Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid14 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6 - Kembali dari Kematian[edit]

Bagian 1[edit]

Setelah tangga diturunkan dari sisi kapak, Kamito dan rekan-rekannya menaiki kapal terbang itu.

Segera setelah mereka naik, kapal itu mulai berguncang keras.

Dorongan dilakukan oleh mesin roh, memungkinkan kapal itu memgapung naik lagi.

"......Sungguh luar biasa.... Sebuah kapal bisa terbang."

Menatap kebawah dari pagar pembatas, Restia berseru takjub.

Dari sudut pandangnya saat ini, itu pasti terasa seperti pertana kalinya melihat kapal terbang atau bepergian menggunakannya.

"Ini adalah sebuah kapal militer, kan? Penampilannya benar-benar berbeda dari kapal kerajaan."

Kami pernah naik kapal kerajaan sebelumnya, Claire?"

"Pernah dulu, sekali. Saat kami masih memiliki wilayah Elstein."

"Kapalnya sangat mirip dengan pesawat tempur kelas Gigas berukuran sedang."

Ellis bergumam sembari menahan dagunya.

Seperti yang diharapkan dari seorang dan satu-satunya keluarga bangsawan yang diberi wewenang untuk memiliki kapal terbang, dia sangat berpengetahuan.

"Kelas Gigas?"

"Ya, itu adalah sebuah relik dari Perang Ranbal. Pasukan Ordesia biasanya dilengkapi dengan hal itu, tetapi kudengar bahwa kemudian, kapal-kapal tersebut berakhir hancur atau dijual pada Teokrasi."

"Lihat, sebuah roh militer terbang keluar dari Kota Akademi!"

Claire melihat ke bawah dan berteriak.

Kamito menengok dan melihat seekor monster batu berkepala dua dengan sayap raksasa—roh militer model Gargoyle tengah meluncur naik dari permukaan tanah.

"Sepertinya Claudia yang mengirimkannya."

"Tunggu, kalau kita terbang pelan-pelan, roh itu akan segera menyusul kita!"

"Santai saja. Mengingat kemampuan kapal ini, kapal ini tidak akan hancur karena seekor Gargoyle, tak peduli apapun yang terjadi."

"Hal itu sama sekali gak bisa membuatku tenang—Kyah!?"

Tiba-tiba, kapal itu berguncang keras, mengeluarkan kekuatan yang besar. Kamito bisa menahannya, tetapi ketiga gadis yang lain kehilangan keseimbangan mereka dan jatuh secara bersamaan.

"...Owah!"

Dengan demikian, dia tertabrak dan jatuh bersama mereka.

"Huahhhh, Kamito, dimana kau menyentuh!?"

"I-Ini tidak senonoh, Kamito—"

"Uh, ma-maaf.."

Memeluk tiga gadis dalam pelukannya, wajah dan lengan Kamito membuat kontak intim dengan berbagai bagian lembut dari tubuh-tubuh feminim mereka. Kamito buru-buru berdiri dan memegang pagar terdekat.

"....S-Sheesh, Su-Sungguh menjengkelkan...."

Sambil merapikan roknya, Claire menggerutu dengan wajahnya merah semua.

"Mau gimana lagi..... Tapi ada apa dengan akselerasi yang barusan—"

Angin menderu lewat saat awan-awan tertinggal dibelakang satu demi satu. Entah Gargoyle yang mengejar kapal terbang mereka atau pemandangan malam dari Kota Akademi, semuanya menghilang dalam sekejap mata, perlahan-lahan menghilang dari pandangan.

"Tak mungkin... Ini adalah sebuah kapal kuno dari peninggalan Perang Ranbal. Bagaimana bisa kapal ini terbang secepat ini?"

Ellis bergumam. Pada saat itu....

"—Terimakasih atas kesabaran kalian semua."

".....Huh?"

Suara yang tiba-tiba itu menyebabkan kelompok Kamito saling bertukar tatap.

Kamito melihat ke belakang, dan melihat seorang gadis berdiri di tangga yang menuju ke bagian dalam kapal, menatap kearah mereka.

Dia tampak berusia 14 atau 15 tahun. Rambut hitamnya dipotong sebahu. Dia mengenakan jaket bergaya militer dan celana pendek. Pakaiannya menekankan kepraktisan dan tanpa dekorasi yang tak berguna.

".....Siapa itu?"

Penuh kewaspadaan, Ellis bertanya dengan suara yang kuat.

Namun, gadis itu tetap tak terpengaruh dan menundukkan kepalanya.

"—Aku datang untuk menunjukkan jalan atas perintah master. Silahkan lewat sini."

Dengan suara dingin, tak memiliki emosi, dia menjawab.

Bagian 2[edit]

Kamito dan rekan-rekannya mengikuti gadis itu melewati sebuah lorong sempit didalam kapal tersebut. Mungkin karena telah mengenyahkan roh militer dari mengikuti mereka dan memasuki jalur yang stabil, kapal itu tidak terasa berguncang seperti yang sebelumnya. Namun, suara dari mekanisme roh yang beroperasi menjadi semakin keras saat mereka masuk lebih dalam.

Setelah beberapa saat—

".....Katakanlah, bisakah aku mengajukan pertanyaan?"

Kamito menanyai gadis yang berjalan didepan.

"Silahkan, selama pertanyaannya bisa dijawab."

"Uh, siapa master yang kau bicarakan? Kenapa kami dibawa ke kapal ini?"

"Silahkan tanyakan pada master secara."

Gadis itu menjawab dengan dingin tanpa melihat ke belakang.

"....Baik. Pertanyaan yang berbeda.... Siapa kau?"

"Aku adalah bawahan master. Hanya sebuah alat, polos dan sederhana, tak kurang dan tak lebih."

(....Sebuah alat huh.)

Mendengar jawaban itu, Kamito menjadi yakin tentang asal-usul gadis itu.

Ekspresi dingin, kurangnya emosi. Gaya berjalan tanpa adanya suara kaki. Pergerakan uanh menyerupai binatang buas yang bisa dia lihat secara samar-samar dimana-mana.

Selain itu, gadis itu sepenuhnya menghapus hawa keberadaannya ketika dia muncul barusan.

(....Kemungkinan besar, dia berasal dari fasilitas itu.)

—Berbicara tentang hal itu, maka ada suatu petunjuk pada identitas sejati dari masternya.

"Darimana kapal militer ini berasal?"

Kamito terus bertanya. Dia ingin mengumpulkan informasi sebanyak mungkin sebelum bertemu sang master.

"Kapal ini, Revenant, dibeli oleh master dari pembunuh eselon atas."

"Jadi namanya adalah Revenant(kembali dari kematian) huh."

"Tetapi tampaknya telah menjalani banyak modifikasi—"

Kali ini, Claire masuk kedalam percakapan tersebut.

"Master menyewa seorang teknisi Elfim untuk merombak kapal. Meskipun bagian luarnya tetap desain lama, mekanisme rohnya menyediakan dorongan berdasarkan pada penerapan dari mesin roh paling mutakhir."

"Mesin roh.... Jangan bilang bahwa 'benteng' milik Velsaria juga sama?"

Ellis tiba-tiba teringat komentar Claire.

"O-Oh iya, kemana perginya kakak angkatku? Aku belum melihat tanda-tanda dari dia—"

"....Kakak angkat?"

"Orang yang dibawa kedalam sebuah petikemas dibawah kapal sebelumnya—"

Lalu mengangguk paham dan menjawab:

"Lady Velsaria harus melakukan pemeliharaan di teluk medis. Kau tak akan bisa bertemu dia untuk sementara waktu."

"Pemeliharaan? ....Tentang apa itu?"

"Pengoperasian suatu elemental berlapis baja yang akan menyebabkan peregangan yang besar pada tubuh pengguna. Lamanya kegiatan hanya terbatas satu menit saja—Serangan mendadak yanh barusan telah melampaui batas waktu."

"A-Apa!? Apa sebenarnya yang dilakukan kakak angkatku disini!?"

Mendengar itu, Ellis menanyai gadis itu.

Namun, gadis itu mengabaikan pertanyaan Ellis dan berhenti didepan ruangan tertentu di lorong tersebut.

"Silahkan tunggu disini sebentar. Aku harus melapor pada master."

Setelah membuka pintu dan mengajak Kamito dan rekan-rekannya masik, dia kembali ke lorong.

Kamito dan yang lainnya memeriksa bagian dalam ruangan tersebut.

Itu adalah sebuah aula yang cukup besar dalam aebuah kapal militer. Didalamnya terdapat sebuah meja bundar dan enam kursi kulit. Tak ada yang lain lagi selain furnitur ini.

Itu tampak seperti sebuah ruang pertemuan militer, sepenuhnya sesuai dengan kepraktisan.

"....Rasanya seperti mustahil untuk bersantai di ruangan ini."

Kamito menyandarkan Demon Slayer pada dinding dan menemukan sebuah kursi untuk fisik tanpa perlu mempermasalahkan kesopanan.

"Kamito, aku tak boleh bertindak sembarangan. Mungkin aku ada suatu jebakan disini."

"Mereka tidak akan membawa kita jauh-jauh kesini jika berniat untuk menjebak."

".....Kurasa kau ada benarnya."

Tatapan Kamito kali ini mengarah pada meja.

Terbuka diatasnya adalah sebuah peta dari benua dengan Kekaisaran Ordesia ditengahnya. Bagian yang kosong dari peta tersebut penuh dengan tulisan yang menyerupai catatan, tetapi Kamito tidak mengerti semua kode militer.

....Namun, ada satu hal yang mengganggu pikirannya.

Satu titik pada peta itu ditandai dengan tanda merah.

Tempat yang tandai tersebut adalah kota suci Alexandria, ibukota Kerajaan Suci Lugia, tetangga Ordesia.

Apa maksudnya itu? Saat Kamito berpikir tentang hal itu...

"Tapi, siapa sih sebenarnya master ini?"

Ellis bergumam sendiri.

"...Sepertinya aku tau."

"Ya, aku juga—"

Mendengar komentar Kamito, Claire mengangguk dengan wajah yang menunjukkan perasaan yang campur aduk.

"Apa?"

"Orang yang melakukan ini—"

Pada saat itu, pegangan pintu terdengar diputar dan pintunya terbuka.

Clack— Suara keras dari sepatu militer terhentak di lantai—

Orang itu muncul.

"—Sudah kuduga. Kau huh?"

Kamito bergumam dan menatap dia, berdiri dipintu.

Mata merah, diselimuti tekad yang kuat. Rambut crimson panjang yang menyerupai kobaran api. Mengenakan sebuah jubah putih diatas seragam militernya, dia tampak seperti seorang jenderal dari suatu pasukan.

(....Seperti yang diduga dari dirinya. Meskipun kehilangan roh terkontraknya, dia tetap ambisius dan mengintimidasi.)

Kamito secara diam-diam menahan nafas.

"K-Kau adalah...."

Matanya Ellis terbelalak.

"Nee-sama..."

Claire menggigit bibirnya.

Claire mungkin sudah menebak sampai sejauh ini. Namun, dia tetap tak bisa berkata apa-apa, membeku dalam keterkejutan ketika orang ini muncul dihadapannya.

"—Semuanya, selamat datang di kapalku."

Akhirnya dia bicara.

Itu adalah Ratu Bencana yang telah menghilang selama babak final Blade Dance—Rubia Elstein.

Bagian 3[edit]

Kamito dan rekan-rekannya duduk bersebelahan didepan Rubia.

Gadis yang memimpin jalan sebelumnya menyiapkan roti dan teh pada meja.

Meskipun Kamito dan rekan-rekannya lapar, mereka tak punya niat untuk menyentuh sajiannya. Hanya Restia yang mengambil beberapa roti dan mulai memakannya.

Dari sudut matanya, Kamito mengamati para gadis yang duduk disebelahnya.

Berhadapan dengan sang Ratu Bencana, Ellis tampaknya sangat gugup.

....Berbicara tentang hal itu, ini mungkin adalah pertama kalinya bagi Ellis bertemu dengannya secara langsung.

Adapun untuk Claire, dia terus menunduk sepanjang waktu dan tidak berhadapan dengan kakaknya. Menurut Rinslet, Sebenarnya Claire adalah seorang gadis yang pemalu dan penakut. Selama turnamen Blade Dance, dia bisa mempertahankan sikapnya yang tegas karena tekanan dari lingkungan sekeliling, tetapi setelah dia bertemu kakaknya yang duduk dalam suasana yang tenang seperti ini, tampaknya dia kembali menjadi dirinya yang dulu.

Dibawah suasana yang tegang yang menyelimuti ruangan ini, Rubia meminum teh dengan santai. Suasana megah miliknya membuat Kamito berpikir bahwa dia benar-benar sesuai dengan namanya sebagai mantan putri duke.

Gadis itu menunduk setelah membawa teh, kemudian meninggalkan ruangan.

"Apakah cewek yang barusan adalah seorang yatim dari Sekolah Instruksional sepertiku?"

Akhirnya, Kamito memulai percakapan dengan pertanyaan ini.

Rubia perlahan-lahan menaruh cangkir tehnya kembali ke meja.

"—Memang. Dia adalah salah satu dari anak yatim yang kubawa untuk bergabung dengan pasukanku."

".....Jadi itu tepat seperti yang kupikirkan."

Gadis itu memancarkan getaran seperti orang-orang yang dibesarkan di Sekolah Instruksional. Perilaku ini membuang semua emosi yang tak diperlukan, menganggap seseotan sebagai suatu alat, sangat mirip pada Kamito sebelum bertemu Restia.

"Apakah dia satu-satunya yang ada di kapal ini?"

Ya. Aku awalnya memiliki sebanyak 30 orang sebagai bawahanku, tetapi sebagian besar diambil oleh Sjora Kahn. Mereka saat ini menjadi anjingnya Theokrasi."

Ketika dia berbisik, gejolak emosi yang halus yang bisa terlihat dalam matanya.

"Bagaimana dengan Muir dan Lily? Apakah mereka tidak disini juga?"

"Aku telah mengirim mereka ke lokasi tertentu untuk mengerjakan suatu misi penting."

"Suatu lokasi tertentu?"

"Kami sangat kekurangan dalam kekuatan tempur, baik jumlah dari roh militer dan elementalist untuk digunakan. Orang-orang itu tepat seperti untuk apa mereka dilatih."

Pada saat ini, Rubia berhenti sejenak.

"—Demi perang yang akan segera terjadi."

"Perang?"

Kamito bertanya balik.

"Apa yang kau rencanakan? Kau bahkan memperoleh kapal semacam ini!"

Nada suaranya meningkat saat dia menanyai Rubia yang ada di depannya.

Sebelumnya, Rubia telah membangkitkan kekuatan dari Elemental Lord Kegelapan yang ada didalam diri Kamito, berniat untuk menggunakan dia untuk menghancurkan para Elemental Lord.

Dia mengumpulkan roh-roh militer dimasa lalu untuk persiapan kekacauan di alam manusia setelah pembunuhan para Elemental Lord.

Namun, rencana untuk pembunuhan para Elemental Lord gagal.

Apakah pertempurannya masih belum berakhir?

"....Nee-sama, jangan bilang kau masih berencana membunuh para Elemental Lord?"

Berdiam diri sampai sekarang, akhirnya Claire mengumpulkan keberanian untuk berbicara untuk yang pertama kalinya.

Rubia menatap dia dan menggeleng pelan.

"Aku tak mampu memusnahkan para Elemental Lord. Itu adalah hal yang mustahil tak peduli seberapa kuat pasukan yang kau latih. Satu-satunya yang mampu membunuh mereka adalah sang Raja Iblis yang memegang kekuatan dari Elemental Lord Kegelapan—"

Mengatakan itu, dia menatap Kamito. Menahan tatapannya, Kamito menatap balik pada dia tanpa rasa takut.

"Perang.... Jadi apa yang kau cari dalam perang itu, Nee-sama?"

Claire melanjutkan tanpa tergagap.

Mendengar itu, Rubia mengangkat jarinua dan menunjuk pada suatu lokasi pada peta.

Yang dia tunjuk tepat di tempat titik merah.

"...Eh?"

"Saat ini, musuhku adalah Kerajaan Suci Lugia—"

".....Kerajaan Suci?"

Kamito mengernyit pada jawaban yang tak terduga tersebut.

Kerajaan Suci Lugia adalah sebuah negara yang menyembah salah satu dari lima Elemental Lord, Alexandros sabg Holy Lord. Meskipun namanya adalah kerajaan, kekuasaan administratif tak dipegang oleh raja maupun parlemen, melainkan Des Esseintes yang mana para anggotanya adalah para kardinal.

Meskipun itu adalah sebuah negara besar yang menyaingi Ordesia dan Quina, hanya sedikit yang diketahui mengenai Kerajaan Suci itu, sama seperti Teokrasi Alpa.

(....Itu memang sebuah negara yang cukup mencurigakan.)

Apa yang muncul dalam benak Kamito adala penampilan dari Ksatria Roh Suci yang ada di hutan Laurenfrost. Kapten dari para ksatria iyu, Luminaris, entah bagaimana telah mengetahui tentang kelahiran kembali Restia dan berniat untuk menangkap dia.

Namun, kenapa Rubia tiba-tiba menyebutkan nama Kerajaan Suci?

"—Kurasa aku harus memulainya secara berurutan."

"Pertama-tama, menurutmu lenyap kemana Elemental Lord yang telah kau bebaskan?"

"...Huh?"

Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Kamito bingung.

Tidak, makna literalnya tak mudah dimengerti.

Pada hari itu, setelah mendapatkan hak istimewa untuk bertemu dengan para Elemental Lord melalui kemenangan mereka dalam Blade Dance, Kamito dan rekan-rekannya telah membebaskan Elemental Lord Api dari Kegelapan Dunia Lain—Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Rubia.

"Elemental Lord Api seharusnya telah menghilang dari singgasana. Berpindah tempat ke suatu tempat di Astral Zero atau alam manusia seperti Elemental Lord Air yang telah kau bebaskan dimasa lalu—"

Memang, Elemental Lord Air Iseria Seaward telah dipindahkan dalam keadaan amnesia ke kota yang ditinggalkan, Megidoa yang berlokasi di Astral Zero. Dalam hal itu, Elemental Lord Api pasti telah dipindahkan ke suatu tempat pada saat itu, tetapi—

"Siapa yang tau. Yang aku lakukan hanyalah memurnkan Kegelapan Dunia Lain itu. Adapun untuk masalah kemana perginya Elemental Lord Api yang telah dibebaskan, aku gak tau."

Kamito menggeleng.

"Coba tebak? Lokasi Elemental Lord Api itu...."

Mengatakan itu, bibir Rubia membentuk senyum mengejek diri.

"....Memang, ini pasti yang disebut karma. Hubungan sebagai seorang Ratu."

Dia menunjukkan lambang dari mahkota api, terukir pada tangan kanannya. Bukannya segel Laevanteimm, segel ini milik Elemental Lord Api yang dia layani dulu.

"Bagaimana bisa!? Segel Elemental Lord Api seharusnya telah diwariskan pada Reicha—"

"Memang, segel roh Elemental Lord Api seharusnya telah diwariskan pada Reicha Alminas yang mewarisi aku sebagai Ratu. Namun, segel roh yang diberikan pada tidak menghilang meskipun banyak kejadian telah terjadi, entah ini sebuah kutukan atau berkah. Ini mungkin adalah suayu situasi yang tidak normal yang berasal dari Kedelapan Dunia Lain yang melahap Elemental Lord itu."

Menanggapi keterkejutan Claire, Rubia melanjutkan.

"Sejak menjadi Ratu Bencana, aku telah berusaha berkali-kali untuk menghapus segel ini. Namun, entah itu memotong dengan pisau ataupun membakarnya dengan api, semuanya tak ada yang berhasil. Setiap kali, segel ini akan muncul kembali layaknya sebuah kutukan, menyiksaku. Ironisnya, segel ini, yang sangat aku benci di masa lalu, sekatang memberitahuku lokasi dari Elemental Lord Api yang terlahir kembali—"

Tatapan Rubia mengarah pada peta itu lagi.

"Dimana Elemental Lord Api terlahir kembali, mungkinkah—"

"Tak mungkin—!"

"Memang, ibukota Kerajaan Suci Lugia—Alexandria."

Kamito terdiam.

Elemental Lord Api telah terlahir kembali di alam manusia, dan tepatnya di ibukota Kerajaan Suci—

Apa maksudnya kejadian ini? Hanya membayangkannya saja sudah membuat seseorang tak bisa berkata apa-apa.

Bayangkan saja, Elemental Lord Air dipindahkan dalam keadaan amnesia sama seperti Iseria dan seseorang, mengetahui fakta ini, berupaya mengklaim kekuatan itu untuk kepentingan mereka sendiri—

(...Itu akan setara dengan memperoleh suatu senjata ultimate yang jauh melampaui kekuatan dari roh-roh militer kelas strategi.)'

Membayangkan skenario terburuk, Kamito meneteskan keringat dingin pada keningnya. Ya, seandainya seseorang yang jahat memanfaatkan kekuatan dari Elemental Lord Api, itu akan memungkinkan bagi menghasilkan bencana penghancuran yang bahkan lebih besar daripada jatuhnya wilayah Elstein empat tahun yang lalu.

"Jadi kau melacak Elemental Lord Api—?"

"Tentu saja. Muir Alenstarl dan aku menyusup ke Kerajaan Suci bersama-sama. Namun, beberapa hari setelah kami masuk Alexandria, respon dari segel roh tiba-tiba terputus."

".....Apa yang terjadi?"

"Itu menyiratkan bahwa seseorang telah mengamankan Elemental Lord Api—"

Claire berbicara pelan dengan suara yang gugup.

"Setelah terkunci di suatu penghalang isolasi, hubungan roh terkontrak akan terputus."

"Memang. Dan pemasangan dari suatu penghalang isolasi adalah bukti bahwa seseorang menyembunyikan sang Elemental Lord Api secara sengaja. Tak perlu dikatakan lagi, penghalang itu sangat kuat yang mana bahkan itu bisa menyegel Elemental Lord Api yang dalam keadaan tidak lengkao. Tak diragukan lagi bahwa agensi tingkat negara terlibat—"

"Dengan kata lain, Des Esseintes telah mendapatkan Elemental Lord Api?"

"Itulah yang kutakutkan. Terlepas dari itu, aku telah kehilangan jejak. Kekuatanku saat ini masih tak memadai untuk menentang eselon atas dari Kerajaan Suci."

"Tetapi mengasumsikan itu yang terjadi, bagaimana Kerajaan Suci tau mengenai lokasi Elemental Lord Api?"

Kesampingkan Rubia yang merupakan mantan Ratu, orang lain seharusnya tak bisa mengetahuinya, kan?

Tunggu dulu, sebelum berbicara tentang lokasi, bagaimana bisa mereka tau tentang pembebasan sang Elemental Lord?

Eksistensi dari Kegelapan Dunia Lain mencemari para Elemental Lord seharusnya hanya diketahui oleh Rubia dan kelompoknya Kamito.

"Aku juga gak yakin mengenai hal itu. Apakah mereka mengetahuinya secara kebetulan, atau kah perpindahan dari Elemental Lord Api ke Kerajaan Suci adalah sesuatu yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang—?"

"Ngomong-ngomong, mereka tampaknya juga tau tentang Restia..."

Kamito tiba-tiba menatap Restia, yang menanggapi dengan menatap balik pada Kamito dengan ekspresi bingung.

"Tetapi apa yang direncanakan untuk dilakukan oleh Kerajaan Suci setelah mereka mendapatkan Elemental Lord Api?"

"Memonopoli kekuatan api di benua? Yah, itu hanya dugaan semata."

Mendengar dugaan Claire, Ellis menggeleng. Memang, jika ada suatu negara yang bisa mengendalikan Elemental Lord Api untuk kepentingan pembangunan mereka, mereka pasti akan memegang pengaruh yang besar atas negara-negara sekitar. Tak perlu dikatakan lagi, itu bahkan akan lebih besar lagi bagu Kerajaan Suci Lugia, sebuah negara yang besar.

"—Jika cuma sejauh itu saja yang akan mereka lakukan, maka itu akan melegakan."

"Apa maksudmu?"

Kamito bertanya.

"Kamu pasti telah melihat bahwa Kegelapan Dunia Lain merusak para Elemental Lord, kan?"

Dia tiba-tiba bertanya.

"Yeah..."

Kamito mengangguk. Dengan penampilan yang rumit pada wajah mereka, mungkin teringat apa yang mereka saksikan pada kuil Elemental Lord pada hari itu, Claire dan Ellis mengangguk.

Kegelapan sejati yang bahkan melahap kegelapan alam manusia, dan juga—

(Pasukan itu yang terdiri dari para malaikat yang tak terhitung, menggeliat dikedalaman kegelapan....)

Namun, Elemental Lord Api seharusnya telah terbebas dari kegelapan itu.

Akan tetapi, apa yang dikatakan Rubia berikutnya lebih tak bisa dipercaya.

"—Kerajaan Suci telah mendapatkan Kegelapan Dunia Lain itu."

"...!?"

Kamito dan rekan-rekannya tak bisa berkata apa-apa.

"Apa kau bilang? ....Apa-apan yang sedang terjadi?"

"Kau tau tentang kudeta di Teokrasi beberapa hari yang lalu, kan?"

"Y-Ya..."

Kamito mengangguk samar.

Kabarnya, penyihir Teokrasi, Sjora Kahn, telah mengambil alih istana Scorpia hanya menggunakan dua ratus pasukan, memenggal Hierarch Rajihal Kahn untuk institut perubahan rezim. Berita itu telah mengguncang semua negara sekitar, dengan demikian mengarah pada Konferensi Semua Negara yang diselenggarakan di ibukota kekaisaran.

"Pusat dari Teokrasi, Scorpia, seharusnya dijaga oleh roh dala jumlah yang banyak. Apa kau tidak merasa aneh kenapa bisa tempat itu diambil alih secepat itu?"

"..."

Memang, Sjora Kahn adalah seorang elementalis yang menakutkan, tetapi sulit untuk membayangkan dia mengalahkan para elit yang ada di istana seorang diri. Bahkan jika semua bawahannya merupakan para elementalis, itu bukanlah tugas yang mudah.

Melihat Kamito diam, Rubia melanjutkan.

"Menurut mata-mataku yang ada di Scorpia, semua roh yang ada di istana menjadi gila ketika dirasuki oleh kegelapan yang mengerikan."

"...! Tak mungkin—"

Kelompok Kamito teringat sesuatu dan segera saling bertukar tatap.

"—Memang. Eksistensi yang sama tampaknya menyebabkan roh-roh di Akademi Roh Areishia mengamuk juga."

Roh-roh militer yang menyerang Akademi pasti telah terrasuki oleh Kegelapan Dunia Lain.

"Des Esseintes mengendalikan kudeta Teokrasi dari bayangan. Apa kau ingat nama Millenia Sanctus?"

"Millennia Sanctus..."

Claire ingat.

"Gadis yang mengenakan penutup mata... Menunggangi roh militer yang mengamuk..."

Itu adalah gadis yang memiliki Kegelapan Dunia Lain yang bersemayam di mata kirinya.

Itu adalah nama dari gadis misterius yang bekerja sama dengan Lurie Lizaldia untuk menyerang Akademi.

"Dia adalah seorang kardinal dari Des Esseintes, kan?"

"Tepat, dia adalah seorang anggota dari Des Esseintes yang memimpin diplomasi dibalik layar tanpa pernah bekerja dipermukaan. Dia telah memperoleh Kegelapan Dunia Lain itu—"

Mata ruby milik Rubia berkobar dengan api crimson.

Bagi dia, Kegelapan Dunia Lain itu adalah musuh manusia yang harus dilenyapkan.

"Semisal Elemental Lord Api jatuh ke tangannya—"

"—Memang, itu akan menjadi neraka dunia."

Suara Rubia dipenuhi dengan tekad yang teguh.

Gambaran yang ada didalam benaknya mungkin adalah kampung halamannya, dihancurkan oleh Elemental Lord gila di masa lalu.

(—Jadi apa ini yang dia maksudkan dengan persiapan perang?)

Dia tampaknya merencanakan secara serius untuk perang melawan Kerajaan Suci.

"....Dengan kata lain, kau menyelamatkam kami untuk merekrut kami sebagai bagian dari pasukanmu?"

"Tepat. Bekerjalah dibawahku, Kazehaya Kamito."

"Bagaimana kalau aku menolak?"

"Pilihan untuk menolak tidak tersedia untukmu."

Mengatakan itu, Rubia menempatkan sebuah tanda pada peta.

Lokasi yang ditandai adalah Ostdakia, ibukota Kekaisaran Ordesia.

"Apa maksudmu?"

"Kerajaan Suci mendalangi upaya pembunuhan kaisar pada kesempatan ini."

"...Apa!?"

Kamito, Claire dan Ellis berteriak terkejut.

"Dalang utama dalam insiden pembunuhan itu kemungkinan besar adalah kakaknya Fianna, Arneus Ray Ordesia. Seorang pria lemah yang dikuasai oleh ambisi. Namun, tak diragukan lagi bahwa Kerajaan Suci mendukung dia. Mereka kemungkinan berniat untuk membuat Arneus sebagai boneka mereka."

"....Sudah kuduga. Fianna dijebak."

"Memang, dia dieksploitasi untuk melenyapkan faksi anti-Arneus."

Rubia mengangguk, kemudia menatap Kamito secara langsung.

"Kau buru-buru pergi ke ibukota kekaisaran dan menyelamatkan Fianna Ray Ordesia, kan?"

Mendengar Rubia—

"Dengan kata lain, kami ingin menyelamatkan Fianna dan kau ingin menghancurkan Kerajaan Suci, jadi tujuan kita sama?"

"Tepat. Tujuan kita sejajar."

Kamito bergumam dalam pikirannya—

(....Saran ini sebenarnya tidaklah buruk.)

Meskipun enggan dikendalikan oleh Rubia, tak ada alasan untuk menolak. Terus terang, mereka hanya lolos dari basis militer untuk sekarang ini. Dia benar-benar tidak tau bagaimana caranya untuk menyelamatkan Fianna.

Dia menatap Claire dan Ellis, yang mana keduanya mengangguk.

—Lalu, itu diputuskan.

"Dimengerti. Kalau gitu kurasa kami akan bekerja dibawahmu untuk sementara waktu, Rubia Elstein."

"—Kontrak terbentuk."

Rubia menyatakan dengan singkat, berdiri dan meninggalkan ruangan.

"Masih ada waktu sebelum kita mencapai ibukota kekaisaran. Beristirahatlah dulu."

—Kamito, Claire dan Ellis mengembuskan nafas lega setelah Rubia keluar ruangan.

".....Itu terasa sungguh melelahkan."

"Ya, bagaimanapun juga, kehadirannya sungguh kuat."

Kamito setuju dengan keluhan Ellis.

"Tetapi Kegelapan Dunia Lain...."

"Kerajaan Suci telah mendapatkan Kegelapan Dunia Lain itu, sedangkan Elemental Lord Api telah menghilang di Alexandria—"

"Sejujurnya, ini benar-benar aneh..."

—Lalu, gadis yang sebelumnya kembali ke ruangan itu.

"Kamar untuk tidur telah dipersiapkan. Silahkan beristirahat."

"Tentu, makasih."

"Tapi aku ingin bertemu dengan kakak angkatku—"

"Kalau begitu, silahkan ikut denganku."

Gadis itu mengangguk setelah mendengarkan Ellis.

"Claire, apa kamu tidak mau mengobrol dengan Rubia?"

"...Huh? H-Hmm..."

Pertanyaan Kamito menghasilkan ekspresi rumit pada wajah Claire saat dia menanggapi secara ambigu.

"....K-Kurasa... Tapi... apa yang harus kami bicarakan, aku nggak tau."

(...Yah, kurasa dia benar.)

Memahami perasaan Claire secara samar, Kamito memilih untuk tetap diam.

Setelah merasakan perpisahan selama itu, jurang besar yang ada diantara mereka tak bisa dijembatani dengan mudah.

Bagian 4[edit]

—Siapa yang tau berapa lama waktu yang telah berlalu sejak saat itu?

Dia telah telah sepenuhnya tidak bisa menghitung waktu yang berlalu. Di ruangan yang terisolasi dari cahaya dan suara ini, hanya rasa lelah dan rasa sakit yang berasal dari seluruh tubuhnya memberikan perasaan yang kuat bahwa dia masih hidup.

Dihari pertama, dia diikat pada langit-langit sepanjang waktu. Namun, setelah seorang penjaga menyadari bahwa Fianna telah menjadi sangat lemah, dia diturunkan ke lantai.

Ini bukan karena penjaga itu mengasihani Fianna. Itu hanya karena Arneus telah memberi perintah agar dia tidak mati dulu.

Dengan tangan dan kakinya masih terikat erat oleh rantau, tak ada yang bisa dia lakukan.

—Pada saat ini, dia mendengar langkah kaki samar diluar pintu.

Cahaya samar berasal dari pintu yang terbuka sedikit membuat Fianna membuka matanya.

Yang masuk kedalam adalah seorang princess maiden muda dalam pelatihan.

Membawa sebuah nampan yang berisikan air dan roti, dia dengan lembut meletakkannya di lantai dalam jangkauan Fianna.

Sebelumnya, dia benar-benar mengabaikan Fianna tak peduli apapun yang dikatakan padanya. Lebih seperti, dia telah diperintahkan untuk bertindak seperti ini.

—Tetapi kali ini berbeda. Gadis muda itu berbicara untuk yang pertama kalinya.

"Putri Kedua, hari eksekusimu telah diputuskan—"

Gadis itu melaporkan dengan takut-takut.

"Tiga hari dari sekarang, upacara untuk kenaikan Arneus ke tahta kekaisaran akan diadakan. Eksekusi Putri Kedua akan dilakukan setelah upacara tersebut."

"...Begitukah? Terimakasih."

Fianna menjawab lemah dan gadis itu menunduk, meninggalkan ruangan itu dengan buru-buru.

"....Aku... akan dieksekusi ya?"

Dia bergumam pada dirinya sendiri saat merenungkan sesuatu yang terasa sepenuhnya tidak nyata.

Kehendaknya untuk berontak yang sebelumnya kini telah sepenuhnya hilang.

Kesadarannya semakin buram. Bahkan untuk berpikir saja sangatlah sulit.

(...Kamito-kun, aku ingin bertemu denganmu untuk yang terakhir kalinya. Claire dan yang lainnya juga—)

Dalam keadaan linglung, menarik rantai pada lengannya, dia mencuil roti. Roti inu keras dan hitam tak seperti yang disajikan di istana. Mustahil untuk menelannya sampai dicelupkan di air sampai lunak.

Saat dia mencelupkan roti tersebut, mengarahkan pada mulutnya dan hendak menggigitnya...

Giginya menyentuh sesuatu yang keras.

Mengernyit, Fianna meludahkannya.

Benda itu jatuh dilantai dengan suara generincing. Sebuah batu seukuran kacang.

Tidak, setelah diperiksa lebih cermat, dia mengetahui bahwa itu bukanlah batu biasa. Batu itu transparan dan mengeluarkan cahaya samar.

(....Mungkinkah ini adalah sebuah kristal roh?)

Kristal roh merupakan mineral yang sangat mahal dan tak mungkin tercampur kedalam roti secara tak sengaja.

(Kenapa ini ada disini...?)

Memfokuskan kesadarannya yang kabur, dia tiba-tina menyadarinya.

—Tak diragukan lagi, seseorang telah mencampurkannya secara sengaja

Saat dia menyadari hal itu, kesadaran Fianna pulih sepenuhnya.

Dia mengambil roh kristal itu dari lantai dan menuangkan kekuatan suci kedalamnya melalui jari-jarinya.

Meskipun hubungan ke Astral Zero terganggu, seorang princess maiden tingkat tinggi seperti Fianna masih bisa untuk memeras sejumlah kecil kekuatan suci dari tubuhnya sendiri.

Segera, cahaya kristal roh itu menjadi lebih kuat—

"....Putri.... Yang Mulia.... Bisakah kamu mendengarku...?"

Suara yang sangat samar, disertai oleh perubahan, mencapai telinga Fianna.

Suara yang tak dikenali sebelumnya. Kualitas suaranya juga jelek, ditambah lagi fakta bahwa kristal roh itu berukuran kecil, itu mustahil untuk mengenali suata itu kecuali itu adalah suara yang familiar.

"....Siapa?"

Fianna bertanya pelan. Tentu saja, ini bisa saja sebuah perangkap yang dipasang oleh Arneus, tetapi dia tak punya apa-apa dibawah situasi saat ini.

"....Seseorang memintaku untuk menyelamatkanmu... Aku sekutumu."

(....Seseorang?)

Fianna mengulangi didalam benaknya.

Itu masih tidak jelas suara siapa itu. Tetapi jika benar-benarada seseorang seperti itu—

Beberapa wajah muncul dalam benak Fianna.

Yang pertama dia pikirkan adalah teman-temannya, Kamito, Claire dan para gadis, tetapi Akademi sangatlah jauh dari sini. Bahkan mungkin saja mereka tidak tau tentang keadaannya yang dipenjara saat ini.

Para bangsawan dalam faksi anti-Arneus seharusnya semuanya sudah ditahan. Keluarga Duke Fahrengart menjaga netralitas politik meskipun bukan bagian dari faksi Arneus, sehingga mereka mungkin tidak akan melakukan pergerakan.

Ayah Fianna, sang kaisar, tak memiliki kasih sayang keluarga terhadap dirinya. Selain itu, dia saat ini menderita karena racun roh iblis, terdiam di ranjang.

Permaisuri kaisar juga tidak ada. Mengikuti dengan patuh aturan Divine Ritual Institute, dia membuat dirinya sendiri tak terlibat dalam politik. Dan Putri Pertama Linnea tidak hanya mementingkan dunia fana ini, tetapi juga mengabaikan Fianna yang dulu pernah kehilangan kekuatan dari roh terkontrak.

Orang-orang itu kemungkinan besar tidak akan mengulurkan bantuan pada Fianna.

Jika demikian, yang tersisa adalah—

(Kepala sekolah...?)

Dia adalah satu-satunya orang yang bisa Fianna pikirkan.

Greyworth memiliki bawahan-bawahan didalam Umbra. Disaat insiden itu terjadi, dia bahkan berkata dka memperoleh seorang pion yang menakjubkan. Meskipun Greyworth sendiri di penjara juga sebagai hasil dari insiden itu, tidaklah mustahil bagi penyihir itu untuk mengerahkan pengaruhnya sembari berada dalam penjara.

Menganggap orang ini bagian dari Umbra, wajar saja bisa menyembunyikan identitasnya.

".....Menyelamatkan aku, bagaimana caranya?"

Kuil itu dijaga ketat. Bahkan suatu ksatria operatif khusus dari Umbra akan menghadapi tantangan yang cukup sulit untuk misi penyelamatan.

"....Tunggu saja. Ketika saatnya tiba, kamu akan diselamatkan."

"Waktu? Tapi aku akan dieksekusi tiga hari lagi."

"Ya, sebelum itu, rekan-rekan Yang Mulia akan tiba untuk menyelamatkan kamu."

"...Huh?"

Fianna terkejut.

"Apa maksudmu?"

"Itu terjadi kemarin. Kazehaya Kamito dan teman-temannya ditangkap di Kota Akademi."

"Kamito-kun dan yang lainnya!?"

Fianna melebarkan matanya.

"Mereka dianggap berkonspirasi dengan Putri Kedua—kemungkinan ikut serta secata tidak langsung dalam upaya pembunuhan kaisar. Bagaimanapun juga, mereka adalah rekan timmu."

"Tidak mungkin—"

"Santai saja. Mereka sepertinya telah berhasil kabur dari penjara. Setelah itu, mereka terbang naik suatu kapal tak dikenal. Tak diragukan lagi, mereka akan menyelamatkan kamu dalam waktu tiga hari kedepan."

"....Mustahil. Mereka akan ditangkap oleh Ksatria Kekaisaran setelah mereka datang kesini!"

Fianna mau tak mau mengeraskan suaranya.

Menyusup ke ibukota kekaisaran untuk menyelamatkan Fianna akan sangat berbahaya.

Dan juga, ada para Number disini.

"Selain itu, bagaimana caranya mereka menyusup ke ibukota kekaisaran?"

"Itu sebabnya aku akan bertindak. Untuk menerima.... mereka..."

"...?"

Statis muncul dalam suara itu.

Cahaya kristal roh perlahan-lahan melemah. Akhirnya, suara itu tak lagi bisa terdengar.

Bagaimanapun juga itu adalah sebuah kristal roh kecil. Kekuatan roh itu mungkin habis.

Untuk menghindari adanya barang bukti, Fianna menghancurkan kristal roh itu dan menelannya.

"Kamito-kun..."

Kamito-kun datang untuk menyelamatkan aku—Kemungkinan ini memberi dia secercah harapan terakhir.

—Jika begitu, aku tidak boleh membuang waktu disini.

(...Benar, aku tak mau menjadi putri yang tragis.)

Tiba-tiba teringat sesuatu, Fianna menggigit bibrnya.

Lalu dia membenamkan jarinya pada pendarahan yang dia derita.


Sebelumnya Bab 5 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 7