Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 13 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kepulangan[edit]

Part 1[edit]

Minggu, 25 April

Di hari Minggu sekalipun, hari di kamar 106 sudah dimulai sejak pagi. Alasannya adalah karena latihan rutin harian Koutarou dan Ruth. Sementara yang lainnya masih tertidur, mereka berdua akan pergi keluar berdua saja. Ini adalah pemandangan yang sudah terulang selama beberapa bulan ini.

Namun, hari ini Ruth tidak muncul, dan jika dia tidak muncul, maka tidak ada orang yang akan membangunkan Koutarou. Akibatnya, Koutarou masih terbaring di atas lantai, bersandar ke salah satu dinding kamar.

Ada suara kaki yang melangkah tanpa acuh bisa terdengar sedang melewati Koutarou, dan si pelaku pun duduk di depan TV lalu menyalakannya dengan menggunakan remote. Karena ada banyak anime yang ditayangkan pada Minggu pagi, ini adalah waktu yang penting bagi si pecinta anime ini.

“…Ah, Sanae-chan, kalau kamu lari kayak begitu, nanti Satomi-san bakal bangun!”

Ada orang yang menemani orang pertama itu, dan orang kedua itu menegur si orang pertama. Orang kedua ini kuatir kalau suara langkah yang agak keras itu akan membangunkan Koutarou.

“Nggak apa-apa kok kalau dia bangun.”

Rokujouma no Shinryakusha v13 Illustration 1.jpg

“Kalau dia bangun, dia bakal bikin aku belajar!”

“Nggak apa-apa kok kalau kamu belajar. Kamu bakal belajar juga di universitas, kan?”

“Kalau aku belajar, aku nggak bisa nonton TV!”

“Nggak apa-apa kok, kan bisa kita rekam. Kita hidup di era yang praktis.”

“Tapi aku mau nonton sekarang!”

Orang kedua itu duduk di sebelah orang pertama dan mulai menonton TV. Untungnya, kegaduhan ini pun belum cukup untuk membangunkan Koutarou. Saat animenya mulai tayang, mereka berdua mulai mengurangi berbicara, dan pada akhirnya tidak membangunkan Koutarou.

“…Satomi-kun, tidurnya di tempat begini. Fufu.”

“Hati-hati, Aika-san. Kalau kamu terlalu deket sama Satomi-kun, kamu bakal ngalamin hal yang nggak enak.”

Selanjutnya, ada dua orang lain yang muncul di kamar itu. Mereka berdua saling berbicara dengan ramah sambil melihat ke arah Koutarou yang masih tertidur di dekat dinding. Setelah berbicara selama semalam kemarin, mereka berdua menjadi semakin dekat.

“Kasagi-san, itu maksudnya apa?”

“Dia nggak cuma tidur dengan posisi aneh, tapi juga kadang meluk-meluk sesuatu sambil ngigau. Pas Yurika mau ngebangunin dia, dia malah ngelakuin teknik gulat ke Yurika, terus Ruth juga pernah dikira pohon yang banyak kumbangnya.”

“Fufufu, itu memang dia banget.”

“Udah aku bilang, bahaya.”

“…Aku mau punya pengalaman yang dialamin sama temen juga.”

“Kamu memang agak aneh ya, Aika-san…”

“Ini pertama kalinya aku hidup sama orang-orang yang baik…”

“Rasanya asyik kok, tiap hari serasa jalan-jalan.”

“Ahaha…”

Karena mereka berdua tidak punya keluarga, mereka bisa sama-sama saling bersimpati. Jauh di dalam diri mereka, mereka punya kemiripan yang begitu sangat, meskipun sekilas tidak terlihat seperti itu. Setelah mereka berdua saling mengerti satu sama lain setelah saling berbicara panjang lebar kemarin, mereka berdua sekarang tampak begitu bersahabat.

“Kita harus membangunkannya. Ini kamar yang sempit, dan dia tidur sambil merentangkan badannya…”

“Clan-san, apa yang kamu lakukan saat sedang berkelana bersama Satomi-kun?”

“Mengangkatnya sedikit lalu menjatuhkannya adalah cara yang efektif. Untungnya, itu bisa kulakukan dengan mudah karena zirahnya bisa dikendalikan dengan remote.”

Ada dua orang lagi yang muncul, dan dibandingkan dengan orang-orang lain yang sudah berada di dalam kamar, mereka berdua punya raut wajah yang tampak lebih kalem.

“…Begitu ya, akan aku ingat-ingat.”

“Harumi, kau akan kesulitan melakukan itu karena tubuhmu tidak punya kekuatan…tunggu, kau bisa menggunakan sihir saja.”

“Aku masih merasa kalau aku bukan penyihir…”

Salah satu dari kedua orang itu punya tubuh yang lemah dan baru akan mendapat pemeriksaan pagi ini. Orang yang satunya memiliki peralatan medis yang lebih canggih yang bisa digunakan untuk mengobati orang bertubuh lemah itu dengan lebih efisien daripada dengan menggunakan peralatan medis yang ada saat ini. Bagi orang yang bertubuh lemah itu, adalah suatu hal yang menenangkan baginya untuk bisa memiliki orang yang satunya sebagai seorang teman. Mereka berdua memilih kamar ini sebagai tempat pertemuan sebelum melakukan pemeriksaan tubuh itu.

“Apa semuanya sudah berkumpul?”

Ada satu orang lagi. Orang ini mengintip dari balik dapur di lorong tepat di sebelah kamar bagian dalam. Orang ini terkadang menjadi penanggung jawab dari pekerjaan rumah dari kamar 106 sendirian, dan saat inipun orang itu sedang memakai jaring rambut untuk bersiap membuat sarapan hari ini.

“Theia-chan sama Ruth-chan masih belum disini.”

“Hmm…”

“Kiriha, kita sarapan apa hari ini?”

“Salmon, sup miso dan rebusan bayam.”

“Mantap! Sarapan nikmat!”

“Um, kita harus gimana soal Satomi-san?”

“Sudah waktunya untuk membangunkan dia.”

“Eeeeeeeeeehhh~”

“Kenapa wajahmu jadi begitu?”

“Kapanpun Satomi-kun bangun, dia pasti memaksa Nijino-san untuk belajar, jadi Nijino-san tidak mau membangunkan dia.”

“Berhentilah pilih-pilih, Nijino Yurika.”

“Maki-chan, kamu bisa ngomong begitu karena kamu nggak tahu rasanya!”

Selain Koutarou, ada tujuh orang lain di kamar itu. Sanae, Yurika, Maki, Shizuka, Clan, Harumi dan Kiriha. Tentunya, mereka bertujuh adalah gadis remaja. Setahun lalu, mereka semua datang ke kamar ini dengan alasan yang berbeda. Sebagai hasilnya, mereka mau menerima satu sama lain dan membentuk ikatan persahabatan yang kuat.

Selain Koutarou dan ketujuh gadis di ruangan itu, mereka masih memiliki kedua sahabat lagi. Setelah membasuh wajahnya di kamar mandi, Koutarou sadar bahwa kedua orang yang dimaksud tidak ada di kamar itu.

“Huh? Dimana Theia sama Ruth-san?”

Theia yang punya rasa percaya diri tinggi dan rambut keemasan yang tampak begitu mencolok.

Ruth yang serius dan jujur, yang karena kedua hal itu menjadi orang yang bisa dipercaya.

Mereka berdua adalah seorang tuan puteri dan ksatria pelayan yang datang dari sisi lain jagad raya. Biasanya, mereka berdua sudah ada di kamar ini pada saat ini, namun mereka berdua tidak ada di sini.

“…Sebenarnya, tadi malam mereka mendapat sedikit masalah dan sekarang sedang sibuk menyelesaikannya”, jawab Kiriha pada Koutarou. Dia lalu melanjutkan penjelesannya sambil mengisi sebuah mangkuk dengan nasi.

“Mereka bilang akan datang pagi ini, jadi mereka akan segera tiba.”

“Masalah kayak apa?”

“Situasinya rumit, jadi ada baiknya kamu dengar langsung dari mereka. Tunggulah sebentar lagi, Satomi Koutarou…”

“Baiklah…”, balas Koutarou dengan wajah yang terlihat kuatir , lalu duduk di tempatnya yang biasa sambil berpikir dalam-dalam. Dia lalu melihat ke arah gerbang yang menghubungkan kamarnya dengan kapal luar angkasa Blue Knight. Harumi, yang menyadari bahwa wajah Koutarou tampak lebih serius dibanding biasanya, memanggilnya dari seberang meja.

“Apa kamu kuatir dengan Theiamillis-san?”

“Kalau soal kuatir, aku kuatir sama semuanya. Situasinya lebih rumit daripada yang kita duga.”

Musuh Yurika dan Kiriha bekerja sama secara rahasia. Karena itulah mereka semua berada dalam bahaya, dan itu menjadi kekuatiran yang luar biasa bagi Koutarou.

“Tapi karena aku nggak bisa ngelihat Theia dan Ruth seperti halnya aku ngelihat kamu…aku jadi sedikit cemas”, lanjut Koutarou yang merasa cemas karena tidak bisa melakukan sesuatu bagi seseorang yang tidak ada di hadapannya.

“Tidak perlu kuatir begitu, Satomi-kun.”

“Sakuraba-senpai…”

“Kalau ada sesuatu yang penting dimana nyawa Theiamillis-san sampai terancam, Kiriha-san pasti sudah membangunkanmu lebih awal lagi.”

“Itu…bener sih”, balas Koutarou pada Harumi lalu melihat pada Kiriha, yang membalasnya dengan melihat ke arahnya sambil tersenyum.

Itu berarti dia harus ngambil keputusan yang sulit sendirian…

Jika Theia benar-benar ada dalam bahaya, Kiriha tidak akan mungkin terlihat sesantai ini. Walau begitu, jika masalah itu memang sederhana, Kiriha pasti akan menjelaskannya. Karena bukan kedua hal itu yang terjadi, maka artinya Theia sedang tidak berada dalam bahaya, namun berada dalam situasi dimana dia sendiri harus membuat keputusan yang sulit.

“Kamu nggak akan bisa ngapa-ngapain kalau cuma kuatir aja, ayo kita makan dulu!”

Sambil berkata demikian, Sanae bergantung di punggung Koutarou seperti biasanya. Sarapan adalah sumber semangat, dan Sanae ingin menunggu Theia datang dengan penuh semangat.

“….Kamu bener juga. Oke, ayo makan.”

“Sip!”

Berkat Sanae, Koutarou merasa sedikit lebih baik. Suasana di kamar itu pun melunak, walaupun tidak adanya Theia dan Ruth di kamar itu adalah sesuatu yang dikhawatirkan oleh semua orang.


Part 2[edit]

Theia dan Ruth muncul di kamar 106 tepat setelah Koutarou dan yang lainnya selesai menghabiskan sarapan mereka. Mereka berdua nampak kelelahan, dengan raut wajah yang tampak suram.

“…Bagus, kalian semua ada disini.”

Tepat setelah dia muncul, Theia mulai berbicara tentang sesuatu yang serius. Ruth berdiri di belakangnya, menatap lurus ke depan. Koutarou, yang melihat mereka berdua bersikap demikian, bisa mengerti seberapa serius masalah yang sedang mereka berdua hadapi.

“Semuanya, aku ingin mengatakan sesuatu. Boleh aku minta sebentar waktu kalian?”

Saat Theia berkata demikian, para gadis yang tadinya sibuk dengan berbagai hal lain berkumpul di sekitar meja tehe tanpa mengeluh. Setelah menunggu sampai semuanya duduk, Theia menundukkan kepalanya sedikit.

“Terima kasih, aku hargai perhatian kalian.”

“Theia, ada masalah apa?”

Saat Koutarou meminta Theia untuk melanjutkan bicaranya, mata mereka bertemu. Setelah memandangi Koutarou beberapa saat, Theia perlahan melanjutkan bicaranya sambil mulai menangis.

“…Sebenarnya, kelihatannya ibuku jatuh sakit di Forthorthe.”

“Ibumu, Elle…em, maksudnya, permaisuri saat ini, yang mulia Elfaria?” tanya Koutarou setelah berusaha mengingat nama itu. Sebagai balasnya, Theia mengangguk pelan.

“Benar. Tubuh ibuku tidak sekuat diriku. Kelihatannya dia terlalu sibuk dengan tugas kenegaraan sampai-sampai dia jatuh sakit.”

“Oh iya, Forthorthe yang sekarang sedang…”

Koutarou tidak begitu tahu tentang kondisi Forthorthe saat ini, tapi dia ingat apa yang Theia dan Clan katakan. Ibu Theia, Elfaria, adalah pecinta damai yang ingin melucuti pihak militer. Akibatnya, hubungannya dengan kemiliteran memburuk dan reformasi apapun yang diusahakannya menjadi tertahan. Karena Elfaria harus menekan respon keras dari militer, Koutarou bisa membayangkan betapa sibuknya Elfaria dengan tugasnya. Akibatnya, tubuhnya tidak bisa bertahan dengan semua kerja keras yang harus dilakukannya.

“Itulah sebabnya…walaupun aku sangat tidak ingin melakukan hal ini…”

Theia berhenti sejanak untuk melihat pada setiap orang yang berada di dekat meja teh sebelum melanjutkan bicaranya.

“…Aku berniat kembali ke Forthorthe. Dan aku...akan melepaskan hakku untuk naik takhta.”

Saat Theia mengucapkan kata-kata itu, suasana di kamar 106 menjadi membeku.


Part 3[edit]

Theia datang ke kamar 106 untuk bisa mendapatkan hak untuk naik takhta kekaisaran. Agar dia bisa melakukan hal itu, Theia harus merebut kamat 106. Itulah sebabnya dia datang ke tempat ini dan bertemu dengan Koutarou dan yang lainnya. Dia bertekad bahwa dirinya tidak akan kembali ke Forthorthe sampai kamar 106 berada di bawah kekuasaannya.

Namun, dia tidak bisa melakukan hal itu karena sekarang ibunya jatuh sakit. Alasan sebenarnya Theia menginginkan hak untuk naik takhta adalah agar dia bisa memperkuat pengaruh dirinya dalam kekaisaran dan membantu ibunya yang tengah kesulitan. Itulah sebabnya Theia tidak punya pilihan lain selain kembali ke Forthorthe dan merawat ibunya. Dia tidak sebegitu kekanakannya untuk membiarkan ibunya dan memperjuangkan kebahagiannya sendiri.

