Rokujouma no Shinryakusha!? Empat Musim (Indonesia): Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Musim Panas[edit]

Rokujouma Shunkashuutou Image 5.jpg

Setelah menghabiskan banyak waktu bersama-sama, suasana kamar 106 akhirnya mulai menjadi lebih tenang. Para penghuni kamar menjadi lebih kooperatif dan mulai jarang bertengkar.

"....Aah, gawat..."

Jadi, kekuatiran Koutarou bukan hanya karena para gadis penjajah itu saja, tapi juga karena dirinya sendiri. Dalam kata lain, dia mulai kembali menjadi murid SMA biasa.

"Kenapa Koutarou, sampai ngeluh gitu?" tanya Sanae saat melihat Koutarou mengeluh seperti itu. Saat itu dia sedang bergantung di punggung Koutarou dan mengikuti arah pandangannya ke arah jendela yang terbuka, yang menunjukkan cerahnya matahari musim panas yang menyinari kota.

"Silahkan ngomong sama aku, Sanae-chan, dan aku akan menuntaskan semua masalahmu"

"Bukan sesuatu yang perlu aku bicarain sih"

"Nggak apa-apa, nggak apa-apa, bilang aja"

Beberapa hari sebelumnya, Sanae telah ditangkap oleh para pemburu hantu dan diselamatkan oleh para penghuni kamar 106. Peristiwa itu membawa mereka semua menjadi lebih dekat dan membuat mereka saling bertoleransi. Contoh terbesarnya adalah Sanae dan Koutarou, yang menjadi pusat peristiwa itu, Sanae sekarang memperlakukan Koutarou sebagai teman dekat. Selain sudah mengadakan gencatan senjata dengan Sanae, diperlakukan layaknya teman baik berarti Koutarou tidak punya alasan untuk berbuat jahat padanya.

"Yah...musim panas udah mau berakhir, iya kan?"

"Yap, setiap hari udah panas dan gerah begini, apa kamu kuatir sama panasnya?"

"Bukan, hari-hari panas kayak gini berarti harta yang ada di atas gunung sana bakal udah tumbuh besar dan buagus"

"Harta apa?"

Theia langsung menoleh begitu mendengar kata harta, dan memandangi Koutarou sambil mengedipkan matanya berulang kali. Setelah kejadian festival olahraga dan menyelamatkan Sanae, sifat agresif Theia mulai berkurang cukup banyak. Meskipun kadang-kadang sifat itu masih akan membuatnya bertengkar dengan Koutarou, tapi Theia tidak memperlakukannya seperti orang primitif lagi, melainkan mengakuinya sebagai lawan yang sepadan.

"Yah...."

Koutarou tidak langsung menjawab, tapi setelah bebricara sedikit, dia melihat ke seluruh penjuru ruangan. Setelah memastikan kalau seseorang tertentu sedang tidak berada di kamar itu, Koutarou melanjutkan bicaranya.

"Kumbang, kalau musim panasnya sepanas ini, aku pasti bisa nangkep yang gede...aku pengen nangkep satu..."

Koutarou mengeluh lagi dan kembali memandangi jendela dengan tatapan yang penuh harap. Jauh di hadapannya, dimana dia sedang melihat, adalah sebuah gunung yang ditumbuhi banyak sekali pepohonan. Disana pasti ada banyak kumbang besar yang sudah menunggunya.

"Yah, kau menuai apa yang kau tabur, benar"

"Udah kubilang, itu bukan sesuatu yang nggak harus aku bilang"

"Buh"

Sanae langsung menggembungkan pipinya sambil merengut karena kecewa dengan penjelasan Koutarou.

Alasan Koutarou tidak bisa pergi menangkap kumbang adalah kebencian Ruth terhadap mereka. Saat mereka sedang pergi ke laut, Koutarou salah mengira Ruth sebagai pohon penuh kumbang selagi sedang bermimpi dan lalu memeluk Ruth. Hasilnya, sekarang Ruth membenci kumbang.

Sanae kesal karena dia merasa karena Koutaroulah dia tidak bisa melakukan sesuatu yang menarik, dan dia ingin bermain dengan Koutarou.

"Kau benar-benar seorang idiot..."

Theia juga hanya bisa mengeluh karena kecewa setelah mendengarkan penjelasan Koutarou. DIa tidak mengerti bagaimana bisa Koutarou begitu tertarik dengan serangga. Karena Theia adalah seorang perempuan, ditambah lagi alien, sukar baginya untuk bisa mengerti perasaan seorang bocah laki-laki dari Bumi.

"Nah, jangan bilang begitu. Satomi Koutarou tidak bermaksud jahat"

Kiriha berbeda dengan Sanae dan Theia dan memihak Koutarou. Dari saat dia kecil, Kiriha sudah menjadi seorang tomboy yang suka menangkap serangga, dan benda berharga miliknya adalah sebuah kartu superhero langka dengan kumbang sebagai motifnya. Itulah mengapa dia mengerti hobi para lelaki.

"Rekanku cuma Kiriha-san kalau gitu..."

"Ane-san memang baik, Ho-!"

"Koutarou, kalau kamu mau menikah, pilihlah Anego, Ho-"

"Mungkin"

"Awas! Udah jelas dia ngelakuin itu buat nipu kamu!"

"Aku tidak bermaksud seperti itu"

"Nggak percaya! Bleh!"

"Yah, kelihatannya aku dibenci. Fufufu"

Meskipun Sanae sedang marah padanya, Kiriha tetap tersenyum ceria.

"Primitif, kau sudah mempunyai orang yang menumpang tinggal, kau tidak butuh yang lain lagi"

"Aku bukan numpang tinggal! Aku si roh penjaga yang imut, Sanae-chan!"

"Bukan kau, aku berbicara soal Yurika"

"Hmm"

Yurika, yang mendengar namanya disebut, menengok sesaat tapi lalu kembali menyeruput mi instan miliknya.

"Oh iya, Koutarou udah punya Yurika ya"

"Aku bukan numpang tinggal, aku bikin makananku sendiri"

Yurika tidak suka diperlakukan seperti seorang yang menumpang tinggal, jadi setelah selesai menelan apa yang ada di mulutnya, dia lalu menunjukkan Sanae bungkusan mi instan miliknya. Itulah harga diri Yurika yang sangat kecil.

"Tapi, kamu tahu, Yurika? Kalau kamu terus-terusan makan yang kayak gitu, mendingan kamu numpang tinggal, iya kan? Badanmu nanti mungkin bakal punya bau yang sama kayak bau bumbu mi instan"

"Uuum...Satomi-san, aku mau numpang tinggal mulai dari sekarang!"

Hanya perlu dua detik bagi Yurika untuk memutuskan dan membuang harga dirinya lalu berubah menjadi seorang yang menumpang tinggal.

"Nggak mau!"

Tentu saja, Koutarou tidak akan mengizinkan hal itu. Dia sendiri sudah kesal dengan Yurika yang tinggal di bagian atas lemari miliknya.

"Kenapaaaaa!? Jangan jahat gitu doooong! Apa kamu nggak ngerasa apa-apa kalau aku hidup di pinggir jalan!?"

"Silahkan hidup dimana kamu mau"

"Kamu bilang gitu juga, kamu masih seneng kan, kamu tinggal sama aku~~"

"Kamu ini...kamu mikir apaan sih?"

Dengan ini, hubungan antara Koutarou dan para gadis penjajah sudah menjadi lebih baik sejak mereka pertama kali bertemu. Mereka sudah saling bersimpati dan mengerti antara satu sama lain, tapi masih harus mengingat kalau mereka masing-masing adalah musuh. Itulah yang membuat mereka masih mempunyai perasaan baik dan buruk kepada yang lain. Masih terlalu cepat bagi mereka untuk menganggap yang lainnya teman, tapi mereka juga tidak mau memanggil yang lainnya sebagai musuh. Kalau seseorang terkena masalah, mereka akan membantu, tapi di saat yang lain mereka akan perlu mengalahkan yang lain. Perasaan mereka saat itu masih sangat berantakan.


Sekitar pertengahan liburan musim panas, Koutarou banyak mendapat waktu senggang. Karena berada di tengah liburan, orang akan mengira kalau dia masih punya PR musim panas yang tersisa, tapi sebenarnya dia sudah menyelesaikannya agar ayahnya tidak kuatir dan karena Harumi. Kakak kelasnya di klub merajut itu sudah mengatakan kalau mereka akan menjalankan kegiatan klub lagi kalau Koutarou sudah menyelesaikan PRnya. Koutarou tidak akan berbohong kepada kedua orang itu dan sudah menyelesaikan PRnya sejak bulan Juli.

Koutarou sudah menyelesaikan PRnya dan kegiatan klubnya pun berlanjut, tapi tentu saja, kegiatan klub itu tidak berlangsung setiap hari. Dan meskipun kegiatannya berjalan hampir setiap hari, mereka berdua tidak akan melakukannya dari pagi hingga malam. Koutarou pun jadi mempunyai lebih banyak waktu senggang sampai-sampai dia tidak tahu harus melakukan apa. Itulah mengapa dia sempat berpikir untuk berburu serangga.

"Satomi-sama, mataharinya cerah sekali hari ini, jadi silahkan pakai topi ini"

"Makasih, Ruth-san"

Koutarou menundukkan kepalanya dan Ruth memakaikan topi jerami padanya. Agar tidak membuang-buang waktu yang dia punya, Koutarou memutuskan untuk bekerja. Dia bekerja di tempat yang sama semenjak musim semi, yaitu menggali reruntuhan bersejarah. Penggalian itu membutuhkan lebih banyak pekerja di musim panas, jadi itu merupakan durian runtuh bagi Koutarou.

"Ada teh gandum di termos ini. Pastikan kau berisitirahat dan minum yang cukup"

"Tenang aja, Ruth. Aku bakal jagain dan pastiin kalau dia cukup minum"

Sanae lalu mengambil botol yang sudah disiapkan Ruth dan menggantungnya melalui pundaknya. Rupanya, Sanae juga ikut Koutarou pergi ke tempat penggalian itu.

Semenjak penculikan di pantai, Sanae menjadi lebih sering bersama Koutarou daripada sebelumnya. Di antara para penjajah yang lain, dialah yang telah memutuskan untuk berhenti bertarung memperebutkan kamar dengan Koutarou. Dia sudah tidak memikirkan masalah poin lagi, tapi memikirkan bagaimana agar dia tidak terusir. Bahkan sekarangpun, di atas kertas, Sanae dan Koutarou masih merupakan musuh, tapi Sanae sendiri mengakui kalau mereka sudah tidak lagi seperti itu. Selain janji mereka soal gencatan senjata, sekarang karena hubungan mereka sebagai musuh sudah tiada, yang tersisa hanyalah hubungan mereka selain hal-hal itu. Sanae merasa kalau selama dia tidak kehilangan kesempatan untuk bertemu orang tuanya lagi, dia ingin hari-hari seperti ini terus berlanjut.

"Mohon bantuannya, Sanae-sama"

"Seberapa sering dia harus minum?"

"Kalau bisa, setiap tiga puluh menit sekali"

"Siap....Koutarou, kau harus melakukan apa yang aku, pemimpinmu, katakan, oke?"

"Oke, oke"

"Masih kurang ada cinta tuh"

"Aku ngerti. Mohon bantuannya, wahai pemimpin tercintaku Sanae-sama"

"Hmph, baiklah"

Sanae senang dengan balasan Koutarou dan menuju ke punggungnya lalu bergantung di sana. Sanae membawa termos, handuk, tisu dan benda-benda lain sementara Koutarou yang bekerja. Pembagian peran seperti ini dengan alaminya terjadi di antara mereka.

"Ooh, dingin dan enak"

Sanae, yang berada di punggung Koutarou, dapat mendinginkan badan Koutarou dan membuatnya nyaman sementara dia bekerja di bawah teriknya matahari. Karena Sanae adalah hantu, sentuhan langsung dengan makhluk hidup membuatnya bisa menyerap sedikit panas yang ada pada mereka. Sensasi menggigil yang muncul dari adanya hantu digunakan sebagai ganti pendingin. Itulah kegunaan Sanae saat Koutarou sedang beristirahat setelah sibuk melakukan penggalian.

"Koutarou, mana terima kasihmu buat kekuatan cewek keren Sanae-chan ini?"

"Kalau kamu bisa bikin sedikit lebih dingin lagi, nanti aku bilang"

"Kayak gini?"

"Oh, pas banget. Aku berterima kasih untuk semua kerja kerasmu, wahai pemimpin"

"Bagus, kalau ada masalah, kamu bisa berbicara padaku, pemimpinmu, kapanpun kau mau"

Ruth, yang melihat mereka bertingkah seperti itu, mengeluarkan senyum ceria.

"Satomi-sama, Sanae-sama, kalian sekarang sangat akur, benar?"

"Ah, nggak juga"

"Nihihihi, kamu nggak bisa bohong, Koutarou. Buktinya ada disini, iya kan?"

Sanae lalu mencolek pipi Koutarou dengan tangan kirinya dan menunjukkan jimat yang menggantung di lehernya dengan tangan kanannya. "Keselamatan Keluarga" tersulam pada jimat itu, dan selama itu melindungi Sanae, kata-kata Koutarou yang seperti itu tidak akan berarti apa-apa bagi Sanae.

Dia betul-betul bukanlah seseorang yang mau bertarung, kami hanya belum membangun rasa percaya kami padanya...jadi Yang Mulia pasti nantinya akan...

Sambil menyaksikan perbincangan mereka berdua, Ruth berharap kalau suatu hari nanti Koutarou dan Theia bisa menjadi seperti itu juga. Mereka belum menjadi akrab semenjak Koutarou menolong Sanae, tapi karena sesaat sebelum itu, mereka akan saling berbagi perasaan mereka yang sesungguhnya.

"Yah, sampai jumpa nanti, Ruth-san"

"Sampai jumpa nantiiiii!"

"Hati-hati"

Dan Ruth pun menyaksikan mereka berdua pergi dengan senyuman. Melihat rasa saling mengerti antara mereka berdua dengan matanya sendiri memberi Ruth keberanian untuk terus berjuang, meskipun arah yang mereka tuju berbeda. Ruth mulai berpikir kalau masa depan mereka tidaklah suram.

Ruth lalu kembali masuk ke dalam kamar dan sebuah suara memanggilnya, yaitu tuannya, Theia.

"Ruth, tidak biasanya kau sesenang itu, apa ada sesuatu yang baik terjadi?"

Sepanjang yang diketahui oleh Theia, Ruth adalah seseorang yang selalu tersenyum, tapi dia terlihat lebih ceria daripada biasanya saat ini. Theia merasa bahwa ada yang aneh kalau Ruth bisa seperti itu hanya dari melihat Koutarou dan Sanae pergi.

"Tidak, bukan apa-apa. Aku hanya berpikir kalau aku bisa melihat Satomi-sama dan Sanae-sama sebagai saudara kandung, dan itu membuatku senang"

"...Sanae mungkin sudah tidak menjadi halangan lagi untuk merebut kamar ini"

Itulah yang digumamkan Theia sambil melihat ke arah pintu masuk. Dari tempatnya berada, Theia tidak bisa melihat pintu masuk kamar itu, begitu juga dengan kedua orang yang baru saja berangkat. Namun, dia bisa membayangkan mereka berdua, dimana Sanae bergantung di punggung Koutarou. Seperti yang dikatakan Ruth, mereka terlihat layaknya saudara, yang sedang berangkat bekerja dengan riuhnya.

"Sanae tadinya sendirian dan terisolir selama menunggu orang tuanya, tapi hidup bersama Koutarou menariknya keluar dari sana. Mungkin, menunggu kedatangan orang tuanya sudah tidak sesuram itu lagi"

Kiriha pun mengeluarkan komentarnya kepada Theia.

Sanae merasa hidupnya sekarang dengan Koutarou menyenangkan, jadi meskipun dia mendapatkan hak kepemilikan atas kamar itu, dia mungkin tidak akan mengusir Koutarou. Sepanjang Koutarou ada disana, menunggu orang tuanya tiba tidaklah menyedihkan, dan Koutarou juga mungkin tidak akan mengusirnya kalau dia yang mendapat hak kepemilikan kamar. Dengan situasi seperti itu, tidak akan masalah jika Sanae sukses melakukan invasinya ataupun tidak.

"Aku yakin Sanae udah nemuin makna invasi itu sendiri..." ujar Yurika, sebelum melanjutkan menyeruput mi instannya.

"Yurika..."

Mata Theia menjadi terbelalak begitu mendengar kata-kata Yurika. Perkataan itu kemungkinan benar dan karena yang mengatakan itu adalah Yurika, Theia Ruth dan Kiriha sampai tidak bisa menyembunyikan rasa kaget mereka.

Rupanya dia bukan orang idiot biasa...kalau begitu...tidak, itu tidak mungkin...

Untuk sesaat, Theia hampir mempercayai apa yang Yurika selalu katakan mengenai dirinya yang merupakan gadis penyihir. Tapi, dengan senyum kecut, Theia mengusir pemikiran itu dari kepalanya.

"Hmm?"

Yurika, yang memperhatikan pandangan mereka bertiga tanpa mengetahui maksudnya, hanya terlihat kebingungan sesaat sebelum melanjutkan menikmati mi instannya.

Dengan Sanae masih berada di punggungnya, Koutarou tiba di SMA Kisshouharukaze. Reruntuhan bersejarah tempat bekerja Koutarou berada di puncak gunung kecil di dekat sekolah. Sementara berada di tengah perjalanan, teriknya matahari menerjang kepalanya dan topi yang diberikan Ruth padanya dengan cepat membuktikan kegunaannya.

"Rasanya di dalam topi agak pengap"

"Apa mendingan kalau kayak gini?"

Sanae lalu mengulurkan tangan kanannya dan menyentuh topi Koutarou, dan karena dia adalah hantu, tangannya dengan mudah menembus topi dan menyentuh kepala Koutarou.

"Makasih ya"

"Ehehehehe~"

Tangan Sanae lalu melepaskan aura dingin. Menurunkan suhu di sekitar mereka adalah teknik biasa yang dimiliki setiap hantu, tapi kemampuan itu berguna menghadapi musim panas seperti ini.

"Tapi ini nggak banyak guna di musim dingin, iya kan?"

"Tapi sekarang ngebantu banget kok"

"Kalau gitu, puji aku dong"

"Hebat, hebat"

Koutarou lalu mengelus kepala Sanae sementara Sanae tersenyum senang karenanya. Sanae lalu mulai bermain dengan kepala Koutarou, menggelitiknya sedikit atau bermain dengan rambutnya seperti halnya seorang anak kecil melakukan hal yang sama pada ayahnya saat sedang tidur.

"Hei, Sanae"

"Apa?"

"...Nggak, bukan apa-apa"

"Beneran?"

Koutarou berpikir kalau dia harus mengatakan sesuatu pada Sanae, tapi dia tidak yakin apa yang harus ia katakan jadi ia kembali menelan kata-kata itu. Koutarou tahu tindakan Sanae tidak membuatnya tidak nyaman, tapi dia tidak bisa menuangkan itu ke dalam kata-kata dan tidak membuat Sanae salah paham, jadi Koutarou menyerah untuk menjelaskan itu.

"Funfuuun♪ ”

"Cuacanya hari ini bagus ya"

"Bener!"

Koutarou terus berjalan dibawah langit musim panas dengan Sanae di punggungnya, dan senyuman mereka pun secerah langit saat itu.


Koutarou berada di dekat sekolah saat sebuah bis berhenti di dekat mereka, di tempat pemberhentian bis di depan sekolah. Beberapa orang turun dari bis itu dan langsung pergi. Mereka semua memakai seragam sekolah, jadi Koutarou menebak kalau mereka semua adalah murid sekolahnya. Mereka semua pergi menuju sekolah, tapi ada satu orang gadis yang menuju ke arah sebaliknya, melangkah menuruni bukit.

"Koutarou, bukannya itu Harumi?"

"Satomi-kuun!"

"Kamu bener. Sakuraba-senpai"

Dialah ketua klub merajut yang diikuti oleh Koutarou, Sakuraba Harumi. Dia memperhatikan Koutarou dari dalam bis dan datang menghampirinya untuk memberi salam. Saat Koutarou memperhatikan dia, Koutarou berlari ke arahnya dan Sanae mengikuti dari belakang.

"Halo, Sakuraba-senpai"

"Halo, Satomi-kun"

"Kenapa kamu ada disini? Bukannya hari ini kita nggak ada kegiatan?"

"Aku datang ke sini untuk rapat festival budaya, karena aku masih mengetuai klub kita"

Pertemuan klub merajut tidak ada untuk hari ini, tapi Harumi ada disana untuk menghadiri rapat festival budaya yang akan diadakan pada bulan November.

"Coba dapetin tempat buat kita, ya?"

"Aku usahakan"

Kalau klub merajut bisa mendapat tempat dalam event itu, itu akan membuat pencarian anggota baru untuk klub pada tahun depan menjadi lebih mudah dan memberikan kemungkinan bagi klub kecil berisikan dua orang itu agar tidak terlantar.

"Satomi-kun...pakaianmu yang seperti itu, apa kamu mau pergi bekerja?"

"Bener, sementara kamu ada di ruangan yang dingin buat rapat, aku bakal kerja panas-panasan"

"Fufufu, hati-hati, jangan sampai pingsan, ya?"

Sambil tersenyum kecil, Harumi mengayunkan tangannya ke arah Koutarou dan membuat sebuah angin kecil berhembus ke arah Koutarou. Memang, anginnya tidak begitu besar, tapi tingkah Harumi yang imut membuat Koutarou merasa lebih sejuk daripada angin yang sebenarnya.

Aku juga jadi lebih akrab sama senpai...

Pada awalnya, saat mereka selalu berdua, Harumi selalu sedikit gugup. Namun, belakangan ini rasa gugup itu mulai menghilang dan Harumi mulai menunjukkan senyum ceria seperti ini pada Koutarou.

"Meski ruangan OSIS punya AC juga, kamu juga hati-hati ya, Sakuraba-senpai"

"Terima kasih, Satomi-kun. Uups, aku harus berangkat sekarang!"

"Aku juga kalau gitu"

"Bekerja yang keras ya, Satomi-kun"

"Oke! Sampai ketemu lagi!"

"Sampai berjumpa lagi, Satomi-kun!"

Koutarou dan Harumi sama-sama senang bisa saling berjumpa tanpa sengaja seperti ini, tapi karena keduanya memiliki kesibukan masing-masing, mereka pun berpisah dan pergi menuju tujuan mereka masing-masing.

"Jadi, ayo kita pergi kerja sekarang!"

Saat Harumi akhirnya sudah tidak tampak lagi dari pandangan mereka dan mereka kembali menjadi berdua saja, Sanae kembali ke punggung Koutarou. Sebenarnya, Sanae menunggu sedikit agak jauh dari mereka sampai Koutarou dan Harumi selesai berbicara.

"Maaf ya, udah bikin kamu repot"

"Repot apa?"

"Pas Sakuraba-senpai disini, kamu nunggu agak jauh, iya kan?"

Belakangan ini, Sanae juga menjadi sedikit lebih terbuka dengan Koutarou dan hampir selalu bergantung di punggungnya setiap saat. Tapi, ada saat-saat dimana Sanae akan menunggu agak berjauhan seperti ini, karena Sanae tidak ingin menimbulkan masalah bagi Koutarou.

"Harumi udah nolongin kita di pantai, jadi aku pikir aku nggak gangguin kalian selama beberapa saat"

"Kamu bisa perhatian gitu juga, ya"

Pertengkaran antara Koutarou dan Sanae dapat terselesaikan berkat saran dari Harumi, dan Koutarou sudah mengatakan hal ini pada Sanae. Dalam kata lain, bisa bergantung pada Koutarou seperti ini adalah berkat Harumi, secara tidak langsung. Untuk mengucapkan rasa terima kasihnya, saat Koutarou dan Harumi sedang berbicara berdua, Sanae akan diam dan menunggu.

"Kamu bisa bilang kalau aku bukan roh jahat yang nggak tahu terima kasih"

"Kalau gitu, kamu apa dong?"

"Kamu bisa manggil aku Sanae-chan si Malaikat Pelindung"

"Aku ngga begitu ngerti, tapi rasanya hebat juga"

"Bener kan?"

Sambil melanjutkan percakapan mereka yang ceria, mereka berdua melanjutkan langkah mereka melewati jalan yang mengitari sekolah. Seperti yang dikatakan Ruth, mereka berdua memang terlihat seperti seorang kakak dan adik perempuannya.

Reruntuhan bersejarah di atas gunung dekat SMA Kisshouharukaze lebih dikenal sebagai Runtuhan Kisshouharukaze. Lahan yang ada di sana sedang dipersiapkan untuk bangunan yang akan digunakan oleh SMA Kisshouharukaze saat pihak pengembang menemukan reruntuhan itu. Karena itulah, reruntuhan itu diberikan nama sekolah dekat tempat itu dan menjadi terkenal sebagai Reruntuhan Kisshouharukaze.

Penemuan reruntuhan itu menjadi sebuah kejutan yang besar bagi dunia arkeologi karena semua peninggalan-peninggalan yang dianggap tidak mungkin bisa ada yang ditemukan disana.

Peninggalan-peninggalan yang ditemukan berupa piring dan pot, benda-benda yang biasa digunakan sehari-hari. Berdasarkan dari sebagus apa benda-benda itu dibuat, reruntuhan itu seharusnya berasal dari zaman Yayoi. Namun, saat mereka diidentifikasi secara ilmiah, ditemukan bahwa reruntuhan itu berasal dari sepuluh ribu tahun sebelumnya. Hal ini memang tidak bisa dipercaya, karena zaman Yayoi berada pada masa dua ribu tahun lalu, tapi benda dengan tingkat pembuatan yang sama telah ditemukan pada reruntuhan berusia sepuluh ribu tahun. Itu berarti, sebuah peradaban dengan kemampuan delapan ribu tahun lebih awal pada masa mereka sudah ada di tempat itu. Penemuan itu adalah penemuan besar yang telah mematahkan banyak teori yang sudah ada hingga saat ini.

Penemuan itu memang mengejutkan, tapi para arkeolog perlu bukti yang lebih nyata lagi. Mereka tidak bisa begitu saja menulis ulang sejarah tanpa penggalian dan penyelidikan yang sepantasnya. Jadi, penggalian besar-besaran di lahan itu pun dimulai untuk memastikan penemuan itu. Berkat itulah, banyak pekerja yang dibutuhkan dan saat ada pekerja paruh waktu yang dibutuhkan, Koutarou menjadi salah satunya.

Pekerjaannya memang berat, namun bayarannya setimpal. Hasil kerja sehari akan cukup untuk membayar uang sewa sebulan untuk kamar 106. Karena tempatnya yang dekat dengan sekolah, maka tempat itu menjadi tempat yang mudah untuk bekerja. Berkat itulah, Koutarou bisa hidup dari penghasilannya sendiri. Bisa hidup seperti itu tanpa membebani ayahnya adalah sesuatu yang dibanggakan Koutarou.

"Koutarou, waktunya istirahat nih"

"Hmm, udah waktunya ya?"

"Minum tehnya, nanti kamu pingsan"

"Makasih, Sanae"

Koutarou menerima termos dari Sanae dan mulai meminum teh didalamnya. Kemampuan Ruth memasak masakan Jepang sudah meningkat, dan teh gandum buatannya pun telah semakin enak. Teh yang dibuatnya saat itu cocok dengan selera Koutarou, dengan rasa yang cukup kuat.

"Tehnya juga enak hari ini"

"Aku lebih suka kalau rasanya nggak sekuat itu"

"Kalau nggak mau, turun sana"

"Nggak mau, aku juga mau minum"

"Dasar cewek serakah"

"Yah, aku kan emang cewek...yang penting lagi, Koutarou, si kacamata dateng tuh"

"Mackenzie?"

Saat Koutarou menutup termos teh yang baru saja dinikmatinya, teman masa kecilnya. Matsudaira Kenji, muncul di tempat dimana Koutarou sedang bekerja. Karena Kenji sudah bilang kalau dia akan pergi ke tempat lain hari ini, Koutarou hanya bisa bingung melihat kehadirannya di sini.

"Kou!"

"Yo, Mackenzie, bukannya kamu nggak dateng hari ini?"

"Emang nggak sih, tapi, yah, ada kejadian"

"Jangan bilang, kamu putus lagi ya?"

Koutarou tahu kalau Kenji sudah punya janji dengan pacarnya, dan kepribadian Kenji berkata bahwa dia tidak akan menepati janji itu dan justru akan bekerja. Jadi, tentu saja kemungkinan Kenji telah putus pun muncul. Itu adalah sebuah pola yang bahkan Koutarou sekalipun bisa mengerti.

"Bukan itu sih....tapi hampir"

"Kamu nggak pernah kapok ya..."

"Kamu sendiri nggak pernah pacaran, mana tahu rasanya!"

Itu adalah kalimat yang diutarakan Kenji sebagai alasan, tapi kalimat itu menggema secara misterius dalam benak Koutarou.

Kamu nggak akan tahu kecuali udah pernah ya...bener juga sih...

Koutarou lalu menoleh sedikit ke belakangnya dan melihat Sanae yang melayang di dekatnya, menunggu Koutarou dan Kenji selesai berbicara sambil mengikuti sebuah kupu-kupu dengan pandangan matanya. Pemandangan itu mempesona bagi Koutarou, karena banyaknya waktu yang sudah dijalaninya bersama Sanae dan datang kesini dengannya.

Penilaian Koutarou terhadap Sanae sudah sangat berbeda dari sejak mereka pertama bertemu, dan hal yang sama berlaku dalam skala tertentu bagi para gadis penjajah yang lain juga. Itulah yang -- meskipun berbeda sedikit dengan apa yang dimaksud oleh Kenji -- tidak akan dimengerti oleh Koutarou selama dia tidak pernah berada bersama mereka.

"Ngomong dong, sebelum jadi aneh"

"Oke, oke"

Namun, Koutarou dan Kenji adalah orang yang benar-benar berbeda, dimana dengan berjalannya waktu Koutarou membuat hubungan, tapi dengan berjalannya waktu, Kenji justru menghancurkan hubungan. Itulah yang membuat Koutarou tidak bisa mengerti perasaan Kenji.

"Jadi, udah berapa sekarang?"

"Kamu sendiri belum nyentuh angka nol, nggak usah ngomong deh, Kou!"

Koutarou dan Kenji pun mulai menggali sambil terus berdebat. Sanae menonton mereka selama beberapa saat, tapi menjadi mulai bosan dan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar area itu.

"Koutarou, Koutarou, aku lihat-lihat ke sebelah sana ya"

"...Jangan pergi jauh-jauh, biar kamu nggak hlang"

"Oke, pergi dulu ya!"

"...Ya, hati-hati"

Sanae selalu memastikan untuk meminta izin pada Koutarou, dan lalu pergi jalan-jalan. Tapi, Sanae sendiri tidak menyadari kalau dia, dan Koutarou juga, melakukannya secara alami. Itulah perubahan yang terjadi di antara mereka selama beberapa bulan ini.

"Kou, kamu ngomong sesuatu?"

"Ah, nggak kok. Oh, kepala anak panah"

Koutarou melanjutkan pekerjaannya dengan Kenji, dan Sanae berjalan-jalan sendiri. Mereka memang melakukan kegiatan sendiri-sendiri, tapi jarak antara hati mereka tidak sejauh jarak sebenarnya di antara mereka.

Kenji dengan mudahnya menceritakan cerita sedihnya agar dia bisa menanyakan Koutarou sesuatu, dan meskipun Kenji sedang bertanya, dia tidak akan bisa dengan mudahnya mencapai topik pembicaraan sebenarnya tanpa balasan setimpal.

"Kalau kita ngomongin soal masalah, Kou"

"Ya?"

"...Anehnya, kamu kayak nggak punya masalah"

Untuk sesaat, sifat baik Kenji muncul.

"Sebenernya, pas kamu mulai tinggal sendiri, aku pikir kamu bakal balik nakal lagi"

Koutarou sudah hidup hanya dengan ayahnya saja. Ibunya meninggal dalam kecelakaan saat dia masih muda. Hal itu menghancurkan kehidupan keluarganya, dan butuh waktu lama untuk membetulkan itu semua. Teman masa kecilnya, Kenji, sudah melihat itu secara langsung. Jadi saat dia mengatakan berbagai hal saat Koutarou mulai hidup sendirian, sebenarnya Kenji merasa kuatir tentang itu. Itulah kenapa dia selalu berusaha setiap saat untuk menasihati Koutarou untuk segera mencari pacar.

