Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid18 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2 - Sacred Maiden[edit]

Bagian 1[edit]

"....Sacred Maiden, katamu?"


Suara Kamito menggema didalam celah dimensi itu.


Kamito sama sekali gak bisa memahami apa yang dikatakan Solomon.


"...Apa yang kau maksud adalah Sacred Maiden Areishia?"


"Tepat."


Solomon mengangguk dan menjawab untuk meyakinkan Kamito.


"Identitas sejati dari apa yang tertidur didalam Peti Mati Raja Iblis adalah jiwa Sacred Maiden yang telah hilang seribu tahun yang lalu."


"....Apa maksudmu?"


Kamito mendengar bahwa sisa-sisa Raja Iblis lah yang di segel didalam Peti Mati tersebut.


Tapi tidak, Kamito sendiri sejak awal gak percaya pada eksistensi dari hal semacam itu.


Dia menganggap ini lebih seperti sebuah legenda yang dibuat oleh Penganut Raja Iblis untuk memperkuat keyakinan mereka.


Akan tetapi, pria ini mengatakan bahwa Sacred Maiden tersegel didalam sana.


"Lelucon ini sama sekali gak lucu."


Kamito menggeleng.


"Setelah mengalahkan Raja Iblis, Sacred Maiden Areishia seharusnya berubah menjadi batu karena kutukan Demon Slayer."


Kamito pernah melihat mimpi Est sebelumnya.


Didalam mimpi itu, Kamito menyaksikan saat-saat terakhir dari Areishia Idriss.


Dia melihat seluruh tubuhnya berubah menjadi batu karena kutukan pedang suci, lalu hancur berkeping-keping—


"Ya, tubuh fisik Sacred Maiden berubah menjadi batu dan hancur."


Solomon mengangguk dan mengakuinya.


Akan tetapi, dia melanjutkan.


"Batu ini, berisikan divine power milik Sacred Maiden, berubah menjadi kristal roh paling murni di dunia. Bahkan sekarang, kristal itu terus menyegel jiwa Sacred Maiden didalamnya."


"....! Jangan bilang—"


Kamito membelalakkan matanya.


"Memang, kristal itu adalah hasil dari Sacred Maiden Areishia yang berubah menjadi kristal."


Solomon menyatakan dengan nada suara yang tenang.


"Apa...!?"


Kristal roh raksasa itu memproyeksikan roh Iris.


(...Aku gak bisa percaya bahwa kristal itu berasal dari Sacred Maiden.)


Menghadap Kamito yang terdiam—


Solomon mengatakan pernyataan yang bahkan lebih mengejutkan.


"Dia masih hidup, hanya tersegel didalam kristal, dalam keadaan tertidur."


"Apa kau bilang...?"


Kamito gak bisa berkata apa-apa.


Pengungkapan ini betul-betul gak bisa dipercaya.


Dalam keadaan normal, seseorang pasti akan menertawakan hal gak masuk akal seperti ini.


Akan tetapi, orang yang memberitahu ini pada Kamito adalah—


Tak lain tak bukan adalah Solomon sendiri, sang Raja Iblis dalam legenda, meski dia cuma pecahan ingatan saja.


Dan kristal roh raksasa itu memang betul-betul ada.


"Misalkan apa yang kau bilang itu memang benar—"


Kamito mendesah dalam-dalam dan mulai berbicara.


"Kenapa kau menjaga sesuatu seperti itu?"


Lalu—


"—Kalau begitu, ijinkan aku menanyakan sebuah pertanyaan padamu. Pertama-tama, apa itu Sacred Maiden?"


Raja Iblis menjawab dengan pertanyaannya sendiri.


"Apa-apaan itu, kenapa melenceng?"


"Jawab aku."


Solomon menatap tajam mata Kamito.


"Sacred Maiden adalah musuh alami Raja Iblis. Mahluk yang diciptakan oleh Lima Elemental Lord Agung untuk melenyapkan Raja Iblis."


Kamito mengangkat bahu dan menjawab.


Saat babak final Blade Dance saat mereka bertarung, Rubia memberitahu hal ini pada dia.


Sacred Maiden adalah kelahiran yang berlawanan dalam menanggapi kebangkitan Raja Iblis.


"Tepat. Seperti yang kuharapkan dari penerusku."


"Apa kau mempermainkan aku?"


Kamito menatap Raja Iblis sambil menyipitkan matanya.


"Memang, para Elemental Lord memberi dia kekuatan yang besar sebagai seorang elementalis. Akan tetapi, Alexandros—sang Penguasa yang berdiri sebagai pemimpin dari Kelima Elemental Lord—juga memasukkan sebagian dirinya sendiri, apa yang kau sebut dengan jiwa, kedalam Areishia Idriss."


"...Apa kau bilang?"


Alexandros. Pelaku sebenarnya yang menciptakan Raja Iblis Solomon—


Dia memasukkan sebagian dari dirinya sendiri pada Areishia Idriss?


"...Apa yang terjadi? Apa tepatnya maksudnya ini?"


"Aku curiga itu adalah untuk mencegah Sacred Maiden dari kehancuran sebagai sebuah wadah." Kata Solomon


"Tubuh seorang manusia tak bisa menampung kekuatan yang diberikan oleh para Elemental Lord. Oleh karena itu, Holy Lord menjadikan dia sebuah wadah yang sesuai dengan memasukan sebagian dirinya pada Sacred Maiden."


"....Jadi begitu."


Itu masuk akal.


Seperti mayoritas orang yang mewarisi kekuatan Elemental Lord Kegelapan berubah menjadi Nepenthes Lore, kekuatan besar yang diberikan oleh para Elemental Lord akan melampaui kemampuan tubuh manusia.


"Jadi itu alasannnya kenapa kami menyegel Sacred Maiden."


Solomon berbicara dengan tenang.


"Awalnya, setelah Sacred Maiden menyelesaikan misinya untuk menghancurkan Raja Iblis, jiwa yang dimasukkan kedalam tubuhnya seharusnya kembali ke Holy Lord. Akan tetapi—"


"Aku paham sekarang—"


Kamito akhirnya mengerti.


Berubah menjadi batu karena kutukan Terminus Est—


Membawa jiwa Holy Lord bersama dia, dia tersegel didalam kristal roh itu....?


"Dengan kata lain, Iris dan kau menyegel jiwa Holy Lord. Apa itu maksudmu?"


Jika jiwa Holy Lord yang ada didalam Sacred Maiden tetap tersegel—


Maka itu gak bisa bereinkarnasi dari era ke era seperti Elemental Lord Kegelapan.


"Memang. Adapun untuk alasannya, karena kau sudah melihat masa laluku, gak ada perlunya bagiku untuk menjelaskannya."


Apa yang memicu sang pahlawan, pria dari Kerajaan Zoldia, menjadi Raja Iblis adalah karena kesempatan yang ditawarkan oleh Holy Lord Alexandros, pemimpin dari para Elemental Lord.


Menciptakan Raja Iblis dengan tangannya sendiri, disisi lain— Sambil memberi sebagian jiwanya pada Sacred Maiden untuk menghancurkan Raja Iblis.


Kenapa Holy Lord melakukan hal semacam itu?


"Menyegel jiwa Holy Lord Alexandros didalam Sacred Maiden merupakan hal terakhir yang bisa kulakukan untuk penebusan dosa dan membalas dendam karena membawa bencana mengerikan pada benua."


Kamito bisa melihat api samar menyala didalam mata pria muda itu.


"....Akan tetapi, segel Sacred Maiden telah dihancurkan oleh Kerajaan Suci."


"Ya, memang."


Raja Iblis mengangguk.


Pada saat itu, apa yang menyerupai suara gempa bumi terdengar dari kejauhan.


Solomon menengadah.


Mengikut tatapannya, Kamito melihat banyak retakan kecil menyebar pada ruang gelap itu.


"...Apalagi sekarang?"


"Makam Raja Iblis runtuh. Dimensi ini akan segera lenyap."


"Apa yang akan terjadi saat dimensi ini lenyap?"


"Kau akan terjebak didalam celah dimensi, tak bisa kembali ke alam manusia."


"....! W-Woi!?"


"Tenanglah. Aku akan mengantarmu keluar dari sini dengan aman."


Bilang begitu, Solomon mulai merapal mantra dalam bahasa High Ancient.


Sebuah retakan muncul disertai cahaya terang masuk melalui retakan tersebut.


"Kota Raja Iblis ini akan menghilang. Pergilah secepat mungkin sebelum Sacred Maiden sepenuhnya bangkit. Jika tidak, dia akan menghabisimu, sang Raja Iblis."


"....Ya, aku mengerti."


Kamito mengangguk.


Meskipun dia cukup penasaran dengan kontraktor Est seribu tahun lalu, karena sekarang Holy Lord terlibat, itu adalah masalah yang sepenuhnya berbeda.


Dia harus bertemu dengan Claire dan yang lainnya lalu meninggalkan kota secepat mungkin.


"Ngomong-ngomong, ijinkan aku memberikan ini padamu, Raja Iblis juniorku. Sebuah hadiah perpisahan dariku."


