Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 13 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Pertempuran Darat[edit]

Part 1[edit]

Sabtu, 22 Mei

Tiga hari yang diajukan Clan kepada pihak militer digunakan untuk berbagai persiapan, yakni perbaikan darurat bagi Blue Knight, menyiapkan tempat mengungsi di darat, memindahkan para penduduk sipil yang dibawa Theia ke Hazy Moon dan banyak lagi.

Setelah mengumpulkan informasi dan melakukan rapat berulang kali, Kiriha memutuskan untuk menugaskan setiap orang sebagai berikut:

Pertama, Theia, Ruth dan Koutarou akan ditempatkan di Blue Knight. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar Elfaria dan Theia tidak berada di tempat yang sama dan agar mereka tidak bisa diserang di saat yang bersamaan. Dalam kasus terburuk, Theia dan Ruth harus meninggalkan Bumi. Koutarou ditempatkan di Blue Knight agar dia bisa merespon masalah yang terjadi baik di luar angkasa maupun di darat. Jika para gadis mengalami masalah di darat, dia bisa kembali ke sana dan membantu mereka, dan jika musuh menyerang di luar angkasa, maka Koutarou akan tetap berada di kapal dan mengendalikannya. Karena melakukan hal yang sebaliknya malah akan lebih sulit, Koutarou ditempatkan di kapal.

Clan akan mengendalikan Hazy Moon dan membawa para penduduk sipil menjauh dari medan pertempuran. Karena dia akan menggunakan kemampuan siluman kapalnya, Clan tidak perlu kuatir akan sampai terseret secara paksa. Peran Clan adalah untuk bersiap siaga, melindungi para penduduk sipil dan membantu Koutarou dan yang lainnya dalam situasi darurat.

Keenam gadis sisanya akan melindungi Elfaria di darat. Para bawahan Kiriha akan membantu dalam hal ini, namun karena Kiriha dan bawahannya berasal dari faksi konservatif, tidak banyak di antara mereka yang punya pengalaman bertempur. Kiriha juga perlu menyisakan sebagian anggotanya untuk menahan faksi radikal. Karena itulah, Kiriha hanya bisa membawa kurang lebih belasan orang dalam waktu singkat yang dimilikinya. Dengan menambahkan bawahannya, jumlahnya menjadi 20. Kiriha menduga bahwa pihak musuh akan membawa sekitar 50 orang. Meskipun para gadis memang betul-betul kuat, sulit untuk dikatakan jika mereka bisa melindungi Elfaria.

Medan pertempuran yang dipilih oleh Kiriha adalah bukit di pinggir kota Kisshouharukaze. Hal ini bertujuan untuk membuat pertempurannya tidak mempengaruhi kota dan untuk bisa menyiapkan jebakan sebelumnya. Untuk alasan itu, Kiriha ingin pertempurannya berada di luar kota, tapi kalau sampai terlalu jauh, dia akan menghadapi pasukan dengan jumlah yang lebih dari yang dibayangkannya. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memikirkan dimana sebaiknya pertempurannya berlangsung agar tetap berada dekat dengan kota, namun cukup jauh agar kotanya tidak sampai mengalami kerusakan.

Suara Ruth yang terdengar tegang bisa terdengar mengisi anjungan Blue Knight, yang sekarang sudah hampir kosong.

“Yang mulia, Satomi-sama, saya mendapat laporan bahwa peluncuran di darat sudah berhasil sesuai rencana.”

“Jadi kita masih berhasil tepat waktu…”

Setelah melirik ke arah Ruth yang duduk di kursi operator, Theia bersandar di kursinya sendiri sambil menghela nafas lega. Dia tidak tahu jika semua persiapannya akan bisa selesai tepat waktu, namun untungnya, semua persiapan telah selesai, dan sekarang yang mereka perlu tunggu adalah kedatangan pihak musuh.

“Kita beruntung musuh kita Elexis.”

Sambil melihat layar yang menampilkan status di darat, Koutarou memastikan persiapan terakhir sudah selesai sebelum duduk di kursi di dekatnya dan menoleh ke arah Theia.

“Apa maksudnya?”

“Dia udah mikirin apa yang bakal terjadi habis pertempuran ini, jadi dia nggak akan nyerang sampai beberapa waktu setelah Clan pergi. Kalau musuh kita cuma ksatria sama tentara, mereka mungkin udah maju nyerang duluan.”

Koutarou melihat Elexis sebagai orang yang tenang dan penuh perhitungan. Itulah hal yang didapatnya dari pengalaman selama di Forthorthe zaman dulu. Karena Elexis terlihat mirip dengan Dextro, orang yang sudah memberikannya banyak masalah, Koutarou menjadi lebih hati-hati dengan Elexis.

“Orang kayak itulah musuh kita, Theia. Jangan terlalu nafsu sama kemenangan di depan matamu. Kalau sama dia, ada kemungkinan kita nggak akan bisa bertarung lagi biarpun kita menang.”

“…”

Mata Theia terbelalak saat mendengar kata-kata Koutarou, bukan karena dia tidak mengerti apa maksud Koutarou, tapi justru karena kata-kata Koutarou terdengar begitu cocok bagi seorang ksatria, bagi seorang komandan.

“Kenapa, Theia?”

“T-Tidak…hanya saja…kau begitu tenang…aku…”

Sejauh yang Theia tahu, Koutarou mungkin punya pengalaman bertarung, tapi seharusnya dia tidak punya pengalaman apapun dalam perang. Seharusnya ini pertama kalinya Koutarou mengalami hal seperti ini, namun begitu, Koutarou nampak tenang, seakan-akan dia adalah seorang veteran yang sudah menjalani banyak perang sebelumnya.

Oh, sial…tapi mau gimana lagi, aku nggak bisa nyembunyiin itu di situasi begini…

Pada saat itulah Koutarou sadar bahwa tingkahnya tidak cocok bagi seorang murid SMA. Namun karena dia tidak bisa bertingkah kembali sebagai seorang murid SMA, dia mencoba menutupi hal itu.

“Setelah bertarung beberapa kali, aku juga bakal mulai berpikir loh.”

“…Benar juga. Maaf sudah berkata yang aneh-aneh. Lupakan saja itu.”

Untungnya, Theia tidak berkata apa-apa lagi. Dia punya banyak hal untuk dipikirkan yang membuatnya tidak punya waktu untuk memikirkan tingkah Koutarou.

“Yang mulia, Satomi-sama, ada pergerakan di darat.”

Berkat laporan Ruth, Theia menjadi lupa dengan tingkah Koutarou berbarengan dengan kembalinya ketegangan di wajahnya. Koutarou pun melakukan hal yang sama.

“Ada apa?”

“Kita kehilangan sinyal dari dua alat pengintai tanpa awak yang berpatroli di luar area operasi.”

“Kalau dua yang hilang, itu bukan kecelakaan atau hewan liar! Theia, mereka udah dateng!”

“Ya!”

Sesaat setelahnya, anjungan yang tadinya sepi menjadi begitu berisik. Segala macam informasi mulai ditampilkan di layar-layar dan sirine peringatan berbunyi saat kecerdasan buatan kapal memberi mereka pesan.

“Tepat sebelum sinyal para alat pengintai itu hilang, mereka mendeteksi adanya gempa ruang yang lemah! Kelihatannya para tentara di darat mendapat bantuan dari armada di orbit!”

Arti dari bantuan yang dimaksud Ruth adalah cara yang sama yang digunakan Theia dan Ruth untuk menggunakan Blue Knight untuk memanggil senjata. Elexis sudah memanggil senjata untuk menghancurkan alat pengintai tanpa awak itu.

“Jadi itu langkahmu ya, Elexis!”

“Apa maksudnya?”

“Elexis berniat nyerang dari darat sama luar angkasa bareng-bareng!”

“Begitu rupanya. Kalau kita biarkan, pasukan darat akan kalah!”

Theia langsung mengerti rencana Elexis dari penjelasan Koutarou.

Blue Knight saat ini sedang mengurangi keluaran tenaganya dan berpura-pura menjadi asteroid yang mengorbit Bumi. Hal itu akan membuatnya sulit untuk ditemukan, namun Elexis memutuskan untuk memancingnya keluar. Dengan memanggil senjata dan menghancurkan kedua alat pengintai itu, dia mengirim pesan bahwa jika Blue Knight tidak muncul, ketiga kapal miliknya akan membantu para pasukan darat. Meskipun pihak Koutarou punya kemungkinan menang melawan pasukan darat saja, namun dengan adanya bantuan dari kapal-kapal itu, para gadis tidak akan punya kemungkinan menang. Itu berarti mereka tidak akan bisa melindungi Elfaria. Ini situasi yang membuat Theia dan yang lainnya harus menampakkan diri mereka.

“Ruth-san, dimana armada musuhnya!?”

“Sedang diperhitungkan!”

Ruth dengan sibuk menggerakkan tangannya mengoperasikan panel komputer. Dia sedang berusaha menemukan keberadaan armada musuh dengan melacak sinyal yang dikirim saat senjata itu sedang ditransfer. Saat mengirimkan senjata pergi dan kembali, proses itu memerlukan pesan yang menggunakan gelombang gravitasi. Dengan menggunakan data dari kedua alat pengintai dan dari Blue Knight, Ruth sedang berusaha melacak asal sinyal itu. Meskipun dia tidak tahu apa isi pesannya, dia bisa tahu kekuatan dan arah sinyalnya. Dari hal itu, dia bisa memperhitungkan lokasi sumber sinyalnya.

“Sudah kutemukan, ketiga kapalnya ada di sisi jauh bulan!”

Ruth menampilkan hasilnya dalam hologram. Saat dia melakukan hal itu, Koutarou bisa mengerti niat Elexis.

“Gitu ya, dari posisi ini, mereka bisa nyerang habis-habisan!”

Melihat apa yang terjadi di balik bulan dari Bumi adalah hal yang tidak mungkin, dimana armada beranggota tiga kapal itu bersiap. Dari sana, mereka bisa bertarung sesuka mereka tanpa takut diketahui oleh penduduk Bumi. Masalah yang tersisa hanyalah satelit-satelit yang mengorbit Bumi, tapi karena hanya ada sebagian kecil satelit yang mampu memantau sisi jauh bulan, tidak akan sulit untuk menangani hal itu menggunakan keunggulan teknologi Forthorthe.

“Blue Knight! Lepaskan kamuflase. Atur keluaran generatornya menjadi maksimum! Pergi ke orbit bulan menggunakan warp pendek!”

“Baiklah, tuan puteri.”

Setelah mendengar laporan dari Ruth, Theia memerintahkan Blue Knight untuk bergerak. Sudah jelas bahwa ini adalah jebakan, namun mereka tidak punya pilihan selain melangkah ke dalamnya.

“Theia, keluarin zirahku! Biar aku yang kendaliin lambung Blue Knight!”

Zirah Koutarou sebenarnya adalah alat untuk mengendalikan kapal. Dengan mengenakan zirah itu dan bergerak, kapal itu akan mengikuti gerakan si pengguna zirah. Walaupun Blue Knight adalah kapal perang, dia memiliki bentuk seperti manusia, yang membuatnya bisa mengubah arah senjata dan roket pendorongnya, membuatnya menjadi karakteristik unik Blue Knight

“Tunggu, Koutarou! Kau harus pergi ke darat!”

Namun, Theia menggelengkan kepalanya menolak usulan Koutarou. Dalam pertempuran tiga lawan satu ini, sulit untuk menang tanpa menggunakan karakteristik unik Blue Knight. Namun, walaupun dia mengetahui hal itu, THeia ingin Koutarou pergi ke Bumi untuk menolong teman-teman mereka di sana.

“Apa maksdunya!? Kalau gitu, nanti kalian berdua bakal—“

“Dengar! Akan butuh waktu bahkan bagi Blue Knight sekalipun untuk sampai ke sisi jauh bulan! Aku juga tidak mau orang-orang kita di darat sana kalah sebelum itu terjadi! Jadi, pergilah ke sana!”

