Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid1 Bab7

From Baka-Tsuki
Revision as of 11:46, 24 August 2012 by SATRIA (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Est Si Roh Terkontrak[edit]

Bagian 1[edit]

......Ia ingat ketika ia dibawa ke kedalam ruangan gelap.

Ruangan seperti sel penjara tanpa jendela.

Ia ingat dibawa oleh orang orang berbaju hitam, juga hari ia menemui dia untuk yang pertamakalinya—

Sudah delapan tahun silam ketika anak laki-laki itu menjadi Penari Pedang Terkuat—Ren Ashbell.

Sebelum itu ia tinggal di sebuah panti asuhan.

Namun bukan panti asuhan sembarangan. Disebut <Sekolah Instruksional> yang tak akan tertera di peta manapun.

Dari setiap bagian benua, gadis muda dengan bakat sebagai Kontraktor Roh dikumpulkan dari panti asuhan atau institusi anak terlantar, dan menerima latihan khusus dalam lembaga rahasia. Mereka yang dibesarkan adalah Assasin handal. Emosi para gadis dibunuh melalui sistem pendidikan yang gila, dan bukan apa-apa selain Teknik penggunaan Roh untuk pembantaian yang didiktekan secara brutal pada mereka.

Pada suatu hari delapan tahun silam, seorang anak laki-laki yang dibawa ke Sekolah Instruksional diketahui mampu berkomunikasi dengan Roh.

Reinkarnasi Sang Raja Iblis—disebut sebagai anak ajaib oleh instruktur latihan, anak laki-laki itu dilatih dengan prioritas tertinggi.

Ia dilatih keras sebagai Assasin yang tangguh, bahkan iapun diberi Roh terkuat milik organisasi yang pernah ada, dan merupakan Roh Pilar utama di Astral Zero.

Yakni, Roh Tersegel yang pernah menjadi milik Raja Iblis, Roh Kegelapan.

Namun, empat tahun silam, sebuah kekacauan melanda kerajaan dan tiba-tiba menghancurkan Sekolah Instruksional.

Berkat insiden itu, konspirasi gelap dalam Sekolah Instruksional akhirnya terungkap, dan golongan bangsawan yang terlibat semuanya dieksekusi; kemudian keberadaannya dihapuskan dari sejarah Kerajaan Orudeshia.

Anak laki-laki itu, berhasil kabur bersama Roh Terkontraknya.

Berusaha meloloskan diri dari para pengejarnya, ia menyamar sebagai perempuan. Pada dasarnya anak laki-laki itu tak menemui kesulitan melakukannya; suara dan bentuk tubuhnya masih belum berubah. Tak seorangpun akan menyangka kalau dia adalah seorang laki-laki.

Juga, tiga tahun lalu. Penari Pedang Terkuat memulai debutnya dengan gemilang.

Menjuarai <Festival Tarian Pedang Roh>, agar bisa memenuhi satu-satunya harapannya.

Tapi, itu adalah --- sesuatu yang tak pernah ia harapkan.


Bagian 2[edit]

Kamito membuka matanya dan mendapati dirinya terbaring di atas ranjang lagi.

Burung-burung berdecit diluar jendela. Cahaya pagi yang cerah memasuki ruangan.

Ia merasa kalau ia baru saja mengalami mimpi yang sangat nostalgia, namun tak bisa mengingat hampir semua isinya.

Kepalanya sakit. Kamito perlahan mengangkat kepalanya dan bangkit. Kemudian dia sadar.

Yang sedang dia kenakan bukanlah seragam Akademi Areideshia. Sepertinya seseorang sudah membantunya mengenakan piyama. Baju yang baru bersih dicuci terasa sangat nyaman.

“Ngomong-ngomong..........aku dimana nih?”

Kamito celingukan dalam ruangan.

Desain dan furnitur dalam ruangan terasa familiar, ini pasti asrama di Akademi.

Namun, ini pasti bukan kamar Claire. Mustahil kamarnya akan terlihat bersih. Furnitur dan perabotnya nampak bersih dan mengkilap tanpa secuilpun debu. Ruangan ini mirip hotel mewah. Tampak seperti kamar wanita, namun memberi kesan yang sangat berbeda dari kamar Claire.

Ia menggerakkan tangannya untuk bangun dan ranjang – namun rasa sakit seperti terbakar muncul dari telapak tangan kanannya.

Meringis karena rasa sakit yang tajam, Kamito akhirnya ingat.

Waktu itu, aku.......

Agar bisa melindungi Claire, ia harus menembus batas tubuhnya untuk melepaskan kekuatan Roh Kontraktornya.

Menggunakan kemampuan Senjata Elemental adalah hal bagus. Namun karena Roh itu terlalu kuat, kekuatan spiritualnya habis sama sekali, dan iapun pingsan.

Oh iya..........gimana dengan Claire?

Kamito berniat meninggalkan ranjangnya, namun pada saat itu—

Hm?

Sesuatu yang lembut terasa dari dalam selimutnya.

“Wow! Apa! Apa-apaan ini.........!”

Kamito melompat di atas ranjang usai menyibak selimutnya.

Sesuatu yang sulit dipercaya ada disana.

Gadis berambut perak.

Dan dia telanjang, telanjang bulat.

Tidak, lebih tepatnya dia tidak telanjang bulat; dia mengenakan kaos kaki hitam panjang selutut.

Gadis berambut perak, telanjang,mengenakan kaos kaki selutut ada disana—

........Sunyi senyap selama setengah detik.

“.....Siapa kamu?” Tanya Kamito. Kepalanya terasa berputar, dan ia tak bisa membuat pertanyaan selain itu.

“Est...” Gadis itu menjawab tanpa ekspresi. Suaranya dingin dan terdengar mekanik-seperti robot.

“Est......jadi itu namamu.”

“Benar. Organ vokal manusia tak mampu melafalkan nama asliku, jadi panggil saja Est.”

“Anu, Est.”

“Iya.”

Seseorang akan berkedip kedip dengan takjub pada mata ungu transparan gadis cantik berambut perak ini.

Ia sepertinya lebih muda dari Kamito.

Tubuhnya juga mungil, mungkin lebih kecil dari Claire.

“Uh.......kenapa.......kamu ada di ranjangku....?”

“Karena aku adalah milikmu, Tuanku.”

Gadis itu menjawab tanpa ragu-ragu.

“.........”

Keringat dingin menetes dari dahi Kamito.

.....Tunggu. Tenang dulu. Dia tak ingat apapun tentang hal itu. Salah, bukankah karena ia tak ingat apa-apa yang membuat situasinya semakin buruk?

Kenapa aku seranjang dengan cewek telanjang? Kamito Kazehaya, apakah kamu adalah lelaki mesum mata keranjang yang menelanjangi gadis lugu dan melemparnya ke ranjangmu?

TIDAK! Itu salah!

“Anu, Est.”

“Iya.”

“Kenapa kamu memanggilku ‘Tuan’? Bisa tolong jelaskan?”

“Karena Tuan adalah Tuanku. Apakah ada kontradiksi-diri?”

Est masih menjawab tanpa ekspresi.

“Atau aku harus memanggilmu dengan nama lain?”

“Nggak apa-apa, asalkan jangan ‘Tuan’.”

“Baik, Aniue-sama[1].”

“Jangan!”

“Ayah.”

“Malah lebih buruk!”

“......onii-chan?”

“Oh......uh.......”

Kamito membuang tatapannya dengan malu. Bodohnya, ia justru merasa kalau panggilan yang terakhir itu terdengar bagus.

“Ya sudah. Kamito, panggil aku Kamito.”

“Paham. Akan kupanggil ‘Kamito’.”

Gadis berambut perak telanjang berkaos kaki itu mengangguk.

Kamito....Kamito......majikanku adalah Kamito......gadis itu nampak komat kamit, seolah sedang mengunyah kata-kata itu.

Kepala Kamito entah kenapa terasa agak sakit. Apa yang salah dengan gadis ini?

“Kenapa kamu nggak pakai apa-apa selain kaos kaki? Bukannya itu kelihatan aneh?”

“Apa kamu menyuruhku melepaskan kaos kaki ini?”

Wajah tanpa ekspresi Est kali ini agak memerah dan menunjukkan kalau ia malu malu.

“Sebetulnya memintaku untuk menunjukkan kaki telanjangku........Kamito memang mesum.”

“Nggak, bukannya kamu sudah telanjang? Dan kenapa ekspresimu harus malu malu begitu?”

Kamito mendesah. Oh biarlah, mungkin ini disebabkan oleh perbedaan budaya.

Pada saat ini, tiba-tiba suara seseorang datang melewati tangga terdengar di ruangannya.

“....Oh, celaka! Seseorang datang kesini!”

Apapun yang terjadi hasilnya akan gawat, apalagi, kalau melihat situasi semacam ini.

“Cepat bersembunyi dimana saja!”

“Kenapa?”

“Jangan tanya. Lakukan saja!”

“Paham.”

Est justru menggeliat masuk kedalam selimutnya.

“Dari semua tempat, kenapa harus disitu!”

Cklak—

Kemudian, suara pintu terbuka.

“Kamito, kamu bangun!”

Maid Rinslet Carol muncul. Dia membawa baskom dan handuk.

“Carol!? Kalau kamu ada disini, itu artinya—“

“Ini adalah kamar Nyonya Rinslet.”

Carol tersenyum.

Begitu. Dia memang putri dari keluarga bangsawan Laurensfrost. Tak mengherankan kalau kamarnya lebih berkelas dari Claire.

“Ngomong-ngomong, kenapa aku ada di kamarnya Rinslet?”

“Nyonya sangat khawatir karena kamu pingsan lalu beliau membawamu kesini. Beliau dan akulah yang sudah merawatmu.”

“........Jadi begitu ya. Makasih banyak.”

Kamito merasa sangat bersyukur. Gadis itu ternyata memang orang yang baik.

Carol berjalan mendekati ranjang.

--Celaka!

Ketika Kamito memasang postur waspada, Est semakin menggeliat dibawah selimutnya.

Tubuh Kamito tanpa ia sadari membeku.

Hei....hei....ayolah, tetap tenang dan jangan banyak bergerak!

“Kamu bangun juga, Kazehaya Kamito!”

Snip - Kali ini Rinslet yang sudah berseragam memasuki ruangan.

Meski ia berpikir kalau Rinslet akan mengembuskan nafas kelegaan, namun dia justru menaruh tangannya di pinggangnya, dan memelototi Kamito.

“.....Aku sampai kebingungan karena kamu mendadak pingsan.”

“Ah, maaf, maaf. Kudengar kamu sudah merawatku ya? Makasih banyak.”

“Humph! Mengurus pelayan adalah tugas utama Majikannya.”

Wajah Rinslet mendadak memerah dan ia mengalihkan pandangannya.

“.....Selain itu, kamu sudah menyelamatkan temanku......”

“Iya?”

“Bukan apa-apa........!”

Rinslet tiba-tiba melipat tangannya dan membuang wajahnya.

Sikapnya yang tidak jujur dengan dirinya sebetulnya terlihat sangat manis di mata Kamito.

“Anu.....bagaimana kondisi Claire?” Tanya Kamito. Pada waktu itu Claire terlihat sangat terpukul, dan sesuatu jelas-jelas tampak salah di matanya.

.......Semoga gadis itu tak melakukan hal-hal aneh lagi.

“Dia mengunci dirinya di kamarnya tepat setelah kembali ke asrama dan terus berada disana sampai sekarang. Berapa kalipun aku mengejeknya dari luar pintu, dia tetap menolak untuk keluar.”

“Begitu....”

Kamito mengembuskan nafas panjang. Bahkan Tuan Putri terhormat itu bisa terkena depresi juga. Biarpun dia bersikap kuat, dia tetaplah gadis biasa.

“Nyonya sebetulnya sangat khawatir dengan teman kecilnya Nona Claire.”

“Carol! Apa, apa yang kamu katakan!?” Rinslet yang memerah malu memukul punggung Carol.

Melihat percakapan diantara dua gadis ini, Kamito tersenyum dengan pahit.

.....Ahh, gadis itu. Biarpun dia tetap keras kepala untuk menjalin hubungan dengan orang lain

Diluar dugaan, dia punya teman-teman yang baik

“Ada apa Kamito Kazehaya? Kenapa kamu cengar cengir?”

Rinslet menggembungkan pipinya dan menatap Kamito.

“Karena kamu sudah bangun, lekas keluar dari situ! Bagaimanapun juga laki-laki dilarang masuk kedalam asrama Putri.”

“Ah, oh, aku akan keluar.............uh!”

Mendadak, ekspresi Kamito menjadi pucat.

......Tak mungkin. Mustahil baginya untuk meninggalkan ranjang. Ada gadis berambut perak cantik berkaos kaki yang ngumpet di balik selimutnya.

Ini gawat. Sangat sangat gawat. Kalau dia sampai dipergoki dua gadis ini, nyawa Kamito akan sekali lagi terancam bahaya.

Aku harus apa..........Oh iya!

Kamito harus berganti dari piyama ke baju seragamnya. Menggunakan itu sebagai alasan, dia bisa mengusir Carol dan Rinslet sementara waktu, lalu mengambil kesempatan ini untuk kabur dengan Est melewati jendela.

Tidak, masih berbahaya. Keluar bersama Est dalam kondisi sekarang, mereka pasti tertangkap basah.

Kalau mereka diseret ke depan Ketua Ksatria menyebalkan itu, situasi akan menjadi tambah runyam.

Kalau sudah begitu, dia harus—

“Oh iya.......bisa aku minta sesuatu darimu?”

“Apa? Kamu mau menjilat kakiku ya?”

“Jangan harap aku akan melakukan itu!”

Kamito berteriak secara refleks........Kenapa ada nada penuh harapan pada suara Rinslet.

“Aku nggak minta itu. Aku hanya berpikir........bisakah aku pinjam pakaian darimu?”

“Pakaian? Oh tentu saja, seragammu sudah ada disini.”

Rinslet menjentikkan jarinya dan Carol segera membawa seragam yang sudah terlipat rapi. Seragam yang robek di pertarungan kemarin sudah dijahit, bahkan semua kancingnya tampak rapi.

“Bukan itu maksudku. Aku mau pinjam seragam wanita.”

“...........”

Eh? Rasanya aku baru membuat kesalahan fatal barusan.......

Rinslet menatap Kamito seolah melihat kecoak di depan kakinya.

“Oh? Apa yang mau kamu lakukan dengan seragam wanita, Kazehaya Kamito?”

*Gogogogogo......!*

“Nggak! Ini nggak seperti yang kamu pikirkan!.......anu..........itu........”

Kamito gelagapan, mencoba menelusuri otaknya untuk mencari alasan.

“Mau bagaimana lagi. Meskipun agak memalukan, aku akan meminjamkanmu pakaianku.......”

Wajah Carol memerah, dan ia segera melepaskan kancing di pakaiannya.

“Bukan pakaianmu! Dan itu juga bukan seragam Akademi!”

“Ternyata begitu, yang Tuan Kamito paling harapkan adalah seragam milik Nyonya Rinslet.”

“Apa?.......Seragamku?”

Wajah Rinslet seperti merah mendidih, dan ia lekas lekas menutupi dadanya.

Aduh aduh aduh.......mereka berdua memang merepotkan

Kamito berteriak dalam kepalanya. Pada saat inilah—

Dari arah perut Kamito terasa sensasi lembut yang menggelitik.

...! Est, apa yang kamu lakukan!

“Hmm? Kamito Kazehaya, apa yang kamu lakukan?”

“Bu......bukan apa-apa!”

STnBD V01 207.jpg

“Sejak tadi kamu terus bersikap aneh. Kalau dipikir-pikir, selimutmu sepertinya mencuat secara misterius.”

“Nyonya, laki-laki adalah makhluk yang akan mencuat di pagi hari.”

“Ya....fenomena fisik yang normal, mau gimana lagi........Hei, bukan itu maksudnya!”

“Cepat bangun! Apa yang kamu sembunyikan disana!?”

Paattsssss—

Rinslet dengan paksa menyibakkan selimut Kamito.

“Apa!?”, ”Aahhh....”

Rinslet dan Carol menutupi mulut mereka secara bersamaan, dan membuka mata mereka lebar-lebar.

Tak mengherankan. Di atas ranjang, tanpa diduga, terdapat seorang gadis cantik telanjang berkaos kaki.

“Kamito, kita kepergok.”

Masih tanpa ekspresi, Est tiba-tiba memeluk Kamito dengan erat.

“Ap.....ap......apa!!??”

“Tunggu dulu, Rinslet! Jangan salah paham, ini semua karena—“

Kamito dengan panik menggelengkan kepalanya, mati-matian mencoba menjelaskan.

“Ini karena apa?”

“Uh.......karena.....itu......”

......Uh, gawat! Bahkan Kamito sendiri tak tahu mengapa gadis muda ini ada disini.

Karena itulah, tak peduli alasan apapun yang diajukan oleh Kamito, ia tak punya kepercayaan diri untuk meyakinkan keduanya.

“—Begitu. Rupanya begitu—aku paham.”

Rinslet menyeringai, senyum membekukan muncul di wajahnya.

Senyum yang indah, lembut, ala bangsawan.

“Kamu...kamu paham?”

“Iya, aku sangat paham. Selagi aku khawatir padamu, kamu......kamu diam-diam membawa gadis secantik itu ke ranjang—“

Tatapan beku Rinslet terus menerus menghajar Kamito.

Atau mungkin........sangat dingin? Begitu dinginnya hingga bisa membekukan orang hingga mati.

Tanpa ia sadari, kaca jendela mulai dilapisi es tipis. Saat berpikir kalau ada hembusan angin dingin menerpa ruangan, Roh Serigala Es tiba-tiba muncul di atas ranjang.

“.....! Tunggu, ini bukan lelucon! Aku benar-benar bisa mati!”

“Kalau begitu.........matilah, dasar mata keranjang!”

Roh Es Sihir <Fenrir> melepaskan teriakan keras, kemudian mulai menyerang Kamito.

“......Waahh! Bukan bercanda!”

Kamito refleks melompat dari ranjangnya dan berlari menuju sudut ruangan.

Mengeluarkan gigi taringnya, Roh Es Spirit terus mengejar ngejar Kamito.

Guk! Guk!

“...........”

Pada saat inilah, Est dengan tenang bangkit dan berdiri di hadapan Kamito seolah ingin melindunginya.

Serigala Putih mengarahkan taringnya yang tajam, dan melompat dengan kencang.

Masih tanpa ekspresi, Est menusukkan tangannya di depan hidung Serigala Putih.

Gerakan Fenris mendadak berhenti.

“Woo....ooong.”

“Mundur! Beranikah kamu Roh Sihir melawanku, sang <Pembasmi Iblis>!”

Usai Est menyelesaikan kalimatnya dengan tenang, Fenrir mulai gemetaran.

Dan kemudian—

“Duduk.”

*Chokun*[2]

“Tangan.”

*Pofu*[3]

“Anak baik.”

Elus...elus....

“.........”

Kamito membisu. Mulut Rinslet juga membuka dengan lebar.

Bahkan Roh selevel Fenrir dijinakkan semudah itu. Gadis ini, jangan-jangan dia—

“Kamu adalah Roh?”

“Ya. Aku adalah Roh Terkontrak milik Kamito.”

Mengelus kepala Fenrir yang sudah jinak, Est mengangguk dengan tanpa ekspresi.


Bagian 3[edit]

“Sulit dipercaya. Aku nggak menyangka kalau kamu adalah <Roh Tersegel> dari Pedang itu.”

Telah meninggalkan asrama wanita dan berjalan di tepi taman Akademi, Kamito melirik gadis yang tengah berjalan di sampingnya.

Tentu saja, dia tidak telanjang lagi. Saat ini, dia mengenakan seragam Akademi Areishia.

Roh dengan wujud manusia mempunyai tingkatan tertinggi di Astral Zero. Sehingga mudah dipahami kalau Kamito tak segera menyadari identitas sejati gadis itu.

“Maksudku, kamu bisa merekonstruksi pakaianmu sendiri. Kenapa kamu telanjang?”

“Kupikir kamu akan lebih senang seperti itu. Atau haruskah aku menunjukkan kaki telanjangku?”

Sepertinya Roh ini akan malu kalau memperlihatkan kaki telanjangnya. Suatu bentuk rasa malu yang aneh.

Kamito menghela nafas, dan mencoba memilah milah topik pembicaraan dengan Est.

--Kembali ketika Est meresonansikan kehendak kuat Kamito, dan dipanggil dalam bentuk Senjata Elemental. Namun, di saat yang sama ketika Kamito kehilangan kesadarannya, jalur[4] itu kembali tertutup, dan ia akhirnya tak lagi bisa kembali ke Astral Zero.

“Kenapa jalur itu nggak bisa terhubung? Bukannya kita sudah menjalin kontrak?”

“Salah satu faktornya adalah keberadaan diriku yang sangat kuat, tapi alasan utamanya mungkin adalah kamu, Kamito sendiri.Tanpa sadar, Kamito menolak menjalin kontrak denganku.”

“...........”

Kamito menyadari hal itu. Matanya tertumbuk pada tangan kirinya yang terbungkus sarung tangan kulit.

Ketika berusaha menyelamatkan Claire, Kamito berusaha keras untuk tak memikirkannya.

Namun tak bisa dibantah, keberadaan dia masih menghantui hati Kamito.

“.......Maaf, bukannya aku menolak membuat kontrak denganmu. Ada hal lain yang lebih rumit.”

Tak mampu kembali ke Astral Zero memberi beban tersendiri bagi Roh.

Namun, kebanyakan kekuatan Est masih tertinggal di Astral Zero, sehingga pada saat ini dia tak mampu menampilkan kekuatan sejatinya.

Mungkin Est yang mengambil bentuk gadis muda, membuat pikiran Kamito bertambah stress.

“Bukan masalah. Aku capek terus disegel kedalam pedang. Sudah ratusan tahun sejak aku datang ke dunia ini. Aku memutuskan untuk menikmati semuanya disini. Anu,Kamito—“

Est menarik lengan seragam Kamito.

“Rasanya aku mendapatkan kesan yang baik tentang kamu.”

“..........Kesan baik?”

“Artinya aku mungkin suka padamu.”

“Ah, jadi..........terima kasih.”

Kamito hanya bisa merona malu-malu dan membuang tatapannya.

Meski ia adalah Roh Tersegel dengan kekuatan luar biasa, penampilannya adalah gadis cantik.

Menerima pernyataan cinta secara tiba-tiba........Kamito bingung bagaimana meresponnya.

“Tapi saat kamu disegel kedalam pedang, bukankah kamu sudah menolak membuat kontrak dengan semua Kontraktor Roh?”

“Ya, Kamito. Sejauh ini, aku sudah menolak 53 orang Kontraktor Roh.”

“Lantas kenapa Roh level tinggi sepertimu mau memilihku?”

Est menatap Kamito dengan sepasang mata ungu jernihnya,

“Karena aku merasa – kalau kita berdua mirip.”

“.......Apa maksudmu?”

“Kamito.”

Est tiba-tiba mengacungkan jari telunjuknya dan dengan lembut menekan bibir Kamito.

“Jangan ungkit-ungkit rahasia wanita.”

“....!”

Reaksi yang sangat tak terduga. Jantung Kamito berdetak kencang karena sentuhan lembut dari ujung jarinya.

Kemudian, roknya berayun seiring dia menoleh kedepan. Ia berlari ke depan dengan halus.

Datang agak jauh dari asrama, Kamito akhirnya sampai di gedung sekolah Akademi.

Apa Claire sudah disini? Setelah diusir dari kamar Rinslet, Kamito lekas menuju kamar Claire. Namun ia tak berada dalam kamarnya.

Mungkin dia sudah pulih, dan mulai masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.

Akan bagus kalau memang begitu—namun entah kenapa perasaan Kamito semakin cemas.

Sambil berjalan bersama Est sepanjang koridor, Kamito mendengar suara bisik-bisik berdatangan dari segala arah.

“Lihat. Lihat. Bukannya dia siswa laki-laki pindahan itu?”

“Nggak kusangka. Ternyata dia sudah punya cewek.”

“Ceweknya cantik ya......apa aku pernah melihat siswi sepertinya di Akademi ini?”

“Hei. Apa benar kalau kelompok Ellis kalah duel melawan cowok itu?”

“Atau jangan-jangan dia hanya ingin bermain-main dengan semua gadis di Akademi ini?”

“Mesum......atau mungkin, binatang buas.”

“Memang hewan buas.”

“Betul, hewan buas.”

“Musuh semua kaum wanita.......”

*Bisik*Bisik*Bisik*

........Kepala Kamito semakin pusing. Ia menjadi target bisikan mereka dan bisa mendengar semuanya.

“Apa Kamito memang binatang buas?”

Est meluncurkan serangan tak terduga. Tapi, dia tak bermaksud buruk.

Cling—terdengar suara pedang dicabut pada saat itu juga.

“—Kazehaya Kamito. Dasar laki-laki bejat!”

“....”

Tanpa waktu untuk menoleh, pedang telah menempel di depan lehernya.

Kamito menoleh dengan ragu-ragu, dan sedikit demi sedikit memindahkan bidang pandangnya pada—

Gadis berambut kuncir kuda, sang Ketua Ksatria yang tengah berdiri di belakangnya, mengeluarkan aura pembunuh mengerikan.

“E.....Ellis?”

“Aku sudah salah menilaimu, kamu maniak seks! Beraninya kamu bermain main dengan gadis lugu ini!”

“.......Dengar dulu.”

Kamito mendesah, dan berbicara dengan tatapan malas. ”Kali ini kesalahpahamanmu sudah melewati kesabaranku. Cewek ini adalah Roh Terkontrakku.”

“........Apa?”

Ellis mengangkat alisnya dengan ekspresi shock.

“Kamu bilang gadis ini adalah Roh Pedang yang menghabisi Roh Sihir dengan sekali tebasan?”

Ellis dengan wajah tak percaya menatap Est untuk sesaat, kemudian menoleh pada Kamito lagi.

“Sungguh kebohongan yang menyedihkan, Kazehaya Kamito!”

Clang—Pedangnya semakin ditekan ke arah leher Kamito.

Namun beberapa saat kemudian, mata kaku Est mulai melebar.

Pedang yang ditodongkan pada leher Kamito nampak seperti melunak dan membengkok secara misterius.

“Apa ini?”

“—Teriakan[5] – sebagai Roh Pedang, aku bebas mengendalikan pedang apapun. Jadi, apa kamu bisa mempercayai ucapan Kamito?”

“........!”

Ellis, dengan wajah shock, meneliti pedangnya yang bengkok.

Roh Sihir juga bisa melakukan fenomena yang sama, namun Est dapat membengkokkan pedang itu bahkan tanpa mengangkat jarinya.

“Begitu........maaf kalau sudah meragukanmu.”

Ellis meletakkan pedangnya, dan meminta maaf secara serius dengan membungkukkan badannya.

“Nggak. Sebenarnya, aku nggak menganggapnya sebagai Roh.”

Kamito mengangkat bahunya dan menggeleng kepalanya.

Meski gadis ini terlihat keras kepala hampir sepanjang waktu, ada juga saat saat dia menjadi seseorang yang penuh kehormatan.

“Ngomong-ngomong, apa kabar dua yang lainnya? Rekanmu dari Ksatria Sylphid itu—“

“Maksudmu Rakka dan Reishia? Mereka sudah siuman pagi ini. Kalian sudah menghajar mereka habis-habisan. Mereka perlu beristirahat sejenak sebelum bisa mengendalikan Roh lagi.”

“Maaf........sekali menggunakan Senjata Elemental, aku kesulitan mengontrol kekuatanku.”

“Itu kan duel, jadi nggak masalah. Biar jadi pelajaran berharga buat mereka.”

Ellis berdehem sejenak lalu—

“.......Aku minta maaf.”

“Hmm?”

“Aku bilang aku minta maaf. Aku tidak menyukaimu hanya karena kamu seorang laki-laki. Jadi aku merasa harus meminta maaf padamu.”

Dengan pipinya merona kemerahan, ia menatap mata Kamito.

“Saat kamu menghadapi Roh Sihir untuk menyelamatkan Claire Rogue, kamu terlihat sangat.......sangat keren. Jujur saja waktu itu aku juga gemetaran karena takut.”

“Aku sudah pernah menangani Roh beringas sebelumnya. Cuma soal pengalaman.”

Kamito, menggaruk belakang kepalanya, seolah merasa sangat malu.

“Kamito, jangan acuhkan aku, aku cemburu.” Ujar Est, sambil menggembungkan pipinya.

“Oh maaf....”

Kemudian Kamito mengingat tujuannya datang ke tempat ini.

“Ellis, apa kamu tahu dimana Claire berada?”

“Bukannya Claire Rogue masih mengunci dirinya dalam kamar? Kehilangan Roh Terkontrak sepertinya menjadi pukulan berat baginya.”

“Tapi dia nggak ada di kamarnya. Apa kamu punya petunjuk.........?”

“Hmm.......”

Ellis menaruh tangannya di dagunya dan mulai berpikir sejenak.

“Kalau dipikir-pikir, Upacara Kontrak <Roh Militer> akan diselenggarakan di Kota Akademi siang ini.”

“Upacara Kontrak?”

“Ah, pesertanya direkrut diantara para siswa Akademi untuk membuat kontrak dengan Roh Militer.”

Singkat kata, itu adalah perekrutan Militer—tutur Ellis.

Sebagai ganti Roh kuat yang disediakan oleh pihak Kerajaan Orudeshia, Akademi menyerahkan siswa-siswanya. Sekali siswi itu menjalin kontrak dengan Roh Militer, ia akan menjadi bagian tentara Kerajaan, dan sebagai biaya Roh Militer yang kuat, ia harus mematuhi perintah dari Kerajaan dan kapan saja harus siap turun ke medan perang jika Kerajaan membutuhkannya.

“Meskipun ada banyak masalah untuk menjadi personel militer, ada banyak peserta sukarela yang hanya ingin menjalin kontrak dengan Roh kuat. Dari sejak awal, hampir semua siswa Akademi ini berniat untuk bergabung dalam pasukan Militer Roh Kerajaan Orudeshia.”

“Dengan begitu banyak peserta, bagaimana mereka memilih calon kandidat?”

“Tentu saja—Tarian Pedang Roh.”

Format pertarungannya adalah bebas untuk semua jenis pertarungan.

Juga berfungsi sebagai demonstrasi kekuatan militer Kerajaan pada publik, Tarian Pedang akan diselenggarakan di arena Kota Akademi, bukan di Astral Zero.

“Sudah kehilangan Roh Terkontraknya, mungkinkah dia masih bisa berpartisipasi dalam upacara itu?”

“Namun, tanpa Roh Terkontrak, mengikuti kompetisi Tarian Pedang itu—“ Kamito berhenti sejenak dan menelan sisa ucapannya.

Mustahil—tapi dia sendiri juga tidak yakin.

Menampilkan Tarian Pedang tanpa Roh Terkontrak, tindakan semacam itu sama saja dengan bunuh diri.

Tanpa kekuatan Roh, sama sekali tak ada peluang menang melawan Kontraktor Roh lainnya—fakta yang sangat sederhana.

Namun Claire sekarang—

Kamito mengingat bagaimana ekspresi Claire yang diguyur hujan pada hari itu.

“.....Ellis, dimana upacara itu akan diselenggarakan?”

“Kalau kuingat-ingat, kamu tinggal berjalan lurus sepanjang jalan raya Olivier—Eh, Kamito?”

“—Paham, Ellis. Makasih banyak buat informasinya!”

Kamito meraih tangan Est dan mulai berlari.

Jangan coba memikul semuanya sendirian, bego!


Bagian 4[edit]

Claire berjalan sendirian di jalan sempit di kota Akademi.

Ia terlihat tak bergairah, dan langkah kakinya nampak berat.

Namun, ia tetap harus pergi. Tak ada pilihan selain terus berjalan ke depan.

Demi Scarlet yang mengorbankan dirinya demi melindungi dirinya, ia harus mendapatkan Roh yang sangat kuat—kekuatan besar yang tak akan kalah oleh apapun.

......Sudah tak bisa diapa apakan lagi. Di hadapan Roh Sihir yang mengerikan itu, ia tak bisa melakukan apa-apa.

Apalagi, karena kebodohan dan arogansinya, ia harus kehilangan Scarlet, partner paling berharganya yang telah menyertainya sejak masih kecil.

Selain itu, kalau Kamito waktu itu tak datang menyelamatkannya, ia saat ini pasti sudah mati.

“....Kenapa aku harus memikirkan cowok itu terus?”

Claire menggeleng kepalanya, mencoba menyingkirkan wajah Kamito dalam pikirannya.

“—Aku tak boleh terus mengandalkan cowok itu. Aku bertahan sendiri sejak dulu hingga sekarang.”

Ya. Dia tak akan berhenti disini. Claire Rogue harus menghadapi pertarungan seorang diri.

“—Aku ingin kekuatan. Kekuatan besar yang tak akan kalah dengan siapapun.”

Kekuatan besar sehingga tak akan kehilangan siapapun lagi. Kekuatan besar untuk mengambil kembali apa yang hilang dari dirinya.

Misalnya—seperti kekuatan gadis yang ia kagumi pada pandangan pertama tiga tahun silam.

Kekuatan luar biasa yang ditampilkan Penari Pedang Terkuat, Ren Ashbell.

“—Kamu menginginkan kekuatan?”

“.......?”

Mendengar suara tiba-tiba entah darimana, Claire dengan cepat menoleh.

Disana berdiri seorang gadis cantik.

Gadis berambut hitam dengan dandanan yang juga serba hitam.

Wajahnya dengan lekuk sempurna menampilkan kesan menawan, dan kecantikan yang sepertinya tidak dimiliki oleh manusia.

Ia memiliki pupil mata hitam, seolah bisa menyedot siapapun yang melihatnya.

Claire sekejap membuang kewaspadaannya, terpesona pada kecantikan gadis di hadapannya.

“Terima kasih. Karena kamu, Kamito akhirnya bangkit kembali.”

“Kamu siapa? Apa yang kamu bicarakan?”

“Namun, ini saja masih belum cukup. Ia yang sebenarnya masih lebih kuat dari itu.”

Gadis itu tersenyum simpul dan perlahan mendekati Claire.

Claire tak bergerak. Bukan, dia tak bisa bergerak.

“Apa?”

“Kalau kamu menginginkan kekuatan, silakan ambil ini.”

Gadis itu dengan elegan mengulurkan tangan rampingnya.

Di atas telapak tangannya, objek gelap yang dikelilingi aura hitam mengapung.

“Apa ini Roh?”

“Iya, dan bisa membantumu mengeluarkan kekuatan sejatimu.”

“Kekuatan sejati.......”

Claire bergumam dalam ketidakpastian.

Kalau itu adalah Claire yang biasanya, tentunya ia tak akan ragu-ragu untuk menolak tawaran tersebut.

Roh Terkontrak diperoleh dengan kekuatan orang itu sendiri. Bukan sesuatu yang bisa begitu saja diterima dari orang lain.

Namun, api yang menyala dalam hati Claire perlahan lahan semakin mengecil.

Begitu kecilnya hingga bisa padam kapan saja.

Sehingga—Claire menerima tangan itu. Ia mengambil Roh yang ditawarkan oleh gadis itu.

Kabut hitam perlahan mengumpul di telapak tangan Claire dan lenyap.

Rasa sakit mendadak muncul di tangan kirinya, Simbol Roh berwarna hitam kemudian terpahat di telapak tangan kirinya.

“Roh Kegilaan <Gespenst> apakah kamu menyukainya?”

Gadis berambut hitam dengan dandanan serba hitam itu tersenyum lebar.

Seperti gadis kecil yang kejam.

Seperti Iblis yang lugu.


Back to Bab 6 Return to Halaman Utama Forward to Bab 8