Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid1 Bab4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Bab 4: Serigala, Kucing dan Ksatria

Bagian 1

Aduh, aduh, aku sudah cukup mendapat banyak penderitaan di tempat ini.

Satu jam sudah lewat sejak tadi. Perlahan mengusap rasa sakit di punggungnya, Kamito berjalan sepanjang lapangan Akademi.

Meskipun ia tak berubah menjadi batubara usai menerima serangan dari cambuk api itu, mungkin Claire masih menahan kekuatannya, tetap saja tak mengubah fakta kalau itu terasa menyakitkan.

Saat ini Claire pasti sedang dimarahi habis-habisan oleh Nyonya Freya di ruang konseling.

Berhasil kabur dari semua siswa perempuan yang sejak tadi mengejarnya, Kamito akhirnya mendapatkan saat-saat penuh damainya.

Tak seperti siswa lain, ia tak memiliki kelas setelah siang. Bagaimanapun juga, dia baru saja masuk sekolah dan belum mengambil pelajaran apapun.

Akademi Roh Areishia beroperasi dengan sistem kredit dimana para siswa bisa dengan bebas memilih pelajaran yang mereka sukai selama bisa memenuhi target. Karena perbedaan yang begitu signifikan diantara Roh terkontrak para siswa, kurikulum yang seragam tak akan bisa mengembangkan potensial masing masing Tuan Putri.

“Untuk sementara waktu, aku akan membuat persiapan sekolah di esok hari.”

Kamito akhirnya sampai di asrama yang disiapkan khusus untuknya; gubuk yang didirikan di sebelah kandang.

Penampilannya bahkan tampak lebih buruk dari saat dilihat melalui jendela. Apalagi, baunya seperti hewan ternak.

Pintu terbuka dengan berdecit. Kamito masuk dengan ragu-ragu.

“Hmm, diluar dugaan, tidak buruk juga.”

Kamito cukup terkesan melihat desain interiornya.

Pertama, ranjangnya bersih dan rapi. Dilihat dari dalam, ruangan ini juga luas. Kursi, meja, lemari, ranjang jerami, dan furnitur lainnya juga sudah dipersiapkan. Peralatan masak juga tersedia. Yang jelas tak akan ada masalah untuk tinggal di tempat ini.

Kamito dengan cepat berbaring di ranjang jeraminya, meski sedikit gatal di punggungnya, aroma jerami yang dijemur cukup baik untuk tidur yang nyaman.

“Yah, tak masalah. Aku hanya perlu bertahan sampai dua bulan lagi.”

Masih berbaring di ranjang, mata Kamito tertuju pada tangan kirinya, yang tertutup oleh sarung tangan kulit hitam.

Dua bulan dari sekarang, Tarian Pedang Roh akan diselenggarakan di alam Roh elemental Astral Zero.

Sebelum itu, dia harus menemukan empat rekan tim lain agar bisa ikut serta.

Masih tak jelas apa yang Greyworth inginkan dari dirinya.

Namun ada sesuatu yang harus ia pastikan dengan mata kepalanya sendiri.

Nama yang amat sangat terikat dengan takdir dirinya sendiri.

Berpartisipasi dalam <Festival Tarian Pedang Roh> tiga tahun lalu, Penari Pedang Roh Terkuat.

Yang menjadi partnernya adalah Roh kegelapan yang mengambil bentuk gadis muda.

Siapa mereka sebetulnya?

Ren Ashbell seharusnya tak ada lagi di dunia ini. Selain Greyworth, hanya sedikit orang yang masih menyadari fakta ini.

Bahkan meski ia hanyalah peniru yang meraih titel Penari Pedang Terkuat dengan kecurangan, tak mungkin hanya karena alasan ini Penyihir itu harus repot repot memanggil Kamito kesini. Grayworth pasti menyimpan sebuah rahasia besar.

Apapun yang terjadi, untuk mencari tahu kebenarannya,satu satunya cara adalah bersilang pedang secara langsung dalam Festival Pedang Roh dua bulan lagi.

“Tapi, dalam kondisimu sekarang, sangat mustahil bagimu untuk menang.” Ujar Grayworth.

Pernyataan itu sangat benar. Penyihir itu tak berbohong. Tapi dia juga tak berkata jujur.

Pada akhirnya, semua berpusat pada “kondisi yang sekarang ini”.

Namun hanya dalam dua bulan, dia harus mendapat kembali apa yang hilang selama tiga tahun ini.

“....”

....Guu, mendadak perutnya berbunyi.

Merasa kelelahan, Kamito menurunkan tangannya yang diangkat ke arah langit langit.

Apalagi, dia belum makan apa-apa sejak kesasar di Hutan Roh tadi pagi.

Namun, ia memutuskan untuk menahan keroncongan di perutnya.

Alasannya adalah karena ia tak punya uang. Meskipun ada kantin untuk siswa di Akademi, harganya kelewat mahal. Sudah melebihi standar sekolah kelas tinggi, memang tempat untuk para Tuan Putri.

Apa artinya semangkuk sup yang sama mahalnya dengan gaji pegawai satu bulan?

“Mau gimana lagi. Mungkin aku akan tanya Ellis untuk menunjukkan lokasi di kota akademi besok.”

Ia mungkin saja bisa mencari rumah makan yang enak dan murah di kota akademi yang terletak di kaki bukit.

Dengan peralatan masak yang tersedia, ia bisa saja tinggal membeli bahan masakan dan memasak sendiri. Untuk api, ia hanya perlu pergi ke Hutan Roh dan menangkap Roh api level rendah.

“Pasta jamur dan daging terasa bagus juga.......”

Ia jadi semakin lapar karena memikirkan soal makanan.

“Apa aku harus pergi ke hutan dan mengumpulkan jamur sekarang?”

Saat ingin menyetujui idenya itu, entah dari mana, mendadak aroma sup yang lezat menyerbu hidungnya.

“......hmm?”

Mengendus, Kamito bangkit dari ranjangnya.

Sepertinya aroma itu datang dari celah di pintu gubuknya yang setengah terbuka.

Memfokuskan hidungnya untuk menghirup aroma, Kamito membuka pintu......

Di hadapannya adalah semangkok sup yang mengepulkan uap berwarna putih.

Terisi dengan banyak bawang dan ayam beserta tulangnya, sup itu kelihatan sangat lezat.

“.......Apa aku hanya berimajinasi? Atau ini adalah kebaikan dari surga karena kesialanku yang tanpa henti?”

Pikirannya terasa blank karena rasa lapar, Kamito mengulurkan kedua tangannya untuk mengambil sup tanpa rasa curiga.

Tiba-tiba mangkok itu bergerak menjauh.

Ia mengulurkan tangannya lagi.

Sekali lagi mangkok itu menjauh darinya.

Kemudian di hadapan Kamito adalah Sang Tuan Putri dengan rambut pirang platina.

Namanya adalah Rinslet Laurenfrost, kalau ia ingat baik-baik.

Di belakangnya, gadis Carol dalam pakaian maid berdiri dengan kikuk.

“Apa artinya ini?”

Kamito bertanya dengan mata setengah terbuka.

“Fufufu......kamu pasti lapar kan, Kamito Kazehaya?”

“Iya!”

Kamito mengangguk dengan jujur.

“Menggonggonglah, lalu bersumpahlah untuk menjadi budakku, maka akan kuizinkan kamu memakan sup ini.”

Rinslet memegangi mangkok sambil membusungkan dadanya yang penuh berisi.

“Aku menolak, dah dah.”

Bang!

“Ahh, tung-tunggu dulu! Dengarkan kata-kataku sampai selesai, dasar nggak tahu diri!”

Bang! Bang! Pintu digedor gedor dengan kasar.

Akan merepotkan kalau dia merusakkan pintu itu. Kamito membuka pintunya lagi.

“Apa lagi? Kamu akan mengijinkan aku memakan sup itu sekarang?”

“Asalkan kamu mau menjilat kakiku.....Ah, kenapa kamu menutup pintunya lagi!?”

Rinslet dengan cepat menyisipkan kakinya diantara celah pintu, seperti penagih hutang profesional.

“Aduh! Itu sakit, tahu!”

Memang kelihatan sakit........terus buat apa dia datang kemari?

“Anda tak apa-apa, Nyonya?”

Khawatir dengan Rinslet, si maid Carol bertanya.

Kamito tak punya pilihan selain membuka pintunya, Rinslet menatapnya tajam ke arahnya dengan mata berair.

“Kenapa kamu bisa begitu acuh setelah aku mengulurkan kebaikan hatiku padamu?”

“Nggak, kamu.......kebaikan hati?”

Sepertinya si pirang ini serius. Entah kenapa kepala Kamito mulai terasa sakit.

Aaaghhh, semua Tuan Putri di Akademi ini sungguh merepotkan.

Kamito hanya bisa memprotes dalam hatinya.

“Ah.”

Setelah Rinslet melihat isi dalam gubuk, wajahnya tampak mengernyit,

“Ah, kamu, kenapa kamu tinggal di dalam kandang?”

“Kandangnya ada di sebelah. Ini asramaku. Rumah mungkin kalimat yang paling tepat.”

“..........”

“Berhentilah menatapku dengan wajah mengasihani. Bikin aku makin sengsara, tahu!”

Wajah Rinslet terlihat sangat prihatin melihat kondisinya. Kamito memilih untuk melunakkan sikapnya pada gadis ini.

“Ketimbang tinggal dalam kondisi seperti ini, kamu sebaiknya datang ke rumahku. Aku akan merekrutmu sebagai salah satu pelayanku.”

“Ah, nyonya, saya yakin dia akan terlihat bagus dalam dandanan maid.”

Carol menunjukkan dukungannya dengan senyuman lebar. Gadis ini juga sama merepotkannya.

Yang jelas, Rinslet memang sungguh-sungguh khawatir melihat kondisinya saat ini.

“Aku hargai simpatimu, tapi aku nggak berniat membuang harga diriku.” Kamito menggeleng.

Tak senang, Rinslet menyudutkan bibirnya.

“Jadi kamu nggak mau menjadi pelayanku.”

“Tepat sekali. Percuma saja kamu membujukku.”

“Kamu sombong juga, meski kamu bersekutu dengan Claire Rogue.”

“Kapan aku bersekutu dengannya?” Kamito menggerutu dengan mata setengah terbuka. Mungkin banyak orang yang juga berpikir seperti itu.

Mungkinkah Tuan Putri ini mendekati Kamito semata mata karena persaingannya dengan Claire?

“Aduh, aduh, nambah lagi deh masalahku.” Kamito menghembuskan nafas panjang.

“Aku paham. Nggak masalah kalau kamu memang maunya begitu.” Rinslet menjernihkan tenggorokannya dan meletakkan mangkuk sup di lantai.

“Hmmm?”

“Kutinggalkan supnya disini. Sejak awal ini karena Carol memasak terlalu banyak dan sangat disayangkan kalau sisanya dibuang. Bersyukurlah pada kedermawananku.”

“Eh?”

Nona muda ini, mungkinkah dia-----

STnBD V01 113.jpg

Rinslet berbalik arah dengan elegan dan hampir pergi.

“Ahh, tunggu,Rinslet!”

Kamito tiba-tiba memanggil namanya.

Rinslet terperanjat dan menghentikan langkahnya.

“A-a-ada apa? Tiba-tiba memanggil nama pertama orang seperti i----“

“Aku nggak bisa jadi pelayanmu, tapi kita bisa jadi teman, kan?”

“Eh?”

Mata hijau emerald Rinslet terbuka lebar.

“Terima kasih sudah khawatir dan datang menemuiku.”

“Ap-ap-apa-apaan kamu ,nggak tahu malu. Te,tentu saja itu nggak benar!”

Rinslet tiba-tiba merona dan membuang mukanya.

“Fufufufu.......Nyonya betul betul......”

Carol menutup mulutnya dan terkikik.

Bagian 2

Di saat inilah,

“Rinslet Laurensfrost!”

Suara yang sangat tidak asing bagi Kamito mendadak memasuki telinganya.

Claire berjalan ke arah sini, rambut merah kuncir duanya berayun ayun.

Sepertinya sesi kuliah Nyonya Freya akhirnya sudah berakhir.

“Jangan beri makan Roh terkontrakku seenaknya, dasar anjing pencuri!”

“Kamu...........siapa yang kamu sebut anjing pencuri?”

Mulai lagi deh.......Kamito mengeluh dengan capek.

“Iya kan? Bukannya simbol keluargamu itu anjing?”

“Kamu----simbol keluarga Laurensfrost adalah serigala putih yang terhormat!”

“Serigala putih? Mengubahnya jadi anjing chihuahua sangat cocok buatmu.”

“.......!”

Terprovokasi oleh kata-kata Claire.

“Claire Rouge..........beraninya kamu membuat aku marah!” Ujar Rinslet dengan suara ditekan.

Dalam sekejap, nuansa dingin-seperti kabut muncul disekitar mereka. Temperatur udara mendadak turun drastis.

“Tunggu, apa kamu mau memanggil Roh----“

Kamito dengan panik berteriak, namun sepertinya sudah terlambat.

Angin dingin berputar putar. Rambut Rinslet mengapung di udara, membeku.

Oh Hewan Pembeku dengan Taring Es, Pemburu Tanpa Ampun dari Hutan!
Sekaranglah waktunya membuat perjanjian darah, dengarkanlah seluruh perintahku!

Segera setelah Rinslet melafalkan mantra pemanggilan Roh, gelombang badai es menutupi wilayah sekitarnya.

Diantara angin kencang dan auman keras, satu sosok muncul.

Serigala yang indah, dengan bulu putih keperakan.

Tubuhnya memancarkan aura dingin membekukan.

“Ini.........”

“Itu adalah Roh Terkontrak Nyonya, Fenrir.” Ujar Carol dengan tersenyum.

Aura menekan yang dibawa Roh Serigala Putih, tak bisa dibandingkan dengan Roh kelas rendah.

Soal peringkat Roh, Serigala Putih sangat jelas melebihi level-menengah. Bisa membuat kontrak dengan Roh selevel itu, nona muda ini sudah jelas bukan orang biasa.

“Oh, anjingmu masih sama ya ,dengan bulunya yang kelihatan pucat.”

Claire mengguncang kuncir duanya dengan nada mengejek.

“Kamu.....kamu sebut anjing lagi, dasar dada rata! Aku pasti nggak akan mengampuni hinaanmu terhadap keluarga Laurensfrost!”

Dikelilingi udara pembeku, Serigala Putih mengaum, dan melaju ke arah Claire.

“Siapa yang kamu sebut dada rata! Maju, Scarlett!”

Claire memukul tanah dengan cambuknya. Kucing neraka yang membara mendadak muncul dari pusaran bola api.

Sepertinya Claire sudah memulihkan Roh apinya.

“-Hey kalian berdua! Jangan bertarung dengan Roh disini!” Kamito berteriak. Kuda-kuda dalam kandang nampak ribut karena gelisah.

“Aku nggak akan mengampunimu karena berani menyentuh budakku. Akan kuakhiri hari ini juga, anjing pencuri!”

“Kalau begitu akan kucuri dia dan kujadikan pelayanku!”

Kilatan cahaya muncul diantara dua gadis ini.

Siapapun yang mendengar kalimat diatas, seolah-olah ada dua wanita sedang memperebutkan seorang laki-laki.

“Ada dua gadis sedang berebut laki-laki!”

“Carol, jangan berbicara seperti itu!” Teriak Kamito pada maid disampingnya dengan senyum kecut.

“Ngomong-ngomong, nggak apa-apakah membiarkan mereka begitu saja?”

“Nggak apa-apa. Mereka memang selalu seperti itu.”

“Dua gadis ini selalu bersikap begitu terhadap satu sama lain?”

“Ya. Hubungan diantara mereka selalu bagus.”

“Bukankah ini ironis?”

Kamito menggerutu dengan menghela nafas panjang.

“Kamu selalu saja menghalangiku, Claire Rogue!”

“Kamu sama saja, Rinslet! Kenapa kamu selalu membawa masalah buatku!?”

Roh Es Fenrir---

Roh Api Scarlett---

Dua Roh dengan cepat melompat di udara dan saling menyerang.

Es dan Api bertabrakan, menimbulkan badai angin disekitarnya.

Dari sudut pandang Kamito, level kedua Roh hampir sama. Tapi sepertinya Claire lebih unggul dalam mengendalikan Rohnya.

Namun, Roh api yang dikendalikannya tampak sedikit kelelahan.

Karena dihajar oleh Roh pedang beberapa jam yang lalu---

Menerima luka sebesar itu, tak mungkin ia pulih hanya dalam waktu beberapa jam.

Kamito terus mengobservasi pertarungan antar dua Roh.

“Eh? Apa?.......kok ada bau gosong?”

Kamito mengernyit dan melempar pandangannya ke segala arah.

Saat memahami asal aroma itu, ekspresinya mendadak membeku.

Terbakar.

Gubuk Kamito terbakar dengan ganas.

Jerami yang bertumpuk di sebelah gubuknya menerima percikan api dari Roh api dan mulai terbakar.

“Ah, rumahku!”

Mendengarkan teriakan Kamito, Claire dengan cepat menoleh ke arahnya.

“Rinslet! Tahan dulu! Ada kebakaran!”

“Percuma saja menipuku.......eh, apa memang ada yang terbakar?”

Gubuk semakin terbakar dengan ganasnya. Cepat atau lambat kandang kuda akan terbakar juga.

“Rumahku---“

“Tenanglah. Api selevel ini sih, akan kupadamkan secepatnya, Fenrir!---“

Rinslet berteriak. Serigala Putih Es itu dengan cepat kembali ke sisinya.

Tak sampai sedetik usai serigala putih itu lenyap, di tangan Rinslet mendadak muncul sebuah <Busur Panjang Es>.

“Senjata Elemental” bentuk kedua dari Roh elemental.

Oh Gigi Es Pembeku, hancurkanlah targetmu! <Panah Pembeku>!

Rinslet menarik busurnya dan panah es meluncur.

Panah es itu terpecah menjadi ribuan es kecil dan meluncur jatuh, api yang membakar gubuk padam seketika.

“Iya kan, bagiku itu sesuatu yang gampang!”

Rinslet menyibakkan rambut platinanya dan membusungkan dada penuhnya dengan bangga.

“...........”

Kamito berdiri tak bergerak dengan tatapan mata kosong.

Gubuk itu rata dengan tanah usai dihujani guyuran panah es.

“Egh!!” Rinslet terbatuk-batuk.

“.......Sepertinya aku sedikit kelewatan.”

“Sedikit apanya? Apa kamu nggak bisa mengendalikan kekuatanmu baik-baik?”

“Kamu....diam! Sejak awal kan kamu yang membuatnya terbakar!”

Mengabaikan Kamito yang masih mematung, mereka berdua terlibat pertengkaran lagi.

Di saat inilah ---

“Ada apa ribut-ribut disini!?”

Langkah kaki beberapa orang dari tengah lapangan terdengar jelas.

Salah satu dari mereka adalah gadis berkuncir kuda dengan lempengan perak di dadanya.

Ellis Fahrengart, pemimpin dari brigade Ksatria Sylphid yang bertugas menjaga ketentraman di lingkungan Akademi.

Di belakangnya terdapat dua gadis dengan dandanan yang sama.

Claire menelan ludahnya, dan Rinslet tak kuasa menyembunyikan wajah ketidakpuasannya.

“Dilarang bertarung karena masalah pribadi di sekolah.......apa?!”

Suara langkah kaki berderap derap berhenti seketika.

Matanya melebar, terlihat bingung pada puing-puing yang seharusnya adalah rumah Kamito.

Asap hitam perlahan muncul dari beberapa potongan puing.

“Ini........Sebenarnya apa yang terjadi!?”

Ellis bertanya pada Kamito. Suaranya bercampur dengan kemarahan.

Ia mencabut pedang yang menggantung di pinggangnya, dan mengarahkannya pada Kamito.

“Kamu, kamu sebegitu bencinya pada rumah yang aku buat! Jadi, inikah bentuk protesmu!?”

“Nggak........terserah apa pikiranmu! Ini karena.........”

Kamito menjelaskan dengan cepat,

“Anjing bego itu yang merubuhkannya jadi puing!”

“Sebelumnya, si dada rata itu yang menyalakan apinya!”

Mendengarkan suara dari belakang, Ellis menoleh.

Claire dan Rinslet, saling menuduh sambil mengacungkan jari telunjuk mereka terhadap satu sama lain.

“......Ternyata begitu. Ulah kalian lagi, seperti biasanya.”

Ellis mengeluh dengan ekspresi yang mengatakan “Aku paham.”.

“Pemimpin Ksatria, sapaanmu terdengar lebih antusias ketimbang biasanya.”

“Sapaan yang biasa kan? Siswa bermasalah dari kelas Raven?” Ellis menatap tajam pada Rinslet.

Kemudian, gadis-gadis dari brigade Ksatria yang mengikuti Ellis juga sudah sampai di tempat.

Gadis berambut cokelat yang dikepang,dan gadis lain dengan rambut hitam dengan gaya tomboi.

Segera setelah keduanya melihat Claire dan Rinslet, ekspresi mereka terlihat seperti baru mengunyah cacing tanah.

“........Kucing Neraka Claire dan Serigala Pembeku Rinslet......”

“Apa lagi yang mereka lakukan kali ini, siswa-siswa dari kelas Raven rendahan ini?”

Di mata para gadis itu memunculkan arogansi dan kesombongan.

“......Apa kata kalian?”

“Mengoceh apa kalian?”

Claire dan Rinslet melotot tajam pada kedua gadis itu.

Tapi kedua gadis itu memilih mengabaikan mereka dan berfokus pada Kamito.

“Apa kamu siswa pindahan baru itu, Kontraktor Roh laki laki?”

“Oh, nggak jelek. Lumayan tipeku juga sih.”

Gadis berkepang itu menatap Kamito kebawah dan keatas seperti sedang menilai harganya.

Pandangan kedua gadis itu membuat Kamito mengecil karena ketidaknyamanan.

“Tunggu! Pria ini adalah Roh Budak yang kutangkap!”

“Aku yang menjinakkan Kazehaya Kamito : dia adalah pelayanku!”

Claire dan Rinslet meneriakkan hak mereka atas kepemilikan Kamito di saat yang sama.

Gadis Ksatria dengan kepang berdehem dengan nada sindiran. ”Aduh, karena nggak ada yang mau membentuk tim dengan kalian berdua, kamu menggunakan daya tarik seksmu untuk merayu siswa pindahan? Memang cara yang sesuai untuk bangsawan kampung.”

“Kamu berani menyebutku bangsawan kampung?!”

Wajah Rinslet seketika menekuk karena marah.

Sepertinya gadis itu menginjak ranjau yang seharusnya tak boleh ia injak.

“Memang begitu kan? Laurensfrost cuma namanya saja yang besar, mereka cuma sekumpulan orang kampungan.”

“Kamu........kamu.........kamu.......”

“Nyo-nyonya, tolong tenanglah.”

“Fu, fufufu......Carol, aku sudah cukup tenang.”

Rinslet tersenyum lebar........meski ia mencoba bersikap layaknya nyonya besar, ekspresi wajahnya masih menyeramkan.

Gadis Ksatria lain menoleh ke arah Claire dan mencibir. ”Kalau Claire Rouge, biarpun dia bangsawan, tapi bukankah kakaknya itu pengkhianat? Astaga, kenapa Akademi ini harus menerima orang bermasalah sepertimu----“

Dalam sekejap itu, Claire tiba-tiba memukul tanah dengan cambuknya.

“—Tutup mulutmu! Atau akan kuubah kamu menjadi batubara!”

Claire menyeringai dengan suara ditekan, suaranya bergetar, mata merahnya terbakar karena amarah.

......Claire adiknya pengkhianat?

Kamito berpikir,

.....Sebenarnya apa arti semua ini?

Kedua gadis merasakan perubahan suasana tak terduga dan hanya bisa terdiam.

“Kalian sudah berlebihan.” Ellis menasehati anak buahnya, lalu menoleh pada Claire.

Ia berdehem dan berkata: “Singkatnya, aku akan laporkan ini pada markas pusat Ksatria. Tuduhannya adalah menggunakan Roh untuk memicu kebakaran dan menimbulkan kerusakan properti. Kami akan memberi kalian surat pemberitahuan tentang hukuman kalian nanti. Tolong jangan melakukan perbuatan bodoh lagi. Kami sibuk, tahu?”

“Ayo pergi!” Ujar Ellis bermaksud mengajak kedua rekannya pergi.

Namun, dari belakang muncul sebuah suara.

“Tunggu dulu, Ellis Fahrengart! Apa kamu mencoba melarikan diri?”

“Apa?”

Ellis berhenti, menoleh pada Claire yang barusan memanggilnya.

“Apa yang kamu katakan barusan?”

Nada kalemnya penuh terisi kemarahan. Tangan Ellis memegang pedang yang siap ia cabut di pinggangnya.

“Oh, kamu mendengarnya? Aku nggak mengira Ksatria Sylphid ternyata kumpulan pengecut.”

“Claire Rogue, jaga mulutmu! Aku takkan tinggal diam kalau kamu menghina Ksatria Sylphid!”

Ellis mencabut pedangnya. Dua rekannya juga mencabut pedang mereka.

“Akan kubalas setiap ucapanmu kembali padamu. Kamu boleh menghinaku sepuas-puasmu, tapi aku takkan memaafkan siapapun yang menghina kakak perempuanku!”

Claire memegang erat cambuk di telapak tangannya.

“Aku menantang duel, Ellis Fahrengart, dengan dua rekanmu disana!”

“Biar aku bergabung juga, Claire Rogue. Sudah jadi adat keluarga Laurensfrost untuk membalas siapapun yang mencoba mencemarkan nama baik Laurensfrost.”

Rinslet menyibak rambutnya, dan menunjukkan senyum keseriusan.

Di saat inilah Ellis mengarahkan pedangnya terhadap kedua gadis ini.

“Oke, akan memperburuk nama baik Ksatria Sylphid kalau kami menolak tantangan duel. Kuterima tantangan kalian! Aku juga tak tahan pada kekacauan yang ditimbulkan kelas Raven!”

“Hoi, bukannya dilarang berduel karena urusan pribadi!?”

Pada momen yang sangat panas ini, Kamito meneriakkan isi kepalanya.

“Memang dilarang berduel karena urusan pribadi di lingkungan Akademi. Toh, aku nggak punya niat untuk melakukannya di tempat ini.”

“Apa maksudnya?”

Mengabaikan Kamito yang memiringkan kepalanya, Ellis menoleh pada Claire.

“Waktunya pukul 2 malam ini, di depan <Pintu>. Format pertandingan akan kuserahkan padamu.”

“......Satu lawan satu itu merepotkan. Bagaimana kalau kita bertarung sebagai tim tiga orang?”

“Boleh-boleh saja.” Ellis mengangguk dan menyarungkan pedangnya, lalu berbalik dan kembali.

Claire menatap punggung para Ksatria dan mengutuk mereka dalam hatinya.

“Akan kubuat kalian menyesalinya. Terutama cewek rambut pendek itu. Kutendang bokongnya nanti!”

“Kesempatan yang bagus. Sejak dulu aku juga nggak suka dengan gerombolan Ksatria itu.”

“Rinslet, jangan menghalangiku nanti.”

“Setelah merubuhkan gubuk, sekarang kamu mengajak duel. Tolong ampuni aku.” Kamito mengeluh sedalam hatinya. Kemudian ia baru menyadarinya---

Pertarungan antar tim tiga orang. Lalu siapa orang ketiganya?

“Karena sudah begini---“

Claire menempatkan satu tangan di pinggangnya, dan mengacungkan jarinya pada Kamito.

“Sudah waktunya bagimu menunjukkan kemampuanmu, Roh Budakku!”

“Ahh....sudah kuduga akan seperti ini......”

Di depan puing puing yang sesaat lalu adalah rumahnya, Kamito menjatuhkan bahunya.


Back to Bab 3 Return to Halaman Utama Forward to Bab 5