Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 6 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Tanda-tanda Faksi Radikal[edit]

Part 1[edit]

Sabtu, 5 Desember

Higashihongan Sanae sedang ceria hari ini.

"O~hohohohoho♪"

Saat itu, dia sedang terbang memutari Koutarou dan yang lainnya sambil tertawa dengan keras, menunjukkan senyumnya yang tiada henti yang saat itu sedang berseri-seri.

"Hmph"

Sebaliknya, Theiamillis Gre Forthorthe sedang kesal hari ini, yang terlihat dari tatapan matanya yang tajam.

"Sanae-chan menang!"

Sanae lalu mendarat di depan Koutarou sambil membuat tanda V dengan jarinya.

"Hebat, kerja bagus"

"Ehehehe~"

Koutarou lalu mengelus kepala Sanae yang sedang gembira.

"Sanae-sama hebat dalam bermain tenis"

"Fufuh, soalnya aku udah diajarin sama Papa Mamaku sejak kecil"

Itulah jawaban Sanae yang dikatakannya dengan bangga untuk merespon perkataan Ruth, sambil berbalik ke arah punggung Koutarou.

"Hmm, kalau gitu, orang tuanya Sanae-chan pasti hebat banget"

"Itu betul!"

Sanae senang saat ia mendengar orang tuanya dipuji. Dia lalu kembali bergelantung di punggung Koutarou seperti biasanya.

"Kalau gitu, ayo pulang sebelum dingin!"

Saat itu, jam masih menunjukkan jam 3 sore, yang berarti masih ada waktu sebelum malam tiba. Namun, karena saat ini sudah memasuki bulan Desember dan musim dingin sudah dimulai, setelah malam tiba, suhunya akan langsung menjadi dingin.

Hari ini, Koutarou dan yang lainnya menggunakan hari Sabtu mereka untuk pergi ke taman olahraga dan bermain tenis. Yang ikut adalah Koutarou, Sanae, Shizuka, dan sang tuan puteri dan asistennya dari Forthorthe, berjumlah lima orang. Mereka semua orang yang atletis, kecuali Ruth. Koutarou, yang memang laki-laki atletis, pandai dalam bermain tenis. Tapi, yang mengejutkannya, yang paling hebat bermain tenis di antara para gadis adalah Sanae.

Saat mereka berjalan pulang, Sanae masih terlihat ceria. Sepanjang perjalanan pulang dari taman olahraga ke Rumah Corona yang berjarak agak jauh, keceriaan itu tetap bertahan.

"Puji aku lebih lagi dong, dasar sialan ♪"

"Cemerlang sekali, wahai nona"

"Ah, bukan apa-apa kok"

Sanae lalu menendang-nendang udara dengan cara yang imut yang cocok dengan umurnya saat Koutarou terus melangkah di atas trotoar.

"Hebat atau tidak, Koutaroulah yang paling mengagumkan"

Namun, Theia masih merasa kesal, karena dia tidak terima kalah dari Sanae.

"Yang Mulia...fufufu..."

Melihat Theia yang bertingkah seperti itu, Ruth tersenyum lembut layaknya seorang kakak yang mengawasi adik perempuannya.

"Nggak usah jadi pecundang gitu, Theia. Badannya memang punya Koutarou, tapi kan aku yang gerakkin badannya. Jelas aku yang menang dong ♪"

"Kalau aku bisa melakukan hal yang sama, aku pasti tidak akan kalah!"

Theia tidak bisa menerima bahwa Sanae merasuki Koutarou dan menggunakan badan Koutarou untuk bermain melawan dirinya. Persis seperti dulu saat bermain Jenga, Sanae meminjam badan Koutarou untuk bermain. Sanae sendiri bisa menggunakan kekuatan spiritualnya untuk mengendalikan raket tenis, tapi itu akan membuatnya lelah dan akurasinya menurun. Telekinesis milik hantu, atau biasa disebut poltergeist, punya banyak sekali kegunaan. Sayangnya, kekuatan itu tidak bisa digunakan untuk waktu yang lama.

Karena itulah, Sanae memilih untuk merasuki Koutarou. Saat melakukan itu, dia menjadi tidak terkalahkan, itulah sebabnya Sanae menjadi ceria setelahnya. Namun, bisa dikatakan juga kalau alasan kemenangan Sanae adalah karena pengalaman bermain tenis milik Sanae dan kemampuan atletik milik Koutarou. Kalau saja, semisal, Sanae bermain melawan Shizuka atau Theia sebelum dia sendiri menjadi hantu, ada kemungkinan kalau Sanae tidak akan bertahan melawan mereka. Itulah sebabnya Theia menjadi kesal.

"Itu mungkin bener, tapi itu artinya aku menang karena hubungan antara aku sama Koutarou! Bener kan, Koutarou?"

"Iya, iya, bener kok"

"Ah..."

Yang lebih membuat Theia resah berikutnya adalah hubungan Koutarou dan Theia.

Sanae bisa menggerakkan badan Koutarou dengan bebas, dan itu karena Koutarou sudah menerima Sanae di dalam hatinya. Kalau Koutarou menolaknya, Sanae mungkin tidak akan bisa mengendalikan Koutarou. Meskipun Sanae bisa, pergerakannya akan menjadi aneh, dan untuk memainkan olahraga yang membutuhkan banyak gerakan akan menjadi tidak mungkin. Tapi, karena Sanae bisa melakukan itu, itu berarti Koutarou sudah benar-benar percaya dengan Sanae.

Theia tidak bisa tenang melihat Koutarou dan Sanae yang sudah sedekat itu.

Kalau aku adalah hantu, apakah Koutarou akan memperbolehkanku melakukan hal yang sama layaknya Sanae?

"Koutarou, bilang itu lagi, tapi lebih pake cinta dong"

"Gimana caranya aku bilang itu- hei, kamu kenapa, Theia?"

"Eh?"

Sebuah suara yang cukup keras terdengar di dekat Theia, yang kaget karena jaraknya yang begitu dekat dengannya. Ia lalu mendongakkan kepalanya dan melihat bahwa Koutarou sedang memandangi wajahnya dengan raut wajah kuatir.

"Kamu kelihatan nggak enak badan gitu, kecapekan ya?"

"Ah, uhm, tidak, bukan apa-apa. A-aku baik-baik saja!"

"Beneran?"

Koutarou mengangguk tapi terus memandangi wajah Theia, yang mulai menjadi tidak tenang karena terus-menerus dipandangi dengan pandangan yang jujur seperti itu. Theia lalu menundukkan wajahnya untuk bisa lolos dari pandangan Koutarou.

Sudah kuduga, kayaknya dia lagi ngambek...

Itulah yang disimpulkan Koutarou setelah memperhatikan Theia selama beberapa waktu.

"Nih"

Setelahnya, Koutarou memberikan tangan kanannya pada Theia.

"Koutarou?"

Theia hanya bisa memandangi Koutarou dan tangan kanannya, sementara dirinya masih tidak mengerti kenapa tangan kanan itu terulur ke arahnya. Otaknya lalu bekerja keras untuk menemukan jawaban dibalik tindakan itu.

"...U-uhm..."

Akhirnya, Theia mendapat kesimpulan dan mengambil tindakan. Dia pun mengulurkan kedua tangannya sendiri dan menggenggam tangan kanan Koutarou.

Rokujouma V6 015.jpg

I-ini rupanya yang ia benar-benar inginkan...

Theia bisa merasakan kehangatan dari Koutarou melalui tangan kanannya, yang rasanya seakan begitu panas. Namun, Theia nampaknya tidak ingin melepaskan genggaman itu, dan justru menggenggamnya lebih kencang lagi.

