Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid20 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 7 - Dua Pedang Suci[edit]

Bagian 1[edit]

Mendengar deru angin dibelakangnya, Kamito melesat kearah Istana Holy Lord.


Sekujur tubuhnya sakit karena cidera saat menerobos penghalang angin tersebut. Tanpa perlindungan baja milik Est, dia mungkin sudah tercincang berkeping-keping oleh pedang-pedang angin.


(...Aku harus cepat–)


Lubang Dunia Lain di langit diatas Istana Holy Lord perlahan meluas.


Meski dia kuatir, Kamito nggak berpaling ke belakang.


Cewek-cewek itu mempercayai Kamito.


Oleh karena itu, Kamito juga harus mempercayai mereka dan terus maju.


Dia menghentak tanah dengan keras, meledakkan divine power yang terkumpul pada kakinya. Seraya menghancurkan ubin batu yang dia pijak, Kamito terus berlari kearah Istana Holy Lord.


Merasakan divine power dalam jumlah yang besar, para roh penjaga bermunculan satu demi satu untuk memblokir jalan.


"Enyahlah dari hadapanku!"


Akan tetapi, Kamito menjatuhkan mereka satu persatu dengan sebuah serangan tunggal tanpa memperlambat kecepatannya.


Setiap kali Kamito mengayunkan kedua pedangnya, para roh berubah menjadi partikel cahaya dan lenyap.


Setelah menghabisi puluhan roh penjaga–


Kamito sampai di bagian bawah menara berwarna putih, menjulang ditengah taman yang luas.


Istana Holy Lord.


Ini merupakan kuil agung yang dibangun untuk menyembah Holy Lord Alexandros.


Musuh terakhir ada di menara ini.


(...gak ada elementalis yang menjaga menara ini, huh?)


Kamito mengamati sekeliling, tapi sama sekali nggak menemukan jejak hawa keberadaan dari para Sacred Knight.


Kayaknya juga nggak ada roh militer yang disiagakan di area ini.


Bergerak semakin mendekat untuk mengamati, dia masih nggak menemukan pintu masuk.


Didepan dia hanyalah dinding putih yang dipoles halus.


Kamito mengayunkan Demon Slayer.


Terbelah pedang itu, dindingnya runtuh dan menghasilkan suara yang keras.


"....."


Melangkah masuk, Kamito seketika merasakan perasaan yang aneh.


Suara lenyap. Deru badai terdengar sangat jauh sekarang ini. Bahkan suara pertempuran kelompok Greyworth dan Elemental Lord Tanah gak lagi bisa terdengar–


Itu terasa seolah seluruh ruangan ini terisolasi.


Dia menengok ke belakang, dan melihat dinding putih itu telah kembali pulih tanpa ada tanda-tanda pernah hancur.


"....Apa? Aku di pindahkan?"


Kamito mengamati sekelilingnya penuh kecurigaan–


Didepan dia adalah sebuah koridor yang tampak familiar.


"–Karena pengaruh Astral Shift, sepertinya interior Istana Holy Lord tumpang-tindih dengan kuil Elemental Lord."


Dia merasa segel roh ditangani kirinya bersinar. Dia mendengar suara Restia.


"...Jadi begitu."


Bergumam, Kamito berjalan kearah koridor.


Kamito pernah berjalan menelusuri koridor yang mengarah ke kuil Elemental Lord sebanyak dua kali.


Yang pertama bersama Restia.


Yang kedua bersama Tim Scarlet–


Setelah berjalan di koridor selama beberapa saat, perasaan aneh itu kembali meliputi tubuhnya.


Muncul didepan dia adalah sebuah tangga yang megah.


–Tangga yang mengarah ke singgasana para Elemental Lord.


Sebelumnya, disinilah dia menikam Restia.


Kamito menyiapkan kedua pedangnya dan menapaki tangga itu.


Melihat keatas, dia bisa melihat tiga pilar cahaya menjulang ke langit.


Setelah sampai diujung tangga–


Yang muncul didepan matanya bukanlah kuil Elemental Lord, melainkan sebuah aula besar terbuka yang terbuat dari batu.


Aula itu bahkan lebih besar dari tempat latihan di Akademi.


Nggak ada atap diatas aula besar itu, hanya lubang hitam yang ditembus oleh pilar-pilar cahaya. Dipangkal pilar-pilar cahaya itu, dia bisa melihat singgasana-singgasana dari para Elemental Lord yang rusak karena Kegelapan Dunia Lain.


Dan di tengah dari kelima singgasana itu, di singgasana yang biasanya selalu kosong–


"–Waktu yang tepat, penerus Ren Ashdoll. Selamat datang."


Sang Sacred Maiden yang memegang pedang suci–Areishia, alias Alexandros–tersenyum.

Bagian 2[edit]

"—Holy Lord Alexandros."


Dengan suara langkah kaki, Kamito berjalan maju di aula besar itu.


Terus mempertahankan kedua pedangnya dalam keadaan siap, dia berhadapan dengan Holy Lord yang berpenampilan Sacred Maiden.


Rambut pirang berkilau. Armor kuno yang berkilauan perak-putih.


Ditangannya adalah sebuah pedang suci dengan gaya yang sama seperti Est. Perbedaannya adalah pedang suci milik Holy Lord bermata dua, sedangkan Demon Slayer milik Kamito bermata satu.


Sebelumnya, Kamito pernah melihat pedang milik Sacred Maiden Areishia didalam mimpinya Est.


Roh Senjata–Terminus Est.


(Jadi itu tubuh utama Est, huh....)


Kamito menggenggam erat Demon Slayer ditangannya.


Roh pedang terkuat yang dulunya ditakuti para Elemental Lord.


Hanya melihatnya saja sudah cukup untuk membuat Kamito merasakan kehadiran mengerikan yang membuat bulu kuduknya berdiri.


Untuk melawannya, Kamito melepaskan divine power kegelapan.


Oh? Melihat ini, Alexandros tampak cukup jengkel.


"Apa ini kekuatan kegelapan yang diwariskan dari dia?"


"Itu benar–"


"Sejujurnya, aku terkejut. Aku menduga kau dilahap oleh kegelapan miliknya–"


Alexandros berdiri dari singgasananya dan menatap Kamito.


"Bahkan dengan Kegelapan Dunia Lain merusak dirinya, Ren Ashdoll berhasil mewariskan harapan terakhirnya. Harapannya adalah bahwa suatu saat seseorang yang mewarisi kekuatannya akan muncul dari ras manusia. Jadi kau orangnya huh? Raja Iblis–Ren Ashbell."


"Ya. Aku adalah si pedang pembunuh, disini untuk membunuhmu."


"Aku mengerti. Jadi itu keinginannya."


"–Bukan."


Dihadapkan pada Holy Lord yang mengangkat bahu, Kamito menggeleng dan berbicara.


"Dia cuma mempercayakan kekuatannya padaku. Ingin membunuhmu adalah keinginanku sendiri. Kau seharusnya nggak ada di dunia ini."


Kamito mengacungkan Demon Slayer yang bersinar terang pada Holy Lord.


"–Ah, jadi begitu. Dari sudut pandang dunia ini, aku memang musuhnya."


Holy Lord tersenyum. Gak ada sedikitpun kebengisan pada senyum polos itu.


Sang Sacred Maiden menengadah menatap retakan menuju Dunia Lain yang menembus langit dan mengulurkan tangannya.


"–Pada akhirnya, aku harus menjadi dunia itu sendiri."


Dia berbicara penuh antisipasi.


"Jadi itu sebabnya kau mau menyerap kekuatan para Malaikat dari Dunia Lain, untuk membentuk ulang dunia ini sesuai dengan gambaran yang ada dalam benakmu?"


"–Tidak."


Holy Lord membantah tuduhan Kamito.


"Apa?"


"Yang kuinginkan bukanlah sekedar kekuatan para Malaikat, tapi sesuatu yang ada dibalik Gerbang itu."


"...Sesuatu dibalik Gerbang itu, kau bilang?"


Jadi bukan cuma Malaikat yang ada dibalik Gerbang menuju Dunia Lain?


"Tepat. Makhluk yang disebut Malaikat itu gak lebih dari mahluk yang menjaga sesuatu. Maka dari itu, saat kau melihat Malaikat yang tak terhitung jumlahnya itu ketika kau dilahap oleh Kegelapan Dunia Lain, apa tepatnya yang mereka jaga?"


"...!?"


Kamito terkesiap kaget. Keringat dingin membanjiri keningnya.


–Malaikat, seperti yang disiratkan nama mereka, merupakan utusan dari surga.


Jika demikian, siapa yang mengirim para Malaikat itu?


"Dibalik Gerbang itu adalah origin yang telah menciptakan kami para Elemental Lord serta Astral Zero ini. Asal-usul dari semua kekuatan, semua eksistensi. Dengan kata lain–"


Holy Lord tertawa kecil dengan wajah seorang cewek muda.


"–Mahluk mahakuasa. Mahluk yang bisa kau sebut Tuhan."


"...!"


—Tuhan.


Hanya sebuah konsep kosong, sesuatu yang gak ada di Astral Zero ini.


Awal mula dari segalanya, mahluk mahakuasa.


(Nggak mungkin, bisakah sesuatu seperti itu...)


Kamito menatap Gerbang menuju Dunia Lain yang berputar-putar di langit.


Bukannya merebut otoritas para Malaikat untuk menciptakan ulang dunia, Holy Lord ingin bersatu dengan apa yang dilindungi para Malaikat, asal-usul dunia.


–Ingin menjadi Tuhan itu sendiri.


"...! Memangnya itu bisa?"


Kamito menatap Holy Lord, meminta jawaban.


"Bisa, aku–bukan, kami–menjalankan rencana untuk tujuan ini."


(....Kami?)


Mendengar Holy Lord menggunakan pengacaun diri seperti itu, Kamito seketika merasa ada sesuatu yang ganjil.


Apa dia mengacu pada Holy Lord Alexandros bersama Sacred Maiden Areishia yang telah menjadi wadahnya? Atau mungkin–


"....Sebenarnya kau itu siapa?" tanya Kamito.


–Kenapa Holy Lord tau tentang apa yang ada dibalik Gerbang itu?


Semisal firasat Kamito benar, maka–


"Ya, seperti yang kau pikirkan."


Holy Lord mengangkat bahu dan mengangguk.


"Aku adalah Holy Lord dan Sacred Maiden–dan juga, seorang Malaikat dari Dunia Lain."


"..."


—Ternyata betul. Gumam Kamito dalam benaknya.


"Asal kau tau, para Malaikat pernah turun 6.000 tahun lalu, berupaya untuk mengambil kembali Kegelapan yang dicuri para Elemental Lord. Itu merupakan perang antara Malaikat dan Astral Zero. Para Elemental Lord mengerahkan banyak roh senjata untuk melawan oara Malaikat. Tentunya, aku bukanlah pengecualian."


Holy Lord tersenyum.


"Saat perang itu, aku mulai berpikir. Aku ingin memakannya."


"...! A-Apa yang kau katakan...?"


Kamito gak bisa berkata apa-apa.


"Secara sembunyi-sembunyi menangkap seorang malaikat untuk dipelajari. Disaat itulah aku mengetahuinya. Bahwa Malaikat merupakan elemen Cahaya yang wujudnya diubah–"


"Malaikat, elemen cahaya...."


"Tepat. Aku gembira. Sama seperti Ren Ashdoll yang menginginkan Kegelapan dari origin. Aku lapar akan cahaya dari dunia itu. Menggunakan afinitas mutual kami pada elemen cahaya, aku menyerap Malaikat yang tertangkap itu. Dan kemudian–"


Berkata begitu, Holy Lord tertawa.


"Bergabung dengan seorang Malaikat, Elemental Lord Cahaya berasimilasi dengan Cahaya Sejati untuk menjadi Holy Lord. Apa kau tau? Aku nggak memulai sebagai Holy Lord. Sebaliknya, dahulu aku dikenal sebagai Penguasa Cahaya."


Penguasa Cahaya—Alexandros.


Berkebalikan dengan Elemental Lord Kegelapan.


"...Jadi begitu. Jadi itu yang terjadi."


–Akhirnya semuanya masuk akal.


Bergabung dengan seorang Malaikat setara dengan bergabung dengan Cahaya Dunia Lain.


Justru karena dia sudah berasimilasi dengan Cahaya, Holy Lord saja yang nggak rusak oleh Kegelapan Dunia Lain seperti para Elemental Lord lainnya.


Dan juga, ada pemandangan yang dilihat didalam mimpinya Greyworth, yang telah membuat kontrak dengan Holy Lord.


Pemandangan dari cahaya raksasa melahap seorang Malaikat–


Ternyata itu merupakan sesuatu yang terjadi betulan.


Hasil dari seorang Malaikat bergabung dengan roh. Itu mengingatkan Kamito pada roh tertentu.


"Memiliki sifat yang sama dengan Millennia Sanctus, huh?"


