Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid16 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3 - Reuni[edit]

Bagian 1[edit]

Beberapa hari telah berlalu setelah insiden serangan Greyworth yang mengguncang Dracunia dari atas sampai bawah.

Para Knight of the Dragon Emperor telah melakukan pencarian secara menyeluruh di dasar jurang, tetapi tidak mendapatkan hasil apa-apa. Tak sedikitpun jejak Greyworth yang bisa ditemukan.

Namun, Kamito tidak terkejut.

(Perempuan tua itu bukanlah tipe orang yang akan mati semudah itu...)

Mungkin aku akan bersilangan pedang dengan dia lagi—Tidak, aku yakin pasti akan bersilangan pedang lagi. Kamito merasakan firasat itu dengan jelas.

Sambil menunggu kembalinya Rubia dan kapalnya dari menjemput Muir dan Lily di Kerajaan Suci, Kamito melatih kemampuan pedang gandanya siang dan malam.

Sekarang Restia telah kembali, akan lebih baik untuk melatih keseimbangannya dalam menggunakan pedang ganda, memberi dia lebih banyak ketajaman ketika melawan Greyworth. Bagaimanapun juga, ilmu pedang yang Greyworth ajarkan pada Kamito hanya terdiri dari kemampuan ksatria orthodok, yang mana pergerakannya bisa dilihat seluruhnya oleh Greyworth.

"Kamito, nggak ada perlunya menggunakan pedang roh kegelapan. Aku saja sudah cukup."

Ketika Kamito berlatih ayunan pedang, Est berbicara dengan suara yang benar-benar tanpa ekspresi sembari berada dalam wujud pedang.

"Begitukah? Kupikir itu mustahil si Penyihir Senja itu akan kalah hanya dengan menggunakan Nona Roh Pedang saja, kan?"

"Kami akan menang. Meskipun tanpa roh kegelapan, Kamito dan aku akan menang."

"Hei, kalian berdua, bisakah kalian akur..."

Meletakkan kedua pedang itu di lantai, Kamito mendesah.

...Argumen-argumen didalam pikirannya seperti ini akan melemahkan konsentrasinya.

"Est, bukankah kamu seperti seorang kakak yang baik ketika Restia hilang ingatan?"

"Yah—"

Est nggak bisa berkata apa-apa.

"Fufu, baikan yuk, Onee-chan."

"Diam kau, roh kegelapan—"

Pedang baja itu bersinar dan menyala dalam kegeraman yang terlihat jelas.

Bagian 2[edit]

".....Syukurlah, kalau saja mereka berdua bisa akur lebih baik lagi."

Setelah mengakhiri latihannya dengan kedua roh terkontraknya dan mandi di tempat pemurnian untuk membasuh keringatnya, Kamito pergi ke fasilitas pengobatan ksatria dimana Leonora dirawat.

Terluka oleh pedang terkutuk milik Greyworth, Leonora memerlukan pemulihan. Dia akhirnya siuman pagi ini dan Kamito mendengar nahwa dia telah pulih sampai titik dimana boleh dijenguk.

Sampai di ruang penyembuhan, Kamito mengetuk pintu.

"Ini aku, Leonora. Boleh aku masuk?"

"Kamito? Y-Ya, nggak masalah—"

Mendengar jawaban itu, Kamito membuka pintunya dengan lembut.

Lalu.....

".....Apa-apaan itu!?"

Mau nggak mau Kamito berteriak terkejut.

Didepan matanya adalah pemandangan yang benar-benar tak terduga.

Duduk di ranjang, Leonora dengan lembut mengelus perutnya yang buncit yang berada dibalik selimut.

"A-Apa, apa apa...."

"....? Apa ada masalah, Kamito?"

"K-K-Kamu, itu...."

Melihat mulut Kamito yang buka-tutup—

"Ohh, maksudmu anak ini?"

STnBD V16 048.jpg

Leonora tersenyum sambil terkikih.

"Ini semakin besar, makasih untuk benihmu—"

Dia mengatakan itu dengan sangat alami.

"...!?"

Kata-kata mengejutkan tersebut membuat pikiran Kamito nge-blank sesaat.

"....T-Tunggu dulu! Aku nggak ngelakuin apa-apa!"

Kamito berteriak panik.

...Itu terjadi di hari ketika Kamito dan rekan-rekannya tiba di Dracunia. Mengajak Kamito berkeliling ibukota naga, Leonora mengajak dia untuk naik sebuah kamar terbang pribadi, sebuah Dragondola, dan bahkan meminta benih Kamito ketika mereka berada didalam kamar itu.

"A-Apa-apaan yang sedang terjadi..."

Melihat Kamito masih kalang-kabut....

"....Ya ampun, Kamito, nggak bisakah kamu bermain-main sedikit?"

"Huh?"

Leonora mengangkat bahu dan tersenyum masam sebelum membuka selimut diatas perutnya.

Apa yang terungkap dibawahnya adalah—

Cukup besar sampai bisa dipeluk seseorang, sebuah telur yang permukaannya memiliki warna lapis lazuli.

"Oh—"

Kamito ingat tentang telur jenis ini. Itu adalah telur drake yang pernah dia lihat di ibukota naga, di toko yang menjual produk khas lokal.

"Ini diberikan padaku oleh seorang teman dari Knight of the Dragon Emperor, karena suatu legenda tua mengatakan bahwa telur drake memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka dan menghilangkan rasa sakit."

"K-Kamu...."

Bergumam mati-matian, Kamito mendesah lega.

"....Yah, kamu tampak seperti lebih sehat dari yang aku bayangkan. Aku senang sekali."

Melangkah masuk kedalam ruang penyembuhan, dia duduk di kursi disamping ranjang.

"Apa lukamu sudah baikan sekarang?"

"Pada dasarnya, ya. Itu berada dalam kondisi kritis beberapa saat, tapi sepertinya tahap itu sudah lewat."

Seperti yang di harapkan dari seseorang yang membuat kontrak dengan naga roh yang memiliki berkat termasuk penguatan fisik. Kemampuan pemulihannya jauh melampaui orang biasa meskipun masih dibawah Kamito, yang dilindungi oleh kekuatan dari Ren Ashdoll sang Elemental Lord Kegelapan.

"Apa kamu bisa makan secara normal sekarang?"

"Ya, nggak ada masalah... Tapi sekarang aku ngidam steak."

".....tidak, kupikir steak kurang bagus."

Sambil membuat komentar tajam, Kamito mengeluarkan beberapa buah dari tas. Dikenal sebagai buah naga, bentuknya seperti sisik naga dan dikatakan memgandung kekuatan suci kualitas tinggi.

Tepat saat Kamito menggunakan sebuah pisau buah untuk mengupas kulitnya yang keras—

"Kamito—"

"Hmm?"

"Kami menepati janjimu padaku."

Kata Leonora.

Janji yang dia sebutkan mungkin mengacu pada permintaannya pada Kamito teoat sebelum dia pingsan.

Lindungi Raja Naga, lindungi Dracunia— Itulah yang dia katakan pada Kamito.

"....Orang yang menyelamatkan Raja Naga adalah Restia, bukan aku."

Kamito menggeleng untuk menanggapinya. Malahan, dia menganggap dirinya sendiri adalah orang yang salah sebab dia meninggalkan Raja Naga karena dia gagal menyadari kalau serangan Greyworth adalah pengalihan.

"Tidak, kamu melindungi Dracunia. Aku menyatakan rasa terimakasihku padamu atas nama Knight of the Dragon Emperor. Makasih Kamito."

Menatap wajah Kamito, Leonora tersenyum lembut. Melihat senyum polos seperti itu dari dia, berkebalikan dengan perilakunya yang biasanya yang menyerupai seekor naga ganas, Kamito mau tak mau merasa terpesona.

"Uh, gimana ya, itu nggak termasuk itungan..."

Sambil berhati-hati untuk tidak menunjukkan ketenangan batinnya yang sudah kacau, Kamito berusaha mati-matian untuk berbicara setenang mungkin.

"Uh, apa ada hal lain yang bisa aku lakuin?"

Sebagai balasan untuk bantuan Leonora di ibukota Ordesia, dia berjanji untuk membalas budi pada dia.

Sesuatu seperti melindungi sang Raja Naga adalah sesuatu yang akan dia lakukan bahkan tanpa perlu dimintai oleh Leonora. Menganggap itu sebagai menepati janjinya adalah sesuatu yang tak bisa diterima Kamito secara pribadi.

"Kalau begitu, seorang anak—"

"Apapun selain yang itu."

"...Hmm, memilih sesuatu selain anak, itu adalah pilihan yang cukup sulit."

Menempatkan jarinya di bibirnya yang manis, Leonora mulai berpikir secara serius... Apa-apaan itu.

Setelah beberapa saat, dia perlahan-lahan mengangkat wajahnya—

"K-Kalau begitu, b-bisakah kamu membantuku membasuh tubuhku?"

"Huh?"

"Uh, karena tidur diranjang begitu lama, aku berkeringat cukup banyak."

"Uh, bukankah lebih baik untuk meminta perempuan yang ada di fasilitas untuk hal semacam itu?"

"Kamito, bukankah kamu mengatakan kamu akan melakukan apapun?"

Leonora cemberut penuh ketidaksenangan.

"Yah, uh..."

"Aku hanya meminta bantuanmu untuk membasuh keringat yang menyebabkan aku merasa nggak nyaman. Atau kamu mengakui kalau kamu memiliki pemikiran-pemikiran bejat?"

"B-Baiklah...."

Kamito menggeleng dengan panik ketika Leonora melototi dia.

(...Haaaah, gimanapun juga aku sudah berjanji.)

Kamito mencelupkan handuk di sebuah wadah air yang ada di meja sebelah ranjang, lalu memerasnya.

Leonora menghadapkan punggungnya pada Kamito dan melorotkan mantelnya. Lekuk elegan dari punggungnya selembut porselen putih.

Kamito dengan gugup menahan nafasnya, lalu segera membulatkan tekadnya dan mengusapkan handuk tersebut pada punggung Leonora.

"...Hyah... Mmmm♪"

Seketika, tubuh Leonora sedikit bergetar.

Kamito sedikit menghela nafas dan mulai menyeka punggungnya yang pucat dengan hati-hati.

Sembari mengalihkan tatapannya dan berusaha untuk tidak menatap payudaranya yang besar, Kamito dengan cermat menyeka keringat dari punggungnya. Meskipun ada otot-otot lentur pada tubuhnya, kulitnya sangat lembut dan halus kontras dengan sosoknya yang memegang sebuah pedang besar. Kemungkinan, ini adalah karena efek penguatan fisik dari sihir atribut naga, yang mana menghindari keperluan untuk meningkatkan otot-otot yang tak diperlukan.

"...Ah... Ahhhh♪"

Ketika Kamito menyentuh punggung bagian bawahnya. Leonora mengeluarkan suara aneh.

"A-Apa-apaan sih!?"

"C-Caramu menyentuhku terasa agak erotis...."

Leonora berbicara dengan penampilan gelisah.

"O-Otakmu yang ngeres!"

"Y-Ya, aku tau.... Tapi, disana... Ah♪"

"Kamu'nya yang terlalu sensitif!"

"M-Maaf, sebenarnya ini, pertama kalinya, kulitku, d-disentuh seorang pria...."

Memerah, Leonora menjelaskan secara canggung.

"A-Aku paham...."

Diberitahu sesuatu seperti itu secara langsung, Kamito nilai merasa jantungnya mulai berdetak kencang juga.

"Oh, uh, aku bisa menyeka bagian depannya sendiri, jangan khawatir."

"Ya, tolong lakukan sendiri, jangan suruh aku...."

Teringat pemandangan dari payudaranya di Dragondola, Kamito tersipu.

Sembari jantungnya berdetak tak terkendali, Kamito menyelesaikan tugasnya untuk memyeka punggungnya, mencelupkan handuk itu ke air dan memerasnya lagi.

Mengenakan mantelnya lagi, Leonora menundukkan kepalanya malu-malu. Tersipu agak mereka, lelehnya tampak sangat seksi.

"Makasih banyak, Kamito. Itu terasa nikmat."

Dengan ekspresi malu, Leonora berterimakasih pada dia.

"....N-Nggak masalah."

Kamito mengangguk secara ambigu sebagai tanggapan lalu batuk ribuan dan berfoto dari kursinya.

"K-Kalau Nah Itu sudah waktunya bagiku untuk pergi. Aku akan mengganggumu kalau kelamaan disini."

"B-Benarkah? Aku nggak nganggap kamu mengganggu..."

Leonora bergumam dengan sedikit kekecewaan. Lalu fia beralih ke ekspresi serius.

"Selanjutnya kamu akan menuju ke Theocracy. Ekstra berhati-hatilah. Selama Blade Dance, aku pernah bertarung sekali dengan si penyihir bernama Sjora Kahn dan merasakan aura berbahaya dari dia."

".....Ya, aku tau."

Kamito mengangguk.

"Aku benar-benar ingin pergi untuk membantumu, tetapi sayangnya, aku masih harus memulihkan diri selama beberapa saat sebelum aku bisa bergerak dengan bebas. Selain itu, kalau aku membantu, pendapat publik mungkin mulai mengatakan bahwa Ordesia Yang Sah mengandalkan kekuatan Dracunia, jadi—"

"Itulah pendapat yang penting. Makasih, Leonora."

Kamito mengulurkan tangan kanannya dan Leonora memegangnya erat-erat.

"Semoga kamu dan rekan-rekanmu diberkati oleh Perlindungan Naga. Mari kita melakukan tarian pedang bersama setelah aku sembuh."

"Ya, aku menantikannya."

"Tentunya, aku nggak mengacu pada tarian pedang malam hari."

"Ya, aku tau!"

Dihadapkan dengan yang pipinya memerah, Kamito langsung membantah.

(...Astaga, cara dia berpikir selalu seperti seekor naga, itulah Leonora.)

Meninggalkan ruang perawatan, Kamito memdesah jengkel sambil berjalan disepanjang koridor.

Akan tetapi, sisi itu dari Leonora juga merupakan bagian dari pesonanya.

Lalu—

"Woi, berhenti disana, Raja Iblis Malam Hari!"

"......?"

Mendengar teriakan penuh kemarahan yang tiba-tiba, Kamito melihat kebelakang.

Di ujung koridor yang jauh adalah ajudan Leonora, Yuri El Cid. Melotot pada Kamito dengan tatapan yang menakutkan, dia mendekat dengan cepat.

Mengidolakan Leonora, Yuri mengancam Kamito dengan rasa permusuhan sejak Blade Dance karena reputasi Kamito yang dirumorkan sebagai Raja Iblis Malam Hari.

"...A-Ada yang bisa aku bantu?"

Terintimidasi oleh suaranya yang angkuh, Kamito bertanya.

"Kami baru saja menerima pesan lewat naga terbang. Teman-temanmu sudah kembali dari Dragon's Peak."

Bagian 3[edit]

Di area pendaratan naga terbang di pangkalan militer ibukota naga, Kamito menyambut Claire dan para cewek.

Dia dihidangkan Teh Naga yang terkenal ketika menunggu di teras di area pendaratan. Setelah setengah jam, dia naga terbang berukuran sedang tiba dari atas Gugusan Pegunungan Kelbreth.

"Oh, tampaknya mereka sudah tiba...."

Berdiri, Kamito melambai dari tengah zona pendaratan.

Segera setelahnya, kedua naga terbang yang membawa Claire dan para cewek perlahan-lahan mendarat setelah berputar satu kali di udara.

"Makasih atas kesabaranmu, Kamito-kun. Sudah seminggu nggak jumpa."
"Kamu sudah menunggu cukup lama, Kamito."

Yang pertama mendarat adalah naga yang membawa Fianna dan Ellis.

Menaruh barang bawaan mereka yang berat di tanah, kedua cewek itu tampaknya cukup optimis menilai dari ekspresi mereka.

"Bagaimana latihan kalian berdua?"

Ketika Kamito bertanya, kedua cewek itu bertukar tatap.

"Tentu saja sangat baik!"
"Memang, aku merasa aku telah berkembang yang bahkan mengejutkan diriku sendiri."

Mereka berdua mengangkat jempol.

"Aku mengerti. Memang benar bahwa aku merasakan suatu getaran yang benar-benar berbeda dari kalian dibandingkan sebelum latihan."

Kamito memberi pendapat jujurnya. Berlatih di Sekolah Instruksional, Kamito bisa merasakan kenaifan dan kurangnya pengalaman seperti siswa pada umumnya dari mereka sebelumnya, tetapi kesan ini telah lenyap sekarang.

(...Sulit dipercayai mereka bisa berubah sedrastis itu hanya dalam pelatihan selama seminggu. Latihan macam apa yang mereka jalani?)

Saat Kamito berpikir demikian...

"Fufu, apa kamu tampak sedikit lebih matang bagimu sekarang?"

Terkikih, Fianna merangkulkan tangannya pada Kamito.

"...H-Hei, Fianna!?"

Tersipu seketika, Kamito berteriak. Lalu....

"B-Berhenti, apa yang kau lakukan pada Kamito, dasar putri bejat!"

"Yang Mulia, i-itu sangat curang!"

Dengan suara cambukan, Claire dan Rinslet juga mendarat.

Claire bergegas mendekati Kamito dan menarik lengan Fianna dari Kamito.

Fianna menjulurkan lidahnya dengan cara yang nakal dan melepaskan Kamito.

"Sheeeeesh, cukup sudah...."

Claire bergumam kebingungan.

Kamito dengan lembut menepuk kepala Claire.

".....Huahhh, apa yang kau lakukan!?"

"Aku senang sekali kalian semua baik-baik saja. Kudengar Dragon's Peak adalah tempat yang berbahaya."

Fianna dan Ellis mengangguk.

"Ya, itu adalah tempat yang berbahaya seperti yang dikabarkan—"

"Memang. Aku nggak pernah menyangka itu akan jadi pelatihan semacam itu...."

"....Seperti apa tepatnya latihan itu?"

Ketika Kamito bertanya penasaran, keempat cewek itu menceritakan pengalaman latihan mereka di Dragon's Peak.

Didataran tinggi yang diselimuti kabut tebal, Scarlet menemukan sebuah kuil kuno, yang mana disana ada Vritra sang naga hitam disegel seribu tahun yang lalu, mengakhiri kuasanya atas wilayah ini. Lalu mereka meminjam situs bersejarah dari naga hitam itu untuk digunakan berlatih—

"Tunggu, seekor naga hitam? Apa kalian baik-baik saja?"

Di pertengahan cerita, Kamito mau tak mau menyela untuk bertanya.

"Menurut naga hitam itu, dia kehilangan kekuatannya ketika Est nampaknya menghadapi dia seribu tahun yang lalu. Apa yang kami temui adakah seekor makhluk aneh yang menyerupai seekor kadal gepeng."

"....Masih ingat, Est?"

"Nggak."

Ketika Kamito bertanya, Demon Slayer yang menggantung di pinggangnya menjawab secara acuh tak acuh.

"....Aku mengerti. Oh yah, jadi, kalian berlatih di reruntuhan kuno, kan?"

"Tepat. Kami memasuki reruntuhan tersebut dan diteleport secara individual ke dimensi alternatif kami masing-masing."

Menurut Claire, situs kuno itu rupanya merupakan sebuah tempat untuk arena duel satu lawan satu melawan seseorang yang harus dilampaui. Claire menghadapi kakaknya, Rubia. Sedangkan Fianna, Ellis dan Rinslet masing-masing harus menghadapi lawan khusus yang ditakdirkan mereka sendiri-sendiri.

"Sama seperti aku, Rubia-sama juga muncul. Tapi bukannya dia yang saat ini, itu adalah Rubia-sama empat tahun yang lalu, orang yang gagal aku hentikan."

"Yang aku temui adalah diriku sendiri yang putus asa karena gagal menyelamatkan Judia."

"A-Aku menghadapi Ren Ashbell-sama."

"A-Aku mengerti...."

Mendengar apa yang dikatakan Ellis, Kamito berpaling, agak malu.

...Gimanapun juga, latihan yang telah diselesaikan Claire dan para cewek benar-benar berbeda dari yang disediakan Akademi.

"Semuanya sudah berusaha begitu keras—"

Tepat saat Kamito bergumam....

"Tampaknya banyak yang terjadi disini juga."

Claire berbicara dengan ekspresi serius.

"Apa kamu sudah mendengar tentang insiden itu?"

"Ya, dalam perjalanan kembali, kami mendengar dari para Knight of the Dragon Emperor. Dari apa yang mereka katakan, Kamito, kau bertarung melawan kepala sekolah di jembatan ketika dia menyerang Benteng."

"Uh, tentang kepala sekolah—"

Melihat Ellis mulai berbicara khawatir, Kamito menggeleng.

"Greyworth jatuh ke jurang. Meskipun para ksatria Dracunia mencari keberadaannya, tak ada yang bisa ditemukan."

"Begitukah—"

Ellis tertunduk dab menggigit bibirnya.

"....Dia masih hidup, kan?"

"Ya, perempuan tua itu nggak akan mati meskipun kau berusaha membunuh dia."

"K-Kurasa kau benar...."

"Ya. Memang begitu."

Bagi para siswa Akademi seperti para cewek ini, Greyworth adalah pahlawan yang paling mereka hormati.

"Kita mungkin harus melawan Greyworth lagi. Ketika saatnya tiba, mari kita sadarkan dia bersama-sama."

"Ya—"

Claire dan para cewek bertukar tatap dan mengangguk tegas.

"—Tapi sebelum itu, kita harus menyelamatkan putri Theocracy terlebih dahulu."

"....Benar. Kapan Rubia-sama dan yang lainnya kembali?"

Melihat ke langit dimana para naga terbang dari Dracunia berputar-putar, Fianna bergumam pelan.

Bagian 4[edit]

Ternyata, secara kebetulan dimalam hari dihari yang sama, Kamito dan rekan-rekannya menerima laporan bahwa Revenant telah kembali ke pangkalan militer Dracunia setelah pergi ke Kerajaan Suci.

"Itu seperti dia tau kapan latihan kita selesai."

Timing yang sempurna ini mengejutkan Claire.

"Ya...."

Spekulasinya mungkin benar. Tak diragukan lagi bahwa memandu Claire dan para cewek ke kuil naga hitam adalah niat Rubia. Tak akan berlebihan untuk membayangkan Rubia memperhitungkan berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan pelatihan mereka.

Kamito dan rekan-rekannya buru-buru mengemas barang-barang mereka dan bertemu di pangkalan militer.

Meskipun Leonora ingin mengantar kepergian Kamito, dia dengan enggan mengalah ketika Kamito berulang kali menyarankan agar dia mengutamakan pemulihan diatas yang lainnya. Sebaliknya, para Knight of the Dragon Emperor menggantikan dia dan menyediakan roh-roh militer tipe terbang sebagai bantuan untuk Ordesia.

"Ini adalah roh terbang tipe Vouivre[1] Yang secara resmi dipakai oleh para ksatria Dracunia. Meskipun tidak cocok untuk pertempuran, mobilitasnya yang tinggi dan kemampuan berbelok yang lincah bisa sangat berguna."

"Terimakasih banyak. Gimanapun juga, selain Ellis, kecepatan pergerakan kami merupakan kelemahan kami."

Kamito dengan senang menerima tablet segel yang diserahkan oleh Yuri sang Wakil Kapten.

"Jangan sampai mati, Tim Scarlet. Meskipun kami kalah dari kalian ketika Blade Dance, kuharap dimasa depan bisa bertarung lagi melawan kalian."

"Jangan khawatir. Kami siap setiap saat."

Claire mengangguk tanpa kenal takut dan menyetujuinya.

"Semoga dewi fortuna ada dipihak kalian. Semoga Ordesia Yang Sah diberkati oleh Perlindungan Naga."

Dipimpin oleh Yuri, para Knight of the Dragon Emperor memberi hormat secara serempak.

Dibawah penerangan pangkalan militer, lambung kapal Revenant mendarat di tanah.

Pintu kapal terbang itu segera terbuka dan tangga setapak turun.

Lalu, sosok mungil dari seorang gadis muda muncul dari pintu tersebut.

"Onii-sama~!"

"...M-Muir!?"

Berlari kearah Kamito dari bawah tangga itu, dia melompat ke dadanya Kamito.

Kamito buru-buru merentangkan lengannya dan menangkap gadis mungil itu.

"Ahah, Onii-sama, aku sangat merindukanmu!"

"Muir, aku nggak bisa bernafas...."

Menggantung di leher Kamito, Muir sangat gembira.

Twintailnya mengusap-usap pipinya, menggelitik dia.

Saat hal ini terjadi pada Kamito, dia merasakan tatapan-tatapan dingin menikam punggungnya.

"T-Tak bisa dipercaya, membuat seorang gadis muda seperti itu memanggil dia 'Onii-sama'...."
"Tidaklah mudah untuk mengubah pendapatku, tetapi pada akhirnya, sifat sejatinya tetaplah seorang Raja Iblis yang keji."
"Aku harus menasehati Leonora-sama untuk menghabisi dia....!"

Dia memutar kepalanya, yang dia lihat, para Knight of the Dragon Emperor membisikkan kata-kata berbahaya diantara mereka sendiri. Kepercayaan yang dia bangun dengan melindungi Leonora nampaknya telah jatuh ke titik terendah.

Sementara itu, para anggota Tim Scarlet....

"Haaaah, Kamito-kun nggak berubah sedikitpun."
"Mm-hmm."
"Sama seperti biasanya."
".....~!"

....di suatu titik, kepercayaan mereka terhadap Kamito tidak berubah sama sekali.

Hal itu memenuhi Kamito dengan perasaan yang campur aduk—

"T-Tunggu, cukup sudah. Menjauhlah sekarang!"

Pada saat itu, rambut merah milik Claire berdiri dan dia berteriak marah.

"Ada apa emangnya? Apa kamu mau berkelahi denganku, Onee-chan? Meskipun kami sangat lemah."

Muir tersenyum dengan sikap merendahkan dan membantah.

"S-Segalanya telah berubah sejak kekalahan kami yang terakhir kali! Kami sudah menjadi lebih kuat!"

"Hmph, sungguh? Kalau begitu ayo main lagi lain kali, tapi sekarang aku nggak mood untuk main. Onii-sama harus main denganku."

Masih memeluk Kamito dan menolak untuk menjauh, Muir menjulurkan lidahnya.

".....~a-a-akan aku ubah kau jadi arang!"

Saat Claire mengangkat cambuk api ditangannya....

"Muir, apa yang kau lakukan? Berhentilah buat perkara ditempat seperti ini."

Rekan Muir, Lily buru-buru menuruni tangga.

"Bukan sebuah konflik, hanya menyapa. Halo."

"Syukurlah..."

Melihat Muir sepenuhnya nggak peduli, Lily mendesah penuh dengan kelelahan mental.

"Halo, lama tak jumpa, Lily."

Ketika Kamito menyapa dia...

"Hmph, nggak pernah kusangka aku akan berkelompok denganmu lagi—"

Mata crimsonnya, keunikan dari ras Elfim, menatap Kamito.

Berperingkat keenam di Sekolah Instruksional— Lily Flame adalah seorang ahli dalam memata-matai dan penyusupan. Dulu saat mereka berada di Sekolah Instruksional, dia sering berkelompok dengan Kamito dalam mengerjakan misi. Meskipun mereka adalah musuh di Blade Dance, Kamito menganggap dia sebagai seseorang yang sangat bisa diandalkan saat mereka berada dipihak yang sama.

"Aku hanya mengerjakan perintah dari Cardinal. Aku nggak berencana untuk akrab denganmu."

"Ya, aku tau."

"Woi kalian. Kalau mau reuni sih nggak masalah, tapi cepatlah naik ke kapal—"

Mendengar suara yang tiba-tiba berasal dari dalam kapal, Kamito dan rekan-rekannya mendongak terkejut.

"Kakak!"

Ellis berteriak keras.

Dengan jubah putih murni tersampir pada dirinya, Velsaria Eba muncul di tangga.

"Kakak, apa kesehatanmu sudah baikan sekarang?"

"Ya, nggak ada masalah."

Dihadapkan dengan pertanyaan Ellis yang penuh kekhawatiran, Velsaria mengangguk ringan. Lalu dia berkata:

"Yang lebih penting lagi, Revenant akan menuju ke kota Mordis di Theocracy."

"Mordis?"

"Benteng dimana pasukan pemberontak dari Theocracy berkumpul. Saat ini Cardinal ada disana."

Bagian 5[edit]

"...O-Ooh... Ooh..."

Didalam kegelapan yang pekat tanpa bisa mendengar dan melihat....

Seorang cewek yang dirantai mengerang kesakitan.

Rambutnya sangat indah. Memiliki mata mempesona yang sama yang bersinar merah seperti mata kakaknya. Cewek ini tak lain tak bukan adalah Saladia Kahn, sang putri kedua dari Theocracy Alpha.

Dihari terjadinya kudeta di Scorpia, dia menentang upaya kakaknya untuk membunuh ayah mereka yang merupakan sang raja, Rajihal Kahn, dan berakhir dipenjara disini, penjara terburuk di Zohar.

...Setelah itu, tak ada yang tau sudah berapa lama waktu yang berlalu.

Didalam kegelapan ini yang terisolasi dari segala sumber cahaya, inderanya untuk merasakan waktu semakin pudar. Pada tingkat ini, dia kemungkinan besar akan melupakan identitasnya sendiri suatu hari nanti.

Dia masih bisa mengenali dirinya sendiri, berkat pelatihannya di Divine Ritual Institute, tetapi jika itu adalah orang lain, maka pasti sudah gila sejak lama.

Kebenaran dari kegelapan ini adalah sebuah penghalang isolasi yang dibuat oleh sebuah kultus penyihir. Tak peduli seberapa lama, tak ada roh yang bisa menghancurkan penghalang ini dari dalam.

(...Kenapa kakakku belum membunuhku?)

Dia menanyai dirinya sendiri dengan pertanyaan ini berulang kali.

Setelah membunuh ayah mereka dan mengambil kendali dari pemerintahan Theocracy, seharusnya nggak ada gunanya bagi dia untuk membiarkan Putri Kedua Saladia Kahn tetap hidup. Faksi-faksi yang menentang Sjora mungkin bersatu dibawah nama Saladia. Atau mungkin, itulah tepatnya niatnya Sjora. Apakah Sjora berencana menggunakan Saladia sebagai sandera untuk melenyapkan tentara pemberontak dalam satu kali libas ketika mereka datang untuk menyelamatkan dia?

....Mustahil untuk membaca pemikiran Sjora. Sejak turnamen Blade Dance, dia berubah. Meskipun sejak awal dia adalah seorang pengatur siasat yang licik, Sjora seharusnya bukanlah seseorang yang akan mengambil tindakan nekat seperti ini.

(Memang, hampir seolah dia telah dirasuki sesuatu—)

Tepat saat dia tenggelam dalam pikirannya....

"—Hei, kau yang disana? sang putri kedua, yang mewarisi garis keturunan dinasti Kahn?"

"Huh?"

Saladia terkaget mendengar suara yang tiba-tiba tersebut.

Itu bukanlah princess maiden yang biasanya membawa makanan dan air.

Sebaliknya, itu adalah suara pria muda, menyerupai suara seekor binatang ganas.

"....Siapa kau?"

Tetap waspada, Saladia bertanya pelan.

"Ditanya malah balik tanya. Apa kau Putri Kedua Saladia Kahn dari Theocracy?"

"....Ya, memang. Aku putri kedua."

—Meski merasa tersinggung oleh pria kasar ini, dia masih menjawab.

Meskipun pengunjung itu tak diketahui identitasnya, setidaknya dia tidak tampak bekerja untuk kakaknya.

"....Aku mengerti. Ha, sepertinya aku beruntung kali ini."

Pria itu tertawa riang dari sebrang kegelapan. Sesaat setelahnya, kegelapan yang menyegel penglihatan dan pendengaran Saladia hancur oleh cahaya dari sebuah kristal roh, segera menerangi sekeliling.

Cahaya yang tiba-tiba memasuki matanya menyebabkan Saladia mengerang.

Saladia tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu karena dia memakai tudung yang sampai menutupi matanya.

"Langsung saja. Apa kau tau lokasi Pyramid?"

"....Pyramid?"

"Ya, dikabarkan itu adalah tempat dimana jasad Raja Iblis Solomon di kubur setelah dia tewas seribu tahun yang lalu. Dikatakan bahwa lokasi rahasia tersebut diwariskan pada generasi ke generasi, hanya diketahui oleh mereka yang mewarisi garis keturunan kerajaan—"

Saladia terdiam. Tentu saja, dia tau tentang Pyramid tersebut. Ayahnya, Raja Rajihal Kahn telah memberitahu dia saat dia menyelesaikan ritual pengontrakan dengan roh terkontraknya.

Akan tetapi, kenapa pria ini tau tentang rahasia ini, yang mana tak pernah disebutkan pada siapapun dikuat keluarga kerajaan?

"Mari kita buat kesepakatan. Aku akan membantumu melarikan diri dari tempat ini dan sebagai imbalannya, kau akan membawaku ke Pyramid itu."

"....Apa niatmu?"

Saladia meminta sebuah jawaban serius dari dia. Bagaimana bisa rahasia terbesar dari kultus Raja Iblis diberitahukan pada dia di tempat ini dimana mereka bisa saja didengar orang lain? Menunjukkan jalan untuk dia lebih nggak masuk akal lagi.

"Bukan urusanmu. Lupakan itu, cepat buat keputusan. Meskipun aku sudah menjatuhkan semua penjaga, akan sulit untuk melarikan diri setelah bala bantuan datang. Aku nggak mau menghabiskan sisa hidupmu disini, kan?"

"....Hmm, itu—"

Saladia menggigit bibirnya dan berpikir secara mendalam. Pria ini sangat berbahaya. Nalurinya sebagai seorang princess maiden mengatakan itu. Akan tetapi, ini bisa saja merupakan satu-satunya peluangnya untuk kabur dari genggaman kakaknya.

"Akankah kau bisa membawaku keluar dengan aman dari kota ini?"

"Ya, aku menjaminnya. Meskipun aku menemukan lokasi makam itu, pintunya tak akan terbuka tanpa adanya seseorang yang berdarah kerajaan, kan?"

"....Kau tau cukup banyak."

Saladia mendesah penuh kepasrahan dan membuat keputusan.

....Motif pria ini tak diketahui. Akan tetapi, memerima tawarannya masihlah lebih baik daripada menjaga rahasia keluarga kerajaan sembari menunggu eksekusi untuk dirinya sendiri di tempat ini.

"Baiklah. Misalkan kita berhasil kabir dari Zohar dengan aman, maka aku akan membawamu ke Pyramid tersebut."

"Hmph, setuju."

Pria itu mendengus.

"Bersumpahlah, dengan nama rohmu."

"Kau nggak mempercayai aku?"

"Prinsipku adalah tidak mempercayai siapapun."

Mendengar jawaban pria muda itu, Saladia menggelengkan kepalanya penuh kekesalan.

"Aku dengan ini bersumpah atas nama roh terkontrakku Scheherazade—"

Setelah melantunkan kata-kata sumpah tersebut, tubuh Saladia memancarkan cahaya remang dari kekuatan suci.

Bersumpah atas nama roh adalah sumpah tertinggi bagi seorang elementalist. Pada saat melanggar sumpah, seseorang bisa kehilangan kekuatan dari roh terkontrak.

"Apa kau puas sekarang?"

"Yah, lumayan—"

Mengangguk puas, pria itu melepas tudungnya.

Mengungkapkan wajah kecoklatan dari seorang pria muda dengan mata yang jahat.

"Dan namamu?"

Ketika Saladia bertanya, pria itu tertawa bengis, menunjukkan taringnya.

"Aku Jio Inzagi—penerus Raja Iblis."

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Vouivre: nama lain dari Wyvern, reptil mistis yang hidup di Perancis.


Sebelumnya Bab 2 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 4