Seirei Tsukai no Blade Dance:Extra 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Extra Chapter 6 - Liburan Para Elementalis

STnBD BR Extra.6.jpg

Bagian 1

Ada sebuah jalan paving batu tertentu di wilayah Ordesia, secara umum dikenal sebagai "King's Road". Saat ini sebuah kereta kuda berdekorasi lambang serigala tengah melaju pelan di jalan ini.


".....Ngomong-ngomong, apa kita belum sampai? Kota sumber air panas itu."


"Sebentar lagi, kotanya ada dibalik gunung itu–"


Seraya keretanya terus berjalan, Claire menunjuk sisi lain dari gunung yang ada dikejauhan.


"Itu bukanlah jarak yang bisa kau sebut 'sebentar lagi'."


Kamito memicingkan matanya dan bergumam. Matahari saat ini tepat berada diatas kepala. Sudah pasti sudah malam ketika mereka melintasi gunung itu untuk mencapai tujuan mereka.


"Mau gimana lagi, Kamito-san. Tujuan kita, sumber air panas Vornos, merupakan sebuah sumber rahasia dan terpencil dimana para roh berkumpul. Para gak akan datang kalau lokasinya terlalu dekat dengan pemukiman."


"Mm-hmm, dan jika kau bisa menahan sepanjang perjalanannya, rasanya akan lebih menyentuh saat kau sampai di sumber air panas itu, kan?"


"Yah, meski kau bilang begitu...."


Dihadapkan pada jawaban dari Rinslet dan Ellis yang duduk berhadapan dengan dia, Kamito cuma bisa mengangkat bahu.


–Semua ini dimulai kemarin.


Setelah menang melawan Velsaria dalam turnamen seleksi dan mengamankan kalayakan mereka untuk ikut serta dalam Blade Dance, para anggota Tim Scarlet diberi sebuah pembebasan dari semua pelajaran selama seminggu menjelang ajang utama sesuai peraturan sekolah. Ini juga untuk memperkuat ikatan dan pemahanan dasar dalam tim melalui kegiatan sesuka mereka selama seminggu.


Ini sangat tepat bagi Tim Scarlet yang para anggotanya dikumpulkan sebagai satu tim belum lama ini. kesatuan mereka sudah pasti lebih buruk daripada Tim Cernunnos yang juga berasal dari Akademi.


Untuk mengatasi kelemahan ini, solusi Claire sebagai ketua tim adalah mengunjungi bekas wulayah Elstein untuk mengadakan kamp pelatihan di sebuah sumber air panas yang terkenal atas sifat sakralnya.


....Dengan demikian, kelompok ini berangkat dari sekolah kemarin pagi. Setelah memghabiskan malam di penginapan jalam utama, mereka memasuki bekas wilayah Elstein, terkenal atas sumber air panasnya, dan menghabiskan beberapa jam menaiki kereta.


.....Gimanapun juga, Kamito betul-betul bosan dengan pemandangan pegunungan disepanjang perjalanan ini.


"Ngomong-ngomong, kita jelas-jelas sudah sampai kalau kita meminjam kapal terbang dari keluarga Fahrengart...."


"Gimana bisa kapal terbang militer Ordesia dipakai untuk kepentingan pribadi!?"


"Claire, apa kau nggak puas dengan kereta yang kupersiapkan?"


"Keretanya sih gak masalah, tapi agak sempit dengan lima orang didalamnya...."


Berhimpitan didalam kereta, Claire mengatakan ketidaksenangannya.


Si maid Carol tetap di Akademi, sedangkan Est berubah ke wujud pedang, tapi meski begitu, bagian dalam kereta masihlah cukup sempit. Ditambah lagi jalannya nggak rata, menyebabkan penumpangnya saling berdesakan.


"Fufu, tapi bukankah bagus melakukan perjalanan seperti ini sesekali?"


Boing.


"...H-Hei!?"


".....C-Cewek gak tau malu, akan kucincang kau jadi irisan bawang!"


"Tapi aku bukan bawang, hei!"


"Kyah, jangan mengacau didalam kereta!"


"Kamito, apa belum waktunya makan?"


"Hampir, sedikit lagi, bertahanlah."


Kamito menepuk pelan gagang Demon Slayer yang mengeluh.

Bagian 2

Akhirnya mereka benar-benar sampai di kota sumber air panas di kaki gunung, matahari sudah terbenam dan sudah malam.


Sebuah jalan miring berubin batu, penerangan dipinggir jalan menghinakan kristal roh, patung naga api menyemburkan api spektakuler dikedua sisi pintu masuk. Yang dibangun dipuncak tangga adalah sebuah kuil besar dimana roh yang tak terhitung jumlahnya terbang kesana-kemari di udara membentuk bola-bola yang bersinar.


"Jadi ini kota sumber air panas Vornos yang terkenal..."


Keluar dari kereta, Fianna bergumam tertarik.


"Apa ini pertama kalinya kau mengunjungi kota sumber air panas, Fianna?"


"Ya. Meskipun aku pernah ke sumber air panas yang berada didalam pegunungan untuk upacara Divine Ritual Institute–"


"Ini juga pertama kalinya buatku. Kayaknya tempat ini cukup menarik."


"Kalau aku, aku sudah kesini berkali-kali sebelumnya, tapi...."


"Ya, dioa dibandingkan dengan kemakmuran yang sebelumnya, ini jauh lebih...."


Claire bergumam pelan.


Kamito melihat sekeliling. Memang, untuk sebuah kota sumber air panas yang terkenal, cukup banyak rumah yang tanpa penerangan.


"Sebelum kejadian empat tahun lalu, kota ini jauh lebih ramai, disini juga ada lebih banyak orang–"


Empat tahun lalu, gak ada api yang bisa menyala di Kekaisaran Ordesia karena kakaknya Claire, Rubia Elstein, telah menjadi penghianat sebagai Ratu Bencana.


Kota sumber air panas ini, andalan keluarga Elstein, juga menderita dampak yang besar.


"Akan tetapi, para roh telah kembali tanpa masalah–"


Rinslet dengan lembut menepuk bahu Claire yang depresi.


Diarah yang dia tunjuk, seekor roh dengan penampilan seekor salamander merayap di tanah.


"–Ya, kurasa kau benar."


Meskipun ekspresi Claire berubah melas selama beberapa saat, dia segera kembali ceria seperti biasanya.


Mereka berlima menaruh barang bawaan mereka dipunggung Fenrir, melewati gerbang di kaki gunung, lalu menapaki tangga batu menuju puncak.


Meskipun mereka kelihatan seperti cewek muda tak berdaya, cewek-cewek ini merupakan para elementalis yang telah melalui pelatihan yang ketat di Akademi. Semuanya menaiki gunung dengan cepat. Cuma Fianna pengecualiannya, yang duduk di punggung Fenrir karena stamina yang sedikit.


Meskipun malam masih belum lama, ada lampu-lampu jalan menggunakan sihir untuk penerangan, jadi jalan didepan terang. Berkat para roh api kecil yang tak terhitung jumlahnya yang beterbangan, bahkan kegelapan didalam hutan juga mendapat penerangan.


"Wow, gak bisa dipercaya begitu banyak roh bisa ditemukan diluar Hutan Roh."


"Ya, gunung ini berlimpah divine power yang disukai oleh para roh api."


Sebagai tanggapan pada reaksi Kamito yang terkesan, Est menyampaikan pemikirannya seraya berada dalam wujud pedang.


".....~Hei Scarlet, tunggu!"


"Meow!"


Scarlet tampak sangat senang. Biasanya patuh, dia mengabaikan Claire, berlarian di tangga.


"Ampun deh...."


"Yah, Scarlet pasti senang kembali ke kampung halamannya setelah sekian lama."


"Fenrir juga sama. Setiap kali dia kembali ke Laurenfrost, dia berguling-guling di salju seperti seekor anjing."


"....? Bukankah dia seekor anjing besar?"


".....Maaf, Yang Mulia! Fenrir itu seekor serigala!"


"Woof!"


"M-Maaf, aku selalu menganggap dia sebagai seekor anjing..."


Menatap Fenrir yang berbulu tebal, Fianna cukup terkejut.

Bagian 3

Saat mereka mencapai pertengahan gunung, mereka mulai bisa melihat cahaya.


Kamito dan rekan-rekannya meninggalkan jalur utama yang mengarah ke puncak, malah mengambil jalur samping menuju ke uap yang mengepul dari sumber air panas. Memang, gak ada bangunan terang yang terlihat disekitarnya.


Setelah berjalan di lereng....


"Tempat ini...."


Claire berhenti.


"Eh—"


Apa yang terlihat oleh mereka adalah sebuah kediaman megah yang berada di samping jalur hutan. Awalnya ini adalah kediaman sekunder keluarga Elstein, tapi gak seperti riasan mencolok dari para bangsawan pada umumnya, kediaman itu memancarkan kesan sederhana dan kokoh.


"Tempat ini juga gak banyak berubah...."


Menatap pintu masuk kediaman itu, Claire bergumam pelan.


Bagian tengah gerbangnya terlihat seperti semacam lambang sudah diambil. Kemungkinan besar, itu adalah tempat lambang singa merah keluarga Elstein dulunya berada.


Claire menggigit bibirnya dan berjalan melewati gerbang.


yang keluar dari rumah itu, seorang wanita tua yang agak gemuk menyapa mereka.


"Lama tak jumpa, Jira."


"Iya, Nona Claire, sudah lama tidak jumpa."


"Siapa dia?"


Tanya Fianna.


"Jira dulunya kepala maid yang melayani keluarga Elstein. Setelah tanah dan kastil mereka disita, dia menjadi manajer dari penginapan sumber air panas ini yang terbuka untuk umum."


"Tuan Duke sangat memperhatikan saya dimasa lalu."


Wanita tua itu menundukkan kepalanya.


"Kau kelihatan sangat sehat. Aku sangat senang."


"Tentunya, karena para roh yang meninggalkan hutan ini telah kembali. Semua ini berkat keberhasilan Nona Ren Ashbell dalam meredakan amarah Elemental Lord Api."


"...!"


"Ada apa, Kamito?"


Ellis menatap Kamito yang kebingungan sambil mengangkat alisnya.


"Oh, gak ada, bukan apa-apa."


Kamito buru-buru mengalihkan topik.


"Nona Claire, anda sudah banyak berkembang...."


Dikuasai oleh emosi, wanita tua itu memeluk Claire.


"T-Tunggu, Jira...."


"Meskipun payudaranya sama sekali gak berubah–"


"....A-Apa kau bilang!?"


Menggertakkan giginya, Claire membentak Rinslet karena berkomentar sinis.


Disisi lain, Jira membelalakkan matanya terkejut.


"Ya ampun, tak disangka nona yang dulu begitu penakut dan cengeng...."


"Penakut dan cengeng?"


Kamito mengangkat alisnya secara reflek.


(....Apa aku salah dengar? Barusan, kurasa aku mendengar sesuatu yang susah dipercaya....)

Bagian 4

Mantan kepala maid, Jira, memandi kelompok Kamito kedalam kediaman.


Rumah ini awalnya megah, tapi karena semua fornitur berharganya sudah disita oleh Kekaisaran, ada perasaan sunyi sepi kontras dengan ruang kosong yang luas.


Bukan cuma gak adanya fornitur, tapi juga personilnya. Jira menjelaskan bahwa staf yang dulu bekerja disini sudah berhenti satu per satu. Saat ini, yang tersisa, termasuk dirinya sendiri, semuanya merupakan yang dulunya melayani keluarga Elstein.


"Saya sudah mempersiapkan ruangan terbaik untuk anda."


Jira berjalan menaiki tangga dan membuka pintu ke sebuah ruangan di lantai dua.


"Wow....."


Itu merupakan sebuah ruangan yang besar. Meskipun lima tempat tidur mewah berjajar, ruangan itu sama sekali gak terasa sempit. Kristal-kristal roh di pasang di langit-langit, menerangi ruangan ini.


"Tapi Nona, apa anda yakin tidak apa-apa satu ruangan dengan seorang pria?"


".....K-K-Kamito adalah roh terkontrakku, mengerti!"


Claire berteriak, agak tersipu.


".....Saya mengerti. Fufu, nona memang sudah tumbuh."


Wanita tua itu tersenyum paham.


"Dari jendela disini, aku bisa melihat pemandangan hutan–"


"Ya, pemandangan dari para roh yang beterbangan membuatnya hampir seperti Astral Zero."


Berjalan ke jendela, Ellis dan Rinslet berseru gembira.


Tiba-tiba, seseorang menarik lengan Kamito.


"Kamito, apa makan malamnya belum siap?"


Kamito ditatap oleh mata unggu jernih. Saat dia menyadari, Est sudah berubah dari pedang menjadi manusia.


"Aku juga lapar."


Claire mengangguk setuju.


"Makan malamnya sudah siap untuk anda sekalian. Kami mendapakan daging rusa yang bagus hari ini."


....Setengah jam kemudian.


Di meja makan malam, hidangan kebanggaan koki dibawa satu persatu.


Ada salad yang terbuat dari sayuran liar yang dikumpulkan dari gunung, sup labu panas, kacang yang digoreng dengan mentega, roti kacang yang baru matang, pai ikan sungai, dan hidangan utamanya adalah steak rusa yang dibumbui rempah.


"Kamito, apa aku boleh makan semua ini?"


Meskipun wajahnya tanpa ekspresi, Est bertanya dengan mata yang berkilauan.


"Ya, kau bisa makan sebanyak yang kau mau."


"Kamito, aku senang sekali♪"


Kamito juga mulai mengiris steak rusa miliknya. Segera setelah pisaunya mengiris steaknya, cairan daging yang penuh dengan rasa rempah mengalir keluar ke piring.


"Ini mengagumkan!"


"Ya, ini bahkan menyaingi kualitas dari restoran terkenal di ibukota kekaisaran."


"Steak rusa merupakan ciri khas yang terkenal dari wilayah Elstein."


Mendengar pujian dari Kamito dan Fianna, Claire membusungkan dadanya dengan bangga.


"....Hmm, jadi Kamito suka bumbu seperti ini. Akan kucatat."


"Bolehkah aku minta sedikit daging ini untuk Carol yang barada di sekolah?"


"Tentu saja, tidak masalah."


Koki mengeluarkan sepotong daging besar. Rinslet memanggil Fenrir untuk membekukan daging itu, lalu menyuruh Fenrir memasukkannya kedalam dimensi didalam perutnya.


"Apa Fenrir gak memakan daging itu?"


"Fenrir-ku gak akan melakukan sesuatu serendah makan tanpa ijin!"


Saat Kamito bertanya tanpa berpikir, Rinslet menjawab agak marah.


Setelah semua orang memakan makanan mereka, Jira datang lagi.


"Nona, saya datang untuk mengantar anda dan teman-teman anda ke air panas. Suhu airnya sudah pas...."

Bagian 5

kamito dibawa ke sebuah tempat yang agak jauh dari penginapan, sebuan sumber air panas di hutan.


Claire dan cewek-cewek lain berpisah dengan dia di jalan untuk datang ke sumber air panas untuk para princess maiden, berlokasi di puncak gunung.


Setelah melepas seragamnya di ruang ganti, Kamito menimba air untuk membasuh tubuhnya lalu berendam di sumber air panas. Suhu airnya agak panas, menyebabkan beberapa luka-lukanya karena pertempuran melawan Velsaria terasa agak nyeri.


"....Phew, ini baru sumber air panas yang asli. Rasanya semua lelahku menghilang."


Berendam di air panas sampai bahunya, Kamito bersantai dan berkomentar pelan. Ada sebuah leyline yang mengalirkan divine power di area gunung berapi Vornos. Bagi para elementalis, ini memiliki efek pemulihan yang sangat ampuh.


Setelah merelaksasi seluruh tubuhnya, Kamito menengadah dan mengagumi pemandangan bulan diantara ranting-ranting. Lalu dia melepas sarung tangannha untuk menatap tangan kirinya.


(....Aku sekarang sudah mendapatkan timet masuk Blade Dance, tapi–)


Setelah tiga tahun, Restia roh kegelapan muncul didepan dia lagi. Sepenuhnya berbeda dari yang sebelumnya, apa yang Restia pikirkan?


Lalu.


"Kamito..."


Ditengah uap, dia mendengar suara menggemaskan.


"...!?"


Kamito langsung mengangkat tatapannya.


Saat uap didepan matanya menyebar, kulit seputih salju terlihat.


Tubuh putih yang telanjang diterangi oleh cahaya rembulan. Rambut putih perak berkilauan tersampir dikulitnya.


"E-Est!?"


Secara refleks Kamito mundur.


Sepenuhnya telanjang, Est tanpa ekspresi menatap Kamito ditengah uap.


(....K-Kenapa Est ada disini!? Bukankah dia perih ke sumber air panas princess maiden bersama Claire dkk?)


Kamito bingung. Permukaan airnya tiba-tiba berguncang, menghamburkan uapnya.


Tiba-tiba, dua tangan kecil menutupi wajah Kamito.


"...!?"


"Kamito, jangan lihat–"


"Huh?"


"Kakiku yang telanjang akan terlihat...."


Sambil menutup mata Kamito, Est menjawab malu-malu.


"...B-Benar juga. Kau harus melepas kaos kakimu karena peraturan–"


"Ya, aku sudah mempelajari peraturan sumber air panas...."


Est perlahan memutar pinggangnya.


Dengan matanya yang tertutup, Kamito merasa jantungnya berdegub kencang. Meskipun dia sudah biasa melihat tubuh Est, dia belum pernah sekalipun melihat kaki telanjangnya.


"....I-Ini adalah pemandian laki-laki. Aku ingat ada pemandian air panas sakral dipuncak dimana para roh berkumpul–"


Est perlahan menjauhkan tangannya dan dengan lembut bersandar pada Kamito, menekankan kulit putihnya erat-erat pada Kamito.


"Bagiku, disisi Kamito adalah tempat dimana aku merasa paling nyaman–"


"....H-Hei!?"


Saat Kamito bersuara seraya wajahnya merah cerah....


"Hmm, jadi ini wilayah pemandian air panas Elstein yang terkenal?"


"Ya, sudah lama sekali sejak aku terakhir kesini...."


Dari belakang pepohonan, suara para cewek terdengar.


"....Hei, bukankah ini pemandian laki-laki? Kenapa mereka kesini!?"


Dengan Est yang telanjang bulat memeluk dia, Kamito berdiri dengan panik.... Kalau dia tertangkap basah seperti ini, dia pasti akan dibakar jadi arang atau jadi salmon asin.


"Est, cepat sembunyi–"


"Apa sesuatu terjadi?"


"Ini gawat darurat. Cepat berubah jadi Demon Slayer."


Meski agak ragu, Est segera mengangguk.


"Baik, aku adalah pedangnya Kamito, keinginanmu adalah perintah bagiku–"


Berubah menjadi partikel cahaya diudara, dia berubah menjadi sebilah pedang.


Kamito meraih pedang itu dan segera menyelam kedalam air.


"–Teknik Pembunuh: Water Lily."


Ini adalah kemampuan untuk bersembunyi dibawah air yang dia pelajari di Sekolah Instruksional. Sesaat sebelum Claire dan para cewek sampai, sosok Kamito menyatu dengan air.

Bagian 6

Saat Kamito bersembunyi, Claire dan para cewek masuk ke pemandian air panas.


"Pemandian disini juga bertindak sebagai perawatan kecantikan yang bagus–"


"Pemandian ini merupakan tempat sakral, jadi berusahalah setenang mungkin."


Fianna menceramahi cewek-cewek yang gembira karena pemandian air panas tersebut. Terbiasa dengan tempat ritual pemurnian kelas atas, mereka mamasuki air secara langsung sambil menutupi dada mereka dengan tangan.


"Hmm~..."


Claire melihat sekeliling dan bergumam.


"....P-Payudara bisa mengapung di air...."


Fianna dan Rinslet duduk disamping dia dan payudara mereka setengah mengapung diatas permukaan air.


"Ya ampun, Claire sudah tumbuh sedikit."


"Jangan kuatir, awalnya punya Rubia-sama juga sangat kecil."


"....B-Benarkah?"


Dihibur oleh kedua cewek itu, Claire agak gembira setelah semangatnya yang rendah.


"P-Payudara cuma gangguan saja kalau besar...."


Duduk agak jauh, Ellis berkomentar.


"Hmm...."


"Cuma karena payudaranya yang paling besar–"


"Kesombongan semacam itu gak bisa ditoleransi."


Ketiga cewek itu menatap tajam dada Ellis.


"A-Apa yang kalian katakan.... Umm?"


Saat Ellis mau berargumen balik, tiba-tiba dia berhenti.


"....Ada apa?"


"B-Barusan, kurasa aku menabrak sesuatu yang keras...."


Ellis menatap air sambil mengernyit.


"Sesuatu yang keras?"


"Batu memang keras, kan? Gimanapun juga ini adalah pemandian air panas terbuka."


"....B-Bukan, itu gak sekeras batu. Gimana ya aku menggambarkannya? Itu sesuatu yang gak pernah kusentuh sebelumnya... Hwahhhh!"


Tiba-tiba Ellis berteriak dan melompat.


"B-Barusan, benda keras itu bergerak...."


Lalu seraya matanya berkaca-kaca, dia menatap air.


"Ada sesuatu! Sesuatu didalam air!"


"Eh!?"

Claire secara reflek berdiri dan menatap air.


Terjadi keheningan. Beberapa detik kemudian, gelembung udara kecil muncul di air.


"......!?"


Keempat cewek itu secara reflek menjadi waspada.


"...S-Scarlet!"


"Meow!"


Menanggapi panggilan Claire, kucing neraka berbalut api muncul. Scarlet meraung dan masuk kedalam pemandian air panas.


—Boom!


Saat cakar Scalet menyentuh permukaan air, kobaran api meledak dari cakarnya.


"....A-Apa sudah aman?"


Ellis mendekat penuh kewaspadaan dan menatap air tersebut.


Lalu–


"....Hmm, ini...."


Apa yang mengapung dipermukaan air adalah sebuah ranting.


"Apa, ini cuma ranting."


"U-Umm, t-tapi sensasi yang kusentuh tadi.... Apa aku salah?"


Tersipu merah padam, Ellis memiringkan kepalanya kebingungan.

Bagian 7

".....Phew. lolos juga akhirnya."


Setelah kabur secara sembunyi-sembunyi dari pemandian terbuka, Kamito kembali ke penginapan dan menghela nafas panjang.


Dia awalnya ingin bersembunyi didalam air lalu keluar, tapi saat Claire dan para cewek memasuki pemandian, dia gak bisa keluar. Tepat saat dia kebahisan udara, beruntungnya Scarlet menciptakan uap yang tebal. Memanfaatkan kesempatan ini, dia akhirnya berhasil kabur.


Untungnya Scarlet si roh api yang dipanggil. Kalau misalnya yang dipanggil itu Fenrir, dia akan membeku menjadi balok es dan tertangkap.


"....Herannya, kenapa cewek-cewek itu datang ke pemandian laki-laki?"


Berjalan di koridor, Kamito menggaruk kepalanya.


"Ya ampun, anda sudah selesai menikmati pemandiannya?"


Dia bertemu Jira yang sedang memasang selimut di kamar.


"Y-Ya, aku gak bisa berlama-lama di pemandian..."


"Astaga, padahal saya sudah menyiapkan pelayanan khusus untuk anda..."


Jira mengangkat bahu sambil terlihat jengkel.


"Pelayanan khusus.... Haaaa, jadi itu yang terjadi...."


Kamito menekan pelipis matanya.


...Sepertinya semuanya dirancang oleh dia.


"Claire akan membakarku jadi arang kalau aku mengintip."


"Fufu, seseorang selembut nona tidak mungkin melakukan itu."


Seraya Kamito menggerutu, Jira melambaikan tangannya.


"Seseorang selembut nona...."


(....Itu betul-betul gak seperti Claire yang kukenal.)


Kamito menyuarakan keraguannya dalam hati.


"....Kamito-sama, Nona Claire jadi bisa sering tersenyum."


Tiba-tiba.....


Ekspresi Jira menjadi serius dan dia berkata begitu.


"...Huh?"


Kamito membalas penuh kebingungan tanpa berpikir.


"Sejak Rubia-sama kakaknya menghianati Elemental Lord Api dan Duke serta Nyonya Elstein di penjara, nona telah berhenti tersenyum–"


Sambil memasang selimut pada tempat tidur, Jira mengenang.


"Terakhir kali saya melihat nona adalah saat dia menginap disini sebelum pergi menghadiri Blade Dance yang sebelumnya. Nona pada dasarnya telah lupa bagaimana caranya tersenyum, selalu memasang ekspresi dingin dan muram–"


"..."


Kamito mendengarkan dalam diam.


....Dia gak bisa membayangkan semua ini. Sebagai adik Ratu Bencana, Claire menjadi sasaran kebencian dan rasa takut dari warga Kekaisaran. Relitas semacam itu merupakan beban yang terlalu berat bagi seorang cewek di masa mudanya.


(Tapi sekarang, Claire–)


"Namun, nona bisa tersenyum seperti sebelumnya saat makan malam tadi. Saya benar-benar senang melihat nona menunjukkan ekspresi bahagia seperti itu...."


"....Jadi begitu."


Kamito teringat kembali saat dia pertama kali bertemu Claire. Saat itu, Claire seperti binatang penyendiri, selalu memaksakan dirinya, sampai-sampai mengabaikan semua yang ada disekitarnya.


Tapi setelah mendapatkan rekan untuk bertarung disampingnya, Claire perlahan mendapatkan kepercayaan diri didalam hatinya.


"Saya percayakan Nona Claire pada anda."


"...Ya, aku paham."


Menanggapi Jira yang menunduk dalam-dalam, Kamito mengangguk tegas.

Bagian 8

Setengah jam berlalu.


Claire dan para cewek kembali ke kamar.


"Rasakan ini, Ellis!"


"....Kau terlalu naif, makan ini!"


"Fokuskan serangan kita pada Claire, hah!"


"Hya!"


Poof. Poof poof poof.


Bantal-bantal terus beterbangan kesana kemari didalam kamar.


"...A-Apa-apaan ini?"


Duduk di tempat tidurnya, Kamito bertanya dengan mata setengah terbuka.


"Kamito, ini adalah ritual lempar bantal."


Est menjelaskan tanpa ekspresi.


"Kau tau itu, Est?"


"Ya, ritual lempar bantal merupakan sebuah ritual kuno yang setara dengan ritual hotpot misteri. Awalnya, itu merupakan sebuah ritual dimana karung-karung beras dilemparkan ke langit sebagai persembahan untuk para roh–"


"....J-Jadi begitu. Itu lebih terdengar seperti sebuah ritual yang lebih baik."


Ritual bentuknya ada banyak sekali. Apapun bentuknya, ada roh-roh yang akan senang dengan ritual-ritual aneh semacam ini selain tarian pedang yang dipersembahkan oleh para elementalis.


"Meski begitu, kau gak perlu melakukannya didalam kamar, kan....?"


"Nggak, Kamito, percuma saja melakukan ritual ini kecuali kau melakukannya di ruanganmu saat bepergian."


"Jadi begitu...."


Didepan mata Kamito, bantal-bantal terus beterbangan kesana kemari.


Oh yah, karena bantal gak akan merusak sesuatu didalam kamar, biarin aja mereka, pikir Kamito.


(.....Yah, itu mirip dengan pelatihan reflek.)


Memang, salah satu latihan di Sekolah Instruksional mirip dengan ini. Namun, bukannya bantal, mereka melempar belati dan kapak.


"T-tunggu, aku gak ahli dalam ritual semacam.... Hmmm!"


Fianna terkena lemparan bantal tepat diwajahnya.


"Kau sudah membuatku jengkel! Datanglah, Georgio.... Hbbb!"


Terkena lemparan bantal disisi kepalanya, Fianna rubuh ke kasurnya.


"Terlalu sembrono, Fianna."


Claire mengejek dan membusungkan dada kecilnya.


"...H-Hei, aku adalah putri Kekaisaran...."


....sewajarnya, dijatuhi hukuman mati karena penghinaan bukanlah hal yang aneh lagi.


"Lempar bantal adalah sebuah kompetisi serius. Meskipun Yang Mulia ikut serta, kami nggak akan menahan diri."


"Tepat, Kamito. Kau harus ikut juga–"


"Rasakan ini!"


Claire, Ellis dan Rinslet melempar bantal pada Kamito secara bersamaan.


".....Kurang ajar..."


STnBD EF 193.jpg


Kamito melompat secara reflek dan menggunakan satu tangan untuk menepis bantal yang mendekat.


"B-Bagus..."


Melihat ketiga cewek itu kagum, Kamito sedikit mengangkat bahu.


"....Baiklah, aku yang akan jadi lawan kalian semua."


"Hmph, kau gak akan bisa berbicata kayak gitu lagi setelah ini. Ellis, Rinslet, kita bersekutu!"


"Baiklah."


"Hmm, apa boleh buat!"


"Naif–"


Kamito menghindari bantal yang mendekat tepat waktu.


Lalu–


"Kamito, huammm...!"


"...Est!?"


Mendengar jeritan dibelakang dia, Kamito menoleh kebelakang. Lalu....


"Kamito, celah yang lebar!"


Poof, poof poof poof.


Bantal-bantal yang dilemparkan para cewek mengenai wajah Kamito satu per satu.

Bagian 9

Tengah malam. Kelelahan karena lempar bantal, Claire dan para cewek tumbang di kasur mereka, lalu tertidur, tertutup selimut mereka.


Masih terjaga, Kamito menyandarkankan Est yang telah kembali menjadi pedang pada dinding, lalu berbaring.


(....Sesekali bermain kayak gini bagus juga.)


Tubuhnya perlahan mendingin setelah suhunya memanas tadi. Pengaruh dari pemandian air panas memang gak main-main. Seluruh tubuhnya terasa lebih ringan sekarang.


(....Dengan kondisiku saat ini, apa aku bisa menggunakan teknik mistik itu?)


Kamito mengulurkan tangan kirinya keatas dan mengepalkan tangannya.


—Bursting Blossom Spiral Blade Dance. Tiga tahun lalu, elementalis terkuat di benua telah mengajari dia teknik pedang mistik ini.


Selama tiga tahun disaat dia bepergian di benua mencari Restia, kemampuan pedangnya telah menurun pesat.


Meskipun dia sedikit mengingatnya selama pertarungan melawan Jio Inzagi dan Velsaria, dia masih jauh dari mencapai puncak Ren Ashbell. Meski begitu, dia harus memenangkan turnamen Blade Dance melawan tim dari setiap negara.


Selain itu, ada "Ren Ashbell" lain yang ikut serta dalam Blade Dance.


(....Apa aku bisa mengalahkan dia?)


Perlahan dia menurunkan tangan kirinya yang dia ulurkan.


–Lalu, dia mendengar suara pelan dari gesekan selimut di kamar itu.


"....?"


Kamito mengangkat alisnya penuh keraguan dan menatap kegelapan.


Mengenakan piyamanya, Claire diam-diam bangun dari tempat tidurnya. Berusaha nggak mengeluarkan suara, dia diam-diam membuka pintu dan keluar dari kamar.


(...Claire?)


Kamito bertanya-tanya apakah dia harus bersuara. Dari cahaya rembulan samar yang masuk melalui jendela, Kamito melihat bagian samping wajah Claire dan ekspresi termenungnya.


Kamito diam-diam bangun dan mengikuti Claire keluar ruangan.


Claire menapaki tangga naik, sampai di balkon di lantai 3. Dengan tangannya disandarkan di pagar balkon, dia menatap kota dibawah yang terbentang di kaki gunung.


Mungkin cuma imajinasinya Kamito, tapi sosok Claire tampak agak gemetar.


"Gak bisa tidur?"


"...Kamito?"


Claire berbalik terkejut.


Matanya agak lembab.


"...Yah, karena suatu alasan.... Aku juga ingin cari angin malam."


Sambil menggaruk kepalanya, Kamito juga menatap pemandangan di kaki gunung.


"Pemandangan yang sungguh bagus."


"Ya..."


Claire mengangguk.


Rambut indahnya berkibar tertiup angin malam.


Kamito nggak mengatakan apa-apa–


Claire perlahan mengangkat tangannya dan menunjuk dataran di kejauhan.


"Disebelah dana terdapat apa yang dulunya merupakan wilayah dibawah yurisdiksi keluarga Elstein."


"Kampung halamanmu, Claire?"


"....Ya, tapi sekarang, gak ada jejak sedikitpun yang tersisa. Karena amarah Elemental Lord Api, semuanya terbakar sampai rata."


Claire menurunkan tangannya dan menghadap Kamito.


"Aku bangun karena aku ingin kesini dan melihat pemandangan dari kampung halamanku sebelum Blade Dance. Suatu hari, amu akan membuat ayah dan ibu... serta kakakku kembali kesini. Inilah keinginan sejatiku."


"......"


....Mata itu, dengan api bersemayam didalamnya, menatap lurus Kamito. Seperti api yang berkedip-kedip, didalamnya terdapat kelemahan dan kerapuhan, bukan cuma kekuatan.


Namun, justru Kamito tertarik oleh kerapuhan ini, oleh karena itu dia memutuskan mengangkat pedangnya demi dia.


Api miliknya sudah menyelamatkan Kamito dari keputusasaan setelah kehilangan Restia.


"Kamito, pinjami kekuatanmu–"


"Ya."


Kamito mengusap kepala Claire.


"....!"


"Tentu saja. Gimanapun juga aku adalah roh terkontrakmu–"


Halaman Utama