–Ya, si Kardinal itu. Roh yang lahir dari pecahan Terminus Est. Didalam matanya bersemayam Kegelapan Dunia Lain, yang mana akhirnya berubah menjadi sebuah Gerbang untuk memanggil para Malaikat.


"Memang, dia adalah percobaan yang dibuat dengan cara ini. Meskipun hasilnya kurang memuaskan, dia dan Lurie sudah mengerjakan sampai pada batas kemampuan mereka. Pengorbanan mereka tidaklah sia-sia."


"Gak masuk akal!"


"Sacred Maiden, Malaikat, Penguasa Cahaya. Didalam diriku ada tiga kesadaran yang bercampur jadi satu. Aku bahkan sudah lupa apa tepatnya kodrat dari eksistensiku. Yang tersisa hanyalah sebuah keinginan untuk bersatu dengan origin, gak lebih. Sampai hari ini, aku sudah menunggu selama seribu tahun."


Mata Holy Lord dipenuhi dengan keinginan gila akan origin.


–Untuk menghancurkan dunia dan membuat dunia baru, untuk menjadi dunia itu sendiri.


"–Kau boleh berpikir apapun sesuka hatimu."


Kamito menyiapkan kedua pedangnya dan berbicara.


"Tapi kami adalah orang-orang yang tinggal didunia ini. Meskipun kalian adalah pencipta dunia ini, kau nggak punya hak merebutnya dari kami."


"Ya, kau punya hak untuk menolak. Sama seperti dimasa lalu, para Elemental Lord melakukan pemberontakan terhadap dunia itu yang telah menciptakan kami."


Pedang suci ditangan Holy Lord bersinar.


Cahaya yang menyilaukan menyelimuti seluruh aula.


"–Tak seperti spesimen tak sempurna yang kau pegang, ini adalah cahaya dari Terminus Est sejati."


"...!"


Aliran cahaya itu seketika menghapus divine power kegelapan pada tubuh Kamito.


Akan tetapi, Kamito melotot pada Holy Lord, mempertahankan pijakannya.


Dia gak mau diabaikan.


"–Beraninya kau menyebut dia gak lengkap?"


Kamito menuangkan divine power pada Demon Slayer.


Di kuil dekat Akademi Kamito membuat kontrak dengan Est.


Kontrak itu memang tidak lengkap.


Kekuatannya hanya sekitar sepersepuluh dari aslinya.


Akan tetapi, itulah yang telah mendampingi dia bertarung dalam Blade Dance, dan memenangkannya.


Pedang suci yang berkembang bersama Kamito, mengatasi banyak rintangan dan cobaan.


"Est-ku adalah roh pedang terkuat. Betul kan, Est?"


"Ya, Kamito–"


Suara Est menggema didalam pikirannya.


Terminus Est milikku nggak akan kalah pada pedang suci milik Sacred Maiden.


"–Majulah, Holy Lord Alexandros. Biar kutunjukkan tarian pedangku padamu."


Demon Slayer menetralisir cahaya dari Terminus Est.


–Begitulah, tarian pedang antara Raja Iblis dan Sacred Maiden dimulai.

Bagian 3[edit]

O-Ohhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!


Raungan Elemental Lord Tanah menyebabkan udara disekitar berguncang.


Tertutupi pepohonan, tangan raksasa itu diayunkan, menghantam medan yang ada dibawahnya.


"...!"


Greyworth dan Leonora melompat bersamaan.


Lalu, sebuah gelombang kejut meretakkan tanah.


Disertai suara keras, sebuah ledakan menghempaskan puing-puing dalam jumlah besar kearah cakrawala, menyebar secara radial.


Tercungkil, tanahnya berubah menjadi sebuah gelombang kejut, menelan bangunan kota yang ada di jalurnya.


"–Wahai roh Juggernaut, berubahlah engkau menjadi benteng yang kokoh!"


Velsaria mengulurkan kedua tangannya.


Banyak dinding kokoh bermunculan untuk memblokir gelombang besar dari puing-puing.


Awan debu yang tebal dihempaskan dari tanah berubin, berhamburan keatas kepala Velsaria.


Seraya mempertahankan kuantitas dari dinding itu, dia melirik ke belakangnya.


Melihat para Ratu melarikan diri menjauh dari medan pertempuran, dia menghela lega.


...Kayaknya dia telah berhasil melindungi.


(...Beneran deh, kekuatan gila macam apa ini....)


Dengan ekspresi terkejut, Velsaria bergumam pelan.


Disisi lain dari awan debu itu, sebuah siluat besar perlahan terlihat.


Berpusat pada Elemental Lord Tanah, sebuah kepingan berbentuk mangkuk dari area Ibukota Suci telah dihancurkan.


"....! Dampaknya saja sudah mengakibatkan kerusakan separah ini..."


Sebuah elemental waffe dengan kekuatan defensif yang kecil pasti nggak akan bisa bertahan.


"Velsaria Eva—"


Lalu, dia mendengar suara didekat situ.


Leonora berdiri diatas dinding.


"Bisakah Benteng milikmu memblokir itu?"


Berkata begitu, Leonora mengacungkan ujung pedang besarnya pada raksasa itu.


Mungkin yang dia maksudkan adalah tangan Elemental Lord.


"Aku nggak bisa janji. Meski dengan melepaskan kekuatan penuh Dreadnought, kurasa hanya bisa memblokir dua serangan."


Velsaria mengangkat bahu.


"Begitukah? Kalau begitu, menyuruhmu terus bertahan sebagai perisai kami merupakan hal yang mustahil."


"Sejak awal memang mustahil melakukan pertempuran yang berlarut-larut."


Memegang sebuah pedang iblis berwarna merah darah, Greyworth muncul dari ruang hampa yang terbuka.


"Elemental Lord Tanah bisa menyerap kekuatan tanah untuk menjadi lebih kuat. Misalkan avatar ini memiliki kemampuan yang sama, maka satu-satunya solusinya adalah menggunakan kekuatan penuh kita dan mengalahkannya dalam sekali serang–"


Lalu, terjadi tiga ledakan cahaya berasal dari bayangan raksasa yang menggeliat.


"Dengarkan panggilanku, roh Garuda, Gigas, Ladon!"


Tiga roh militer muncul di kaki Elemental Lord Tanah.


Seekor roh berbentuk burung, roh humanoid memegang tongkat, dan roh ular raksasa.


Mereka merupakan roh militer milik Muir Alenstarl, masing-masing roh itu mampu menghancurkan sebuah benteng sendirian, tapi mereka dibuang karena ketidakmampuan para elementalis biasa untuk mengendalikan mereka, oleh karena itu didegradasi menjadi relik-relik dari masa lampau. Akan tetapi, Muir memiliki kemampuan khusus Jester's Vise yang mana bisa memaksa para roh mengamuk, dengan demikian membuat kerugian itu sepenuhnya gak berpengaruh.


"Hancurkan semuanya!"


Suara Muir terdengar.


Dengan perintahnya, roh burung Garuda raksasa mengepakkan sayapnya kuat-kuat, menghempaskan awan debu.


Roh ular Ladon menggunakan tubuhnya untuk melilit kaki raksasa Elemental Lord Tanah.


Disaat Garuda menyerang dari udara, Gigas memukul badan raksasanya.


"Berkoordinasi dengan Muir Alenstarl dan kalahkan dia secepatnya!"


Memegang Vlad Dracul, Greyworth berlari.


Dengan hentakan pada dinding benteng dibawah kakinya, Leonora melompat ke udara.


"Dracunia Style Blade Arts—Flying Dragon Fierce Slash!"


Sambil berteriak, dia mengayunkan pedang besar miliknya dari udara untuk mendaratkan serangan ganas pada bahu Elemental Lord Tanah.


Sebuah serangan berkekuatan penuh dilakukan seraya Dragon Blood aktif, serangan itu merobek bahu raksasa itu.


Tubuh raksasa Elemental Lord Tanah berguncang.


"Aha, kekuatan gila milik mbak Naga emang luar biasa!"


Memanfaatkan kesempatan ini, Muir Alenstarl dalam diam melesat maju.


Dari dada seragam pembunuh berwarna hitam itu, dia mengeluarkan sejumlah kristal roh dan segera melemparkannya.


Kilatan cahaya meledak, menyerang Elemental Lord Tanah.


Lima petir meledak pada kaki raksasa itu secara bersamaan.


Ini merupakan Flare Balloon–roh militer khusus untuk menghancurkan benteng.


Mereka merupakan roh-roh militer tipe api yang secara otomatis melacak target mereka untuk melakukan bom bunuh diri.


Elemental Lord Tanah meraung. Nggak jelas apakah itu karena kesakitan atau marah–


Boom! Boom boom boom boom!


Diarahkan pada raksasa yang meraung, tembakan artileri menyerang.


Ini adalah tembakan semua meriam sekaligus dari Dreadnought milik Velsaria.


Lalu, suatu sosok dengan cepat bergerak berkelok-kelok diantara tembakan proyektil yang berkelanjutan.


Rambut abu-abu berkibar diterpa angin. Bilah pedang iblis itu meninggalkan jejak afterimage berwarna merah.


Greyworth Ciel Mais—sang Penyihir Senja yang memegang gelar terkuat di benua.


Melepaskan divine power, dia melompat, melesat naik pada tangan Elemental Lord Tanah.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Penghancur—Bursting Blossom Spiral Blade Dance, Enambelas Tebasan Beruntun!"


Kilatan tebasan pedang dalam jumlah banyak mencincang batu yang membentuk Elemental Lord Tanah.


Dihadapkan pada teknik Absolute Blade Arts untuk membinasakan roh-roh kelas archdemon, nggak ada roh yang bisa lolos dari nasib kehancuran.


Akan tetapi–


ROOOOOOOOAAAAAAAAAR!


Dengan raungan yang mengguncang tanah, Elemental Lord Tanah berdiri.


Pepohonan yang menutupi tubuhnya memperbaiki lapisan batu yang hancur dalam sekejap.


"Apa!?"


Elemental Lord Tanah menghancurkan Gigas yang ada di kakinya dan menggunakan kedua tangannya untuk merobek kepala Ladon yang melilit kakinya.


"....Dia bisa beregenerasi, huh? Sungguh merepotkan."


Greyworth bergumam jengkel.


Dengan Ibukota Suci melayang di udara, divine power di tanah tidaklah nggak terbatas, tapi masih cukup untuk memberi avatar Elemental Lord Tanah untuk memperbaiki kerusakan pada tingkat tertentu.


"–Nggak masalah. Kita cuma perlu menghancurkan lebih cepat daripada kemampuan dia bisa beregenerasi."


Memegang Dragon Slayer, Leonora tersenyum.


"Apa, itu cukup sederhana."


Muir mendarat ringan di tanah dan berkata.


"....Sungguh bisa diandalkan."


Greyworth tersenyum masam.


"Tapi mahluk itu sungguh kokoh."


"Gimanapun juga dia itu Elemental Lord Tanah, meski cuma avatar sih–"


Pepohonan perlahan menutupi bagian atas dari tubuh raksasa Elemental Lord Tanah.


Permukaannya, yang sebelumnya seperti gunung batu, telah berubah menjadi hutan yang lebat.


"Jadi itu penampilan asli Lode Gear, huh–"


Kening Greyworth meneteskan keringat dingin.


Dia bisa merasakan kekuatan dari tanah yang terkumpul pada bagian dalam Elemental Lord Tanah.


"Datang–"


Tepat saat dia bergumam, hutannya berguncang.

Bagian 4[edit]

"...! Kyahhhh!"


Hembusan angin ganas menghempaskan tubuh Claire yang mungil, menghantamkan dia pada tanah.


Dampak yang kuat. Tanpa perlindungan Einherjar, tubuhnya mungkin sudah hancur.


"—Claire!"


Rinslet menembakkan sebuah Panah Pembeku untuk menghadang Belphal yang mendekat.


Akan tetapi, sang Penguasa Angin mengayunkan tombak sihirnya di udara, dengan mudah menghempaskan peluru es itu. Dia mendarat ringan di tanah dan melakukan tusukan pada Claire yang terengah-engah dengan tombak sihirnya.


Disaat-saat terakhir, sayap Einherjar dikerahkan dalam menanggapi suara Claire.


Sebuah semburan api mendorong tubuh Claire ke belakang.


—BOOM!


Kehilangan dari targetnya, tombak sihir itu menghasilkan sebuah lubang besar ditanah.


"...! Scarlet, makasih..."


Claire berdiri dan menjilat bibirnya.


Didalam deru penghalang angin itu–


Tim Scarlet telah mengepung Belphal, menghadapi dia.


Dengan sebuah senjata sihir angin di tangannya, cewek berambut emerald itu dengan tenang memperhatikan keempat lawannya.


Mata birunya menampilkan haus darah yang mengerikan.


Dengan gemuruh pelan, angin meninggalkan goresan luka pada kulit Claire dan rekan-rekannya.


"....Sungguh kuat, seperti yang diduga."


Kata Claire sambil memegang Flametongue erat-erat.


"Ya, sejujurnya, aku betul-betul pengen melarikan diri."


Ellis mengerang dengan wajah menderita.


Tentunya, dia paham kalau itu nggak mungkin.


Penghalang angin yang dikerahkan mencakup seluruh alun-alun.


Seseorang mungkin akan tercabik-cabik hanya dengan menyentuhnya.


"...Satu-satunya pilihan kita adalah mengerahkan semuanya dan berjudi. Ayo maju."


"Ya."


Mengangkat Ray Hawk, Ellis mengangguk.


Di belakang, Rinslet juga menyiapkan busur panah es miliknya. Dikerahkan oleh Fianna, Save the Queen memberi bantuan perlindungan pada seluruh tim. Ini merupakan formasi standar dari Tim Scarlet untuk melawan roh kuat. Akan tetapi–


(...Aku nggak yakin apakah ini bisa berhasil melawan roh humaniod tingkat tinggi.)


Sang Penguasa Angin mengangkat tombak sihirnya.


"Roh Senjata–tombak sihir Brionac, tunjukkan kekuatanmu!"


Rumble rumble rumble rumble rumble!


Angin ganas dihasilkan dari ujung tombak sihir itu, membentuk sebuah tornado besar.


Sambaran petir berwarna biru-putih yang gak terhitung jumlahnya bisa terlihat didalam tornado itu.


"Lenyaplah, antek-antek Ren Ashdoll–"


"....! Serangan datang!"


Claire berteriak nyaring.


Tornado disertai petir itu menyapu puing-puing disekeliling dan mengarah pada mereka.


Penghalang anginnya bisa terdengar dibelakang mereka. Nggak ada jalan untuk melarikan diri.


"–Semuanya, mundurlah! Aku akan menahannya."


Fianna segera mengayunkan rapier elemental waffe miliknya.


Sebuah penghalang suci segera muncul, memblokir tornado itu.


Luminous Wall. Ini merupakan sihir suci tingkat tinggi yang diperkuat oleh Save the Queen.


Saat tornado itu membuat kontak dengan penghalang suci tersebut, petir biru-putih langsung meledak.


"....! Ini gak bisa menghentikannya!?"


"Wahai angin, berubahlah menjadi penghalang yang kokoh–Wind Wall!"


Diatas penghalang cahaya itu, Ellis menambahkan sebuah lapisan tambahan, sebuah penghalang angin, untuk memblokir tornado itu.


Akan tetapi–


"Bodoh. Aku nggak menyangka kau menggunakan angin setingkat itu untuk memblokir anginku–"


Belphal mengayunkan tombak sihir Brionac.


RUMBLE!


Berpusat pada tornado itu, tornado lain muncul, seketika menghapus penghalang sihir tersebut.


"...! Kyahhhhhhhh!"


Badai angin dan petir yang ganas mengamuk.


Keempat cewek terhempas ke udara, tersayat pedang-pedang angin, lalu terbanting keras ke tanah.


"Cough... Huff...!"


Dampak yang kuat membuat Ellis batuk darah.


Deru angin ganas itu terus berlanjut tanpa henti. Penghalang milik Fianna mungkin juga terhapus.


".....! Yang Mulia!"


Meraih Ray Hawk, Ellis berusaha ke sisi Fianna.


"...!?"


Tapi tepat didepan dia, cewek berambut emerald muncul.


Belphal dengan dingin menatap Ellis dan mengayunkan tombak sihir tersebut.


"...!"


Pelindung bahu Sylphid Knight hancur. Ellis merasakan rasa sakit yang tajam pada bahu kanannya.


Kalau dia bereaksi terlambat sedikit saja, ujung tombak itu mungkin telah menusuk dadanya.


Darah mengalir layaknya sumber air. Ellis jatuh ke tanah dan berguling.


"—Ellis!"


Berdiri, Claire mengayunkan Flametongue.


Dihadapkan dengan tebasan berwarna merah yang terbang ke segala arah, sang Penguasa Angin menghindarinya dengan santai.


"Oh? Seekor roh senjata, orang yang selamat dari para Scarlet Valkyrie, huh...?"


"Scarlet adalah rekanku, bukan senjata!"


Flametongue berkobar ganas.


Belphal sedikit mengernyit dan menjauh dari jangkauan serangan cambuk itu.


"...! Jangan harap kau bisa kabur, Panah Pembeku!"


Rinslet menembakkan peluru-peluru es.


Salah satu dari sekian banyak anak panah tersebut mengenai kaki sang Penguasa Angin, membekukan dia ditempat.


"Berhasil!"