Dengan membelokkan ruang dan waktu untuk bergerak, yang juga disebut sebagai warping, Blue Knight bisa tiba di sisi jauh bulan dalam sekejap. Namun karena mereka hanya akan menjadi sasaran empuk jika mereka tiba di ujung warp di hadapan tiga kapal, mereka harus melakukannya dari jarak yang agak jauh untuk bisa menghindari serangan itu. Itu berarti, setelah warp mereka harus menggunakan cara biasa untuk bergerak ke sisi jauh bulan, dan itu membutuhkan waktu. Jika orang-orang di darat berhasil dikalahkan dalam kurun waktu itu, maka semua itu akan jadi sia-sia. Itulah sebabnya Theia ingin Koutarou pergi ke darat untuk mengulur waktu.

“…Aku ngerti. Hati-hati ya, Theia”, balas Koutarou dengan menahan rasa kuatirnya dan memutuskan untuk mendengarkan perintah Theia.

“Aku tahu. Aku tidak akan berusaha terlalu keras untuk menang. Aku hanya akan mengitari mereka sambil mengganggu komunikasi mereka.”

Theia berkata bahwa dia hanya akan mengitari mereka, tapi nyatanya, hal itu akan sulit untuk dilakukan. Koutarou juga tahu bahwa itu berbahaya, namun karena mereka tahu bahwa hal itu harus dilakukan, mereka tidak membahas hal itu lebih lanjut.

“Ruth-san, tolong jaga—tunggu, aku nggak perlu bilang begitu.”

“Tidak, saya akan ingat baik-baik kata-kata anda.”

Saat Ruth berkata demikian, lantai anjungan pun terbuka dan sebuah zirah biru yang berdiri tegak mulai muncul dari dalamnya. Setelah memakainya, Koutarou akan pergi ke darat.

“…Koutarou, sebelum kau pergi, katakanlah sesuatu kepada kami.”

“Sesuatu? Kayak apa?” tanya Koutarou sambil masuk ke dalam zirah yang baru saja terbuka untuknya. Zirah itu lalu menutup secara otomatis dan membuat beberapa perubahan. Motor penggerak zirah itu lalu menyala dan mengubah posisi persendian zirahnya untuk mengurangi beban Koutarou – proses mulai yang biasanya.

“Apapun yang bisa membangkitkan semangat kami.”

“Kelihatannya mudah, kalau buat kamu, tapi itu bagian yang paling susah.”

“Tidak apa-apa, katakan saja sesuatu.”

Theia tahu bahwa ini mungkin menjadi terakhir kalinya mereka akan saling bertemu satu sama lain. Itu sebabnya dia setidaknya ingin mendengar kata-kata Koutarou untuk yang terakhir kalinya. Dia tidak peduli jika kata-kata itu tidak berarti apa-apa, karena yang dipedulikannya hanyalah perasaan di balik kata-kata itu.

“Theia, kalau semua ini udah selesai, aku bakal nemenin kamu main game selama yang kamu mau.”

“…Sekarang karena kau sudah berkata seperti itu, aku tidak akan membiarkanmu tidak menepatinya.”

Theia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya. Berbagai macam perasaan yang tertuang dalam kata-kata itu membuat dirinya hampir menangis, namun Theia menahannya dan tersenyum sebagai gantinya.

“Oke, dan, Ruth-san.”

“Ya?”

“Pikirin sesuatu yang kamu mau. Setelah pertempuran ini selesai, aku bakal dengerin segala permintaan yang kamu mau.”

“Apapun?”

“Ya.”

“…Baiklah. Saya punya permintaan spesial, jadi saya akan pilih yang itu.”

Mata Ruth mulai berkaca-kaca, namun karena dia tidak boleh tampak lemah sebelum pertempuran dimulai, Ruth menyeka air matanya dan mempersiapkan dirinya.

“…Tidak adil. Kenapa aku hanya mendapat game, sementara Ruth mendapat segalanya? Kau terlalu baik pada Ruth. Aku minta kau untuk memperbaiki ketidakadilan ini.”

“Tentu aja. Memangnya kau pikir kau siapa?” balas Koutarou dengan tersenyum kecut sambil berjalan ke arah pintu keluar anjungan. Dia akan menggunakan sekoci kecil untuk pergi ke Bumi, yang berada di luar anjungan.

“Aku adalah tuan puterimu! Perlakukan aku dengan lebih baik lagi!”

“Kalau gitu, kamu udah tahu.”

“Tidak.”

“Dasar bodoh.”

Setelah keluar dari anjungan, Koutarou berbalik untuk menghadap Theia dan Ruth satu kali lagi.

“…Theia, kamu punya hak buat minta apapun dari aku kapanpun kamu mau.”

“Itu…”

Theia terkejut dengan kata-kata Koutarou, dan itu terlihat dari raut wajahnya. Saking terkejutnya Theia, dia sampai lupa dengan apa yang ingin dikatakannya, namun dia hanya terdiam selama sesingkat itu saja. Saat dia sadar bahwa pintu yang mengarah ke luar anjungan akan menutup, Theia berusaha memanggil Koutarou.

“Kalau begitu, sebaiknya kau nanti kembali padaku!”

“Baiklah, tuan puteri.”

Dengan kata-kata itu sebagai penutup, pintu itu pun tertutup dan membuat Koutarou menghilang dibaliknya.

“Syukurlah, yang mulia”, kata Ruth sambil tersenyum pada Theia setelah pintu itu tertutup. Namun, Theia justru tertunduk lemas.

“…Seharusnya aku mengatakan sesuatu yang lebih bisa menyemangatinya…”

Karena Theia melepas Koutarou pergi dengan mengatakan sesuatu yang egois, hal itu membuatnya menyesali perbuatannya.

“Fufu…anda bisa mengatakannya saat kalian bertemu lagi.”

“Benar juga…kalau kita bertemu lagi, akan kulakukan itu”, balas Theia sambil tersenyum simpul dan menutup matanya.

Karena dia akan masuk ke dalam jebakan atas kemauannya sendiri, kemungkinan besar dia tidak akan mendapatkan kesempatan itu. Namun, berkat hal itu, Theia menjadi memiliki alasan untuk menang apapun yang terjadi.

Dia akan berjuang dan bertarung untuk bertemu kembali dengan Koutarou untuk mengatakan sesuatu selayaknya sebagai seorang tuan puteri.

Sebuah tekad yang kuat pun muncul dari dalam dada Theia yang mungil.


Part 2[edit]

Saat Koutarou mulai menembus atmosfir, pertempuran di darat baru saja akan dimulai. Informasi itu dikirimkan kepada Elfaria, yang sedang bersama Harumi.

“Harumi, pertempurannya akan dimulai. Sayangnya, hanya sejauh inilah aku bisa membantu.”

Clan, yang memberikan info itu pada Harumi, memposisikan kapalnya, Cradle, di langit untuk mengawasi pertempuran itu. Namun, tidak peduli seberapa hebat Cradle bisa menutupi keberadaannya, kemungkinan setelah pertempuran dimulai, musuh yang berada terlalu dekat dengannya akan bisa mendeteksi keberadaannya. Clan lalu memutus hubungan komunikasinya dan mengambil posisi yang lebih tinggi.

“Terima kasih banyak, Clan-san. Sampai ketemu nanti.”

“Semoga kalian berhasil.”

“Ya, terima kasih.”

Setelah Harumi mengucapkan terima kasih untuk yang kedua kalinya, Clan memutuskan panggilan itu. Setelah mengoperasikan gelangnya dan memutuskan panggilan itu juga dari sisinya, Harumi berbalik menghadap Elfaria.

“Yang Mulia Elfaria, kelihatannya pertempurannya akan dimulai.”

“Begitu rupanya…”, balas Elfaria sambil melihat ke luar jendela.

Saat ini, Harumi dan Elfaria ada di dalam sebuah rumah kecil di gunung. Karena rumah itu berada di tengah-tengah hutan rimba, yang bisa terlihat dari balik jendela itu hanyalah hutan. Namun Harumi tahu bahwa Elfaria tidak melihat ke arah pepohonan itu, melainkan ke arah Kiriha dan yang lainnya, yang berada jauh di sana di balik pepohonan itu. Dia kuatir terhadap mereka yang berusaha menolongnya.

“Tidak kusangka aku sampai membuat mereka yang tidak ada kaitannya denganku bertarung untukku…”

Elfaria betul-betul menyesali situasi yang saat ini sedang dialaminya. Karena dia sudah menyerukan pelucutan senjata bagi militer, dia menjadi memaksakan orang-orang yang tidak terkait untuk bertarung. Terlebih lagi, orang-orang yang dimaksud termasuk beberapa gadis muda. Walau hal itu tidak bisa dihindari, Elfaria masih tidak bisa menerima hal itu.

“Yang mulia, tolong jangan berkata begitu. Kami mungkin tidak tahu tentang Forthorthe, tapi kami kenal Theiamillis-san. Dia gadis yang hebat dan teman yang baik, dan yang mulia sendiri adalah ibunya. Hanya itu alasan yang kami perlu untuk mempertaruhkan nyawa kami.”

“Harumi…tapi…”

“Walau begitu, apa yang mulia tidak mau mengakui bahwa kami adalah teman-teman Theiamillis-san?”

Walaupun tahu bahwa dia sedang berbicara dengan seorang permaisuri, Harumi mengutarakan pendapatnya tanpa gentar.

Kalau aku betul-betul tahu kondisi Forthorthe pada saat ini, aku mungkin tidak akan bisa berkata seperti ini…

Yang Harumi ketahui mengenai Forthorthe adalah kondisinya di masa lalu yang digunakan sebagai latar cerita untuk drama. Dia sudah mengingat setiap detil latar ceritanya, namun dia tidak tahu apa-apa tentang Forthorthe saat ini. Karena itulah, dia menganggap Elfaria sebagai ibu Theia, dan bukan sebagai seorang permaisuri, untuk membuatnya bisa mengatakan apa yang dia rasakan. Di saat yang sama, Harumi tahu bahwa apa yang dikatakannya begitu lancang, dan hanya bisa merasa bahwa hal itu lucu.

“Harumi, kamu…”

Walaupun apa yang dibicarakannya adalah topik yang serius, Harumi nampak tersenyum senang dan tulus. Melihat hal itu, kesan Elfaria terhadap Harumi pun berubah.

Tekad dalam kata-katanya…sikapnya yang anggun dan elegan…dia terlalu baik untuk seorang gadis biasa…gadis ini memang betul-betul…

Harumi adalah gadis yang pemalu, tapi dalam sebuah krisis, sesuatu di dalamnya akan muncul. Elfaria merasa bahwa sesuatu itu terasa begitu agung dan indah, seakan-akan Harumi sudah dirasuki oleh seorang tuan puteri.

“Maafkan saya, saya sudah tidak sopan…saya mohon maaf.”

Karena salah mengira kata-kata Elfaria yang terbata-bata sebagai penolakan, Harumi meminta maaf sambil menundukkan kepalanya. Dia menyesal sudah berkata berlebihan.

“Tidak, Harumi. Aku hanya begitu terkesan memikirkan betapa hebatnya teman-teman yang sudah dimiliki oleh Theia”, balas Elfaria sambil tersenyum. Elfaria tidak berbohong, karena dia merasa bahwa Theia sudah diberkati dengan teman-teman yang hebat. Namun, karena hebatnya teman-temannya itu, Elfaria menjadi kuatir karena alasan yang berbeda, membuatnya merasakan sesuatu yang rumit bagi seorang ibu yang ingin putrinya hidup bahagia.

“Benarkah? Saya senang mendengar hal itu.”

“Itulah sebabnya aku berharap mereka semua akan baik-baik saja…”

“Pasti. Saya yakin mereka akan kembali dengan selamat.”

“…Kamu sungguh kuat, Harumi.”

“Itu karena saya seorang gadis…bukankah anda juga dulu seperti itu, yang mulia?”

“Benar. Aku percaya akan perasaan yang kuat dari masa lalu itu dan akan menunggu.”

“Baik.”

Namun, hanya sejauh itulah mereka berdua bisa tersenyum.

Sebuah ledakan bisa terdengar dari tempat yang jauh.

Pertempuran akhirnya dimulai.


Part 3[edit]

Cahaya yang menyilaukan muncul di sudut layar yang sedang diamati oleh Clan. Gambar itu pun bergerak, memposisikan cahaya itu di tengah-tengah layar sambil membesarkan ukurannya. Yang sedang ditampilkan adalah gambar ledakan dan debu yang tertiup. Itu adalah tanda bahwa sebuah serangan yang menggunakan semacam senjata sudah dilakukan.

“…Akhirnya dimulai juga…”

Clan sedang duduk di anjungan Hazy Moon dan mengoperasikan sebuah panel dengan cepat, memberikan perintah kepada Cradle yang terletak di atas medan pertempuran. Meskipun dia tidak bisa membantu lebih dari itu, dia ingin mendapatkan informasi mengenai apa yang akan terjadi dalam kasus terburuk. Clan mengaktifkan semua sensor Cradle dan mencoba memastikan situasi yang terjadi. Data yang dikirim dari Cradle lalu diproses dan muncul sebagai gambar di layar, satu demi satu.

“Yang mulia…”

“Tuan puteri, semoga anda baik-baik saja…”

Setiap kali ada gambar yang muncul, suara-suara berbisik di anjungan pun perlahan bertambah keras. Saat itu bukan hanya Clan yang berada di anjungan Hazy Moon. Sebagian penduduk sipil yang dibawa oleh Theia pun berada di sana. Mereka cemas akan keselamatan Elfaria dan Theia dan memohon pada Clan untuk bisa berada di anjungan dengan syarat mereka tidak mengganggunya. Clan menuruti permohonan mereka, dan hasilnya, belasan pria dan wanita sedang menatap layar komputer itu dengan kuatir.

Sejujurnya, aku iri, Theiamillis-san…

Clan yang dulu kemungkinan akan mengusir mereka dari anjungan, tapi sekarang, dia tidak hanya membiarkan mereka berada di sana, tapi juga merasa iri dengan Theia. Jika Clan berada di posisi yang sama dengan Theia, apakah para penduduk juga akan kuatir padanya seperti ini? Clan tidak cukup yakin untuk bisa berkata ‘ya’, dan hal itu membuktikan bahwa dirinya masih kurang layak untuk bisa disebut sebagai tuan puteri. Situasi itu membuat Clan teringat betapa bodohnya dirinya dulu.

“Tidak perlu khawatir, semuanya. Theiamillis-san dan yang lainnya adalah orang-orang yang kuat, dan dalam kasus terburuk, Hazy Moon akan datang menolong mereka. Kalian masih bisa menonton dengan tenang.”

Clan sudah jauh berbeda dengan dirinya yang dulu. Itulah sebabnya apakah para penduduk akan kuatir padanya atau tidak akan perlahan berubah.

“Tuan puteri Clariossa…kami berterima kasih atas perhatian anda.”

“S-Sudah sepantasnya. Kalian semua adalah rakyat Forthorthe, dan aku adalah tuan puterinya.”

Secercah kecil perubahan itu sudah bisa terlihat, dengan orang-orang yang membungkuk kepada Clan sebagai buktinya. Namun karena Clan masih tidak terbiasa berurusan dengan orang-orang, dia tidak menyadari hal itu.


Part 4[edit]

Ledakan yang sudah terjadi itu bertempat di lokasi tidak jauh dimana para alat pengintai itu hancur. Pihak musuh sudah semakin mendekati tempat dimana Elfaria dan Harumi bersembunyi. Hal itu disebabkan oleh jebakan yang sebelumnya sudah mereka persiapkan.

“…Sudah kuduga, kelihatannya mereka tidak bisa mendeteksi jebakan-jebakan ini. Tapi kelihatannya mereka tahu bahwa Elfaria-dono sedang bersembunyi di daerah ini…aku tidak bisa meremehkan musuhku”, komentar Kiriha yang menggunakan peledak sebagai jebakan.

Karena sensor-sensor yang dimiliki oleh Forthorthe, bom sederhana pasti akan langsung terlacak. Setelah beberapa pertimbangan, Kiriha memutuskan untuk menggunakan talisman dengan sihir ledakan yang terpasang di dalamnya sebagai pemicu untuk peledak utamanya, dinamit, sebagai bomb non-logam. Saat musuh mendekat, sihir ledakannya akan terpicu, yang sebagai gantinya memicu ledakan dinamit. Bom yang begitu efisien dan kuat itu tidak bisa dideteksi oleh sensor-sensor Forthorthe.

Selain itu, bom-bom itu juga menjadi indikator dimana musuh saat it berada. Berkat bom-bom itu, Kiriha bisa menduga bahwa musuh sudah semakin dekat. Kiriha dan yang lainnya pun bergegas ke tempat terjadinya ledakan dan menyusun formasi bertahan.

“Aku masih belum bisa lihat siapa-siapa…”, kata Shizuka yang mengawasi hutan sambil menyipitkan matanya. Shizuka punya penglihatan terbaik dari antara mereka semua, namun karena saat itu hari sudah malam, dia tidak bisa melihat adanya musuh yang mendekat.

“Benar juga, apa kamu masih nggak bisa ngelihat mereka saat ini, Sanae-chan?”

“Nggak, mereka masih terlalu jauh biar bisa kelihatan jelas, tapi aku bisa ngelihat ada awan-awan niat jahat.”

Sanae bisa melihat aura musuh di sisi lain hutan. Karena hutan itu sendiri punya aura yang cukup tebal, Sanae tidak bisa melihat aura musuh dengan jelas, namun dia bisa merasakan niat jahat dari banyak orang yang bergerak bersama-sama sebagai kelompok.

“Bagaimana kelihatannya?”

“Ada awan yang besar di depan, dan di kanannya, ada awan yang kecil. Mungkin masih ada lagi, tapi aku nggak bisa lihat dari jarak segini.”

“Itu berarti setidaknya ada pasukan utama dan ada detasemen…Sanae, terus awasi dan beri tahu aku jika ada perubahan.”

“Oke.”

Berdasarkan informasi yang sudah didapatkannya, Kiriha membuat perubahan pada rencananya. Begitu tahu bahwa musuh memecah menjadi setidaknya dua kelompok, Kiriha tidak bisa membiarkan hal itu begitu saja.

“Yurika.”

“Ada apa?”

“Bawa tiga bawahanku bersamamu dan hentikan pasukan musuh yang bergerak di sebelah kanan kita. Aku tidak mau mereka berbuat seenaknya.”

“Aku!?” balas Yurika dengan terkejut. Dia hanya berasumsi hanya akan mengikuti perintah seseorang saja, jadi saat dia diberikan pasukan dan disuruh untuk pergi bertarung sendiri dari yang lainnya menjadi hal yang tidak diduganya.

“Benar. Tidak ada orang lain yang punya kekuatan bermacam-macam selain kamu. Hanya kamu yang bisa aku minta tolong.”

Jika yang diperlukan Kiriha hanya kekuatan menyerang, atau kemampuan bertarung secara keseluruhan, maka Theia dan Shizuka ahlinya. Namun, satu-satunya orang yang bisa beradaptasi dalam situasi apapun hanyalah penyihir seperti Yurika, yang punya kemampuan hebat untuk bertindak sendirian.

“A-Aku nggak yakin…”

“Kiriha-san, ini mungkin berlebihan bagi Yurika. Apa sebaiknya aku saja yang pergi?”

“Dia bener! Maki-chan lebih bagus buat nyerang daripada aku!”

Darkness Rainbow ahli dalam penyalahgunaan sihir, yang dalam kata lain, membuat mereka ahli dalam melancarkan penyergapan. Itulah sebabnya Maki menawarkan diri untuk menggantikan Yurika.

“Tidak, aku perlu kamu untuk membuat pasukan utama musuh kebingungan. Yurika tetap harus pergi.”

“Nggak mungkiiin~~”

Namun, Kiriha tetap memutuskan untuk memilih Yurika. Karena Maki memiliki kemampuan khusus dalam manipulasi pikiran, dia menjadi orang yang penting dalam menangani pasukan yang jumlahnya lebih besar. Karena kemampuannya yang khusus itu, Maki menjadi kurang bisa beradaptasi terhadap perubahan situasi dibandingkan Yurika, membuat Kiriha berpikir bahwa hanya Yurikalah yang bisa melakukan ini.

“Kamu pasti bisa, Yurika.”

“Sanae-chan, jangan nganggap enteng begitu dong.”

“Kamu cuma perlu ngusir mereka kok, jadi usaha yang keras ya.”

“Nggak peduli apa anggepan kita, mereka dateng ke sini buat ngebunuh kita!”

“Kalau gitu, apa kamu mau diem aja di sini? Nanti kalau Koutarou dateng ke sini, dia bakal bener-bener marah loh.”

“…Uhh~~, a-aku usahain deh…”

Karena Yurika adalah seorang pengecut, dia awalnya merasa ragu, namun setelah dia menyadari bahwa ada masa depan yang lebih menakutkan dibanding kematian, Yurika membawa tiga orang pasukan Rakyat Bumi dengannya dan masuk ke dalam hutan.

“Tanpa Koutarou, Yurika betul-betul nggak berguna ya?”

“Apa Yurika-chan bakal baik-baik aja?”

“Mungkin seharusnya aku yang pergi…”

“Kita tidak bisa berpikir begitu. Musuh yang akan kita hadapi juga tidak kalah sulit. Shizuka, Sanae, segera maju. Maki, ikut aku.”

Ada lima gadis dari kamar 106 di area itu. Masing-masing dari mereka mendapat tiga orang prajurit Rakyat Bumi sebagai bantuan. Hasilnya, ada lima skuadron yang sudah dibuat. Sebagai komandannya, Kiriha akan menggunakan mereka untuk menjalani pertempuran dengan hasil yang paling baik. Saat ini, pasukan Yurika sedang dikirim untuk menahan pasukan detasemen musuh. Shizuka, yang ahli dalam pertarungan jarak dekat, dan Sanae, yang mampu memperkuat dan ahli dalam serangan jarak menengah, dikirim ke garis depan untuk menyerang pasukan utama musuh. Maki dan Kiriha berada di belakang dengan tugas serangan jarak jauh dan pengalihan menggunakan sihir.

Aku harap tidak adanya Theia-dono tidak terlalu mempengaruhi kami…

Kiriha punya banyak masalah untuk dikhawatirkan, namun saat ini dia berada dalam situasi dimana dia tidak bisa mengeluhkan hal itu. Mereka harus menang entah bagaimana caranya. Jika tidak, masa depan yang mereka inginkan tidak akan pernah datang.


Part 5[edit]

Seorang pria muda yang mengenakan pakaian putih sedang berdiri di tengah-tengah hutan pada malam hari. Hal itu saja sudah menjadi sebuah pemandangan aneh, namun yang membuatnya lebih aneh lagi adalah orang-orang yang menggunakan seragam tempur hitam yang berdiri di sekelilingnya.

“Elexis-sama, barisan depan sudah bertemu dengan musuh. Pertempurannya sudah dimulai.”

“Biar begitu, rasanya masih betul-betul sepi sejak ledakan yang pertama tadi.”

“Mungkin kita sama-sama tidak mau diketahui oleh orang-orang planet ini.”

“Kalau begitu, mungkin hanya aku saja yang ingin terlihat mencolok”, balas Elexis sambil tersenyum kecut dan melihat pakaiannya sendiri sesudah mendengarkan laporan dari bawahannya. Pakaiannya yang putih bersih itu begitu mencolok di tengah gelapnya malam, membuatnya mudah terlihat dari jarak yang cukup jauh sekalipun.

“Senjata yang digunakan oleh musuh ternyata lebih tersembunyi dibandingkan milik kita.”

“Senjata mereka bukan dari puteri Theiamillis…yang berarti jumlah mereka tidak begitu banyak. Sekitar 20 atau 30, aku rasa.”

Karena jarak mereka cukup jauh dari kota, senjata sinar dan laser yang digunakan pasukan Elexis tidak akan menghasilkan suara yang cukup keras untuk mengundang perhatian dari orang-orang yang tidak diinginkan. Walau begitu, jika musuh mereka ternyata menggunakan senjata yang lebih tersembunyi lagi, maka itu sama saja dengan memberi tahu bahwa mereka tidak punya kekuatan yang cukup. Karena itulah, nampaknya pasukan musuh berjumlah lebih sedikit dibandingkan pasukan Elexis.

“Tapi, ada beberapa orang yang kuat di antara mereka. Kita sudah mendapat beberapa orang yang terluka.”

“Mmm, bagus kalau begitu…”

Elexis tersenyum senang saat mengetahui ada beberapa orang yang kuat di pihak musuh.

“Apa ada bocah laki-laki yang menggunakan pedang di antara musuh-musuh yang kuat itu?”

“Saya belum menerima laporan seperti itu.”

