Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 11 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kenangan dan Kehidupan[edit]

Part 1[edit]

Rabu, 17 Maret

Clan, yang baru saja melakukan pemeriksaan umum pada Koutarou, membetulkan kacamatanya sambil melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Theia dan yang lainnya.

"Tekanan darah, detak jantung dan suhunya menurun, dan bukan hanya itu saja. Semua organ tubuhnya mulai tidak berfungsi. Kalau disimpulkan secara medis...kalau ini terus berlanjut, Koutarou akan segera mati."

Clan muncul sesaat setelah Koutarou pingsan. Gelang yang dipakai Koutarou memperingatkan Clan bahwa Koutarou berada dalam bahaya, dan setelah melihat Koutarou yang pingsan, Clan membawa Koutarou ke Cradle untuk merawatnya. Karena Cradle dirancang untuk keperluan penelitian, kapal itu lebih cocok dibandingkan Blue Knight untuk bisa memeriksa kondisi Koutarou. Pada saat itu, Theia dan Clan mulai bertengkar, namun Ruth dan Kiriha melerai mereka. Karena itulah, semua orang yang ada kaitannya dengan kamar 106 sekarang berada di Cradle.

"Dia bisa bertahan berkat peralatan medisku, tapi dia tidak akan bisa bertahan lama", tutur Clan kepada Theia dan yang lainnya dengan sedikit merasa lega.

Aku masih sempat melakukannya....terima kasih, Alaia-san...

Koutarou dibaringkan di tempat tidur di dalam laboratorium dan dipasangi alat bantu pernafasan, infus, dan alat-alat lainnya. Namun, apa yang sebenarnya membuat Koutarou tetap bertahan hidup adalah Signaltin, yang disembunyikan oleh Clan di bawah tempat tidur. Penurunan tanda-tanda kehidupan Koutarou ternyata lebih cepat dari yang bisa ditangani oleh bantuan medis. Kalau bukan karena Signaltin, Koutarou pasti sudah mati.

"Apa yang terjadi sama Koutarou!? Kiriha, tolong kasih tahu, kamu tahu kan!?"

Semua orang merasa terguncang dengan apa yang terjadi pada Koutarou, dan di antara mereka semua, Sanaelah yang paling terguncang. Wajar saja, karena saat nyawanya sendiri sedang berada dalam bahaya, orang yang paling berarti baginya pun sekarang sekarat di hadapannya.

"Berdasarkan hasil pemeriksaannya, hasilnya tidak salah lagi."

Badan Koutarou sudah diperiksa menggunakan teknologi energi spiritual, sihir dan sains. Hasil dari semua pemeriksaan itu mengarah pada satu penyebab.

"Koutarou..."

Kiriha terdiam sejenak. Dia sudah menyangka situasi seperti ini akan terjadi, tapi dia enggan untuk mengatakannya seutuhnya. Namun, dia tidak mau melakukan hal itu dan menguatkan dirinya untuk mengatakan kebenaran yang kejam itu.

"...Koutarou dicuri energi spiritualnya oleh kamu, Sanae."

"Aku!? Kamu bohong! Aku nggak akan ngelakuin sesuatu yang jahat kayak gitu!!"

"Itu benar, Kiriha! Aku tidak percaya dengan apa yang kau katakan! Sanae tidak akan mencoba untuk membunuh Koutarou!"

Tidak ada orang yang mau menerima apa yang dikatakan oleh Kiriha, dan kedua orang yang menentang dengan keras hal itu adalah Sanae, yang tertuduh sebagai penyebabnya, dan Theia. Semua orang di dalam ruangan itu pun yakin kalau Kiriha salah.

"Ini tidak ada hubungannya dengan keinginan Sanae. Keberadaannya sendiri sebagai hantulah yang membunuh Koutarou."

Jika mungkin, Kiriha pun tidak ingin percaya dengan hal itu. Namun, kalau dia melakukan hal itu, maka Koutarou akan mati. Dengan berat hati, Kiriha meneruskan penjelasannya.

"Sanae sebenarnya adalah hantu yang terikat pada kamar 106, dan dia menerima energi spiritual dari dua sumber untuk mempertahankan tubuhnya, yakni dari tubuh aslinya, dan dari garis ley di dekat kamar 106."

Sanae hidup di kamar 106 dan menjadi sebuah keberadaan yang berada di antara hantu yang hidup dan hantu yang terikat. Agar bisa mempertahankan tubuhnya, Sanae menerima sebagian energi spiritualnya dari tubuh aslinya dan sebagain lagi dari garis ley di dekatnya seperti hantu pada umumnya.

"Tapi, pada tahun ini ada perubahan yang terjadi pada Sanae."

"Aku berubah!? Aku nggak berubah sama sekali!!"

"Sanae berubah dari hantu penunggu menjadi hantu perasuk yang terikat pada Koutarou."

"Hantu perasuk!?"

Kelihatannya Theia mengerti apa yang dimaksud Kiriha dan hal tu membuatnya terdiam saking kagetnya.

"Sebagai hasilnya, Sanae mulai mengganti sumber energi spiritualnya dari garis ley menjadi Koutarou. Sampai saat ini, jumlah yang diambilnya sedikit, jadi gejala terbesar yang dialami Koutarou hanya bahunya yang pegal..."

"Benar juga, Satomi-sama sering menyebutkan bahunya yang pegal belakangan ini..."

"Dia kadang-kadang minta aku pijetin bahunya beberapa kali."

Saat hantu merasuki seseorang, gejala seperti bahu yang pegal dan sirkulasi darah yang tidak lancar mulai muncul. Karena Koutarou sering mengeluhkan bahunya yang pegal belakangan ini, para penghuni kamar 106 bisa membenarkan pernyataan itu.

"Tapi, sesaat lalu sumbernya betul-betul berganti menjadi Koutarou."

"Kenapa!?"

"Sanae, itu karena Koutarou menjadi lebih penting bagimu dibandingkan kamar 106."

Bagi Sanae, kamar 106 betul-betul penting baginya karena dia harus berada di sana untuk menunggu kembalinya kedua orang tuanya. Namun dia akhirnya tahu bahwa orang tuanya tidak akan kembali, dan sebagai gantinya, para penghuni kamar 106 menjadi hal yang terpenting dibandingkan kamar itu sendiri, dengan salah satu penghuninya menjadi orang yang begitu berarti bagi Sanae, yakni Koutarou.

"Yah, jelas aku sayang sama Koutarou, tapi karena aku sayang sama dia, aku nggak akan mau ngebunuh dia!!"

Sanae juga tahu bahwa orang yang paling dicintainya adalah Koutarou, dan hal itu membuatnya tidak percaya bahwa dialah yang membunuh Koutarou.

"Sanae, apa yang kamu inginkan tidak ada hubungannya dengan hal ini. Hantu merasuki suatu barang atau orang yang paling berarti bagi mereka. Itulah sebabnya kamu saat ini merasuki Koutarou, dan itulah alasan kenapa Koutarou sekarat."

Keinginan Sanae sendiri tidak ada hubungannya dengan fakta bahwa esensi dari hantu itu sendiri adalah mereka tidak bisa ada tanpa merasuki sesuatu.

Hantu merasuki apapun karena cinta, obsesi, kebencian dan semacamnya. Keinginan mereka sendiri tidak bisa mengendalikan hal itu. Seperti halnya manusia bernafas, hantu merasuk dan mencuri energi spiritual.

Bagi hantu biasa, hal itu tidak akan menjadi masalah, karena hal itu biasanya akan berakhir dengan gejala seperti pegal-pegal atau letih. Namun, energi spiritual yang diperlukan Sanae terlalu besar, dan karena itulah jumlah energi spiritual yang dibutuhkan Sanae melebihi jumlah yang bisa dihasilkan oleh Koutarou. Karena aliran energi spiritual dari tubuhnya sendiri tidak stabil, ketergantungan Sanae pada Koutarou pun meningkat. Itu berarti, Koutarou yang hanya punya sejumlah energi spiritual tidak bisa memenuhi kebutuhan Sanae.

Itulah salah satu alasan mengapa Kiriha merahasiakan hal itu. Kalau Sanae tahu bahwa orang tuanya tidak akan kembali ke kamar 106, urutan prioritasnya akan berubah dan pada akhirnya akan membuat Sanae merasuki Koutarou. Itulah sebabnya Kiriha merahasiakan itu selama mungkin.

"K-Kalau begitu, aku bakal ngebunuh Koutarou!?" tanya Sanae yang mulai menangis sambil menunjuk Koutarou yang sedang pingsan.

"Benar."

Sebagai balasnya, Kiriha menjawab dengan singkat. Namun, Kiriha sendiri merasa begitu sedih saat mengatakan itu, karena Kiriha sendiri tidak mau Sanae menderita.

"Kalau terus begini, Koutarou sama aku bakal mati...aku nggak mau itu!...Tapi kalau aku balik ke tubuhku sendiri, aku nggak akan kenal lagi sama kalian semua....aku juga nggak mau itu!"

Apa yang harus dilakukan Sanae seharusnya sudah kelas, tapi dia masih takut untuk melakukannya. Sanae harus memilih sebuah masa depan tanpa harapan.

"Koutarou, kasih tahu dong, aku harus gimana!?" tanya Sanae dengan memohon setelah langsung menghampiri Koutarou.

Karena tidak tahu harus berbuat apa, Sanae tetap bergantung pada Koutarou, dan itulah sebabnya dia membunuh Koutarou. Entah baik atau buruk, Sanae memerlukan Koutarou.

"S-Sanae..."

Saat mendengar suara Sanae, Koutaoru membuka matanya. Dia sudah kembali sadar, tapi dia hanya bisa bicara dengan lemah.

"Koutarou!! Kamu bangun!!"

"Ya...udah dari tadi...jadi aku ngerti situasinya..."

Koutarou sudah kembali sadar saat pemeriksaan dari Clan sudah selesai. Badannya sakit dan lemah, membuatnya tidak bisa bergerak sama sekali. Namun, saat dia mendengar jeritan Sanae yang penuh dengan putus asa, Koutarou tidak bisa terus diam.

"Koutarou, aku harus gimana? Aku nggak mau ngebunuh kamu, tapi aku nggak mau kehilangan ingatanku!"

Koutarou pasti tahu jawabannya. Sanae bertanya pada Koutarou, dengan memikirkan asumsi yang mirip dengan anak-anak yang mengira bahwa orang tua pasti mengetahui segalanya.

Sanae...kamu sendiri yang harus milih...

Namun, bukan Koutarou yang tahu jawabannya. Dia pun menjawab pertanyaan Sanae dengan sebuah pertanyaan.

"S-Sanae...kamu mau masa depan kayak apa?"

Selama berbicara untuk sebentar itu saja, Koutarou tampak begitu kesakitan karena Sanae terus mencuri energi spiritual darinya hingga saat ini. Bahkan dengan Signaltin yang melindungi dirinya, yang bisa dilakukan Koutarou adalah terus menjaga kesadarannya.

"Jelas! Aku mau senang-senang sama semuanya, makan dan main game! Aku juga mau ketemu Papa sama Mama! Aku mau masa depan kayak itu!!"

Keinginan Sanae sudah jelas: dia ingin kehidupannya sehari-hari untuk terus berlanjut, dan dia ingin bertemu dengan orang tuanya. Namun karena dia tidak bisa membayangkan kedua hal itu terwujud bersama-sama, dia menangis.

"Kalau gitu...k-kembalilah ke badanmu, Sanae."

"Kalau gitu, ingatanku bakal hilang! Aku nggak akan tahu siapa kamu!!" jawab Sanae menggelengkan kepalanya sambil meneteskan air matanya. Kenangannya untuk tahun ini menjadi sesuatu yang tidak tergantikan untuknya, dan dia tidak mau sampai kehilangan kenangan-kenangan yang berharga itu.

"Tenanglah."

Namun, Koutarou menggelengkan kepalanya juga. Sambil terus menahan sakitnya, dia tersenyum pada Sanae."

"Gimana bisa!?"

"B-Biarpun ingatanmu hilang, aku...kami, pasti bakal jadi temenmu...kami bakal pastiin, hidupmu, sehari-hari, terus, berlanjut..."

Meskipun Sanae kehilangan ingatannya, kehidupannya sehari-hari akan terus berlanjut.

Semuanya akan menjadi temannya lagi, dan mereka akan mengajaknya ke kamar 106, dimana mereka bisa bermain game dan makan bersama-sama. Dengan begitu, meskipun ingatannya tidak kembali, Sanae akan tetap mendapatkan masa depan yang diinginkannya.

"Koutarou..."

Sanae tidak membayangkan Koutarou akan menjawab seperti itu. Matanya pun terbelalak saking kagetnya sementara dia terus menatap wajah Koutarou, yang terus tersenyum meskipun sedang kesakitan.

"Benar kan...semuanya?"

Koutarou lalu bertanya pada semua orang yang sudah menyaksikan mereka berdua mengenai opini mereka.

"Itu benar, Sanae! Jangan pikir kau bisa kabur dari permainan kita hanya karena kau kehilangan ingatan! Karena kau yang mulai pertarungan ini, kau punya kewajiban untuk menjalaninya sampai selesai!"

Theia dengan cepat menyetujui Koutarou. Jawaban itu memang jawaban yang punya ciri khas Theia dengan jiwa persaingan yang begitu kuat, namun perasaannya terhadap Sanae tetap sama.

"Sanae-chan, nanti kita lanjutin nonton Love Love Heart sama-sama! Nanti aku minta CosClub buat ngerekam episode yang mungkin kamu lupain!"

Yurika menangis seperti Sanae saat menjawab pertanyaan itu. Selama setahun ini, mereka berdua sudah menonton anime gadis penyihir bersama-sama, dan Yurika tidak mau menonton anime itu sendirian. Dia ingin menyaksikan akhir dari anime itu bersama-sama dengan Sanae, tidak peduli bagaimana caranya.

"Kalau kamu menginginkan sesuatu untuk dimakan, aku mendengarkan, Sanae. Aku akan membuatkannya saat kamu kembali ke kamar 106."

Kiriha tahu apa makanan yang disukai oleh Sanae, yakni hamburger dan kare, makanan yang disukai oleh anak-anak dan Koutarou. Namun, Kiriha masih harus bertanya pada Sanae apa yang diinginkannya, karena Kiriha menginginkan adanya sebuah janji antara dirinya dengan Sanae.

"Sanae-sama, aku sependapat dengan apa yang orang lain katakan. Anda hanya akan kehilangan ingatan anda saja, kenyataan bahwa anda sudah bertemu dengan kami tidak akan hilang."

"Ya, Sanae-chan! Biarpun yang lain ragu, aku bakal deketin kamu dan ngobrol sama kamu, jadi tenanglah."

Ruth dan Shizuka pun sama. Mata mereka berkaca-kaca dan mereka setuju dengan pendapat Koutarou yang ingin memenuhi keinginan Sanae, karena mereka berdua juga sayang kepada Sanae.

"Ho-, akan kami tunggu, Ho-!"

"Kami sayang Sanae-chan Ho-!"

Bahkan para haniwa pun turut serta.

"...Diam, kalian berdua."

"Mmmm Mmm!"

"Fhm Fhm!"

Karena suasana mengharukan itu rasanya akan hancur, Clan menutup mulut kedua haniwa dan membawa mereka ke pojok ruangan.

Apa aku merasa iri padanya karena aku sudah menjadi lebih dewasa? pikir Clan yang memandangi mereka sambil terus membungkam para haniwa.

"Semuanya, makasih ya...", ujar Sanae yang tersenyum sambil menyeka air matanya. Dia merasa begitu bahagia bisa mendengar apa pendapat mereka baginya, dan di saat yang sama, dia juga merasa sedih karena mereka akan segera berpisah. Itulah sebabnya, meskipun dia sudah berulang kali mengusap air matanya, air matanya tidak kunjung berhenti mengalir.

"Aku juga sayang sama kalian semua..."

Perasaan yang saling terbagi antar para penghuni kamar 106 pun muncul karena bahaya yang mengancam Sanae. Koutarou dan para gadis itu saling menyayangi dalam caranya masing-masing, dan mereka yang ada di ruangan itu menyadari hal itu.

"Theia, aku pasti bakal ikutan main lagi."

"Aku tunggu."

Tidak akan menjadi masalah lagi siapa yang menang nanti. Permainan yang mereka mainkan sudah bukan lagi sebuah kepura-puraan dan merupakan salah satu hubungan yang menyatukan mereka.

"Yurika, kamu boleh pinjem barang-barang Love Love Heart punyaku."

"Nanti aku kembaliin kalau kita ketemu lagi ya."

"Ya, oke."

Dan hubungan itu tidak terdiri dari satu macam hubungan saja. Ada berbagai macam hal yang menghubungkan para penghuni kamar 106, dimana menonton anime merupakan salah satunya.

"Kiriha, aku mau makan yang paling enak yang bisa kamu bikin."

"Apa kamu yakin?"

"Iya. Aku yakin rasanya pasti lebih enak makanan yang udah biasa aku makan."

"Baiklah, nanti akan aku buatkan."

Karena perpisahan mereka dengan Sanae, semuanya pun menyadari bahwa masing-masing mereka sudah saling menganggap bahwa orang yang ada di dekat mereka adalah sesuatu yang tak tergantikan. Mereka pun berdoa agar kehidupan sehari-hari mereka terus berlanjut.

"Ruth, Shizuka, kalau aku pergi, tolong urus Koutarou ya. Dia gampang kesepian."

"Biar kami yang urus, Sanae-sama."

"Aku terima tanggung jawab ini sebagai ibu kos."

Dan mereka akan terus berdoa sembari menunggu...

...bahwa Sanae akan kembali lagi ke kamar 106.

"Karama-chan, Korama-chan, aku sayang kalian juga. Kapan-kapan kita main lagi ya."

"Ho-! Iya Ho-!"

"Aku senang Ho-! Janji ya Ho-!"

"Aku bilang, diam."

"Mmmf."

"Mhmm."

Setelah mengucapkan perpisahannya, Sanae berbalik menghadap Koutarou. Setelah memeluknya sekali, Sanae menjauh sedikit dan berbicara.

"Koutarou, maaf udah bikin kamu nunggu selama ini biarpun ini bikin kamu sakit..."

"Aku nggak inget ngedidik kamu jadi anak nggak sopan yang ngucapin salamnya cepet-cepet...."

"Aku juga nggak ingat", bisik Sanae pada Koutarou sambil mengelus wajahnya dengan lembut, dan membuat Sanae melupakan sejenak peristiwa hari ini.

Saat mereka pertama kali bertemu, Sanae melempar barang-barang Koutarou sendiri kepada Koutarou, namun tepat pada saat itulah Yurika muncul, dan pertarungan mereka tidak pernah terselesaikan. Setelahnya, Kiriha dan Theia muncul dan membuat semuanya menjadi lebih rumit. Pada akhirnya, mereka semua menjadi hidup bersama. Setelah itu, ada berbagai macam hal yang terjadi. Sanae diculik, Theia menulis naskah, dan bahkan orang-orang bawah tanah mencoba menginvasi permukaan. Koutarou juga sempat menghilang sebelum kembali dengan cepat.

Sanae begitu menyayangi kehidupan sehari-harinya. Semenjak dia bertemu Koutarou, setiap hari terasa begitu cerah. Sanae pun gemetar membayangkan dirinya yang akan kehilangan semua itu.

"Padahal aku berencana jadi roh wanita pelindung yang hebat dan ideal..."

"Memang sudah kok."

Koutarou sudah diselamatkan oleh Sanae beberapa kali, baik dengan kekuatan spiritualnya dan Sanae sendiri. Itulah sebabnya Sanae sudah menjadi roh pelindung yang hebat bagi Koutarou.

"Nggak, pada akhirnya, aku tetep jadi roh jahat. Aku bahkan lagi ngebunuh kamu saat ini."

"Roh jahat nggak nangis pas lagi senyum."

Keringat mulai bercucuran di dahi Koutarou. Sanae mencoba menyekanya, tapi karena dia hantu, Sanae tidak punya badan fisik dan tidak bisa melakukannya. Dia pun tersenyum kecut dan nampak kecewa.

"Ahaha, kelihatannya aku juga nggak bisa jadi roh jahat. Aku cuma bisa jadi diriku sendiri."

"Betul. Tapi, jadilah orang yang memang kamu inginkan."

"...Iya."

Sanae sudah menjadi hantu selama ini, dan bisa dikaakan bahwa masa depannya sudah hilang. Namun, Sanae akan mendapatkan kembali kehidupannya, dan menjadi apapun yang dia inginkan. Kalau dia mau, Sanae bahkan bisa membuat keluarganya sendiri. Sebuah kehidupan yang tidak memiliki nama roh jahat atau roh pelindung mulai terbentang di hadapannya.

"Betul, Koutarou. Ini, aku kembaliin ya."

"Hm?"

"Jimat ini. Ini jimat yang berarti buat kamu, kan?"

Sanae melepaskan jimat yang biasanya selalu dikalungkannya dan meletakkannya di tangan Koutarou, jimat 'Keselamatan Keluarga' yang selalu dipakainya semenjak dia diserang oleh roh jahat setelah diculik oleh para pemburu hantu.

Rokujouma V11 177.jpg

"Ini kan buat kamu?"

"Iya...tapi aku nggak bisa bawa ini kan?"

Sanae akan kembali ke badannya sendiri sebagai energi spiritual, dan saat itu terjadi, dia tidak akan bisa membawa jimat itu bersamanya. Itulah sebabnya dia mengembalikan jimat itu kepada Koutarou.

"Jadi, nanti kasih aku lagi pas kita ketemu lagi."

"Aku janji."

"Oke."

Koutarou menggenggam jimat itu bersama dengan tangan Sanae, karena dia juga tidak ingin Sanae pergi. Itulah sebabnya dia tidak mau melepaskan tangan Sanae, namun Koutarou juga tidak mau Sanae mati. Meskipun Sanae kehilangan ingatannya, selama dia bahagia, Koutarou bisa menahan rasa kesepiannya. Koutarou pun melepaskan tangan Sanae dan menggenggam jimat itu.

"Koutarou, kamu bisa nggak, janji satu hal lagi buat aku?" tanya Sanae sambil menghapus air matanya, yang merupakan air mata terakhirnya.

"Bisa."

"Kalau...aku bilang 'kalau'. Kalau aku jatuh cinta sama kamu lagi...setelah aku jadi manusia."

"Iya?"

"Apa kamu mau, aku jadi ist--"

Sanae menginginkan satu janji lagi, namun dia tidak menyelesaikan kalimatnya.

"Kenapa?"

"Ehm, nggak jadi deh."

Sanae justru tersenyum.

"Aku rasa, janji seperti itu di saat seperti ini rasanya nggak adil..."

Senyumannya pada saat itu bukanlah senyuman yang spesial, hanya senyumannya yang biasa.

Namun, senyuman itu membekas di pikiran semua orang yang melihatnya.


Part 2[edit]

Penyatuan Sanae dengan tubuh aslinya dilakukan di Cradle, bersamaan dengan pemeriksaan terhadap Koutarou. Sumber listrik menjadi masalah, sulit untuk membawa peralatan yang dibutuhkan. Ditambah lagi, Clan dan Ruth ingin Signaltin berada di dekat mereka sebagai jaminan. Dengan begitu, Clan dan Ruth berhasil membujuk yang lainnya untuk menyetujui rencana mereka.

"Apa kamu siap, Sanae?"

Kiriha melakukan pengecekan terakhir, dan Sanae mengangguk tanpa ragu.

"Ya. Sebenernya aku nggak mau, tapi karena Koutarou masih dalam bahaya, langsung lakukan saja."

Sanae yang asli dibaringkan di tempat tidur di sebelah Koutarou, sementara hantu Sanae berada di dalam sebuah toples kaca yang besar. Tempat tidur dan toples kaca itu terhubung oleh banyak sekali kabel dengan sebuah alat di tengah-tengahnya, yang ditujukan untuk menyatukan kedua Sanae. Karena alat itu dibuat secara buru-buru, tampilannya jauh dari kata layak, dan karena alat itu akan mengatur energi dalam jumlah yang besar, operasinya tidak akan berjalan mulus.

"Nee-san, percobaannya berjalan tanpa masalah. Generator energi spiritualnya bisa mengeluarkan keluaran yang stabil."

"Yurika-chan, apa kamu baik-baik saja dengan prosedurnya?"

"Aku rasa aku bakal baik-baik aja."

Tugas Yurika adalah untuk menstabilkan alat yang nampak rongsok itu. Saat energi spiritual Sanae dikembalikan, Yurika akan menjaga energi itu agar tidak tersebar dan tercampur. Peran Yurika dalam prosedur kali ini betul-betul penting.

Para pemburu hantu menjalankan alat itu sementara Yurika berdiri di dekat mereka dengan sudah menyiapkan tongkatnya. Persiapan mereka pun hampir selesai.

"Baik, kalau begitu mari kita mulai."

"Baik. Generator terhubung, konverter dinyalakan."

Setelah Kiriha memberi aba-aba, kedua pemburu hantu itu segera mengoperasikan panel kendali. Alat itu pun merespon dengan menyalakan berbagai lampu sambil menggerakkan jarum ukur ke atas dan ke bawah.

"Kekuatan kendali penstabil pada 20, proses penstabilan dalam proses! Yurika-chan, tolong bantuannya saat kekuatan kendalinya sampai pada 65!"

"Baik!"

Yurika mengarahkan tongkatnya sambil menatap ke salah satu penampil ukuran. Tugasnya akan dimulai setelah jarumnya melewati titik tengah meteran itu.

"Selamat tinggal, semuanya", kata Sanae sambil melambaikan tangannya dari dalam toples kaca. Badannya diselimuti oleh cahaya kuning yang dibuat oleh alat itu.

"Sanae-chan, sisanya biar aku yang urus! Aku pasti ngelindungin kamu!" kata Yurika dengan tegas sambil menggenggam erat tongkatnya, namun sambil terus memandangi penampil ukuran itu karena dia tahu seberapa penting tugasnya.

"Makasih ya, Yurika. Tolong lindungi aku."

"Iya!"

Sanae sempat merasa bingung mengapa dia menganggap Yurika bisa dipercaya, namun dia tetap merasa lebih bahagia karena itu. Sanae pun terkesan melihat Yurika yang biasanya tampak tidak berguna, bekerja keras demi dirinya.

"Sanae-chan, aku nggak akan bilang 'sampai jumpa'."

"Sampai kita bertemu kembali, Sanae-sama."

Setelah Yurika, Shizuka dan Ruth gantian berbicara. Mereka berdua langsung menangis dan pipi mereka tampak sudah basah karenanya. Sambil berusaha untuk tidak menangis, mereka berdua berbicara dan tersenyum pada Sanae.

"Ya.Nanti kita ketemu lagi ya. Aku tunggu kalian dari dalam dia."

Karena Sanae bisa melihat aura mereka berdua, perasaan mereka berdua pun tersampaikan. Sanae pun membalas dengan senyumannya sendiri sambil mengangguk.

Cahaya yang menyelimuti Sanae menjadi semakin kuat, dan membuat tubuh Sanae sendiri mulai memancarkan cahaya. Itu tanda bahwa tubuhnya mulai berubah menjadi energi spiritual.

"Maaf aku tidak bisa membuat persiapan yang cukup, Sanae", kata Kiriha sambil memandangi Sanae, yang berada di dalam toples kaca, dengan sedih. Biasanya, Kiriha tidak sering menunjukkan banyak emosi, tapi kali ini dia tidak berusaha untuk menyembunyikan perasaannya. Itulah tanda seberapa seriusnya Kiriha dan betapa dia menghargai Sanae.

"Mau bagaimana lagi, kalau bukan karena kamu, mungkin aku udah langsung hilang."

Sanae sendiri tidak punya niat untuk menyalahkan Kiriha, karena dia tahu Kiriha sudah berjuang sekeras mungkin. Malah, Sanae merasa bersyukur.

"Jadi, nggak usah kuatir. Kamu cuma perlu mikirin apa yang harus kamu masak buat aku pas kita ketemu lagi nanti."

"Ada benarnya juga."

Setelah mereka berdua saling tersenyum, Theia melangkah maju.

"Sanae."

Raut wajah Theia nampak sedih, namun matanya menyimpan tekad yang kuat. Bahkan saat berhadapan dengan kesulitan seperti ini, dia tidak menyerah sedikitpun.

"Ada masa dimana aku kuatir dengan diriku yang seorang alien."

Theia dan Koutarou adalah alien bagi satu sama lain, dan kenyataan bahwa mereka berdua tidak bisa menjadi pasangan kekasih yang biasa membuat Theia mendeirta.

"Namun, aku memutuskan untuk berusaha mengatasi hal itu. Aku sadar bahwa menggunakan kata takdir untuk menyudahi segalanya adalah tindakan seorang pecundang."

"Theia..."

"Jadi, kau juga harus mengatasi takdirmu sebagai hantu dan kehilangan ingatanmu, lalu kembali ke kamar itu. Aku akan menunggu kembalinya dirimu di sana."

Theia si alien dan Sanae si hantu mempunyai masalah yang sama yang sempat mereka khawatirkan. Itulah sebabnya Theia merasakan adanya hal yang sama terhadap Sanae. Dia ingin agar Sanae bisa melangkah di jalan yang sama dengan dirinya.

"Trima kasih. Aku akan lakukan sebisaku."

Sanae pun merasa demikian, dan merasa bahwa perkataan Theia membuat dirinya merasakan keberanian.

"Bagus sekali."

"Ya."

Dan saat mereka masih saling melempar senyuman...

"Ini dia! Encyclopedia! Energy Stabilizer - Modifier - Effective Time, Four Times!"

Dengan tongkat di tangannya, Yurika mulai merapal mantra. Jarum penunjuk meteran hampir mendekati angka dimana kendalinya akan menjadi tidak stabil.

Sanae pun mulai memancarkan cahaya semakin kuat sementara garis tubuhnya semakin memudar. Sebagian besar tubuhnya sudah berubah menjadi energi spiritual, namun Sanae tampak tidak merasa kesakitan. Alat itu dan Yurika betul-betul melindunginya sekuat mungkin.

"Koutarou, kayaknya udah waktunya."

"...Tahun ini cepat juga berlalunya", ujar Koutarou yang berhasil bangun dan menghadap Sanae.

"Ya, rasanya asyik. Aku sempat nggak yakin pas awal dulu, apa yang bakal terjadi nanti."

Koutarou dan Sanae pun mengenang kembali hari dimana mereka pertama kali bertemu.

Saat Koutarou kembali ke kamarnya, dia menjumpai Sanae di sana. Koutarou mengira bahwa Sanae masuk tanpa izin lalu mengusirnya keluar. Setelahnya, kekacauan pun terjadi. Pertemuan itu begitu terkesan, sampai rasanya baru terjadi kemarin.

"Aku harap kita ngalamin tahun kayak itu lagi."

"...Itu udah pasti, ya kan?"

Sambil menahan sakitnya, Koutarou tersenyum pada Sanae. Karena Sanae mulai menyatu dengan tubuh aslinya, rasa sakit yang dialami Koutarou mulai berkurang. Meskipun hal itu patut disyukuri, itu juga berarti bahwa perpisahannya dengan Sanae pun semakin mendekat. Koutarou ingin merasakan sakit itu sedikit lebih lama lagi, yang mungkin disebabkan oleh hubungan antara mereka berdua.

"Ya, aku yakin. Jadi, temuin aku ya..."

"Ya."

Saat Koutarou mengangguk, Sanae yang sudah berusaha untuk tidak menangis akhirnya mulai meneteskan air mata. Dia bisa merasakan bahwa waktunya sudah tidak lama lagi, waktunya sebagai dirinya sendiri akan berakhir.

"Semuanya, terima kasih ya, buat semua yang udah kalian lakuin buat aku sampai hari ini. Dan..."

Tak lama kemudian, waktu itu pun tiba. Cahaya itu menjadi semakin terang dan membuat semuanya bermandikan warna putih.

"Aku cinta kamu, Koutarou..."

Hal terakhir yang bisa dipikirkan Sanae adalah punggung Koutarou yang lebih hangat daripada cahaya itu.


Setelah berubah menjadi energi spiritual, Sanae mengalir melalui kabel-kabel dari alat Kiriha sambil dilindungi oleh Yurika. Namun, dari sudut pandang Sanae, dia merasa bahwa dia sedang terbang lurus melewati dunia serba putih, dan di ujung dunia itu terdapat tubuh aslinya, yang sedang menunggu. Seperti halnya meteor yang ditarik oleh gravitasi, Sanae terbang lurus menuju badannya.

Setelah terbang selama beberapa saat melewati dunia serba putih itu, bayang-bayang gambar mulai muncul di sekitar Sanae, yang ternyata ingatannya terhadap Koutarou dan yang lainnya.

Udah banyak hal yang terjadi, ya....

Dunia putih itu pun langsung dipenuhi oleh ingatannya, seperti sebuah album foto yang isinya tidak berurutan.

"Bilang lagi dengan penuh cinta!"

"Apa maksudnya itu?"

Saat Sanae fokus melihat gambar-gambar itu, dia bisa mengingat apa yang dirasakannya pada saat itu. Setiap gambar-gambar itu adalah harta yang tak tergantikan baginya.

Huh?

Namun, pada suatu ketika, dia mulai melihat gambar yang tidak diingatnya, meskipun dia ada di dalam gambar itu.

Apa jangan-jangan ini rasanya kehilangan ingatan!?

Gambar yang tidak bisa diingat oleh Sanae hancur layaknya istana pasir. Sanae merasa sedih setiap kali gambar-gambar itu hancur satu demi satu. Dia tahu bahwa gambar-gambar yang sudah hancur itu harus tetap utuh.

Tidak! Jangan, jangan! Kembaliin! Itu penting buat aku!

Ingatannya pun mulai hancur satu demi satu. Sanae mengulurkan tangannya ke arah ingatannya yang tersisa, berusaha untuk melindungi mereka - untuk setidaknya menyelamatkan satu saja di antaranya.

Kenapa!?

Namun, jari-jarinya hanya menembus gambar-gambar itu, sementara gambar-gambar itu terus hancur.

Jangan hilang, aku nggak akan tahu siapa mereka nanti!! Tetap disini!!

Sanae berusaha meraih Koutarou di dalam ingatannya, namun, ingatan itu pun hancur dan lenyap. Ingatannya yang tersisa sekarang tinggal sedikit, membuat ingatan-ingatannya yang tadinya tampak tak terhitung banyaknya, menjadi bisa dihitung menggunakan jari. Dunia di sekitarnya mulai kembali menjadi putih, dan hal itu membuat Sanae takut. Dia mulai merasa kehilangan siapa dirinya, dan ketakutan itu jauh lebih menakutkan dibandingkan terhadap kematian.

Aku nggak mau ini, tolong aku, Koutarou, Koutarou!!

Sanae meneriakkan nama Koutarou berulang kali, seakan mencoba mengukir kembali ingatannya yang hilang ke dalam hatinya. Koutaroulah satu-satunya penghuni kamar yang sekarang bisa diingatnya, namun Sanae tidak bisa mengingat seperti apa Koutarou itu.

Lalu, ingatan terakhirnya pun mulai hancur.

Tidaaaaaaaaak!!

Sanae berteriak. Kehilangan ingatannya menjadi ketakutan yang tak tertahankan.

Kemudian...

"...."

Sanae bisa mendengar suara seseorang.

Eh...s-siapa...?

Suara itu nampak dikenal oleh Sanae, dan anehnya, suara itu bisa membuatnya tenang. Namun, Sanae belum pernah mendengar suara itu sebelumnya. Sanae pun melihat ke sekelilingnya, mencari pemilik suara itu.

"...."

Sebelum Sanae bisa menemukan pemilik suara itu, suara itu kembali terdengar oelhnya.

Aku bakal baik-baik aja? Apa maksudnya!?

Kata-kata yang didengarnya memberikannya keberanian, dan saat dia mendengar suara itu, rasa takutnya pun menghilang.

Ah!?

Setelah Sanae mencari asal suara itu kesana kemari, dia melihat sebuah cahaya merah di arah kemana dia akan pergi. Cahaya merah itu nampak begitu tenang, mirip seperti sinar matahari terbit.

Ada orang disana...itu...?

Di tengah cahaya itu, berdirilah seorang gadis.

Saat Sanae melihat wajahnya, dia merasa bahwa dia tahu siapa gadis itu, namun Sanae tidak ingat pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya. Seperti halnya suara yang didengarnya, gadis itu adalah seseorang yang tidak diingat oleh Sanae. Sanae tidak mengerti, apakah itu karena dia sudah kehilangan ingatannya, atau karena dia memang tidak mengenali gadis itu.

Gadis itu meletakkan tangannya di depan dadanya seakan berdoa. Dia memakai pakaian yang mirip dengan kimono atau pakaian gadis pendeta kuil, namun berbeda dengan yang ada di Jepang. Desainnya nampak asing dan unik. Yang lebih mencolok dibandingkan pakaian gadis itu adalah rambutnya, yang terlihat putih bersih, namun terkadang menampilkan warna-warna pelangi.

Beberapa bola melayang di sekitar gadis itu. Semua bola itu berukuran sama seperti bola voli dan terbuat dari bahan yang transparan yang mirip dengan kaca. Setiap bola itu bersinar dengan warna yang berbeda. Melihat hal itu, Sanae teringat dengan set cat berisi dua belas warna yang pernah digunakannya saat masih SD. Warna bola-bola itu lebih sedikit, tapi warnanya yang cerah membuat Sanae teringat dengan cat warnanya.

Apa maksudmu aku bakal baik-baik aja? tanya Sanae pada gadis misterius itu. Dia ingin tahu lebih mengenai masa depannya dibandingkan mengenai gadis itu sendiri.

"...."

Gadis itu menggerakkan mulutnya dan menjawab pertanyaan Sanae, namun jaraknya yang terlalu jauh membuat suaranya tidak sampai pada Sanae. Namun, niatan dari gadis itu sampai pada hati Sanae.

Ada beberapa pendekatan yang bisa dijalankan untuk membaca informasi yang terekam dalam struktur spiritual...aku nggak ngerti apa maksudnya itu! Jelasin lebih sederhana lagi!

"..."

Gadis itu menuruti keinginan Sanae dan menjelaskan dengan lebih sederhana.

Cinta adalah segalanya? Aku bisa ngerti itu, tapi, aku udah tahu itu dari awal!

Sayangnya, gadis itu tidak bisa menjelaskan secara jelas kepada Sanae dengan menggunakan kata-kata yang bisa dia mengerti. Hasilnya, Sanae tidak mengerti mengapa gadis itu berkata bahwa Sanae akan baik-baik saja. Namun, percakapannya dengan gadis itu bisa membuatnya tenang dan meredakan ketakutannya.

Tapi, makasih ya. Berkat kamu, aku jadi lebih enakan.

Saat Sanae berterima kasih kepada gadis itu, dia mendapat senyuman sebagai balasnya. Setelah menerima senyuman tulus itu, Sanae menjadi lebih tenang dan mulai penasaran dengan siapa gadis itu.

Ngomong-ngomong, kamu siapa? Hantu baru?

Sanae tidak benar-benar berniat untuk mengetahui siapa gadis itu sebenarnya, bisa dikatakan sebagai obrolan sepele.

"..."

Namun, jawaban atas pertanyaan itu ternyata melebihi bayangan Sanae.

Kamu salah satu penjajah kamar 106!? Yang pertama dan yang terkahir!? T-Tunggu dulu, apa maksudnya itu!? Hei!!

Meskipun dia sudah kehilangan hampir seluruh ingatannya terhadap Koutarou dan yang lainnya, Sanae tahu betapa aneh jawaban gadis itu. Sanae pun berteriak meminta jawaban lebih dari gadis itu.

Namun sebelum dia bisa menerima jawaban itu, Sanae tiba di ujung dari dunia putih itu. Ingatannya yang tinggal sedikit pun menghilang, dan dia terus terbang menuju sesuatu yang seakan menariknya. Karena ketakutan Sanae sudah menghilang, semuanya berjalan dengan lancar.

"..."

Setelah melihat Sanae pergi, gadis misterius itu tersenyum sekali lagi sebelum meninggalkan dunia itu. Tidak perlu ada bantuan lagi yang perlu diberikannya, dan dia bisa menjaga keterlibatannya sekecil mungkin. Sekarang, semuanya tergantung pada Sanae. Gadis itu tahu betul bahwa terlibat terlalu banyak tidak akan selalu berujung pada sesuatu yang baik.


Dengan begitu, Sanae berhasil mengatasi banyak sekali kesulitan dan menyatu kembali dengan tubuh aslinya.


Kembali ke Bab 3 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 5