Itulah sebabnya Theia harus meninggalkan Bumi dan kembali ke Forthorthe. Dia masih belum menyelesaikan ujiannya, namun karena situasi yang tiba-tiba ini, Theia menjadi ditekan oleh waktu. Jika dia menunggu sampai ujiannya selesai, situasinya mungkin akan berjalan ke arah yang tidak diinginkan. Meskipun Theia enggan, ini adalah hal yang harus dilakukannya.

Jika dia harus meninggalkan Bumi, ada banyak hal yang harus dia lakukan, yang membuatnya tidak bisa tidur sepanjang malam. Bahkan saat matahari sudah terbit pada keesokan harinya, Theia masih bersiap-siap untuk kembali pulang.

“Aku tidak merasa akan ada banyak yang harus dilakukan….tapi kalau aku lihat lagi sekarang, ternyata ada banyak yang harus kulakukan.”

“Sebanyak itulah kita sudah menjalin hubungan dengan orang-orang di planet ini.”

“Benar…”

Surat izin absen yang harus diserahkan ke SMA Kisshouharukaze, perpisahan yang harus diucapkan kepada semua orang yang dikenalnya, dan akhirnya, barang-barang yang harus dikemasnya untuk dibawa ke Forthorthe.

Theia dengan hati-hati menaruh semua barang-barangnya dalam kontainer plastik.

Tas yang dipakainya ke sekolah. Buku catatan yang digunakannya untuk mencatat di kelas. Seragam sekolah yang dipakainya. Baju renang yang dipakainya saat ke pantai tahun lalu. Buku-buku dan CD yang dibelinya. Konsol dan kaset game yang dimainkannya di malam hari.

Theia memiliki barang-barang baik di kamar 106 maupun di kamarnya sendiri di Blue Knight, yang begitu penuh dengan kenangan. Saat dia menyentuhnya, Theia mengingat saat dia menggunakan barang-barang itu. Barang-barang itu bukanlah sembarang benda baginya, seperti yang dikatakan Ruth, semua itu adalah kenangan berharga yang menjadi bukti kedewasaan dirinya di planet ini.

“Berat rasanya harus meninggalkan planet ini…”

“Benar…”

Saat dia pertama kali datang ke sini, Theia ingin menyelesaikan ujiannya secepat mungkin dan segera kembali ke ibunya. Dia hanya menganggap orang-orang di sini sebagai manusia purba dan tidak berniat tinggal di sini untuk waktu yang lama. Namun sekarang, dia ingin tinggal di planet ini selama yang dia bisa, karena dia mulai berpikir bahwa orang-orang di planet ini sebagai sesuatu yang tak tergantikan.

Theia berhenti menata barang-barangnya dan melihat ke arah sebuah tembok. Di sana, sebuah tulip merah yang diawetkan terlihat menghiasi dinding itu. Bunga itu adalah harta paling berharga yang didapatkan Theia di planet ini. Ruth, yang melihat Theia seperti itu, ikut berhenti lalu memanggilnya.

“…Apakah hal yang paling anda sesalkan adalah Satomi-san?”

Ada bunga tulip merah lain yang turut menghiasi kamar Ruth, yang merupakan hadiah dari orang yang sama.

“Benar. Aku tidak akan bisa menepati janjiku untuk bisa selalu berada bersamanya.”

Dulu, Theia dan Ruth telah berjanji untuk hidup bersama dia yang telah memberi mereka bunga-bunga tulip itu. Namun, situasi tidak terduga yang menyangkut ibu Theia membuat mereka berdua harus melanggar janji itu. Dia yang sudah memberi mereka bunga-bunga tulip itu tidak bisa meninggalkan kamar 106 karena situasi yang sedang dialaminya, dan Theia juga harus kembali kepada ibunya sendiri entah bagaimana caranya. Takdir yang mereka jalani tidak bisa dihindari.

“Aku penasaran, apa sebesar ini sajakah tekad kita….”

“Yang mulia…”

Inilah kehidupan yang telah mereka pilih. Walau begitu, kehidupan itu telah berakhir dengan singkatnya. Theia merasa begitu sedih dan merasa bahwa cintanya begitu kurang. Ruth pun merasakan hal yang sama, karena dia juga telah membuat keputusan yang sama seriusnya dengan Theia.

“Maafkan aku, Koutarou…tolong maafkan aku…”, kata Theia yang tanpa sadar juga mengucapkan nama orang yang telah memberinya bunga tulip itu. Karena keputusan pahit yang harus diambilnya, suara Theia terdengar gemetaran.

“Theia, apa kamu punya waktu sebentar?”

Tepat pada saat itulah ada seorang tamu yang muncul di depan kamar Theia.


Part 4[edit]

Koutarou sudah diberikan wewenang untuk mengoperasikan semua fungsi yang ada di kapal luar angkasa Blue Knight, termasuk izin untuk memasuki area tinggal spesial yang hanya bisa dimasuki oleh keluarga kekaisaran. Koutarou menggunakan wewenang itu untuk mengunjungi Theia dan Ruth.

“Tunggu sebentar.”

Koutarou bisa mendengar suara Theia dari sebuah intercom yang ditempatkan di sebelah pintu kamar. Koutarou berdiri di depan pintu kamar Theia, menunggu sampai pintunya dibuka. Sementara itu, dia memeriksa kembali pakaiannya sekali lagi. Karena ini adalah momen yang penting, Koutarou tidak mau terlihat tidak sopan.

Kalau kupikir-pikir lagi, kayaknya ini pertama kalinya aku dateng buat nemuin tuan puteri Theiamillis…

Dulu, Koutarou pernah datang untuk mengunjungi temannya, Theia, namun dia tidak pernah datang untuk mengunjungi tuan puteri Theiamillis. Ini mungkin pertama kalinya Koutarou memperlakukan Theia sebagai seorang tuan puteri. Akibatnya, dia menjadi sedikit gugup.

“…Silahkan masuk.”

Pintu kamarnya mulai bergeser terbuka setelah Theia berbicara. Dari balik pintu itu, tampaklah seorang gadis dengan rambut emas yang memakai gaun. Melihat hal itu, Koutarou pun menunduk dan berlutut.

“…Sebuah kehormatan untuk bisa bertemu dengan anda, tuan puteri Theiamillis. Saya adalah Satomi Koutarou, seorang ksatria pengelana tanpa tuan.”

Koutarou mengucapan kalimat yang mirip dengan dialog yang menjadi bahan latihannya untuk drama. Hasilnya, kalimat itu terucap secara lancar dari mulutnya.

“Koutarou…?”

“Saya datang hari ini dengan maksud memohon sesuatu kepada yang mulia. Saya mohon izin untuk memasuki ruangan anda.”

“Apa yang kau…”

Theia bingung menghadapi Koutarou yang tampak begitu berbeda, sampai membuatnya hanya bisa terdiam memandanginya tanpa memberinya izin untuk masuk.

“Yang mulia, Satomi Koutarou-sama meminta izin anda untuk masuk.”

Karena merasa bahwa Koutarou memiliki sebuah ide di dalam kepalanya, Ruth mendorong Theia untuk mengizinkannya masuk.

“Ah, ya…aku izinkan. Kau boleh masuk.”

Baru pada saat itulah Theia akhirnya mengizinkan Koutarou masuk.

“Terima kasih banyak. Kalau begitu, permisi.”

Koutarou, yang masih gugup, memasuki kamar Theia. Karena Theia tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Koutarou, dia juga merasa gugup. Mereka berdua pun saling berhadapan seakan-akan inilah pertama kalinya mereka bertemu.

“Izinkan saya untuk memberi salam sekali lagi. Saya adalah Satomi Koutarou, seorang ksatria pengelana tanpa tuan”, kata Koutarou setelah melangkah mendekat Theia dan belutut.

“A-Apa keperluanmu datang ke sini? Bicaralah.”

Saat menjawab, suara Theia tampak terdengar melengking karena masih kebingungan. Cara bicara Koutarou dan penyebab sikapnya berbeda dari biasanya. Bajunya masih terlihat biasa, karena dia memakai seragam sekolahnya. Namun yang tampak berbeda adalah dia mengancingkan semua kancing bajunya sampai kancing kerahnya, dan kerahnya pun tampak rapi. Dia bahkan memakai topi sekolah yang tidak pernah dipakainya.

Yang mulia…Tuan…

Ruth dengan tenang mengawasi Theia, yang masih kebingungan, dan Koutarou, yang nampak misterius. Ruth merasa bahwa akan ada sesuatu yang spesial yang akan terjadi.

“Saya datang hari ini untuk memohon sesuatu kepada yang mulia.”

Koutarou masih menundukkan wajahnya sambil terus berbicara. Theia pun menjadi semakin resah melihat Koutarou yang seperti itu, membuatnya berpikir jika orang dihadapannya adalah betul-betul Koutarou.

“Yakni…?”

Theia mendorong Koutarou untuk terus berbicara, sambil terus dirundung keresahan yang luar biasa. Koutarou pun membalas dengan menengadahkan wajahnya, dan menatap lurus ke mata Theia.

Ah…

Tepat pada saat itulah keresahan Theia menghilang dan dia menjadi kembali tenang. Koutarou tampak tersenyum, dengan senyumannya yang biasa, yang disukai oleh Theia dan Ruth.

“Kemampuan saya tidak ada apa-apanya, dan saya hanyalah ksatria desa dengan wilayah kekuasaan sebesar enam tatami.”

Koutarou lalu mengeluarkan sebuah kertas besar dan meletakkannya di atas sebuah kontainer di dekatnya.

Ini..!?

Theia pun terkejut, karena kertas itu adalah kertas catatan skor yang dipakai untuk mencatat poin kepemilikan kamar. Di kertas itu, nama Koutarou dan keempat gadis lainnya ditulis di atasnya beserta poin yang mereka miliki. Namun, hanya ada dua nama yang memiliki poin saat ini, yakni Theia dan Koutarou.

Theia masih memiliki 218 poin, tepat seperti yang diingatnya. Namun, Koutarou memiliki 862 poin sedangkan poin milik para gadis lainnya menghilang. Entah apa alasannya, semua poin selain milik Theia sekarang berada pada Koutarou.

“Tuan Puteri Theiamillis, mohon izinkan saya menjadi hamba tuan puteri.”

“Eh…?”

Kepala Theia berhenti berpikir saat dia mendengar kata-kata tak terduga itu. Dia tidak bisa mengerti dengan apa yang baru saja Koutarou katakan.

“Selamat, yang mulia!!”

Malah, Ruth yang bersorak gembira. Dia rupanya mengerti apa yang Koutarou maksud setelah terus menonton dari dekat.

Jika Theia menerima permohonan Koutarou, Koutarou akan menjadi hambanya baik di atas kertas maupun secara nyata. Ditambah lagi, semua poin itu akan menjadi milik Theia, yang berarti, dia akan menjadi pemilik kamar itu. Itu berarti satu hal.

“Syukurlah, ujian anda telah selesai!! Dengan begini, anda sudah mendapat hak untuk naik takhta!!”

“Hak…naik takhta…?”

Itu berarti Theia sudah menyelesaikan ujian yang telah dijalaninya, dan dia berhak untuk naik takhta.

“Benar! Yang mulia, anda sudah menyelesaikan ujian anda dengan hebat dan memenuhi kewajiban anda sebagai anggota keluarga kekaisaran!”

“Aku, mendapat…hak naik takhta…?” tanya Theia pada Ruth dengan tatapan kosong karena masih terkejut. Meskipun dia sudah melihat senyuman Ruth, rasanya semua itu masih tidak mungkin baginya. Karena ingin mendapat jawaban yang jelas, Theia berbalik menghadap Koutarou.

“Koutarou, apa hal yang dikatakan Ruth benar? Apa aku sudah menyelesaikan ujianku?”

“Belum. Saya masih belum mendengar jawaban dari yang mulia.”

“Jawabanku?”

“Yang mulia, tolong berikan jawaban anda. Maukah anda menerima saya sebagai hamba?”

“Ah…”

Saat merasakan tatapan yang tenang dan suara yang kalem dari Koutarou, Theia akhirnya mengerti akan apa yang sedang terjadi.

Koutarou akhirnya menganggap aku sebagai tuannya…

Pengertiannya itu pun berubah menjadi rasa gembira yang luar biasa, membuat debaran jantung Theia menjadi secepat hentakan drum dalam musik rock. Dia berusaha menahan perasaannya itu lalu memanggil Koutarou.

“…S-Satomi Koutarou.”

Rokujouma no Shinryakusha v13 Illustration 2.jpg

Theia berusaha keras menenangkan dirinya sendiri, namun kata-kata yang diucapkannya terbata-bata dan suaranya terdengar gemetaran. Pandangannya juga mulai buram karena air mata yang mulai muncul. Tidak mungkin dia tetap bisa tenang saat peristiwa ini akhirnya tiba.

“Ya”, jawab Koutarou dengan kepala tetap menunduk sebagai tanda tunduk. Theia pun menyatakan jawabannya saat melihat hal itu.

“Aku akan menerimamu sebagai ksatriaku, dan memberimu gelar Ksatria Biru Theiamillis.”

“…Saya menerimanya dengan penuh hormat, tuan puteri…”

Dengan begitu, sebuah ikrar antara tuan dan hamba pun telah dinyatakan.


Part 5[edit]

Saat tahu bahwa Theia akan pulang ke tempat asalnya, hal pertama yang dikuatirkan oleh Koutarou adalah hak Theia untuk naik takhta. Karena ibu Theia sakit, kemungkinan bahwa Theia akan kembali ke Bumi tampak begitu kecil. Jika hal itu terjadi, Theia akan gagal dalam menjalani ujiannya dan akan kehilangan hak untuk naik takhta untuk selamanya.

Dengan begitu, Koutarou memohon kepada para gadis penjajah lainnya untuk percaya kepadanya dan kepada Theia, dan juga untuk mempercayakan kepadanya semua poin mereka untuk sementara. Para gadis penjajah yang lain setuju dengan hal itu. Kemudian, Koutarou menjadi hamba Theia. Dengan begini, Theia menjadi penguasa sah kamar 106 dan menyelesaikan ujiannya.

Namun, dengan adanya ancaman dari faksi radikal Rakyat Bumi dan gadis penyihir jahat, kamar 106 tidak bisa ditinggalkan dalam kepemimpinan Theia saja. Itulah sebabnya tahap selanjutnya diperlukan.

Kamar 106 Rumah Corona akan diangkat menjadi wilayah Satomi keluarga Mastir, dan Koutarou akan menjadi tuan tanahnya. Setelah Theia kembali dari Forthorthe, Koutarou akan mengembalikan poin yang dipinjamnya dari para gadis penjajah lain, dengan begitu menyelesaikan kedua masalah itu.

Dengan melakukan itu, Theia akan berhasil menyelesaikan ujiannya dan situasinya akan kembali normal. Memang, caranya agak terpaksa, namun tidak akan ada masalah yang muncul dengan cara ini. Solusi yang rumit ini bisa berjalan berkat rasa percaya antara Koutarou dengan para gadis penjajah. Biasanya, Theia tidak akan menerima cara seperti ini, namun dalam kondisi seperti ini, hanya inilah solusi yang ada.

Segera setelah membuat ikrar itu, Theia langsung berlari ke arah Koutarou dan melompat ke arahnya.

“Koutarou!!”

“Wuow!?”

Koutarou tidak pernah menyangka bahwa Theia akan melompat ke arahnya dengan kecepatan penuh. Dengan masih dalam posisi berlutut, Koutarou segera berusaha untuk menangkapnya, sementara Theia yakin bahwa Koutarou akan melakukan itu. Lompatannya begitu cepat dan keras, membuat Koutarou tidak punya pilihan lain selain menangkapnya.

“Kau bilang kau akan menjadi hambaku, Koutarou!! Aku dengar itu dengan telingaku sendiri!! Kau tidak akan bisa menarik ucapanmu!!”

Raut wajahnya yang gembira tampak basah dengan air mata saat dia memeluk kepala Koutarou dengan kedua tangannya, seperti seorang anak kecil yang mendapat boneka yang selalu diinginkannya. Theia memeluk Koutarou seerat mungkin untuk membuat jarak di antara mereka sekecil mungkin.

“Aku tuanmu!! Tidak peduli seberapa jauh kita terpisah, akulah tuanmu sekarang!!”

“H-Hei, Theia…urutannya kebalik. Gimana soal pedangnya!?”

Di Forthorthe, sudah menjadi tradisi untuk menyentuh pundak orang yang diangkat menjadi ksatria dengan pedang di kiri dan kanannya sambil memberikan gelar ksatria kepada orang itu, namun Theia melewatkan hal itu dan malah memeluk Koutarou.

“Tidak apa-apa! Aku sudah melakukan itu setengah tahun lalu! Jawabanmulah yang terlambat setengah tahun!”

“Apa?”

“Fufufu, sebenarnya, Satomi-sama, upacara pemberian gelarnya sudah dilakukan setengah tahun lalu setelah anda bertarung melawan Clan-sama. Tentu saja, anda sedang tidur waktu itu…”, jelas Ruth pada Koutarou sambil tersenyum.

Setengah tahun yang lalu, saat pementasan drama pertama mereka, Koutarou menyelamatkan Theia yang diserang oleh Clan. Sebagai bentuk terima kasih, Theia melakukan upacara pemberian gelar pada Koutarou. Pada waktu itu, Theia masih belum bisa jujur dengan dirinya sendiri, jadi dia melakukan upacara itu secara sepihak sementara Koutarou tertidur. Itulah sebabnya, setelah menerima jawaban Koutarou, upacara yang diadakan setengah tahun lalu itu akhirnya selesai.

“Upacaranya sudah selesai! Berbanggalah, ksatriaku!”

“Yang bener aja! Gimana aku bisa bangga, ngeliat kamu ngegelantung kayak begini!?”

Koutarou masih berlutut sementara Theia memeluk kepalanya. Dia merasa sulit untuk merasa bangga akan hal itu.

“Kau bisa kalau kau mau berusaha!”

“Jelas nggak! Bener-bener deh…padahal aku udah nyoba serius…”

Karena Koutarou akan menjadi hamba Theia, dia ingin mengikuti upacara yang formal. Namun, Theia betul-betul mengabaikan itu dan melewati sebagian upacaranya. Koutarou yang keheranan dengan hal itu kembali ke cara bicaranya yang biasa.

“Hal yang penting adalah memastikan jika perasaan dan sumpahmu sudah membentuk sebuah ikatan baru, bukan upacaranya itu sendiri. Tidak ada upacara yang lebih bermakna dibandingkan ini.”

“Itu argumen yang hebat, tapi itu bukan sesuatu yang bisa kamu jadiin alasan, ya kan?”

“Auu…apa jangan-jangan…kau betul-betul membenciku?” tanya Theia dengan wajah sedih sambil melonggarkan pelukannya pada Koutarou dan melihatnya dengan tatapan kuatir.

“Jelas nggak!”

“Kalau begitu itu bukan alasan. Ini baik bagiku.”

Namun Theia segera kembali tersenyum dan memeluk kepala Koutarou dengan tenaga yang lebih kuat. Karena dia tahu bahwa tidak lama lagi mereka akan berpisah, Theia ingin meninggalkan kehangatannya bagi orang yang dicintainya.

“Ayolah…”

“…Pastikan kau ingat itu, Koutarou”, bisik Theia sambil mengelus kepala Koutarou.

“Inilah aku. Aku bukan puteri yang sempurna. Aku kasar, penuh kesalahan dan egois. Biarpun kita terpisah jauh, jangan pernah lupakan itu…”

“…Theia.”

“Ya?”

“Kamu nggak punya kesalahan sebanyak yang kamu bilang…kamu cuma nggak adil.”

“Fufu, aku akan menganggapnya sebagai pujian.”

Tangan yang masih terus mengelus kepala Koutarou terasa begitu lemah lembut.”

“…Aku tidak akan mengucapkan selamat tinggal.”

“Ya. Kita bakal ketemu lagi, ya kan?”

“Aku tidak tahu kapan…tapi itu rencanaku.”

Theia akan kembali pada ibunya, dan sampai dia tiba pada sebuah kesimpulan, dia tidak akan melihat Koutarou lagi. Namun, Theia tidak mau selesai sampai di situ saja. Dia akan kembali ke Bumi suatu hari nanti dan hidup bersama Koutarou, dan jika masalah sekitar kamar 106 telah selesai pada saat itu, dia mungkin akan membawa Koutarou ke Forthorthe bersamanya. Meskipun Theia enggan untuk pergi, dia masih tidak mau menyerah untuk meraih masa depan yang cerah.

“Tapi…rasanya aneh”, gumam Theia.

“Apanya?”

“Tadi, aku sempat merasa bersalah karena tidak bisa menepati janjiku padamu. Biarpun aku telah memutuskan untuk hidup bersamamu, sekarang aku akan meninggalkanmu disini.”

“Kalau kita ketemu lagi, kamu nggak perlu ngerasa bersalah.”

Koutarou pun telah memutuskan untuk percaya bahwa mereka mempunyai masa depan yang cerah.

“Benar…mungkin karena kau sudah menjadi hambaku. Itulah yang kurasakan sekarang. Aku memang egois, benar?”

“Nah, itu lebih baik. Kamu itu orang yang berdiri di atas orang lain. Kita semua bakal lebih tenang kalau kamu tetap optimis.”

“Apa benar begitu?”

“Jelas. Kamu itu tuan puteriku, tahu?”

“…”

“Kenapa?”

“A….aku senang, tapi…rasanya agak memalukan…”

“Kamu ini…kamu udah ngomong begitu selama setahun ini, jadi jangan sampai malu sekarang.”

“Tapi…sekarang karena aku sudah menjadi tuan puterimu, aku…kau tahu? Aku rasa aku belum siap secara mental…”

“…Aku rasa itu bagian dari kamu yang nggak adil.”

Seakan menjawab curahan perasaan Theia, Koutarou pun membalas memeluk Theia.

“…Karena kau adalah ksatriaku…”

Dengan begitu, mereka berdua membentuk ikatan antara tuan dan hamba, sementara waktu bagi mereka untuk berpisah telah tiba. Namun, tidak ada di antara mereka yang pesimis terhadap hal itu.

Karena mereka percaya bahwa ikatan yang telah mereka bangun hingga hari ini akan membuat mereka bertemu lagi.


Part 6[edit]

Setelah percakapannya dengan Koutarou selesai, Theia menawarkan Ruth untuk berpamitan pada Koutarou yang akan pergi dari kapal itu sementara dia sendiri tinggal di kamarnya. Dia bilang bahwa dia akan kembali menata barang-barang bawaannya.

“…Aku harus berterima kasih pada yang mulia nanti…”

Sambil terus melangkah, Ruth menengok ke belakang untuk sementara. Saat dia melihat ke pintu masuk kamar Theia, Ruth merasa sedikit menyesal.

“Apa maksudnya?”

Saat Koutarou bertanya demikian, Ruth berbalik menghadapinya. Karena mereka hanya berdua saja, Koutarou dan Ruth berjalan sambil bertautan lengan. Hasilnya, mereka menjadi begitu dekat sampai bisa berciuman.

“Yang mulia mungkin memberiku sedikit waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada anda.”

Mendengar hal itu, Koutarou pun berbalik menghadap arah belakangnya. Pintu masuk kamar Theia perlahan tampak semakin jauh, namun Koutarou merasa bisa melihat senyuman Theia.

“…Dia jadi sedikit terlalu baik belakangan ini. Harusnya dia lebih egois lagi sedikit…”

“Mungkin ada benarnya apa yang anda katakan, Tuan.”

“Eh?”

Koutarou berhenti melangkah dan menatap ke arah Ruth, dan Ruth pun melakukan hal yang sama.

“Jika saja yang mulia tahu siapa Tuan sebenarnya. Saya penasaran, apakah yang mulia akan kembali ke Forthorthe semudah itu…”

Ruth bertanya-tanya jika Theia tetap meninggalkan Koutarou atau tidak jika dia tahu bahwa Koutarou adalah Ksatria Biru. Jika dipikir-pikir, memilih untuk meninggalkan Ksatria Biru, yang dicintai oleh seluruh rakyat Forthorthe, adalah sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh keluarga kekaisaran. Tapi, untuk bisa melakukan hal itu, Theia harus menunggu sampai masalah yang dihadapi oleh Kiriha dan yang lainnya terselesaikan. Namun, Theia tidak akan tahu apa yang terjadi terhadap ibunya selama masa itu, dan jikalau Elfaria sampai kehilangan nyawanya sementara Theia tidak ada di Forthorthe, Theia mungkin akan bunuh diri.

Koutarou kuatir akan mempengaruhi Theia dengan hal itu dan sudah memperingatkan Ruth untuk tidak memberitahukan identitas Ksatria Biru pada Theia. Pada waktu itu, perasaan Ruth juga bercampur aduk karenanya, namun sekarang Ruth merasa bahwa keputusan Koutarou sudah tepat.

“Kalau dilihat dari sejarahnya, pihak kekaisaran Forthorthe nggak bisa ninggalin Ksatria Biru gitu aja, ya…”

“Benar. Keputusan anda tidak salah, Tuan. Saya betul-betul berterima kasih atas pertimbangan bijaksana anda”, balas Ruth sambil membungkuk dalam-dalam dan merasa lega di saat yang sama. Jika perasaan Ruth sendiri sampai meluap-luap dan membuatnya mengatakan yang sebenarnya kepada Theia, situasi ini mungkin akan menjadi lebih buruk dibanding saat ini.

“Tapi, menurut pendapat saya pribadi…baik saya maupun yang mulia betul-betul menyesal meninggalkan Tuan”, ujar Ruth yang matanya mulai berkaca-kaca saat dia menengadahkan kepalanya melihat Koutarou. Seperti halnya Theia, Ruth pun sudah bersumpah untuk hidup bersama Koutarou.

“Ruth-san..”

“Maaf, sa-saya…”

Sesaat setelahnya, Ruth melontarkan badannya ke arah Koutarou dan mulai menangis sambil menahan suaranya. Baginya, berpisah dengan Koutarou adalah hal yang sama menyedihkannya seperti berpisah dengan Theia, karena pertemuan antara mereka berdua adalah sesuatu yang ajaib. Sekarang, mereka harus berpisah dengan Koutarou. Tidak peduli seberapa kuat mereka bersumpah bahwa mereka akan bertemu lagi, perpisahan itu tetap menyakitkan. Ruth, yang tidak bisa menahan hal itu lebih lama lagi, hanya bisa menangis karenanya.

“Tuan, kenapa anda muncul di hadapan kami seperti ini? Seharusnya anda muncul dengan cara yang lebih normal lagi!”

Kalau saja pertemuan antara mereka lebih sederhana lagi, mereka berdua bisa membawa Koutarou bersama mereka. Namun takdir tidak mengizinkan hal itu. Koutarou dibutuhkan oleh banyak orang, membuat Theia dan Ruth tidak bisa memilikinya hanya untuk mereka berdua saja.

“Maaf…”

Koutarou hanya bisa meminta maaf. Bagi Koutarou, adalah hal yang sulit juga untuk berpisah dengan Ruth dan Theia, namun tidak ada yang bisa dilakukannya untuk itu. Koutarou punya hal-hal yang harus dilakukannya di Bumi dan Theia harus bertemu dengan ibunya. Yang bisa dilakukan Koutarou adalah meminta maaf kepada Ruth, yang masih terus menangis, dan memeluknya dengan erat.

“Satomi-sama, Satomi-samaa!”

Ruth terus memeluk Koutarou dan menangis sedikit lebih lama lagi, seakan-akan menangis untuk Theia juga.


Part 7[edit]

Theia dan Ruth meninggalkan Bumi pada malam hari itu.

“Semuanya, terima kasih untuk segalanya hingga saat ini.”

“Kami senang bisa tinggal disini. Ucapan terima kasih tidak akan cukup bagi kalian.”

Theia dan Ruth, yang berdiri di sudut kamar 106, mengucapkan salam perpisahan mereka. Di belakang mereka ada sebuah tembok yang bersinar, yang menghubungkan kamar itu dengan kapal luar angkasa mereka, Blue Knight. Berbeda dengan apa yang terjadi setahun lalu, kali ini Theia dan Ruth akan meningglkan Bumi melalui gerbang itu, dan setelah gerbang itu menghilang, mereka berdua tidak akan pernah muncul lagi.Biarpun mereka nantinya akan datang kembali, akan butuh waktu yang lama hingga saat itu akhirnya tiba.

“Theia, ini bukan akhirnya kan?”

Sanae, yang biasanya selalu ceria, sekarang tampak sedih saat melihat ke arah Theia dan Ruth sambil mengingat apa yang dulu dikatakan oleh Theia.

Saat Sanae akan kembali ke tubuhnya sendiri, Theia berkata bahwa ada saatnya bahwa dia sendiri sempat kuatir tentang dirinya yang seorang alien, namun memutuskan untuk mengatasi hal itu. Dia juga mengatakan kepada Sanae untuk berusaha mengatasi ingatannya yang hilang.

Itulah sebabnya Sanae ingin agar Theia bisa mengatasi perpisahan ini. Biarpun Theia harus pergi, Sanae yakin bahwa mereka akan bertemu lagi suatu hari nanti.

“Tentu saja. Aku tidak akan menyerah hanya karena hal semacam ini. Aku sudah memutuskan untuk hidup bersama kalian. Mungkin hal itu tidak akan bisa langsung terlaksana, tapi aku akan segera kembali.”

“Janji?”

“Aku berjanji. Aku tidak berbohong. Tunggulah kepulanganku ke sini.”

“Oke!”

Theia, yang memenuhi harapan Sanae, mengangguk dengan yakin. Sanae akhirnya bisa tersenyum setelah melihat sikap Theia. Karena mereka masih punya kemungkinan untuk bertemu kembali, maka Sanae merasa harus mengantar mereka pergi dengan sebuah senyuman.

“Theia-chan, ini, buat kamu.”

Setelah Sanae, giliran Yurika pun tiba. Dia memberikan Theia sebuah tas belanja dari supermarket dekat tempat itu.

“Hmm? Apa ini?”

“Ini cemilan sama manga yang baru. Aku rasa kamu bakal bosen pas perjalanan balik pulang…”

Tas itu rupanya berisikan perhatian dari Yurika.

Forthorthe berada pada jarak 10 juta tahun cahaya dari Bumi, dan bahkan dengan teknologi dari Forthorthe sekalipun, jarak sejauh itu pun tetap memerlukan beberapa hari untuk ditempuh. Itulah sebabnya Yurika berpikir untuk memberikan hadiah pada Theia yang berfungsi untuk mengisi waktu luangnya, dan, setelah berkonsultasi dengan dompetnya, memutuskan untuk membeli cemilan dan manga.

“Terima kasih, aku pasti akan menikmatinya”, balas Theia sambil menerima hadiah dari Yurika dengan senyuman.

Sebenarnya, Theia punya banyak cara untuk menghabiskan waktu luangnya di dalam Blue Knight, yang bisa dikatakan sebagai kebutuhan dalam perjalanan luar angkasa. Ditambah lagi, jika dia membekukan waktu di dalam kapal itu, mereka tidak akan memerlukan hadiah semacam itu sama sekali. Namun, karena Theia senang dengan perhatian dari Yurika, dia menerima hadiah itu tanpa berkomentar apapun. Dia tidak mengatakan bahwa dia tidak memerlukan hadiah itu, ataupun bertanya-tanya orang macam apa yang memberikan cemilan dan manga dari supermarket kepada seorang tuan puteri.

“Saat aku kembali ke sini, aku akan membawakan buku-buku dan cemilan dari Forthorthe.”

“Oke, makasih ya!”

Theia senang bahwa Yurika tidak menganggapnya lebih daripada teman yang baik. Dia lebih senang diperlakukan demikian daripada diperlakukan dengan hormat sebagai seorang tuan puteri.

“Theia-dono.”

“Kiriha…maaf karena aku harus pergi lebih awal.”

Saat giliran Kiriha tiba, Theia meminta maaf dengan sopan.

Jika masalah Kiriha ikut dipertimbangkan, dengan perginya Theia, maka keseimbangan kekuatan di kamar 106 akan goyah dan membuat Kiriha mendapat lebih banyak masalah. Theia kuatir jika faksi radikal yang menentang Kiriha akan mengambil langkah.

“Satomi Koutarou akan menjadi perwakilanmu dan keberadaan para gadis penyihir jahat sudah dibuktikan. Kemungkinan besar tidak akan ada pergerakan besar untuk sementara waktu.”

Namun, Kiriha sendiri tidak terlihat begitu memikirkan hal itu.

Koutarou akan tetap ada sebagai pemilik kamar itu, dan keberadaan para gadis penyihir jahat yang mengincar kamar 106 sudah dibuktikan. Faksi radikal Rakyat Bumi punya hubungan rahasia dengan para gadis penyihir jahat itu, namun karena mereka tidak bisa menyatakan hal itu secara resmi, mereka tidak akan bisa bekerja sama secara terbuka. Karena itulah Kiriha punya banyak waktu untuk bersiap-siap.

“Begitu ya. Yah, jika kau sendiri yang berkata begitu, mungkin itu ada benarnya.”

“Biar aku yang mengurus hal itu. Kami akan melindungi kamar ini sampai kau kembali.”

“Terima kasih. Aku percayakan itu padamu.”

Theia tahu betul seberapa tangguhnya Kiriha. Biarpun dia bisa melampaui Kiriha dalam masalah kekuatan, Theia masih belum bisa mengalahkannya. Dia merasa bahwa segalanya akan baik-baik saja dalam pengawasan Kiriha.

“…Pardomshiha.”

Sementara Theia dan Kiriha masih berbicara, Clan menarik lengan baju Ruth.

“Clan-sama…sepertinya kita akan berpisah untuk sementara waktu.”

“Ya. Rasanya akan sepi disini tanpa dirimu.”

Clan akan tetap berada di Bumi dan tidak kembali ke Forthorthe. Di atas kertas, dia dikatakan sedang melanjutkan penelitiannya, tapi sebenarnya, dia tetap ada di Bumi untuk membantu Koutarou dan yang lainnya.

“Yang lebih penting lagi, Pardomshiha, mungkin kau harus bersiap-siap menghadapi sesuatu.”

“Eh?”

“Aku tidak mendengar kabar apapun tentang sakitnya Yang Mulia Elfaria dari jaringan informasiku. Dia mungkin berada dalam situasi yang buruk. Itulah sebabnya, tolong jaga Theiamillis-san…”

“Terima kasih banyak, Clan-sama. Terima kasih untuk perhatiannya.”

Keluarga asal Clan, Schweiger, adalah musuh dari keluarga Theia, Mastir. Karena teknologi keluarga Schweiger begitu terkenal, mereka punya hubungan yang baik dengan pihak militer, tidak seperti keluarga Mastir. Akibatnya, Clan bisa mendapat akses terhadap informasi yang berbeda dibanding Theia.

Informasi mengenai kondisi kesehatan Yang Mulia Elfaria seharusnya menjadi sesuatu yang diincar oleh pihak militer dan keluarga Schweiger. Jika informasi itu belum didapat oleh Clan, itu berarti informasi itu pasti begitu dirahasiakan. Biarpun dia tidak mengatakannya secara langsung, Clan takut bahwa Elfaria mungkin sudah meninggal.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?”

Tepat pada saat itulah Theia, yang baru saja selesai berbicara dengan Kiriha, menghampiri mereka. Clan dan Ruth langsung berhenti berbicara dan tersenyum pada Theia.

“Aku hanya menyampaikan beberapa hal pada Clan-sama.”

“I-Itu betul.”

“Baiklah. Kami akan serahkan sisanya padamu setelah kami pergi, Clan.”

“…Baik, biar aku yang urus.”

Clan dan Ruth dengan segera membicarakan hal yang lain, dan untungnya, Theia tidak curiga sama sekali. Theia lalu tersenyum dan menyampaikan salam perpisahannya pada Clan.

“Theia-chan, ini dari aku sama Aika-san.”

“Ini baru kami siapin kemarin, tapi…hati-hati ya.”

“Terima kasih. Kalian berdua, tetap hati-hati juga.”

Shizuka dan Maki juga menyiapkan sebuah hadiah. Saat Theia mengintip ke dalam tas kertas yang didapatnya, dia langsung tersenyum.

“Pakaian, ya…hadiah yang bagus.”

Hadiah dari Shizuka dan Maki adalah pakaian-pakaian dan aksesoris dari toko di depan stasiun. Barang-barang itu merupakan barang khas dari Bumi dan bisa dipakai untuk waktu yang lama. Theia, yang juga seorang gadis, senang mendapat hadiah itu.

“…Kok kayaknya aku kalah ya…”, ujar Yurika yang membandingkan harga, kualitas dan nilai ke-gadis-an dari hadiah Shizuka dan Maki, lalu tertunduk lesu.

“Tenang, Nijino-san. Theiamillis-san juga senang dengan hadiahmu.”

“Benar. Seperti yang Harumi katakan, hadiahmu juga punya keindahan tersendiri. Kau tidak perlu malu.”

“Baguslah kalau begitu.”

“Dan, Nijino-san, kalau kamu malu dengan hadiahmu, aku sendiri malah lebih malu dengan hadiahku…ini, Theiamillis-san.”

“Ini..?”

“Ini naskah untuk pementasan drama. Aku dapat tanda tangan dari semua anggota klub drama di dalamnya.

“Oh!”

Selanjutnya, Harumi memberikan Theia naskah dari pementasan drama di bulan Januari. Sampulnya sudah dipenuhi dengan tanda tangan dari anggota klub drama. Harumi sudah berjuang keras untuk bisa mendapatkan itu.

“Pasti sulit untuk mendapatkan ini.”

“Tidak. Saat aku menghubungi mereka, mereka semua mau menandatanganinya…mereka bilang untuk menyampaikan salam juga dari mereka.”

“Begitu ya…kalau saja aku punya lebih banyak waktu, aku juga ingin mengunjungi klub drama…”, balas Theia sambil mengelus sampul naskah itu sebelum akhirnya melihat melewati jendela ke arah SMA Kisshouharukaze. Drama yang dipentaskan di sana sudah menjadi peristiwa penting yang membuat Theia menjadi lebih dewasa.

“Berkat naskah Theiamillis-san, aku jadi punya banyak teman…itu sebabnya sekarang aku sedih.”

“Harumi…aku juga merasa begitu. Aku juga ingin berbicara banyak denganmu suatu hari nanti.”

Theia dan Harumi lalu berjabat tangan. Mereka berdua sama-sama saling mengagumi satu dengan yang lainnya, dimana Theia mengagumi sikap Harumi sebagai tuan puteri saat pementasan drama dan Harumi mengagumi keberadaan Theia yang bagaikan matahari. Karena mereka sama-sama memiliki sesuatu yang tidak dimiliki yang lainnya, ada banyak hal yang mereka bisa saling pelajari. Itulah yang membuat mereka berdua sama-sama menyesal untuk berpisah.

“Theia, Ruth-san.”

Setelah menunggu sampai para gadis menyampaikan salam perpisahan mereka, Koutarou akhirnya maju sebagai yang terakhir.

“Koutarou.”

“Satomi-sama, terima kasih untuk segalanya hingga saat ini...”

Theia dan Ruth berdiri di hadapan Koutarou dan melihat ke wajahnya. Mereka berdua sudah mendapat banyak teman di ujung jagad raya ini, dan juga bertemu dengan orang yang mereka cintai seperti halnya sebuah mukjizat. Mereka hanya bisa menahan diri untuk tidak menangis sebelum menyampaikan salam perpisahan mereka.

“Theia, kamu udah berjuang keras. Kamu bisa pulang dengan bangga dan ketemu sama ibumu setelah waktu yang lama ini.”

“Ya…itu yang akan aku lakukan…”

“Kamu juga, Ruth-san. Pulanglah ke keluargamu dan habiskan waktu sama mereka, terus kesini lagi kapan-kapan. Kita bakal tunggu kedatangan kalian.”

“Satomi-sama…baik…baik!”

Karena sudah tidak tahan lagi, Ruth pun mulai menangis. Hubungan antara mereka tidak begitu lemah sampai membuatnya bisa menahan hal itu.

“Koutarou. Aku akan tinggalkan kamar ini padamu. Walaupun wilayahmu kecil, jangan sampai kau lengah. Lindungilah sebagai pemilik wilayah ini sampai aku kembali nanti.”

“Jangan kuatir. Aku orang yang ngelindungin kamar ini ngelawan puteri Theiamillis dari Kekaisaran Galaktik Suci Forthorthe tanpa mundur selangkahpun.”

“…Itu benar.”

Air mata pun mulai muncul di pelupuk mata Theia yang nampak sembab, namun dia tidak meneteskannya sama sekali. Itu karena harga dirinya sebagai seorang tuan puteri, dan simbol tekadnya yang kuat untuk kembali ke Bumi.

“Aku rasa sudah waktunya aku pergi.”

“Kamu mau pergi sekarang?”

“Ya. Semakin lama aku berada di sini, semakin aku ingin membawa kalian semua bersamaku…Ruth.”

“Baik. Semuanya, terima kasih banyak….sampai jumpa.”

“Sampai jumpa.”

Theia dan Ruth menyampaikan salam perpisahan mereka sekali lagi sebelum berbalik dan masuk ke gerbang menuju Blue Knight.

“Theia, kirim surat ya! Nanti aku kirim juga!”

“Sampai jumpa, Theia-dono. Aku akan menantikan hari dimana kita akan bertemu lagi.”

“Theia-chan! Aku simpen lanjutan manganya disini ya!”

Ketujuh gadis lain pun menyampaikan salam mereka pada Theia dan Ruth. Saat mendengar seberapa banyak dan keras suara-suara itu, Theia dan Ruth menjadi sadar seberapa terberkatinya mereka.

Gerbang menuju Blue Knight pun terbuka begitu mereka berdua mendekatinya. Tepat pada saat itu, Koutarou tiba-tiba merasa ingin menghentikan mereka berdua.

Tunggu, jangan pergi!

Namun, pada akhirnya Koutarou tidak bisa mengucapkan hal itu. Dia tahu bahwa hal itu akan membuat mereka berdua semakin kesusahan. Kata-kata itu hanya menggema di dalam diri Koutarou. Hanya dialah yang tidak mengatakan apapun. Namun, tepat saat Theia dan Ruth akan menghilang, mereka dengan santai menengok ke belakang mereka, seakan suara di dalam diri Koutarou terdengar oleh mereka. Mereka berdua hanya menatap Koutarou, seakan ingin mengecap dirinya di dalam ingatan mereka.

Theia, Ruth-san…

Sesaat berikutnya, mereka berdua menghilang dibalik balutan cahaya.

Kedelapan orang lainnya tidak mengatakan apapun, dan kesunyian memenuhi ruangan itu. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya suara kembali muncul dari dalam ruangan itu, dan tepat sebelumnya, sebuah bintang jatuh berwarna biru melintas melewati langit yang cerah dan berbintang.


Kembali ke Ilustrasi Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 2