Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid20 Bab 6

From Baka-Tsuki
Revision as of 18:14, 30 January 2020 by Narako (talk | contribs) (→‎Bab 6)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6 - Pertempuran Penentu di Ibukota Suci[edit]

Bagian 1[edit]

"Kyahh, a-apa yang terjadi?"


Karena dampak yang tiba-tiba pada kapal, Rinslet kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.


"Woof?"


Fenrir berlari memutari dia karena kuatir.


Setelah menerobos kedalam Ibukota Suci, Revenant terhenti di udara seolah terjebak.


"Kapalnya berhenti. Apa yang terjadi?"


Berdiri di dek, Fianna mengangkat alisnya dan menoleh ke belakangnya.


Terhalang oleh kepulan debu, daya pandangnya cukup buruk.


Pada dasarnya mustahil untuk melihat seperti apa situasinya di luar kapal.


Dengan ekspresi kuatir, keempat Ratu berkumpul.


"Apa reaktor pengendalinya mengalami malfungsi?"


Rinslet berdiri dan menepuk-nepuk roknya untuk membersihkan debu yang nempel.


"....Bisa jadi."


Mungkin reaktor kendalinya mengalami kerusakan saat kapalnya menghantam penghalang.


Akan tetapi, dampak apa yang barusan?


"Iseria-sama, berdiri disana sangat berbahaya."


Lalu, Rinslet melihat Iseria berdiri di pagar di dek.


Avatar sang Elemental Lord Air menatap awan debu tersebut dengan ekspresi serius diwajahnya.


"....! Hawa kehadiran ini, mungkinkah–"


Iseria membelalakan matanya, bergumam pelan.


"Hei, apaan sih yang terjadi?"


Sebelumnya berada didalam kapal, Muir keluar ke dek. Greyworth juga bersama dia.


"Entahlah."


"Velsaria, apa reaktor kendalinya baik-baik saja?"


Greyworth mengeluarkan sebuah kristal roh untuk komunikasi.


Resonansi divine power menghasilkan listrik statis. Jawaban segera datang.


"Reaktor kendali nggak malfungsi, tapi–"


"Tapi apa?"


"Tepat dibawah kapal, ada suatu entitas yang besar–"


"Apa?"


Saat Greyworth bertanya....


Ada suara dari kapal yang sedang diremas. Kapal itu juga sangat miring.


" " " "Kyahhhhhhhhh!" " " "


"Semuanya, pegangan pada pagar!"


Fianna berteriak pada para Ratu yang ketakutan.


"Iseria-sama, kesinilah!"


"B-Baiklah..."


Rinslet memegang tangan Elemental Lord Air dan memeluknya.


Tiba-tiba, sebuah bayangan besar dengan sayap yang terentang muncul diatas kepala.


Itu adalah seekor naga terbang raksasa bersisik hitam legam.


Roh naga milik Leonora, Nidhogg.


"–Sepertinya ada sesuatu dibawah kapal!"


Menunggangi naga itu, Leonora memperingatkan.


Nidhogg mengepakkan sayapnya dan berputar-putar, menghempaskan awan debu.


".....! Apa itu!?"


Melihat dari dek, Fianna membelalakan matanya.


Saat debunya menghilang. Apa yang muncul dalam pandangannya adalah–sebuah lengan raksasa.


Sebuah tangan yang terbuat dari batu telah menangkap Revenant.


"A-Apaan itu!?"


"....Mungkinkah itu roh militer kelas strategi!?"


Fianna menahan nafasnya.


Setelah Perang Ranbal berakhir, ada tujuh roh militer kuat yang disegel dan diamankan dibawah perjanjian benua.


Siapa sangka sesuatu semacam itu bersemayam di Ibukota Suci?


Namun....


"Tidak, kau salah–"


Iseria nggak sependapat.


"Iseria-sama?"


"Itu adalah—"


Sang Elemental Lord Air nggak menyelesaikan kalimatnya.


Ada suara kapal diremukkan.


"K-Kapalnya sudah gak bisa bertahan!"


"....! Tinggalkan kapal!"


"Sudah terlambat!"


Rinslet segera mengatakannya. Kesampingkan Iseria yang merupakan seorang roh, kabur sambil membawa Fianna dan keempat Ratu bukanlah tugas yang gampang.


Lalu...


"Pegangan yang erat!"


Sebuah suara terdengar dari atas.


Claire yang memakai armor Einherjar–dengan sayap api dipunggungnya–dan Ellis yang menunggangi Simorgh. Juga ada Kamito dibelakang Ellis.


"Claire, Kapten!"


"Yang Mulia, maaf–"


Claire memegang tangan Rinslet dan Iseria lalu terbang ke langit. Simorgh mendarat di dek dan menggunakan cakar tajamnya untuk menangkap Fianna dan keempat Ratu.


Sementara itu roh naga milik Leonora menangkap kerah Muir.


Adapun untuk Greyworth, dia sudah merapal sihir roh untuk melompati ruang dan meninggalkan kapal.


Lalu, dek kapal terlipat dan Revenant hancur.


Karena kristal roh reaktor kendali hancur, terjadi kilatan cahaya yang terang.


"....! Revenant hancur!?"


"Mbakyu!"


Ellis berteriak. Namun.


"–Ellis, aku baik-baik saja."


Mendengar itu, Ellis menoleh ke belakang, dan melihat Benteng melayang di udara.


Dia berhasil kabur tepat waktu.


"Mbakyu....!"


Ellis menghela nafas lega.


Tapi setelah itu, dia kembali memasang ekspresi serius.


".....Kamito, itu apaan?"


Dia menatap tangan batu raksasa yang menjulur dari tanah.


....Cuma lengan saja sudah sebesar ini. Tunggu, atau mungkin lengan itu adalah seluruh tubuhnya?


Simorgh berputar di udara, lalu menurunkan para Ratu yang ketakutan disuatu tempat yang jauh.


Claire juga mendarat di sebuah gereja untuk menurunkan Rinslet dan Iseria.


"Hati-hati, dia mendekat!"


Kamito berteriak keras.


Rumble rumble rumble rumble rumble...!


Seolah seluruh Ibukota Suci berguncang, terjadi gempa bumi.


Tanah terbelah dan sesuatu perlahan keluar dari bawah tanah–


Seekor raksasa.


Kepala seperti gunung batu. Tubuh yang mirip dengan pegunungan dipenuhi tanaman dan pepohonan.


Ukurannya sebanding dengan Istana Holy Lord di pusat Ibukota Suci.


"A-Apaan itu?"


Rinslet terkesiap.


Hawa kehadiran raksasa itu sangat mencengangkan.


"Lode Gear—" ucap Iseria.


"Apa?"


Saat dia mendengar nama yang digumamkan sang Elemental Lord Air, alis Claire sontak naik.


"–Itu adalah Elemental Lord Tanah."


"...! Elemental Lord!?"


Nama yang diucapkan Iseria membuat semua orang yang ada menatap dia.


"Iseria-sama, bukankah Elemental Lord Tanah telah berubah menjadi sebuah Gerbang?"


"Ya, itulah yang terjadi pada tubuh aslinya, dilahap oleh Kegelapan Dunia Lain. Yang ini mirip denganku dan Volcanicus, sebuah avatar yang terpisah disertai sebagian kekuatan. Akan tetapi, nampaknya yang ini cukup kuat."


"Sulit dipercaya....!"


Avatar Elemental Lord Tanah. Jika apa yang dikatakan Iseria memang benar, maka yang ada didepan mereka ini merupakan lawan yang jauh lebih kuat dibandingkan roh-roh militer kelas strategi.


"....Apakah ada cara untuk berkomunikasi?"


Claire menghadap Ratu Tanah, Nia Roshka.


Akan tetapi, sang Ratu Tanah menggelengkan kepalanya penuh keputusasaan.


"....Tidak ada, mahluk itu tak lagi memiliki hubungan denganku."


"Itu benar. Makhluk itu bahkan sudah tak lagi memiliki sedikitpun kewarasan yang tersisa."


Kata Iseria dengan sedih.


Sang Elemental Lord Tanah meraung. Suara itu menyebabkan tanah berguncang dan udara bergetar.


"Satu-satunya pilihan kita cuma mengalahkannya, huh?"


Kamito menyiapkan kedua pedangnya.


Namun, Greyworth melangkah maju seolah menghentikan dia.


"Greyworth?"


"Serahkan ini padaku. Kalian pergilah duluan."


Sang Penyihir Senja menghunus pedang iblis miliknya dan menatap sang Elemental Lord Tanah.


"Tapi–"


"Segera setelah Gerbangnya terbuka, dunia ini akan musnah, kan?"


Mengikuti Greyworth, Leonora juga berjalan kearah raksasa itu.


"Aku ikut. Gimanapun juga, itu adalah musuh bebuyutan Raja Naga."


"Ahah, spesialisasi Muir adalah memburu mangsa yang besar."


Muir juga mengeluarkan sebuah kristal roh dan menoleh kebelakang pada Kamito.


"Waktunya mengamuuuuuuuuuuuuuk!"


"Berburu mangsa besar juga merupakan keahlianku."


Berkata demikian, Velsaria mendaratkan Benteng miliknya pada tanah.


"Mbakyu, aku juga–"


"Kau ikutlah bersama Kazehaya Kamito."


Velsaria menatap para anggota Tim Scarlet satu persatu.


"Kalian adalah orang-orang yang mengalahkan aku. Tetaplah bekerja sama sebagai sebuah tim."


"–Dimengerti. Kupercayakan para Ratu padamu."


Gak ada waktu buat berargumen. Kamito segera mengangguk.


Fianna dan Rinslet berpegangan pada sayap Simorgh.


Claire mengepakkan sayap api miliknya.


Kamito melepaskan divine power dan melompat ke udara.


Elemental Lord Tanah mencoba memblokir mereka berlima yang terbang.


Akan tetapi, pedang iblis milik Greyworth bersinar, menarik perhatiannya.


"Kamilah lawanmu, Elemental Lord–"


Greyworth tersenyum menantang.


"Nah sekarang, waktunya mulai berburu."


"Jangan menganggu. bocah naga."


"Aku gak lagi sama seperti yang sebelumnya."


Berkata demikian, Leonora mengaktifkan Dragon Blood.

Bagian 2[edit]

Meninggalkan medan pertempuran, Kamito dan timnya terbang kearah Istana Holy Lord yang berlokasi di tengah kota.


Jaringan pertahanan anti-udara milik Ibukota Suci pada dasarnya sudah lumpuh. Gimanapun juga, sejak awal Ibukota Suci Alexandria bukanlah sebuah kota yang bertindak sebagai benteng militer.


Meskipun sihir roh dilepaskan oleh patung-patung roh penjaga yang ada dimana-mana, semuanya dijatuhkan oleh Rinslet yang menunggangi Simorgh.


"Kayaknya udah nggak ada roh militer lagi."


Dengan sayap api miliknya direntangkan, Claire tetap waspada pada sekeliling sambil bergumam.


"Ya, yang dikerahkan di luar kota merupakan seluruh pasukan militer milik Ibukota Suci."


Ellis mengangguk.


"Nggak ada perlunya menyimpan sesuatu."


Berkata begitu, Rinslet menembakkan panah lagi. Lalu....


Ada ledakan yang memekakan telinga di belakang mereka.


Itu adalah suara dari pertempuran antara Elemental Lord Tanah dan kelompok Greyworth.


Kemuraman muncul di wajah semua orang.


Akan tetapi, gak seorangpun yang berbalik menghadap ke kebelakang.


Mereka yang tetap di belakang telah menempatkan kepercayaan mereka pada Tim Scarlet, mempercayakan masa depan pada mereka.


Oleh karena itu, sebagai tanggapan Tim Scarlet juga mempercayai mereka.


–Sang Penyihir Senja, ksatria naga terkuat dari Dracunia, Benteng Diam, Monster dari Sekolah Instruksional. Mereka merupakan lawan yang tangguh yang pernah Kamito lawan di masa lalu.


Meskipun menghadapi Elemental Lord Tanah, mereka berempat gak berada dalam posisi yang gak diuntungkan.


Sebuah menara raksasa berwarna putih–dinding luar Istana Holy Lord berada tepat didepan mereka.


"Dimana pintu masuk ke bangunan itu?"


Setelah mengamati bagian luar menara itu, Fianna bertanya terkejut.


Memang, gak ada yang menyerupai pintu masuk gak peduli gimana mereka mencarinya.


"Bodo amat dah. Lelehin aja dindingnya!"


Berkata begitu, Claire mulai mengayunkan Flametongue yang berkobar dari udara.


(....!?)


Tiba-tiba, suatu hawa keberadaan yang kuat menyelimuti sekeliling.


Rasa haus darah itu bagi Kamito terasa seolah sebuah tangan raksasa meremas sekujur tubuhnya.


"....! Ellis, menghindar!"


Sesaat setelah Kamito berteriak.


Badai ganas menerjang langit Ibukota Suci yang dipenuhi dengan awan gelap.


"...! Simorgh!"


Tertelan oleh angin yang kencang, Simorgh kehilangan keseimbangan. Meski Ellis berusaha sebaik mungkin, dia nggak bisa mengendalikan arus angin tersebut.


"A-Apa yang terjadi? Kyahhhhhhh!?"


Dengan sayapnya tertekuk kearah yang gak wajar, Simorgh jatuh berputar-putar.


"Ellis!?"


Dengan sayap api di punggungnya, Claire berusaha mengulurkan tangannya, tapi dia nggak bisa terbang dengan baik karena gangguan dari badai tersebut.


(.....!)


Bimbang, Kamito menghentak dinding luar dari bangunan tersebut dan melesat kearah tanah.


Menyadari niat Kamito, Ellis segera menggunakan sihir roh angin.


"....Wahai Angin, hempaskanlah–Wind Bombs!"


Ledakan ganas menghasilkan lubang di tanah, menetralisir angin yang mengamuk.


Memanfaatkan momen ketika Simorgh memperoleh kendali lagi, Ellis memaksa roh terkontrak miliknya mendarat di alun-alun.


Dampaknya. Pada sayapnya, Rinslet dan Fianna terlempar ke udara.


"...! Hati-hati—"


Menunggu dibawah, Kamito segera menangkap kedua cewek itu.


"kalian nggak apa-apa?"


"Y-Ya...."


"Caranya cukup kasar, tapi untunglah."


Rinslet dan Fianna mengangguk. Ellis berujung menghantam tanah karena pendaratan paksa, tapi armor miliknya sepertinya meredam dampak hantamannya.


"...! Apaan sih yang terjadi!?"


Mendarat di alun-alun, Claire bertanya.


Diatas mereka, badainya sangat ganas.


–Itu terasa seperti badai itu berusaha mengurung mereka.


Tentu saja, gak mungkin itu cuma sekedar angin biasa. Bahkan di wilayah terburuk dari Astral Zero, nggak akan ada angin alami yang bisa menghempaskan Simorgh yang merupakan seekor roh tingkat tinggi.


(Dan juga, rasa haus darah yang kurasakan barusan–)


Kamito berdiri dan mencari hawa kehadiran disekitar.


Lalu.....


"–Dasar serangga-serangga bodoh, beraninya kalian menentang seorang penguasa?"


BOOM!


Hembusan angin ganas mulai menerpa di pusat alun-alun.


Pusaran angin itu menghempaskan puing-puing, membentuk tornado raksasa.


"A-Apa!?"


Claire berseru terkejut.


Tornado itu terbagi seraya berputar, membentuk sebuah penghalang angin disekitar alun-alun.


"...! Kita terkurung."


"Ya–"


Mengangguk, Kamito menatap kearah pusat alun-alun.


Sosok mungil muncul di pusat tornado yang menjulang ke langit.


"...!?"


Itu adalah seorang cewek yang tampak seumuran dengan Claire dan teman-temannya, mengenakan pakaian pendeta bergaya Quina.


Wajah cantiknya memiliki kulit pucat. Rambut emeraldnya yang berkilauan berkibar ditiup angin. Dibawah alis elegan itu merupakan sepasang mata berwarna biru langit yang jernih, menatap marah pada Tim Scarlet dari langit.


Cewek itu memancarkan haus darah yang mengerikan.


Didepan hawa kehadiran yang sekuat itu, para elementalis biasa pasti akan kaku gak bisa bergerak.


"S-Siapa dia itu?"


Rinslet terkesiap.


"Aku Belphal Sylphid–"


Cewek itu berbicara dengan suara tanpa ekspresi.


"...! Apa kau bilang Belphal!?"


Mendengar itu, Fianna membelalakkan matanya.


"Mungkinkah dia sang Elemental Lord Angin!?"


Ellis berkata terkejut.


Elemental Lord Angin Belphal Sylphid dan Elemental Lord Api Volcanicus sama-sama dikenal dengan tabiat buruk mereka diantara para Elemental Lord.


"I-Ini sungguhan?"


Rinslet menanyai segel yang ada ditangan kirinya.


(–Ya, tidak salah lagi. Dia adalah Elemental Lord Angin.)


Jawab Iseria Seaward.


"Bukan cuma Elemental Lord Tanah tapi juga Elemental Lord Angin–"


Ellis mengerang.


"Setidaknya dia dalam wujud manusia. Bisakah kita berkomunikasi?"


"Mana kutau. Kurasa peluangnya tipis–"


Mendengar saran Kamito, Claire menjawab ketus.


"Kurasa kau benar..."


Cewek yang diselubungi angin ganas itu mengulurkan tangannya dan menggerakkan bibirnya.


"Antek-antek Elemental Lord Kegelapan yang telah menghianati dunia, musnahlah–"


Seketika, pedang angin dalam jumlah banyak muncul disekitar para cewek.


"...!"


BOOM!


Buru-buru, Kamito mengayunkan Demon Slayer kearah tanah.


Cahaya yang terpancar membelah tanah, mencungkil bebatuan untuk membentuk dinding sementara.


"—Wind Wall!"
"—Knights of Protection!"


Sedikit lebih lambat, Ellis dan Fianna mengerahkan penghalang angin dan sebuah perisai cahaya suci.


Kedua sihir ini merupakan sihir defensif tingkat tinggi yang mampu menepis sebagian besar sihir roh.


Pedang-pedang angin menyerang dari segala arah dan menghancurkan bangunan-bangunan serta mencabik-cabik tanah.


Disertai suara bising dari tebasan, pandangan mereka seketika terhalang oleh awan debu dan puing-puing.


(....Kekuatan yang sungguh gila–)


Terus mempertahankan kuda-kuda mengayunkan Demon Slayer, Kamito mengeluh didalam benaknya.


Pemandangan alun-alun itu berubah drastis.


Semua bangunan di sekeliling musnah. Retakan yang gak terhitung jumlahnya membekas di tanah.


Meskipun mereka berhasil memblokirnya, dilindungi oleh teknik milik Kamito dan sihir defensif ganda–


Bagi sang Penguasa Angin, serangan barusan gak lebih dari salam saja.


Meskipun dia berpenampilan seorang cewek menggemaskan, kekuatannya gak kalah dari Elemental Lord Tanah yang tadi, bahkan mungkin lebih besar.


(....Sialan, di tempat kayak gini–)


Mencengkeram gagang kedua pedangnya, Kamito menengadah menatap cewek yang melayang di udara.


–Sebuah lubang raksasa telah terbuka di langit Astral Zero.


Gak ada waktu lagi. Meskipun Istana Holy Lord berada tepat didepan mereka–


"—Kamito."


Lalu, Claire merendahkan suaranya dan berbisik.


"Serahkan ini pada kami. Kau pergilah ke Holy Lord."


"Claire..."


Kamito menengok ke belakang, dan melihat Claire menatap dirinya dengan penampilan penuh tekad.


"Kamito-san, serahkan saja dia pada kami."


Memegang busurnya, Rinslet tersenyum percaya diri.


"Ya, kau harusnya bisa menerobos penghalang tornado itu jika kau sendirian."


"Tapi...."


Kamito agak ragu.


Ellis benar. Kalau Kamito sendirian, dia bisa menerobos penghalang angin itu secara paksa menggunakan perlindungan Demon Slayer dan divine power kegelapan.


Akan tetapi, meskipun dia cuma avatar, lawannya adalah salah satu Elemental Lord dari Astral Zero.


Meninggalkan Tim Scarlet disini tentunya–


"Gak usah kuatir, Kamito-kun."


Fianna menggeleng.


"Kami adalah para Ratu Raja Iblis."


"Dan juga, gimanapun juga, sudah gak ada waktu buat disia-siakan disini dengan dia."


Claire menghentak tanah, merentangkan sayap api miliknya dan terbang.


"Tujuan Holy Lord adalah mengulur waktu untuk membuka Gerbang, kan?"


"..."


Kamito gak bisa berkata apa-apa. Memang, Claire benar.


Jika Gerbang menuju Dunia Lain terbuka sepenuhnya, semua upaya mereka hari ini akan sia-sia.


"Kamito, serahkan ini pada Nona Kucing Neraka dan yang lainnya. Setelah mewarisi kekuatan Elemental Lord Kegelapan, cuma kau satu-satunya yang mampu mengalahkan Holy Lord."


Segel ditangan kirinya bersinar seraya suara Restia terdengar didalam pikirannya.


"P-Percayalah pada kami. Kami adalah rekan tim yang telah melalui cobaan dan rintangan Blade Dance bersama denganmu."


"Ya. Serahkan saja pada kami."


"Betul."


"Kami akan menyusulmu setelah mengalahkan dia."


Mendengar Claire, Fianna, Ellis dan Rinslet mengangguk tegas, Kamito–


"....Dimengerti." ucapnya pelan.


Memang, cewek-cewek ini telah mencapai perkembangan yang luar biasa beberapa bulan belakangan ini.


Bukan cuma meningkatkan kekuatan individual mereka, tapi Tim Scarlet juga semakin bagus dalam kerja sama sebagai sebuah unit dalam koordinasi taktis. Meski melawan seorang Elemental Lord, mereka kemungkinan bisa bertahan.


Menggunakan divine power kegelapan untuk menyelimuti sekujur tubuhnya, Kamito menatap Belphal yang ada dibalik awan debu.


Mata biru Elemental Lord Angin sedikit melebar.


"–Penerus Elemental Lord Kegelapan, kau harus mati disini!"


Angin menderu. Rambut emeraldnya berkibar.


"Kemenangan milik orang yang bergerak duluan, ayo–"


Claire melangkah maju. Disaat yang sama, Kamito dan Ellis juga bertindak.


Ini merupakan kombinasi garis depan yang sudah mereka ulangi berkali-kali. Bahkan gak membutuhkan sinyal.


"Engkau pedangku, engkau perisaiku, berubahlah menjadi cahaya yang tak terbatas, Wahai pemurni kegelapan–Save the Queen!"


Dengan perapalan Fianna, sebuah penghalang perlindungan yang kuat dikerahkan.


"–Enyahlah!"


Belphal melepaskan sebuah badai.


Dengan masa yang sangat besar, badai itu menyebar menghempaskan sekeliling.


"Wahai angin ganas, mengamuklah–!"


Ellis mengayunkan Ray Hawk.


Full Burst–Ini merupakan sebuah teknik yang secara sengaja membuat kekuatan roh terkontrak lepas kendali.


Disaat masa angin bertabrakan, menyebabkan ledakan di pusat alun-alun.


Bergerak melewati puing-puing yang beterbangan, Kamito melesat kedepan.


"—Majulah, Kamito!"


Ellis merapal sihir roh Swift Wind.


Kamito merasa tubuhnya sedikit melayang, kecepatan berlarinya meningkat.


"Oh?"


Belphal sedikit melebarkan matanya.


Ditangannya, sebuah tombak sihir besar muncul.


Ini merupakan sebuah senjata legendaris yang terakhir kali terlihat pada saat Perang Roh enam ribu tahun lalu.


"Taring es pembeku–maju tembuslah, Freezing Arrow!"


Rinslet menembakkan hujan anak panah sebagai tembakan perlindungan untuk Kamito dan Claire yang tengah maju.


"Trik murahan–"


Sebagai tanggapan, Belphal mengayunkan tombak sihir miliknya, menghempaskan panah-panah es tersebut.


Akan tetapi, jeda sesaat itu sudah cukup.


"Percuma saja. Kekuatan setingkat ini–"


"Absolute Blade Arts, Bentuk Pertama—Purple Lightning!"


"Apa!?"


Kamito melepaskan divine power, menyerbu seketika.


Ini merupakan Absolute Blade Arts berkecepatan tinggi, meningkatkan kecepatannya sampai batas.


Seketika, Belphal menarik tombak sihir miliknya untuk memasuki posisi bertahan.


Tepatnya inilah yang Kamito–dan timnya–inginkan.


Kamito mengarah pada pusaran angin, mengabaikan Belphal dan menyerbu penghalang yang ada dibelakangnya.


"...!?"


Terkejut, Belphal berbalik.


"Ohhhhhhhhhhhhhhhhhh!"


Bilah Demon Slayer menusuk penghalang angin tersebut.


Kamito melepaskan divine power kegelapan secara penuh.


Mengabaikan pedang-pedang angin yang menyebabkan luka sayat di sekujur tubuhnya, dia terus menyerang.


"–Sialan kau!"


Menyadari niat Kamito, Belphal bersiap melepaskan tombak sihirnya–


Akan tetapi, sebuah cambuk api melilit tangannya.


"Jangan coba-coba!"


"...!"


Sambil memegang cambuk, Claire tersenyum berani.


"–Elemental Lord Angin, lawanmu adalah kami, Tim Scarlet."


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya