Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid18 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6 - Perebutan Kembali Ibukota Kekaisaran[edit]

Bagian 1[edit]

"...Hm, mmm...?"


Kamito bangun dan mendapati perasaan lembut di hidungnya.


Helaian rambut halus membelai pipinya. Jari-jari ramping dengan lembut menyisir rambut hitam Kamito.


Itu seperti seseorang sedang mengelus kepala. Dalam keadaan setengah tidur, Kamito menyadarinya.


Sungguh perasaan yang nostalgia. Dia ingat ini sering terjadi di masa kecilnya.


Dia mendengar suara nyanyian yang indah diatas kepalanya.


Nyanyiannya juga merupakan sesuatu yang sering dia dengar saat dia masih muda.


"...Restia?"


Kamito bergerak sedikit dibawah selimutnya.


Seketika, lagu pengantar tidur Restia berhenti.


"Apa tidurmu nyenyak, Kamito?"


Dia tersenyum.


Dia sepertinya berbaring di samping bantal, menatap wajah tidur Kamito.


"Uh, ya..."


Merasa jantungnya berdetak kencang, Kamito duduk. Karena Est dan Restia menolak untuk menyerah tadi malam, dia gak punya pilihan selain membiarkan mereka bertiga tidur bersama di ranjang yang sama.


"Hua... Met pagi, Kamito."


Lalu Est mengucek matanya dan bangun.


...Dia masih dalam keadaan yang sama seperti tadi malam, telanjang kecuali kaos kaki selutut.


"Tadi malam sangat menyenangkan, Nona Roh Pedang. Kita semua berputar-putar."


Restia tertawa kecil. Meskipun roh-roh yang memiliki kontraktor yang sama sering bertengkar, Restia nampaknya memiliki sisi lembut untuk Est juga.


"Aku gak bisa membantahnya, roh kegelapan."


Est mengangguk tanpa ekspresi.


....Sepertinya dia cukup menikmati ranjang berputar.


"Tunggu, itu akan mustahil untuk tidur kalau terus berputar-putar."


Menggaruk kepalanya, Kamito bergumam.


—lalu...


Kamito mendengar langkah kaki. Pintunya tiba-tiba terbuka.


"K-Kamito, kabar buruk...!"


Claire nyelonong masuk sambil wajahnya terlihat panik.


"....Tunggu sebentar, a-apa yang kau lakukan dengan roh-roh terkontrakmu!?"


Melihat pemandangan diatas ranjang, Claire berteriak, tersipu merah sampai telinganya.


"T-Tunggu, ini—"


Kamito dengan panik mencoba menjelaskan, tapi sepenuhnya gak meyakinkan, mengingat bahwa Restia memakai gaun tidur menggoda dan Est yang telanjang kecuali kaos kaki selutut sedang bersandar pada dia.


"Fufu, apa kalian mau ikutan?"


"Eh? ....O-Omong kosong, a-apa yang kau bicarakan!?"


"S-Sungguh bejat! Pergilah ke neraka, jadilah kebab!"


Masuk bersama dengan Claire, Ellis menghunus pedangnya yang ada di pinggangnya.


"Kami sudah jadi kebab..."


"Hah, apa maksudmu?"


Mengacungkan pedangnya, Ellis bertanya kebingungan.


"S-Sudah cukup! P-Pokoknya, cepat ikut!"

Bagian 2[edit]

Di aula vila kerajaan, para anggota tim yanh lain sudah duduk. Selain Rubia, Fianna dan Rinslet, Muir dan Velsaria juga ada.


Muir kelihatan sangat mengantuk, mengangguk-angguk ketiduran.


Direntangkan di meja adalah sebuah peta besar.


Kalau diperhatikan lagi, sepertinya itu adalah peta Kekaisaran Ordesia dan sekitarnya.


"Kau terlambat. Apa yang kau lakukan?"


Saat Kamito melihat peta, Rubia tiba-tiba memarahi dia.


