Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Tidak terduganya, Miura Yumiko sedang mengawasi dengan sangat dekat[edit]

Hari kedua karya wisata.

Hari ini adalah hari dimana orang-orang akan bergerak bersama dalam rombongan mereka masing-masing dan rencana hari ini adalah mengunjungi Uzumasa sampai ke area Rakusei[1].

Tujuan paling awal pada hari ini adalah Desa Film Uzumasa. Desa itu merupakan taman hiburan yang dibangun dengan mendetil dan sering dipakai sebagai lokasi pemfilman untuk sandiwara historis. Sebagai sebuah tujuan turis yang terkenal, tempat itu tidak hanya mereplikasi jalanan Yoshiwara dan Ikedaya, tempat itu juga membanggakan sejumlah besar atraksi yang menyenangkan, ditujukan pada turis seperti rumah hantu dan mansion ninja yang memperbolehkanmu merasakan sejarah secara langsung melalui cosplay.

Kami berpindah dari penginapannya ke Uzumasa lewat jalur bus kota.

Kartu bus sepanjang hari merupakan sekutu yang hebat untuk semua murid dan turis yang berkunjung. Cukup dengan biaya lima ratus yen, kamu dapat menaiki bus kotanya sebanyak yang kamu inginkan. Itu benar-benar merupakan kartu bebas dari mimpimu. Terutama, karena jaringan busnya cukup luas, secara harfiah kamu dapat pergi ke hampir semua model atraksi turis di kota.

Namun, ada sebuah aspek buruk yang tak terpikir dari semua ini.

Dengan musim gugur masih dalam puncaknya, bus-busnya sangatlah padat. Peluang orang memilih menaiki bus sekitar seratus lima puluh persen, bisa kubilang. Karena bus begitu ekonomis dan praktis, banyak turis akan memilih untuk menggunakannya. Hatiku sedang diambang kehancuran melihat kepadatan manusia saat jam pulang-pergi pekerja. Aku tidak akan bekerja. Tidak, aku tidak akan…

Jika aku harus berhadapan dengan perasaan mengerikan ini setiap kalinya, persetan sana kerja!

Di dalam kepadatan yang menggelikan ini, itu membuatku khawatir akan gadis lemah dan sayu serta Totsuka; semua pria yang tidak tahan akannya.

Tapi, karena tingkah menyesakkan Miura dan Kawasaki di pihak para gadis, daerah di sekeliling mereka berubah menjadi sebuah hot zone[2] yang pada akhirnya melindungi baik Ebina maupun Yuigahama. Ya, yah, mereka berdua memang menakutkan…

Kalau Totsuka, dia telah berpindah ke dalam tempat yang aman.

“Ha-Hachiman, apa kamu baik-baik saja? Sori?”

Dia membuat tampang bersalah saat dia berdiri di antara lenganku.

“Bukan masalah besar. Selain semua siku yang menyikutku dan semua orang yang menginjakku, itu bukan masalah besar.”

“Salahku! Hikitani, salahku! Tapi ente tahu, tidak banyak yang bisa kulakukan disini? Jaaaaauh terlampau padat disini, beneran.”

Terkutuk kamu, Tobe… Atau begitulah yang kupikir, tapi Tobe telah entah bagaimana berhasil mempertahankan postur berdirinya meski didorong dari samping dan diinjak dari belakang. Jadi aku tidak bisa benar-benar marah pada pria itu karena hanya sikunya yang menyikutku.

“Jangan lupa kita akan turun di pemberhentian selanjutnya.”

Hayama meneriakan. Dia itu pria yang cukup santai untuk mengkhawatirkan orang lain dalam kekacauan ini.

Akhirnya, bus itu berhenti di depan Desa Film Uzumasa.

Kami dan murid berkunjung lain serta para turis menggeliat keluar dari busnya seperti sedang diludahkan keluar dari pintu masuknya.

Kami sudah hancur lebur bahkan sebelum kami berkesempatan untuk bersenang-senang di dalam desa film ini.

Dalam kondisi ini, aku akan menyambut hangat santapan ringan cinnamon whirl di Komeda Coffee[3] terdekat sambil beristirahat, tapi Tobe sudah menerjang maju ke depan untuk memesan beberapa tiket.

“Ini buatmu, Ebina.”

“Terima kasih banyak.”

Oh, begitu. Kamu berlari kesana untuk membeli tiketnya hanya agar kamu bisa menyodorkan tiket kepadanya. Saat aku berdiri disana melamun, Hayama dan yang lain juga membeli tiketnya.

“Oh, ini satu buat ente, Hikitani.”

“…Ya.”

Yah, pria ini kelihatannya super termotivasi, jadi aku sendiri juga akan mencoba sedikit lebih termotivasi.

Kami pergi maju dan memasuki desa filmnya. Pada saat kami melewati gerbang besarnya, Pretty Cure telah memasuki lapangan pandangku, tapi sedewasa diriku ini, aku puas hanya dengan melihat sekeliling di dalam interior taman ini; aku akan mengecek Pretty Cure lain kali ketika aku datang ke sini sendirian.

Di dalam berbagai area taman ini terdapat rekonstruksi ulang tatanan kota Edo.. Terkadang, kamu dapat melihat orang-orang, yang mungkin adalah anggota staf, berpakaian sebagai para samurai berlalu lalang.

Ada acara-acara seperti Jalan Courtesan[4] atau permainan pedang instruksional yang akan tiba-tiba mulai dan ditambah lagi, seekor dinosaurus yang tampak imut akan meloncat keluar dari sebuah kolam… Lebih banyak lagi kumpulan acara-acara bermunculan dan itu sebenarnya mulai sedikit menyenangkan.

Khususnya, kolam dimana dinosaurus imut itu muncul memberikan suatu perasaan bahwa sesuatu akan melompat keluar. Dan kemudian, tiba-tiba dinousaurus itu akan melompat keluar diiringi dengan sebuah ledakan asap yang akan membuatmu terus meminta maaf sambil berlutut. Asap itu kemudian akan turun perlahan memberikan pertunjukkan itu sebuah kesan surealisme[5] yang aneh.

Keheningan yang sudah diperkirakan menyelimuti kami ketika kami menonton dinosaurus imut itu menyelam kembali ke dalam kolam itu. Pertunjukkannya begitu surealis sampai bahkan tidak ada satupun yang mengangkat batang jarinya.

“…Mari kita pergi ke atraksi selanjutnya.”

“Y-Ya! Selanjutnya, selanjutnya!”

Saat Hayama menyarankan sambil tersenyum, Tobe yang terpatung dengan semangat bergerak maju.

“Kalau begitu bagaimana jika kita pergi ke sana?”

Apa yang sedang ditunjuk Yuigahama adalah rumah hantu yang bertema historis. Ternyata, tempat itu menarik minatnya dari awal.

Yah, itu standarnya. Aku rasa dia sedang memikirkan berbagai rencana bagi Tobe dan Ebina. Sesuatu yang kira-kira semacam suspension bridge effect[6] atau begitulah yang dikatakan orang.

Kita setidaknya bisa mengharapkan sesuatu dari rumah hantu itu tidak seperti dinosaurus imut itu.

Kamu sama sekali tidak boleh menganggap enteng rumah hantu. Itulah lihainya Toei. Tidak hanya set monsternya terlihat dikerjakan dengan teliti, karyawan Toei itu sendiri yang juga mengambil peran sebagai monsternya.

Seseorang pasti tidak akan menyukainya tapi tidak ada satu orang pun yang menentangnya jadi akhirnya kami berdiri di antriannya.

“Hayatooo, itu saaaaangat mengerikan!”

Miura memasang aura kegenitannya dan menempel pada Hayama. Tapi kamu tahu Miura, kamu cenderung terlihat lebih imut ketika kamu memberikan kesan seorang ibu yang sedang menjaga anak-anaknya. Aku sarankan kamu melihat kembali pada pesona dalam dirimu.

“Yaaa, Aku juga tidak terlalu cocok dengan hal-hal semacam ini.”

Hayama tertawa dengan malu-malu untuk menghindari topiknya. Melihatnya menunjukkan kelemahannya, ada sentakan ringan pada jantungku karena itu sangatlah langka.

Singkatnya, Sudah giliran kami. bagaimanapun juga delapan orang sekali masuk sangatlah kelewatan jadi kami memutuskan untuk empat orang sekali masuk saja.

Setelah satu per satu rombongan Hayama menghilang ke dalam rumah hantu itu, sekarang giliran rombonganku untuk memasuki bangunannya.

Bagian pertama adalah perkenalannya. Kami ditunjukkan video yang memperingatkan kami untuk berhati-hati untuk tidak bertindak kasar seperti meninju atau menendang aktor-aktor yang memainkan peran monsternya. Itu sebenarnya hanya membuatnya terlihat lebih surealis…

Itu mirip seperti sebuah spoiler di satu sisi dan aku diberikan kesan bahwa tempat ini dibuat dengan penuh ketelitian, untuk saat ini…

Itulah pemikiran di pikiranku sampai sudah saatnya.

Ketika kami masuk selangkah ke dalam, sebuah suasana yang tidak familier memenuhi tempat itu.

Motifnya mungkin tidak diragukan lagi pada zaman Edo.

Kami hanya diberikan penerangan paling minimum di dalam tempat gelap gulita ini. Tapi, cahaya itu dengan hati-hati menuntun mata kami ke arah sebuah simbol yang terlihat ganjil. Dan sesaat setelah penglihatan kamu menjadi lebih terbatas, di sudut kegelapan yang tidak jelas tergeletak sebuah alat yang dimaksudkan untuk menakuti orang.

Aku menenangkan diriku dan ketika aku meninjau situasinya, itu menakutkan. Hal yang menakutkan memang menakutkan.

Mantra Agama Buddha yang terus dirapalkan dan suara tidak senang di dalam kegelapan ini membuatku susah untuk menentukan sudah seberapa jauh di depan rombongan yang lain, yang kemungkinan besarnya adalah Hayama dan kawan-kawan, jangankan untuk melihat mereka.

Dan untuk mengapa aku dapat menebak rombongan itu adalah Hayawa dan kawan-kawan adalah karena tingkah khas mereka.

“Oh sial, oh sial, oh sial, oh siaaaaaaaaaal!”

Tobe, yang merupakan tipe yang memahami situasi, sedang terserap ke dalam suasana rumah hantu itu dan karena dia begitu paniknya, dia tidak pernah meninggalkan sisi Hayama dari awal. Ketika Ebina melihatnya, dia tergelak dengan suara mengerikan.[7]

“Eek! Barusan saja, suara aneh…”

Yang berjalan di belakangku adalah Kawasaki yang menarik lengan bajuku karena dia sangat ketakutkan sekali. Um, kamu akan mengoyak bajuku ini, jadi bisakah kamu berhenti? Suara itu dari Ebina, jadi seharusnya itu tidak menak… Oke, itu menakutkan.

Ketika aku memandang-mandang barang-barang dalam rumah hantu itu, kelihatannya rumah itu didesain berdasarkan sebuah TKP pembunuhan di sebuah rumah pada zaman Edo.

Itu standar bagi sebuah rumah hantu, tapi desainnya sangat pas. Yuigahama, yang sedang berjalan di sampingku, berjalan dengan kaki terlengkung dan tangannya tergeletak di bahuku.

“A-Aku sepenuhnya tidak cocok dengan ini sama sekali…”

Setelah dia mengatakannya, dia melihat sekeliling dan terlihat tidak nyaman memikirkan sesuatu yang tiba-tiba muncul keluar.

“Hantu di rumah hantu tidak menakutkan sama sekali. Manusia yang menakutkan.”

“Dan itulah dia lagi dengan mulut pintarnya... Tapi kamu agak handal sekarang ini.”

Melewati teoriku itu, Yuigahama membuat tawa bodoh, tapi itu itu, kamu tahu, manusia memang yang menakutkan.

“…Jadi tepatnya, rumah hantu yang didesain untuk menakuti orang adalah yang paling menakutkan.”

“Oh astaga, dia tidak bagus! Tidak handal sama sekali!”

Tunggu dulu, aku sebenarnya juga sedang takut sekarang ini. Jika aku pergi ke dalam sini seorang diri, apa yang akan aku lakukan adalah melesat lurus melalui koridornya selagi berteriak “Heeeeeeeeeeeeeeeeei! Heeeeeei! Heeeeeeeeeeeeeeeeei!” dengan suara aneh hanya untuk mengusir ketakutan dalam diriku. Akhirnya, aku akan berakhir dengan tidak mengetahui dimana pintu keluarnya.

Namun, pada saat ini, berkat yang lain begitu ributnya membuatku tidak begitu takut seperti yang seharusnya.

Mungkin itu sama juga bagi Totsuka karena dia sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Malah, dia terlihat seakan dia sedang bersenang-senang.

“Totsuka, kamu terlihat baik dan sempurna…”

“Yup, Aku benar-benar suka hal-hal semacam ini.”

Disana mungkin gelap, tapi kegelapan tidak dapat menghalangiku mengenali senyuman riang itu. Aku disana sejenak berpikir bahwa penerangan itu adalah sesuatu yang dapat melegakan dunia dari permasalahan energinya. Zaman sekarang perlu senyuman, bukan minyak!

YahariLoveCom v7-187.jpg

Setelah beberapa kemajuan dalam bergerak maju ke depan, seekor monster (dengan orang didalamnya) melompak keluar meneriakkan “blaaah.” Kawasaki seketika terkaku dan melesat seakan hidupnya sedang tergantung ke dalamnya tanpa sepatah katapun. Kebetulan, itu juga menakutkan Totsuka yang juga lari dengan panik.

Sekalem pun aku saat itu, aku sendiri juga agak panik.

Aku secara reflex berkerumun hanya untuk mengadakan kontak dengan Yuigahama yang berada pas di sampingku.

Apa yang sebenarnya terjadi adalah kepala kamu membentur satu sama lain dan suaranya mengema di sepanjang rumah itu.

“Ugh…”

“Aw…”

Kami berdua berjongkok dan mengusap area dimana kami membentur satu sama lain.

“M-Maaf…”

“Nah, salahku, aku agak terkejut tadi…”

Ketika aku meminta maaf dan berpaling pada Yuigahama, Yuigahama yang berlinang-linang menjulurkan tangannya. Dia menyentuh kepalaku seakan untuk memastikan itu ada disana dan lalu memijitnya.

“Itu tidak sakit?”

“Uh, itu benar-benar menyakitkan…”

Dipikir lagi, ini benar-benar memalukan jadi tolong hentikan. Aku menggerakkan kepalaku dan berdiri jadi aku dapat terpisah dari tangannya. Yuigahama terus dalam posisi berjongkoknya.

“Omong-omong, kita harus bergegas. Kita akan tertinggal di belakang.”

Saat dia akan berdiri, aku menjulurkan tanganku. Kelihatannya jurus yang aku gunakan pada adik perempuanku Komachi sebelumnya teraktifasi secara otomatis.

“Huh?”

Yuigahama melotot pada tanganku dengan misterius. Tunggu, ini adalah sesuatu yang aku lakukan untuk adik kecilku. Setelah mempertimbangkannya kembali, aku mulai menggerakkan tanganku ke arah kantongku.

“Trims.”

Dia mencengkram tanganku. Yah, ini adalah apa yang kalian sebut kebaikan, juga dikenal dengan empati manusia. Sebuah tingkah pria sejati. Setidaknya, itu merupakan hal yang jelas perlu dilakukan sebagai seorang manusia. Sebagai seorang pria sejati tidak banyak yang bisa kulakukan.

Itulah mengapa aku tidak dapat menyingkirkan tangan Yuigahama.

“Oke, kalau begitu ayo pergi ke pintu keluarnya.”

Yuigahama tersenyum riang dan dengan pelan melepaskan tanganku. Aku tidak ada waktu untuk berpikir apakah itu memalukan saat Yuigahama menarikku ikut maju dengan bahuku.

“Buruan!”

Di dalam kegelapan dingin menusuk dalam rumah hantu penuh noda darah ini, kamu maju ke depan ketika tentara tanpa kepala dan tentara yang sudah tewas mengejar kami dari belakang.

“Kelihatannya itu pintu keluarnya.”

Cahaya meluap keluar dari pintu terakhir itu. Ketika kami melewatinya, tiupan angin menyegarkan melalui kami.

“Akhirnya sudah selesai… itu agak menakutkan…”

Seakan semangatnya sudah terbakar habis, Yuigahama seketika terlihat lesu dan setelah menemukan sebuah bangku, dia dengan terhuyung-huyung bergerak ke arahnya. Di tempat tujuannya terdapat Hayama dan Totsuka yang sudah sampai ke tujuannya.

Aku mengikuti di belakang Yuigahama. Men, aku merasa super lelah. Itu benar-benar sulit harus berhadapan dengan jantung berdebar-debarku. Apakah ini apa yang mereka sebut detakan ireguler? Ayolah jantung.

Katika aku mencapai bangkunya, aku menghela. Setelah aku rileks, Totsuka mendekatiku.

“Hachiman, itu benar-benar menyenangkan, huh?”

Totsuka yang sedang tersenyum itu mulai membuatku merasa pusing. Sekarang aku berhadapan dengan rasa pusing.

Senyuman itu terlalu imut sampai-sampai memiliki kemampuan menyembuhkan. Merasa gugup, itu terasa seakan banyak perasaanku sudah akan mencapai panggung baru sebagai sekelompok mega-bintang.

“Itu terasa seakan ketika kamu tumbang karena terlalu banyak bermain. Ayo pergi ke yang selanjutnya.”

Hayama melihat ke semuanya. Kelihatannya tidak ada yang keberatan. Miura, yang sedang duduk di bangku itu, berdiri dengan terjangan energi.

“Oke, Aku akan pergi memanggil Ebina, mmkei.”

Ketika dia mengatakannya, dia berjalan dengan cepat ke toko souvenirnya. Aku pikir semua orang ada disini, tapi kelihatannya Ebina dan Tobe tidak ada disini. Aku melihat ke arah toko itu dan disana terdapat Ebina yang emosinya meluap-luap akan barang-barang Shinsengumi[8] dan Tobe yang sedang mengatakan hal-hal seperti “oh sebuah pedang kayu, suuper mahal”.

U-Uh huh… apakah rumah hantu itu ada berhasil sedikitpun…?


× × ×


Tujuan kami yang selanjutnya adalah area Rakusei. Rencananya kami pergi ke sana menaiki bus dari Uzumasa.

Namun, Rakusei itu adalah rumah bagi baik Vihara Kinkakuji dan banyak lokasi tujuan turis populer yang lain. Lagipula kami sedang dalam pertengahan musim gugur, jadi bus-busnya kurang lebih penuh semua.

Terlebih lagi, ditambah dalam pertimbangan bahwa para turis sedang dalam perjalanan pulang mereka dari desa film itu dan kami tidak usah diragukan lagi akan menunggu sejenak. Setelah melihat begitu banyak bus lewat, aku sudah hampir muak berdiri disini dan menunggu sia-sia.

Aku adalah seorang pria yang membenci kereta api yang penuh sesak. Suatu ketika, aku harus bergegas menuju sebuah kampus kota dan ditengah jalan yang bertepatan dengan jam anak pergi ke sekolah, aku menyerah. Sejarah tidak mengikuti ujian tryout[9], itulah aku.

Itulah mengapa sekarang ini aku ingin menghindari menaiki bus kota dengan segala cara.

Selagi aku duduk disini bergugam “kyoro kyoro, kue, kue” dan memikirkan alternatif lain yang memungkinkan untuk menghindari situasi ini atau mungkin ada pintu entah dimana[10], aku melihat sekeliling dan apa yang muncul di pandanganku adalah tempat pemberhentian taxi.

Hmph.

Seaneh apapun itu, sekali orang sadar akan sebuah alternatif yang lebih nyaman, mereka akan dengan cepat memilih pilihan yang memanjakan diri tanpa setitikpun keraguan yang ada.

Aku menepuk bahu Yuigahama selagi dia berdiri di sampingku. Dia mungkin sudah letih terbukti dari reaksinya yang lesu. Hanya lehernya yang menghadapku.

“Ada apa?”

“Ayo kita naik taksi.”

Ketika aku memberitahunya, Yuigahama memberengut dan mengeluh.

“Taksi? Bukankah taksi mahal? Tidak bisa kalau mahal.”

Seakan bahwa itulah itu, dia kembali menunggu busnya.

Astaga, ada apa dengannya? Dia sedang bertingkah seperti seorang ibu rumah tangga… Dia juga seperti itu selama festival budaya di sekolah, tapi sepertinya hubungannya dengan uang terlihat agak ketat…

Tapi, sebagai seorang bapak rumah tangga, tidak mungkin aku bisa kalah disini.

Atau bagaimana tentang sedikit pesan ini: Aku tidak dapat mencacatkan kehormatanku seperti si alkemis recehan yang menarik uang receh dari udara kosong.[11]

“Tidak, dengar dulu. Di ibu kota taksi itu identik dengan mahal, tapi ternyata, di Kyoto, jika dibandingkan sebenarnya harganya cukup murah. Taksi kecil juga sering dinaiki. Malah, kita akan merugi jika kita tidak naik taksi. Jika kita patungan harganya, itu tidak akan mahal sama sekali.”

“Eeeeh…”

Hmm, reaksi ragu-ragu ini. Aku pikir aku akan menambah sedikit alasan logis dalam saranku ini, tapi kelihatannya perlu lebih dari ini untuk menggerakkan hati Yuigahama. Untuk itu, aku akan mengubah cara pendekatanku.

“Tunggu sejenak, tenang dulu. Ada kerugian buat kita jika membuang-buang waktu disini.”

“Seperti?”

Yuigahama merespon dengan cara yang terlihat seperti dia hanya bereaksi untuk menghabiskan waktu sambil menunggu. Sialan dia…

Pada titik ini, sebelum memulai apapun aku perlu menariknya ke dalam rencanaku dengan mengungkit ketertarikannya.

“Apakah kamu suka Disney Land?”

“Suka?”

Tidak seperti sebelumnya, kali ini dia memalingkan belahan atas tubuhnya bukan hanya lehernya seperti tadi untuk menghadapku. Aku tahu banyak hal tentang Chiba sama seperti orang-orang. Disney Land, tentu saja, termasuk ke dalamnya. Satu hal di dalam pengetahuan luasku tentang Chiba yang dapat cocok dengan ketertarikan Yuigahama pastilah hal-hal yang berhubungan dengan Disney Land. Itulah mengapa aku menyerang dengan topik ini.

“Tempat itu terkenal sebagai lokasi berpacaran, kamu tahu.”

“Uh huh, itu benar.”

Yuigahama mengangguk sambil bergugam setuju.

“Tapi sekarang, aku punya pengumuman menyedihkan yang mau kubilang.”

“Eh, apa?”

Dia memalingkan seluruh tubuhnya menghadapku seakan dia sedang terserap ke dalam topiknya. Setelah memastikan itu, aku melanjutkan pengumumannya.

“Pasangan yang pergi ke Disney Land untuk berpacaran putus.”

“Ah, Aku pernah mendengarnya sebelumnya. Kutukan atau hal semacam itu?”

“Memang. Tapi, yah, jika kamu memikirkannya, itu adalah hal yang wajar.”

Khususnya. tidak ada hal supranatural yang terlibat. Itu hanyalah sebuah masalah dalam psikologi manusia.

“Ketika antrian untuk sebuah atraksi terlalu panjang, kamu tidak dapat tidak mulai stres. Bahkan percakapan akan mulai habis. Setelah itu terjadi, kamu akan mulai jengkel dan keheningan akan terus berlanjut dan orang yang satu lagi akan mulai bosan. Itu singkatnya merupakan kebalikan dari suspension bridge effect.”

“Haa, Begitu ya, begitu ya~.”

Yuigahama mengangguk terus menerus dengan rasa kagum. Kelihatannya aku berhasil merubah pikirannya. Kalau begitu, dengan satu dorongan lagi kita akan mencapai kesepakatan.

“Bukankah situasi kita sekarang ini mirip dengan itu?”

“Kamu dan aku, huh? Aku tidak benar-benar merasa begitu.”

Yuigahama merespon dengan tampang bingung. Tidak, tidak, tunggu, itu agak sedikit menyusahkanku jika kamu tidak bereaksi seperti yang kuharapkan.

“Jelas bukan itulah… Aku sedang berbicara tentang Tobe dan Ebina disini.”

“Ah, b-benar…”

Yuigahama menundukkan kepalanya karena malu akan kesalahpahamannya.

“Lihatlah.”

Aku mengibaskan jariku dan menunjuk ke depan dimana mereka berdua berada.

Baik Tobe dan Ebina terlihat agak bosan. Ebina akan berbicara tentang hal-hal acak dengan Miura dan terkadang menekan-nekan handphone mereka. Tobe, di sisi lain, berada sedikit lebih jauh dari mereka dan sedang mengayunkan pedang kayunya. Tunggu, dia benar-benar membeli itu?

“Y-Ya…”

Itu bukanlah suasana yang akan pernah kamu katakan bagus dan setelah Yuigahama melihatnya, dia menyilangkan tangannya karena khawatir.

Yah, aku memutuskan untuk menambah hal lain lagi untuk jaga-jaga.

“Aku perlu menambahkan bahwa taksi merupakan ruangan yang tertutup. Intimasi mereka seharusnya akan meningkat.”

Jika itu Conan, seseorang mungkin akan mati.

Setelah aku mengatakannya, Yuigahama terkejut.

“O-Oh begitu... Aku akan mencoba menanyakan mereka.”

Yuigahama bergerak menuju grup di depan dan memanggil mereka dengan sebuah ayunan tangan.

“Apakah kalian mau tes naik taksi?”

Ketika dia memulainya, semua orang memiliki reaksi sangsi. Tidak banyak yang bisa kita lakukan tentang murid sekolah menengah atas menentang naik taksi. Itu kemungkinan besar hasil bahwa murid memiliki kesan taksi itu mahal yang tertanam dalam diri mereka dan juga karena, bagi para murid, taksi bukanlah alat transportasi khusus yang akan mereka pertimbangkan dari awal. Untuk sekarang, aku pikir aku juga akan mencoba memakai caraku untuk membujuk mereka. Bagaimanapun juga aku tidak mau menaiki bus yang penuh dengan orang.

“Jika kita naik taksi kecil, harganya tidak akan mahal jika biayanya dipatung empat orang.

“Oh, begitu.”

Hayama dengan keputusan cepatnya sungguh banyak membantu. Jika kamu mendapat persetujuan dari si pemimpin handal itu, hanya tinggal masalah waktu saja sebelum anak buahnya mengikuti setelahnya. Miura dan Tobe tidak ada komplain. Ebina juga mengangguk setuju dan pergi untuk menangkap Kawasaki. Totsuka terlihat setuju juga dan ikut pergi.

Kami meninggalkan antriannya dan pergi menuju pemberhentian taksi itu.

Karena kami ada delapan orang, itu normal untuk berpikir memisahkan rombongannya menjadi rombongan berempat.

Selagi kami berjalan ke pemberhentian taksi itu, Hayama dan Miura memimpin barisannya diikuti oleh Kawasaki dan Totsuka. Aku akan bertindak sebagai sebuah dinding untuk memisahkan empat orang yang memimpin itu dari tiga yang tersisa di belakangku. Jadi ketika kami berbaris untuk memanggil taksinya, salah satu rombongan berempat itu akan terdiri dari aku, Yuigahama, Tobe dan Ebina. Pada poin ini, peran menjadi dinding itu penting. Tidak masalah, di pertandingan permainan bola, satu peran yang, tak usah ditanya lagi, akan akhirnya menemukan jalannya padaku adalah peran bertahan. Itu adalah standar yang perlu dipenuhi ketika bermain bertahan.

Hayama menuntun rombongan itu ke taksi itu.

“Oke, mari masuk kalau begitu.”

Si pemimpin Hayama mengusulkan selagi dia pergi duluan. Itu akan baik-baik saja sepanjang semuannya berjalan mengikuti alurnya.

“Aah. Oke, Yumiko.”

“Okeeeei.”

Pas setelah Hayama mengatakannya, Miura dengan cepat masuk ke dalam mobil. Hayama berdiri di depan pintunya dan memanggil orang berikutnya untuk memasuki mobilnya.

“Ayo masuk, Tobe.”

Sesaat setelah dia memanggil Tobe, dia bergegas maju sebagai responnya.

“Ah, rooooger. Ayolah Ebina, ayo masuk.”

“Oke, oke. Kami akan pergi duluan kalau begitu, Yui, Sakisaki.”

Tobe dan Ebina berjalan ke arah Hayama dan satu per satu masuk ke dalam taksinya. Ebina mengayunkan tangannya pada Yuigahama dan Kawasaki selagi dia memasukinya.

“Ah, ya, sampai jumpa lagi nanti.”

“Jangan panggil aku Sakisaki.”

Yuigahama merespon dengan ayunan tangannya sendiri sementara Sakisaki merona dengan tampang mengancam.

Dan terakhir, Hayama menuju ke tempat duduk di samping supir.

“…Oke, kami akan pergi duluan.”

Hayama berteriak tanpa memandang sedikitpun padaku. Aku yakin ada sesuatu yang bisa kukatakan sebagai balasannya, tapi aku diinterupsi dengan hantaman pintunya.

…Hmph, Aku mengertilah apa yang kau maksud.

Sekarang kalau begitu, karena aku ditinggal di belakang, aku perlu menggiring orang-orang ini ke dalam taksi.

“Jadi, dimana kita akan duduk?”

Totsuka bertanya, tapi susunan yang wajar mungkin mencakup aku duduk di depan.

“Baik, aku ambil di depan. Kalian bertiga di belakang.”

Pintunya terbuka secara otomatis dan pas saat aku melihat Yuigahama, Totsuka dan Kawasaki memasuki taksinya, aku membuka pintu ke tempat duduk di samping supirnya. Aku mengencangkan sabuk pengamannya sesaat setelah aku duduk.

“Tolong pergi ke Vihara Ninnaji.”

Aku memberikan perintah singkat dan si supir yang terlihat bersifat baik itu tersenyum dan mengulang tujuannya.

Mobilnya hidup dengan hening.

Selagi kami menunggu sinyalnya, si supir mulai berbincang-bincang.

“Apa kamu sedang dalam karya wisatamu?”

“Ya, itu benar.”

Aku sekilas melihat ke arah supir itu dan memberikan jawaban pendek. Aku tidak bermaksud untuk terlihat dingin, tapi aku hanya tidak terbiasa dengan percakapan dangkal ini.

“Dari mana kamu datang?”

“Dari arah Tokyo.”

Sebuah info menarik mengenai orang-orang dari Chiba. Ketika seorang rakyat Chiba pergi mengunjungi area pedalaman dan lalu ditanya dari mana dia datang, mereka akan berakhir menjawab “dari arah Tokyo.” Maksudku seperti, agak sulit untuk dimengerti orang lain hal tentang Chiba ketika kamu mencoba untuk menerangkannya, kamu tahu… Itu singkatnya semacam; sama seperti ketika penduduk perfektur Kanagama berpapasan dengan orang-orang di Yokohama[12].

Dari situ, percakapan-percakapan tidak berguna berlanjut antara si supir denganku. Aku rasa taksi juga memiliki perangkap semacam ini…

Di sisi lain, tempat duduk belakang terbenam dalam percakapan yang berbau percakapan gadis-gadis yang berkumpul di ruangan tertutup.

“Betul. Dan macam, ketika kamu sedang akan benar-benar serius dalam perang bantal itu, Yumiko mulai menangis.”

“Kamu tidak perlu mengungkit itu…”

Kaca depan memantulkan Yuigahama yang sedang berbicara dengan senang dan Kawasaki yang sedang bersuasana hati buruk selagi mengganti-ganti silangan kakinya berulang-ulang. Omong-omong, Miura terlalu banyak menangis… Totsuka terkekeh dan mendorong percakapannya dengan hal-hal yang terjadi di ruang para lelaki.

“Oh, tapi perang bantal terlihat benar-benar menyenangkan. Kami bermain mahjong dan UNO di tempat kami. Ah, Hachiman juga kalah dan lupa tentang permainan pinaltinya.”

Susunan tempat duduk kami hanya dipisah sangat dekat tapi percakapannya terasa sangat jauh.

Kurasa mereka sedang sangat menikmati situasinya.

Kalau aku, supir itu anehnya sedang pengertian dan menjaga percakapannya seminimum mungkin. Semua yang aku lakukan hanya melamun sambil memandang pemandangan kotanya.


× × ×


Vihara Ninnaji terkenal luas terkutip pada syair ke 52 Tsurezuregusa dimana terdapat seorang bhiksu dengan tampang malu yang sering tercantum di dalam buku teks.

Vihara ini merupakan tempat yang lebih populer pada musim semi daripada di musim gugur. Alasannya ternyata karena bunga sakura disana akan bermekaran selama musim semi.

Walaupun sekarang sudah di akhir musim gugur, masih terdapat banyak turis dimana-mana karena vihara dan kebunnya masihlah sebuah pemandangan yang layak dilihat-lihat. Tapi kenyataan menyedihkannya adalah kami masihlah anak-anak sekolah menengah atas muda biasa.

Semua orang hanya bisa mengatakan hal seperti “ini betul menabjubkan” atau “memang iya” atau “Aku rasa itu agak menabjubkan”. Sekarang ini kemana terbangnya semangat kalian di desa film itu…?

Walaupun aku berkata begitu, aku sendiri belum mengetahui semua seluk-beluk mengenai vihara ini. Satu-satunya hal yang bisa kugugamkan adalah “Hooh, jadi ini tempat terkenal dari Tsurezuregusa itu…” pada diriku sendiri. Tidak aneh, Vihara Ninnaji sebenarnya bukanlah fokus dalam syair 52.

Setelah mengitari ke sekeliling kebun dan viharanya sejenak, mereka semua sedang memancarkan sebuah perasaan “bukankah sudah saatnya kita pergi?”.

Dengan pembawaannya yang sensitif, Yuigahama mengerti maksudnya dan berkata pada mereka semua.

“Mmkei, ayo kita pergi ke yang berikutnya!”

Ketika kita berjalan keluar dari viharanya, mereka semua tiba-tiba dipenuhi dengan tenaga yang mirip dengan sebuah fenomena misterius dan mengikuti Yuigahama, meninggalkan Vihara Ninnaji.

Sekarang kalau begitu, tempat menarik berikutnya adalah Vihara Ryouanji. Di samping memiliki nama sekeren itu, tempat ini juga terkenal dengan taman batunya. Itu bahkan lebih keren. Omong-omong, Nama Vihara Tenryuuji juga sama kerennya dengan Ryouanji. Namun, nama yang menjadi pemenangnya adalah seri antara Vihara Konkai Koumyouji atau Kyouou Gokokuji. Vihara Adashino Nenbutsuji lebih mirip seorang karakter pendukung.

Itu hanya memakan sekitar sepuluh menit bahkan dengan berjalan kaki untuk mencapai Vihara Ryouanji dari Vihara Ninnaji.

Jadi kami mulai berjalan dengan lesu di sepanjang jalannya.

Warna merah yang menodai dedaunan itu berlambaian di udara ketika mereka jatuh ke tanah.

Ketika berjalan dalam rombongan, merupakan kebiasaanku untuk mengikuti dari belakang. Sebelum aku menyadarinya, Yuigahama, yang seharusnya sedang berjalan di depan, telah melambatkan pacu jalannya untuk berjalan di sampingku.

“Itu tidak berjalan terlalu baik, huh?”

Dia terlihat sedikit down selagi bergugam. Ini pastilah tentang Tobe dan Ebina.

“Betul benar. Sudah cukup merepotkan untuk mengontrol diriku sendiri. Macam akan lebih gampang saja melakukan hal yang sama untuk orang lain.”

“…Itu… benar.”

“Lagipula.”

“Lagipula?”

Lagipula, alasannya mengapa ini tidak berjalan begitu mulusnya terutama karena Yuigahama. Itu adalah sebuah kenyataan yang tidak dapat dipermanis.

Watak alamiah Tobe merupakan salah satu masalah dan Ebina yang sama sekali tidak tertarik sedikitpun pada Tobe adalah masalah lain. Di tambah itu, ada satu orang lagi yang bertindak dengan tingkah yang tidak dapat dimengerti.

Tidak ada keraguan lagi bahwa individu itu merupakan salah satu dari banyak rintangannya.

Tapi, mereka tidak dapat mengerti mengapa orang tersebut bertindak seperti itu. Bahwa hanya saja tidak ada artinya untuk mengumumkan kepada publik sesuatu yang kamu tidak yakini. Keraguan dan kecurigaan tidak boleh disuarakan, tapi malah, mereka harus tetap disimpan dalam hati. Ini berlaku terutama pada hal-hal yang buruk. Kamu telah kalah dalam permainannya jika kamu menyemprotkan kecurigaanmu yang ternyata benar.

Akhirnya, jika kamu hanya curiga saja, maka sama sekali tidak ada seorangpun yang salah.

Aku memberitahu Yuigahama yang sedang menunggu sebuah balasan.

“Cobalah untuk tidak terlalu memaksa. Jika itu tidak memungkinkan, maka itu tidak memungkinkan.”

“Tapi, aku ingin berusaha yang terbaik.”

Bahu Yuigahama jatuh sedikit lagi dan saat langkahnya perlahan berhenti, dia menendang sejenak sehelai daun yang jatuh.

“Cukup tidak usah berbuat terlalu banyak. Itu akan buruk jika Ebina juga mulai membencinya..”

“Begitu ya…”

“Singkatnya itu. Sekali orang tersebut merasa menginginkannya, maka hasilnya akan lebih efektif.”

“Hmm…”

Yuigahama merespon dengan tingkah tak bersemangat. Tidak, macam beneran, itu sangat menganggu karena itu benar-benar sangat efektif.

Selagi kami terus berbincang sambil berjalan, Hayama dan yang lain sedang menunggu kami di depan. Kelihatannya kami telah sampai di depan Vihara Ryouanji.

Kami melakukan check in dengan reseptionis pengunjungnya dan pas setelah memasuki teras viharanya, sebuah kolam besar masuk ke dalam pandangan. Kolam itu mempunyai nama Kyouyouichi dan itu memakan hampir setengah terasnya dan kelihatannya inilah tempat dimana bangsawan Heian menikmati diri mereka dengan hiburan seperti berlayar.

Pagar yang terbuat dari bambu berdiri di sepanjang jalur jalannya dan kami menuruni tangga batunya.

Kami memasuki bangunan Houjounya, yang dibilang sederhananya merupakan sebuah vihara, dan akhirnya, kami telah sampai ke taman batunya.

Itu adalah Taman Karesansui.

Itu singkatnya sebuah gaya desain taman yang sebagian besar memakai bebatuan dan mineral lain tanpa adanya air.

Jadi aku rasa pasir putih itu seharusnya yang merepresentasikan airnya. Hmmm, begitu ya. Jadi itu merupakan sesuatu seperti itu, batuannya bertindak sebagai pusat sebuah riak di atas permukaan air, mungkin.

Karena berjalan kaki dari tadi, mereka semua menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan memutuskan untuk duduk sambil melamuni taman batu itu. Aku memutuskan untuk melakukan hal yang sama dan menyeret diriku ke sudut bangkunya.

Ketika aku melakukannya, orang di dekatnya bergeser sedikit dan memberiku sedikit tempat. Saat aku membuat isyarat untuk menunjukkan rasa terima kasihku seakan aku dihadiai uang, orang itu memanggil diriku.

“Oh, sungguh kebetulan.”

Hm? Ketika aku berpaling ke arah orang itu, orang yang sedang duduk disana adalah Yukinoshita Yukino.

“Aah, kamu juga datang kesini huh?”

“Itu benar.”

Dilihat lebih dekat, dia jelas bersama dengan rombongan; sebuah kelompok lumayan yang terdiri dari gadis berparas cantik yang duduk disampingnya. Pandangan meragukan yang disodorkan mereka membuatku merasa sedikit tidak nyaman… Yah, aku tidak dapat menyangkal bahwa bentuk interaksi apapun antara Yukinoshita dan aku merupakan kejadian langka yang sebenarnya; benar-benar sebuah kejadian yang aneh.

Tapi, dari apa yang sudah kusaksikan, Yukinoshita sendiri normalnya lebih eksentrik juga.

Mengesampingkan fakta bahwa dia memiliki teman di dalam kelasnya, atau mungkin tidak, dia terlihat sepenuhnya baik-baik saja ketika bergerak sebagai satu rombongan. Walaupun, tidak seperti bagaimana dia menghabiskan waktunya dengan Yuigahama dalam status yang setara, ini lebih terlihat seperti kumpulan orang yang memuja satu dewa dari kejauhan.

Yah, kesan seseorang berubah tergantung bagaimana kamu melihatnya.

Taman batu ini adalah salah satu contohnya. Tidak peduli dari posisi manapun kamu melihatnya, kelihatannya kamu tidak akan bisa melihat semua lima belas batunya. Jadi posisi dimana kamu melihatnya akan mengubah caranya dapat terlihat.

Aku yakin individu yang membuat taman ini memiliki tujuan yang lebih agung dan filosofis di pikirannya, tapi sebagai seorang pria dangkal seperti diriku ini, aku tidak dapat memikirkan sebuah kesan yang sedikit lebih tidak dibuat-buat.

Dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang tidak dapat dimengerti. Arti dibalik taman batu ini, wajah seseorang yang sesungguhnya, dan cara orang memilih untuk melibatkan diri mereka.

Selagi aku mendalami pemikiran spekulatif dan memantau tamannya, Yukinoshita berdiri hanya untuk duduk kembali.

Sekarang itu memancing pertanyaan untuk apa dia berdiri tadi… atau begitulah yang kupikir sampai dia menyadari tatapanku dan mulai mengatakan sesuatu.

“Tora-no-ko Watashi adalah nama lain untuk taman ini. Aku hanya ingin tahu bagian mana yang merepresentasikan harimaunya[13].”

Ooh. Aku rasa dia akan tertarik karena harimau merupakan kucing di satu sisi[14].

Tora-no-ko Watashi huh… Aku berdiri untuk melihat bagian taman yang melambangkan seekor harimau.

Oh, begitu. Aku tidak mengerti.

Tapi, Yukinoshita terlihat seakan dia sedang dicerahkan oleh sesuatu saat dia memandang ke arah taman batu itu dengan mata kalem.

Yah kalau begitu, apakah ini salah satu dari saat-saat dimana aku seharusnya mengatakan “sungguh mendalam”? Namun, kedangkalan dari “pendalamanku” mungkin telah abnormal.

Kami memandang ke arah taman batu itu untuk sejenak.

“Ah, Yukinon.”

Entah kapan, Yuigahama berada pas di samping kami. Ketika dia menyadari keberadaan Yukinoshita, Yuigahama sedang akan duduk di tempat diantara aku dan dia.

Yukinoshita berdiri dengan senyuman getir ketika dia melihatnya.

“Mari pindah ke tempat lain, boleh?”

“Oke, mari berbicara di sebelah sana.”

Yukinoshita menjentikkan rambutnya dan berpaling.

“Maafkan aku. Aku akan pergi ke sana sebentar. Aku tidak keberatan jika kalian pergi duluan.”

Ketika dia memanggil teman sekelasnya dari kelas J, mereka semua mengangguk dengan patuh dengan mata penuh kekaguman pada Yukinoshita. Itu seperti hubungan seorang senior dan junior diantara wanita berkelas… Menyebut itu teman akrab mungkin salah juga.

Selagi aku berspekulasi akan hubungan Yukinoshita dengan teman sekelasnya, aku mendengar suara dari atas.

“Apa yang sedang kamu lakukan? Buruan.”

Aah. Kurasa aku juga pergi. Itu agak menakutkan ketika tatapan para gadis dari kelas J semua terfokus padaku ketika aku berdiri. Aku tidak akan ditusuk oleh seorang penggemar Yukinoshita dalam beberapa saat lagi, bukan? Haruskah aku menyiapkan baju berkabung mingguku besok?

Kami keluar dari bangunan Houjou itu dan berkeliaran di taman kebunnya. Aku mengikuti mereka berdua dari belakang.

“Bagaimana perkembangan permintaannya?”

“Mmm… Itu ternyata agak sulit.”

Yuigahama menjelaskan situasinya secara singkat ketika ditanya. Setelah dia mendengar ceritanya, Yukinoshita mengalihkan pandangannya ke bawah dengan sebuah tampang merasa bersalah.

“Begitu ya. Aku benar-benar minta maaf untuk harus menyerahkan semuanya padamu.”

“Sama sekali tidak. Sama sekali tidak perlu khawatir.”

Yuigahama menggoyang kedua tangannya di depan dadanya. Yukinoshita tersenyum dengan tampang lega setelah dia melihatnya.

“Ini mungkin tidak cukup untuk disebut sebagai gantinya, tapi aku ada berpikir sedikit pada bagianku.”

“Memikirkan apa?”

Ketika aku bertanya, Yukinoshita melihat ke arahku.

“Tempat-tempat di Kyoto yang akan disukai para gadis. Aku pikir itu dapat bertindak sebagai referensi untuk aktivitas bebas besok.”

“Ooo, itulah Yukinon. Ah, kalau begitu, mengapa tidak kita juga pergi kesana besok bersama-sama?”

“Dengan Tobe?”

Aku mendapat firasat tidak ada yang berbeda dari sekarang jika itu benar adanya.

“Tidak, tidak. Maksudku, kita dapat mengikuti mereka dari belakang jika saja mereka butuh bantuan atau sesuatu semacam itu.”

“Tidak bisa kukatakan itu adalah sebuah cara yang sangat elegan.”

Menyelinap dari belakang hanya untuk memantau mereka bukanlah tindakan yang bisa dipuji.

“Bagaimanapun juga, mengesampingkan tindakan mengikutinya untuk sekarang, selama aku dapat membuat beberapa rekomendasi, aku rasa mereka akhirnya akan membuatnya bagian dari rute tamasya mereka. Jika sesuatu terjadi, kita juga tinggal ketemuan saja.”

Jadi merencanakan perjalanan sebuah kencan melalui beberapa saran, huh? Yah, selama kita berada dekat sana dan sesuatu berjalan salah, mereka dapat menghubungi kami dan kami mungkin bisa melakukan sesuatu.

“Itu bukanlah rencana yang paling bagus, tapi kita benar-benar tidak ada hal lain lagi yang bisa dilakukan.”

Untuk sekarang, rencananya sudah diputuskan. Aku tidak ada ide bagaimana mereka semua akan bertindak dan seberapa banyak darinya yang akan menjadi keuntungan buat Tobe.

Pas selagi kami mengitari tamannya, kami kembali ke gerbang depannya.

“Omong-omong kami akan pergi ke Vihara Kinkakuji.”

“Aku akan pergi balik kalau begitu.”

“Oke, sampai jumpa besok.”

“Sampai jumpa lagi besok.”

Setelah kami berpisah dengan Yukinoshita, Yuigahama dan aku bertemu dengan Hayama dan yang lain. Masih ada tempat-tempat lain yang harus dikunjungi kami.

Kami mendaki sebuah bukit kecil dari Vihara Ryouanji ke Vihara Kinkakuji. Kami berjalan melewati Universitas Ritsumeikan dam mengambil jalan yang berjalan dua arah.

Itu berakhir dengan kami menghabiskan waktu yang lama di Vihara Kinkakuji.

Pada akhirnya, itu sudah lewat jam lima sore. Itu sudah waktunya untuk menunggu busnya dan kembali ke penginapannya.

Sebagai orang yang bertugas, Hayama memanggil untuk melapor bahwa mereka akan telat. Sebagai hasilnya, pada waktu kami pulang, jam berendam laki-laki sudah berakhir.

Maka dari itu, Aku harus puas dengan kamar mandi dalam ruang untuk hari kedua.

Tidak, Aku harus tetap senang. Masih ada hari ketiga. Itu masih belum waktunya untuk menyerah dulu—!


× × ×


Aula makan itu begitu luar biasa hidupnya.

Mengapa merupakan sebuah tradisi bagi laki-laki sekolah menengah atas dalam karya wisata selama waktu makan malam untuk mulai menyajikan makanan mereka sendiri seperti di dalam cerita Jepang kuno?

Berkat itu, aku tidak pernah berhasil mendapatkan banyak makanan untuk diriku sendiri.

Sudah hampir saatnya bagi turnamen Mahjong untuk dimulai lagi di dalam kamar. Semua orang berbincang tentang bagaimana mereka menghabiskan waktu semalam di tempat duduk mereka selama makan malam dan kelihatannya setiap kamar sedang menikmati Mahjong.

Karena itu, hari ini merupakan hari dimana lawan terkuat akan didudukan sebagai pemenangnya.

Jika aku kembali sekarang, tidak diragukan lagi bahwa aku akan diseret ke dalam kekisruhan turnamen Mahjong dan ini berarti aku akan kehilangan kesempatanku untuk pergi mandi. Dan jika aku tidak berhasil sampai ke kamar mandi, peluangnya kebetulan berjumpa dengan Totsuka akan merosot ke nol.

Yang berarti, solusinya sederhana saja. Aku bisa kembali ke ruangannya sedikit lebih larut.

Untuk memuaskan perut kosongku, aku berkeliaran tanpa tujuan di luar hotelnya. Tertangkap berarti diceramahi tapi kamuflase optisku (teraktifasi-sendiri) akan berguna disini.

Dengan tidak ada sedikitpun kecurigaan dari siapapun, aku dapat dengan aman sampai ke toko swalayan [15] di tempat berbelok jalan tersebut.

Untuk sementara waktu, aku memilih untuk mengikuti kebiasaan biasaku dimana aku akan berkeliaran di sekitar bagian majalahnya.

Uhh, Sunday GX, Sunday GX.

Selagi aku sedang mencari, sebuah suara opresif memanggil diriku.

“Ooh, lihat ada siapa disini, rupanya Hikio.”

Sebelum aku bisa menemukan majalah Sunday GX yang benar-benar kucinta dan lupa kewajiban untuk membelinya, aku malah ditangkap terlebih dulu.

Karena cara tidak mengenakkannya untuk memanggil diriku, aku berpaling ke arahnya dengan mata yang sangat menjijikan.

Tapi, Miura Yumiko, yang memanggilku Hikio tidak melihat ke arahku sekilaspun selagi terus menatap majalahnya. Jadi kalau begitu, mengapa kamu memanggilku…?

Rupanya bagi Miura, aku berada pada level sebuah fenomena alami. Dengan cara yang sama kamu akan mengatakan “ah, sudah hujan” ketika mulai hujan, aku bisa membayangkan kalimat yang serupa dapat digunakan dengan ekspresi yang sama juga di dalam situasi sekarang ini.

Yah, jarak sekarang ini diantara kami berdua jauh lebih nyaman buatku. Jika pihak lain sama sekali tidak repot-repot memandang ke arahku, maka aku juga tidak perlu repot-repot.

Aku mengambil majalah GXnya tanpa menghadap Miura. Kami berdiri di sana dan membalik halamannya secara serempak.

“Seperti, kamu tahu—, apa sebenarnya yang kalian coba lakukan?”

Ketika dia tiba-tiba berbicara, rasa mengigil menjalar ke seluruh sumsumku.

Aku tidak bisa tahan akannya karena nadanya selalu begitu menakutkan… atau begitulah yang kupikir ketika aku berpaling untuk menghadap Miura, dia telah memilih sebuah majalah busana seperti biasanya.

Namun, seakan dia telah menyadari bahwa aku berpaling untuk menghadapnya, dia semaunya saja melanjutkan percakapannya.

“Semua ikut campur itu dengan Hina, bisakah kalian, macam, hentikan itu?”

Miura menjaga matanya tetap tertempel pada halaman majalahnya seakan dia sudah lupa pepatah bijak yang diterima dalam pendidikannya bahwa seseorang seharusnya menghadap orang lain ketika berbicara pada mereka.

Dia membalik satu halaman lagi.

“Kamu dengar?”

Aku sebetulnya ingin memberitahunya bahwa kalimat itu seharusnya yang kukatakan, tapi aku tidak pernah benar-benar mengatakan sesuatu dari tadi, bukan? Jadi aku mengulang kata-kata Miura sebagai jawabannya.

“Aku dengar... Kami benar-benar tidak mencoba untuk ikut campur dengannya.”

“Kalian benar-benar ikut campur. Kamu bisa mengetahuinya dengan hanya melihat saja.”

Miura segera menutup majalahnya. Kelihatannya dia sudah siap langsung menghadap diriku untuk berbicara.

“Itu, seperti, benar-benar menganggu kamu tahu.”

Setelah mengugamkan kalimat itu, dia mengambil sebuah majalah di sampingnya. Dia dengan pelan membuka segel di sekitar majalahnya dan membuka majalahnya. Aku rasa kamu seharusnya tidak melakukan itu… merupakan apa yang kupikir tapi karena aku persis melakukan hal yang sama, aku menyimpannya dalam hati. Dipikir lagi, ini adalah Miura yang sedang kita bicarakan disini jadi toh tidak mungkin aku bisa mengatakan itu kepadanya.

“Menganggu kamu bilang. Namun ada orang yang mau kita bertindak seperti itu. Itu adalah sebuah masalah kelebihan dan kekurangan bagi seseorang. Menyerah sajalah. Lagipula, toh tidak seperti kamu akan secara langsung terpengaruh akannya.”

“Haa?”

Untuk pertama kalinya dalam percakapan kasar yang tidak bisa benar-benar dibilang sebuah percakapan, Miura melihat ke arahku. Mata ratu itu bergolak dengan kebencian.

“Itu akan mempengaruhi kami dari sekarang.”

“……”

Kata-kata yang diutarakannya itu diluar ekspektasiku dan membuatku bingung. Ini adalah Miura yang sedang kita bicarakan disini. Tidak peduli seberapa menganggunya itu padanya, aku yakin dia akan menghadapi masalah itu dengan cara bicaranya yang opresif. Kemudian dia akan dengan anggun menghancurkan setiap rintangan dan memprovokasi pihak lawannya dengan memberitahu mereka untuk pinggir sana.

Ekpektasiku salah seratus delapan puluh derajat. Aku tidak berpikir bahwa kata kerja masa depan bisa memiliki implikasi sekuat itu. Seakan wajahku terlihat luar biasa lucunya, Miura menatap ke arahku.

“Coba kamu bilang, jika kamu pergi keluar dengan Yui, maka kamu seharusnya mengerti apa masalahnya dengan Ebina, benar?”

“T-T-Tidak mungkin kita berpacaran atau semacamnya…”

Untuk tiba-tiba diberitahu informasi tentang kebahagiaanku sendiri yang tidak kuketahui, aku bergegas menyangkal sebagai balasannya. Oh astaga, ada apa dengan gadis itu? Apa yang diucapkannya di siang bolong itu? I-Itu sama sekali tidak se-seperti aku sedang berpacaran dengan gadis itu atau apapun!

Selagi perasaan butiran keringat yang menjijikan mengalir turun dari tubuhku, Miura melihat ke arahku dan mengejekku dari dalam lubuk hatinya sambil tertawa.

“Apa sebenarnya yang kamu salah pahami disini? Menjijikan. Macam Yui dan Hikio bisa berpacaran. Itu bukan yang kumaksud, kamu tahu? Aku bilang tentang Yui semenjak kamu berbicara padanya. Menjijikan.”

…Kamu tidak perlu menambahkan kata itu lagi di akhir kalimatmu, bukan?

Dia tidak mengacu pada hubungan antara lawan jenis tapi hanyalah asosiasi antara kenalan atau teman.

Tapi, itu satu masalahnya. Aku tidak bisa dengan tepat menentukan apa yang ingin diberitahunya padaku.

“Apa maksudnya? Aku tidak merasa dua orang itu begitu mirip.”

“Yah, toh sifat mereka agak berbeda…”

Miura itu melembutkan pandangannya dengan begitu lembut.

“Yui, kamu tahu, adalah tipe gadis yang memperhatikan sekelilingnya, paham? Walau akhir-akhir ini dia sudah bisa mengutarakan isi pikirannya.”

Seperti yang Miura katakan. Dalam jangka waktu pendek sejak aku mengenal Yuigahama, dia sudah sensitif dengan sekelilingnya dan orang-orang di sekitarnya. Untuk merespon dengan sekelilingnya, dia akan mengsituasikan dirinya dengan sebuah cara yang membiarkannya membuat sebuh tempat baginya.

“Hm, itu benar…”

“Ebina juga sama. Jalannya juga sama, tapi agak berlawanan atau semacamnya.”

Tanda kesepian terpatul dalam senyuman Miura saat dia meletakkan kembali majalah ittu ke dalam raknya.

“Dia berusaha untuk menyesuaikan diri tanpa membaca situasinya.”

Jalannya sama dengan Yuigahama selain dengan cara yang berlawanan. Ebina akan berusaha untuk berbaur dengan kelompoknya tanpa memperhatikan suasananya, sebuah deskripsi yang menakutknnya sangat cocok untuknya.

“Ah, sekarang setelah kamu mengatakannya, aku bisa memahaminya.”

“Benar. Itulah mengapa bisa berbahaya. Ebina juga bisa agak licik.”

Dengan kata lain, Ebina membiarkan sekelilingnya mendiktekan karakternya yang membiarkannya untuk menjaga jarak yang sesuai dengan orang lain. Dia bukanlah orang yang eksentrik, tapi dia hanya dianggap sebagai seorang yang “eksentrik”.

Ada perasaan mendesak di dalam nada Miura saat dia melanjutkan perkataannya.

“Ketika Ebina diam, dia sangatlah populer dengan para lelaki dan banyak dari laki-laki itu yang ingin aku mengenalkan Ebina pada mereka. Walau dia selalu menolak untuk bertemu dengan mereka. Awalnya, aku pikir dia hanya malu jadi aku coba mendesakkan rekomendasiku padanya. Dan kemudian, apa yang kamu pikir dikatakannya?”

“Mana kutahu.”

Aku jelas tidak akan bisa menjawab quis ini jika aku tidak diberi petunjuk apapun. Miura mengangkat bahunya dan pas ketika dia akan mengatakan sesuatu, dia mengangkat wajahnya sedikit.

“ ‘Ah, tentu, terserah.’ Dia mengatakannya sambil tertawa. Seakan dia sedang berbicara pada orang asing.”

Sesaat setelah Miura mendeskripsikannya, itu terasa mengerikannya nyata seakan sedang diputar di kedalaman kepalaku. Nada suaranya, ekspresinya, dan tampangnya semuanya begitu dingin menusuk dan dia tidak bisa memaafkan orang itu untuk melangkah di luar batasan yang telah ditetapkannya untuk menjaga jaraknya sesuka hatinya.

“Ebina tidak pernah benar-benar menceritakan tentang dirinya dan aku juga tidak pernah benar-benar menanyakan tentang dirinya. Tapi, aku yakin dia membencinya.”

Itu mungkin agak sedikit salah. Jika dia akan kehilangan sesuatu, maka daripada hal itu terjadi dia akan memilih untuk menghancurkan dirinya sendiri. Jika usahanya untuk menjaga sesuatu akan memakan korban, dia akan lebih memilih menyerah dan cukup membuang itu semua.

Bahkan hubungan yang dimilikinya sekarang ini; dia pasti akan membuang mereka semua.

“Kamu tahu, sekarang ini, aku sedang sangat senang. Tapi jika Ebina pergi, maka kami mungkin tidak akan bisa tetap seperti keadaan kami sekarang ini. Kami mungkin tidak akan bisa melakukan hal-hal bodoh lagi.”

Suara Miura bergetar selagi dia mengutarakan kata-katanya.

“Jadi bisakah kamu jangan ikut campur dan tidak melakukan hal-hal yang tidak perlu?”

Ini mungkin, dalam artian terbaik kata tersebut, adalah yang pertama kalinya dia melihat ke arahku dengan benar.

Apa yang terus disimpan di dalam hatinya dengan jelas terpantul dalam pandangannya.

Itulah mengapa aku menjawab dengan segenap ketulusan hatiku.

“Kalau begitu, kamu tidak harus khawatir.”

“Mengapa kamu bisa mengatakan sesuatu semacam itu?”

Miura bertanya seakan sudah seharusnya. Memang, sebuah respon yang sesuai. Miura tidak memiliki alasan apapun untuk percaya dalam sepatahpun kata-kataku. Apakah itu kepercayaan atau keyakinan, langkah awal dalam membangun kepercayaan sedikit demi sedikit adalah dengan membangun rasa saling mengerti di antara kedua pihak. Selagi kepercayaan ini terus meninggi melampaui level kepercayaan dangkal, maka mempercayai dan menaruh harapan pada pihak lain akan menjadi mungkin.

Level kepercayaan antara Miura dan aku tidaklah setinggi itu.

Namun, aku masih bisa dengan percaya diri menjawabnya.

“Tidak masalah. Hayama bilang dia akan melakukan sesuatu tentangnya.”

“Apa apaan. Yah, jika Hayato berkata begitu, maka itu tidak masalah.”

Miura mengatakannya dan tertawa.


Mundur ke Bab 6 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 8

Translation Notes[edit]

  1. Kyoto Barat
  2. Daerah karantina
  3. Nama kafe
  4. Pelacur Bangsawan
  5. KBBI menyatakan : "aliran dl seni sastra yg mementingkan aspek bawah sadar manusia dan nonrasional dl citraan (di atas atau di luar realitas atau kenyataan)"... Menurutku simpelnya itu berarti sesuatu yang tidak nyata terkesan seperti nyata.
  6. terjadi ketika seseorang menyebrangi sebuah jembatan gantung dan dia melihat lawan jenisnya. Rasa takut akan jatuhnya membuat jantungnya berdebar. Dia lalu mengira itu adalah perasaan berdebar-debar yang dirasakan ketika jatuh cinta pada lawan jenis. Singkatnya, ketika pihak lain sedang takut dan melihatmu, dia akan jatuh cinta padamu. Secara teori bisa, tapi prakteknya tidak sering berhasil.
  7. hihihihihihi? hehe
  8. Satuan kepolisian zaman Edo
  9. Ujian ujicoba sebelum UN biasa disebut tryout aja kan?
  10. Pintu kemana saja
  11. Masih perlu kuresearch lagi kalimat ini
  12. Yokohama ibukota perfektur Kanagama
  13. Tora = Harimau
  14. Satu genus..hehe
  15. a.k.a indomaret/alfamart