Saenai Heroine no Sodatekata (Indonesia):Jilid 2 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Senangnya, adegan kilas balik[edit]

--Segera setelah memasuki Toyogasaki.

Saat di mana aku, karena mendapat trauma batin waktu SMP menutup diri rapat-rapat, melukai siapa pun yang menyentuhku......

Tak ada yang semacam itu, cerita saat aku adalah otaku yang sama persis dengan sekarang.

Sebuah buku yang kuambil sambil lalu--lebih tepatnya, satu buku di antara segala macam (kecuali serial yang sudah tamat) buku baru di rak mendatar yang kubawa ke kasir, saat pergi ke Akiba pada hari penjualan Fantastic Bunko (karena Fantastic tidak mencuri start), telah mengubah kehidupan SMA yang baru kumulai secara dramatis.

Berkali-kali membacanya hingga dengan hebatnya menghalangi kelanjutan menonton anime, memengaruhi pelajaran, lupa makan dan tidur, menangis, lalu sampai membuatku melakukan kegiatan penyebaran tanpa memikirkan sekitar di twitter dan blogku sendiri, itulah light novel setan.

Pada sampulnya ' Pemenang pertama penghargaan Fantastic ke 40, Debut pendatang baru yang diharapkan !!' kalimat penjualan yang mentereng.

Tetapi, dibandingkan dengan sanjungan seperti rekomendasi itu, sampai kapan pun berlalu, persediaannya tidak bergerak tidak berkurang dari rak di toko buku.

Judul baru itu, yang nampaknya telah diperbaiki bagian editor dengan alasan judulnya sederhana saat dikirimkan pada bagian penerbitan adalah 'Koisuru Metronome'......


※ ※ ※


Saat keluar dari bangunan stasiun, terbentang pemandangan yang tak kulihat sejak beberapa bulan di sana.

Bundaran, terminal bus, taman depan stasiun, pemandangan yang terbentang lebih jauh di sana pun, walau detailnya ada yang berubah, seperti biasanya mengingat kembalinya tinggi hingga dua halaman ilustrasi berwarna di jilid satu bangkit kembali dalam kepalaku.

Ya, ini adalah kota Wago.

Panggung 'Koisuru Metronome', kota tempat sang pengarang Utako Kasumi tinggal waktu SD dan SMP (merujuk pada penutup di jilid 4).

Lalu sekarang, adalah tempat terakhir yang susah-susah kudatangi, untuk mencari kak Utaha yang sedang dalam perang dingin.

Setelah berpisah dari Katou di mal Rokutenba, aku langsung menelepon ponselnya untuk menghubungi kak Utaha.

Tapi, berkali-kali meneleponnya pun, tidak terhubung.

Walau titik didihnya sama sekali berbeda dengan pemanas air instan seperti Eriri, justru karena Kak Utaha sekali benar-benar dibuat marah kemarahannya berlanjut seperti termos diamnya itu membuatku menggigil hingga ke tulang.

Mungkinkah, putus hubungan beberapa bulan akan berlanjut lagi......

Tapi setelah itu, karena tidak ada gunanya kucoba pergi ke rumah orang tuanya, tapi orang yang sepertinya ibunya kak Utaha dengan sangat gampangnya mengatakan tempat tujuannya.

'Memang, ia bilang kalau mau pergi menemui kenalannya. Mungkin temannya waktu SMP'

Sebagai orang tua anak perempuan yang bisa dinikahi, betapa luasnya pandangannya untuk membuka informasi !

Yah tapi mungkin justru karena sebagai siswa teladan yang terus memenuhi harapan orang tua seperti itu, jadinya dibiarkan begitu saja.

......tapi bu, anak perempuan yang kau banggakan itu, sering melakukan apa yang ia sukai dengan kedok hasil sekolah yang sangat baik loh ?


......yah, itulah alasannya aku yang akhirnya mendapatkan petunjuk soal tujuan kak Utaha, dari Tamasaki datang ke kota Wago memakan waktu satu jam setengah seperti ini.

Sudah senja saat aku pergi dari sana, di sekitar sini pun sudah gelap.

Di tengah kegelapan malam ini, mencari seorang gadis dengan hanya 'di suatu tempat di kota ini' itu, jujur saja cuma bisa dikatakan game yang tidak masuk akal.

Biarpun begitu, di kota ini, aku hanya bisa keluyuran mencarinya sekarang.

Bagaimana pun juga, karena ada yang harus kuceritakan padanya hari ini juga.

Secepat mungkin, aku harus menyampaikan perasaanku.

Kalau tidak, aku......


※ ※ ※


Yang kudatangi saat melanjutkan jalan pertama kali adalah toko buku Joubundou di depan stasiun kota Wago.

Walau dalam suatu arti ada harmoni yang sudah ditetapkan sebelumnya, dengan kata lain hal itu artinya tempat yang tinggi kemungkinannya ada kak Utaha.

Juga karena di sini, pada jilid 1 halaman 48, adalah tempat sang protagonis Naoto dengan Sayuka......yang seharusnya jadi main heroine bertemu.

Lalu, tempat di mana, walau lancang, untuk pertama kalinya aku dan Kak Utaha saling mengakui keberadaan masing-masing......

'Salam kenal ! Bahagia bisa bertemu anda, nona Kasumi !'

'Te, terima kasih......kamu sudah mengantre sejak pagi-pagi sekali kan ?'

'Tidak apa-apa ! Karena aku tidak begadang. Aku datang dengan kereta pertama'

'Tidak perlu berlebihan begitu......tiket antreannya, nampaknya masih tersisa lebih dari setengah'

'Aku beruntung bisa datang pertama. Soalnya aku fans berat 'Koisuru Metronome' !'

'Ah, ermm, terima kasih soal itu......'

'Jilid satunya sudah lebih 20 kali kubaca ulang. Aku masih menangis tiap minggu membacanya'

'He, heeh, begitu......begitu ya'

'Bagian akhirnya, Naoto yang berusaha keras demi Sayuka semuanya sesuai yang diharapkan......meski begitu bagian mereka yang sedikit melewatkan satu sama lain itu menjengkelkan lagi'

'............'

'Sayuka sendiri, walau mungkin kasar mengatakannya demikian, ada bagian yang agak tidak bisa aku beri simpati di awal, ada juga bagian yang tidak terlalu bisa kusetujui cara berpikirnya'

'......?'

'Tapi, setelah kira-kira lima kali membacanya, rasanya dengan mulus mengalir, oh, jadi orang yang punya sejarah macam itu ya'

'Suara ini......?'

'Dengan perasaan seperti itu, saat kucoba membacanya lagi, aku jadi mengerti macam-macam lho. Mungkin hanya kemampuan memahami bacaanku yang tidak cukup, tapi memang dalam ya'

'Ngobrol panjang dan panas yang sia-sia ini......?'

'Sungguh, malam tadi aku tidak bisa tidur karena terlalu tegang......nona Kasumi ?'

'Kamu......jangan-jangan'

'? Apa ?'

'Segera setelah masuk sekolah, berdebat dengan pak Yamashiro di ruang guru......'

'Ya, Yamashiro ? Kenapa tahu nama wali kelasku......?'

'Untuk mengakui kerja paruh waktu, sampai lebih dari satu jam......dengan suara seperti sekarang yang bergema di seluruh ruang guru'

'Daripada itu, kenapa nona Kasumi tahu kejadian di ruang guru akademi Toyogasaki ?'

'Itu, anu......'

'......eh ?'

'............'

'Ermm, maaf tiba-tiba tanya, tapi anda yang diberi penghargaan atas try out ujian nasional baru-baru ini ?'

'Sudah kuduga kamu......kalau aku tidak salah, Aki kan ?'

'......eh, eeh ! Utaha Kasumigaoka dari kelas 2 !? Apa-apaan Utako Kasumi itu hampir sama kan ! Nama pena yang luar biasa asal-asalan !'

'Hey, jangan memanggil nama asliku kencang-kencang......walau menyebut diri sendiri fans kau ini tidak sopan ya'


Kalau tidak salah itu sesi tanda tangan terima kasih untuk cetakan kedua setelah penjualan jilid dua.

Sudah satu tahun dari hampir membuatnya menjauhiku pada pertemuan pertama......

Mungkin menurut kak Utaha, orang yang pertama kali minta tanda tangan saat sesi tanda tangan pertamanya sebagai pengarang, sebenarnya adalah adik kelas di sekolah yang sama itu, adalah mimpi buruk daripada disebut takdir ya......

......sembari mengenang kejadian yang merindukan itu, pada tiap lantai di bangunan toko buku berlantai tiga itu kucari sampai tiap penjurunya.

Tapi, ke mana pun aku mencarinya, aku tidak menemui adegan di mana wanita cantik berambut hitam panjang memajang kembali karyanya di tempat yang menonjol.

......tidak hanya di sini, di toko buku biasa di mana-mana juga melakukannya, orang itu.


※ ※ ※


Setelah itu juga, kak Utaha yang agaknya orang yang baik meski mulutnya buruk, jadi bercerita sambil terus pasang wajah yang buruk, tidak cuma sekali, bahkan pada hooligan sepertiku.

Tetapi, karena sebagai pengarang itu adalah rahasia dalam sekolah, kami saling bertukar kata-kata biasanya hanya di sekitar stasiun kota Wago ini.

Di tanah suci karya yang kugilai, terlebih lagi bisa menerima penjelasan adegan langsung dari pengarangnya, aku saat itu, mungkin adalah fans yang paling bahagia terhadap karya itu.

Di samping itu, kami bicara macam-macam di kota ini.

Perkembangan 'Koisuru Metronome' setelah ini, posisi karya ini di dunia light novel, permintaan untuk iklan berbagai media, argumen soal heroine, argumen ledakan protagonis......

Sambil bicara berbagai cerita pun, rasanya, sebatas karya itu, kami berdua sepenuhnya seperti pengarang otaku dan fans otaku.

Biarpun begitu, kami, di kota ini, di toko makanan cepat saji yang kelihatan murah di depan stasiun......

Banyak bercerita mimpi.

'Sungguh aku minta maaf ya sebentar menarik jilid tiga......bagaimana ya ini......pokoknya bagaimana bisa jadi begini ~ !?'

'Makanya jangan ribut di dalam toko. Itu kan cuma sama seperti cerita novel'

'Mungkin sih bagi sang dewi cuma "sama seperti'", tapi aku ingin anda jadi pembaca dan para karakter yang dipermainkan dengan sambil lalu itu'

'......fufu'

'Eh, kak Utaha keji sungguhan. Aku sama sekali tidak bisa membaca perkembangannya setelah ini......'

'Sebenarnya ya, pada jilid empat......'

'Ah ~ ! Hentikan, hentikan ! Kesenangan saat membacanya nanti berkurang !'

'......tak perlu menutup telinga mati-matian seperti itu juga, tidak ada alasanku untuk benar-benar membocorkannya kan ?'

'~~~kh !'

'......begitu juga tidak kedengaran kan. O~y, Tomoya'

'Aduh ! Apaan sih kak......'

'Tolong dengarkan cerita orang baik-baik ya. Jadi, kutanya sebaliknya. Bagaimana menurutmu jadinya setelah ini ? Apakah jadinya sesuai kesukaanmu ?'

'Eh ? Apa ? Boleh bicara ?'

'Lumrah kan pengarang ingin tanya harapan atau kesan dari pembaca ? Selain itu ini cuma referensi'

'Pertama-tama, kondisi persaingan double heroine ini main curang. Kedatangan Mayui dari belakang sampai sini itu normalnya sama sekali tidak mungkin'

'......jadi kau pendukung Sayuka ?'

'Aku tidak bisa memilih keduanya ! Makanya kukatakan tidak mungkin'

'Plinplan ~ sama seperti Naoto'

'Kalau menggoda seperti itu dewi jahat. Sudah perbuatan setan'

'Yah, reputasi dewa kan jelas sebagai makhluk yang kejam dari zaman mitos Yunani'

'Ah, lalu, adegan di tengah hujan itu......'

'Hm ? Ada apa dengan itu ?'

'Saat itu, kalimat yang dikatakan Naoto pada Sayuka, sama dengan khayalanku yang kuceritakan baru-baru ini kan ?'

'......pengarang itu ya, dari kehidupan sehari-hari di mana pun, bisa mengambil bahan'

'Memang kejam......'


Toko burger tempat aku, kak Utaha dan Katou bertiga bertemu untuk pertama kali, musim semi tahun ini.

Musim gugur tahun lalu, kami berdua sering duduk di tempat duduk sisi jendela yang bisa memandang taman depan stasiun.

Tapi, di sana juga, tidak ada sosok pengarang dengan mata mengantuk habis begadang semalaman terus mengetik keyboard dan sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan tempat duduknya walaupun ada pelanggan yang menunggu.

......kalau dipikir lagi dengan tenang, mengimbangiku yang terus mengobrol tanpa kehabisan bahan sampai kapan pun, mungkin gangguan yang tak tertandingi bagi sekitar ya.


※ ※ ※


Saat aku tiba, air mancur di taman depan stasiun yang dengan semangatnya menyemburkan air seperti memberitahukan kedatangan musim panas, entah sejak kapan telah berhenti.

Ketika melihat jam, sudah hampir jam 11.

Jumlah kereta pun jelas berkurang, orang-orang yang keluar dari stasiun pun semakin jarang, orang-orang yang memasuki stasiun hampir tidak ada.

Pintu keluar masuk stasiun yang jadi sedikit sepi itu hanya kupandangi sambil duduk di bangku taman.

Beberapa jam setelah datang ke sini, walau terus mengelilingi tempat yang kebetulan kuketahui tapi ujung-ujungnya tak ada petunjuk, aku hanya tinggal kepikiran cara menangkap kak Utaha yang naik kereta pulang.

Sebelum kereta terakhir, hanya ada tiga kereta tersisa.

Kalau aku tidak naik yang mana pun, aku tidak bisa pulang.

Kalau tidak menangkapnya sebelum itu, sudahlah, aku hanya bisa menyerah hari ini.


Kalau dipikir dengan tenang, tidak perlu tergesa-gesa.

Hanya satu hari, paling banyak dua hari tidak bertemu.

Seharusnya adalah masalah yang cepat selesai, jika hari Senin memasuki kelasnya dan bicara sedikit.

......tapi, sejarah kami yang lebih dari tiga bulan tidak bertemu, juga tidak berbincang, terlentang sedikit sebelum ini.

Aku mengingat telah membuat celah sedalam ini, saling tidak berdamai, saling tidak langsung meminta maaf.

Musim panas bertemu.

Musim gugur bercerita.

Kemudian, musim dingin berpisah untuk sementara.

Ya, hari itu memang bersalju......apanya yang memang kita tinggalkan saja.

'Aku tidak bisa membacanya, ini......'

'Tidak apa-apa, kupikir kau tidak akan membocorkannya, aku juga sudah dapat izin dari editor'

'Kenapa begitu......aku tidak ingin tahu'

'Sebelum keluar ke masyarakat, aku ingin kau membacanya'

'Untuk apa ?'

'Kalau bisa, aku ingin kau menyetujuinya Tomoya'

'Makanya, kenapa......'

'............'

'Kalau jilid terakhir sudah berjejer di toko buku, aku pasti membelinya, akan kukatakan kesanku sebanyak apa pun. Selain itu, bagaimana pun perkembangannya, kalau kakak yang menulisnya pasti aku akan menyetujuinya'

'Itu sih cuma mengikuti secara buta kan. Yang kuinginkan bukan kesan seperti itu'

'Jadi, apa yang kakak minta dariku......?'

'Kalau membacanya kau akan mengerti......mungkin'

'Mungkin......'

'Dari akhir ini, apa yang kau tangkap......dengan itu, jawaban apa yang kau berikan'

'............'

'......akan kutanya sekali lagi ya ? Versi pertama bagian terakhir yang ada di sini, kamu sama sekali tidak mau membacanya ?'

'......aku menolaknya'

'......cih'

'Soalnya aku, tidak punya tanggung jawab atas karya ini'

'Kenapa......?'

'............'

'Sama sekali tidak mau mengatakan apa-apa ?'

'......cih ! Kalau tidak dikatakan tidak akan mengerti kah !?'

'Eh......'

'Itu sudah jelas, karena aku fans berat kan !'


Prakiraan dan pencarian kesalahan jilid terakhir......

Itu adalah hak yang luar biasa, hingga tidak mungkin sebagai seorang fans.

Tetapi, termasuk kebaikan hati kak Utaha, permintaan itu kutolak.

Perasaan tidak ingin membaca jilid terakhir itu sendiri pun ada.

Aku ingin terus berhubungan dengan karya bernama 'Koisuru Metronome' sampai kapan pun.

Tetapi, seandainya itu tidak bisa terkabul, paling tidak akhirnya, ingin kusambut pada hari akhir yang sesungguhnya.

Menerima pesan dari hanya karya tanpa campuran, aku ingin diombang-ambingkan secara murni.


Tapi, perasaan fans yaitu aku itu, pada akhirnya, hingga pada akhirnya tak tersampaikan pada kak Utaha.

Itu jelas, dari kelakuan dan ekspresi wajahnya setelah itu.

Lalu mungkin, perasaan pengarang yaitu Utako Kasumi saat itu pun, pada akhirnya, hingga pada akhirnya tidak tersampaikan padaku.

Itu jelas, dari perasaan berkabut yang masih tersisa padaku hingga sekarang.


Beberapa saat setelah itu 'Koisuru Metronome' tamat.

Yang bersama dengan Naoto, adalah Mayui yang harusnya main heroine kedua, yang muncul dari jilid dua.

Akhir itu, yang secara populer adalah tepat, dan secara cerita tidak terduga, sekarang pun masih menjadi perdebatan sengit di antara sebagian fans.


※ ※ ※


Setelah itu, waktu terus berlanjut hingga jam di depan stasiun menunjukkan pukul 11.40.

Akhirnya selama itu, jumlah orang yang memasuki stasiun tidak sampai 50 orang, di antaranya wanita cantik yang kelihatan mengantuk dengan rambut panjangnya satu orang pun tidak ditemukan.

Jumlah kereta sedikit seperti biasanya, tapi dua kereta berangkat meninggalkanku, yang tersisa di peron hanya satu kereta terakhir.

"Pulang saja ya......"

Dengan keluhan, setelah sekian lama aku mengeluarkan suara.

Kemudian, seperti didorong oleh suaraku sendiri aku berdiri dari bangku, perlahan menuju pemeriksaan tiket di stasiun.

Pada akhirnya, meski menghabiskan waktu sebanyak ini, aku pulang ke rumah dipenuhi perasaan sia-sia tanpa hasil apa pun.

Segalanya kepalang tanggung, menyusahkan macam-macam orang, tak punya rencana konkret pada awal pekan, terus-terusan risau akhir pekan ini......


'Jadi, kita berpisah di sini'

'Nantikanlah jilid terakhir'

'Selamat tinggal, 'Rinri


"......ah"

Saat mau melewati pemeriksaan tiket, pertukaran salam perpisahan setengah tahun sebelumnya itu, tiba-tiba melintasi pikiranku.

Itu, adalah saat ketika panggilanku berubah dari 'Tomoya' jadi 'Rinri'......

Dari taman hingga ke pemeriksaan tiket, hanya sedikit memutar......

"Ah, hah......!"

Saat gambar tempat itu bangkit kembali dalam otakku, aku berbalik dari pemeriksaan tiket dan mulai berlari dengan seluruh tenaga ke luar stasiun.

Seandainya tak berhasil aku akan kelewatan kereta terakhir.

Seandainya sungguh ada di sana pun, aku tidak tahu bagaimana sebaiknya mencarinya.

Hal-hal remeh temeh semacam itu, sudah lama menghilang dari pikiranku.


"Ada......"

Tindakanku yang gegabah itu entah akhirnya menimbulkan simpati dewa kah......

Dengan terlampau sederhana, aku telah menemukannya.

"Ada......!"

Bayangan dari belakang rambut hitam panjang yang mengilap, di seberang kaca jendela.

Di sana tiga menit jalan kaki dari stasiun. Berdiri membubung paling tinggi di antara gedung di depan stasiun, fasilitas penginapan paling tinggi kelasnya di sekitar sini.


'Hey'

'Ya ?'

'Hari ini, mau menginap ?'

'Kh......Jangan mengatakan lelucon semacam itu sekarang kak !'


Hotel Jefferson Wago.

Tempat bermacam-macam ingatan yang terlalu tak tertahankan dan terlalu menyakitkan yang telah tersegel tertidur.

Tapi memang, hari ini pun, di tempat kenangan itu, kafe yang ada di lobi ......

Kak Utaha, ada.

"Kak ! Kak Utaha !"

Aku meneriakkan namanya sambil sekuat tenaga mengetuk kaca jendela.

Rasanya, sosok dari belakang itu sama sekali tidak salah lihat.

Selain itu, kalau salah lihat pun, sekarang, tidak ada alasan untuk ragu-ragu di sini.

"Kakaaaaa~~~k !!!"

"Tok tok tok" tok tok tok tok !"

Pada tindakanku yang menyimpang itu, serempak orang-orang yang berada di kafe menengok ke sini......

Lalu, hanya ia yang berambut hitam panjang yang ada di meja dalam, setelah memandang sebentar ke sini, seketika berpura-pura jadi orang lain dan menengok ke arah lain.

Kejamnya kak......


※ ※ ※


"Hey, Rinri"

"I, iya......"

"Aku ingin kau mati, sekarang juga"

"Sedingin itu walaupun sudah mati-matian mengejar dan mati-matian mencari !?"

Meja kafe di hotel.

Di tengah serbuan sepenuh hati pandangan yang penuh rasa ingin tahu dari sekitar, aku terkena pandangan super dingin kak Utaha.

Sepenuhnya melihatku dengan mata yang merendahkan seperti 'Lelaki kejam yang setelah berhubungan dengan istri orang berteman dengan anak perempuannya, saat mencoba meninggalkan wanita itu malah balik dimarahi dan mencoba menikahkan anak perempuan itu dengan lelaki lain, tidak membiarkan itu terjadi merusak pernikahan dan merampas anak perempuan[1]'. Kejamnya.

"Pertama-tama, kalau kau masuk lewat pintu otomatis dengan normal tanpa melakukan tindakan yang memalukan itu, aku tidak akan sedingin ini lho"

"Tidak, kalau memikirkan kesulitanku yang luar biasa sampai tadi, akan terasa kalau tidak akan berhasil kalau tidak melakukan pertunjukan semacam itu"

"Kau meminta orang lain untuk memainkan permainan yang memalukan untuk mengimbangi besarnya kesulitanmu sendiri ? Selalu ?"

"Nah, aku juga lumayan malu tahu ?"

"Kalau begitu semakin jelas untuk menghentikan tindakan yang tidak jelas artinya macam itu"

Ya, argumen yang logis. Jika menenangkan diri dan coba berpikir, aku pun sepenuhnya mendukung kak Utaha.

Oleh karena itu aku ingin diperingatkan seperti itu sebelum menemukanmu. Walau aku tahu itu tidak mungkin.

"Bagaimana pun juga aku sudah mencari......meski hampir semua yang kebetulan kuketahui kudatangi, tapi semuanya sia-sia"

"Kapan pun aku datang ke kota ini selalu menginap di sini. Kurasa kau juga tahu itu"

Tidak, aku memang tahu tapi, dengan yang terukir di alam bawah sadarku aku menolak mengingat apa yang terjadi......juga tak bisa kukatakan.

"A, anu......pokoknya kalau ponselnya terhubung, masalah ini !"

"Apa boleh buat kan ? Dari senja aku terus rapat. Itu juga......"

Saat kak Utaha dengan lesu menoleh sekilas ke sebelahnya......

"Hei Shii, Shii, cepat perkenalkan ! Dia ini si TAKI kan ?"

Dengan suara yang rendah namun bersemangat tinggi, menyebut HNku yang hanya diketahui oleh kenalanku.

"......cerewet, tolong diam sebentar Machida"

"......kak ?"

Bersamaan dengan itu, nampak lesu sesuai dengan ekspresinya, tetapi nada kak Utaha yang usia mentalnya lebih kekanak-kanakkandekat dengan usia fisiknya daripada biasanya, dengan lunak menghapusnya.

Ya, pada meja kak Utaha, sebenarnya dari awal sudah ada orang sebelumnya.

Pada kartu nama yang ditunjukkan di hadapanku tertulis tujuan operasi dan ID......bukan, nama dan posisinya seperti ini.


PT Toko Buku Fushikawa

Bagian Editor Fushikawa Fantastic Bunko

Sonoko Machida


Mengenakan setelan hitam yang menarik dari atas ke bawah yang tidak biasa untuk editor di penerbitan.

Tapi dengan riasan yang tipis, hak rendah, dan potongan rambut pendek, sangat kelihatan aktif.

Rasanya usianya sedikit melewati 30an, tapi tidak boleh memastikannya sembarangan.

"Wah ~ sungguh ada ya TAKI itu. Awalnya kukira situs itu pasti blog pemasaran terselubung yang dibuat Shii sendiri. Kalau tidak kan, mana mungkin ada fans yang segitunya tergila-gila pada orang baru yang tiba-tiba muncul seperti ini"

"Bicara sampai segitunya pada pengarang baru terbaik tahun ini yang kau pilih sendiri......?"

......lalu, wajah, potongan rambut, dan pakaian itu samar-samar kuingat.

Kuyakin hanya satu kali, kata kak Utaha 'pertemuan sebelumnya jadi molor' saat muncul lebih lambat 30 menit di tempat perjanjian, di belakangnya ada wanita dewasa kekanak-kanakkan yang memanas-manasinya seenaknya.

"Hey TAKI, bagaimana kalau blogmu dihubungkan secara resmi dengan kami setelah ini ? Dengan demikian bisa membagikan informasi atau material sebelum terbit, sama-sama untung kan ?"

SaeKano v02 ch06 01.jpeg

"Tidak, kalau begitu justru pemasaran terselubung secara resmi!"

"Kalau mau kau juga boleh menamainya resmi loh ? Aku, atau lebih tepatnya perusahaan kami, tertarik dengan kekuatan iklanmu. Bagaimana pun juga, 'Koisuru Metronome' yang kelewat sederhana, paling atas dalam daftar khas 'judul yang tidak menjual walau terkenal baik' itu jadi naik ke ranking pertama pesanan pos bagian light novel di internet, tidak salah lagi karena pencapaian dari blogmu"

"I, itu sih menaksirku terlalu tinggi !"

"Kurasa itu juga menaksirku terlalu rendah......"

"Be~gi~ni ya ? Jilid satu itu, saat keluar sama sekali tidak ada tanda-tanda mendapat cetakan kedua loh ? Kepala editor pun bilang kalau begini tamatkan di jilid tiga ya. Aku yang sudah memperoleh seluruh plotnya hingga jilid terakhir yaitu jilid lima, tak bisa mengatakan karena kasihan"

"Eh, emangnya segawat itu ya !?"

"Aku ingin informasi itu tidak dikatakan selamanya......"

"Kemudian langsung setelah jilid dua keluar, tiba-tiba untuk pesanan tambahan dari toko buku mulai berdatangan, saat kucoba mencari di internet kenapa bisa begitu, situsmu menghiasi bagian teratasnya......aku agak kaget karena munculnya lebih awal dari situs resmi kami"

"Ah, itu sih kurasa perusahaan anda yang salah"

"Tindakan melalaikan dengan resmi waktu itu sungguh kejam......"

"Eh, emm, yah daripada itu ! Oleh karena itu bagian editor menganalisis bahwa 30 %penjualan karya ini adalah pencapaianmu. Walau sering terdengar gerutu 'Kalau karyanya benar-benar menarik, tak perlu iklan pun suatu saat pasti terjual' dari pengarang yang salah mengerti entah di mana, jujur saja ya jadi terkenal seterlambat itu pun, karena waktu itu sudah ditamatkan, aku juga tidak punya kemampuan untuk media mix atau semacamnya, jadi bingung menanganinya"

"Emangnya boleh jujur soal itu pada pengguna !?"

"Aku tidak bilang begitu......aku tidak salah mengerti......"

"Karena itu, dari sinilah masalah utamanya, karena dasarnya dibuat dari kesuksesan 'Koisuru Metronome', kali ini direncanakan untuk menyerang dari awal. Diputuskan untuk melakukan tie-up di tempat ini dengan skala besar dengan kota Wago mulai jilid satu"

"Eh, latarnya di sinikota Wago lagi ?"

"Hal itu, kalau seluruh kota mau mendukungnya segini saja, adalah cara yang tidak boleh dilepaskan"

"A, ah, kalau begitu ! Karya berikutnya latarnya sama, ada hubungan dengan karya sebelumnya......?"

"Tebakan bagus. Dengan kesan menceritakan pemain yang berbeda pada waktu yang sama dan tempat yang sama, kurasa jika bisa kadang-kadang akan terasa terjalin hubungan dengan karakter karya sebelumnya"

"Aku mengerti, dunia Utako Kasumi ? Niatnya menjual dengan pandangan dunianya yang sama kan !"

"Begitulah. Oleh karena itu siang hari, tidak hanya ke toko buku, kami juga menemui lokasi yang akan muncul dalam karyanya dan meminta kerjasamanya"

"Woow ! Mimpi melebar ! Ja, jadi, selain itu juga rencana menemui biro perjalanan dan membuat pamflet, mendapatkan event hall lokal sesegeranya !"

"Ya, ya seperti itu ! Memang hebat TAKI. Ceritanya gampang !"

"Anu, kalian berdua......"

"Lalu, menguasai perusahaan bus dan perusahaan jalan raya juga standar lho ? Kalau membungkus kereta listrik kira-kira makan berapa biayanya ya ?"

"Kalau itu memang tidak perlu dibicarakan kalau tidak menunggu sampai penjualan gila-gilaan karya aslinya, anime, atau produk yang terkait, tapi dari awal tidak ada cara melepaskan pendekatan itu kan"

"Bentar......"

"Ngomong-ngomong sudah menguasai domain ? Karena kalau setelah judulnya diterbitkan nama yang kritis akan diamankan oleh orang aneh, sebaiknya bergerak lebih cepat loh ?"

"Ah, aku lupa ! Karena aku punya pengarang lainnya, mau tidak mau jadi tidak bisa menghabiskan waktu untuk itu. Maaf tapi nampaknya kau bisa jadi kandidat dalam bermacam-macam cara, mau tidak ?"

"Untuk alasan itu, sebagai informasi penting, judul, latar belakang karakter, key visual ......"

"Rinri............"

"Yaaaaa !?"

Suara itu sama sekali tidak kencang, malah lebih rendah dari tadi, suara yang kecil......

Tapi, entah bagaimana sepertinya kedalaman episentrumnya lumayan, menggema kencang hingga dalam tubuhku.


"Ya ampun, walau kurasa entah bagaimana kedua orang ini sama sekali tidak boleh dipertemukan, kalau menyaksikannya tepat didepan mata seperti ini, tak terbayangkan cerewetnya"

"Maaf kak......"

"Walau kau bilang begitu, yang dibicarakan masalah pekerjaan kan mau bagaimana lagi......"

Kemarahan kak Utaha, tidak hanya ditujukan padaku, tapi juga pada Machida.

Maksudku, bagaimana bisa kata-katanya itu menghadapi editornya yang jauh lebih tua.

"Sungguh, otaku di sekitarku itu kenapa semuanya senang bicara seperti ini, jadi penasaran"

"Wow, padahal lawan bisnisnya otaku tapi perkataan yang seperti merendahkan konsumennya. Jenis chunnibyou yang sering kali ada di pengarang sakit salah mengerti bahwa toh aku sudah jadi orang penting. Atau levelnya sedikit mempertimbangkan kembali cara berhubungan setelah ini sebagai bagian editor"

"Tak perlu melakukannya langsung setelah menunjukkannya"

Tetapi, Machida tak berkecil hati.......atau dari awal sepenuhnya pada level tidak peduli melanjutkan memancing kak Utaha.

Begitu ya, lidah tajamnya kak Utaha dilatih tiap hari seperti ini. Sebagai kejahatan yang perlu......

"Selain itu......"

Kak Utaha kali ini menatap wajahku, kemudian mengembuskan nafas dalam-dalam.

"Fans yang muncul pertama kali dalam hidupku, bukan hanya berisik, pemalas dan chicken......ampun deh, kenapa bisa jadi seperti ini"

"Ah, kalimat yang tadi kayak sangat klise kan ? Lihat, kayak 'A~h, kenapa aku bisa jadi suka dengan orang macam ini ya'"

"......TAKI, karena itu tidak bisa ditertawakan, sebaiknya kau jangan berkata lebih dari ini ya ?"

"Tapi terasa begitu kan ? Sebagai Utako Kasumi dari 'Koisuru Metronome' itu pilihan kalimat yang agak gampang kan ~ begitu"

"Makanya bukan dalam arti seperti itu......maksudku betapa terlalu kelewat dekatnya dengan kebenaran"

"Eh ? Machida bicara ya tadi ? Tolong hentikan bisikan dengan level tidak kedengaran bahkan kalau bukan protagonis tuli yang tidak peka itu ya ?"

"Nah, dengan pesta yang di puncak kemeriahannya......diamlah kalian berdua"

Suara kak Utaha kali ini, episentrumnya kira-kira Brazil.


"Jadi......Rinri"

"Ya......"

Dengan berbagai hal, sembari Machida habis-habisan memanas-manasi kak Utaha saat mau pergi pun, akhirnya keluar dari kafe.

Kemudian, di tempat ini, munculnya keheningan yang mustahil jika dibandingkan dengan tadi membuatku menyadari kalau betapa kami telah menyusahkan sekitar.

Tapi, dengan ini walau agak kasar sang pengganggu telah hilang, akhirnya bisa memasuki permasalahan utama.

"Kak, aku......."

Dengan kedua tangan tergenggam erat di atas lutut, sekali lagi dengan serius membuka mulut......

"Kita pun sebaiknya segera keluar yuk ?"

"Tapi ceritanya kan mulai saja belum !?"

Lalu, dalam sekejap hancur.

"Soalnya di sini pesanan terakhir jam 12. Makanya kita harus segera keluar"

"Geh, serius ?"

Saat melihat jam, sebentar lagi akan melewati 30 menit dari waktu pesanan terakhir itu.

Kalau dipikir-pikir, pada akhirnya aku tidak memesan apa-apa......semakin menyusahkan saja.

"Tapi memang kalau begini Rinri pun sia-sia datang ke sini......bagaimana sebaiknya ya"

"Anu, mau keluar dari sini dan pergi ke restoran keluarga yang dekat ?"

"Panjangkah ? Ceritanya"

"Yah, lumayan lah"

"Begitu......jadi, ikuti aku"

"Ah, iya......"

Saat selesai memeriksa pesan di ponselnya, kak Utaha mengambil bon dan membimbingku.

Oleh karena itu, tanpa pikir panjang aku hanya mengikuti di belakangnya.


......tetapi, 'tanpa pikir panjang' itu tidak baik.


※ ※ ※


"............"

Di luar jendela, terbentang pemandangan malam kota Wago.

Tengah malam permukiman yang lumayan terpisah dari pusat kota ini, penerangan berangsur-angsur menjadi sedikit dari sekitar stasiun, beda dengan banjir cahaya yang seperti berkilau, suatu rasa tenang.

"............"

Sunyi.

Bagian dalam gedung yang sepenuhnya dibuat kedap suara sama sekali tidak menyerap suara dari luar.

Mobil yang lalu lalang di persimpangan, toko yang masih buka, orang yang berjalan pun, walau sosoknya saja yang tertangkap di mata, suara kehidupan itu tidak sampai ke sini.

"............cih"

Tidak, tercampur dengan keheningan itu, sedikit keributan seenaknya menggema di telinga.

Itu, berasal dari pintu yang dari tadi terus kutatap tanpa bergerak.

Suara shower, terdengar dari kamar mandi, kamar hotel......

"Eeeeeeh ! Apa-apaan ini !?"

Tempatku berada sekarang, bukanlah restoran keluarga bukan pula warnet.

Memang di pintunya tertulis 1325 yang berarti nama tokonya......bukan, dengan kata lain di sini adalah lantai 13 kamar nomor 25.

Tentu saja ini bukan lelucon ada gu*to[2] di lantai teratas gedungnya loh ?


Baru 30 menit yang lalu dari kata kak Utaha 'ikuti aku' kuturuti tanpa pikir panjang.

Dalam pikiranku, sembari memikirkan rencana kegiatan setelah berbicara di restoran keluarga dalam kepala.

Anggap ceritanya kira-kira dalam satu atau dua jam, bagaimana menghabiskan waktunya dari sana beberapa jam hingga kereta pertama......

Mengantar kak Utaha pulang ke hotel sendirian, bertahan dengan teman minum sampai pagi kah, ataukah beralih ke warnet dan bertahan dengan teman minuman dan buku baru sampai pagi ?

Selain itu sarapan pagi di mana Tokyo chi**ra meshi, yoshi**ya[3], sukiya atau matsu**[4] kah, atau maksudku apa mesti gyuudon, pertama-tama, padahal bukan Tokyo tapi apa ada Tokyo chikara **shi ?

......akibat cuma memikirkan hal tak penting seperti itu, kak Utaha bukannya keluar dari hotel, hanya naik elevator hotel saja aku sama sekali tidak sadar.

"Ah......aaah !?"

Lalu sekarang......akhirnya, suara shower kamar mandi pun berhenti.


"Maaf membuatmu menunggu"

"Ah, tidak, itu......"

Saat pintu kamar mandi terbuka, yang berada di sana sudah barang tentu adalah tuan dari kamar ini hari ini.

Memakai mantel mandi berwarna putih, menjepit rambut hitam panjangnya dengan handuk sambil mengeringkannya.

"Maaf ya, karena berkeringat habis jalan-jalan keliling siang hari, rasanya tidak enak"

"Bi, bisa diterima"

"Rinri juga mau mandi ?"

"Tidak usah !"

"............"

"......kh !?"

Akhir percakapan itu, sambil tiba-tiba melayangkan senyum singkat yang santai, duduk dengan sangat alami.

......di tempat tidur, tepat di sebelahku.

Atau maksudku, kenapa bisa duduk di tempat kritis seperti ini, bodohnya aku.

"Hey, Rinri"

"I, iya......"

Kak Utaha, mungkin melihat ke sini.

Aroma sampo dan sabun setelah mandi, lalu kehangatan kulit yang sedikit melembutkan pendingin udara yang terlalu kuat, dengan lemah lembut melayang di udara seperti menyelimutiku.

"Permisi aku pergi !"

"......walau belum selesai cerita apa pun ?"

"Ta, tapi ! Orang yang bukan tamu hotel dilarang masuk ke kamar kan ?"

"Kau sudah jadi tamu hotel loh ? Rinri"

"Kapan !?"

"Saat Machida keluar tadi, ia sudah mengurusnya di resepsionis. Lihat, ini pesannya"

"Kalian pura-pura punya hubungan buruk tapi kerjasamanya sempurna !"

Pesan yang diperiksa sebelum keluar kafe tadi ini kah......

Maksudku kedua wanita ini, emangnya apa untungnya melakukan semacam ini ?

Walau aku punya aset otaku yang segitu bernilainya juga......?

"Hey, Rinri"

"I, iya......"

Oleh karena itu, flagnya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda hancur, kembali lagi ke situasi beberapa detik sebelumnya.

"Apa kau mengejarku ?"

"Erm, itu......iya"

Jadi, kalau berbohong pun juga tidak ada artinya.

"Lalu, melewatkan hingga kereta terakhir ?"

"Yah......iya"

Kalau berbohong, tidak bisa.

"Sungguh, betapa bodohnya......"

"......itu pun, iya"

Pada aku yang sejujur itu, kak Utaha sedikit baik.

Aku yang merasa senang akan itu, bagaimana ya, orang yang tidak baik.

"............."

"............."

Kak Utaha terus diam.

Dengan membuat kata-kata sebaik tadi sebagai akhir, sudah memenuhi kamar dengan suasana hangat.

"............"

"Anu, kak"

"............"

Kutanya pun sudah tidak menjawab.

Hanya saja, beban yang tersandar di pundakku sedikit bertambah.

Ia, telah meletakkan kepalanya, saja.

"............"

"......sudah tidur ya ?"

"Tidak mungkin kan ?"

"Iya juga ~"

Hal itu, dengan kata lain......

Setelah ini, menyerahkannya pada keputusanku kah ?

Pada aku yang, setengah tahun sebelumnya tanpa mengerti entah candaan atau serius sudah melarikan diri.

Pada aku yang disebut kak Utaha 'Rinri'.

"............"

"............"

Ajarkan kepadaku ya Tuhan.

Apa yang sebaiknya kulakukan ?

Berapa kali lagi aku harus mengulangi situasi seperti ini dengannya ?

CER* tidak menjawab apa-apa......ajari aku, ya Tuhan !


※ ※ ※


Di luar jendela, terbentang pemandangan malam kota Wago.

Pemandangan malam yang hening seperti biasanya.

"......kak"

"............"

Di dalam kamar, ada kak Utaha.

Gadis yang hening seperti biasanya.

Oleh karena itu, yang memecahkan keheningan itu, memang tugasku sebagai laki-laki.

"Hari ini, aku pergi ke mal Rokutenba loh"

"Kencan dengan Katou ?"

"Walau bisa juga kencan, itu pengumpulan data"

"............"

Hanya sedikit, badan kak Utaha terasa jadi kaku.

Hanya sedikit, suhu tubuh kak Utaha terasa turun.

"Makan waktu hampir dua jam dengan kereta dan shuttle bus. Terlebih lagi karena baru saja buka luar biasa banyak orangnya. Saat sampai, tiba-tiba perasanku memburuk......"

"Walaupun begitu......menyenangkan bukan ?"

"Ya, sangat"

"............."

Sungguh menyenangkan, hingga bisa menjawab sesegera itu.


Tentang dengan normal mengkhawatirkan aku yang mulai murung.

Tentang dengan normal menerima aku yang meski begitu yang bersikeras tidak ingin pulang.

Tentang menyebutkan satu-satu toko yang ingin dikunjungi, dengan jujur, tanpa ditutup-tutupi, tanpa segan-segan.

Tentang ke mana pun perginya, betul-betul belanja atau puas dengan melihat-lihat.

Tentang saking terpikatnya hingga sedikit melewati waktu yang direncanakan.

Tentang saat meski begitu, ingin mengunjungi semuanya dan sedikit jadi egois.

Tentang sedikit mati-matian mengikutiku yang lari mengelilingi mal dengan langkah cepat.

Lalu......tentang tidak ada yang tidak disukai.


Tentang dengan sangat alami......bukan, cuma dengan sedikit spesial, memberikan hadiah.

Tentang aku yang tidak terbiasa membalas kebaikan, memang, dengan sedikit spesial menerimanya.

Tentang dengan normalnya memandangiku yang makan kue dengan rakusnya, sambil sedikit mundur.

Tentang percakapan yang seperti kencan pun, sekenanya sikap yang datar itu menetralkannya.

Tentangnya yang bertingkah seperti teman, hingga tidak membuatku yang tidak terbiasa pada suasana itu jadi malu.


Tentang wajahnya yang hanya kelihatan sedikit ragu saat aku berkata mau pulang di tengah perjalanan, meski apa yang sudah terjadi.

Tentangnya yang saat kukatakan situasinya, mengerti dengan baik.

Tentang saat perpisahan, ia mengantarku dengan senyumannya......


Sunguh-sungguh, menyenangkan......

Saat tandang pun, menyenangkan.

Ditarik ke tandang alasannya justru karena kawannya adalah Katou.

Tapi, karena ada Katou, itu menyenangkan.

Sama sekali tidak meninggalkanku, tapi tidak memaksa mewarnaiku.

Jika aku keluar dengan kuat, ia menyerapnya dengan baik. Soalnya ia datar.

Walau aku bertingkah aneh pun ia bisa membuatku beradaptasi. Soalnya tidak menonjol.

Justru karena Katou normal jadi menyenangkan.

Aku bisa tahan dengan senang......


"............"

"............"

Ketika ceritaku itu secara singkat telah selesai, suhu tubuh juga berat badan kak Utaha yang tersandar di pundakku, tanpa disadari telah menghilang.

Hanya saja, hanya aroma yang tersisa masih sedikit melayang di udara.

"Jadi......?"

Sekalian, suara itu juga, kembali ke sedikit rendah dan dingin lagi.

"Artinya sekarang, aku telah ditolak dengan kejam ?"

"Tidak, aku tidak bicara tentang itu"

"Lalu, artinya mari jaga situasi dengan baik ?"

"Jangan meminta rintangan setinggi itu pada otaku yang perawan !?"

Pertama-tama, padahal dinilai dari kondisi ini sepenuhnya sadar diri sendiri.

Mungkin, dengan tingkat kemungkinan 80% aku tahu kalau aku diolok-olok.

......ngomong-ngomong, kalau diluar dugaan aku jadi ingin begitu, kurasa jadinya akan 'yah kalau begitu, begitulah'. Sekitar 80%.

Ah, keringat terlalu banyak jadi ingin mandi dengan shower. Aku tahu itu adalah jebakan.


'Kalau diteruskan seperti ini......aku tidak senang'


"Oleh karena itu, tolong retake......plot kak Utaha"

Tapi, sembari mati-matian menahan debaran jantung itu......

Akhirnya, sudah memasuki masalah utama.


※ ※ ※


"Plot kakak memang menarik. Bagus sekali, berskala raksasa, penuh rasa super hebat......"

"Itu semua artinya sama, Rinri"

"......anu, koreksi, luar biasa"

Akhirnya, dimulai.

Kalau benar, mencari kesalahan plot yang seharusnya sudah selesai sebelum hari Jumat.

"Padahal memujinya setinggi itu, kenapa harus retake ?"

"........................itu, soalnya, hanya ada takdir[5] yang melintasi beberapa generasi di plot itu. Hanya nasib yang buruk. Hanya takdir[6] yang dibuat dengan darah"

"......tadi itu, sudahkah kau mengecek mati-matian sebelum bicara apa ketiga ekspresi itu tidak diulang-ulang ?"

Seperti sedang menjelek-jelekan, ekspresi wajah kak Utaha itu sendiri serius.

"Tidak ada perkembangan kembali ke keseharian. Tidak ada akhir gadis yang sekadar teman sekelas datang kembali, Meguri......bukan Ruri"

"Itu......"

"Kenapa melakukan itu ? Kenapa, membiarkan gadis yang normalnya cantik itu mati ?"

"Soalnya kalau tidak melakukan itu, Ruri akan menghilang"

Entah sejak kapan, kami tidak duduk berdampingan di atas tempat tidur, duduk di kursi, saling berhadapan dipisahkan oleh meja.

"Seandainya Ruri dihilangkan, bagian masa lalu jadi tidak ada artinya. Dasar ceritanya yang mengumpulkan berapa zaman pun jadi tidak berguna tahu ?"

"Tapi, bagi Seiji yang sekarang, tidak hanya Ruri, Meguri juga penting kan ? Terutama bagian yang sama, secara normal akrab dengan Meguri yang ingatannya belum kembali kan !"

"......itu adalah bagian di mana terbagi penilaian apakah itu Meguri yang sekarang atau bukan"

"Apa maksudnya itu ?"

"Soalnya, Meguri dari lahir mewarisi ingatan masa lalu. Tidak mungkin pembangunan karakter Meguri yang sekarang tidak berhubungan dengan ingatan masa lalu"

"Seandainya begitu pun, seandainya pada hakikatnya Meguri adalah Ruri pun, tak bisa kubayangkan kepribadian atau ingatan yang dibuat di dunia yang sekarang adalah hal yang boleh menghilang !"

"Eh......"

Lalu, berdebat dengan serius.

"Memang, Meguri itu dicemaskan, diayun-ayunkan oleh ingatan masa lalu, hidupnya sendiri berubah, mungkin menyukai pasangan takdir yang memanjang dari kehidupan sebelumnya"

Saling melemparkan pendapat masing-masing seperti pertarungan, seandainya salah ditunjukkan tanpa ampun.

Kadang-kadang mengeluarkan suara keras, juga sekuat tenaga memukul meja.

Kami, seserius itu saling berselisih dengan sengitnya.

"Tapi, dengan normal dicintai kedua orangtuanya, dengan normal pergi sekolah, dengan normal bertemu anak laki-laki, jatuh cinta......bagian yang hidup hanya dengan ingatan, sejarah dan keinginannya sendiri seperti itu, seharusnya lebih dihargai kan !"

"Kh......"

Oleh karena itu, seperti ada yang meluap dari celah mantel mandi kak Utaha tapi hanya tidak sadar karena lagi panas-panasnya bercerita. Itu tidak salah lagi. Kalau menunjukkannya kasar.


"Aku, sudah senang dengan normal bermain dengan anak perempuan yang normal"

Kalau didengar oleh orang ketiga, tentu, adalah diskusi yang luar biasa edan.

"Saat tandang pun, asal ada Katou......bukan, Meguri kurasa akan jadi menyenangkan. Hari-hari biasa bersama Meguri pun, kurasa luar biasa menyenangkan"

Sungguh-sungguh mengkhawatirkan kehidupan karakter yang hanya simbol di atas layar atau kertas dari cerita yang belum ditulis, game yang bahkan belum jadi, entah bagaimana ingin membimbing mereka ke kebahagiaan.

"Oleh karena itu, aku ingin ada perkembangan meraih kembali kehidupan yang biasa tanpa kalah dengan takdir. Aku ingin ending hanya Meguri. Aku ingin rute cinta yang tak ambil pusing menang dari takdir kehidupan sebelumnya yang membelenggu !"

Tapi, sekarang bisa kukatakan dengan jelas.

Hal itu, bagi otaku......

"Kalau begitu jadi menarik ?"

"Ya ! ......tidak, setidaknya, aku hanya bisa bilang aku senang"

"Hmmm, kalau begitu tidak bisa diabaikan. Kalau melihat melihat kepekaan dan penilaianmu terhadap pasar sampai sekarang"

"Kalau begitu......tidak apa-apa kan ? Aku, ingin lebih bercumbu dengan Meguri !"

Sakit, panas, lalu, menjijikan.

Ras manusia yang menimbulkan sayang dan bodoh itu......setidaknya jika dilihat dari orang dekat.

"Tapi......dengan plot yang sekarang sulit memasukkan itu loh ?"

"Aku mengerti. Makanya aku terus terjebak......plot kakak, terlalu serius, tidak ada ruang untuk memasukkannya"

"Apa boleh buat, dari paling awal sudah kubuang perkembangan itu. Karena kukira itu tidak murni"

"Kalau begitu, pikirkanlah sekali lagi dari awal !"

"Dari, awal ?"

"Tambahkan gambaran bagian awal, tambah adegan di pertengahan, tambah rute itu sendiri di bagian akhir atau semacamnya......kalau sekarang, masih sempat kan ?"

"............"

"Kak ?"

Tapi, pada panasnya khas otakuku itu, entah kak Utaha masih belum menangkapnya kah, pandangannya tertunduk, dekapan tangannya terbuka, menampilkan ekspresi wajah yang sangat kelelahan.

Kemudian, setelah bimbang sejenak, kata-kata yang diperas dari dalam tenggorokannya adalah......

"Jadi, bunuh saja Ruri ?"

"Eh......"

Pada karakter yang beda dari yang kudukung itu, suara yang menyesal seperti aku.

"Kau......sudah kuduga, daripada takdir masa lalu, lebih penting perasaan saat ini ?"

"Kakak......?"

Itu adalah ekspresi panas yang seperti sangat dingin, kemudian mendidih.

"Kalau begitu, buat kembali dari awal......yang itu tinggalkan saja semuanya"

Suara yang seperti menyesal, walau menerima tuntutanku, tidak bisa menyerahkan pemikirannya sendiri.

Ya, kak Utaha bukannya tidak bisa mengikuti kesukaanku yang menyesakkan.

Hanya saja, ia punya kesukaan yang menyesakkannya sendiri, yang tidak bisa diserahkan sebagai otaku.

Kalau begitu, aku......

"Simpan saja"

"Eh......"

Sudah memutuskan untuk meneruskan ke depan, bersama dengan perasaan panas yang dingin kak Utaha itu.

"Walau kukatakan aku kasihan dengan Meguri, tapi Ruri luar biasa moe lo ? Hubungan yang menarik ingatan masa lalu sampai kapan pun juga salah satu favoritku lo ?"

"Ri......Tomoya ?"

"Bagiannya yang mencintai secara buta itu rasanya menyedihkan loh ? Baik 'Kakak' atau 'Kakanda' juga sangat oke loh ?"

"......apa, sekedar tidak konsisten kah ?"

"Tidak apa-apa kan tidak konsisten. Sebaiknya bisa memilih yang mana pun. Dengan demikian, bisa berinteraksi lebih luas dengan kebutuhan pemain"

"Fufu......"

Lalu, keputusanku itu diterima kak Utaha dengan memperoleh kembali senyum dingin yang biasanya.

Reaksi tadi itu sangat-sangat bahagia.

"Baiklah, jadi sekarang kita revisi plotnya ! Pertama menambah pilihan, dengan kecenderungan untuk bisa memilih Ruri atau Meguri sampai di bagian paling akhir !"

"Dengan kata lain, kesimpulan siapa yang dipilih, ditarik hingga jilid terakhir kan ?"

"Dalam game !"


※ ※ ※


"Seperti ini......?"

"Tidak, karakternya sedikit lebih tipis lagi"

"......tipis lagi ? Kalau itu sudah sekadar orang lewat loh ?"

"Aku ingin terasa sedikit lebih teman sekelas B lagi......posisinya seperti memberi jawaban sepele pada lelucon yang tidak merugikan atau menguntungkannnya teman sekelas A !"

"Aku tidak mengerti apa yang ingin kau gambarkan dengan itu......"

"Heroine yang menenangkan hati......atau mungkin, sedikit dekat dengan yang menyembuhkan ?"

"Tapi, kurasa ini sudah lumayan jadi Katou......"

"......tidak ada yang mengatakan jadikan Katou sebagaimana adanya kan ?"

"Penunjukkan dari tadi sepenuhnya ke arah itu tahu ?"

"Ja, jadi, karena mau bagaimana lagi, tolong pikirkan dengan Katou sebagai dasar ?"

"Baru sekarang tsundere......"


Waktu, jam tiga pagi.

"Pekerjaan revisi" kami sudah memasuki klimaksnya.

Pertama, revisi karakter Meguri.

Aku melihat contoh dialog karakter yang diberikan satu demi satu oleh kak Utaha, berturut-turut mengirimkan instruksi perbaikan, pengulangan perbaikan sesuai instruksi oleh kak Utaha.

Dengan ini adalah retake yang ketiga dengan alasan 'karakternya terlalu kuat'.

Menolak semua keluhan masuk akal kak Utaha 'karena contoh sudah jelas akan dideformasi kan'

Aktivitas produksi itu, kejam......


"Bagaimana ya......lebih keras kepala, tapi harus gampangan"

"Bagaimana caranya membuat keduanya itu berdampingan......"

"Begitulah, perasaan seperti mendekat setengah langkah gampang, tapi berapa kali pun mengulanginya tidak bisa mendekat selangkah ?"

"......Achilles dan kura-kura ?[7]"

"Ya, aku ingin membuat menderita dengan rasa putus asa yang menjengkelkan oleh kedamaian yang halus itu dan rasa aman yang tidak enak"

"Maaf, aku memang tidak mengerti"


Pemandangan malam yang terlihat dari jendela pun, cahayanya sudah lumayan berkurang dari saat tiba ke kamar ini.

Kak Utaha seperti biasa, sambil tanpa henti mengetik keyboard notebook, menampilkan instruksiku di layar.

Tapi, aku tidak menoleh sampai ia memanggilku, hanya menyimpan dalam mata pemandangan kota Wago yang perlahan ditelan kegelapan.

Walau bisa dianggap sikap yang agak dingin, tapi apa boleh buat.

Alasannya adalah, sosok kak Utaha yang terpantul di jendela......

"~~~kh !"

Telanjang ! Bukan, membuka ! Maksudku, sudah terbuka !


"Kalau karakternya setipis itu, jadinya saat kebetulan berubah akan mengejutkan. Langsung kelihatan manis"

"Jadi seperti gap moe ya ?"

"Mungkin dekat. Hanya saja, tidak boleh menetapkannya dalam kondisi itu. Saat berpikir 'Ah, mungkin gadis ini manis', detik berikutnya jadi kembali ke Katou......bukan, karakter yang datar seperti sampai sekarang"

"......sudah tidak apa-apa tahu, pakai Katou"

"Kalau digambarkan saat manis seperti itu 'basah', biasanya terasa 'datar', secara distribusi datar, datar, basah, datar, datar, datar, datar, basah......kira-kira dengan kesan itu"

"Su, susah......"

"Kalau kak Utaha pasti bisa ! Bukan, tidak bisa kalau bukan kakak !"

"Suatu saat pasti ku**......"


※ ※ ※


"Ya, begitu ! Rasa sedikit moe ini ! Inilah Megumi Katou......bukan, Meguri Kanou !"

"......jadi, perbaiki plotnya dengan kecenderungan untuk berteman dengan karakter ini ?"

Jam 4 pagi.

Akhirnya, karakternya mengeras.

......meski itu waktu yang harusnya dirayakan, dibandingkan dengan semangat tinggiku yang luar biasa, kak Utaha merayap di tanah.

Atau mungkin ngantuk. Yah, aku pun sangat mengantuk.

"Nah, dengan ini bagian hari ini......"

"Ya, kau sebaiknya tidur saja ya ?"

"Eh, kakak bagaimana ?"

"Aku......mengurung diri di sana dan menulis lanjutannya"

Yang ditunjuk kak Utaha sambil memeluk notebooknya adalah pintu ke modular bath yang ada di pojok kamar.

"Ke, kenapa......begitu ?"

"Dengan demikian Rinri akan tenang kan ?"

"Dari awal aku tidak cemas tahu !?"

Atau maksudku, meski kalau normal posisinya sepenuhnya terbalik, kenapa kak Utaha dan aku......

"Bagian pentingnya harus selesai sebelum pagi. Esok aku ada rapat dengan Machida"

"Begitu......jadi begadang ?"

"Sebagai pengarang itu hal yang sering loh"

Kak Utaha mengatakannya seakan-akan tidak ada apa-apa.

Tentu, bicara soal wajar, kalau seperti ini kelihatan mengantuk seperti biasanya adalah hal yang wajar.

Dengan ini, bagaimana caranya menjaga nilainya terus berada di atas. Sungguh orang yang tidak diketahui dasarnya.

"Selain itu, karena aku akan menulis plotnya dari sekarang, itu......"

"Ah......"

Saat itu, bayangan yang muncul dalam benak kami berdua harusnya sama.

Sambil mengetik keyboard sekuat tenaga, kak Utaha yang terus tertawa seperti kerasukan sesuatu......

Tentu, kalau pemandangan itu dilihat orang lain, tidak salah lagi akan menyakitkan bagi kak Utaha.

Tapi......

"Karena itu, selamat ti......"

"Tidak apa-apa, kalau menulis di sini"

"Eh ?"

"Atau, aku yang ke sana ? Kalau kakak bilang pokoknya tidak suka dilihat"

"Rinri......"

Penampilan gadis SMA muda yang duduk di toilet modular bath dan mengetik keyboard itu agak seperti makan siang di toilet, terlalu kesepian.

Atau sebaiknya kukatakan, bencana besar kalau notebooknya jatuh di toilet.

"Biasanya, saat sebelum tenggat waktu direktur atau editor melekat dengan pengarang itu wajar kan ? Atau baru sekarang merasa malu ?"

"......aku tidak peduli ya ? Walau menunjukkan tindakan memalukan macam apa pun"

"Aku tidak kecewa. Biasanya semakin orang mengkhayal kesannya tidak bagus"

Entah karena begadang semalaman seperti itu atau bukan, kak Utaha menatap dan melayangkan senyuman tanpa muram padaku yang mengatakan sesuatu yang lumayan blak-blakan.

Kalau dipikir dengan tenang, sama saja kukatakan 'bersama-sama sampai pagi' kan......

"Kalau begitu......kuharap kau menemaniku sampai subuh ya ?"

"Ya ! Kalau aku kelihatan ketiduran, bangunkan ya ?"

Tapi, sebenarnya ini tidak apa-apa.

Tertawalah, kak Utaha.

Tunjukkanlah sifat sebenarnya kreator seperti biasa.

Karena, aku fans berat Utako Kasumi yang seperti itu.


※ ※ ※


............bagaimana ya, aku hanya bisa bilang kalau apa yang kusadari terlalu optimis.


"Sial, sial, siaal !"

"Kak, kakak......?"

"Apa-apaan orang ini ! Apa-apaan gadis ini ! Padahal datangnya belakangan tapi merampas doiku dari samping !"

Meski kurasa cuma tertawa......tapi juga ada kencenderungan yang lain......

"Kubunuh......akan kubunuh ! Aku tidak terima kalau kau reinkarnasiku !"

"Hentikan hentikan hentikan !"

"Padahal aku mencintaimu......padahal aku mencintaimu seperti ini ! Kenapa perasaanku tak tersampaikan !?"

Atau mungkin, aku sepenuhnya lupa ada kemungkinan dirasuki Ruri.

Kak Utaha yang sekarang, adalah Yandereadik perempuan Asura yang menggila karena kakak kesayangannya diambil oleh cucunya......

"Apa ?! Katamu pengarang tidak boleh jatuh cinta ? Katamu tidak boleh serius dengan fans !?"

"Hei itu kan bukan dialognya Ruri !?"


Wanita......bukan.

Sifat asli kreator itu......menakutkan.


※ ※ ※


"Pagi"

"............"

"Pagi Rinri"

"Ah......?"

Saat membuka mata, yang melompat masuk adalah cahaya matahari pagi.

Kumpulan gedung kota Wago, menghalangi sebagian matahari itu.

Lalu......

"Enak tidurnya ?"

"Hiii !?"

Lalu, adik perempuan yandereAsura......

"Eh, apa, masih setengah tidur ya ?"

"Se, setengah tidur....."

Bukan, kak Utaha yandereAsura.

......tidak, makanya tidak perlu pakai Asura.

"Dari tadi kau mengigau loh ? Melihat suatu mimpi yang buruk ya ?"

"Tidak, mengigau itu bukan karena mimpi, kak Utaha yang tadi......"

"Itu juga termasuk mimpi......ya kan ?"

"I, iya"

Saat itu, aku yang memandang sekilas ekspresinya tepat pada 'Kak Utaha yang tadi', menelan berbagai kata yang ingin kukatakan.


Saat melihat jam, hampir jam 8.

Lumayan lama sejak jadi terang ya......aku tidak menyadarinya karena terus tertutup futon.

Lalu, akibat tertidur dengan kondisi sepanas itu, aku yang melepas semua celana jin dan kemeja, tergesa-gesa membungkus badanku dengan selimut seperti gadis setelah mengalami pengalaman seksual pertamanya.

"Fwaaah~......eh ?"

"Aapa ?"

Sambil mengedip lemah, sekali lagi kulihat kak Utaha, kusadari bentuk asli dari rasa janggal yang kurasa sejak tadi.

"Mau pergi sarapan ?"

Entah sejak kapan, kak Utaha sedang memakai pakaian. Itu pun seragam.

Yaitu sedang memakai stocking dan rok di hadapan mataku.

Yah, karena aku tidak melihatnya tidak ba......tidak apa-apa kan !

"Tidak, aku sudah pergi"

"Eh, apa tidak terlalu cepat ?"

"Ada try out dari siang. Oleh karena itu rapatnya mulai jam 8"

Ah, oleh karena itu pakai seragam. Bagaimana pun juga......

"Buruk ya"

"Aku suka melakukannya, jadi tidak apa-apa"

Sungguh, betapa penuh dengan vitalitas......

Tapi, menyembunyikan sifat asli yang jahat itu di sekolah.

Sifat asli itu, kira-kira hanya aku lelaki yang mengetahuinya.

Kuat, kukuh......cantik, pintar, menarik.

Tapi kadang-kadang sifat aslinya yang jahat terlihat.

Meski begitu, sungguh-sungguh kuhormati sebagai pengarang, lalu, wanita yang benar-benar baik.

Kenapa aku, dengan orang ini......

Kenapa aku membusuk seperti ini.

Malam tadi pun, padahal menghabiskan malam hanya berdua saja, ini......

"Kelihatan lesu ya. Meresapi kenangan tindakan menggelora malam tadi ya ?"

"Tindakan yang menggelora itu membuat plot kan !?"

"Tidak apa-apa, karena tidak akan kukatakan pada kedua orang itu"

"Siapa kedua orang itu !?"

Begitulah, kurasa yang permasalahan utamanya adalah perkataan dan perbuatan yang kelewat blakblakan ini.

Rinri tidak buruk.

"Mohon check-outnya sebelum jam 10 ya. Karena pembayarannya sudah diselesaikan, sisanya tinggal mengembalikan kuncinya"

"Ah, ooh......"

Kak Utaha, entah sudah bosan mempermainkanku kah, dengan cepat membuka pintu ketika membawa kopernya.

Lalu saat pergi, di mana pintunya sampai setengah tertutup, berbisik pelan.

"Aku bahagia, dengan yang malam tadi"

"Makanya, lelucon itu sudah......"

"Memang membuat sesuatu denganmu itu menyenangkan. Aku menegaskan lagi hal itu"

"Eh......"

Itu bukan lelucon, bukan godaan, bukan pula sarkasme.

"Selamat datang ke dunia kreator, Tomoya Aki"

Itu adalah dukungan sebagai sesama profesi.

"Kalau kau, pasti bisa"

Itu adalah kepercayaan sebagai kakak kelas.

"Soalnya, dalam dirimu ada antusiasme yang membuatku serius. Tentu ada kekuatan untuk mengekspresikan dan kekuatan untuk mencipta"

Itu adalah, hanya sedikit, pesonanya sebagai wanita.

"Aku saat itu menulisnya sambil muntah darah demi fansku satu-satunya"

Kalau dipikir sekarang, aku yang saat itu menceritakan gagasan ke depan karya pada pengarang, seharusnya adalah fans yang sembrono.

"Aku ingin menang atas fans yang merepotkan, menyusahkan, dan keras kepala itu, berkali-kali, berkali-kali pula mengulangi merevisi, berselisih dengan editor......meski begitu, tanpa hancur hati aku selesai menulisnya"

Tapi, suatu saat adalah jawaban mengenai permintaan itu, suatu saat adalah antitesis.

"Oleh karena itu, aku pun mengharapkan kau juga begitu"

Pada bagian terakhir 'Koisuru Metronome', banyak harta karun seperti itu yang terpendam......

"......walaupun, seandainya itu demi orang lain, ya"

Harta karun itu......memang kuterima.

"Setelah ini pun bantu aku ya......mari kita muntah darah bersama ?"

Makanya kali ini, betapa baiknya bila aku bisa mengembalikannya suatu saat......kuharap demikian.

"Karena itulah, aku adalah pembenci Rinri yang nomor 1"

"......ya"

"Bukan fans!?"

Tak akan kukatakan.

Karena kurasa tsukkomi tak beradab seperti itu, tidak tepat pada permulaan baru kami.


Catatan[edit]

  1. http://en.wikipedia.org/wiki/The_Graduate
  2. Cafe restoran Gusto dari grup skylark
  3. Yoshinoya, semua yang disebutnya ini menjual gyuudon
  4. Matsuya
  5. dengan nuansa sebab-akibat
  6. dengan nuansa sesuatu yang tak bisa diubah, dari kehidupan sebelumnya
  7. http://en.wikipedia.org/wiki/Zeno%27s_paradoxes#Achilles_and_the_tortoise