"Nggak ada, cuma tidur dikamarku..."


"Sepertinya dia menikmati putaran roh sampai larut malam."


Dengan nada dingin, Claire mengatakan apa yang Kamito lakukan pada kakaknya.


"Apa kau bilang?"


Mendengar itu, Rubia melotot tajam pada Kamito.


"....L-Lupakan itu. Apa yang terjadi?"


Kamito buru-buru mengubah topik dan mengarahkan tatapannya pada peta.


Ada sejumlah bidak kayu berwarna ditempatkan diatas peta. Bidak-bidak ini juga digunakan oleh Akademi selama pelajaran pelatihan taktik.


"Tadi malam, pemberontakan siswa terjadi di Akademi Roh Areishia."


"....Apa?"


Pikiran Kamito yang pusing langsung pulih seketika.


Kalau diperhatikan lebih cermat, dia memang melihat ada bidak yang ditempatkan di lokasi Akademi.


"...Dan penyebabnya?"


"Itu dimulai dengan para Imperial Knight menangkap para siswa yang memprotes mereka. Sebagai hasilnya rasa tidak puas semakin menyebar."


"Jadi dari percikan itu berubah menjadi kobaran api?"


Rubia mengangguk pelan.


"Dilaporkan, para siswa bersama dengan Sylphid Knight berunjuk rasa dan mendirikan penghalang berskala besar di distrik Undine kota Akademi. Perlawanan mereka masih berlanjut."


"Masih berlanjut? Jadi para ksatria belum mengerahkan roh militer?"


Sebagai pasukan utama Ordesia, bagi Imperial Knight seharusnya sangat mudah untuk meredam pemberontakan siswa jika mereka serius. Karena mereka belum bertindak, itu artinya mereka masih mengamati situasinya.


"Sepertinya begitu. Jika mereka menyerang para siswa menggunakan roh militer, mereka akan dikritik bukan cuma didalam Kekaisaran saja tapi oleh negara-negara lain. Aku menganggap mereka memberitakan ini ke dunia luar hanya sebagai suatu protes siswa bukannya suatu pemberontakan."


"Jadi begitu—"


....Akan tetapi, itu cuma masalah waktu saja.


Bahkan tanpa menggunakan roh-roh militer, pasukan yang ditempatkan di Akademi merupakan para ksatria roh yang kuat.


"Bagaimana dengan penduduk kota Akademi?"


"Mereka sudah dievakuasi paksa. Kekaisaran telah menutup gerbang-gerbang kota, menolak siapapun masuk."


"Jadi mereka bersiap-siap untuk suatu pertempuran peredaman." Gumam Claire.


"Yang berikutnya adalah masalah yang sebenarnya."


"—Kok bisa?"


"Mendukung pemberontakan di Akademi, para bangsawan dalam faksi anti-Kaisar telah mengerahkan pasukan mereka." Kata Fianna.


Kamito sekarang paham bahwa bidak-bidak yang berhamburan di peta Kekaisaran mewakili para bangsawan itu.


"Para siswa Akademi Roh Areishia semuanya merupakan putri-putri dari keluarga bangsawan. Penindasan Akademi telah menyebabkan kebencian terhadap Kaisar meledak."


"Kampung halamanku, Laurenfrost sepertinya sudah siap bergerak juga."


Rinslet menunjuk pada bidak berbentuk serigala.


"Keluarga Fahrengart ada di pihak Kaisar." Ellis bergumam sedih.


Keluarga bangsawan besar dari Duke Fahrengart telah melayani keluarga kekaisaran Ordesia dari generasi ke generasi. Kakek Ellis mungkin berencana tetap setia sampai akhir meskipun Kaisarnya tak kompeten.


"Apa para bangsawan dari pemberontakan itu punya peluang menang?"


Rubia menggeleng pada pertanyaan itu.


"Para pemberontaknya semuanya adalah para penguasa kecil. Mengingat jumlah mereka saat ini, itu sia-sia."


Dia berbicara dengan nada gak kenal ampun.


"Akan tetapi, jika seorang pemimpin muncul dalam pemberontakan ini, mungkin para bangsawan netral yang mengamati situasinya mungkin akan goyah dan bergabung dengan kita."


"Maksudmu Fianna?"


"Memang. Banyak warga Kekaisaran memgharapkan kembalinya sang putri kedua."


Rubia mengangguk.


Kamito menatap Fianna, dan melihat dia mengangguk juga.


(....Jadi dia sudah membulatkan tekadnya, huh?)


"Kalau aku tidak kembali sekarang, itu akan sama saja dengan mengabaikan para pemberontak yang berdiri menentang Arneus."


...Dia benar. Akan tetapi, semua orang yang ada disini selain Muir pasti memikirkan pertanyaan yang sama sekarang ini.


Bahkan jika Fianna kembali ke negaranya, menghadapi kekaisaran yang kuat, apa betul-betul ada peluang menang?


Mungkin menebak apa yang dipikirkan oleh semua orang, Rubia berbicara.


"Situasinya akan berkembang sangat berbeda segera setelah kita mengamankan benteng yang bertindak sebagai simbol perlawanan."


"Maksudmu Akademi, kan?" Kata Claire.


Memang, Akademi Roh Areishia merupakan sebuah lokasi simbolik di Ordesia.


Jika pasukan pemberontak menguasai tempat ini, peta kekuasaan bisa berubah total.


"Apa para bangsawan pemberontak bergerak ke Akademi?"


Velsaria, yang diam sampai sekarang, bertanya. Jika mereka bergerak untuk mendukung para siswa, mereka pasti mengirim bala bantuan—


"Tidak, Akademi dikelilingi oleh wilayah yang dikuasai Kekaisaran. Itu akan menjadi perang skala penuh jika mereka mengirim pasukan kesana. Saat ini, mereka mungkin dalam tahap mengumpulkan pasukan mereka dan mengamati situasinya."


Para penguasa dalam faksi anti-Kaisar mungkin menunggu untuk melihat gerakan selanjutnya dari Fianna dan Dracunia.


Arneus mungkin melakukan hal yang sama.


"Jadi apa yang akan kita lakukan? Dari posisi Ordesia Sah."


Terhadap pertanyaan Kamito, Rubia mengambil sebuah bidak di peta.


"Kita akan berpencar menjadi dua kelompok. Fianna dan aku akan pergi ke ibukota kekaisaran untuk menarik perhatian Kekaisaran."


Mengatakan itu, dia menaruh sebuah bidak di wilayah Laurenfrost.


"Kalian akan menuju ke Akademi."


Lalu dia menaruh bidak lain di Akademi Roh Areishia.


"Ke Akademi—"


"Hanya kami, apa itu benar?"


"Tepat."


Melihat Claire dan Rinslet terkejut, Rubia mengangguk.


"Bukankah Akademi berubah menjadi sebuah benteng yang dijaga oleh Imperial Knight?"


Para ksatria roh merupakan para elementalis elit. Selain itu, mereka dilengkapi dengan roh-roh militer.


Bergerak ketempat semacam itu merupakan suatu tindakan yang betul-betul nekat.


"Tak perlu merebut Akademi. Yang perlu kalian lakukan adalah bertarung bersama para siswa yang memberontak dan mengalahkan para Imperial Knight yang menyerang mereka. Setelah perlawanan mereda, para bangsawan akan goyah dan memihak kita."


"Kedengarannya sederhana."


Velsaria berkomentar.


"Pertama-tama, bagaimana cara kami memasuki kota Akademi?"


Ellis bertanya. Menurut apa yang barusaja dikatakan, Akademi Roh Areishia dan wilayah sekeliling berada dibawah kendali Kaisar. Dalam situasi seperti ini, melewati wilayah itu untuk sampai ke Akademi mungkin akan sulit.


Akan tetapi, Kamito sudah menebak apa yang akan dikatakan Rubia selanjutnya.


"Melalui Hutan Roh."


Ellis dan yang lainnya saling bertukar tatap.


Hutan Roh yang luas merupakan bagian dari wikayah Akademi. Roh-roh kuat mendiami hutan itu, mencegah para penyusup.


"Memang sih,tak seorangpun akan menduga rute itu." Claire menyimpulkan.


Suatu pasukan penyerang besar sudah pasti mustahil. Akan tetapi, melewati hutan itu hanya dengan beberapa elementalis mungkin bisa dilakukan.


"Bagaimanapun juga, pemberontakan dari para siswa saja akan dengan mudah dihancurkan pada tingkat ini. Ayo lakukan."


"...Kau benar."


"Aku setuju."


Mendengar apa yang dikatakan Claire, semua orang membulatkan tekad dan mengangguk.


"—jadi sudah ditetapkan. Segera buat persiapan. Waktunya mepet."

Bagian 3[edit]

Pelabuhan Areishia, kota yang berafiliasi dengan Akademi Roh Areishia, biasa dikenal kota Akademi.


Itu adalah sebuah kota terencana yang dibangun dengan bangunan sekolah Akademi sebagai pusatnya dan dirancang untuk melayani baik roh maupun elementalis.


Di suatu bagian kota itu, distrik Undine, para siswa dan beberapa guru telah mendirikan barikade jalan yang kokoh untuk mempertahankan perlawanan terhadap para Imperial Knight.


Konflik dimulai dari para Imperial Knight, yang menduduki Akademi, menahan organisasi-organisasi siswa yang memprotes didepan bangunan sekolah. Dengan ini sebagai pemicu, semua kebencian terhadap ketidakadilan para Imperial Knight meledak seketika, merubahnya menjadi kekacauan yang bahkan melibatkan para guru.


Api konflik seketika menyebar. Saat ini, situasinya telah berubah menjadi sesuatu yang seluruh Kekaisaran perhatikan.


Tak bisa menggunakan roh-roh militer terhadap para siswa, yang merupakan putri dari keluarga bangswan, para Imperial Knight harus menangkap para pemberontak satu per satu. Disaat yang sama, para siswa memiliki keuntungan medan karena mereka sangat familiar dengan susunan rumit dari kota Akademi.


Akan tetapi, Kekaisaran tidak mungkin membiarkan ini berlanjut lama.


Sekarang berita itu telah menyebar ke seluruh Kekaisaran, dalam waktu 24 jam, Kekaisaran mungkin akan memperkuat diri untuk mengerahkan roh-roh militer untuk menyelesaikan masalahnya.


Larut malam, di kota Akademi yang dipenuhi dengan kedamaian palsu, seorang pengelana berada di jalan.


Dia mungil, mengenakan jubah bertudung berwarna abu-abu.


Dia juga memakai topeng perak di wajahnya.


Mengingat situasi saat ini, tak seorangpun yang akan keluar sendirian. Para Imperial Knight biasanya bergerak dalam skuad tiga orang atau lebih, yang mana para siswa gak akan meninggalkan penghalang mereka untuk pergi keluar barikade.


Semua gerbang kota Akademi ditutup. Sudah sewajarnya gak satupun pengelana yang bisa keluar atau masuk.


Pengelana itu berjalan dalam kegelapan. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang panjang berwarna merah dengan dekorasi yang menakutkan. Dibandingkan dengan sosok mungilnya, itu terlihat sangat tidak sesuai.


Lalu, tiga ksatria mengenakan seragam militer mendekat dari depan cewek itu.


Sebuah skuad Imperial Knight. Mereka berpatroli di jalan.


"Siapa kau?"


Si pemimpin bertanya.


Tanpa mengatakan sepatah katapun, sosok bertopeng itu dengan ringan menghunus pedang panjang di pinggangnya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya