku bukan otaku, kopo!!” [10]

Dan dia mulai lagi… Satu hal mengenai chunibyo ini adalah bahwa mereka selalu kelihatan begitu anehnya tahu banyak mengenai hal-hal gaib, jadi itu amat menjengkelkan. Karya literatur dari Koizumi Yakumo dan Izumi Kyouoka atau karya cerita rakyat dari Yanagida Kunio dan Orikuchi adalah hal-hal yang sedikit mereka pahami, namun mereka memiliki kebiasaan yang menyedihkan untuk membual pengetahuan terbatas mereka mengenai hal tersebut.

Aku berhenti mendengarkan Zaimokuza pada pertengahan ceramahnya, tapi Totsuka mendengarkannya dengan seksama. Itu tidak akan aneh kalau kebaikan itu mulai memasang biaya pada orang.

“Kamu rasa begitu? Aku sebenarnya cukup menyukainya.”

“Memang, aku juga.”

“Ehh!?”

Dia berganti pihak dalam sekejap. Perubahannya begitu cepat sampai kelihatannya dia sedang bersinar. “Wow, kamu menabjubkan. Kamu seperti salah satu politisi-politisi sombong itu barusan…”

“Diam kamu. Hachiman, apa yang kamu pikirkan tentang film itu?”

“Cukup menyolok dan mudah dipahami, kurasa. Walau itu lain cerita kalau kita berbicara tentang semenarik apa film itu.”

Walaupun aku hanya melihat ke arah Totsuka pada pertengahan film tersebut, aku masih tahu apa ceritanya secara kasar.

“Uh huh. Kamu tahu yang mana hantu itu akan tiba-tiba muncul dari balik layar dan berteriak seperti ‘BAM!’? Itu benar-benar gila dan sungguh membuatku takut! Aku merasa seperti akan serangan jantung.”

Persis itulah pemikiranku mengenai apa yang kurasakan sekarang ini. Selagi aku melihat Totsuka mengayun-ayunkan tangannya dan berusaha sebisanya untuk melakonkan kembali adegan film tersebut, itu terasa seakan jantungku bekerja terlalu keras dan berhenti.

“Yah, sebagai seseorang yang tidak mampu lagi merasakan takut, itu tidak ada apa-apanya. Dibandingkan dengan ‘orang yang namanya tak boleh disebut itu’, orang itu jauh lebih menakutfoy!” Zaimokuza bergetar pada pertengahan kalimatnya. Kamu bertingkah seperti Malfoy ketika dia mengingat mengerikannya Voldemort, kamu tahu. Baginya untuk merasa setakut ini, aku hanya dapat memikirkan satu orang; Yukinoshita.

“Ya, itu benar. Yukinoshita sudah pasti lebih menakutkan dibandingkan dengan film itu.”

“Hachiman, itu tidak begitu baik. Maksudku, memang, pertama kalinya, um, dia sedikit menakutkan, tapi…” Totsuka awalnya memperingatiku dengan tampang marah, tapi suaranya menjadi semakin melemah. “Mungkin karena dia selalu begitu serius dan bersungguh-sungguh sehingga dia kelihatan menakutkan.”

“Kejujuran yang brutal juga bisa menakutkan. Kamu tidak tahu hal semacam apa yang akan mereka katakana padamu.”

Yah, tidak peduli itu film ataupun sesuatu yang lain, melihat hal yang sama tidak berarti memiliki kesan yang sama.

Paling-paling, kesan mereka mirip.

Tapi mirip itu berarti ada sesuatu yang pasti berbeda.

Kita selalu melihat hanya pada hal yang ingin kita lihat.

Tafsiran itu didefinisikan hanya oleh jumlah orang, tidak peduli apakah mengenai kesan dari sebuah film ataukah kesan dari seseorang.

Itulah kenapa menggelikan untuk memahami mereka, atau bahkan mencobanya. Itu sebuah dosa dan sebuah kejahatan untuk berpikir bahwa kamu telah paham.

Tapi kecuali kita bertingkah seakan kita memahami sesuatu, kita tidak akan bisa hidup.

Memahami dan dipahami oleh seseorang akan membuat kalian berdua akan saling dan dengan samar menyadari satu sama lain; begitulah, atau kamu tidak akan bisa terus hidup kecuali kamu mendefinisikan kembali orang tersebut setiap kalinya dan membicarakannya.

Kalau tidak, “diri”mu akan menghilang seperti kabut.

“Diri” itu samar dan tidak pasti. Sama seperti fenomena gestaltzerfall [11], semakin lama kamu memikirkan sesuatu, semakin sedikit yang kamu pahami.

Setiap kali kamu berhenti memahaminya, kamu akan mengumpulkan segala jenis informasi lagi dan membangun sebuah gambaran dirimu dan diri orang lain. Itu menyerupai simulacrum[12]; tidak peduli apa yang kamu bangun, gambaran yang kamu dapat itu gambaran yang kekanak-kanakan dan primitif.

Itu apa yang kusebut horor.

Aku merasakan hawa dingin yang tiba-tiba di dalam toko ber-AC itu. Aku merapatkan bahuku dan menahan gigilanku.

Aku mengangkat gelasku pada mulutku dan ternyata entah kapan aku telah menghabiskannya. Aku meletakannya kembali dengan pasrah dan Zaimokuza membuka mulutnya. “Namun, itu istirahat yang bagus. Sekarang aku bisa berkonsentrasi pada manuskripku. Ah, ya, Hachiman. A-apa kamu mau membacanya?”

Dia melirik ke arahku sambil sedikit merona. Itu tidak manis.

“Kalau sudah rampung. Kamu benar-benar membawanya denganmu sekarang?”

“Fumu, tentu saja. Seorang pengarang adalah orang yang bisa menulis dimanapun dan kapanpun. Setiap waktu, aku membawa laptopku yang lengkap dengan Pomera [13], tablet, ponsel pintar, dan alat menulisku bersamaku.”

Oh ya, kamu benar-benar bisa menemukan orang seperti itu, yang hanya dengan membawa perlengkapan mereka bersamanya saja, mereka akan termotivasi.

Totsuka dengan kagum melihat ke arah Zaimokuza yang sok sedang bertingkah angkuh. “Oh, jadi itu artinya Zaimokuza-kun selalu bekerja keras, huh?”

“Siapa yang tahu apa dia benar-benar begitu.”

Zaimokuza boleh berkata dia bekerja keras, tapi dia pasti tidak bekerja keras. Singkatnya dia itu seseorang yang akan bertingkah seperti seorang pengarang dan berdebat soal karya literatur, tapi dia sendiri tidak pernah menulis sebuah manuskrip. Aku harus memperingati Totsuka bahwa dia bukanlah orang yang pantas dikagumi. Selagi kami membicarakannya, mungkin lebih baik untuk juga menusukknya dengan pisau dapur.

Menyadari tingkah tidak hormatku, Zaimokuza menjadi tidak senang. “Hapon. Orang tolol angkuh. Aku tidak perlu orang semacammu untuk mengatakan itu. Lihat saja dirimu sendiri Hachiman, aku bertaruh kamu sendiri tidak melakukan apapun.”

“Mm, kamu benar soal itu. Yang kulakukan hanya mengikuti les musim panas. Aku juga melakukan sebuah proyek penelitian.”

“Huh? Apa kita punya tugas seperti itu?” kata Totsuka dengan nada gusar. Menilai dari reaksinya, dia pasti sedang bersantai setelah menyelesaikan semua tugasnya.

“Tidak, itu untuk adik kecilku.”

“Untuk Komachi-chan? Oh, oke. Kamu abang yang begitu baik, Hachiman.”

“Tidak begitu. Abang yang benar-benar baik itu akan membiarkan adik kecil mereka berusaha sendiri.”

“Jadi, apa yang kamu teliti?”

“Aku cuma mengumpulkan hal-hal dari internet dan menyusunnya bersama-sama.”

“Huh? Cuma itu semua yang dia butuh?”

“Fumu. Karena itu hanyalah sebuah proyek penelitian, itu seharusnya sudah mencukupi kebutuhannya. Sebenarnya, menuangkan segala jerih payahmu ke dalamnya hanya akan membuat sekelilingmu menyudutkanmu.”

“Benar, benar. Komachi juga seorang gadis. Katanya kamu akan merasa lebih baik kalau kamu tidak membuatnya dengan serius.”

Satu-satunya permintaan Komachi adalah bahwa “itu tidak menyolok dari yang lain”. Hei, hei, perintah kejam macam apa yang kamu berikan padaku ketika aku lebih menyolok dibanding Dhalsim[14] yang sedang melayang? Aku bahkan bisa melayang lebih hebat darinya sampai-sampai aku bisa disebut seorang “Pak Angkasa[15]”…

Tapi sekarang setelah kupikir-pikir, ketika aku benar-benar serius mengerjakan proyek penelitianku, aku ingat mendapat gelak tawa dari sekelilingku. Aku benar-benar mereka berhenti melakukannya dekat loker di belakang kelas.

“Tapi melakukan sesuatu seperti itu cukup sulit. Aku tidak bisa memikirkan sesuatu begitu saja dengan amat mudahnya,” kata Totsuka, merasa sedikit rindu.

Ketika kamu diberitahu terserah mau apa, sebenarnya itu sulit untuk langsung bisa memikirkan sesuatu. Kamu pikir kami siapa, Penemu Cilik Kanipan?

“Aku rasa itu saat-saat dimana mereka mengetes IQ-mu. Mereka bukan hanya menanyakan tentang kemampuan akademismu, tapi kemampuanmu untuk mencipta.”

“Itu terdengar seperti sesuatu yang pandai kamu lakukan, Zaimokuza-kun. Maksudku, kamu bercita-cita menjadi seorang penulis, kan.”

“Namun dia kelihatannya tidak punya IQ yang tinggi.”

“Homun, memang, kalau dibilang, aku itu tipe yang memiliki EQ yang tinggi. Aku amat peka dengan perasaan.”

EQ, atau seperti yang mereka sebut, adalah kecerdasan emosionalmu.

Ini adalah pendapat pribadiku, tapi setiap kali seseorang mengungkit EQ dalam sebuah percakapan mengenai IQ, tanpa kecuali, mereka memiliki IQ yang rendah. Jika orang itu mengungkit ET[16], maka dia itu Spielberg. Omong-omong, kalau yang diungkitnya ED[17], maka orang itu adalah Pele.

“Oh ya, ada juga orang dengan Mini 4WD[18]. Mereka bilang mereka akan merakitnya.”

Saat aku menyebutkannya, tubuh Zaimokuza menyentak. Entah kenapa, dia mulai berkeringat. Apa-apaan, apa dia itu sejenis katak Jepang?

“Eh. Ehh!? Um, H-H-H-Hachiman, apa kita memasuki SD yang sama?”

“Apa aku benar-benar mendengar itu darimu…? Malahan, jangan mulai bersikap normal karena sesuatu yang begitu sepele.”

Walau kalau aku harus memilih, aku lebih baik memilih dia kembali ke sarangnya.

“Aku juga dulu memainkan Mini 4WD.”

“Itu mengejutkan…”

“Ehh? Kenapa begitu? Aku juga laki-laki, kamu tahu.” Totsuka tertawa.

Aku mencoba untuk membayangkan seperti apa sosok Totsuka ketika dia masih kecil, tapi entah kenapa, hanya sebuah gambaran dirinya memakai topi dengan sepotong kaos T-shirt dan celana olahraga ketat yang terpikirkan. Aku yakin dia dulunya manis. Whoa, mari kita koreksi itu. Dia juga manis sekarang. Kalau dia dulu manis dan sekarang manis, kita sebaiknya memasukkannya ke dalam buku Kisah dari Masa Berlalu Sekarang[19] dan mengajarkannya di dalam kurikulum sekolah.

“Hamon. Tapi tidak ada yang bisa menandingi Broken G-ku. Karena, aku sudah memasangkan sebuah palu besi asli padanya. Musuh apapun yang menghadapinya secara langsung pasti akan dihancurkannya.”

“Itu terdengar seperti sesuatu yang benar-benar bodoh untuk dilakukan… Tch, Ku-kurasa aku tidak bisa mencercanya karena aku memasang silet pada Beak Spider-ku…”

Aku juga memasang jarum penanda dari perangkat menjahit pada Ray Stinger-ku.

“Itu berbahaya, kalian berdua.” Totsuka menegur kami dan Zaimokuza serta aku saling bertukar pandang.

“Tidak masalah, aku cuma mengutak-atiknya dan memainkannya sendiri.”

“Memang. Penyendiri tidak melukai siapapun, hanya diri mereka sendiri.”

“Jangan melukai dirimu sendiri juga.”

“Oke…”

Dengan dirinya menatap kami dengan begitu kerasnya, kami dengan sungguh-sungguh merenungkan tindakan kami.

“Me-memang… Ta-tapi aku juga bisa melakukan pemeliharaan! Melawan yang lain, mobilku bisa melaju secepat angin!”

Aku mendengus pada pernyataannya. “…Hah. Kamu benar-benar berpikir kamu bisa menang melawanku? Melawan Beak Spider-ku? Dilengkapi dengan roda satu-arah yang berdiameter kecil, ban sponge reston, gir super cepat yang diseting untuk torsi, bodi terbuka yang menggabungkan pendinginan mesin dengan udara dan bobot yang ringan, dan pada saat-saat menghadapi tikungan, mobilku dipasang dengan bola penstabil sehingga mobilku bisa bereaksi dengan kecepatan tinggi serta sebuah down-thrust roller aluminium yang bisa dilepas! Kecepatannya jauh melebihi teori!”

Walau aku sebenarnya tidak pernah mencobanya. Maksudku, mereka tidak mengizinkanku membeli sebuah jalur mobil… Aku mencoba membuat jalurnya dengan karton, tapi mobilnya akan terjebak pada lakbannya dan tidak mau melaju dengan baik.

Zaimokuza membuat senyuman yang tak tertandingi setelah mendengarkanku. “Ku, ku, ku, sebuah aluminium yang bisa dilepas itu benar-benar bodoh… Massa ekstra itu akan berakibat fatal.”

“Bacot terus. Beak Spiderku menunjukkan kekuatannya dengan memiliki pusat gravitasi stabil yang lebih rendah.”

“Hoh… Mari kita berduel untuk melihat siapa pemenangnya?”

Zaimokuza dan aku saling bertukar pelototan tajam. Aku nyaris akan berkata, “Habisi dia! Magnuuuuum!” sambil mengacungkan tinjuku. Tunggu, itu Galactia Magnum, bukan?

Kami berdua saling memelototi satu sama lain tanpa bersuara, tapi suatu suara yang tak terduga menghancurkan keheningan tersebut.

“Oh, itu terdengar menyenangkan! Sudah cukup lama tidak main, tapi aku juga ingin mencobanya. Avanteku lumayan cepat, kamu tahu?”

““Avante!?””

Ada apa dengan perbedaan generasi kami itu!? Ditambah lagi selera pilihannya benar-benar tinggi! Dia tidak termasuk dalam fraksi Boomerang ataupun fraksi Emperor!

…Tapi kurasa itu mungkin bisa memiliki generasi yang berbeda.

Sudah ada beberapa tahun semenjak aku bermain dengan mini 4WDku ketika aku masih kecil, tapi aku masih memiliki semangat berapi-api itu dalam diriku hari ini. Aku bahkan mengayunkan payungku bagaikan pedang setiap kali hujan berhenti, dunia fiksi telah diselamatkan beberapa kali.

Dan itulah kenapa, bahkan saat aku beranjak dewasa, aku akan mengingat itu semua.

Meskipun generasi kami berbeda, jauh di dalam hati, ada hal-hal yang tidak akan berubah.

Dan maka, waktuku sebagai seorang anak laki-laki tidak akan pernah usai.

Mundur ke Bab 2 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 4

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Kutipan dari Exdeath, bos terakhir Final Fantasy V.
  2. Referensi dari kalimat untuk berubah menjadi Cure Sunny dari Pretty Cure.
  3. Referensi dari kalimat untuk berubah menjadi Cure March dari Pretty Cure.
  4. Referensi dari kalimat untuk berubah menjadi Cure Peace dari Pretty Cure.
  5. Referensi dari kalimat untuk berubah menjadi Cure Beauty dari Pretty Cure.
  6. Slogan Cure Happy dari Pretty Cure.
  7. Lagu K-On.
  8. Kutipan dari Slam Dunkǃ
  9. Referensi dari LN Jinrui wa Suitai Shimashita.
  10. Referensi dari The Melancholy of Suzumiya Haruhi dengan sedikit perubahan.
  11. Gestaltzerfall (Bahasa Jerman untuk "dekomposisi bentuk") adalah sejenis visual agnosia (gangguan pengenalan visual) dan fenomena psikologis dimana terlihat ada jeda pada pengenalan sebuah bentuk ketika sebuah bentuk yang rumit ditatap beberapa saat selagi bentuk itu seperti mengurai menjadi beberapa bagian yang membentuk bentuk tersebut.
  12. Simulacrum adalah tiruan dari sesuatu yang tidak ada/tidak diketahui.
  13. Pomera.
  14. Karakter Street Fighter.
  15. Uchuu Kyodai. Referensi judul manga mengenai seseorang yang bercita-cita menjadi astronot.
  16. Extraterrestrial, Alien.
  17. Erectile Dysfunction, Impoten.
  18. Tamiya.
  19. Konjaku Monogatarishū, Kumpulan Cerita Masa Lampau, berisi kurang lebih 1000 cerita dari India, Jepang, dan Tiongkok. Biasanya ceritanya dimulai dengan kata “Pada masa lampau”.