"Theia, kamu ngapain?"

Koutarou justru kebingungan dengan Theia yang tiba-tiba menggenggam tangannya. Rupanya, apa yang dilakukan Theia berbeda dengan niatan asli Koutarou.

"Eh?"

"Barang bawaanmu. Kalau kamu capek, aku bawain deh, jadi oper kesini"

Karena Theia terlihat kelelahan, Koutarou memutuskan untuk membawa barang bawaan Theia untuk membantu Theia.

"Hau..."

Pada saat itulah Theia akhirnya sadar. Dia mengerti kenapa Koutarou mengulurkan tangan kanannya, fakta bahwa dirinya menggenggam tangan itu, dan fakta bahwa kesalahpahamannya menyebabkan situasi yang membuat Koutarou bingung.

"Uwawa, i-ini, uhm, ini..!!"

Theia mulai panik dan dengan terburu-buru melepaskan tangan Koutarou setelah menyadari tindakannya.

"T-tunggu, Koutarou! Kau salah, bukan ini yang aku maksud!"

Theia lalu berusaha menjelaskan semuanya dan mulai membuat alasan dengan panik, berusaha menutupi fakta bahwa dia salah mengerti situasinya.

"Hm? Bukannya kamu capek?"

"B-bukan itu- yah, aku memang lelah, tapi-! Tapi-!"

Saking malunya, Theia tidak bisa melihat ke arah Koutarou, dan tetap berusaha sebisanya untuk berbicara selagi menundukkan wajahnya.

"Kalau gitu, nih"

Tangan Koutarou kembali memasuki area penglihatan Theia, hampir seperti Koutarou sudah merencanakan itu.

Tangan Koutarou...

Di saat itu, Theia kembali teringat dengan sensasi sentuhan tangan Koutarou, yang membuat wajahnya memanas.

"J-jangan lagi, aku...aku-!"

Tepat saat Theia akan mengatakan sesuatu, Shizuka angkat bicara"

"Satomi-kun, Satomi-kun, bukannya itu Kiriha-san?"

"Dimana, Ibu Kos-san?"

"Disana"

"....Ah, bener juga!"

Saat Koutarou membalikkan badannya, Theia bisa melihat punggungnya yang besar dan Sanae yang bergelantungan di punggung itu.

"Aku--"

Saat Theia melihat itu, ia langsung kembali tenang.

"Dimana?"

"Disana loh, Koutarou"

"Ah iya, itu memang Kiriha-san"

Dengan Sanae yang berada di antara Koutarou dan Theia, jarak di antara mereka berdua membuat emosi Theia reda dengan cepat.

"..."

Theia dengan kesal menggigit bibirnya dan mulai merasakan suatu perasaan yang baru yang muncul dari dalam dirinya.

Apa yang membuatku sedih seperti ini...? Apa yang membuatku tidak puas...?

Saking sedihnya dirinya saat itu, Theia bahkan sampai tidak peduli dengan kemunculan Kiriha.

"Yang Mulia..."

Namun, tidak seperti tuannya, Ruth justru tersenyum melihat Theia.

Yang Mulia akan sadar dengan perasaannya sendiri sebentar lagi...

Hingga saat ini, Theia tidak pernah membiarkan seorang asing berada dekat dengannya. Dia sendiri juga tidak pernah membuka dirinya pada orang lain selain Ruth. Ruth sudah menunggu perubahan itu terjadi, dimana Theia mendambakan seseorang yang lain selain dirinya.

Koutarou, Sanae, dan Shizuka yang saat itu tidak menyadari perasaan rumit yang sedang dirasakan pasangan tuan dan pelayannya dari Forthorthe, sedang memperhatikan Kiriha.

"Dia lagi ngapain?"

"Kayaknya dia lagi...nyapu?"

Saat itu, Kiriha sedang berada di depan balai kota. Disana, ada banyak orang dari lingkungan sekitar yang juga berkumpul di tempat itu, dan Kiriha berada di antara mereka. Saat itu dia memakai kimono khasnya yang biasanya ia pakai di kamar, dan sedang memilah-milah tas plastik besar yang penuh dengan sampah yang baru saja dibersihkan dan dikumpulkan sepanjang hari.

Dalam kata lain, Kiriha sedang membantu organisasi masyarakat untuk kerja bakti.

Tapi, kenapa dia mungutin sampah? Kenapa juga dia pakai baju itu di depan orang banyak?

Koutarou hanya bisa merasa kalau ada yang aneh dengan Kiriha hari ini. Pertama, dia tidak mengerti alasan kenapa Kiriha mau membantu membersihkan kota. Koutarou tidak bisa memikirkan alasannya, karena baginya, Kiriha sudah jelas adalah seorang penjajah. Selain itu, pakaiannya. Biasanya, saat Kiriha pergi ke luar kamar, ia akan memakai seragam SMAnya atau pakaian yang bagus yang berasal dari permukaan, agar ia bisa membaur dengan masyarakat. Tapi, kali ini, ia tidak menyamarkan dirinya dengan memakai pakaian khasnya dan menunjukkan keberadaannya.

"Lihat, Satomi-kun, ada orang-orang yang pakai baju yang sama kayak Kiriha"

Di saat itu, beberapa orang gadis terlihat keluar dari dalam balai kota. Meskipun detail spesifiknya berbeda, mereka juga memakai pakaian yang identik dengan Kiriha. Mereka lalu berkumpul dengan Kiriha dan mulai membicarakan sesuatu sebelum bergabung dengan organisasi masyarakat untuk membantu membawa tas-tas sampah.

"Artinya, mereka teman-temannya Kiriha-san?"

Melihat perilaku mereka yang seperti itu, Koutarou berasumsi kalau mereka semua adalah memang rekan-rekan Kiriha, tapi kata-kata itu membuat wajah Sanae menjadi pucat.

"Gawat, Koutarou! Kalau mereka memang temen-temennya Kiriha, mereka dateng dari bawah tanah, iya kan!? Mereka mau invasi tempat ini!"

Seperti yang telah dikatakan oleh Kiriha dahulu, tujuannya adalah untuk menginvasi permukaan tanah. Sekarang, karena teman-temannya sudah muncul, itu berarti tujuan mereka untuk menginvasi permukaan sudah dimulai. Pemikiran itulah yang membuat Sanae menjadi panik.

"Hmmmmmmmm....."

Namun, pemikiran itu kurang cocok menurut Koutarou. Dia lalu memiringkan kepalanya sambil terus melihat ke arah Kiriha dan teman-temannya.

"Kenapa, Koutarou!? Kalau kita nggak buru-buru ngelakuin sesuatu, rumah sama kota kita bakal dalam bahaya!"

Sanae yang mulai kesal dengan tindakan Koutarou langsung menunjuk ke arah Kiriha dan teman-temannya sambil berkata demikian. Tapi, Koutarou masih memiringkan kepalanya.

"Ah, masa sih...?"

"Kok kamu nggak yakin gitu!?"

"Bentar, bentar, tenang dulu, Sanae"

"Gimana bisa aku tenang ngeliat situasi kayak gini!? Invasinya udah mulai, tahu!"

"...Aku pikir malah belum mulai, loh"

Koutarou tetap tenang karena dia berpikir bahwa invasi permukaan yang direncanakan Kiriha belum dimulai.

"Nggak mungkin! Mereka bener-bener udah mulai invasi!"

"Tapi, Kiriha sama temen-temennya cuma kerja bakti, iya kan?"

Itulah alasan utama yang membuat Koutarou berasumsi kalau Kiriha dan teman-temannya belum memulai invasi mereka. Tidak peduli bagaimana orang melihatnya, Kiriha dan teman-temannya adalah pekerja sukarela yang membantu membersihkan lingkungan mereka. Hal yang unik dari mereka hanyalah pakaian mereka, dan mereka bekerja dengan kompak dengan organisasi masyarakat.

"Ah, mereka cuma begitu biar kelihatan kerja bakti doang, tapi sebenarnya mereka pasti--"

Sanae masih keras kepala dengan pendapatnya, tapi...

"Pasti--"

...bahkan Sanae pun melihat kalau mereka hanya sedang kerja bakti. Suara Sanae lalu mengecil dan ia tidak melanjutkan kalimatnya. Sanae sekalipun pasti tidak akan percaya kalau mengisi tas plastik dengan sampah adalah untuk kelancaran invasi permukaan.

"Hm?"

"Yah...Hei, Koutarou"

"Ya?"

"Kenapa mereka kerja bakti?"

"Aku juga nggak tahu"

"Ampun deh...kenapa mereka malah kerja bakti..."

Koutarou tahu kalau kegiatan itu bukanlah untuk menginvasi permukaan, tapi, Koutarou juga tidak tahu kenapa mereka membantu membersihkan kota.


Part 2[edit]

Malam itu, setelah makan malam...

Koutarou masih penasaran dengan kejadian tadi sore, dan dia memutuskan untuk langsung bertanya pada Kiriha.

"Fufun, masih terlalu cepat sepuluh tahun bagimu untuk bisa mengalahkanku!"

"Aseeeeeem, kalau gitu, Yurika, ayo bergabung!"

"Nggak mau! Aku lebih milih kalah daripada dirasukin!"

"Dasar lemah!"

Untungnya, Theia, Sanae, dan Yurika sedang terpaku pada layar TV sambil bermain game, menyisakan Kiriha dan Ruth di dekat meja makan. Dengan ketiga pembuat keributan sedang sibuk bersama-sama, inilah kesempatan yang ditunggu Koutarou.

Saat itu, Ruth sedang meletakkan tiga cangkir dan akan menuangkan teh. Koutarou mulai menyebutkan apa yang ada di pikirannya sambil mendengar suara gaduh yang dibuat ketiga orang yang lain. Dia tidak berpikir kalau apa yang akan dibicarakannya adalah suatu masalah yang besar, jadi Koutarou tidak merasa adanya bahaya dan langsung bertanya dengan cara yang biasa.

"Kiriha-san"

"Ada apa, Koutarou?"

"Pas kami pulang dari main tenis, kami ngelihat kamu sama beberapa cewek lain. Kamu kerja bakti di balai kota, ya?"

"Kalau kalian sempat melihat kami, kalian seharusnya mampir dan ngobrol sebentar"

Kiriha tidak menyangkal hal itu dan justru tersenyum pada Koutarou. Ruth lalu menyajikan cangkir berisi teh di hadapan Koutarou dan Kiriha. Setelah berterima kasih pada Ruth, Kiriha mengambil cangkirnya. Koutarou pun melakukan hal yang sama dan melanjutkan bicaranya.

"Lain kali deh, kalau gitu. Jadi, Kiriha-san, kenapa kamu mau ikut kerja bakti gitu?"

"Apakah hal itu membuatmu penasaran?"

Dengan diiringi senyuman, Kiriha menanyakan itu dan mulai meminum tehnya. Setelahnya, Kiriha memandangi Ruth dengan keheranan.

"Ruth, ini bukan teh yang biasanya, bukan? Kenapa bisa begini?"

"Sebenarnya, saat aku pergi berbelanja kemarin, aku mendapat teh sampel ini"

"Maksudmu rumah teh itu...hmm, kalau begitu kita pilih teh ini saja dari sekarang"

Sementara Kiriha memandangi cangkir teh itu dengan senang, Koutarou justru semakin ragu.

Apa Kiriha-san memang benar-benar berniat menginvasi permukaan?

Koutarou tidak bisa membayangkan hal-hal semacam membersihkan atau membicarakan teh adalah hal yang memang seharusnya dibicarakan oleh seorang penjajah.

"Jujur sih, aku memang penasaran. Kamu dateng dari bawah tanah, tapi kamu bawa temen-temenmu buat ngebantu kerja bakti di balai kota. Jelas, siapapun pasti juga bakal penasaran"

"Fufufu, sekarang kalau kupikirkan lagi, kelihatannya memang seperti itu"

Kiriha tersenyum kecil dan memiringkan kepalanya.

"Belakangan ini, aku hampir lupa kalau aku adalah seorang penjajah"

Koutarou terpana dengan tingkah feminim Kiriha yang seperti itu.

"Kalau gitu, lupain semua yang udah aku bilang ya"

"Aku tidak bisa melakukan itu. Sebenarnya, Koutarou, kegiatan kerja bakti itu adalah bagian dari invasi kami"

"A-apa!?"

Koutarou langsung memuntahkan teh yang ada di mulutnya saat Kiriha mengatakan hal yang tidak terduga itu selagi masih tersenyum manis.

"Ya ampun!"

Ruth pun juga terlihat kaget begitu mendengar hal itu.

"Kamu bercanda, kan!? Apa hubungannya kerja bakti sama invasi!?"

Saat itu, Koutarou merasa terkejut dan kecewa di saat yang bersamaan.

Aneh, kenapa aku justru kecewa...?

Sementara Koutarou masih meragukan Kiriha, Koutarou masih kebingungan dengan kenyataan bahwa dirinya kecewa dengan dimulainya invasi dari Kiriha, meskipun Koutarou sudah tahu dari awal bahwa tujuan Kiriha adalah untuk menginvasi permukaan.

"Apa jangan-jangan kamu cuma pura-pura kerja bakti biar kamu bisa ngeracuni persediaan air!?"

"Tentu saja tidak. Aku benar-benar hanya melakukan kerja bakti"

"Eh?"

Kiriha langsung mengetahui kalau Koutarou betul-betul tercengang dengan raut wajahnya yang kebingungan dan mulutnya yang menganga.

"Fufufu, cobalah kamu lihat wajahmu sendiri, Koutarou. Apakah aneh kalau aku menjadi relawan untuk membersihkan kota?"

Kiriha dengan riangnya tertawa melihat raut wajah Koutarou yang kebingungan, dan memperlihatkan senyum feminim yang indah.

"Ah, nggak, bukan gitu sih...aku masih nggak bisa nyambungin invasi sama jadi relawan"

"Yah, sebenarnya mereka terhubung, Koutarou. Sebenarnya, hal seperti itulah yang paling penting"

Kiriha lalu mulai menjelaskan pada Koutarou sambil mengusap air matanya yang keluar karena tertawa.

"Kamu tidak bisa menggunakan kekerasan dan pemaksaan saat kamu melakukan invasi"

"Nggak bisa?"

Koutarou bertambah bingung, karena menurutnya, invasi berjalan dengan menggunakan senjata-senjata yang kuat.

"Dalam cerita fiksi, orang akan menggunakan kekuatan militer. Tapi, kenyataannya berbeda. Meskipun seseorang berkuasa menggunakan kekuatan militernya, mereka yang terjajah nantinya akan melakukan pemberontakan"

"...Kalau aku tidak salah ingat, beberapa dekade lalu sebuah negara bernama Jerman memulai beberapa invasi, tapi negara-negara yang telah diinvasi masih melakukan pemberontakan dengan aktif, benar?"

Ruth, yang tadinya hanya berdiam saja, mulai angkat bicara. Dengan delapan bulan di Bumi yang sudah dijalaninya, sekarang Ruth sudah mulai memahami sejarah yang ada di Bumi.