Mengatakan itu, Solomon mengeluarkan sesuatu dari saku dadanya.


"....Apa ini?"


Kamito memiringkan kepalanya.


Itu adalah sebuah cincin perak kuno tanpa hiasan apapun.


"Sebuah cincin yang digunakan oleh Raja Iblis di masa lalu. Ini pasti akan berguna bagimu."


"...Gak ada kutukan aneh pada cincin itu, kan?"


"Tenanglah, kau akan baik-baik saja."


"Apa maksudnya....?"


Dengan mata curiga, Kamito menerima cincin tersebut.


"Selanjutnya, aku punya satu hal lagi—"


"Apa lagi?"


"Ya, ambil ini juga.... Topeng Iblis terkenal dalam legenda."


Entah dari mana, dia mengambilnya—


Sebuah topeng yang terlihat sedikit gak asing.


...Itu sangat mirip dengan topeng Raja Iblis palsu yang dibuat oleh Rubia.


"Tidak, terimakasih, aku gak mau."


Kamito menolaknya.


"Kenapa? Ini adalah artifak sihir kelas legendaris yang cuma bisa didapatkan penganut Raja Iblis dalam mimpi mereka."


"Siapa juga yang menginginkan sesuatu yang gak jelas seperti itu!"


"Aku gak percaya kau menyebutnya gak jelas..."


Raja Iblis kaget... Dia terlihat sedikit terkejut.


Memasukkan cincin itu kedalam sakunya, Kamito berdiri didepan retakan itu.


Dia menoleh ke belakang.


"Apa yang akan terjadi padamu setelah Kota Raja Iblis menghilang?"


"Eksistensiku layaknya pantulan di permukaan air. Aku akan menghilang setelah piramida itu lenyap."


"Jadi begitu...."


Dengan ekspresi campur aduk, Kamito menundukkan kepalanya.


Solomon Yelsion, Raja Iblis yang terlahir seribu tahun lalu.


Kamito bertanya-tanya apa dia terlalu sentimental... Tapi setelah bertemu dengan seseorang seperti dia untuk pertama kalinya, dia merasakan semacam kesetiakawanan.


"Jangan memasang penampilan seperti itu, penerusku. Senang sekali bertemu denganmu."


"...Terimakasih sudah menjagaku."


"Gak perlu. Mengirim para pengelana tersesat ke jalan mereka adalah tugas utamaku."


Menatap Kamito, yang tersenyum sambil menundukkan kepalanya, Solomon tertawa riang.


Setelah berjabat tangan dengan sang Raja Iblis, Kamito melangkah masuk kedalam retakan tersebut.


"Berjalanlah di jalan yang berbeda denganku, Kazehaya Kamito."


Dengan kata-kata terakhir ini—


Pandangan Kamito menjadi putih polos.

Bagian 2[edit]

"....! Tempat ini....?"


Saat dia membuka matanya—


Kamito mendapati dirinya berada di alun-alun kota, agak jauh dari piramida.


Ditempat dia membeli cincin sebagai hadiah untuk Est.


Hampir semua bangunan yang ada di sekitar telah rubuh. Debu yang tebal menyebar di udara.


Dia mau bangun saat sebuah gempa bumi terjadi. Udara berguncang karena raungan yang mengerikan.


(...Apa itu?)


Menengadah ke langit, Kamito mengernyit.


Dia melihat seekor naga merah, dipenuhi sisik yang merah menyala, bertarung di udara melawan seekor burung raksasa.


Naga merah itu menyemburkan api. Disaat yang sama, burung raksasa itu mengepakkan sayapnya untuk menciptakan badai.


Ini adalah pertarungan diantara roh-roh tingkat tinggi, jarang ditemukan meski di Astral Zero.


"Kenapa roh-roh seperti ini...? Ngomong-ngomong, apa yang sebenarnya terjadi!?"


Kamito menggerutu tentang Raja Iblis Solomon yang gak lagi ada.


(Setidaknya katakan padaku apa yang terjadi diluar sebelum mengembalikan aku...)


Yang jelas, berada dibawah roh-roh ini akan sangat berbahaya.


Kamito berdiri dan bersiap meninggalkan alun-alun. Lalu...


Segel roh ditangan kirinya bereaksi.


"Kamito, menghilang kemana kamu!?"


Dengan kilatan kegelapan didepan matanya, cewek berpakaian hitam muncul.


"Restia—"


"Sheesh, aku terus memanggilmu sepanjang waktu!"


Dengan sayap hitam legam terbentang, roh kegelapan yang cantik itu mendarat di tanah.


Dia membawa Demon Slayer di tangannya.


Sepertinya Est kehabisan kekuatannya saat pertarungan melawan Lurie.


"...Maaf, aku mengunjungi Raja Iblis sebentar."


"...?"


Mendengar itu, Restia mengernyit kebingungan.


"Kita bicarakan nanti saja. Kita harus segera keluar dari sini secepatnya."


Retakan lain terbuka di tanah, menyebabkan bangunan di alun-alun runtuh.


Sebuah bayangan menyerupai seekor raksasa bertanduk bisa terlihat dibalik debu yang mengepul.


Selain roh-roh yang bertarung di langit, ada roh-roh yang mengamuk di kota.


"...Darimana roh-roh ini berasal?"


"Mereka adalah roh-roh milik Raja Iblis yang disegel."


"Roh-roh milik Raja Iblis?"


"Ya, beberapa dari 72 roh yang diperintah oleh Raja Iblis disegel disini, mungkin bertindak sebagai penjaga Kota Raja Iblis seperti Sphinx. Akan tetapi, karena piramidanya menghilang, mereka mulai mengamuk."


"...Jadi begitu. Itu sebabnya mereka semua merupakan roh-roh yang merepotkan."


Karena mereka dulunya digunakan oleh Raja Iblis, naga merah dan burung raksasa itu pastinya gak lebih lemah dari roh kelas archdemon.


"—Eh, tunggu sebentar. Apa barusan kamu bilang piramidanya menghilang?"


Pada pernyataan Kamito, Restia menunjuk ke belakang dia.


"Lihat. Piramidanya, yang bahkan sihir roh gak bisa merusaknya sedikitpun, telah lenyap sepenuhnya."


".....!?"


Kamito berbalik untuk melihatnya—


Restia benar. Piramidanya telah menghilang.


Yang menggantikannya adalah sebuah pilar cahaya, bersinar dengan cahaya suci.


Akan tetapi, karena suatu alasan, cahaya yang indah ini tampak gak menyenangkan bagi Kamito.


(Sacred Maiden Areishia—)


Sambil menatap pilar cahaya suci itu dengan wajah tegang, Kamito bergumam dalam hati.


Kontraktor Est seribu tahun lalu.


Mahluk dengan jiwa Holy Lord Alexandros tersegel didalamnya.


Dan juga—


(...Orang yang melenyapkan Raja Iblis, huh?)


Apa pilar cahaya itu tanda dari kebangkitan Sacred Maiden?


Dengan ekspresi serius, Kamito mengarahkan tatapannya pada Restia.


"Apa Claire dan yang lainnya sudah kabur dari sini?"


"Siapa yang tau? Mengingat situasi saat ini, kabur bukanlah hal yang mudah."


"Jadi begitu...."


Suara Kamito dipenuhi dengan kekhawatiran. Meski sudah berkumpul, mereka masih berada di tengah Ghul-a-val, Gurun Merah Kematian. Tanpa kapal pasir, mereka gak punya cara untuk pergi.


(...Solomon sialan itu, menyuruhku pergi. Ngomong memang gampang! Tapi gimana caranya aku kabur?)


Kamito menggerutu dalam hati pada Raja Iblis itu. Lalu—


"Apa itu, Kamito?"


Restia menanyai dia dengan penasaran.


Restia menatap saku dada seragam Kamito.


"Oh, ini? Seseorang memberikannya padaku—"


Kamito mengeluarkan cincin itu dan menunjukkanya pada Restia.


Seketika, Restia melebarkan matanya.


"Kamito, bukankah itu cincin Raja Iblis!?"


Roh kegelapan ini yang sangat tertarik dengan artifak-artifak sihir mengepakkan sayapnya penuh kegembiraan.


"Kamito, darimana kamu dapat cincin ini?"


"Dia sendiri yang memberiku."


"....?"


"Lupakan soal cincin ini untuk sekarang. Kita harus cari cara untuk keluar dari sini—"


"Apa yang kamu bicarakan!? Kamito, tuangkan divine power kedalam cincin itu."


"...Eh?"


"Tuangkan divine power pada cincin itu. Cepat—"


"B-Baik..."


Didesak oleh Restia, Kamito menuangkan divine power pada cincin itu sambil ekspresi kebingungan terpampang jelas di wajahnya.


Lalu, kata-kata dalam bahasa High Ancient muncul di permukaan cincin.


"Apa ini? Ada kata-kata yang muncul."


"Jangan khawatir. Kalau ini adalah Cincin Raja Iblis yang asli—"


Restia menengadah.


Lalu, Sesuatu yang mencengangkan terjadi.


Salah satu dari dua roh yang bertarung di langit diatas, burung raksasa, meninggalkan naga merah dan meluncur ke arah Kamito, melesat lurus kearah alun-alun.


"Restia, burung raksasa itu mendekat!"


"Gak usah kuatir."


Akan tetapi, Restia tenang-tenang saja, menggunakan tangannya untuk menahan rambutnya yang tertiup angin.


Roh burung raksasa itu mengepakkan sayapnya di udara dan mendarat di alun-alun.


Mata burung pemangsa itu, yang bersinar emas, menatap Kamito.


...Kamito merasa seperti dia akan dimakan kalau dia bergerak.


"...Apa!?"


Saat Kamito membeku terkejut—


Restia dengan lembut membelai paruh burung raksasa itu dan menoleh pada Kamito.


"Kamito, roh burung raksasa ini, Roc, adalah pelayan setiamu."


"Apa yang kamu bicarakan?"


"Cincin ini memiliki kekuatan untuk mengendalikan 72 roh di bawah komando Raja Iblis. Bersama dengan Garb of the Lord dan Demon's Mask, semua itu dikenal sebagai artifak-artifak legendaris."


"Cincin ini?"


Kamito dengan cermat memeriksa cincin yang bersinar redup itu.


Nyatanya, roh burung raksasa yang tadi bertarung dengan ganas di langit, berdiri diam dengan patuh seolah menunggu perintah Kamito.


"Jadi orang itu memberi sesuatu yang begitu berharga, huh?"


"Kalau kita menggunakan roh ini, harusnya mudah untuk mencari Nona Kucing Neraka dan yang lainnya, dan melintasi gurun juga."


Restia membelai paruh Roc. Roh burung raksasa itu mendengkur, ternyata suaranya menggemaskan.


"Aku gak sepenuhnya yakin, tapi gak ada waktu buat ragu-ragu..."


Kalau Kota Raja Iblis ini runtuh, Kamito dan rekan-rekannya kemungkinan besar akan terjebak didalam celah dimensi, diluar alam manusia maupun Astral Zero.


Memegang cincin itu erat-erat, Kamito melompat menaiki burung raksasa itu.


"...Uh, yang perlu ku lakukan adalah memberi perintah?"


"Ya."


"Kalau begitu... Terbanglah, Roc si roh burung raksasa!"


Pada perintah Kamito—


Roc mengepakkan sayapnya, naik ke langit diatas Kota Raja Iblis yang dipenuhi debu dan asap.

Bagian 3[edit]

"....! Jadilah arang!"


Flametongue milik Claire menghantamkan serangan kuat pada raksasa bermata satu yang merangkak keluar dari retakan di tanah.


Akan tetapi, roh raksasa itu gak tampak menerima luka.


Sambil menyeringai, roh raksasa itu mengangkat tangannya berusaha menangkap Claire.


"Claire!"


Lalu, Ellis menyerang punggung raksasa itu dengan ujung tombak Ray Hawk.


Clang! Serangan ini menghasilkan percikan api yang berhamburan seolah dia memukul baja menggunakan tombaknya.


Memanfaatkan kesempatan saat raksasa itu teralihkan perhatiannya, Claire segera bergerak menjauh...


Raksasa itu cuma menggaruk punggungnya dengan santai, sepenuhnya tak terpengaruh.


"Sial, aku gak bisa menimbulkan kerusakan sedikitpun, huh..."


Ellis menampilkan kecemasan pada wajahnya. Setelah bertarung melawan para Sacred Spirit Knight, dia dan Claire telah menggunakan divine power dalam jumlah besar. Hanya mempertahankan elemental waffe mereka saja sudah cukup kesulitan.


Roh-roh kuat yang muncul dari bawah tanah satu per satu memblokir jalur Claire dan Ellis. Kekuatan seorang elementalis nampaknya menarik para roh ini.


"...Kuh, ini gak ada habisnya!"


Claire berbicara sambil terengah-engah.


"Ya, ini sangat sulit...."


Ellis menancapkan Ray Hawk pada tanah dan mengeluh. Setelah bertarung satu lawan satu melawan Luminaris dan menggunakan sihir roh untuk terbang secara terus-menerus, dia sudah pada batasnya.


"Beristirahatlah dulu. Aku dan Scarlet akan membuka jalan."


"Tapi...."


Roh raksasa itu menyebabkan gempa bumi sambil mendekati mereka.


"Ayo maju, Ortlinde—"


Tepat saat Claire hendak melepaskan teknik ultimate miliknya, pelepasan nama sejati....


"Taring es beku, melesat dan tembuslah—Freezing Arrow!"


Panah es yang tak terhitung jumlahnya menghujani kepala raksasa itu.


Karena matanya terkena tembakan dengan akurasi yang tinggi, raksasa itu mengeluarkan raungan mengerikan dan berguling di tanah karena kesakitan.


Claire terkejut dan melihat kearah datangnya hujan panah itu—


"Nyaris sekali, Claire."


Diatas tumpukan puing-puing. Rinslet membusungkan dadanya, memegang busur miliknya.


"Rinslet, kau selamat...!"


"Hmph, tentu saja, kau pikir aku ini siapa?"


"Rinslet, dimana Yang Mulia?" Tanya Ellis.


"Ya. Dia bersamaku."


Setelah jeda sesaat, suara dentuman armor bisa terdengar.


Muncul dari balik kepulan debu dan pasir—


Georgios, menggendong Fianna dan seorang cewek gak diketahui di tangannya.


"....Yang Mulia, aku senang sekali."


Melihat itu, Ellis bisa berhenti kuatir.


"Fianna, baguslah kau baik-baik saja... Uh, siapa cewek ini?"


"Ijinkan aku memperkenalkan Putri Saladia Khan."


Turun dari tangan Georgios, Fianna mengumumkan.


"Apa kau bilang!?"


"Apa!?"


Claire dan Ellis berseru terkejut.


"Apa yang sebenarnya—"


"Aku akan menjelaskan nanti. Kita harus kabur dari sini terlebih dahulu secepat mungkin."


"Ya, kau benar...."


Claire mengangguk.


Kalau diperhatikan lagi, roh raksasa itu hendak berdiri.


Kemungkinan, cidera setingkat itu bisa segera disembuhkan.


"Aku dan Fenrir akan memimpin jalan untuk keluar dari kota!"


Membuat busur es sihir miliknya kembali ke wujud serigala, Rinslet naik ke punggung Fenrir.


"Dimengert!"


Dia hendak mulai berlari lalu seketika itu...


Claire merasa teror yang mengerikan dan berdiri membeku ditempat.


"Claire, ada apa?"


"Barusan, sesuatu—"


Dia bisa menyadari kemungkinan itu karena nalurinya sebagai seorang princess maiden turunan dari garis keturunan yang sama dengan kakaknya.


Claire perlahan memutar kepalanya dan melihat ke belakang.


Pilar cahaya yang menyilaukan terpampang jelas.


"Apa itu?"

Bagian 4[edit]

Roh burung raksasa itu berputar-putar di langit seraya percikan api berhamburan dibawah.


Asap hitam mengepul di seluruh kota. Bangunan-bangunan rubuh menghasilkan tumpukan puing-puing di tanah.


Terbebas, Para roh milik Raja Iblis sepertinya sedang mengamuk.


"—Ketemu. Disebelah sana."


Dari belakang Kamito, Restia menunjuk kebawah.


"Dimana?"


"Lihat, di jalan yang mengarah ke gerbang kota."


Kamito melihat kebawah dan memfokuskan matanya.


Karena asap yang terus mengepul, daya pandangnya cukup buruk.


"Mereka sepertinya sedang melawan roh, terkunci dalam pertarungan yang sulit."


"Apa kamu tau gimana caranya menggunakan Cincin Raja Iblis untuk membantu?"


"Sayang sekali, cincin itu cuma bisa mengendalikan satu roh pada satu waktu."


"Benarkah..."


Gimanapun juga, cincin ini cuma memiliki sedikit kekuatan Raja Iblis yang tersegel didalamnya. Karena itulah, kekuatannya untuk mengendalikan jauh lebih lemah daripada kekuatan Raja Iblis sendiri.


"Roc, mendaratlah di dekat sana."


Kamito memasukkan pemikirannya kedalam cincin tersebut, memerintahkan roh burung raksasa itu.


Roc berteriak dan mematuhi tuannya, menikuk sambil meluncur di udara.


"—Kamito."


Lalu, Est, yang tidur dalam wujud pedang suci, berbicara.


"Kamu bangun, Est!?"


"Kamito, cepat tinggalkan tempat ini."


Est berbicara dengan nada suara gugup, yang mana itu sangat jarang terjadi.


"—Dia bangkit."


"Dia?"


Kamito terkejut dan menoleh ke belakang.


—Terjadi perubahan pada pilar cahaya yang ada di pusat Kota Raja Iblis.


(...Apa-apaan itu?)


Cahaya berwarna pelangi berpusat pada satu titik di udara, menyatu menjadi sebuah bola kecil.


Didalam bola itu terdapat sosok cewek muda yang mengapung.


Seorang cewek pirang mengenakan armor suci berwarna putih polos.


Dia memegang sebuah pedang ditangannya.


STnBD V18 BW02.jpg


Itu adalah pedang suci Milllenia Sanctus, pedang yang digunakan Lurie sebelumnya.


Saat dia melihat cewek itu—


Jantung Kamito mulai berdetak kencang.


Semua divine power dalam tubuhnya seperti terbalik, mendidih.


Suatu aliran emosi yang tak terkendali mengamuk didalam diri Kamito.


Secara naluri, Kamito merasa bahwa ini adalah musuhnya yang ditakdirkan.


—Memang, musuh yang ditakdirkan.


Satu-satunya orang yang mampu membunuh Raja Iblis yang bertindak sebagai wadah untuk kekuatan Ren Ashdoll sang Elemental Lord Kegelapan—


Areishia Idriss, sang Ratu Suci.


Setelah berbagi mimpi Est dimasa lalu, Kamito mengenali wajahnya.


Dan yang ada di bola cahaya itu, penampilan cewek itu identik dengan Sacred Maiden yang dia lihat dalam mimpi.


Akan tetapi, suasana disekitar dia sepenuhnya berbeda.


Tuannya Est di dalam mimpi menampilkan ekspresi manusia di wajahnya.


Sebaliknya, wajah cewek itu sama sekali gak menunjukkan emosi.


"—Kamito, itu bukan Areishia."


"Ya, aku setuju."


Misalkan apa yang dikatakan Raja Iblis Solomon benar—


Apa yang bangkit setelah seribu tahun bukanlah sang Sacred Maiden—


Tapi wadah yang berisikan jiwa Holy Lord Alexandros.


Lalu—


Mata tajam cewek itu menatap Kamito—setidaknya, itulah yang Kamito rasakan.


(...! Kita ditemukan?)


Secara naluri, dia merasakannya.


Lalu—


Sang Sacred Maiden dengan santai mengangkat pedang di tangannya—


"—Roc, menghindar!"


Kamito buru-buru berteriak.


Roc langsung mematuhinya dan turun dengan cepat.


Lalu, sebuah tebasan berwarna putih polos melintasi sayap besar milik Roc, meluncur ke area gurun di kejauhan.


BOOOOOOM!


Pandangan Kamito menjadi putih.


Dia merasakan gelombang kejut yang kuat menghantam dia.


"...!?"


Roh burung raksasa itu berputar di udara, terkena hantaman angin yang kencang.


Roc mengepakkan sayapnya berulang kali sebelum akhirnya bisa menstabilkan diri lagi.


Badai pasir yang ganas memblokir pandangan mereka.


"...! A-Apaan yang barusan itu!?"


Kamito berseru terkejut.


"—Deus Ira." Restia menanggapi. "—Sihir roh kelas pemusnah yang digunakan di era Perang Roh."


"Restia, kamu—"


Menengok ke belakang, Kamito menatap dengan mata terbelalak.


Setengah dari sayap Restia telah hilang tanpa jejak.


Cahaya tadi sepertinya mengenai sayapnya.


"Apa kamu baik-baik saja?"


"Y-Ya... Yang lebih penting lagi, kita harus pergi secepatnya—"


"Ya—"


Dengan kepakan sayap Roc, pasir dan debu langsung terhempas.


Lalu, dari gerbang kota, Kamito melihat Claire dan yang lainnya tiarap di tanah.


Sepertinya gelombang kejut sebelumnya telah membuat mereka jatuh, tapi mereka sepertinya baik-baik saja.


"Roc, ambil mereka!"


Gooroorooroorooroorooroo!


"A-Apa ini!?"


Terbaring di tanah, Claire menengadah, gak yakin dengan apa yang sedang terjadi.


"Kalian semua, cepat naiklah!"


Kamito tiba-tiba berteriak keras.


"K-Kamito!? Apa maksudmu, naik? Secara mendadak begini!"


"A-Ada apa dengan burung ini...?"


Claire dan Rinslet kebingungan.


Akan tetapi, Roc terus meluncur kearah mereka—


Membuka paruhnya, Roc menelan Fenrir dan Georgios.


"Kyahhhhhhhhh!"


"A-Apa-apaan ini!? Kyah—"


Lalu Claire dan Rinslet berteriak.


"W-Woi, apa yang kau lakukan? Cepat keluarkan mereka!"


Melihat tindakan yang tak terduga itu, Kamito dengan panik memukul leher Roc, tapi...


"Jangan khawatir, didalam Roc terhubung dengan dimensi yang aman."


"...Apa kamu serius?"


"Serius. Pokoknya lakukan apa yang kita bisa untuk kabur. Kita mungkin gak seberuntung yang tadi untuk menghindari tembakan yang berikutnya—"


Restia mengarahkan tatapannya pada gurun di kejauhan.


Sebuah retakan besar terbentuk dimana tembakan cahaya Deus Ira melintas.


...Satu serangan yang mengandung kekuatan yang cukup untuk melenyapkan sebuah kota.


"Kurasa kamu benar—"


Kamito menuangkan divine power pada cincin itu. Roc seketika melesat kencang.


Badai pasir yang ganas memblokir pandangan mereka dari Sacred Maiden.

Bagian 5[edit]

"....Jadi mereka sudah pergi?"


Di suatu sudut dari Kota Raja Iblis yang perlahan-lahan menghilang—


Menatap roh yang terbang kearah gurun, Raja Iblis bergumam.


Tubuhnya sudah diambang menghilang. Kemungkinan besar, sebelum kota ini lenyap sepenuhnya, dia akan menghilang tanpa jejak seperti butiran pasir yang tertiup angin.


Dia menatap batu kecil yang bersinar di tangannya.


Itu adalah pecahan terakhir dari roh Iris.


Kemungkinan besar, Iris akan lenyap bersama dengan Kota Raja Iblis ini.


Bagi para roh yang memiliki tentang hidup tanpa akhir, seribu tahun tidaklah lama.


Akan tetapi, Solomon menikmati waktu yang dia habiskan bersama Iris.


Para roh milik Raja Iblis yang mengamuk sesuka hati mereka, mulai kembali ke Astral Zero.


Adapun untuk para ksatria dari Kerajaan Suci, dia telah menempatkan mereka di gurun. Meskipun dia gak punya kewajiban untuk membantu mereka, gimanapun juga itu adalah tugasnya. Kalau cukup beruntung, mereka akan diselamatkan.


Lalu, di Kota yang seharusnya telah kosong ini...


"Hei kau, apa yang kau lakukan disini?"


Sebuah suara kasar berbicara pada dia.


Dia berbalik dan melihat seorang pria muda berkulit gelap berdiri disana.


"Kau sendiri siapa?"


"Huh? Aku?"


Mendengar itu, pria muda itu menyeringai.


"Aku Jio Inzagi, penerus Raja Iblis."


Pria muda itu memperkenalkan dirinya sendiri.


"Huh...?"


Sang Raja Iblis cuma bisa mengeluarkan suara terkejut.


....Jadi begitu, cuma seorang anak malang yang penuh delusi.


"Hei, siapa kau?"


"Aku Safian, seorang pedagang keliling."


"Seorang pedagang? Dasar orang aneh."


Aku bisa mengatakan hal sama padamu. Menahan kata-kata ini, sang Raja Iblis berbicara.


"Tempat ini akan segera runtuh. Kau harus segera lari."


"Kau sendiri?"


"Tidak, bagaimanapun juga, ini adalah kampung halamanku."


"...Hmph. Cocok denganmu."


Pria muda itu tampak kehilangan minat dan bersiap pergi.


Lalu, sang Raja Iblis tiba-tiba punya ide dan memanggil pria muda itu.


"Oh, tunggu sebentar."


"Apa lagi?"


"Kurasa pertemuan kita ini sudah ditakdirkan. Anggap ini hadiah dariku untukmu."


"....Apa ini?"


Melihat dia mengeluarkan Topeng Iblis secara tiba-tiba, Jio Inzagi mengernyit terkejut.


"Sisa dari barang daganganku. Aku tidak memerlukan ini."


"...Eh, kalau kulihat baik-baik, desainnya gak buruk-buruk amat."


"Hmm, sepertinya jiwa estetikamu cocok dengan Raja Iblis."


"Baiklah, aku terima. Selamat tinggal—"


"Ya."


Pria muda itu menerima Topeng Iblis tersebut dan segera berlari dengan cepat.


Kemampuan fisiknya jauh melampaui orang normal.


...Meskipun sang Raja Iblis tidak tau siapa dia, dia merasa pria muda itu cukup lucu.


Setelah melihat pria muda itu menghilang ke gurun—


"Baiklah, waktuku sudah hampir habis—"


Tatapannya mengarah pada cahaya ditangannya.


"—Harapanku adalah untuk apa yang didapatkan raja itu, jiwa putriku tercinta, mendapatkan kedamaian."


Lalu, setelah memastikan bahwa cahaya redup itu menghilang—


Seperti butiran pasir yang tertiup angin, dia lenyap tanpa jejak.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya