Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 11 Bab 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Satu Langkah Kecil[edit]

Part 1[edit]

Senin, 12 April

Setelah menyaksikan pertarungan itu hingga selesai, Maki menurunkan tongkatnya. Di saat yang sama, dia membatalkan banyak sekali mantra yang sudah disiapkannya. Maki sudah siap untuk melakukan apapun demi Koutarou, tapi kalau sampai yang lainnya tahu bahwa dia menjadi rekan Koutarou, Maki akan berada dalam situasi yang sulit. Namun untungnya, Maki tidak mendapat giliran untuk terlibat karena Sanae memiliki kekuatan yang jauh lebih tersembunyi dari yang Maki bayangkan.

"Aku kira dia hanya roh jahat malang yang dikendalikan oleh necromancer, tapi ternyata aku salah. Kekuatannya di saat-saat terakhir tadi, biar cuma sesaat, sudah jelas ada di level para dewa....aku penasaran, dewa macam apa yang dilayani olehnya...."

Dulu, Maki mengira bahwa Sanae adalah hantu yang dikendalikan oleh Koutarou menggunakan ilmu nujum. Kalau dipikir-pikir lagi, Maki menyadari bahwa dia sudah begitu salah paham mengenai situasi yang ada. Sanae berasal dari keluarga pendeta kuno yang bersejarah, dan kekuatan yang menjadi warisan baginya sudah muncul dengan sendirinya. Sanae bisa menggunakan energi spiritual dengan jumlah yang begitu banyak. Dia masih belum betul-betul bisa mengendalikannya, tapi dia terus tumbuh melampaui manusia biasa.

"....Sebenarnya dia bisa menggunakan kemampuan spiritual, tapi karena energi spiritualnya sudah terpisah dari dirinya, dia menjadi seperti hantu biasa."

Sambil mengamati Koutarou dan yang lainnya, Maki menganalisa situasi yang dialami oleh Sanae. Itulah alasan utama mengapa Maki datang ke tempat itu.

"Kelihatannya, entah bagaimana, dia bisa kembali menyatu. Tapi di zaman modern seperti sekarang ini, kelihatannya keluarganya sudah kehilangan kemampuan mereka untuk menggunakan energi spiritual. Itulah sebabnya meskipun dia punya banyak energi spiritual, dia tetap menjadi seorang gadis biasa. Namun saat ingatannya sebagai hantu sudah kembali, dia mendapat teknik yang diperlukan untuk menggunakan energi spiritual..."

Kalau Sanae tidak mendapatkan ingatannya kembali, dia mungkin hanya akan menjadi gadis biasa yang bisa melihat hantu. Alasan mengapa dia bisa menggunakan energi spiritual adalah berkat pengalamannya bertahun-tahun sebagai hantu, yang membuatnya bisa mempelajari bagaimana mengendalikan energi spiritual.

"Alasan kenapa ingatannya kembali mungkin karena sebagian dirinya masih ada di dalam Satomi-kun, atau mungkin karena residu ingatan di dalam jimat itu. Atau, bisa jadi keduanya. Dalam kata lain, dia berada dalam situasi dimana ingatannya akan kembali jika dia berada dalam bahaya."

Jika Sanae sampai bersentuhan dengan Koutarou sementara sirkuit spiritual Koutarou sedang berjalan, Sanae akan bisa mengakses tubuh spiritualnya sendiri secara tidak langsung. Ditambah lagi, jimat yang selalu dipakainya mengandung residu ingatannya. Ini juga memungkinkan Sanae untuk mendapatkan ingatannya kembali.

Dalam kata lain, Sanae hanya perlu menyentuh kekuatan spiritual Koutarou, atau ingatan yang ada di dalam jimat. Itu berarti ada dua cadangan ingatan yang secara tidak sengaja dibuat.

Rokujouma V11 315.jpg

"...Aku rasa itu yang akan aku tuliskan dalam laporanku."

Setelah selesai memikirkan semua itu, Maki berbalik memunggungi Koutarou dan yang lainnya. Dia tidak boleh membiarkan mereka tahu bahwa dia ada di sana.

"Tapi, itu akan jadi laporan yang membosankan. Ternyata isinya hanya hal sepele."

Itulah kesimpulan yang diambil oleh si penyihir Darkness Navy dari Rainbow Darkness. Namun, Maki merasa bahwa itu adalah kesimpulan yang membosankan. Dengan begitu, Aika Maki mendapat satu kesimpulan lagi.

"Dia mendapat ingatannya kembali karena ikatannya dengan Satomi-kun begitu kuat. Berkat perasaan kuat di antara merekalah, mereka bisa melewati segala kesulitan itu....aku rasa yang ini lebih indah."

Kalau dia memberikan laporannya seperti itu kepada rekan-rekannya di Darkness Rainbow, Maki pasti akan ditertawakan. Bahkan Maki sendiri pasti juga akan menertawakannya setengah tahun yang lalu. Namun saat ini, dia tahu bahwa itulah yang terjadi, dan bahwa orang yang dicintainya tidak akan menertawakannya.

"...Kamu menang, roh jahat cilik...", ujar Maki sambil tersenyum kecil dan melompat masuk ke dalam gelapnya malam.

"Rasanya kesal juga, tapi buat malam ini, aku biarkan Satomi-kun menjadi milikmu. Fufufu."

Tidak ada orang yang bisa mendengar tawa Maki, namun dia terdengar sangat puas.

"...Ahh...bulannya kelihatan indah malam ini..."

Maki adalah penyihir kegelapan yang hidup di dalam gelapnya malam.

Namun saat ini, sinar bulan yang ada berubah menjadi harapan yang menyinari dirinya dengan hangat.


Part 2[edit]

Dengan berakhirnya pertarungan itu, Koutarou menyarungkan Saguratin. Dia lalu memasukkannya kembali ke dalam lubang hitam yang muncul. Baru setelah dia melepaskan pedang itu dia bisa merasa lega.

"Haaah, akhirnya selesai juga..."

Memang, semua itu hanya berlangsung sebentar saja, tapi karena banyaknya hal yang terjadi selama kurun waktu itu, pikiran Koutarou menjadi lelah dibuatnya.

"Asyik, ingatan Sanae-chan kembali!"

"Maaf udah bikin kamu kuatir."

"Aku tidak yakin apa yang akan terjadi tadi, tapi sekarang kita semua sudah kembali bersama-sama."

"Ini betul-betul luar biasa."

"Ho-, HoHo-!"

Di antara hal-hal yang terjadi itu, yang paling besar adalah kembalinya ingatan Sanae. Ini bukanlah hal yang membuat Koutarou lelah, tapi justru yang paling mengejutkannya pada malam ini. Sebenarnya, Koutarou masih tidak mempercayainya. Dia tidak bisa membayangkan kalau dia bisa kembali berbicara dengan Sanae seperti dulu lagi.

"Satomi Koutarou, kenapa kau tampak terkejut?"

"Kau tidak mungkin akan mengatakan kalau kau tidak senang bahwa Sanae sudah kembali."

Theia dan Kiriha angkat bicara saat mereka memperhatikan sikap Koutarou.

"Mana mungkin aku nggak seneng", balas Koutarou sambil menggelengkan kepalanya. Dia senang bahwa Sanae mendapat ingatannya kembali.

"Tapi...aku cuma kaget aja. Nggak nyangka--"

"Tidak disangka ingatan Sanae akan kembali, benar?"

Kiriha berhasil mengatakan apa yang Koutarou pikirkan sebelum Koutarou sendiri bisa mengatakannya. Hal itu kembali membuat Koutarou kaget.

"....Begitulah", balas Koutarou sambil mengangguk dan menyembunyikan kekagetannya.

"Kau kaget dengan apa yang kau anggap sebagai sesuatu yang mustahil terjadi telah terjadi. Tidak kurang dan tidak lebih."

Tepat pada saat itulah Theia memanggil Koutarou.

"Kau terlalu cepat menyerah..."

Sambil berkata demikian, Theia tersenyum.

"Koutarou, bisakah kau mengatakan sesuatu kepadaku?"

Senyumnya kali ini tampak seindah bunga tulip merah yang sedang mekar.

"Ya."

"Kalau aku pergi dari sisimu...apa kau akan merasa sama seperti dengan Sanae? Apa kau yakin bahwa kita tidak akan pernah bertemu lagi...?"

"A...."

Kata-kata Theia membuat Koutarou kembali kaget. Apa yang diyakini Koutarou sudah dikatakan oleh Theia. Koutarou yakin bahwa suatu hari nanti dia akan berpisah dengan Theia, dan mereka tidak akan bertemu lagi.

"Benar, ya?"

"..."

Koutarou hanya bisa terdiam, namun saat dia melihat betapa tenangnya raut wajah Theia, dia merasa bahwa Theia sudah tahu seberapa kagetnya dirinya.

"Dengar, primitif. Aku sudah berjanji padamu bahwa tidak peduli seberapa jauh jarak di antara kita, kita pasti akan bertemu lagi, dan aku akan membuatmu percaya dengan janji itu cepat atau lambat", tegas Theia dengan mata yang dipenuhi dengan tekad membara.

"Theia..."

"Kalau begitu, sampai jumpa nanti. Aku akan merayakan pertemuanku kembali dengan Sanae."

Theia pergi sebelum Koutarou sempat menjawab. Dia tidak peduli apa yang diyakini oleh Koutarou, karena Theia akan mengubah hal itu.

"Sanae, selamat karena sudah kembali."

"Theia! Oh iya, Theia, lihat, lihat! Dadaku jadi tambah gede, coba lihat ini!"

"A-Apaaaaaaaa!?"

Setelah Theia bergabung dengan yang lainnya, mereka menjadi sedikit lebih berisik. Saat dia melihat ke arah mereka, Koutarou mulai memikirkan sesuatu.

...Apa mereka percaya, kalau hari-hari kayak gini bakal terus ada selamanya...?

Sambil melihat ke arah para gadis itu, Koutarou tidak bisa membayangkan bahwa mereka sempat memikirkan bahwa suatu hari nanti mereka akan berpisah. Para gadis itu tertawa seakan-akan semua akan terus berlanjut seperti biasa, selamanya.

"...Hei, Kiriha-san."

Koutarou ingin meyakinkan dirinya.

Dia merasa bahwa Kiriha mungkin bisa memberikannya jawaban.

"Apa kamu....nggak, apa kalian semua yakin, kalau hari-hari kayak gini nggak akan pernah berakhir?"

Pertanyaan itu mungkin masih terlalu ambigu untuk bisa dijawab oleh orang lain selain Kiriha, namun Kiriha sudah tahu situasi yang dialami oleh Koutarou. Dengan begitu, dia bisa menjawab pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Koutarou.

"Setidaknya, aku percaya", jawab Kiriha dengan penuh kepastian pada Koutarou.

"Aku mau kamu mengingat gadis bernama Kii. Dia percaya bahwa kenangannya yang hanya sebesar tiga hari saja akan berlanjut, dan dia pun menanti selama sepuluh tahun."

"....Gimana bisa kamu percaya sampai segitunya? Apa kamu nggak pernah mikir, kalau nggak akan ada yang terjadi kalau kamu cuma percaya aja?"

"Koutarou..."

Kiriha perlahan tersenyum. Senyumannya saat itu penuh dengan kesedihan dan kasih sayang, yang hanya bisa muncul karena Kiriha tahu segala sesuatunya tentang Koutarou.

"Aku ingin bertanya hal yang sebaliknya padamu. Kenapa kamu tidak mau percaya? Kenapa kamu percaya bahwa kamu tidak akan mendapat sesuatu karena sudah percaya? Kenapa kamu tidak membayangkan adanya masa depan bersama kami?"

"Itu..."

Koutarou tidak bisa menjawabnya. Jika dia menjawab pertanyaan itu, maka itu berarti Koutarou menerima segala kekuarangan dirinya. Namun, Koutarou sudah lupa.

"....Koutarou, aku mau kamu menganggap ini sebagai pesan dari Kii."

Dia sudah lupa bahwa Kiriha sudah memaafkan segala kekurangannya di masa lalu."

"Onii-chan, tolonglah....jangan berpikir bahwa kami semua akan menemui akhir yang menyedihkan sama seperti ibumu..."

Dan sekarang, Kiriha kembali memaafkan kekuarangan Koutarou.

"..."

Koutarou tidak bisa mengatakan apapun, karena kata-kata Kiriha terdengar sebagai kenyataan baginya.

"...Hanya itu yang bisa aku katakan."

Dengan begitu, Kiriha mengakhiri pembicaraan mereka dan raut wajahnya kembali seperti biasa. Sanae dan yang lainnya, yang sedari tadi sudah bersenang-senang sendiri dengan saling berbincang, mendekati mereka berdua.

"Ayo kita pulang, Koutarou, Kiriha!"

"Aku laper banget."

"Kiriha, buatin aku makanan!"

"Aku hampir lupa, kita sudah berjanji soal itu, benar?"

"Iya!"

Setelah berbicara sebentar dengan Kiriha di tengah perjalanan, Sanae berlari ke arah Koutarou. Dia lalu mengulurkan kedua tangannya ke depan dan melompat sekuat-kuatnya.

"Koutarou!!"

Dengan menggunakan momentum dari berlari, Sanae melompat dan memeluk leher Koutarou. Namun sesaat setelahnya, dia menjauh sedikit dan melihat ke mata Koutarou sebelum berbicara kepadanya.

"Ayo kita pulang ke rumah."

Kata-kata itu diucapkan oleh Sanae dengan cara bicaranya yang seperti dulu.

"Sanae..."

Koutarou terdiam saat mendengar itu. Sanae tersenyum seakan hari-hari seperti ini akan terus berlanjut selamanya.

"Kenapa kamu terdiam seperti itu? Dia sudah mengajak kita untuk pulang."

Sementara Koutarou terdiam, Theia berbicara kepadanya, dan membuat Koutarou teringat dengan apa yang dikatakan oleh Theia beberapa saat lalu.

"Dengar, primitif. Aku sudah berjanji padamu bahwa tidak peduli seberapa jauh jarak di antara kita, kita pasti akan bertemu lagi, dan aku akan membuatmu percaya dengan janji itu cepat atau lambat."

Theia yakin bahwa hari-hari seperti ini tidak akan berakhir. Begitu pula Kiriha.

"Kalau kita tidak cepat-cepat pulang, makan malamnya akan semakin tertunda", ujar Kiriha sambil tersenyum, dengan gadis bernama Kii yang selalu bersembunyi di balik senyuman itu.

"Onii-chan, tolonglah....jangan berpikir bahwa kami semua akan menemui akhir yang menyedihkan sama seperti ibumu..."

Setelah tiga hari, gadis itu percaya bahwa mereka akan bertemu lagi dan kehidupan mereka akan terus berlanjut selamanya. Perasaan itu telah menuntunnya ke tempat ini, dan sekarang gadis itu sedang berdiri di sana sambil tersenyum.

"Kenapa, Koutarou? Kamu nggak enak badan? Apa gara-gara kita tadi nyatu!?"

Sanae mendekatkan wajahnya lagi karena kuatir terhadap Koutarou yang masih terus diam.

"Kamu salah. Semuanya tidak akan berakhir hanya karena kamu mati"

"Dan kamu nggak akan sendirian. Entah dimana, ada orang yang mengawasimu. Aku tahu itu."

"Ya. Aku rasa dewa dunia ini bukan orang yang sekeras itu."

Koutarou ingat dengan apa yang Sanae bisikkan saat pertarungan selesai. Sanae yakin bahwa hari-hari seperti itu tidak akan berakhir, dan karena dia meyakini hal itulah dia bisa kembali kepada Koutarou dan yang lainnya.

"Oh iya, Sanae-chan, aku udah ngerekam lanjutannya Love Love Heart."

"Nanti pas kita udah balik, aku mau ngasih kamu baju-baju yang kamu mau. Akhirnya kamu bisa pakai baju-bajunya."

"Kalau begitu kita perlu membetulkan panjangnya sedikit. Nanti aku siapkan alat-alat menjahitnya."

Yurika, Shizuka dan Ruth pun yakin akan hal itu.

"Beneran!? Koutarou, ayo kita pulang!! Ada banyak hal yang bisa kita lakuin!!"

Itulah sebabnya sebuah pemikiran yang tidak terduga, yang menanyakan apakah Koutarou sebaiknya Koutarou percaya pada hal itu juga, masuk ke dalam pikirannya.

Tentu saja, hal itu tidak akan mungkin bisa langsung dilakukannya. Sulit untuk mengubah gaya hidup seseorang, butuh banyak waktu dan tenaga untuk bisa melakukannya.

Namun, Koutarou merasa bahwa dia setidaknya mengambil satu langkah kecil ke arah perubahan itu.

Demi mereka yang berharap kepadanya, dan demi masa depannya sendiri.

Rokujouma V11 327.jpg

"...Ayo kita pulang."

"Ya! Ayo pulang!"

Dan sebagai langkah pertama Koutarou...

"Sanae."

"Hm? Apa?"

Apa yang dilakukannya adalah hal yang sama, namun perasaan dibaliknyalah yang berbeda.

"....Selamat datang kembali, Sanae."

"Koutarou..."

Koutarou memutuskan bahwa sulit untuk mengubah tindakannya secara tiba-tiba, jadi dia memulai dengan mengubah perasaannya.

"Ehehehe, baru kali ini kamu ngomong penuh rasa sayang begitu...."

"Iya kah?"

"Iya...."

Melakukan tindakan yang sama tapi dengan perasaan yang baru.

"...Aku pulang, Koutarou...."

Memeluk gadis kecil yang berhasil kembali setelah melewati neraka adalah satu langkah kecil.

Part 3[edit]

Para gadis penjajah melewati gerbang masuk ke kediaman keluarga Higashihongan agar mereka bisa membetulkan pakaian yang didapat Sanae dari Shizuka dan juga mengukur kostum untuk Yurika.

Karena tubuh Sanae lebih kecil dari Shizuka, dia tidak bisa langsung memakai pakaian yang didapatnya. Juga, karena Sanae iri dengan kostum yang dipakai Yurika, mereka memutuskan untuk mengukurnya di saat yang sama. Ngomong-ngomong, karena mereka sudah memiliki tujuan itu, Koutarou tidak ikut dengan mereka.

"Sanae-chan."

"Ya?"

"Karena rumahmu gede, kamu nggak perlu kepemilikan kamar 106 lagi, ya kan?"

"Mana mau aku nyerahin itu. Itu ya itu, ini ya ini."

"Nggak adil~"

Sudah jelas Yurika merasa sedih. Kediaman keluarga Higashihongan lebih besar dari stadion baseball kalau bukit kecil di belakang kediamannya ikut dimasukkan ke dalam tanah kediamannya. Sanae ternyata adalah seorang gadis yang kaya.

Bahkan setelah memasuki gerbang masuk, rumah Sanae masih berada cukup jauh. Rumahnya yang besar berada di ujung jalan setelah melewati jembatan batu. Meskipun harga tanah di daerah itu, sudah jelas bahwa keluarga Higashihongan punya kekuatan finansial yang cukup besar.

"Kediaman keluarga Kurano-ku besarnya 70% dari ini."

"Punya tanah 70% dari ini itu udah hebat, Kiriha!"

"Rumah kepala pelayan di resor utara Mastir sekitar sebesar ini."

"Sekarang kalau kupikir lagi...sudah lama kita tidak bertemu dengannya."

"Dasar, kalian semua curang~"

Theia, Ruth, Kiriha dan Sanae masing-masing memiliki aset yang cukup berlimpah dan bisa dikatakan kaya. Ada jarak finansial yang besar antar mereka dan si gadis penyihir cinta dan keberanian (katanya), Yurika.

"Nah, nah, Yurka-chan, nggak usah sedih begitu."

"Kamu sendiri juga punya Rumah Corona, Shizuka-san. Aku cuma punya lemari. Uuuuuhh", ujar Yurika sambil mendekap tongkatnya dan menangis.

Sebenarnya, banyak di antara para gadis itu yang ingin tinggal di dalam lemari yang menjadi tempat tinggal Yurika. Yurika tidak sadar seberapa beruntungnya dia.

Setelah terus bercakap-cakap, mereka tiba di pintu masuk rumah. Di sana, seorang wanita berumur sekitar tiga puluh tahun dan memakai kimono sudah menunggu mereka.

"Selamat datang, semuanya. Terima kasih sudah membantu Sanae", kata si wanita sambil menundukkan kepalanya.

Wanita yang sopan ini adalah ibu Sanae.

"Kamu juga punya ibu yang hebat. Ibuku sendiri cuma..."

Yurika terus merasa iri dan tidak membalas salam dari ibu Sanae dengan sopan. Semua hal yang dilihatnya mulai dari saat mereka memasuki gerbang hanya membuat Yurika semakin iri.

"Oh?"

Mata ibu Sanae terhenti pada Yurika.

"Tongkat itu..."

Sesaat setelahnya, dia menyipitkan matanya.

Gawat!? Jangan-jangan aku udah salah tingkah!

Yurika menyadari perubahan raut wajah pada ibu Sanae sebelum yang lain sadar dan takut bahwa dialah penyebabnya. Yurika yakin bahwa dia sudah melanggar sebuah aturan yang hanya dimiliki oleh orang kaya.

"Maaf, maafkan saya. Maaf sudah datang berkunjung meskipun saya miskin! Saya tidak bermaksud jahat!"

Dan dengan begitu, Yurika meminta maaf sambil hampir menangis. Ibu Yurika memang tampak menakutkan, namun Yurika lebih takut akan dimarahi Koutarou nanti.

"Apa kamu..."

Namun, raut wajah ibu Sanae kembali normal. Dia tersenyum seakan-akan bertemu kembali dengan teman lama.

"Apa kamu teman Nana-chan?"

"Eeeeh!? I-Ibu kenal Nana-san!?"

Rupanya, pertemuan mereka adalah pertemuan yang ditakdirkan. Yurika dan ibu Sanae sama-sama mengenal orang yang sama.

"Nggak mungkin!? Mama, dulu mama pernah jadi cosplayer!?"

"...Eh?"

"Apa alasan mama masuk ke klub memanah dulu adalah karena mama mau nyoba pakaiannya mereka!?"

"C-Cosplay?"

Namun, pertemuan itu membuat suasana antara Sanae dengan ibunya menjadi runyam.


Kembali ke Bab 7 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Kata Penutup