"Aah, itu toh maksudnya"

Koutarou berhenti menggali sesaat dan tersenyum sedikit.

Bagi Koutarou, apa yang dikuatirkan Kenji bukanlah hal aneh, dan justru karena Kenji yang bertanya, Koutarou tidak merasa tidak enak, karena Kenji punya peran besar dalam memperbaiki hidupnya setelah hancur.

"Tapi...kamu kelihatannya sama aja deh. Aku jadi nggak yakin kalau semuanya oke-oke aja"

Sambil mengatakan itu dengan senyum kecut, Kenji senang kalau kekuatirannya ternyata tidak beralaskan. Tapi, dia tetap penasaran. Dia ingin tahu kalau ada sebuah alasan. Itulah bukti persahabatannya dengan Koutarou.

"Setelah kamu bilang gitu..."

Setelah Kenji menunjukkan itu padanya, Koutarou menyadari kalau dia tidak merasa kesepian selama hidup sendiri.

Kenapa bisa begitu ya...?

Koutarou merasa kalau itu aneh. Hari dimana dia pindah, dia memang merasa sendiri. Tidak ada seorang pun yang menyambutnya disana, dan suaranya menggema di dalam kamar yang kosong itu.

Namun...

"Oh iya, bisa jadi..."

Kalau Koutarou pulang ke kamarnya, Kiriha akan berada di dapur menyiapkan makan malam, dan Ruth akan menyiapkan teh. Theia akan terpaku di depan TV bermain game, Yurika akan tidur di dalam lemari atau membaca manga, dan Sanae akan bergantung di punggungnya seperti biasa.

Dalam kata lain, sejak Koutarou pindah, dia tidak pernah sendirian.

"Jadi, kenapa?"

"Bukan apa-apa sih. Aku cuma sibuk tiap hari, dan kalau aku ke sekolah, ada banyak orang yang akrab sama aku, ya kan? Jadi aku nggak ngerasa kesepian"

Koutarou tidak bisa mengatakan begitu saja alasannya, jadi dia mengubahnya agar Kenji bisa mengerti. Itulah batasan seberapa jauh dia bisa mengubah alasannya tanpa mengubahnya menjadi kebohongan.

"Kalau dipikir-pikir lagi, kamu jadi lebih sering ngobrol ya, sekarang"

Untungnya, Kenji menerima jawaban itu dan mengangguk dalam-dalam.

Dari sudut pandang Kenji, Koutarou tidak hanya menjadi akrab dengan para murid laki-laki, tapi juga para murid perempuan. Ada Theia dan Ruth yang menonjol di kelas, Kiriha si murid teladan dan Yurika yang selalu ketinggalan pelajaran yang akrab dengan Koutarou, sebuah ragam yang cukup besar. Koutarou juga bersemangat dalam klub merajut, jadi bagi Kenji itu terlihat seperti Koutarou banyak melakukan hal di sekolah sebagai ganti rasa kesepiannya di kamar.

"Jadi, kamu nggak usah kuatir. Pikirin aja cewekmu"

"Apa gitu caranya ngomong sama orang yang kuatir sama kamu!?"

"Kebiasaanmu jelek sih"

Suasana di antara mereka sempat serius untuk sesaat, tapi itu menghilang dalam sekejap dan suasana di antara mereka kembali normal.

"Kamu sendiri gimana, Kou? Ada banyak cewek yang deket sama kamu, masa' nggak ada satu yang bikin kamu tertarik?"

"Nggak ada"

Dia menolaknya di atas kertas, tapi dalam benak Koutarou, beberapa wajah gadis mulai bermunculan.

Theia, yang selalu agresif tapi juga baik.

Ruth, yang selalu menguatirkan semuanya.

Yurika, cosplayer yang tidak pernah berpikir panjang maupun bertanggung jawab, yang tidak bisa dibencinya.

Kiriha, yang pemikirannya selalu tidak bisa diketahui oleh Koutarou, tapi yang perasaan terdalamnya sudah terlihat sedikit oleh Koutarou.

Harumi, yang pemalu, baik hati dan yang mengajarinya merajut.

Shizuka, yang menjagai Rumah Korona sendirian setelah mewarisinya dari orang tuanya.

Dan--

"Koutarou, lihat, lihat! Aku nangkep kumbang! Gede nih!"

--Sanae, yang selalu penuh semangat dan punya senyum yang polos.

Koutarou tertarik dengan ketujuh gadis ini. Mereka terjerat dalam keadaan rumit terhadap satu sama lain, jadi mungkin akan terlalu cepat untuk memanggil mereka teman. Namun demikian, adalah benar kalau mereka sudah membuat Koutarou berhenti merasa kesepian. Mereka adalah orang-orang yang mana Koutarou tidak ingin mengalihkan pandangannya karena berbagai alasan.

Sanae sedang mengejar sebuah kupu-kupu kesana kemari saat dia melihat sebuah kumbang badak dan pergi menangkapnya. Dia bisa melihat gelombang spiritual dan terbang di udara, jadi tidak ada kumbang yang bisa lolos darinya. Setelah menangkapnya, Sanae lalu terbang kembali ke arah Koutarou dengan kecepatan penuh dan penuh rasa bangga.

"Rhi-chan,[1] ehehehe~"

Dengan penuh rasa puas, Sanae kembali ke punggung Koutarou dan meletakkan kumbang itu pada topi Koutarou sambil melihatnya dengan senyum ceria.

"Keren, kamu bisa nangkep yang segede ini"

"Hebat kan?"

"Yap. Tanahnya jelek di sekitar sini, jadi aku kira udah nggak ada yang segede ini"

Kumbang badak hidup di dalam tanah saat mereka masih dalam bentuk larva dan memilih tanah dengan tingkat kelembaban dan unsur hara tertentu. Saat mereka bertumbuh, mereka akan meninggalkan tanah dan memanjat pohon untuk hidup dengan memakan getah pohon. Jadi, dalam tanah terbuka seperti di atas gunung seperti ini, tidak akan ada banyak kumbang di sekitar sini, justru akan ada banyak kumbang di daerah yang lebih rendah. Koutarou benar-benar kagum saat Sanae bisa menangkap kumbang sebesar itu dalam lingkungan yang tidak cocok seperti ini.

"Itulah aku, yang bisa bikin nggak mungkin jadi mungkin"

"Hebat, hebat"

Biasanya Koutarou akan mengelus kepala Sanae untuk memujinya, tapi tangannya saat itu sedang kotor terkena lumpur dari penggalian. Jadi, dia menggosokkan kepalanya sendiri ke kepala Sanae.

"Nyahahaha, geli tahu"

"Kitik kitik"

"Kamu yang mulai ya!"

Sanae pun akhirnya melakukan hal yang sama. Mereka mulai saling menggosokkan kepala mereka, dan karena itu tidak sakit, kalaupun salah satu dari mereka ingin berhenti, mereka akan langsung berhenti. Mereka berdua pun bercanda seperti itu untuk sesaat.

"...Kou, kamu ngapain?"

Tapi bagi orang yang tidak bisa melihat hantu, Koutarou terlihat seperti sudah gila. Kenji jadi kuatir kalau dia sudah kepanasan atau yang lain.

"Ng-nggak apa-apa kok, kukira ada tanah di kepalaku"

"Oh, oke deh. Sekarang lagi panas loh, jadi hati-hati"

Untungnya, Kenji tidak mempermasalahkan itu lebih lanjut dan melanjutkan pekerjaannya sendiri.

"Fiuh" ujar Koutarou sambil mengelus dadanya.

"Tehehe, maaf"

"Nggak apa-apa"

Sanae meminta maaf, tapi Koutarou sendiri tidak merasa terganggu karena mereka berdua hanya sedang bercanda. Lalu, karena mereka berdua bergerak terlalu banyak dan berisik, kumbang yang ada di topi Koutarou pun terbang.

"Yaah..."

Sanae hanya bisa melihat kumbang itu terbang dengan sedih. Dengan insting yang mengatakannya untuk kembali pulang, kumbang itu mengepakkan sayapnya dan terbang sekali mengitari kepala mereka berdua sebelum terbang menuju pepohonan.

"Yakin mau kamu lepasin?"

Koutarou merasa aneh melihat Sanae membiarkan kumbang itu pergi. Dia bisa saja mengejarnya dan menangkapnya dengan kekuatan spiritualnya.

"Yap, kita nggak bisa bawa Rhi-chan pulang sama kita. Nggak adil kalau kita bawa dia masuk ke kerusuhan kita"

"Kamu udah dewasa ya, Sanae"

"Aku pikir anak-anak juga bisa jadi orang dewasa, kadang-kadang"

"Kayaknya kamu bener"

Belakangan ini, Koutarou dan Sanae telah berkembang menjadi lebih dewasa, jadi mereka tahu untuk tidak membawa-bawa sesuatu yang lain masuk ke dalam permasalahan. Tidak adil bagi mereka untuk membuat kumbang itu sebagai peliharaan, atau mengurungnya tanpa alasan.

"Kalau kamu bangga sama aku, puji yang bener dong"

"Anak baik, anak baik"

"Ehehehe~"

"...Kou, seriusan nih, kamu nggak apa-apa?"

"Tenang, cuma ada serangga di kepalaku kok, barusan aku usir"

Matahari musim panas menyinari kumbang yang kembali terbang ke dalam pepohonan, sayapnya mengepak kuat dan penuh dengan semangat hidup. Pemandangan itulah yang membuat kumbang menjadi sebuah idola anak-anak dalam waktu yang lama, dengan kekuatan dan keindahannya.

"...Dia pergi"

"Ya....Hei, Koutarou, apa kamu pikir Rhi-chan punya keluarga?"

"Kayaknya deh, aku yakin dia punya banyak kakak sama adik yang nunggu di dalam sana"

"Ya. Aku yakin...dia punya"

Setelah Koutarou dan Sanae melihat kumbang itu sampai mereka tidak bisa melihatnya lagi, Koutarou kembali bekerja. Selama Koutarou bekerja sampai selesai, Sanae tidak pergi dari punggung Koutarou.


Saat Koutarou dan Sanae sedang berjalan pulang, waktu saat itu sudah hampir mendekati jam enam sore. Karena saat itu masih musim panas, matahari belum betul-betul terbenam dan cuaca saat itu masih cerah. Mereka berjalan ke arah Rumah Corona dan terlihat seperti mengejar matahari yang perlahan tenggelam.

"Koutarou, kamu bener-bener bekerja keras, ya?"

"Kamu bisa tahu?"

"Yap, belakangan ini aku bisa ngerasain itu dari kamu, cuma pas aku meluk kamu kayak gini sih"

"Aneh juga. Mungkin karena kamu udah latihan, atau kita udah nggak sama-sama takut, atau sesuatu..."

"Aku pikir karena kita udah akrab"

"Agak malu, kalau ngomong langsung kayak gitu"

"Karena kamu cowok"

"Seneng kamu bisa ngerti"

"Ehehehe~"

Mereka pun melanjutkan pembicaraan mereka sembari terus berjalan dan akhirnya bisa melihat Rumah Corona dari kejauhan. Memang, yang tampak baru atapnya saja, tapi desain antik itu tidak diragukan lagi adalah milik Rumah Corona.

"Satomi-sama, Sanae-sama!"

Mereka berdua mendengar suara tidak jauh dari sana dan berbalik tepat untuk melihat Ruth yang berlari ke arah mereka dengan kedua tangan penuh dengan kantung belanja. Tidak berada jauh dibelakangnya adalah Theia dan Kiriha. Nampaknya mereka bertiga pergi berbelanja bersama.

"Kalian juga akan pulang?"

"Ya, udah mau jam enam soalnya"

"Ruth, aku udah mastiin kalau Koutarou minum tehnya"

"Terima kasih banyak, Sanae-sama"

"Koutarou, ada lumpur di wajahmu"

"Nggak apa-apa, nanti sapu tanganmu kotor"

Mereka berlima pun melanjutkan langkah mereka kembali ke Rumah Corona. Keriuhan percakapan yang ada meningkat dengan bertambahnya orang yang ada, dan hal itu bisa diperhatikan dengan jelas karena saat Koutarou hanya berdua dengan Sanae, Koutarou harus memelankan suaranya agar tidak ada orang yang curiga.

"Koutarou, kamu nggak boleh kena tipu Kiriha! Cuma aku yang bisa kamu percaya!"

"Aku tahu kok, aku nggak apa-apa"

"Jahat sekali, padahal aku sudah begitu sayangnya"

Kiriha lalu mengeluh dengan sedihnya sambil mengalihkan pandangannya, sebelum menggenggam Koutarou dan membuat lengannya masuk ke dadanya yang besar. Tingkahnya yang seperti itu akan membuat setiap pria kikuk.

Rokujouma Shunkashuutou Image 6.jpg

"W-woi, kamu ngapain begini!?"

Koutarou pun juga sama kikuknya begitu diperlakukan seperti itu, tapi dia tahu kalau ini adalah salah satu teknik Kiriha untuk invasinya. Koutarou lalu menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran-pikiran yang aneh.

"Satomi-sama, ada kemungkinan bahwa dirimu akan menjadi pengikut Yang Mulia, jadi tolong tahan dirimu"

"Percuma mengatakan itu, dia itu idiot"

"Apa-apaan!? Siap-siap nanti malam ya!"

"Itu juga berlaku untukmu!"

Dengan gangguan dari Ruth, perhatian Koutarou teralihkan dari Kiriha ke Theia dan membuat serangan psikologis Kiriha gagal.

"Yang Mulia, Satomi-sama, tolong tenanglah. Semuanya akan berjalan sesuai rencana Kiriha-sama kalau kalian tetap bertingkah seperti ini"

"Bener Koutarou, kalau kamu kalah, aku juga yang kena gara-gara gencatan kita. Jadi, bertahan!"

"I-iya"

"Maafkan aku, Ruth"

Lalu, berkat Ruth dan Sanae, api perkelahian antara Koutarou dan Theia pun meredup. Dalam beberapa bulan ini, kedudukan mereka mulai terlihat seimbang.

"Kalian tidak perlu sekuatir itu, aku menganggap kalian semua sebagai teman"

"Kalau perlu, kamu sih nggak apa-apa kalau ngalahin temen"

"Yah, ada benarnya"

"Dasar..."

"Koutarou...kamu tidak bisa berbicara seperti itu kepada seorang gadis menawan yang sedang memegangmu seperti ini, benar?"

Senyuman dewasa Kiriha punya pesona dibaliknya yang membuat Koutarou kehilangan fokus dan menariknya masuk, tapi Koutarou punya pemikiran yang bisa menghentikan itu.

Kartu itu...dan ceritanya soal cinta pertamanya...aku rasa itu bukan kebohongan...jadi tingkahnya ini buat apa...?

Pada malam dimana para penghuni kamar 106 pergi ke pantai, Kiriha telah mengatakan pada Koutarou tentang cinta pertamanya. Koutarou tidak mau menganggap itu sebagai kebohongan, jadi dia berpikir kalau cara merayunya buruk.

Apa dia cuma menggoda? Atau...argh, aku bingung!

Koutarou tidak bisa menarik kesimpulan secara langsung dan menjadi betul-betul kebingungan. Kalau dia bertanya pada Kiriha, Kiriha hanya akan tersenyum dan tidak menjawabnya. Koutarou bisa mengetahui hal itu sudah menjadi tanda bahwa dia menjadi semakin akrab dengan Kiriha.

"...Dia berani juga"

"Dia lawan yang kuat"

Sanae dan Ruth, yang tidak mengetahui apa yang dipikirkan oleh Koutarou, menatap tajam pada Kiriha sebagai musuh. Selain Koutarou, para gadis lainnya masih menganggap Kiriha sebagai lawan.

Gitu juga...mereka kenapa sih...

Koutarou sudah berbaikan dengan Sanae, berbicara dengan Kiriha tentang cinta pertama Kiriha, Ruth yang mengkhawatirkan semuanya dan Yurika yang sudah pasti sedang menonton anime di kamar 106. Pada awalnya mereka hanyalah musuh, tapi sekarang Koutarou tidak bisa begitu saja menyebut mereka sebagai musuh dan ada perasaan aneh yang mulai muncul di dadanya.

Mereka kembali ke kamar 106 dan melihat sepatu Yurika berserakan di pintu masuk. Koutarou hanya menghela nafas dan mengambil sepatu itu sambil melangkah masuk.

"Kau benar! Pelakunya ada di antara orang-orang ini, cari tahu setelah iklan!"

"Hmmm, aku nggak tahu...."

Yurika sedang terpaku di hadapan TV menonton anime detektif yang direkamnya kemarin. Dia tidak menyadari Koutarou yang sudah masuk ke kamar, sama sekali, dan Koutarou memukulnya pelan di belakang kepalanya.

"Au!?"

"Udah berapa kali aku bilang, sepatu jangan ditinggal diluar kayak gitu?"

"Sa-Satomi-san, pas banget! Kamu pikir siapa pelakunya!?"

Sambil menggosok kepalanya yang sakit, Yurika menunjuk beberapa kali ke arah TV, dengan kekuatiran yang lebih besar terhadap anime yang dia tonton dibanding rasa sakitnya.

"Malah nggak denger"

"Denger kok, nggak usah bercanda, cepet kasih tahu! Au! Kenapa kamu nggak mau bilang!?"

"...Apalah, aku salah udah berharap banyak"

Koutarou hanya bisa mengeluh dan duduk di dekat meja. Karena merasa capek setelah bekerja, dia tidak punya tenaga untuk tetap marah terhadap Yurika.

"Kamu aja deh, Sanae, kasih tahu dong siapa pelakunya!"

"Aku belum nonton. Jangan gitu dong, coba pikir sendiri"

"Eeeeeeeh-"

"Aku nggak tahu, aku nggak tahu"

Sanae pun menjauh dari Yurika ke arah Koutarou dengan wajah kebingungan.

"Dia betul-betul cewek bermasalah..."

"Itu karena kamu terlalu lembut padanya, Satomi Koutarou"

"Eh, salahku!?"

"Dia penumpang yang kamu jaga, benar? Setidaknya, ajari dia sopan santun"

"Dia bukan orang yang bisa berubah cuma gara-gara dikasih tahu orang lain!"

"Satomi-san, jangan jahat gitu dong, ayo kasih tahu!"

Saat dia datang ke kamar itu, Yurika bisa saja merupakan seorang cosplayer, tapi dia serius soal itu. Tapi, seiring berjalannya hari, dia menjadi semakin tidak serius, kurang bertanggung jawab dan lebih malas. Dengan semakin terbiasa dirinya dengan lingkungan sekitarnya, Yurika menunjukkan lebih banyak sifat aslinya. Hal ini menghancurkan kredibilitasnya sebagai gadis penyihir, tapi Yurika sendiri belum menyadari hal itu.

Setelah makan malam, mereka mulai bermain permainan seperti biasanya. Permainan malam ini adalah permainan kartu yang Koutarou bawa. Permainan itu adalah tentang berpetualang ke dalam sebuah gua. Para pemain akan menarik kartu dengan langkah dan menjelajah gua, dan siapapun yang kembali dengan harta terbanyaklah yang menang.

"Giliranku selanjutnya. Em, aku jalan ke sini"

Yurika membalik sebuah kartu, dan tampaklah gambar kadal yang memamerkan taringnya.

"Mari kita lihat...'Saat kamu sedang menjelajah, kamu diserang oleh kadal besar yang bisa menyemburkan api. Kocoklah dadu dan tambahkan hasilnya ke dalam kekuatan seranganmu. Kalau nilainya lebih besar dari tujuh, kamu menang. Kalau kamu menang, ambil kartu harta. Kalau kalah, pilih antara membuang sebuah kartu harta atau giliranmu dilewati.'"

Ada monster yang menunggu di dalam gua, kalau seorang pemain bertemu salah satunya, maka para pemain harus mengocok dadu untuk menentukan apakah mereka menang atau tidak.

"Oooh, ooh, pedang yang aku punya punya kekuatan serang empat, jadi aku cuma perlu tiga. Menang gampang"

"Tunggu, Yurika, aku pakai kartu ini"

"Mari kita lihat...'Kamu tidak mengurus senjatamu dan senjatamu sudah berkurang, minus satu kekuatan serangan.' Ini Yurika banget"

"Kenapa kamu jahat gitu sih!?"

"Yah, ini memang permainan seperti itu"

Dalam permainan ini, kalau pemain punya kartu pengganggu di tangan mereka, pemain itu bisa menggunakan kartu itu di saat-saat tertentu di dalam permainan. Kartu yang digunakan Theia dimaksudkan agar para pemain lain mendapat lebih banyak kesulitan saat mereka melawan monster.

"Ah, aku juga punya satu nih"

"Mari kita lihat...'Kamu tidak makan cukup banyak dan merasa lemah, minus satu kekuatan serangan.' Nyahahahahaha, ini tambah Yurika banget"

"Kamu juga, Satomi-san!? Kenapa cuma aku sih!?"

"Yah, karena kamu yang punya harta paling banyak sekarang"

Mengganggu jalan dari pemain lain sembari mencari harta adalah poin utama permainan ini. Jika seorang pemain berada di posisi yang paling unggul, dialah yang akan paling sering diganggu, tapi kalau tidak, pemain itu tidak akan menang. Mengambil keputusan untuk kapan menjadi yang paling unggul adalah taktik paling penting disini.

"Jadi, totalnya berkurang dua, kau akan butuh lima"

Kiriha lalu menjumlahkan semuanya. Dari yang sebelumnya hanya membutuhkan tiga, Yurika sekarang terkena kartu minus satu sebanyak dua buah, jadi dia perlu mengeluarkan dadu dengan angka lima. Mendadak hal ini menjadi sulit bagi Yurika.

"Umm, kenapa sih..."

Yang lainnya mengerti aturan permainan dan berhenti berburu harta di tengah permainan dan mulai mengatur kartu-kartu mereka, tapi Yurika tidak memikirkan itu dan terus melanjutkan berburu harta, dengan masuk pertama dan menjadi incaran yang lain.

"Kocok aja dadunya, Yurika!"

"Uuu...."

Sambil hampir menangis, Yurika mengambil sebuah dadu dan berdoa sejenak, sebelum melemparnya ke atas meja.

"Kumohoooo~~n!"

Yurika betul-betul tegang, karena dadu ini akan menentukan peringkatnya.

Dadu itu pun menggelinding ke pinggir meja dan berhenti.

"Sayang sekali, Nijino Yurika"

"Yurika telah dimakan oleh kadal besar bernafas api"

"Waaah, harusnya aku bisa menang kalau kalian nggak ganggu~~"

Sayangnya, dadu itu menunjukkan angka empat, bukan angka lima yang sangat dibutuhkannya, jadi Yurika harus memilih antara membuang sebuah kartu harta atau gilirannya dilewati.

"Jadi, apa yang akan kamu pilih, Yurika?"

"...Aku lewat aja deh"

Yurika memutuskan agar gilirannya dilewati. Setelah menghabiskan hidupnya dalam kemiskinan, dia tidak mau begitu saja membuang harta miliknya. Tapi, di saat ini, itu adalah keputusan yang salah. Kalau saja dia membuang sebuah harta, dia tidak akan menjadi incaran dan bisa menyelesaikan permainan tanpa harus kehilangan giliran dengan rencana yang bagus mendekati akhir permainan. Gilirannya yang terlewati akan membuatnya mendapatkan lebih banyak hambatan dan membuatnya berada di situasi yang lebih buruk lagi.

"Kalau gitu, giliranku! Ups, sebelum itu, nih, Yurika"

"Apa ini?"

"Kartu gangguan, 'Lukamu lebih dalam dari yang kamu duga, kamu perlu giliran lebih untuk sembuh. Lewati giliran sekali lagi'"

"J-jahat banget~~!?"

Dengan satu lagi gangguan, Yurika sudah tidak punya lagi peluang untuk menang.

Saat strategi menjadi poin penting permainan, Yurika bukanlah yang terbaik. Mereka memainkan permainan itu empat kali, dan dalam keempat permainan itu, Yurika tetap berada di posisi terbawahnya. Sebagai hasilnya, sejak musim semi saat dia masih memiliki 180 poin, poin milik Yurika sudah merosot ke dekat 100. Kelihatannya sudah jelas bahwa saat musim gugur nanti dia akan kehilangan 100 poin.

"Nggak usah sedih, Yurika. Aku yakin kita bakal nemu permainan yang bisa kamu mainin nantinya"

"Beneran, Satomi-san!? Mainan apa yang bisa aku mainin dengan baik!? Apa kamu pikir aku bisa selamaat!?"

"A-aku nggak akan bilang kamu nggak bisa"

Koutarou mendorong Yurika menjauh saat Yurika datang ke arahnya sambil menangis, lalu mengusap keringat dingin di kepalanya sendiri. Koutarou merasa bahwa ada kesempatan kecil bagi Yurika untuk membalikkan keadaan, karena dia sudah hampir kehilangan hampir seratus poin bagi yang lainnya. Tapi, Koutarou malu untuk mengatakan itu pada Yurika, dan dia betul-betul tidak bisa membenci Yurika.

"Si Primitif berkata benar, Yurika. Ini bukanlah akhirnya, jangan menyerah. Mereka yang berjuang hingga akhir, siap untuk bertarung hingga mereka gugur, merekalah yang akan menang pada akhirnya"

"Hmm, kamu bisa juga ngomong yang baik-baik kayak gitu, Theia"

"Kau tidak usah menambahkan 'bisa juga'!"

"Tapi Theia bener, kamu terlalu cepat nyerah, Yurika"

"....Iya kah?"

"Iya. Apa kamu mau, bikin Sakuraba-senpai kuatir lagi?"

"Sakuraba-senpai...B-bener, aku usahain sebisaku!"

Saat Yurika sedang muram, nama Harumi akan membuatnya bersemangat lagi. Harumi adalah seseorang yang banyak berarti bagi Yurika, bisa dibilang itulah tandanya kalau Yurika masih seorang manusia. Itu juga alasan kenapa Koutarou tidak bisa membenci Yurika. Yurika begitu menghormati Harumi, dan di saat yang sama merupakan keberadaan yang penting bagi Harumi. Jadi, di saat-saat tertentu, Koutarou tidak bisa terlalu keras pada Yurika.

Sementara Koutarou masih melihat Yurika dengan perasaan rumit, Sanae yang berada disebelahnya mengangkat tangannya penuh semangat.

"Oke, oke, semuanya!"

"Hmm, kenapa?"

"Mainannya asyik, jadi kenapa nggak kita main lagi, tapi nggak pake poin? Ruth, Karama-chan sama Korama-chan bisa ikutan juga"

"Aku boleh ikut?"

Ruth kaget saat mendengar usulan dari Sanae, karena dia tidak menyangka akan ikut bermain. Sanae lalu mengangguk dengan semangat ke arahnya.

"Yap. Kamu tahu aturannya kan, habis nonton kita main?"

"Yah, tentu..."

Ruth mengangguk dengan pelan, masih ragu apakah dia harus ikut bermain atau tidak.

"Ayo Ho-! Kami juga main, Ho-!"

"Kami juga tahu peraturannya Ho-! Ini mainan dimana kita bisa ganggu Yurika Ho-!"

"Bukan gitu!"

"Ho?"

Dibandingkan dengan Ruth, para Haniwa rupanya sudah siap untuk bermain dan menggunakan tangan mereka yang pendek untuk membagikan kartu. Mereka berdua terlihat seperti bermain akrobat.

"Yang Mulia"

"Ya...Terkadang, ini juga bagus"

"Apa tidak apa-apa?"

"Ini sama saat seperti kita pergi ke pantai. Daripada kita bertarung terus-menerus, ada baiknya kita juga berisitirahat"

Saat Ruth memenangkan voucher hotel di pasar, para penghuni kamar 106 pergi ke pantai dengan alasan berlibur. Theia sudah belajar untuk membolehkan hal semacam itu, untuk sesekali melupakan pertarungan di antara mereka dan bersantai sejenak.

"Kalau begitu, aku akan ikut bermain"

"Bagus, bagus!"

"Siip Ho-!"

"Semuanya main Ho-!"

"Apakah kita akan mengajak Shizuka juga?"

Saat semuanya memutuskan untuk bermain, Kiriha menunjuk ke arah langit-langit sambil tersenyum. Shizuka juga ikut bersama mereka ke laut, jadi Kiriha berpikir kalau ada baiknya Shizuka ikut bermain bersama mereka.

"Aku yang ajak deh!"

Tanpa menunggu persetujuan yang lain, Sanae terbang melewati langit-langit. Karena dia bisa lewat begitu saja, hal itu mudah baginya.

"Kyaaaaah!? Sa-Sanae-chan!?"

"Ah, maaf"

Setelah memastikan kalau Sanae mengatakan pada Shizuka soal permainannya, Koutarou mengalihkan pandangannya dari langit-langit dan mengarah ke Yurika yang sedang berpikir dalam-dalam.

"Kenapa, Yurika?"

"Mikirin soal aku harus gimana setelah yang main nambah, aku pasti masih kalah..."

"Jangan gitu, usaha dulu sebisamu"

"Tapi, tapi, aku pikir kalau aku kalah sekarang, aku nggak akan bisa mikir yang lain lagi! Jadi, mungkin aku nggak usah ikut main aja!"

Yurika lalu melompat ke arah Koutarou, sambil sesenggukan. Koutarou menggunakan kedua tangannya untuk mendorong Yurika kembali dan menenangkannya.

"Itu lagi...Sekarang bukan buat poin kok, jadi, kamu bisa minta tolong dikit sama aku, jadi yang semangat ya?"

"B-Beneran!? Aku tahu kamu orangnya baik sejak kita pertama kali ketemu!"

"Nah, gitu dong. Semangat ya?"

"Nggak apa-apa kok, aku udah ngerasa kalau aku bakal menang"

Koutarou masih kuatir dengan masa depan Yurika, terlebih lagi dengan caranya mengatur uang, tapi dia senang bisa melihat semangat Yurika kembali. Yurika betul-betul seseorang yang tidak bisa dibencinya.

"Aku pulang!"

"Permisi!"

Suara Sanae dan Shizuka bisa terdengar dari balik pintu. Dari kamar ini ke kamar Shizuka hanya perlu satu kali naik tangga, tapi hanya butuh waktu sebentar untuk Sanae mengundangnya semenjak dia pergi ke kamar Shizuka.

"Selamat datang, Shizuka-sama"

"Selamat malam, semuanya"

"Kerja bagus, Sanae"

"Nggak masalah kok"

"Itu dia, ayo kita tantang Ane-san, Ho-!"

"Menarik, sang murid menjadi sang guru, Ho-!"

"Fufufu, itulah yang aku mau"

"Ayo main!"

"Tunggu bentar, ajarin aku aturannya!"

"Aku ngincer Shizuka-san ah"

"Yurika, kalau kamu nggak mikir dan main serang aja, nanti kamu kalah pas Ibu Kos-san udah nggak main"

"Gawat dong!"

Akhirnya, kartu dibagikan dan permainan pun dimulai kembali. Kali ini yang bermain adalah Koutarou, keempat gadis penjajah, pembantu Theia yakni Ruth, si pemilik tempat kos, Shizuka, dan Karama juga Korama, dengan total sembilan orang. Awalnya, tidak terpikirkan kalau mereka semua akan bermian bersama seperti itu, tapi berkat hari-hari yang telah mereka habiskan bersama-sama, setidaknya mereka menjadi lebih bekerja sama.

Entah baik atau buruk, karena mereka, aku nggak kesepian hidup kayak gini...

Koutarou melihat ke arah para gadis dan teringat dengan percakapannya dengan Kenji saat makan siang. Namun, Koutarou belum cukup dewasa untuk mengakui rasa syukurnya, jadi untuk sekarang, dia akan menikmati permainan itu sejauh mungkin.

Rokujouma Shunkashuutou Image 12.png



Kembali ke Musim Semi Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Musim Gugur
  1. Dari bahasa Inggris kumbang badak, Rhinoceros beetle. Dalam versi Jepangnya, panggilannya Kabu-chan (Kabuto mushi)