Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 5 Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Keceriaan dan Kebahagiaan[1][edit]

Part 1[edit]

Dengan diiringi suara kapur yang dipegang oleh guru Matematika mengetuk dan menggores papan tulis, Theia memandangi tempat duduk Koutarou yang kosong.

Pada akhirnya, Koutarou tidak juga kembali..

Meskipun jam pelajaran kelima dimulai, Koutarou belum juga kembali. Itulah kenapa kursinya masih kosong.

Benar juga, handphone!

Theia menarik keluar handphone miliknya dari sakunya. Karena nomor handphone milik Koutarou sudah tersimpan di handphonenya, Theia bisa menelepon Koutarou hanya dengan sekali pencet.

Tapi...

Namun, Theia tidak menghubungi Koutarou, dan raut wajahnya berubah muram.

Jam pelajaran klima sudah dimulai...dan aku masih belajar di dalam kelas...itu benar! Karena aku sedang belajar di kelas, aku tidak bisa berbuat apa-apa!

Theia membuat alasan bagi dirinya sendiri dan memasukkannya kembali ke kantongnya. Nyatanya, ada banyak cara yang bisa dilakukannya untuk menghubungi Koutarou. Dia bisa berpura-pura sakit dan pergi ke ruang UKS untuk menghubungi Koutarou, tapi Theia tidak bisa melakukannya. Kalau dia sendiri yang menghubungi Koutarou, dia tidak akan tahu harus berkata apa.

Baiklah, lebih baik aku melanjutkan yang lain!

Theia berbalik menghadap buku tulisnya setelah menyimpan kembali handphonenya. Buku tulis itu sudah dipenuhi oleh coretan-coretan yang berisi ide-idenya untuk drama berikutnya. Buku tulis itu disiapkannya untuk naskah baru, yang benar-benar baru mulai ditulisnya. Karena itulah, belum ada kalimat yang sudah tertulis, semuanya masih berbentuk ide.

Seperti yang aku duga, kalau aku tidak membuat adegan itu berjalan dengan benar, aku tidak bisa membuat kelanjutan adegan lainnya...

Adegan yang dimaksud adalah adegan paling terakhir dari cerita drama: adegan perpisahan Ksatria Biru dan Puteri Perak. Pertempuran mereka sudah selesai, dan sang Puteri Perak telah menjadi kaisar. Setelah menjalani semua perhelatan negeri itu hingga selesai, sang Ksatria Biru pergi sendirian, meskipun dia sadar kalau sang Puteri Perak mencintainya.

Menurut para sejarawan, sang Ksatria Biru kembali ke kampung halaman dimana keluarganya sedang menunggu dirinya, atau dia takut kalau keberadaannya akan memicu konflik internal. Dengan begitu, dia meninggalkan sang Puteri Perak. Ada juga teori kalau dia mungkin telah dibunuh. Sang Ksatria Biru tidak muncul kembali dalam sejarah setelah peristiwa itu; kebenarannya hanya bisa ditemukan 2000 tahun yang lalu.

Meskipun adegan perpisahan itu tetap menjadi sebuah misteri, adegan itu juga adalah puncak dari kisah cinta yang begitu luar biasa. Karena itulah, kisah itu disukai oleh rakyat Forthorthe, baik dulu maupun sekarang.

Sudah menjadi pengetahuan umum kalau sang Puteri cinta dengan sang Ksatria Biru...tapi bagaimana dengan sang Ksatria?

Tentu saja, Theia juga merasakan hal yang sama. Karena rasa sukanya pada sang Ksatria Biru, adegan ini adalah titik mulai drama berikutnya, dan dia berniat untuk menulis adegan-adegan lainnya agar adegan terakhir ini betul-betul menonjol. Meskipun pena sudah tergenggam erat di tangannya, Theia masih tidak tahu apa yang harus ditulisnya.

Kalau dia memang mencintai sang Puteri, mereka setidaknya pasti berciuman...

Berciuman. Saat Theia memikirkan kata itu, dia membayangkan seorang pria dan wanita yang berciuman. Tapi mereka bukanlah sang Ksatria Biru dan sang Puteri Perak, tapi seorang pemuda yang kelihatannya kurang peka dan seorang gadis dengan rambut keemasan yang indah.

Ciuman, ya...

Theia bermain dengan imajinasinya selama beberapa saat dengan diiringi bunyi goresan kapur yang terus bergerak dengan cepat. Namun, detak jantung Theia berdetak lebih cepat dari itu.

Ah!!

Setelah menikmati dunia mimpinya selama beberapa detik, Theia akhirnya tersadar. Wajahnya berubah merah saat rambutnya yang indah bergoyang ke kiri dan ke kanan menepis mimpinya.

Tidak, tidak. Sang Ksatria Biru dan sang Puteri Peraklah yang seharusnya berciuman! K-kenapa aku harus m-mencium si bocah tidak sopan itu!?

Theia dengan cepat mencoret ide 'berciuman' sementara mukanya masih merah karena malu. Namun, tangannya berhenti setelah membuat goresan pertama.

T-tapi, karena aku adalah pengajarnya,aku...aku akan...berciuman...dengannya...seperti sepasang kekasih. Ciuman yang menghentikan segalanya, c-ciuman mesra...berlatih...berulang...berulang-ulang...

"W-wuaaaa..."

"Yang Mulia?"

Saat itu, Theia tumbang di atas mejanya - mukanya merah, dan dia pingsan karena otaknya kepanasan.

"Yang Mulia, Anda kenapa?"

"Hah....ahh...lebih, lebih...lebih lembut lagi menciumnya..."

Karena kuatir, Ruth, yang berada disebelahnya, menggoyang badan Theia, namun Theia tidak bereaksi dan terus menggumamkan kata-kata yang aneh.

"Ruth-chan, tidak apa-apa Ho-! Menurut pengamatan kami, dia hanya pingsan karena berlebihan menggunakan kepalanya Ho-!"

"Kalau kamu menunggunya sebentar, dia akan pulih Ho-! Jadi, jangan kuatir Ho-!"

"Begitu...syukurlah.."

Karama dan Korama mendekati Ruth dalam keadaan terkamuflase dan melaporkan pengamatan mereka. Ruth merasa lega setelah mendengar laporan itu.

"Kenapa Theia-chan pingsan Ho-?"

"Aku ingin tahu Ho-! Kita harus memeriksa dan mencegah itu terulang Ho-!"

Kedua haniwa itu mulai memanjat meja Theia. Pemandangan kedua haniwa yang bergantung di kaki meja dan berusaha memanjat naik memang imut, tapi karena mereka tersembunyi dari pandangan yang lain, tentu saja tidak akan ada yang mengetahui hal itu.

"Kelihatannya ada banyak coretan Ho-!"

"Buku tulisnya benar-benar menghitam Ho-!"

"Yang Mulia sedang sibuk membuat naskah untuk drama yang baru"

"Ho-! Ini serius Ho-!"

"HoHo-! Kami tidak bisa mencegah ini Ho-! Semoga beruntung, Theia-chan!"

Para Haniwa memandangi Theia dengan penuh kekaguman. Mata mereka yang kosong seakan-akan terlihat memandang dengan lembut.

"L-latihan...ini latihan, jadi...satu kali lagi..."

"Karama, Korama, tinggalkan dia"

"Ho-, mengerti Ho-, Nee-san"

"Selamat malam Ho-, Theia-chan. Tidur yang nyenyak Ho-!"

Setelah ditegur oleh Kiriha, Karama dan Korama dengan patuh kembali ke meja Kiriha. Kedua Haniwa itu terlihat imut saat mereka melompat menuju Kiriha, tapi tentu saja, kali ini pun tetap tidak ada seorang pun yang bisa melihat mereka. Hal yang sama juga berlaku bagi pemilik mereka, Kiriha. Tapi, untuk dirinya, itu bukan karena dia tidak bisa melihat mereka, melainkan karena saat itu dia sedang memandang ke arah jendela.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Koutarou dan Yurika? Kalau terus begini, jam pelajaran kelima akan selesai.."

Kiriha sudah memandangi gerbang sekolah selama beberapa saat ini. Tapi, baik Koutarou maupun Yurika masih belum nampak sementara jarum jam terus bergerak.

"Aku harap, tidak ada hal aneh yang terjadi..."

Kiriha berencana menelepon Koutarou saat pelajaran sudah selesai. Tidak seperti Theia yang jatuh pingsan, hal seperti itu bukanlah masalah bagi Kiriha.


Part 2[edit]

Di saat yang sama dengan pingsannya Theia di kelas, Koutarou masih berada di lahan konstruksi. Bahkan setelah Maki menghilang, Koutarou dan Sanae masih tidak bisa pergi dari sana. Alasannya adalah karena Yurika dan Harumi masih kehilangan kesadaran. Yang bisa dilakukan Koutarou saat itu hanyalah menggendong mereka ke pondok susun yang ada di dekat mereka.

"Gimana teleponnya?"

"Nggak bisa. Nggak dapet sinyal"

Koutarou ingin menghubungi Theia dan yang lainnya untuk membantunya menyembuhkan Yurika. Untuk masalah itu, peralatan medis di Blue Knight jauh lebih hebat dibandingkan rumah sakit. DIa juga ingin menghubungi mereka untuk melawan Maki.

Kalau mereka mendengar ada musuh baru yang muncul, baik Theia maupun Kiriha tidak akan tinggal diam begitu saja. Tapi, entah kenapa, handphonenya tidak mendapat sinyal.

"Kalau gitu, gimana kalau aku ke sekolah buat manggil mereka?"

Karena Sanae adalah hantu, dia bisa terbang langsung ke sekolah. Karena handphone Koutarou saat itu tidak berguna, itulah cara tercepat untuk menghubungi Theia dan yang lainnya.

"Kamu bisa? Aku nggak bisa pergi dari sini soalnya"

Karena Koutarou tidak bisa meninggalkan Yurika dan Harumi sendirian, dia menyetujui usulan Sanae.

"Bisa kok. Tunggu ya, aku panggil mereka dulu"

"Oke, tolong ya, Sanae"

"Ya ♪"

Sanae dengan riangnya mengangguk menjawab Koutarou dan terbang melewati atap setelah Koutarou meminta tolong padanya.

"Huh?"

Saat Sanae terbang menuju sekolah, dia merasa kalau tubuhnya entah mengapa menjadi berat.

"Aneh....kenapa ya?"

Rasanya seperti ada karet besar yang terikat pada dirinya dan menariknya kembali. Semakin jauh dia terbang dari pondok susun tempat Koutarou berada, semakin kuat tarikan yang dialaminya.

"Ampun deh, ini kenapa sih...aku nggak tahu ini apa, tapi jangan ganggu dong, aku buru-buru nih"

Sanae tidak bisa berhenti disitu. Saat ini, dia punya tugas penting yang didapatnya dari Koutarou. Kalau dia berhasil melaksanakannya, Koutarou pasti akan memujinya. Karena itulah, Sanae meningkatkan kecepatan terbangnya untuk melawan kekuatan apapun yang menariknya.

"Lepasiiin, Koutarou nungguin nih!! Eh, eh!? Hilang!?"

Tepat saat kekuatan yang menariknya akan menjadi masalah besar, kekuatan itu menghilang - seakan karet yang mengikat dirinya tertarik terlalu panjang dan lalu putus, membuat Sanae terbang berputar-putar di langit.

"Ohoho...apa itu tadi..?"

Setelah melihat ke sekitarnya, Sanae, yang tidak pernah mengalami itu sebelumnya, hanya bisa memiringkan kepalanya karena kebingungan sambil terbang terbalik.

"Yah, karena aku udah balik normal, nggak masalah deh"

Namun, setelah kembali normal, Sanae dengan cepat mengabaikan hal itu dan kembali terbang. Dia biasanya tidak pernah merenungi sesuatu, dan saat ini dia perlu menolong Koutarou.

"Aku harus buruan, ayo ke sekolah!"

Sebenarnya, apa yang menahannya adalah perasaannya sendiri. Dulu, dia masih terikat pada kamar 106. Namun, seiring berjalannya waktu, dia berubah dan justru terikat pada Koutarou. Hal yang memutuskan ikatan itu adalah perasaannya sendiri juga - perasaan yang ingin menolong Koutarou mengalahkan perasaannya yang ingin selalu berada disisi Koutarou.

"Oke, aku bakal berusaha sekuat tenaga!"

Pergantian ikatan dari kamar itu menjadi Koutarou mencerminkan seberapa besar Sanae bergantung pada Koutarou.


Harumi membuka matanya sesaat setelah Sanae pergi.

"H-huh...aku..."

"Sakuraba-senpai, kamu nggak apa-apa?"

"..Koutarou-sama..?"

Dan apa yang telah dicarinya selama 2000 tahun ini---

"Ah.....em, aku..."

Harumi sadar dari keadaannya yang sedang linglung. Dia teringat apa yang terjadi sebelum dia pingsan.

"O-oh iya, Nijino-san. Apa Nijino-san baik-baik saja!?"

Harumi langsung melompat dan dengan cepat melihat ke sekelilingnya dan menemukan Yurika yang terluka berada disisinya.

"Nijino-san, Nijino-san!"

Harumi mulai menangis sambil menggoyang badan Yurika. Dia tahu kalau Yurika melindunginya, jadi saat itu dia sedang betul-betul panik. Dia tidak bisa tenang karena dia pikir Yurika mungkin sudah mati baginya.

"Tenang, Sakuraba-senpai"

"Tapi, Satomi-kun! Nijino-san...Nijino-san!"

"Tenang, dia cuma pingsan"

Koutarou pun memeluk Harumi dan membuatnya berhenti menggoyang badan Yurika.

"Lepaskan, lepaskan aku!"

Namun, Harumi mencoba melepaskan dirinya, karena sebesar itulah dia kuatir dengan Yurika.

"Aku baru aja nyari bantuan. Yurika bakal aman kok"

"...Benarkah?"

Setelah beberapa kali berusaha, Koutarou akhirnya bisa membujuk Harumi, dan Harumi berhenti menggoyang badan Yurika lalu dengan perlahan menoleh ke arah Koutarou.

"Ya. Sebentar lagi dia bakal dirawat kok"

"S-syukurlah..."

Harumi menghela nafas lega dan akhirnya tenang.

Maaf, Sakuraba-senpai...

Sebenarnya, Koutarou tidak begitu mengetahui seberapa parah luka yang diderita Yurika. Tapi dia tahu, kalau dia tidak mengatakan itu, Harumi tidak akan tenang.

"Aku begitu kuatir kalau ada sesuatu yang terjadi dengan Nijino-san..syukurlah.."

Harumi lalu menghapus air matanya dan menengadah ke arah Koutarou. Di saat itu, dia tersenyum menggunakan air matanya, menandakan rasa lega dan bahagianya.

"Jadi, kamu sendiri nggak apa-apa kan, Sakuraba-senpai?"

"Aku...?"

Saat Koutarou mengatakan itu, Harumi akhirnya sadar dengan situasinya sendiri.

"Ah, a-aku.."

Koutarou masih memeluknya, dan wajahnya begitu dekat dengan wajahnya. Dalam situasi itu, Harumi tidak bisa tenang.

"Ah, a-a-a-ku baik-baik saja, t-t-tidak apa-apa"

"Beneran? Wajahmu merah tapi"

Koutarou, yang tahu kalau Harumi terlihat sedikit aneh, kuatir kalau dia terkena demam dan lalu meletakkan tangannya di dahi Harumi.

"Kayaknya....kamu nggak kena demam"

"A-a-aku baik-baik saja!"

Harumi mendorong Koutarou menjauh dan lari dari dekapannya.

Ah, bener juga...

Melihat itu, Koutarou akhirnya sadar kalau Harumi saat itu sedang malu.

"Maafin aku, Sakuraba-senpai"

Koutarou pun akhirnya juga tersipu malu dan meminta maaf.

"T-tidak.."

Harumi menggelengkan kepalanya sambil menundukkan wajahnya saat mengatakan itu.

Syukurlah...Satomi-san melepaskanku...kalau itu terus berlanjut, aku mungkin akan mengatakan sesuatu yang luar biasa...

Kalau itu terjadi dengan seseorang yang dibencinya, Harumi tidak akan sekesal ini. Alasannya, tentu saja Koutarou.

"Jadi, soal sebelumnya, Sakuraba-senpai"

"Ah, b-benar juga, apa yang terjadi setelahnya?"

Koutarou mengganti topik pembicaraan mereka, seakan-akan lari dari kejadian sebelumnya. Harumi pun mengikutinya, dan suasana aneh di sekitar mereka pun menghilang.

"Aku tidak betul-betul ingat apa yang terjadi setelah Nijino-san pingsan..."

"Eh!? Kamu nggak inget!?"

"Ya...apa ada yang terjadi?"

Harumi ingat semua yang terjadi sampai Yurika melindunginya dari bola api, dan Koutarou menahan Yurika. Karena itulah, Harumi merasa aneh saat Koutarou terkejut soal itu.

"N-nggak, kalau kamu nggak inget,yah..."

Sakuraba-senpai nggak inget apa-apa? Kalau gitu, apa yang...?"

Harumi betul-betul lupa tentang dirinya yang menyerahkan pedang bersinar kepada Koutarou.

Kalau kupikir lagi, pedang itu hilang barengan sama Maki...apa yang sebenernya terjadi?

Koutarou masih merasa bingung dengan hal-hal aneh dan tak terbayangkan yang terjadi di sekitarnya.

"N, mmmm..."

Tepat disaat itu, Yurika bangun.


Part 3[edit]

"Yurika!"

"Nijino-san!"

Saat Yurika membuka matanya, dia melihat Koutarou dan Harumi.

"...Satomi-shan...Shakuraba-senpai.."

"Kamu nggak apa-apa, Yurika!?"

Keduanya saat itu tersenyum, tapi ada air mata yang menghiasi wajah mereka.

"Kenapa kalian nangis...?"

"Aku nggak nangis, bego!"

"Karena kamu bangun, Nijino-san"

Saat dia mendengar suara mereka, Koutarou yang berteriak dan Harumi yang menangis, Yurika teringat apa yang terjadi sebelum dia pingsan.

Dia teringat pertarungannya dengan Maki, kalau Koutarou dan Harumi muncul di tengah pertarungan mereka, dan dia terkena serangan bola api demi Harumi. Pikirannya mulai jernih dan dia pun mulai bangkit.

"Yurika, jangan dipaksa! Tetep tidur!"

"Aku, nggak bisa"

Koutarou mencoba membaringkan Yurika kembali, tapi Yurika menggelengkan kepalanya. Karena tidak ada pilihan lain, Koutarou menopang badannya saat Yurika berusaha bangkit.

"Satomi-san, gimana dengan Maki-chan? Apa yang terjadi sama dia?"

"Setelah kamu pingsan, aku sempet bertarung bentar sama dia sebelum dia hilang"

"Sanae-chan sendiri? Kok dia nggak ada..."

"HPku nggak dapet sinyal, jadi dia pergi buat nyari bantuan"

"Gitu...HPmu nggak dapet sinyal gara-gara sihir kami"

"Beneran?"

Yurika mengambil nafas dalam-dalam saat dia berdiri berkat bantuan Koutarou. Badannya saat itu dipenuhi luka bakar dan lebam.

"Hah..Ahh..Sebelum kita mulai bertarung, kita bikin pelindung buat bikin orang menjauh. Di dalem pelindung itu, semua komunikasi bakal nggak berfungsi"

Pelindung yang dipasang Yurika dan Maki sebelum mereka bertarung tidak hanya membuat orang menjauh, tapi juga mencegah orang yang berada di dalam melaporkan keadaan di dalam pelindung itu kepada orang yang berada diluar. Pelindung itu menghalangi suara, informasi visual, dan gelombang elektronik. Sebagai hasilnya, handphone tidak akan mendapat sinyal.

"Aku tidak tahu apapun tentang sihir, tapi apa badanmu baik-baik saja, Nijino-san?"

Bagi Harumi, kesehatan Yurika lebih penting daripada musuh ataupun sihir. Dia menggenggam tangan Yurika dengan kedua tangannya sendiri dan memandangnya dengan kuatir.

"Aku nggak apa-apa. Aku kan gadis penyihir cinta dan keberanian"

"..Kalau begitu, syukurlah.."

Yurika tersenyum dan mengangguk pelan saat mengatakan itu, tapi itu tetap tidak bisa membuat Harumi tenang saat dia melihat Yurika yang masih penuh dengan luka-luka.

"Jadi, sekarang kamu mau ngelakuin apa, Yurika?"

Dia mungkin penuh dengan luka, tapi dia masih bangkit berdiri. Koutarou pun mengerti kalau Yurika masih harus melakukan sesuatu saat dia melihat Yurika melakukan itu.

"Aku mau ngejar Maki-chan"

"Kamu tidak bisa mengejarnya dengan kondisimu seperti ini!"

Harumi menggeleng tanda menolak tujuan Yurika, karena dia tidak ingin Yurika pergi dengan luka-luka seperti itu.

"Begitu juga, aku harus pergi. Nggak ada waktu lagi"

"Kamu ngejar dia atau nggak, emangnya kamu tahu dimana dia?"

"Ya. Dia pasti pergi ke kamar 106. Aku yakin"

"Ke tempat kita? Emangnya kenapa...ah, bener juga, kamu bilang--"

"Ya. Maki-chan ngincer kekuatan sihir di kamar 106"

Yurika sudah mengatakan hal yang sama semenjak mereka pertama kali bertemu: Satu hari nanti, para gadis penyihir jahat akan muncul dan mengincar kekuatan sihir di kamar 106.

"Itulah kenapa aku harus pergi sekarang, atau ada hal buruk yang bakal terjadi"

Itulah yang dikatakan Yurika saat dia berusaha berdiri.

"Uh..."

Wajahnya berubah menunjukkan rasa sakit dan keringat dingin muncul saat dia berusaha berdiri.

Ini Yurika yang sebenernya...bukan, inilah gadis penyihir sebenernya...

Koutarou mengerti betul beban dari tugas Yurika, yang kuatir lebih dengan tugasnya sendiri dibandingkan badannya ataupun nyawanya sendiri.

Kalau gitu...

Koutarou pun membuat sebuah keputusan.

"Yurika, aku anter kamu pulang"

Sambil mengatakan itu, Koutarou berbalik memunggungi Yurika dan berjongkok. Dia berencana menggendong Yurika sampai ke kamar 106.

"Nggak apa-apa nih, Satomi-san?"

Yurika tidak bisa percaya dengan tawaran itu, setelah memikirkan semua yang telah terjadi pada mereka hari ini.

"Emangnya kenapa? Ini satu-satunya cara ngelindungin kamar 106, ya kan?"

"B-bener sih, tapi..."

Koutarou tidak hanya menawakan itu dari niat baik semata saja, tapi juga karena semua yang sudah terjadi hingga hari ini. Dia merasa kalau dia harus membantu Yurika karena dia tidak percaya dengannya hingga saat ini.

"Itu tidak mungkin!! Kalau Nijino-san terus bertarung dengan keadaan seperti itu, nanti pasti akan terjadi hal yang buruk padanya!"

Namun, Harumi bersikeras menghentikan mereka. Dia ingin menghentikan teman terbaiknya entah bagaimana caranya.

"Kalau aku ngebiarin dia, bakal ada sesuatu yang buruk terjadi entah di kota ini atau di negeri sihir"

Tapi, Yurika sendiri punya sesuatu yang harus dilindunginya dengan segala cara. Janjinya dengan pendahulunya, Rainbow Nana, dan kehidupannya di kota ini selama setengah tahun, itulah yang membuat Yurika tidak bisa mundur begitu saja.

"Naik sini, Yurika"

"Oke"

Wajah Yurika masih meringis kesakitan, tapi dia tidak ragu untuk naik ke punggung Koutarou. Setelahnya Koutarou pun bangkit berdiri.

"Satomi-kun, Nijino-san, kalian tidak bisa pergi!"

"Ini bakal berbahaya, jadi tolong balik ke sekolah ya, Sakuraba-senpai"

"Satomi-kun!?"

Harumi biasanya akan taku dan tidak akan memaksakan dirinya, tapi kali ini dia tidak mau melangkah mundur.

"Tidak, aku tidak akan pulang!"

"Sakuraba-senpai!?"

"Kalau kalian tidak mau berhenti bertarung, aku benar-benar tidak akan pulang!"

Itulah pertama kalinya Harumi mengatakan sesuatu yang egois kepada Koutarou.


Part 4[edit]

Sementara itu, Sanae sampai di SMA Kitsushouharukaze. Dia menembus melewati jendela kelas 1-A dan menuju langsung ke Kiriha dan yang lainnya.

"Handphoneku juga tidak bisa meneleponnya. Jadi, antara dia mematikan handphonenya, atau dia tidak mendapat sinyal"

"Aku juga nggak bisa hubungin HPnya Yurika-chan. Yah, kalau dia, dia mungkin belum beli pulsa lagi"

"Hmm..Apa yang mereka berdua lakukan ya..."

"Aku harap nggak ada hal buruk yang terjadi..."

Jam pelajaran kelima baru saja selesai dan saat ini mereka sedang istirahat. Kiriha dan yang lainnya saat itu sedang mengeluarkan handphone mereka masing-masing sambil berkumpul. Tapi, entah mengapa, Theia sedang terbaring di mejanya sendiri. Tepat saat itulah Theia sampai disana.

"Semuanya, ada masalah! Ikutin aku, cepet!"

"Sanae? Kenapa hanya kamu yang kembali?"

"Bagaimana dengan Satomi-sama dan Yurika-sama?"

Saat Sanae terbang ke arah mereka, pikiran mereka saat itu tertarik dengan hal yang masing-masing berbeda mengenai keadaan Yurika dan Koutarou, karena mereka berasumsi kalau Yurika tertidur terlewat lama atau membolos dan pergi bermain.

"Itu masalahnya! Mereka lagi kena masalah!"

Sanae, satu-satunya yang tahu apa yang terjadi, menunjuk ke arah Ruth dan terus berbicara. Dia bertekad untuk membawa semuanya ke tempat Koutarou berada secepat mungkin.

"Kelihatannya bukan situasi yang bagus"

"Masalah seperti apa?"

"Susah jelasinnya, pokoknya buruan ikutin aku! Kayak yang Yurika bilang, ada musuh baru yang ngincer kamar kita!"

"Apa!?"

Theia langsung terbangun menendang kursinya saat mendengar kalau Koutarou berada dalam bahaya.

"Apa Koutarou baik-baik saja!? Bagaimana keadaannya!?"

Theia langsung menuju ke arah Sanae dan menayakan itu. Setelah mendengar kalau ada musuh yang muncul, Theia mengkhawatirkan keselamatan Koutarou sebagai hal pertama yang dikhawatirkannya. Di saat itu, mereka berdua merasakan hal yang sama.

"Koutarou nggak apa-apa, tapi Yurika luka! Jadi, buruan! Kita harus pergi!"

Sanae langsung menggenggam tangan Theia dan menariknya paksa ke arah luar sekolah.

"Baiklah, pimpin jalannya"

Theia pun ikut bergerak mengikuti Sanae. Dia tidak bisa bilang kalau dia ingin pergi bersama Koutarou, tapi kalau Koutarou berada dalam bahaya, dia ingin pergi menolongnya. Karena, sudah tugasnya sebagai seorang tuan untuk menolong hamba mereka.

"Yang Mulia, aku akan menemani anda"

"Aku mengerti situasinya. Aku tidak bisa mengabaikan musuh yang mengincar kamar 106. Aku akan ikut juga"

"Aku ngerasa nggak enak, jadi aku ikut juga deh. Aku nggak mau para penghuni kamarku kena masalah"

Ruth, Kiriha dan Shizuka pun turut serta dengan Theia dan Sanae. Mereka berlima bertemu Kenji yang baru saja masuk ke ruang kelas.

"Oh? Theia-san dan yang lain, kalian mau kemana"

"Ada urusan yang belum selesai. Tolong beritahukan ke guru kalau kami pulang lebih awal"

"Nggak masalah sih, tapi...apa ada masalah?"

Maki dan Yurika menghilang, Koutarou pergi mengambil sesuatu yang ditinggalkannya dan belum juga kembali. Selain itu, Theia, Ruth, Kiriha dan Shizuka juga pulang lebih awal. Siapapun pasti akan sadar kalau ada sesuatu yang terjadi.

"Mackenzie-kun, menurut penjelasan Yurika-chan, ada gadis penyihir jahat yang muncul dan dia lagi kena masalah itu sekarang"

"Gitu toh. Ya udah, silahkan aja"

Setelah Shizuka menjelaskan secara singkat, Kenji tersenyum dan memberi jalan. Mereka berlima pun keluar dari kelas dan berlari ke arah tangga yang mengarah ke pintu masuk sekolah.

"...Aku selama ini berpikir"

"Tentang apa?"

"Biasanya, kau tidak akan percaya dengan itu, benar?"

"Mungkin tidak"

"Karena itu tentang gadis penyihir.."

"Akal sehat menjadi penghalang"

Dengan itu, mereka berlima pergi dari sekolah dan pergi untuk menolong Koutarou.


Part 5[edit]

Hangatnya...

itulah yang dipikirkan Yurika saat badannya bergoyang karena punggung Koutarou yang saat itu sedang berlari. Yurika merebahkan kepalanya di punggung Koutarou yang besar, dan saat pipinya menyentuh punggung itu, dia bisa merasakan kehangatan Koutarou.

Sekarang aku ngerti kenapa Sanae-chan suka ngelakuin ini..

Semenjak Yurika menjadi gadis penyihir, dia telah benar-benar menjadi sendirian. Tidak ada yang bertarung bersamanya, atau bahkan tahu tentang identitas aslinya. Meskipun mereka hidup bersama, Koutarou dan yang lainnya tidak benar-benar mengerti tentang dirinya sesungguhnya. Namun, Koutarou akhirnya mengerti, dan hari ini, dengan Koutarou yang telah mengulurkan tangan padanya, Yurika tidak lagi sendiri. Dia telah menemukan seseorang yang bisa dipercayainya.

Aku iri, Sanae-chan selalu aja bisa ngelakuin ini...

Rokujouma V5 222.jpg

Yurika pun menggenggam Koutarou lebih kuat lagi. Karena saat itu jalan mereka untuk sampai ke Rumah Corona masih panjang, Yurika tidak ingin membebani Koutarou lebih dari ini.

"Hei, Yurika"

"Ya?"

Koutarou, yang mengetahui kalau Yurika sempat bergerak, menanyakan sesuatu yang selama ini sudah mengganggunya.

"Kenapa kamu jadi gadis penyihir? Kamu bukannya lahir dan diharuskan jadi itu, iya kan?"

Koutarou sempat mendengar alasannya sebelumnya. Di beberapa kesempatan, Yurika mengatakan kalau seseorang menyelamatkan hidupnya, tapi Koutarou tidak pernah mendengarkan tentang keadaan Yurika. Koutarou akhirnya menggunakan kesempatan ini untuk mencari tahu.