"Itu benar. Mereka tidak bisa mendapatkan dukungan dari orang-orang yang sudah mereka jajah, dan orang-orang itu pun akhirnya berontak. Hasilnya tidak perlu aku ceritakan"

Pada akhirnya, para pemberontak bekerja sama dengan pasukan sekutu dan mendapatkan kemerdekaan mereka dengan mengusir tentara Jerman. Moral dari cerita ini adalah: kalau seseorang mencoba memerintah dengan menggunakan kekuatan militer, pemberontakan pasti akan terjadi.

"Jadi, ada batasan seberapa lama kamu bisa mengendalikan sesuatu cuma lewat kekuatan militer aja"

"Ya. Terlebih lagi untuk kaum minoritas seperti kami, akan tidak mudah untuk menjaga kekuasaan lewat kekuatan militer. Metode seperti itu tidak akan bekerja"

"Jadi itu sebabnya kamu membantu membersihkan kota?"

"Itu benar. Kalau kami tidak menjadi akrab dengan orang-orang yang ada di lingkungan ini, kami tidak akan bisa menjalankan invasi, dalam artian yang sebenarnya. Karena kami sudah tidak bisa mundur, kami harus berhasil menjalankan invasi ini"

Penduduk Rakyat Bumi tidak bisa menghentikan penurunan populasi mereka. Karena itulah mereka berencana untuk muncul di permukaan dan menyebarkan pengaruh mereka. Cara invasi yang aman itulah yang sedang dijalankan oleh Kiriha.

"Yang paling kami takutkan adalah jika kalian, orang-orang yang tinggal di atas permukaan, mengecap kami sebagai kelompok berbahaya, seperti teroris atau gerilya. Kalau hal itu terjadi, invasi yang kami jalankan akan tertahan, dan kami yang berada di bawah tanah akan musnah. Itulah yang berbahaya bagi kami"

Kalau mereka sampai dicap sebagai teroris atau kelompok gerilya, Rakyat Bumi akan butuh beberapa dekade untuk menghilangkan cap itu dari diri mereka. Selama beberapa dekade itu, penduduk Rakyat Bumi akan semakin berkurang jumlahnya. Dengan begitu, menghabiskan sedikit lagi waktu untuk membangun hubungan yang harmonis dengan para penduduk permukaan adalah hal yang lebih baik.

"Hmm, jadi invasi ada jenis yang lainnya juga, rupanya..."

"Kami sudah mempelajari sejarah permukaan hingga saat ini, jadi kami punya banyak hal yang harus dipikirkan"

Kenyataannya, pasukan gerilya anti-pemerintah yang membuat rumah sakit, sekolah, atau sumber air untuk masyarakat sekitar mereka adalah kelompok yang sangat merepotkan, karena penduduk lokal akan melindungi mereka. Itulah yang membuat mereka mustahil untuk ditumpas.

Dengan mempertimbangkan hal itu, Kiriha memutuskan untuk tidak menggunakan kekuatan militer dan justru berfokus untuk menjadi akrab dengan penduduk lokal. Kerja bakti sebelumnya adalah langkah pertamanya.

"Yah, itu ngerepotin sih"

Sesudah mengerti cerita dari Kiriha, Koutarou menghela nafas cukup lama. Meskipun dia sudah betul-betul mengerti situasi Kiriha, dia masih terlihat keheranan.

"Apa yang merepotkan?"

Kiriha dengan riangnya tersenyum, karena sudah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Koutarou.

"Meskipun invasimu udah berjalan, aku nggak bisa hentiin kalian. Kalian nggak ngelakuin sesuatu yang buruk sih"

"Koutarou, itulah invasi yang sebenarnya. Kalau seseorang bisa mengetahui kalau ini adalah invasi hanya dari sekali lihat saja, maka invasi itu hanyalah sebatas lawakan saja"

Sambil mengatakan itu, Kiriha kembali meminum teh yang dipegangnya, lalu mengangguk tanda puas seraya menyerahkan cangkir tehnya kepada Ruth.

"Ruth, tolong, bolehkah aku minta secangkir lagi?"

"Ya, mohon tunggu sebentar"

Ruth lalu mulai menyiapkan satu cangkir teh kembali. Sambil melihat Ruth, Koutarou mulai memikirkan sesuatu.

Kalau Kiriha nyuruh aku buat nyerahin kamarnya sekarang, aku bakal bilang apa?

Delapan bulan lalu, Koutarou menolak permintaan Kiriha mentah-mentah, tapi apa yang terjadi jika Kiriha melakukan hal yang sama saat ini? Koutarou tidak yakin kalau dia bisa menolaknya dengan penuh percaya diri seperti yang dilakukannya delapan bulan lalu.


Part 3[edit]

Di bawah Rumah Corona, ada markas rahasia yang telah dibangun Kiriha. Kalau seseorang membalik karpet tatami yang terdekat dari pintu masuk ke bagian dalam kamar, orang itu akan menemukan terowongan yang mengarah ke markas itu.

Terowongang itu sudah disemen dengan rapi, menutupi tanah yang ada. Ada juga lampu yang dipasang dengan jarak tertentu yang menerangi terowongan itu. Saking bagusnya terowongan itu, orang bisa menjadi bingung dan salah menduga terowongan itu sebagai pintu masuk mall bawah tanah[1].

Saat itu, Kiriha sedang melewati terowongan itu dan menuju ke markas rahasianya. Dengan waktu yang hampir menunjukkan tengah malam, ia berencana kembali ke kamarnya dan beristirahat. Suara langkahnya menggema memenuhi terowongan, yang merupakan kelemahan dari terowongan itu sendiri.

Di dalam terowongan sepanjang 50 meter itu, setelah berbelok beberapa kali dan menuruni dua set anak tangga, Kiriha akhirnya tiba di pintu masuk markasnya, yang berupa pintu besi. Ia lalu membuka pintunya dengan sikap sopan dan masuk.

Di dalam markas itu terdapat ruangan yang tertata rapi, yang berukuran kurang lebih tiga kali kamar Koutarou. Ada tiga pintu di dalam ruangan itu, satu mengarah ke kamar 106, satu mengarah ke kota bawah tanah asal Kiriha, dan satu lagi menuju kamar pribadinya. Benda lain yang ada di ruangan itu antara lain alat untuk melakukan pemeriksaan haniwa miliknya, rak senjata, dan beberapa komputer.

Setelah Kiriha masuk ke dalam ruangan, para haniwa langsung menuju ke alat pemeriksaan.

"Ho-! Selamat malam Ho-!"

"HoHo-! Sampai jumpa besok, Nee-san!"

Diantara benda-benda lain di ruangan itu, alat pemeriksaan haniwa itulah yang terbesar. Meskipun alat itu hanya digunakan untuk memeriksa kedua haniwa kecil itu, alat itu juga mempunyai ruangan yang cukup besar untuk bergerak didalamnya. Para haniwa tidak hanya masuk ke alat itu untuk tidur, tapi juga untuk diperbaiki. Para haniwa memencet tombol untuk membuka pintu alat itu dan masuk ke dalamnya.

"Semalat malam, Karama, Korama"

Setelah melihat kaca pelindung yang menjadi pintu masuk alat itu menutup, Kiriha melangkah menuju ke arah komputer, melewati rak senjata. Rak senjata itu mempunyai beberapa senjata berbeda bagi Kiriha dan perlengkapan tambahan untuk para haniwa.

Terakhir kali Kiriha membuka rak senjata itu adalah saat dia bertarung melawan Theia. Untuk bisa menghancurkan perisai milik Theia yang begitu kuat, Kiriha harus melengkapi para haniwa dengan persenjataan menggunakan energi spiritual. Namun, setelah insiden itu, dia tidak pernah membuka rak senjata itu lagi, bahkan dia tidak pernah menyentuh senjata yang diperuntukkan baginya. Meskipun Kiriha adalah orang yang paling bertekad untuk menjalankan invasinya, kenyatannya, ialah orang yang paling pendamai diantara penghuni kamar 106, mungkin lebih daripada Koutarou. Karena itulah, Kiriha melewati rak senjata itu tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.

Selain mengawasi markas miliknya dan mengendalikan alat pemeriksaan haniwa, komputer di ruangan itu juga dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan kota asalnya dan lebih lagi. Sebelum tidur, Kiriha ingin memastikan kalau tidak ada peristiwa aneh yang terjadi.

"Hmm, ada pesan"

Saat ia melihat ke monitor, Kiriha melihat sebuah pemberitahuan adanya pesan. Ia lalu menyentuh pemberitahuan itu dan membuka isi pesannya.

"Dari sang Ketua, rupanya"

Sang Ketua bukan hanya pemimpinnya saja, tapi merupakan ayahnya. Semenjak Kiriha terpilih sebagai komandan untuk invasi permukaan, ia mulai memanggilnya dengan panggilan Ketua. Kiriha lalu mulai membaca isi pesannya yang berisi untuk menghubungi sang Ketua langsung dan memberinya laporan.

"Fufu..."

Senyuman kecil muncul di wajah Kiriha, yang mengetahui kalau saat ayahnya ingin melihat wajah anak perempuannya, ia pasti akan meninggalkan pesan seperti ini. Semenjak ibu Kiriha meninggal sepuluh tahun yang lalu, ayahnya telah membesarkan Kiriha seorang diri. Karena itulah Kiriha tahu kalau ayahnya merasa kuatir dengan keadaan dirinya. Kiriha lalu tersenyum sambil membuka sebuah program di komputer untuk menghubunginya.

"Kiriha!?"

Nada panggil yang terdengar hanya berjalan beberapa detik saja sebelum wajah seorang pria yang sudah cukup tua muncul di layar monitor. Meskipun ia berjenggot dan terlihat gagah, matanya dapat terlihat sedang berbinar-binar layaknya anak-anak. Dialah ayah Kiriha, dan kepala dari Rakyat Bumi: Kurano Daiha.

"Lama tidak berjumpa, Ketua"

Kiriha lalu menunjukkan senyumnya yang tampak ceria dan iseng, yang jarang sekali ditunjukkannya kepada para penghuni kamar 106. Kiriha tahu kalau ayahnya sudah menunggu kontak darinya, dengan menduga seberapa cepat waktu yang ia perlukan untuk menghubunginya.

"Sebutan Ketua itu lagi...kau bisa memanggilku ayah. Hanya kita berdua saja kan, yang sedang berbicara"

"Tapi, isi pesan itu adalah untuk menyampaikan laporan. Ini bukanlah pembicaraan pribadi"

Kiriha melanjutkan bicaranya sambil berusaha menahan tawanya. Raut wajahnya saat itu hanya ditunjukkannya kepada seseorang yang ia benar-benar percaya. Melihat itu, Daiha hanya bisa merengut.

"Belakangan ini, engkau tidak hanya mulai terlihat seperti dirinya, tapi juga bertindak seperti dirinya. Bahkan juga bagian-bagian yang sebenarnya tidak perlu. Engkau tahu apa maksudku, dasar jahil..."

"Kalau begitu, mari kita selesaikan urusan kita"

"Baiklah, baiklah"

Daiha lalu menghentikan tingkah kekanakannya, membetulkan posisi duduknya, dan memasang wajah serius. Pandangannya yang tajam memberi kesan seorang pria dengan semangat baja, itulah raut wajahnya sebagai seorang Ketua. Kiriha pun juga turut memasang wajah serius. Mulai detik itu, mereka bukanlah keluarga, tapi seorang Ketua dan bawahannya.

"Jadi, bagaimana perkembangannya?"

"Rencana A berjalan dengan lancar, dan tahap satu sudah selesai. Kami sedang menjalankan tahap dua, dimana kami membangun hubungan yang baik dengan para penduduk permukaan"

Kiriha memiliki dua rencana besar untuk invasi permukaan, yaitu rencana A dan rencana B. Rencana B melibatkan Kiriha untuk mengawasi langsung kamar 106 yang bermasalah, sementara rencana A dijalankan secara terpisah.

Rencana A dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama: membuat markas. Agar orang-orang bawah tanah bisa tinggal di permukaan, mereka tentu memerlukan sebuah tempat untuk bernaung. Dengan menjual logam langka yang telah dikumpulkan oleh Kiriha dan rekan-rekannya, mereka telah membeli banyak real estate di kota. Karena jumlahnya sudah mencapai target perencanaan mereka pada beberapa hari yang lalu, mereka mulai menjalankan tahap kedua.

Tahap kedua: mengakrabkan diri dengan para penghuni permukaan, dimana Kiriha dan rekan-rekannya mulai berpartisipasi dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah kota dan menjadi relawan. Dengan itu, mereka menunjukkan kalau mereka adalah orang yang baik, yang juga merupakan bagian paling rumit dari rencana Kiriha. Sebuah kesalahan kecil akan menghancurkan rencana mereka. Karena itulah mereka menjalankan tahap ini dengan hati-hati. Itulah yang sedang dilakukan Kiriha saat Koutarou dan yang lainnya melihat dirinya sedang bekerja bakti.

"Dan apa respon yang diberikan para penduduk permukaan?"

"Bagus, untuk sebagian besar. Orang-orang yang bekerja di industri lokal kelihatannya punya pengaruh besar"

Memasuki industri-industri lokal adalah bagian dari tahap kedua rencana A. Ada banyak rekan-rekannya yang sudah bekerja dalam bidang pertanian, perikanan, sosial, dan sebagainya. Setelah mereka memasuki industri-industri itu dan menjadi bagian penting di dalamnya, mereka akan bisa menghindari kehancuran bilamana sesuatu yang tidak terduga terjadi pada mereka.

"Begitu, jadi semuanya berjalan dengan lancar"

"Ya. Jika terus seperti ini, kita akan bisa menyebarkan pengaruh kita ke seluruh penjuru kota dalam kurun waktu sepuluh tahun"

Selanjutnya, mereka berencana untuk naik ke dalam lingkar politik dan keuangan. Kalau mereka tidak mengamankan posisi mereka di dalam bagian itu, mereka akan kesulitan mendapatkan kekuatan politis dan harus mendalami daerah itu lebih lagi. Namun, Kiriha tidak pesimis karena respon yang mereka dapat mulai berubah. Kalau ada sesuatu yang besar terjadi, Rakyat Bumi akan bisa bertahan di permukaan - itulah yang sudah mulai dirasakan Kiriha belakangan ini.

"Dan, bagaimana dengan rencana B?"

"Rencana itu juga berjalan dengan baik, atau, itulah yang ingin kukatakan. Sebenarnya, situasinya sedang maju dan mundur seperti biasa"

"Kelihatannya itu situasi yang rumit"

"Ya. Selain kita, ada beberapa pihak lain yang mengincar tempat itu"

Rencana B adalah tentang mengambil alih kamar 106 Rumah Corona. Kalau orang-orang Rakyat Bumi bisa mengambil alih kamar 106, mereka bisa membangun altar leluhur mereka. Karena altar itu juga berfungsi sebagai tempat yang efisien untuk mengumpulkan energi spiritual, mereka bisa membuat senjata energi spiritual secara besar-besaran seperti Karama dan Korama.

"Begitu juga, dengan rencana A yang berjalan dengan mulus, aku rasa kita tidak perlu khawatir tentang hambatan pada rencana B"

Pada akhirnya, rencana B hanyalah sebuah jaminan, yang hanya digunakan jika invasi secara damai menggunakan rencana A gagal, dalam artian tentara dari permukaan menyerang mereka. Karena rencana A berjalan dengan lancar, tidak ada gunanya untuk mengejar rencana B. Tapi, mengejar rencana A dengan cepat juga akan menyebabkan adanya masalah.

"Aku juga berpikiran sama. Namun, Kiriha, faksi radikal sudah memulai pergerakan mereka belakangan ini"

"Seperti yang kita takutkan, mereka sudah menjalankan rencana mereka, kalau begitu?"

"Benar"

Itulah jawaban Daiha yang diiringi anggukan suram.

Saat ini, Rakyat Bumi sedang tidak bersatu padu. Ada beberapa klan yang mempunyai kekuatan, tapi mereka tidak bersatu. Di antara klan-klan itu, ada yang ingin menggunakan kekuatan untuk menginvasi permukaan dengan cepat, yakni faksi radikal. Bagi mereka, metode milik Kiriha terlalu naif.

"Kalau kita tidak bisa menahan mereka, kita mungkin harus mengabaikan rencana A. Kalau begitu--"

"Rencana B akan menjadi penting"

"Itu benar. Kami akan mencoba menahan pergerakan faksi radikal dari sini, tapi engkau juga harus tetap waspada. Akan ada orang yang akan mengincarmu secara langsung"

"Aku mengerti"

Saat Kiriha menggangguk ke arah Daiha, Kiriha mengerti kenapa Daiha ingin menghubunginya pada saat ini. Dia tidak hanya ingin melihat wajah anak perempuannya, tapi juga karena dia khawatir dengan keselamatan anaknya.

Dalam kasus terburuk, aku mungkin harus mengalahkan orang-orang itu...

Wajah para penghuni kamar 106 mulai bermunculan di benak Kiriha. Sanae, Theia, Ruth, Yurika, dan Koutarou. Kalau faksi radikal sampai menyebabkan suatu peristiwa, Kiriha harus membangun altarnya sesegera mungkin. Dengan jumlah mereka yang sedikit, orang-orang Rakyat Bumi membutuhkan senjata energi spiritual dalam jumlah besar atau mereka akan musnah. Karena itulah, ada kemungkinan Kiriha harus mengalahkan dan menyingkirkan Koutarou dan yang lainnya.

Tapi, apa aku bisa melakukannya...?

Mereka sudah menghabiskan waktu bersama-sama selama delapan bulan ini, dan itulah yang membuat Kiriha bingung. Dia tidak bisa membayangkan dirinya akan mengacungkan senjata ke hadapan Koutarou dan yang lainnya.

"Hei, Kiriha"

Di saat itu, raut wajah Daiha tampak lebih santai. Raut wajahnya telah berganti dari seorang Ketua menjadi seorang ayah.

"Ayah?"

Kiriha, yang menyadari hal itu, kembali ke sifatnya yang biasa.

"Maukah engkau kembali dan mengambil seorang tunangan?"

"Tunangan...apa maksudnya ayah ingin aku menikah?"

"Ya. Kalau engkau melakukan itu, dukungan di pihak kita akan menguat dan pengaruh pihak radikal akan melemah. Engkau akan aman dan tidak perlu bertarung melawan musuh yang tidak ingin engkau lawan"

Ide Daiha cukup sederhana, yaitu membatasi pergerakan faksi radikal lewat pernikahan politik. Tidak peduli jika Kiriha menikahi seseorang dari faksi radikal atau orang-orang penting lainnya. Kalau pengaruh Kiriha menyebar, faksi radikal akan kehilangan kekuatan mereka. Tapi, tetap saja itu hanyalah sebuah samaran, karena yang terutama bagi Daiha adalah agar anak perempuannya aman dari bahaya apapun.

"...Aku tidak bisa"

Namun, meskipun ia mengerti semua itu, Kiriha menggelengkan kepalanya.

"Engkau juga sudah menjadi keras kepala layaknya ibumu"

"Itu bukan...ayah, kalau aku meninggalkan permukaan di saat seperti ini, aku tidak akan bisa menahan faksi radikal. Kita harus menghindari itu apapun yang terjadi"

Meskipun dirinya bertunangan, hal itu tidak akan menyelesaikan semuanya secara langsung. Daiha dan Kiriha harus membuat rancangan dan menyusun jadwal, terlebih lagi karena yang mereka rencanakan adalah pernikahan politik. Selama mereka menjalankan itu, faksi radikal mungkin akan melakukan sesuatu selama Kiriha tidak ada. Tidak akan ada maknanya untuk menikah jika faksi radikal melakukan aksinya sebelum pernikahan itu terjadi.

"Hmmm...meskipun engkau menikah, kalau kita tidak bisa menghentikan faksi radikal..."

"Itu benar"

Melihat respon dari Daiha, Kiriha menghela nafas lega, lalu mengeluarkan sebuah kartu dari saku bajunya. Kartu itu adalah kartu tua yang punya kilau layaknya metal.

Kiriha punya satu alasan lagi kenapa ia tidak bisa menikah.

Kartu itulah alasannya. Sebelum dia bisa menjalankan keinginan yang tersimpan dalam kartu itu, Kiriha tidak bisa menikah begitu saja.


Part 4[edit]

Jam 7 pagi, hari Minggu pagi di kamar 106 pun dimulai, seperti biasanya, dengan Ruth.

Meskipun matahari bersinar sedikit lebih terlambat pada musim dingin, pada pukul 7 pagi itu, matahari sudah mulai menyinari kamar 106. Namun, hal itu belum cukup untuk menghangatkan kamar, dan kamar itu masih cukup dingin sampai-sampai Ruth bisa melihat nafasnya sendiri saat dia memasuki kamar.

"Satomi-sama sedang..."

Hal pertama yang dilakukan Ruth adalah mencari Koutarou. Karena posisi tidurnya yang suka berubah, Koutarou terkadang tertidur di samping gerbang yang menuju ke Blue Knight, dan Ruth serta Theia bisa jadi menginjaknya saat mereka masuk ke dalam kamar.

"Ah, syukurlah, dia tertidur di sana"

Ruth hanya menaruh kepalanya melewati gerbang untuk mencari Koutarou. Setelah memastikan lokasinya, Ruth melangkah keluar gerbang tanpa membuat suara. Meskipun suara keras sekalipun tidak bisa membangunkan Koutarou, Ruth yang memang memiliki sifat sopan sangat menghargai tata krama.

"Kalau kau tidur di tempat seperti itu, kau akan masuk angin, Satomi-sama..."

Koutarou selalu menggelar futonnya di tengah-tengah kamar, tapi saat ini dia sedang tidur di depan lemari. Tentu saja, dia terbaring seperti itu hanya dibalut piyama dan tanpa selimut. Tugas Ruth selanjutnya adalah untuk menyelimuti Koutarou dengan selimut yang ada.

"Hi-----"

Namun, Ruth hampir saja berteriak.

"...Aku tidak akan pernah terbiasa dengan hal ini.."

Sambil menahan teriakannya, Ruth tersenyum kecut sambil menyelimuti Koutarou dari dada ke bawah.

"Zzzzz..."

Wajah Sanae yang masih tertidur nyenyak nampak timbul dari dada Koutarou, hampir seperti piyama milik Koutarou punya gambar wajah Sanae di bagian depannya. Tapi sebenarnya, itu adalah Sanae yang asli yang memakai topi tidur. Karena dirinya sedang tidur di dalam Koutarou, pemandangan itu hampir membuat Ruth berteriak.

Rokujouma V6 045.jpg

"ZZZzzzz...ZZZzzz..."

"Zzzzz..."

Koutarou dan Sanae mendengkur dengan berirama bersama-sama.

Belakangan ini, Sanae mengeluh dengan cuaca yang dingin, dan terkadang tidur di dalam Koutarou. Menurutnya, bagian dalam badan Koutarou nyaman baginya untuk menjadi tempat tidur. Semenjak Sanae pertama kali mencobanya, badan Koutarou sudah menjadi tempat tidur favoritnya.

Meskipun Sanae menyukai tempat tidurnya yang baru, tempat itu tidak disukai oleh yang lainnya. Alasannya, karena terkadang wajahnya, tangan atau kakinya akan menyembul keluar dari badan Koutarou, yang bisa dikatakan kalau Koutarou tiba-tiba mempunyai anggota tubuh seorang wanita. Terkadang, Koutarou sendiri akan kaget dengan hal itu dan mengeluhkan hal itu pada Sanae. Tentu saja, Sanae mengacuhkan keluhan itu dan kapanpun ada kesempatan, dia akan masuk ke badan Koutarou untuk tidur.

"Hari ini lebih baik dari biasanya, tapi ini bahaya untuk jantungku..."

Setelah menyelimuti Koutarou dan Sanae, Ruth tersenyum kecut dan melangkah menuju dapur.

Biasanya, sesaat setelah Ruth tiba, Kiriha akan muncul dan mereka berdua akan menyiapkan sarapan bersama-sama. Namun, untuk suatu alasan, Kiriha tidak muncul hari ini, dan Ruth akhirnya menyiapkan sarapan sendirian.

"Hmmm..jadi kamu nyiapin sarapan sendiri hari ini? Kelihatannya enak"

"Terima kasih banyak, Sanae-sama"

Ruth, yang mendapat pujian dari Sanae, tersenyum dan menyajikan sarapan di atas meja teh. Nasi, sup miso, ikan bakar dan natto merupakan makanan favorit Sanae dan Koutarou.

"Nah, kalau gitu, Sanae, keluar dari sini"

"Nggak mau~♪"

Meskipun jam sudah menujukkan waktu untuk sarapan, Sanae masih tidak mau pergi dari dalam badan Koutarou. Dia dengan riangnya tertawa sambil menunjukkan wajahnya yang menyembul dari dada Koutarou.

"Kamu ini ya...."

"Kalau kamu bener-bener nggak suka, coba aja usir aku. Ayo, coba"

Sanae berkata begitu sambil mengeluarkan tangannya dan mencolek wajah Koutarou.

Sanae bisa masuk ke dalam badan Koutarou setelah mereka berdua menjadi akrab. Jadi, kalau Koutarou benar-benar membencinya, Sanae tidak akan bisa bertahan di dalam badan Koutarou. Karena ia tahu akan hal itulah yang membuat Sanae tetap keras kepala.

Heheheh, Koutarou kan memang sayang padaku!

Kalau Koutarou menerimanya, Sanae akan bertindak sesuka hatinya, karena tindakannya adalah ekspresi cintanya pada Koutarou.

"Itu benar, Sanae. Tidak bisakah kau hentikan itu setidaknya saat sarapan? Melihat dirimu yang seperti itu membuatku kehilangan selera makan"

"Sanae-chan, paling ngga kasih kita istirahat dong, dari kejadian supernatural di pagi hari"

Namun, ekspresi cinta Sanae rupanya tidak disukai oleh Theia dan Yurika. Pemandangan dimana wajah seseorang yang menyembul keluar dari badan seorang yang lain tentunya tidak akan meningkatkan nafsu makan.

"Tuh, Sanae. Kamu mau, mual-mual pas makan nanti?"

"Ugh, itu sih masalah"

Memang tidak cukup bagi Koutarou untuk mengusir Sanae begitu saja, tapi pemandangan yang mereka sajikan saat itu sudah cukup untuk membuat nafsu makan siapapun yang melihatnya lenyap. Ditambah, karena Sanae selalu berbagi indra perasa miliknya dengan Koutarou, kalau sampai Koutarou makan sambil merasa tidak enak, hal itu tidak akan nyaman bagi Sanae sendiri.

"Jadi, keluar dulu ya"

"Okeee"

Sanae dengan enggan keluar dari badan Koutarou dengan mudah, dan sesaat kemudian sudah berada di punggung Koutarou.

"Maaf ya, udah bikin rusuh pas mau sarapan"

Sambil mengatakan itu, Sanae kembali bergantung di punggung Koutarou, seperti yang biasanya ia lakukan saat waktu makan.

Selain tidur didalamnya, aku pikir aku suka peluk dia begini..

Itulah yang dipikirkan Sanae saat dia bergantung pada Koutarou. Memang nyaman baginya untuk bisa berada di dalam badan Koutarou, tapi kalau Sanae tetap berada disana, dia tidak akan bisa melakukan apapun bagi Koutarou. Sanae lebih memilih untuk berada di punggung Koutarou dan bercanda dengannya.

Seelah Sanae berada di punggung Koutarou, perut Yurika pun mulai berbunyi. Dengan hilangnya fenomena spiritual sesaat lalu, nafsu makan Yurika pun kembali.

"Kamu emang bener-bener cepet balik ke kondisi awal ya, Yurika..."

Koutarou tertawa saat mendengar suara perut Yurika yang keroncongan.

"H-habis, kan udah pagi, dan aku juga udah laper...mau gimana lagi?"

Yurika hanya bisa tersipu malu dan terburu-buru membuat alasan.

"Kamu cuma rakus"

"B-bener sih, mau gimana lagi, tapi...buahahahaha"

"M-maaf sudah membuatmu menunggu, Yurika-sama"

Sambil menahan tawanya, Ruth menyajikan sarapan di hadapan Yurika. Namun, meskipun sudah ada makanan di depannya, Yurika masih terlihat cemberut.

"Kalian jahat banget sih, aku kan bukan hewan yang lagi laper"

"Y-yah, gimana ya. Kalau kamu laper, ya makan. Kamu bisa nambah sebanyak yang kamu mau hari ini"

"Beneran!?"

Mendengar kata-kata Koutarou, mata Yurika langsung terlihat bersinar. Raut wajahnya yang tadinya cemberut langsung berubah menjadi senyum yang lebar.

"Buahahahahaha"

"Bener kan, dia rakus"

"Y-Yurika-sama, a-apakah anda mau porsi yang banyak?"

Koutarou tertawa dengan keras, sementara Sanae tersenyum puas dibelakangnya dan Ruth berhenti menggerakkan tangannya sambil berusaha keras menahan tawanya. Centong kayu yang ada di tangan Ruth terlihat bergetar saat Ruth melakukan itu.

"K-kalian nggak usah ketawa sampai segitunya dong! Aku nggak rakus, aku kan masih dalam masa pertumbuhan!"

Air mata mulai muncul di pinggiran matanya saat Yurika mengatakan itu, di tengah-tengah keriuhan kamar 106 yang sudah biasa terjadi.

"..."

Theia, sambil melanjutkan sarapannya, menonton keriuhan itu dari lirikannya. Dalam delapan bulan ini semenjak ia tiba pertama kali di Bumi, Theia sudah mahir menggunakan sumpit. Ia menggerakkan sumpit itu dengan anggun untuk memakan sarapan yang ada.

"K-Kalau gitu, nggak usah ditahan lagi, silahkan tumbuh segede-gedenya ya! Wahahaha!"

"Ah, wajahmu bilang kalau kamu nggak percaya sama aku!"

"Koutarou, aku juga dalam masa pertumbuhan, aku mau makan"

"R-Ruth-san, kan aku juga dalam masa pertumbuhan, aku mau porsi yang banyak dong"

"Baiklah, tolong tunggu sebentar, fufufu...."

Namun, Theia tidak bisa merasakan seperti apa rasa sarapan saat itu. Semenjak Sanae bergantung di punggung Koutarou, Theia sudah memusatkan perhatiannya ke arah mereka.

Aku harap...

Theia membayangkan dirinya yang bergantung di punggung Koutarou. Dalam imajinasinya, Theia sedang tersenyum dengan riangnya dan mempercayakan dirinya seutuhnya pada Koutarou. Saat ia memikirkan itu, Theia merasa tidak sabar untuk melakukan itu.

A-apa yang baru saja aku pikirkan....?

Theia kembali sadar dan menundukkan kepalanya, sambil merasa tidak percaya bahwa dirinya baru saja memikirkan untuk melakukan hal yang saat itu sedang dilakukan oleh Sanae.

Dia hanyalah seorang hamba! Aku hanya memerlukan dirinya untuk bersumpah setia padaku demi ujianku! Tidak kurang, dan tidak lebih!

Semenjak tuan puteri kedua, Clan, menyerang dirinya, perasaan yang ada di dalam diri Theia mulai berubah.

Saat Theia pertama kali tiba di Bumi, ia hanya berpikir bahwa Koutarou hanya sekedar manusia purba di sebuah planet yang terbelakang. Theia hanya ingin agar Koutarou bersumpah setia padanya agar dirinya sendiri bisa kembali pulang ke Forthorthe dengan segera.

Namun, seiring berjalannya waktu, Theia mulai menginginkan agar Koutarou menjadi pengikutnya yang sesungguhnya. Karena itulah Theia mulai tersenyum padanya.

Tapi, sekarang, Koutarou mulai melampaui peran seorang pengikut di dalam benak Theia. Meskipun Koutarou bukanlah hambanya, dia akan berada di sisi Theia saat ia membutuhkannya. Theia tahu itu, tapi karena itu jugalah dia merasa bingung - ia tidak lagi tahu apa yang ia inginkan dari Koutarou.

Theia kembali sadar saat salah satu tikar tatami mulai bergerak. Tepat di arah dimana Theia melihat, sebuah tatami perlahan-lahan mulai terangkat, dan muncullah seseorang dari dalam tatami itu.

"Selamat pagi"

Yang muncul dari balik tatami itu tidak lain adalah Kiriha. Theia rupanya telah melihat tatami yang mengarah ke markas rahasia Kiriha sedari tadi.

"Selamat pagi...Tidak kusangka, kau terlambat sekali hari ini"

Imajinasi Theia berhenti setelah Kiriha muncul, dan Theia memanggil Kiriha dengan suaranya yang mungil.

"Sebenarnya, aku sudah melakukan sesuatu sejak pagi ini"

Kiriha lalu membalik tatami itu dan masuk ke kamar 106, diikuti kedua haniwa yang muncul dari belakangnya.

"Ho-! Selamat pagi Ho-!"

"Bagaimana kabar kalian Ho-!"

Para haniwa dengan ceria memberi salam pada semua orang saat mereka mengembalikan tatami ke tempat asalnya. Karena mereka sudah melakukan hal yang sama setiap pagi, mereka berdua sudah terbiasa melakukan ini.

"Pagi, Kiriha-san"

Koutarou memberi salam pada Kiriha setelah melihat kedatangannya. Setelah Kiriha memberi salam pada semuanya, dia duduk di tempat yang ada di dekat meja makan.

"Ruth, maaf sudah datang terlambat"

"Tidak apa-apa. Ini kesempatan yang baik bagiku untuk mencoba kemampuan memasakku"

"Tapi, kenapa hari ini kamu telat? Kamu nggak ketiduran kan?"

Kalau Yurika yang terlambat bangun, Sanae tidak akan menanyakan pertanyaan itu. Namun, karena kali ini Kiriha, yang tidak pernah terlambat bangun, bukan hanya Sanae yang tertarik dengan sebabnya. Semua orang, kecuali Yurika, berhenti makan sejenak dan memperhatikan Kiriha.

"Sebenarnya, ada masalah di daerah asalku, jadi aku menghabiskan pagiku untuk mengurus hal itu"

Kiriha terlambat datang karena dia harus membuat langkah-langkah untuk menghadapi faksi radikal yang dia bicarakan dengan ayahnya. Ada banyak hal baginya untuk dilakukan, seperti menghubungi cabang faksi miliknya yang ada di permukaan dan memberi perintah-perintah kepada para bawahannya.

"Daerah asalmu, maksudnya kerajaan bawah tanah itu, ya kan?"

"Menyebutnya kerajaan mungkin kurang tepat...tapi, ya. Bisa dikatakan begitu"

Kiriha mengangguk ke arah Koutarou selagi menerima secangkir teh dari Ruth.

"Kamu bilang masalah, berarti ada sesuatu yang lagi terjadi?"

Meskipun dia menanyakan detail kejadiannya, Koutarou mungkin tidak akan mengerti, dan Kiriha mungkin tidak akan langsung mengatakannya. Itulah sebabnya Koutarou menanyakannya secara samar-samar. Kiriha menjawabnya dengan sebuah senyuman.

"Apa kau ingin mengetahuinya?"

"Ya, mau sih. Kalau itu masalah soal kerajaan bawah tanah, aku nggak bisa bilang nggak terlalu terpengaruh"

Koutarou mengangguk berulang kali dan lalu melemaskan bahunya.

Dia kelihatannya agak murung...

Itulah yang dipikirkan Koutarou saat ia berbicara dengan Kiriha. Baginya, Kiriha terlihat kelelahan.

"Aku pikir hal itu memang tidak berpengaruh bagimu"

"Kiriha-san, apa kamu lupa kalau kamu bagian dari orang-orang bawah tanah?"

"Ah, itu benar"

Kiriha pun tersenyum.

Benar juga. Aku adalah salah satu Rakyat Bumi, dan aku mencoba merebut kamar ini dari Koutarou...

Kiriha telah berjuang keras selama ini untuk menghentikan pergerakan faksi radikal, hingga dia sampai lupa kalau dirinya adalah seorang penjajah. Seperti yang Koutarou katakan, permasalahan di kerajaan bawah tanah akan berdampak pada Koutarou juga.

"Tidak perlu kuatir, Koutarou. Tidak akan ada yang terjadi"

"Baiklah kalau gitu"

Kiriha tersenyum saat mengatakan itu, tapi bagi Koutarou, itu bukanlah senyumnya yang biasa. Senyumnya yang biasanya terlihat lebih usil dibandingkan saat ini.

Aku penasaran, ada apa ya...

Sebenarnya, Koutarou tidak terlalu khawatir dengan kerajaan bawah tanah, tapi lebih khawatir dengan wajah murung Kiriha.

Semoga aja nggak ada hal buruk yang bakal terjadi...

Koutarou, yang mulai merasa adalah hal yang aneh bagi dirinya untuk mengkhawatirkan Kiriha, merasa kalau dirinya tidak bisa meninggalkan Kiriha begitu saja.

Beberapa hari berikutnya, Kiriha selalu terlihat sibuk dengan sesuatu.

Terkadang dia tidak akan muncul saat sarapan, dan bahkan tidak berangkat ke sekolah. Karena Kiriha sendiri tidak mau menjelaskan situasinya, Koutarou hanya bisa memandanginya dari jauh.


Kembali ke Ilustrasi Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 2
  1. Di Jepang, dan beberapa negara lain, terdapat mall-mall yang pintu masuknya berupa terowongan bawah tanah