“Begitu ya…”

Elexis pun kecewa karena tidak mendapat jawaban yang diinginkannya, membuatnya tampak seperti seorang anak yang baru saja ditinggal oleh temannya. Karena penampilannya saat itu begitu berbeda dari dirinya yang biasanya penuh semangat, para prajurit yang berada di sekitarnya menjadi kebingungan.

“Apa yang harus kami lakukan?”

“Terserah kalian. Karena kita menang jumlah, kita akan aman-aman saja kalau kita tetap bertahan dan memojokkan mereka menggunakan ‘itu’”, kata Elexis memberi perintah dengan nada seolah sedang bosan. Karena ‘temannya’ belum muncul, dia akan tetap melanjutkan serangannya sesuai rencana. Hasilnya memang akan membosankan, dan Elexis mungkin tidak akan perlu memberikan perintah lagi kepada pasukannya.

“Siap.”

“Tapi jika si bocah berpedang itu muncul, jangan langsung serang dia, lapor dulu padaku. Biar aku yang melawan dia.”

“Apa dia seberbahaya itu?”

“Anggap saja begitu.”

“Baiklah…ayo kita maju! Jangan biarkan barisan depan bersenang-senang sendiri!”

Dengan si komandan berada di depan, para prajurit berseragam hitam pun maju, meninggalkan Elexis dan beberapa prajurit yang menjadi pengawalnya.

“…Cepatlah muncul, Koutarou-kun. Aku capek menunggu”, gumam Elexis sambil melihat ke langit. Bintang-bintang di langit sedang berkelip dengan cerahnya, namun bintang yang dicarinya tidak ditemukannya. Bintang jatuh berwarna biru yang diharapkannya masih berada jauh darinya.


Part 6[edit]

Sergapan yang dilakukan oleh Yurika berhasil dilakukan.

Karena dia adalah penyihir, mudah baginya untuk menyelinap ke arah pasukan Forthorthe tanpa diketahui. Serangannya pun tidak kalah hebat, karena dia bisa membuat tiga prajurit tak sadarkan diri dengan serangan pertamanya.

“Kya! Kya! Kya!”

Masalahnya datang setelah hal itu.

Pihak musuh berpencar setelah diserang, yang berarti musuh yang bisa dikalahkan Yurika hanya ketiga orang itu saja. Namun, ketiga orang itu masih punya tujuh rekan lagi, dan setelah Yurika menyerang, mereka mulai membalas dan menghujani Yurika dengan sinar laser.

“Tolong---tolong aku, Satomi-san!! Aaaaaaaaa~~!!”

Senjata yang digunakan oleh pasukan kudeta jauh lebih kuat daripada senjata-senjata yang ada di Bumi, dan karena jumlah anggota pasukan kudeta yang lebih banyak, mereka bisa melancarkan serangan yang melampaui akal sehat. Yurika, yang berada dalam serangan balasan yang kuat itu, dengan segera mundur dari sana.

Untungnya, berkat tiga orang dari Rakyat Bumi yang melancarkan tembakan penahanan, Yurika bisa masuk ke sebuah parit sebelum semua mantra pertahanannya hancur.

“K-Kukira aku bakal mati…”, ujar Yurika sambil menghela nafas lega dan merunduk di dalam parit. Dari lima lapis mantra pertahanan yang dipakainya sebelumnya, hanya ada satu yang tersisa. Jika parit itu berada sedikit lebih jauh lagi, Yurika mungkin sudah terbunuh.

“Yurika-sama, pihak musuh sedang mundur.”

“B-Beneran?”

Saat mendengar kabar baik itu dari prajurit Rakyat Bumi, Yurika berusaha melihat dari dalam parit. Seperti yang sudah dikabarkan, dia bisa melihat pasukan musuh sedang mundur sambil membawa ketiga teman mereka yang pingsan.

“Aku harap mereka langsung pergi….”

“Kemungkinan hal itu terjadi cukup rendah.”

“Begitu yah….”

Air mata mulai muncul di mata Yurika saat dia memegang tongkatnya, berusaha menahan dirinya yang ingin lari karena begitu takut.

Karena dia sudah tahu bahwa setidaknya ada 50 orang prajurit, tidak mungkin mereka akan mundur hanya karena tiga orang temannya kalah.

“Kelihatannya kerja sama mereka juga hebat…”

Selain itu, musuhnya tidak terus maju. Malah, setelah mengusir Yurika, mereka mundur membawa teman mereka yang pingsan. Hal itu menunjukkan betapa hati-hatinya mereka dan begitu besar rasa saling percaya antara mereka. Mudah untuk membayangkan bahwa serangan mereka yang berikutnya akan menjadi begitu berbahaya.

“…Yurika semangat, Yurika semangat! Yurika semangat!!” seru Yurika menyemangati dirinya sendiri sambil memasang mantra untuk bersiap-siap menghadapi serangan selanjutnya. Dia betul-betul takut, dan kalau bisa, dia pasti akan lari dari sana. Namun meskipun dia bisa lari, teman-temannya yang berharga baginya pasti akan terluka, atau mungkin mati. Saat dia membayangkan bahwa nanti dia akan terbangun di kamar 106 sendirian pada esok hari, Yurika menjadi begitu takut. Dia lebih memilih bertahan dan bertarung di sini daripada membiarkan apa yang dibayangkannya sampai terjadi.

“Yurika-sama, musuh sudah datang!”

“Kali ini kita pakai semua yang kita punya! Habis itu kita mundur ke parit yang selanjutnya!”

Sambil memberanikan dirinya, Yurika memberi arahan pada ketiga bawahannya. Satu tahun lalu, Yurika betul-betul berharap dirinya menjadi satu-satunya penghuni kamar 106, namun sekarang, dia berusaha keras untuk menghindari hal itu terjadi.

“Ini Yurika!! Kiriha-san, apa kamu bisa dengar aku!? Sergapannya berhasil, tiga orang kalah!! Mulai dari sekarang, pertempuran yang sebenarnya baru dimulai!!”

Setelah berseru ke mikrofonnya, Yurika mengarahkan ujung tongkatnya ke arah pasukan musuh yang mendekat dan mulai merapal mantra.

“Poison Cloud, Effective Area Maximize!”

Yurika melempar mantra yang membuat sebuah awan racun besar. Meskipun tidak fatal, mantra itu efektif untuk melemahkan beberapa orang. Yurika kurang suka dengan mantra ini karena merasa bahwa mantra ini membuatnya tidak seperti gadis penyihir, namun dia betul-betul memerlukannya bagi pertempuran ini. Dia harus menghentikan pasukan itu di sini tidak peduli bagaimana caranya, dengan menggunakan apapun yang bisa dia gunakan.


Part 7[edit]

Saat pertempuran yang dijalani Yurika di sisi kanan dimulai, Kiriha dan yang lainnya yang berada di tengah berhasil menemukan pihak musuh. Karena Kiriha dan yang lainnya bersembunyi di parit seperti Yurika, pasukan musuh tidak langsung maju, namun mulai memusatkan pasukan mereka di balik pepohonan dan bebatuan.

“Kiriha, mereka mau nembak.”

Dengan semakin mendekatnya pasukan musuh, walaupun masih cukup jauh, efek dari aura hutan pun berkurang dan Sanae bisa melihat niat musuh untuk menyerang.

“…Akhirnya dimulai juga, ya. Maki, ledakkan yang pertama sampai yang kelima.”

“Baik. Memicu kabel detonator pertama sampai kelima.”

Maki mengulangi perintah yang didapatkannya dan berkonsentrasi pada tongkatnya. Hal ini membuat beberapa bom yang terhubung ke tongkat itu meledak.

Suara samar-sama yang terdengar oleh Maki membuatnya tahu bahwa kelima bom itu sudah meledak di saat yang sama, dengan menggunakan peledak yang tidak mematikan. Kiriha tahu musuhnya adalah para profesional, jadi dia merasa bahwa musuh pasti akan menemukan bom-bom yang ditempatkan untuk melukai mereka bahkan tanpa alat untuk menemukan bom-bom itu. Itulah sebabnya Kiriha menggunakan bom-bom itu untuk meledakkan pepohonan dan bebatuan yang digunakan para musuh sebagai tempat berlindung. Dengan begitu, kemungkinan bom yang lain akan ditemukan pun menjadi mengecil dan jumlah bom yang dibutuhkan tidak akan terlalu banyak.

Karena tiba-tiba kehilangan tempat berlindung mereka, para prajurit musuh hanya bisa berdiri dengan kebingungan. Ditambah, beberapa lampu yang sudah ditempatkan sebelumnya tiba-tiba menyala dan membuat posisi mereka terlihat jelas. Dengan terlihat jelasnya pihak musuh, disinari dan dibutakan oleh lampu, Kiriha tidak melewatkan kesempatan itu untuk menyerang.

“Serang sekarang! Tembak!”

“Sanae-chan God Arrow!”

“Multiple Mind Blast – Target Option Sidewinder!”

“Pengaman persenjataan energi spiritual dilepaskan, target didapat Ho-!”

“Memulai tembakan Ho-!”

Dibawah pimpinan Kiriha, semua yang bertugas melakukan serangan jarak jauh melancarkan serangan bersama-sama.

Sanae menggunakan busur dan anak panah yang dibuat dari energi spiritualnya sendiri, Maki menggunakan sihir dan para haniwa beserta prajurit Rakyat Bumi menggunakan senjata energi spiritual. Semua serangan mereka rupanya menggunakan energi spiritual. Karena kemajuan ilmiah Forthorthe digunakan untuk melindungi prajurit musuh, serangan fisik biasa tidak akan berpengaruh. Di saat yang sama, mereka tidak bisa menghadang serangan yang menggunakan energi spiritual. Inilah sebabnya Kiriha dan yang lainnya menyerang menggunakan itu.

Hasilnya, semua senjata yang mereka gunakan tidak mematikan. Serangan yang menggunakan energi spiritual hampir tidak punya efek apapun bagi tubuh, dan karena hal itu, bisa menggunakan serangan yang menyerang jiwa secara langsung dan membuat musuh terkekang adalah hal yang disyukuri oleh para gadis dari kamar 106 dan para bawahan Kiriha dari faksi konservatif.

Karena tahu bahwa musuh mereka tidak akan mati saat tertembak, mereka semua bisa menembak tanpa ragu. Tanpa adanya beban mental, sergapan yang mereka lakukan pun berhasil sesuai rencana.

“Uwaa!?”

“Aaahh!!”

Pasukan kudeta pun mulai tumbang satu demi satu, diserang oleh belasan orang dari jarak jauh termasuk Kiriha. Dari serangan ini, tujuh orang pasukan kudeta tumbang. Kiriha menduga bahwa ada 14 orang prajurit yang ada di garis depan, yang berarti serangan ini berhasil memangkas kekuatan musuh hingga separuhnya.

“Jangan takut, balas tembak! Hancurkan lampunya!”

Melihat rekan-rekan mereka yang tumbang, para pasukan kudeta pun akhirnya beraksi. Sebagai profesional, mereka dengan cepat berjongkok untuk membuat mereka sulit untuk ditembak dan lalu membalas menembak. Target pertama mereka adalah lampu-lampu yang membuat mereka sulit melihat.

Pasukan kudeta menggunakan senapan yang menembakkan sinar laser, dengan akurasi yang begitu tepat dan kekuatan serang yang tinggi. Lampu-lampu itu pun langsung hancur dalam sekejap. Dengan begitu, area di sekitar mereka pun kembali gelap, membuat Kiriha dan yang lainnya sulit untuk menyerang mereka.

“Sekarang giliranku!”

Tepat saat lampu-lampu itu hancur, Shizuka melompat ke tengah-tengah musuh. Sementara para pasukan musuh masih dibutakan oleh sinar lampu, Shizuka menyelinap ke dekat mereka dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Dia lalu mengayunkan tangan dan kakinya, menyapu musuh-musuhnya bagaikan tornado kecil.

“Uwaa!?’

“Ugh!!”

Dengan serangan itu, beberapa prajurit pun kembali tumbang.

“Ada apa!?”

“Ada musuh yang menyelinap!!”

“Uups!"

Shizuka nampak akan melanjutkan serangannya, namun dia berhenti dan langsung melompat ke semak-semak di dekatnya untuk kabur. Dia tidak punya banyak waktu untuk menyerang musuhnya sebelum mereka bisa membalas menyerang. Setelah lampu-lampu itu hancur, pasukan musuh akan buta sampai mata mereka bisa menyesuaikan kembali dengan kegelapan yang ada. Shizuka harus mundur saat pihak musuh bisa melihat kembali.