"...Aku lahir di keluarga yang biasa, dan hidup sebagai cewek biasa"

Yurika terdiam sejenak sebelum akhirnya angkat bicara. Dulu, mungkin Yurika akan dengan mudahnya mengatakan hal-hal itu untuk membuat Koutarou percaya kepadanya. Tapi, sekarang karena dia sudah percaya, Yurika mulai ragu.

Gitu rupanya, waktu itu aku bukan diriku yang sebenernya..

Di saat itulah Yurika menyadari seberapa ringan kata-katanya dahulu yang telah diucapkannya.

"Tapi, kayaknya aku punya potensi buat pakai sihir, dan di satu hari, ada setan yang nyerang"

Kejadian itu terjadi lebih dari setahun lalu. Yurika, yang waktu itu masih seorang gadis SMP, tinggal di kelas untuk pelajaran tambahan, dan di sekolah yang kosong itu muncullah sebuah makhluk buas kehitaman yang menyerangnya. Makhluk aneh itu terlihat seperti singa dan mempunyai sayap kelelawar, dan makhluk itu menyerang Yurika untuk menyantap kekuatan sihir Yurika.

"Orang yang nyelametin aku waktu itu Nana-san. Dia yang bertugas buat ngelindungin area ini"

"Nana...itu nama orang yang nyelametin kamu ya?"

"Ya. Kalau Nana-san nggak muncul, aku pikir makhluk itu bakal makan aku hidup-hidup"

"Begitu"

"Jadi itu yang terjadi..."

Harumi yang berlari disebelah Koutarou, menggumam sambil berpikir dalam saat mendengar itu. Kalau Koutarou berlari secepat yang dia bisa, Harumi mungkin tidak akan bisa mengejar, tapi Koutarou tidak melakukan itu karena luka yang diderita Yurika.

"Dulu, tugas Nana-san adalah ngajari aku gimana caranya ngendaliin kekuatan sihirku. Kalau aku bisa ngendaliin kekuatan sihirku yang biasanya ngalir keluar gitu aja, nggak akan ada setan yang nyerang aku lagi"

"Jadi, orang itu ngajarin kamu gimana caranya pakai sihir?"

"Iya, tapi cuma sihir tingkat dasar sih.."

Yurika teringat kembali saat Nana pindah ke sekolahnya untuk melindunginya dan saat dia mengajari Yurika sihir tingkat dasar untuk mengajarinya mengendalikan kekuatan sihirnya.

"Setelah aku belajar caranya pakai sihir, aku mulai ngebantu Nana-san. Nana-san bilang kalau dia nyelametin aku karena itu tugasnya, tapi buatku, dia itu pahlawanku. Dan kalaupun itu emang tugasnya, aku mau ngebantuin dia sebisaku"

"Apa yang kamu lakuin buat ngebantu?"

"Karena aku cuma tahu sihir dasar, aku nggak pernah ngebantu buat pertarungan"

Nana dengan tegas menolak saat Yurika pertama kali menawarkan dirinya untuk membantu. Nana tahu kalau Yurika punya potensi besar untuk sihir, dan Yurika pasti bisa menggunakan sihir tingkat lanjut. Tapi, Nana kuatir dengan kepribadian Yurika, yang hatinya baik, untuk pergi bertarung.

"Aku jadi semacam asistennya gitu"

Tapi, karena Yurika begitu keras kepala ingin membantu, Nana memperbolehkannya untuk membantunya dengan syarat Yurika tidak melakukan apapun yang berbahaya.

"Aku bakal masak atau bantu-bantu pas inestigasi. Nana-san asalnya dari Folsaria, jadi dia nggak punya dokumen-dokumen resmi disini. Aku bisa ngebantu dia soal itu"

Koutarou tidak bisa melihat wajah Yurika saat itu, tapi dia membayangkan kalau saat itu Yurika sedang tersenyum.

"Folsaria? Apa itu?"

"Folsaria adalah nama negeri sihir. Kerajaan sihir Folsaria. Aku denger, itu kerajaan tanpa raja"

Folsaria berada di dunia yang lain. Tentu saja, mereka tidak punya hubungan diplomasi dengan Jepang, jadi tentu saja itu akan membuat Nana sebagai imigran gelap. Karena itulah, keberadaan seseorang yang membantu seperti Yurika sudah seperti berkat bagi Nana.

"Jadi, si Nana itu dateng dari sana?"

"Ya. Nana adalah salah satu kepala penyihir di tentara Folsaria, Rainbow Heart. Dia adalah orang paling muda yang bisa dapet gelar Rainbow. Dia betul-betul gadis penyihir yang jenius"

"Lalu, kenapa kamu bertarung, Nijino-san?"

Nana tidak ingin Yurika bertarung, tapi, saat ini Yurika bertarung sendiri. Sudah sewajarnya Harumi akan menanyakan sesuatu seperti itu.

"Itu..."

Yurika mulai ragu. Sampai saat itu, dia telah menceritakan seluruh kisahnya dengan penuh semangat.

"Itu karena Nana-san kehilangan sihirnya gara-gara aku"

Suara Yurika yang dingin dan kelam mengisi jawaban itu.

"Aku nggak akan lupa sama hari itu, delapan bulan lalu. Kayak Sakuraba-senpai hari ini, aku sempet jadi sandera gara-gara Darkness Rainbow"

"Seperti aku...itu..."

"Ya. Nana-san luka parah karena ngelindungin aku. Jadi, biar bisa ngalahin Maki-chan dan yang lainnya, dia ngelepasin semua kekuatan sihir yang ada di badannya"

Luka yang diderita Nana jauh lebih parah dibandingkan dengan yang diderita Yurika hari ini, karena seluruh anggota Darkness Rainbow berjumlah tujuh orang menyerangnya bersamaan. Bahkan sang jenius sekalipun tidak bisa bertahan begitu saja dari ketujuh orang Darkness Rainbow itu. Nana, yang terluka parah dan terpojok, menggunakan senjata terakhirnya: melepaskan seluruh kekuatan sihirnya untuk menyerang ketujuh gadis Darkness Rainbow itu.

"Kalau kamu ngelakuin itu, kamu nggak akan bisa pakai sihir lagi. Tapi, Nana-san ngelakuin itu buat ngelindungin aku"

Hal itu bisa disamakan dengan tangki gas yang meledak. Kalau seseorang meledakkan tempat penyimpanan sihir di dalam badannya, orang itu tidak akan bisa memulihkan kekuatan sihirnya lagi. Untuk bisa melakukan tugasnya dan juga melindungi Yurika, Nana menyerahkan hidupnya sebagai seorang penyihir.

"Begitu..jadi itu sebabnya kamu jadi penerusnya?"

"Ya. Kostum ini, sama tongkat ini aslinya punya Nana-san. Aku harus ngejalanin tugasnya Nana-san sebagai gantinya"

Bukannya Yurika ingin menjadi gadis penyihir, dia hanya ingin menjadi seperti Nana.

"Nijino-san..."

Harumi menghargai tekad besar Yurika, yang saat itu punya makna yang cukup besar didalam dirinya untuk melindungi Harumi. Harumi pun lebih merasa bersyukur pada Yurika saat merasakan itu. Di saat yang sama, dia juga ingin mengabulkan keinginan Yurika.

"Aku mengerti, Nijino-san"

"....Sakuraba-senpai?"

"Aku tidak akan menyuruhmu untuk berhenti, tapi, kamu harus menang. Aku akan membantumu juga!"

"Sakuraba-senpai! Itu baha-maksudku, makasih banyak"

Yurika bisa merasakan tekad kuat Harumi, yang sama dengannya di hari itu. Karena itulah, Yurika tidak menolak tawaran Harumi.

"....Gitu toh...kamu emang gadis penyihir beneran..."

Koutarou, yang sudah mengerti semuanya, entah mengapa terlihat sedih. Harumi memperhatikan hal itu dan bertanya.

"Ada apa, Satomi-kun?"

"Ah, nggak...agak egois sih, tapi karena aku baru tahu kalau Yurika itu gadis penyihir, aku jadi ngerasa agak sedih"

"Sedih...?"

"Apa maksdunya, Satomi-san?"

Biasanya, Yurika akan merasa kesal dan menangis sejadinya setelah mendengar itu. Tapi, dengan nada suara Koutarou yang seperti itu, Yurika anehnya tidak merasa seperti itu.

"Hei, Yurika, kamu tahu kalau ada macem-macem orang dideketku, kan?"

"Ya"

Sanae, Theia, dan Kiriha. Koutarou memang dikelilingi oleh orang-orang yang spesial.

"Tapi, aku selalu mikir kalau kamu tuh normal, kayak aku. Kamu bakal main sama temen-temen sekelas, seneng-seneng gitu. Meskipun yang lain nantinya bakal balik ke rumah, ke asal mereka masing-masing, aku selalu mikir kalau kamu bakal ngabisin tiga tahun ini ngejalanin hidup yang normal-normal aja"

"Ah..."

Yurika tidak pernah memikirkan itu sebelumnya. Beberapa bulan setelah ia bertemu dengan Koutarou, dia telah hidup layaknya gadis normal pada umumnya. Namun, kehidupan itu telah berakhir. Tepat saat Koutarou mengakui bahwa Yurika adalah gadis penyihir, itu sudah menjadi penanda berakhirnya kehidupannya yang normal.

"Egois kan? Mungkin aku cuma pengen kamu tetep jadi temen sekelas yang normal...yang punya hobi spesial"

Saat Koutarou mengatakan itu, Yurika merasa bahwa ada bagusnya dia sedang digendong seperti itu. Memang, itu masih belum cukup untuk membuatnya menangis, tapi Yurika tahu kalau raut wajahnya sedang terlihat sedih saat itu.

"Satomi-san..."

Kalau gitu, aku sendiri gimana? Aku mau jadi apa: cewek biasa, atau cewek penyihir?

Yurika, yang menanyakan hal itu pada dirinya sendiri, tidak bisa menemukan jawabannya secara langsung.

"...Yurika, berantem nggak cocok buat kamu"

Koutarou menengadahkan kepalanya ke langit, dan melihat matahari dan pelangi yang bersinar di langit musim dingin.

Nana-san, apa kamu ngerasain hal yang sama?

"Hal-hal ceria[1] lebih cocok buatmu"

Daripada melempar mantra dan mengayunkan tongkatnya, Yurika lebih cocok bermandikan matahari dan melihat ke langit lebih banyak lagi.


Kembali ke Bab 4 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 6
  1. 1.0 1.1 Sunshine and Rainbows (陽だまり と 虹の Hidamari to Nijino) berarti hal-hal yang ceria, bahagia, dan kekanakan.