Para prajurit yang sudah bisa melihat kembali dengan cepat langsung menembak ke arah semak-semak tempat Shizuka kabur.

“Oh, seram!”

Namun, karena Shizuka sudah lari jauh dari semak-semak itu, tembakan musuh hanya mengenai semak-semak itu dan tanah.

“Sekarang, Kiriha-san!” seru Shizuka pada mikrofon yang ada di dekat pipinya. Sesaat berikutnya, kilatan cahaya yang menyilaukan muncul di belakang Shizuka. Rupanya, itu cahaya yang dibuat oleh Maki menggunakan sihir. Hampir semua barisan depan pasukan kudeta terkena cahaya itu, dan akibatnya, saat mereka baru saja bisa melihat lagi dalam gelap mereka kembali dibutakan, membuat kacamata penglihatan malam mereka tidak berguna.

Shizuka melompat ke daerah musuh bukan hanya untuk mengalahkan mereka, tapi membuat pusat perhatian mereka tertuju ke arahnya agar kilatan cahaya itu menjadi seefektif mungkin. Kilatan cahaya itu menerangi lokasi pihak musuh bagi Kiriha dan yang lainnya, membuat mereka bisa menembaki musuh sekali lagi.

“…Kiriha, apa kamu selalu mikirin hal-hal kejam kayak begini?” tanya Sanae, yang berada di sebelah Kiriha, sambil menembakkan anak panahnya. Beberapa musuh dengan mudahnya tumbang akibat berhasilnya rencana Kiriha. Meskipun mereka menggunakan kekuatan spesial seperti sihir dan energi spiritual, hal itu tetap membuat Sanae kagum.

“Tidak, hanya saat aku perlu saja”, jawab Kiriha dengan tenang sambil menembakkan senapan energi spiritualnya.

Secara keseluruhan, pihak musuh yang tumbang berjumlah 15 orang. Hanya sebaik inilah jumlah yang bisa dihasilkan oleh sergapan.

“Oke, baiklah…oh, Kiriha?”

“Hmm?”

“Kamu bisa nggak, ngajarin aku cara-cara iseng buat ngisengin Koutarou nanti?”

“Bisa.”

“Sip!”

“Aku kembali!”

Tepat pada saat itulah Shizuka kembali dengan sedikit terengah-engah, namun tanpa luka serius. Luka yang didapatnya hanya berasal dari serangannya sendiri. Selain itu, dia tidak terluka oleh apapun.

“Kelihatannya semua berjalan sesuai rencana, Kiriha-san. Ada 15 orang yang tumbang.”

“Ini memang keberhasilan besar berkat Yurika yang berusaha keras di sebelah sana. Kita harus berterima kasih padanya nanti.”

Jika bukan karena Yurika, serangan mereka mungkin tidak akan berhasil. Jika detasemen musuh berhasil menyerang mereka dari sisi kanan seperti yang sudah direncanakan musuh, mereka tidak akan bisa menyerang seperti ini.

Karena mereka bisa mendapat hasil yang lebih baik dari yang diharapkan, Shizuka pun tersenyum. Maki dan Sanae juga melakukan hal yang sama sambil merasa lega karena mereka semua baik-baik saja. Namun, hanya Kiriha yang tetap terlihat serius.

“Ada pesan dari Yurika”, kata Kiriha sambil menyentuh earphonenya. Saat dia melakukan itu, mereka semua bisa mendengar suara Yurika dari earphone mereka masing-masing. Suara Yurika terdengar putus asa dari jeritannya.

“G-Gawat!! Ada robot-robot yang muncul, persis kayak cara Theia-chan ngeluarin senjatanya!! Kyaaaaaa!!”

Yang terakhir mereka dengar benar-benar suara jeritan Yurika, dan dengan suara itu sebagai penutup, hubungan komunikasi dengan Yurika pun terputus.

“Yurika-chan!?”

“Yurika, hei, Yurika!”

Shizuka dan Sanae berusaha memanggil Yurika dengan panik. Namun, mereka tidak mendapat jawaban sama sekali.

“…Ronde utamanya akan dimulai dari sekarang. DKI akan menunjukkan seberapa serius mereka.”

Kiriha terus berusaha memanggil Yurika lewat mikrofonnya, sambil melihat ke arah datangnya musuh dengan tatapan tajam. Sebuah pemandangan aneh sedang terjadi di hadapannya: mesin-mesin berbentuk manusia mulai muncul dari lubang hitam di tengah udara, dengan tinggi dan rupa yang sama seperti orang dewasa. Karena mereka bisa menggunakan senjata dan pelindung yang bisa digunakan oleh manusia, mesin-mesin itu tidak membutuhkan perlengkapan khusus, membuat mereka mudah untuk digunakan.

Merekalah Motor Knights, robot berbentuk manusia untuk pertempuran segala medan milik Dragon Knight Industry, ksatria mesin yang dikirim dari kapal-kapal di luar angkasa.


Part 8[edit]

Saat Kiriha dan yang lainnya menghadapi bahaya baru, ada bahaya yang mengincar Harumi dan Elfaria di rumah gunung mereka. Sesaat setelah pertempurang dimulai, alat pengintai tanpa awak dikirimkan untuk mencari Elfaria dan Theia.

Perasaan aneh apa ini…

Berkat indra perasanya yang diperkuat karena sesuatu yang terbangun di dalam dirinya, Harumi bisa merasakan keberadaan alat pengintai itu. Namun, dia tidak menyadari hal itu dan hanya bisa merasakan rasa resah yang tidak jelas.

“Ada masalah apa, Harumi?”

“Yang mulia…tiba-tiba saja, saya merasa resah…rasanya seperti, akan ada bahaya yang datang…meskipun saya tidak mungkin bisa tahu akan hal itu…”, balas Harumi sambil memiringkan kepalanya beberapa kali. Dia nampak kebingungan karena tiba-tiba merasa resah entah mengapa. Karena dia baru saja mengalami kebangunan sebagai seorang penyihir, Harumi tidak tahu bahwa kekuatan sihirnya bisa mempengaruhi dirinya.

‘’Apa dia hanya membayangkannya saja? Atau jangan-jangan ini kekuatan Puteri Perak?’’

Karena Elfaria sempat curiga pada Harumi, dia mulai berpikir seperti itu. Untuk memastikan hal itu, Elfaria mengusulkan sesuatu pada Harumi.

“Harumi, kamu bisa menggunakan sihir, benar?”

“Benar, tapi aku baru saja bisa melakukan hal itu baru-baru ini…”

“Bagaimana jika kamu menggunakan mantra untuk menyelidiki daerah di sekitar sini? Kalau itu hanya perasaanmu saja, nanti juga keresahanmu akan mereda, tapi jika memang ada bahaya yang mendekat, sihirmu akan benar-benar membantu.”

“Baiklah, saya rasa anda benar. Akan saya coba.”

Harumi menyetujui usulan Elfaria dan memutuskan untuk menggunakan sihirnya.

Apa yang harus aku pakai…?

Harumi punya banyak pilihan sihir yang bisa digunakannya. Dia harus memilih mantra yang tepat untuk menyelidiki adanya musuh di sekitar area itu. Orang seperti Yurika atau Maki pasti bisa langsung memilih mantra yang tepat, namun bagi pemula seperti Harumi, hal itu menyulitkan.

“Ada apa?”

Saat melihat Harumi berhenti bergerak, Elfaria memanggilnya. Harumi pun malu dan mengutarakan alasannya dengan jujur.

“Saya…em…baru saja memikirkan mantra apa yang harus saya gunakan…”

“Bagus…karena musuh kita berasal dari Forthorthe, mungkin ada baiknya untuk mencari hal yang berhubungan dengan logam. Alat-alat yang digunakan pasukan musuh biasanya mengandung logam di dalamnya.”

Senjata, zirah, alat komunikasi, mobil, pesawat dan bahkan pesawat luar angkasa. Kurang lebih semua alat teknologi modern menggunakan logam entah dalam bentuk atau wujud apa. Dengan berkembangnya peradaban, begitu juga penggunaan logam di dalamnya, dan kedua hal itu pun menjadi sesuatu yang punya hubungan erat. Itulah sebabnya memindai area itu untuk mencari logam akan menampilkan ada tidaknya musuh.

“Logam…akan saya coba!”

Harumi tahu sebuah mantra untuk mendeteksi logam. Lebih tepatnya, mantra itu digunakan untuk mencari bebatuan, tapi mantra itu juga efektif untuk logam yang sudah diolah. Harumi mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya sambil menutup matanya untuk berkonsentrasi. Dia lalu memanggil kekuatan Signaltin dan merapal mantra dalam bahasa Forthorthe kuno.

“…Berkumpullah, wahai roh-roh tanah. Tunduklah padaku dan tunjukkanlah kekuatanmu. Berserulah, anak-anak tanah!”

Harumi dengan lancar merapal mantra itu layaknya sebuah lagu. Karena bahasanya yang begitu rumit, bahkan Elfaria sekalipun, yang merupakan seorang arkeolog, bisa mengucapkannya dengan selancar itu. Harumi mengucapkannya seakan-akan dia sudah mempelajari bahasa itu sejak lahir.

Bahasa kuno…yang digunakan dalam ritual-ritual Forthorthe kuno…apa dia bisa melafalkan dengan sempurna hanya dengan memiliki ingatan akan itu begitu saja…?

Elfaria tahu dari Clan bahwa Harumi memiliki ingatan Puteri Perak, namun dia tidak merasa bahwa hanya itu saja yang benar-benar terjadi. Dia masih merasa bahwa ada sesuatu yang lain di dalam diri Harumi.

“…Fiuh.”

Saat Elfaria berpikir demikian, Harumi menyelesaikan mantranya. Dalam pikirannya, dia bisa merasakan segala macam jenis logam di sekitarnya. Rangka rumah itu, paku-paku yang menancap di lantai kayu, kabel-kabel yang ada di dalam dinding, TV yang terlihat seperti permen kapas karena berbagai macam logam yang ada di dalamnya.

“Apa…ini?....Ada sesuatu…yang terbang….?”

Saat apa yang dirasakan oleh Harumi meluas ke luar rumah itu, dia merasakan adanya hal yang aneh. Seonggok logam sebesar bola voli sedang bergerak sekitar seratusan meter jauhnya. Karena mereka sedang berada di bukit, logam yang sedang bergerak itu menjadi tampak begitu mencolok.

“Tidak hanya satu….dua…bukan, tiga?”

“Apa kamu berhasil menemukan sesuatu?”

“Ya. Saya tidak tahu apa itu, tapi ada tiga buah logam sebesar ini yang sedang terbang.”

Biarpun Harumi mengatakan bahwa apa yang dirasakannya punya ukuran sebesar bola voli, Elfaria tentu tidak akan mengerti. Jadi, dia menggambarkannya dengan menggunakan kedua tangannya.

“…Kelihatannya itu alat pengintai. Mereka pasti sedang mencari aku dan Theia.”

“Gawat! Kalau begitu, mereka akan menemukan kita!”

Saat mereka sedang berbicara saat ini, ketiga alat pengintai itu terus mendekati rumah gunung Harumi dan Elfaria. Jika terus begini, mereka akan segera menemukan rumah itu dan memindai isinya.

“Ayo kita segera kabur!”

“Itu tidak mungkin. Alat pengintai itu menggunakan suara, panas, optik dan radar untuk menemukan target mereka. Kalau kita keluar dari bangunan ini, kita pasti akan segera ditemukan.”

Satu-satunya alasan mengapa mereka belum ditemukan adalah karena rumah gunung itu menghalangi alat-alat pengintai untuk melihat dan mendengar suara mereka. Namun jika mereka pergi keluar, tidak akan ada hal yang bisa digunakan untuk menyembunyikan mereka. Seperti halnya Harumi bisa mendeteksi alat-alat pengintai itu dengan cepat, Harumi dan Elfaria akan segera ditemukan oleh alat-alat pengintai itu di area yang lapang itu.

“Lebih aman jika kita bersembunyi seperti ini.”

“Tapi, jika alat-alat itu sampai masuk ke dalam…”

Jika Elfaria sampai jatuh ke tangan musuh, usaha para gadis yang saat ini sedang bertempur akan menjadi sia-sia. Harumi berpikir keras bagaimana caranya dia bisa melindungi Elfaria.

Kalau kita keluar dari sini, kita pasti akan segera kelihatan…walau begitu, meskipun kita tetap berada di sini, mereka pasti akan segera muncul…kalau kita menghancurkan alat-alat pengintainya, pasti pihak musuh akan ke sini untuk menyelidikinya…kalau begitu, kita harus menunggu di dalam rumah ini, tapi…apa hal itu akan berhasil mengelabui teknologi alien?

Alat-alat pengintai itu akan segera muncul, dan sebelum mereka sampai, Harumi harus mencari cara untuk melindungi Elfaria. Bagi Harumi yang menjalani hidup yang betul-betul normal hingga saat ini, hal ini menjadi masalah yang begitu sulit untuk diselesaikan.


Part 9[edit]

Alat pengintai menemukan rumah gunung itu saat sedang menjelajahi area tugasnya.

Alat-alat pengintai itu lalu menjadikan rumah itu sebagai target dengan prioritas tinggi untuk diinvestigasi dan memanggil alat pengintai yang lain. Karena sudah jelas bahwa mungkin ada orang yang bersembunyi di dalam bangunan itu, para alat pengintai diprogram untuk memprioritaskan pencarian mereka di sekitar bangunan. Setelah ketiga alat pengintai itu berkumpul, mereka membagi tugas dengan satu alat berjaga di luar untuk menyelidiki dari luar sementara kedua alat lainnya masuk ke dalam.

Kedua alat pengintai menggunakan laser untuk memotong tembok kayu dan lalu masuk tanpa suara. Di dalam, mereka menemukan tanda-tanda bahwa ada orang yang berada di sini sejenak yang lalu – mereka menemukan tungku pemanas yang masih panas. Karena benda itu merupakan hal yang asing bagi mereka, butuh waktu bagi alat-alat pengintai untuk memastikan benda apa itu. Namun, sudah jelas bagi mereka bahwa itu adalah bukti bahwa ada orang di dalam rumah itu. Berdasarkan kondisi yang ada, kemungkinan bahwa orang yang dimaksud adalah target mereka cukup tinggi. Alat-alat pengintai itu lalu meningkatkan prioritas mereka dalam investigasi ini dan memutuskan untuk melakukannya dengan lebih detil.

“Ahahaha.”

Tepat pada saat itulah tawa seorang wanita bisa terdengar dari ruangan lain. Karena alat-alat pengintai itu ditugaskan untuk mencari dua wanita, salah satu alat itu masuk ke lorong sebagai respon atas suara itu.

Setelah melewati pintu dan melewati lorong, alat-alat pengintai itu mendengar suara dari kamar kedua, yakni suara beberapa pria dan wanita yang sedang berbicara.

Saat mendengar suara dan tawa wanita itu, rasa penasaran kecerdasan buatan alat pengintai itu menjadi semakin besar dan membuatnya bergerak ke arah pintu kamar yang dimaksud. Setelah berada di depannya, alat pengintai itu pun memastikan bahwa ada orang-orang di balik pintu itu dengan menggunakan sensor panasnya. Namun karena alat itu tidak bisa mendapatkan info lebih dari itu, salah satu dari mereka mengeluarkan kabel dari dalamnya dan memasukkannya melalui celah di pintu. Kabel itu mempunyai kamera dan mikrofon di ujungnya, dan dengan memasukkannya melalui celah itu, kabel itu bisa digunakan untuk memantau apa yang ada di balik pintu.

“Wah, indahnya, aku ingin bisa pergi ke tempat seperti itu…”

Rokujouma no Shinryakusha v13 Illustration 5.jpg

Di dalam kamar itu terdapat dua wanita berambut hitam. Yang satu merupakan gadis remaja dan yang satu lagi wanita berumur empat puluh tahunan. Hanya kedua wanita itu saja yang berada di dalam kamar itu. Mereka sedang duduk di sofa dan sedang melihat ke arah sebuah alat video kuno, yaitu TV. Ada suara yang keluar dari alat video itu dan kedua wanita itu sedang melihat ke arahnya dengan penuh semangat. Mereka berdua sedang memegang cangkir dengan uap yang bisa terlihat keluar dari dalamnya.

Alat pengintai yang menyaksikan hal itu lalu merangkum semua informasi yang sudah dikumpulkannya dan menarik sebuah penjelasan yang logis:

Pertama, alat pengintai itu menghubungkan panas yang berasal dari tungku dengan isi dari cangkir itu. Kedua wanita itu sedang meminum sesuatu yang memerlukan air panas. Selanjuta, suara tawa. Suara itu rupanya berasal dari kedua wanita yang sedang menonton TV. Suara-suara yang sedang berbicara berasal dari alat video itu.

Setelah mendapat penjelasan logis, alat pengintai itu kehilangan rasa tertarik terhadap kedua wanita itu. Mereka hanya penduduk lokal, yang sedang bersantai sambil menyaksikan alat video mereka. Itulah kesimpulan yang didapat kecerdasan buatan alat pengintai itu. Ada kemungkinan bahwa mereka sedang memakai penyamaran, namun berdasarkan hasil analisa dari wajah mereka berdua, mereka berdua adalah orang yang berbeda.

Alat-alat pengintai itu tidak punya waktu untuk mengganggu penduduk lokal. Setelah menarik kembali kabel itu, alat pengintai itu mulai mencari isi kamar yang lain. Namun, tidak ada tanda-tanda adanya orang lain di rumah itu, dan para alat pengintai pun memutuskan bahwa target mereka tidak ada di sini. Setelah mendapat kesimpulan itu, kedua alat pengintai itu kembali ke pintu kamar dimana kedua wanita itu berada. Mereka beruda akan pergi dengan menggunakan lubang yang sama sebagai pintu masuk mereka, lalu melanjutkan tugas mereka.

Namun, tiba-tiba ada alarm yang berbunyi dari kedua alat pengintai itu. Mereka sudah beroperasi secara rahasia hingga saat ini, namun setelah alat itu berbunyi, mereka berdua meninggalkan mode siluman mereka.

Saat mendengar alarm itu, kedua wanita di dalam kamar itu pun berdiri karena kaget dan memandangi pintu itu.

Sesaat berikutnya, kedua alat pengintai itu mendobrak pintu kamar itu dan masuk. Raut wajah kedua wanita itu pun menjadi tegang saat melihat kedua bola logam itu.

Namun, sesaat berikutnya, kedua alat pengintai itu melewati kamar itu dan memecahkan kaca jendela untuk keluar dari rumah itu. Seelah bergabung dengan alat pengintai yang berada di luar, mereka pun melesat pergi dari sana.

“Apa yang…”

Si gadis berambut hitam pun melihat ke luar jendela. Dia bisa melihat langit yang penuh bintang, dan sebuah meteor biru yang besar.

“Meteor…?”

Meteor itu jelas terlihat seperti meteor buatan. Cahaya biru yang dikeluarkannya bukan dihasilkan dari gesekannya dengan atmosfir, melainkan energi yang melindungi meteor itu. Dengan ekornya yang panjang, meteor itu menuju ke hutan, dan alat-alat pengintai itu mengejar meteor itu.

“Satomi-kun sudah kembali…”

Gadis berambut hitam itu, Harumi, sadar apa sebenarnya meteor itu dan mengapa alat-alat pengintai itu segera pergi. Alat-alat pengintai itu tahu bahwa Koutarou kembali ke Bumi dari Blue Knight, dan memprioritaskan Koutarou dibandingkan pencarian area itu. Itu juga berarti bahwa Harumi dan Elfaria berhasil menipu alat-alat pengintai itu.

“K-Kita selamat…saat mereka masuk, aku kira kita akan tamat…”

Harumi pun melepaskan semua ketegangan yang ada di tubuhnya dan jatuh terduduk di tempat itu juga. Namun, jantungnya masih berdebar cepat, dan butuh waktu sedikit lebih lama lagi baginya untuk bisa tenang.

“Rencanamu bekerja, Harumi”, kata wanita berambut hitam yang lain yang sedang mendekati Harumi.

“Yang mulia…”

Saat Harumi melihat ke arah wanita itu, rupa wanita itu mulai memudar dan berubah menjadi wanita yang lain. Wanita yang baru itu memiliki gaun yang terlihat mahal dan mahkota di kepalanya. Dialah Elfaria, salah satu wanita yang dicari oleh alat-alat pengintai itu.

“Aku terkejut saat kamu mengatakan bahwa aku harus sembunyi karena alat-alat pengintai itu datang, tapi ternyata rencanamu betul-betul berhasil.”

“Saya senang semuanya berjalan lancar.”

Setelah melihat senyum Elfaria yang tampak tenang, Harumi akhirnya bisa ikut tersenyum. Setelah mengingat dengan apa yang sudah dilakukannya, Harumi merasa lega bisa selamat melewati krisis itu.

Saat menyadari bahwa alat-alat pengintai itu sedang mendekat, ide pertama Harumi adalah untuk bersembunyi di suatu tempat di dalam rumah itu. Namun, dia segera membuang ide itu. Alat-alat pengintai itu menggunakan teknologi canggih dari Forthorthe dan Harumi merasa bahwa dia tidak mungkin bisa betul-betul mengelabui semua sensor alat itu. Misalnya, jika alat-alat itu melacak suhu manusia, maka mereka berdua tidak akan bisa sembunyi. Agar Harumi bisa membuat rumah itu tampak kosong, mereka tidak hanya harus bersembunyi, namun juga menyembunyikan semua jejak-jejak bahwa mereka berdua pernah ada di rumah itu. Akan sulit untuk melakukan hal itu, bahkan dengan bantuan sihir sekalipun. Harumi pun akhirnya mendapat ide berani untuk tidak bersembunyi sama sekali.

Dengan menggunakan rencana itu, mereka berdua tidak perlu menyembunyikan jejak keberadaan mereka. Akan lebih mudah bagi mereka untuk mengubah penampilan mereka daripada menghapus semua jejak keberadaan mereka. Namun, di sisi lain, rencana itu juga mempunyai resiko jika alat-alat pengintai itu mengambil waktu untuk mengumpulkan data dan berhasil mengetahui bahwa wanita itu ternyata Elfaria. Ada juga kemungkinan bahwa alat-alat itu bisa mengidentifikasi Elfaria hanya dengan menganalisa data suhu tubuh mereka. Singkatnya, rencana Harumi merupakan sebuah taruhan besar.

Untungnya, alat-alat pengintai itu tidak mengumpulkan data sedetil mungkin. Itu karena alat-alat itu hanya punya sedikit waktu dan tidak ingin diketahui keberadaannya oleh penduduk lokal. Ditambah lagi fakta bahwa mereka mendeteksi datangnya Koutarou juga menjadi faktor yang besar. Berkat hal-hal itu, alat-alat pengintai itu menyerah begitu saja dari hadapan Harumi dan Elfaria dan langsung meninggalkan rumah itu.

Berkat taruhan yang dilakukan Harumi, Elfaria tetap aman. Seperti yang dikatakan Elfaria, rencana Harumi betul-betul berhasil.

“Tapi, saya masih tidak percaya kalau rencananya berjalan lancar…”

“Semuanya memang seperti itu. Tidak peduli seberapa sulitnya rencana itu, saat diusahakan, mungkin rencana itu ternyata mudah dilakukan.”

Namun, Harumi masih merasa bahwa dia sudah berhasil menang. Karena dia telah menjalani hidupnya sebagai gadis biasa hingga saat ini, dia tidak bisa membayangkan dirinya bisa seberhasil tokoh-tokoh yang berada dalam film atau drama.

“Terima kasih, Harumi. Kamu sudah betul-betul memabntu.”

“Ah, b-bukan apa-apa!”

Yang bisa dirasakan Harumi saat ini adalah rasa lega bahwa semuanya sudah berjalan dengan aman, dan rasa malu karena mendapat ucapan terima kasih dari ibu temannya.


Part 10[edit]

Seperti yang sudah diduga oleh Kiriha, setelah robot-robot tentara berbentuk manusia itu muncul, pasukan kudeta menjadi lebih unggul dalam pertempuran. Senjata robot yang disebut Motor Knights itu tidak hanya lebih cepat dan kuat daripada manusia, tapi juga lebih tangguh. Karena hal itu, pasukan kudeta menggunakan robot-robot itu sebagai pengganti rekan-rekan mereka yang sudah tumbang dan menyerang Kiriha dan yang lainnya. Secara keseluruhan, ada 15 robot yang muncul, jumlah yang sama yang sudah dikalahkan oleh Kiriha dan yang lainnya. Namun, kekuatan mereka melampaui para prajurit yang sudah tumbang itu. Karena mereka kuat, para robot itu bisa menggunakan senjata terbesar yang bisa dipegang yang dimiliki oleh pasukan kudeta. Walau begitu, gerakan para robot itu gesit dan bisa menahan beberapa serangan. Yang menjadi tambahan masalah adalah para robot itu tidak punya jiwa, yang berarti senjata energi spiritual hanya akan menimbulkan kerusakan sebesar senjata biasa. Biasanya, musuh-musuh seperti ini dikalahkan dengan cara menang jumlah, tapi hal itu akan sulit bagi Kiriha dan yang lainnya. Bagi mereka, para robot itu adalah musuh yang merepotkan.

Tentu saja, para robot itu punya kelemahan sendiri. Mereka terlalu mencolok untuk digunakan di daerah perkotaan, dan kemampuan mereka dalam membuat keputusan tidak bisa sebaik manusia. Namun, jika digunakan hanya dalam pertempuran biasa, hal itu bukanlah masalah. Dengan menggunakan komunikasi untuk mengkoordinasikan para robot itu dengan baik, robot-robot itu mulai menekan serangan Kiriha dan yang lainnya, selangkah demi selangkah.

“A-Apa-apaan mereka itu!?” jerit Shizuka yang sedang bertarung di garis depan. Rupanya, dia kesulitan menghadapi mereka dalam pertempuran jarak dekat. Jika dia melawan mereka satu demi satu, Shizuka bisa mengalahkan mereka. Namun karena ada dua atau lebih robot yang sedang melawannya, situasinya berubah drastis.

“I-Ini curang!! Aku harus gimana!?”

Dengan membentuk jaringan untuk bertukar informasi dalam kecepatan tinggi, robot-robot itu bisa mengkoordinasikan serangan mereka dengan sempurna, mencapai tingkatan koordinasi yang melampaui manusia dan dapat dilakukan dalam pertarungan jarak dekat, dimana koordinasi seperti itu hampir tidak mungkin dilakukan. Dalam kata lain, adalah mungkin bagi beberapa robot untuk bekerja sama dan melancarkan kombinasi pukulan.

Saat Shizuka bertarung melawan satu robot, robot yang kedua terkadang akan menyerang. Kombinasi dari tiga pukulan bertambah menjadi empat. Ada juga saat dimana pukulan yang dilancarkan Shizuka seharusnya kena, tapi justru terhadang.

Dengan begini, bahkan seorang ahli seperti Shizuka pun tidak bisa berbuat apapun, bagai sedang melawan seorang dewa perang. Dia masih bisa berdiri karena Sanae sudah meningkatkan kemampuan fisiknya, namun yang bisa dilakukannya sekarang hanyalah menghadang serangan musuh. Ditambah lagi, musuhnya tidak akan kelelahan ataupun meleset. Sudah jelas bahwa Shizuka tidak akan bisa bertahan lebih laam lagi.

“Kamu bisa, Shizuka! Terus lawan!” seru Sanae menyemangati Shizuka sambil memberi tembakan perlindugan. Dia sudah tidak menggunakan busur dan panah lagi, tapi menggunakan serangan poltergeist seperti yang dilakukannya dulu. Karena robot tidak punya jiwa, serangan yang menggunakan energi spiritual murni tidak akan begitu berpengaruh. Sanae tidak punya pilihan selain menggunakan poltergeist dan melempar benda-benda di dekatnya ke arah para robot.

Namun, rupanya Sanae juga mengalami masalah. Tidak banyak benda yang ada di dekatnya yang bisa dipakai untuk menyerang. Ada banyak bebatuan, tapi para robot itu tidak goyah sama sekali biarpun dilempari batu. Batu-batu yang besar akan cukup efektif, tapi para robot bisa menghindarinya dengan gesit. Ditambah lagi, karena musuh Sanae adalah robot, dia tidak bisa menggunakan kemampuannya untuk membaca kemana mereka akan bergerak selanjutnya, membuat para robot itu menjadi musuh yang tangguh juga bagi Sanae.

“Thunder Lance – Modifier – High Concentrate – Armor Piercing!”

Di antara mereka, hanya Maki yang bisa merusak musuh. Karena dia adalah penyihir, Maki bisa mengubah cara bertarungnya tergantung musuh yang dihadapinya. Maki memusatkan kekuatannya untuk menghancurkan pertahanan para robot secara paksa dan menembakkan listrik melalui bagian dalam para robot.

Namun, karena tahu bahwa Maki adalah ancaman, pasukan kudeta tentunya tidak akan membiarkannya begitu saja. Prajurit manusia yang sudah datang ke area pertempuran sebagai bantuan memprioritaskan diri mereka untuk mengincar Maki. Karena hal itu, Maki harus berhadapan dengan hujan peluru-peluru ke arahnya, membuatnya tidak bisa menyerang. Karena pihak musuh tahu bahwa hanya Maki yang bisa mengatasi para robot itu, tidak sulit bagi mereka untuk membatasi gerakan Maki.

“…Sudah kuduga, memang sulit jika tidak ada Theia-dono dan Ruth”, ujar Kiriha yang menggigit bibirnya sendiri sambil menggunakan haniwa miliknya untuk melindungi Maki.

Jika Theia dan Ruth ada bersama mereka, mereka pasti bisa melancarkan serangan yang lebih kuat. Mereka bisa memanggil senjata dari Blue Knight, atau membombardir medan pertempuran dengan laser langsung dari luar angkasa, yang membuat mereka bisa menghabisi beberapa robot sekaligus. Namun, saat ini Theia dan Blue Knight sedang menuju ke sisi jauh bulan untuk mengatasi ketiga kapal yang berada di sana. Karena kapal-kapal itu yang mengirim para robot, hal yang dilakukan Theia menjadi penting untuk dilakukan.

Ketiadaan Theia tidak hanya berdampak pada kekuatan serang mereka, karena semangat kuat dan kepemimpinan Theia yang bisa membuat mereka menang pun juga tidak ada saat ini. Kiriha punya kemampuan sebagai seorang pemimpin, namun dia tahu bahwa dirinya tidak sehebat Theia. Kiriha membuat rencana, sedangkan Theia berdiri di garis depan dan menjalankannya. Seperti itulah mereka biasanya beraksi hingga saat ini. Theia adalah pelita bagi mereka. Dengan tidak adanya Theia, mereka tidak tahu harus bertumpu pada siapa.

“Semuanya, buruan! Buruan ke tempatnya Kiriha, sekarang!”

Tepat pada saat itulah Yurika dan ketiga bawahannya muncul dari semak-semak di sebelah kanan mereka. Yurika menyuruh ketiga bawahannya pergi lebih dulu sementara dia bertahan sebentar untuk mengulur waktu agar mereka bertiga bisa kabur.

Pasukan Yurika sudah menghadapi detasemen pasukan kudeta hingga saat ini. Akibatnya, mereka berempat terluka setelah mereka menghadapi pasukan musuh hanya dengan keempat orang itu saja. Ketiga bawahan Yurika nampak sudah tidak bisa bertarung lagi, dan salah satunya bahkan sudah terluka cukup parah sampai-sampai tidak aneh jika dia seharusnya sudah mati saat itu juga. Kedua orang lainnya yang hampir tidak terluka dibanding yang satunya membopong orang itu ke arah Kiriha dan yang lainnya.

Mereka bertiga dilindungi oleh Yurika, yang lukanya paling sedikit. Namun, Yurika nampak memiliki banyak benjolan dan luka bakar pada dirinya, jadi dia tidak bisa dianggap baik-baik saja. Namun selama dia masih memiliki hal untuk dilindungi, dia tidak akan menyerah. Dia berjuang dengan keras mengulur waktu bagi ketiga bawahannya yang sudah melindunginya hingga saat ini.

“Nijino Yurika, itu cukup, cepat ke sini!”

Berkat usaha Yurika, ketiga bawahannya berhasil tiba di tempat Kiriha dan yang lainnya dengan selamat. Mereka bertiga rubuh ke dalam sebuah parit, dan saat melihat itu, Kiriha langsung memanggil Yurika.

“O-Oke!”

“Yurika-chan, cepat Ho-!”

“Kami tidak punya banyak waktu Ho-!”

“Makasih, Karama-chan, Korama-chan!”

Yurika mundur dengan dilindungi oleh para haniwa. Tidak lama kemudian, Yurika sampai di tempat Kiriha dan yang lainnya. Dia pun bertanya pada Kiriha dengan nafas ternengah-engah.

“Kiriha-san, gimana keadaan di sini!? Apa yang lainnya baik-baik aja!?”

“Keadaannya tidak begitu baik. Mungkin ada baiknya kita mundur sebelum kita terluka lebih parah lagi.”

Kiriha dan yang lainnya sudah menyiapkan banyak posisi bertahan di sekitar rumah dimana Harumi dan Elfaria bersembunyi. Salah satu posisi itu sekarang sudah ditaklukkan oleh musuh. Itulah sebabnya pilihan mereka saat ini hanyalah mundur ke posisi bertahan lainnya.

“Tunggu, Kiriha-san, kalau kita mundur dari sini, detasemen di sebelah kanan kita akan bebas untuk menyerang! Sakuraba-san akan dalam posisi berbahaya!” timpal Maki yang menolak usulan untuk mundur. Karena mereka punya beberapa posisi bertahan, mereka bisa menggunakan lebih banyak jebakan jika mereka mundur ke posisi selanjutnya. Namun, hal itu akan memberikan musuh kesempatan untuk berkumpul kembali. Ditambah lagi, karena mereka juga akan bergerak lebih dekat ke posisi Harumi dan Elfaria, adalah hal yang berbahaya bagi Kiriha dan yang lainnya untuk mundur begitu saja.

“Aku tahu! Maka dari itu, kita hubungi mereka dan—“

Tepat pada saat itulah sebuah sinar laser yang ditembakkan oleh salah satu robot musuh menembus bahu Kiriha. Karena Kiriha disibukkan dengan jalannya pertempuran secara keseluruhan, dia menjadi lengah, dan serangan dari robot itu terjadi tepat saat Kiriha menjadi lengah.

“Ugh.”

Rokujouma no Shinryakusha v13 Illustration 6.jpg

Raut wajah Kiriha menunjukkan betapa sakitnya lukanya itu dan membuatnya jatuh berlutut. Karena lukanya terbakar oleh sinar laser, tidak ada darah yang keluar dari dalamnya, namun hal itu membuatnya tidak bisa menggerakkan tangan kanannya dan membuatnya menjatuhkan senapannya.

“Kita lari, semuanya! Yurika, pakai sihir jahatmu atau semacemnya!”

Tepat saat Kiriha terluka, Sanae langsung memutuskan bagi mereka untuk mundur. Sanae merasa bahwa semangat tempur mereka semua menurun ketika pemimpin mereka, Kiriha, terluka. Meskipun mereka masih berada dalam bahaya jika mereka mundur, mereka tidak akan segera terbunuh seperti halnya jika mereka tetap berada di sini. Itulah yang Sanae rasakan melalui intuisinya, dan memimpin mundurnya pasukan mereka dengan jiwa pemimpin yang tidak pernah ditunjukkannya sebelumnya.

“Kiriha, apa kamu bisa berdiri!?”

“Aku tidak apa-apa….hanya tanganku yang sakit.”

Sanae meletakkan tangannya di atas luka Kiriha dan mencurahkan energi spiritual padanya. Setelah Shizuka kembali, mereka berdua bekerja sama untuk membopong Kiriha. Segera setelahnya, ada kabut berwarna unik yang menyelimuti medan pertempuran itu. Rupanya, kabut itu adalah awan racun dan asam yang dibuat oleh Yurika. Pihak musuh pun terjebak di dalam kabut itu, terluka dan tidak bisa melihat medan pertempuran. Dengan begitu, serangan dari musuh pun terganggu, namun para robot yang dilengkapi dengan sensor panas terus menyerang.

“Kalau begitu, rasakan ini! Fire Wall!”

Maki membuat tembok api di antara mereka dan awan racun. Dengan panas yang muncul dari api itu, sensor panas para robot tidak bisa melacak adanya orang dan serangan mereka pun juga terhenti, memberikan para gadis dan pasukan mereka waktu untuk kabur.

“Sekarang, semuanya, ayo kita pergi!” seru Maki memberi aba-aba pada rekan-rekannya. Setelah mereka semua pergi, Maki pun ikut mundur, namun tepat pada saat itulah sesuatu yang tidak mereka duga terjadi.

Tepat di antara Maki dan rekan-rekannya yang sedang kabur, sebuah ledakan besar terjadi.

“Kyaaaaaaa!!”

Para gadis pun menjerit. Angin ledakan yang terjadi karena ledakan itu membuat mereka terhempas, membuat sebagian besar di antara mereka terpelanting ke tanah dan pingsan. Satu-satunya yang masih sadar hanyalah Maki yang berada di belakang.

“…A-Apa yang…”

Maki menahan rasa sakitnya dan berusaha bangkit, namun angin ledakan itu membuat tubuhnya kaku dan tidak bisa bergerak. Karena hanya kepalanya yang bisa bergerak, dia berusaha melihat ke sekitarnya dan menoleh ke arah musuh yang berada di belakangnya. Dia bisa melihat beberapa robot yang sudah maju menembus awan racun, asam dan tembok api dan mengejar mereka.

Begitu ya…mereka tidak peduli biarpun harus rusak…kami terlalu naif…

Jika musuh mereka manusia, Maki dan yang lainnya mungkin bisa kabur dengan menggunakan cara itu, karena berusaha menembus racun dan api sama saja dengan bunuh diri. Namun, kali ini musuh mereka ditambah dengan adanya robot, yang tidak ragu untuk merusak dirinya sendiri. Komandan musuh pun tidak begitu kuatir akan kehilangan beberapa robot, karena hal yang mereka utamakan saat ini adalah menghabisi Maki dan yang lainnya. Para robot mengabaikan semua itu dan terus maju. Maki dan yang lainnya tidak menduga akan adanya sebuah strategi yang tidak mungkni bisa dijalani oleh manusia biasa.

Apa kami akan mati disini…?

Maki tidak bisa bergerak lagi. Saat dia sadar bahwa dirinya akan segera mati, badannya menjadi lemas. Walaupun dia akan segera berhadapan dengan kematian, Maki tidak merasa takut, karena dia tahu bahwa hal yang menakutkan bukanlah kematian, namun kesendirian. Karena dia berada bersama teman-temannya, Maki tidak takut.

Satomi-kun…maafkan aku…

Satu-satunya hal yang disesalinya hanyalah Koutarou. Dia menyesal akan meninggalkan Koutarou sendirian, namun Maki hanya bisa pasrah karena dirinya sudah tidak bisa bergerak lagi.

Aku ingin bisa melihatmu, sekali lagi, sebelum aku mati…

Dengan harapan itu sebagai hal terakhir yang dipikrkannya, kesadaran Maki mulai memudar. Ketegangan yang dirasakannya pun turut mereda dan dia menjadi merasa jiwanya begitu terbebani. Karena rasa sakit itu, Maki tidak bisa mempertahankan kesadarannya.

Cahaya, biru…apa itu…Satomi-kun…?

Tepat saat dia akan pingsan, Maki melihat sebuah cahaya biru, dan di tengah cahaya biru itu nampak sebuah pemuda yang memakai zirah biru. Melihat hal itu, Maki merasa puas dan lalu pingsan. Dia sudah tidak peduli jika apa yang dilihatnya hanyalah ilusi atau memang yang sebenarnya.


Part 11[edit]

Sebagian besar kemarahan yang biasanya dimiliki oleh si pemuda bernama Satomi Koutarou ditujukan kepada betapa lemahnya dirinya. Karena dirinya yang begitu simpel dan raut wajahnya bisa langsung ditebak, terkadang dia terlihat seperti sedang marah, namun sebenarnya dia jarang sekali menunjukkan kemarahannya.

Namun, kali ini, Koutarou jelas-jelas terlihat marah, dan kemarahannya tidak tanggung-tanggung. Kemarahannya kali ini sama seperti ketika Alaia dan Charl diculik.

“…Kenapa kalian nggak bisa ngebiarin kita…kita cuma mau bisa lebih dekat satu sama lain…”

Koutarou sedang menggenggam Signaltin di tangannya. Logam di pelindung tangannya yang bergesekan dengan gagang pedang membuat suara bising, seakan-akan jeritan di benak Koutarou keluar dari dalam kepalanya.

Setelah turun dengan menggunakan sekoci, Koutarou menggunakan koordinat yang didapatnya dari Clan untuk pergi menuju medan pertempuran. Setibanya di sana, Koutarou mendapati 20 rekannya terbaring di tanah, tidak bisa bergerak. Sebagian besar di antaranya terluka parah dan akan meninggal jika tidak mendapat pertolongan, dan di antara kedua puluh orang itu terdapat gadis-gadis yang begitu spesial bagi dirinya. Kiriha, Sanae, Yurika, Maki dan Shizuka. Masing-masing dari mereka berjuang dengan kesendirian yang mereka hadapi dan mencari kehangatan yang bisa mereka dapatkan dari orang lain. Merekalah teman-teman Koutarou yang sudah saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Koutarou tidak mau sampai kehilangan mereka, tidak peduli apapun yang terjadi. Jika mereka tidak tersenyum bersama-sama, Koutarou akan merasa gusar karenanya, dan saat ini mereka semua sedang terbaring dengan luka yang mengancam nyawa mereka. Hal itu sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa dimaafkan oleh Koutarou.

“…Untung aja kalian mesin.”

Koutarou mengambil ancang-ancang dengan pedangnya. Di hadapannya terdapat 15 robot. Dia tidak peduli seberapa kuat robot-robot itu, karena dia akan mengalahkan mereka bagaimanapun caranya. Dia harus menyelamatkan teman-temannya secepat mungkin.

“Karena aku rasa aku nggak akan segan-segan lagi sekarang.”

Koutarou betul-betul murka.

Jika api kemarahan di matanya bisa keluar, robot-robot itu pasti sudah meleleh dalam sekejap. Sekuat itulah kemarahan yang saat ini berada dalam dirinya.

Sejumlah besar orang-orang menyaksikan jalannya pertempuran itu di layar monitor di anjungan Hazy Moon. Orang-orang itu adalah orang-orang yang sudah membantu Theia dan Elfaria untuk bisa kabur, jadi bagi mereka, pertempuran ini menjadi sesuatu yang begitu berarti. Itulah sebabnya, saat para gadis tumbang, suara-suara isak tangis bisa terdengar dari anjungan. Jika situasinya terus berjalan seperti ini, hanya tinggal menunggu waktu saja sebelum permaisuri tercinta mereka jatuh ke tangan pasukan kudeta.

“Siapa ksatria itu…?”

“Entah…tapi dia kelihatan konyol…”

Namun, saat seorang ksatria muncul di layar, raut wajah orang-orang itu mulai berubah.

Ksatria itu sedang memegang pedang ksatria dan memakai zirah – tampilan klasik seorang ksatria yang hanya bisa dilihat di TV dan film-film di zaman ini. Yang lebih mencolok dari ksatria itu adalah umurnya yang tampak muda dan warna zirahnya.

Ksatria itu tampak masih muda, sampai-sampai masih bisa disebut sebagai bocah. Dia tampak seumur dengan tuan puteri Theiamillis. Zirah yang dipakainya berwarna biru cerah, warna yang tidak pernah dipakai oleh para ksatria. Karena warna itu adalah warna yang dipakai oleh seorang ksatria hebat dari zaman dulu, warna itu tidak pernah digunakan oleh orang lain karena rasa hormat mereka dan karena mereka tidak mau dibandingkan saat menggunakan warna itu.

“Warnanya biru, jadi dia pasti sang Ksatria Biru! Itu pasti!”

Seorang bocah yang sedang menyaksikan layar itu bersama orang-orang dewasa lainnya mengutarakan apa yang ada di pikiran orang-orang. Jika zirahnya berwarna biru, maka orang itu pasti adalah sang Ksatria Biru.

“Sang permaisuri dan tuan puteri lagi dalam masalah, jadi dia pasti datang buat nyelametin mereka!”

“Nak. Biarpun kamu panggil dia Ksatria Biru, dia pasti bukan Ksatria Biru ‘yang itu’. Dia pakai zirah biru agar kelihatan mencolok saja. Dia pasti akan kalah.”

Bagi rakyat Forthorthe, sang Ksatria Biru adalah seseorang yang memiliki makna yang begitu berarti bagi mereka. Ksatria Biru adalah pahlawan legendaris dari 2000 tahun lalu yang masih dihormati hingga saat ini, namun legenda tetaplah legenda. Tidak mungkin Ksatria Biru yang saat ini berdiri di hadapan mereka adalah Ksatria Biru yang asli. Orang di layar itu pasti hanya memakai zirah biru saja, dia pasti hanya ksatria biasa. Ditambah lagi, kalau dia memang hanya ksatria biasa, dia seharusnya tidak memakai warna biru, jadi sudah jelas kalau orang itu hanya ingin sekedar pamer saja. Opini itu bukan hanya berasal dari orang yang berbicara kepada bocah itu, tapi juga opini semua orang dewasa di anjungan itu.

“Nggak mungkin! Itu Ksatria Biru!”

Namun, bocah itu tetap percaya bahwa jika sang permaisuri dan tuan puteri sedang berada dalam masalah, sang Ksatria Biru akan muncul. Setelah dia mengalahkan orang-orang jahat, kisah mereka akan berakhir bahagia. Dialah pahlawan legendaris yang dikagumi oleh bocah itu.

“Dia pasti menang! Nggak mungkin Ksatria Biru kalah sama robot-robot yang nggak punya sumpah apa-apa!”

Tepat saat si bocah mengutarakan itu dengan penuh keyakinan, si ksatria yang dimaksud menghunus pedangnya dan mulai maju. Namun, kecepatan ksatria itu terlalu cepat. Bagi orang-orang yang sedang menonton, dia seakan-akan menghilan dengan tiba-tiba. Sesaat berikutnya, dia muncul di tempat berbeda, berdiri di tempat setelah mengayunkan pedangnya.

Di saat yang sama, tiga robot meledak bersamaan. Robot-robot yang seharusnya menghalangi laju si ksatria.

“Apa!? Apa si ksatria itu yang melakukannya!?”

“Tidak ada orang lagi disana, pasti memang dia!”

“Itu robot-robot tentara model paling baru kan!? Dia bisa ngancurin tiga segampang itu!?”

Orang-orang di anjungan pun terkejut dengan pemandangan itu. Karena mereka sudah menyaksikan pertempuran itu sedari tadi, mereka tahu betapa kuatnya robot-robot itu. Walau begitu, ksatria berzirah biru itu menghancurkan tiga dari robot-robot itu dalam sekali serang – sebuah pemandangan yang begitu mencengangkan.

“Tuh kan! Dia bakal menang! Dia sang Ksatria Biru!”

Si bocah merasa begitu senang bahwa dirinya benar dan berbalik menyaksikan monitor. Daripada berbicara dengan orang lain, dia lebih memilih untuk bersorak menyemangati sang Ksatria Biru.

“Kamu pasti bisa, Ksatria Biru! Hajar orang-orang jahat itu!”

Ksatria itu pun mengayunkan pedangnya sekali lagi, seakan-akan sorakan si bocah sampai kepadanya, dan ada robot lain yang hancur. Ketajaman pedang itu tampak begitu hebat saat sedang membelah robot dan senjatanya menjadi dua.

“Jangan-jangan…”

Awalnya, orang-orang itu menolak kata-kata si bocah. Namun setiap kali sebuah robot hancur, mereka mulai berpikir bahwa bocah itu memang benar. Pertarungan si ksatria itu nampak begitu hebat sampai membuat orang-orang berpikir tentang sang ksatria legendaris.

Sang Ksatria Biru, Layous Fatra Veltlion. Pahlawan legendaris dan zirah birunya yang khas.

“Terbang! Terbang, Ksatria Biru!”

Namun, pada saat itu, hanya ada satu orang yang sungguh-sungguh percaya dari lubuk hatinya yang paling dalam.


Kembali ke Bab 3 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 5