Melihat itu, Rinslet bersorak, tapi...


"...!?"


Sosok Belphal menghilang.


Sesaat setelahnya, cewek itu muncul di belakang Fianna.


"–Fianna, di belakangmu!"


"Huh?"


Mendengar suara Claire, Fianna segera memalingkan kepalanya ke belakang.


Penguasa Angin yang baru muncul melakukan tikaman menggunakan tombak sihirnya pada Fianna yang tak terjaga–


CLAAAAAAANG!


Suara benturan baja menggema di seluruh alun-alun yang dipenuhi dengan suara pusaran angin.


"—Apa!?"


Tombak yang ditikamkan itu diblokir oleh sebuah perisai besar yang memancarkan cahaya putih-perak.


O-Ohhhhhhhhhhhhh—


Sebuah raungan pelan keluar dari dalam armor kosong.


"...Georgios!"


Fianna membelalakkan matanya.


Roh ksatria miliknya menanggapi krisis tuannya, berubah kembali menjadi wujud roh dengan keinginannya sendiri.


"—Mohon mundurlah, tuanku."


"...!? K-Kau bisa bicara!?"


Fianna berteriak terkejut.


Georgios menghentak tanah, secara paksa mendorong mundur Belphal menggunakan perisai besar miliknya.


"Imperial Ancient Blade Arts—Shield Smash!"


Sebuah serangan samping menggunakan perisai besar itu menepis tombak sihir milik sang Penguasa Angin.


Memanfaatkan kesempatan saat lawannya kehilangan keseimbangan–


Georgios mengeluarkan teknik pedang.


"Imperial Ancient Blade Arts—Meteor Slicer!"


Tubuh besar Georgios melangkah maju dengan kekuatan penuh, melakukan tusukan bertubi-tubi menggunakan pedang besar miliknya, tusukan itu layaknya meteor.


"–Roh ksatria rendahan, beraninya kau bertindak kurang ajar!"


Menampilkan emosi untuk pertama kalinya, sang Penguasa Angin berteriak.


Dia menghidari serangan beruntun pedang itu dan mengumpulkan angin pada ujung tombak Brionac.


"Jangan lupakan aku!"


Memanipulasi Flametongue dengan terampil, Claire melindungi Georgios.


Sang Penguasa Angin menghilang lagi.


"...! Tipuan angin lagi!?"


Terkejut, Claire segera mulai mencari hawa keberadaan disekeliling.


Dia merasakan getaran samar di belakang Rinslet.


"—Rinslet!"


Claire menghentak tanah kuat-kuat.


Einherjar menyemburkan api ganas dan terbang kearah sana layaknya kilatan cahaya merah.


Dia bisa melihat Belphal di belakang Rinslet sekarang, mau menusukkan tombak sihirnya.


Seketika, Claire memeluk Rinslet dan tiarap di tanah.


"...Ah... Cough—!"


Rasa sakit yang tajam.


Ujung tombak Brionac menghantam Einherjar, menikam bagian sisi Claire.


"C-Claire, apa kau nggak apa-apa!?"


"....C...Cepat, lari...."


Dipelukan Rinslet, Claire mengerang kesakitan.


"–Lenyaplah, para princess maiden Ren Ashdoll."


Sang Penguasa Angin menatap dingin kedua cewek itu dan mengangkat tombak sihir miliknya.


–Disaat yang bersamaan....


Masa kobaran api terang muncul didepan Claire dan Rinslet yang tumbang.


"...Huh?"


Claire hanya bisa berseru terkejut.


Api itu berkobar ganas.


Di tengah kobaran api itu ada seorang wanita cantik berambut merah.


Yang dipegang di tangannya adalah sebilah pedang besar membara.


Setelah melirik Claire yang berlumuran darah, dia menampilkan amarah di matanya.


Niat membunuh yang kuat ini seketika berubah menjadi kobaran api yang semakin kuat.


"–Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Claire."


"Nee-sama!?"


Sang Ratu Bencana–Rubia Elstein–telah tiba.

Bagian 5[edit]

CLAAANG!


Didalam aula besar Istana Holy Lord, bisa terdengar pedang-pedang yang saling bertebasan dengan ganas.


Holy Maiden dan Raja Iblis–dua orang yang mana keduanya mewarisi kekuatan dari Elemental Lord tengah bertempur dalam pertempuran akhir.


Dua Demon Slayer memancarkan cahaya putih-perak.


Setiap kali bilah kedua pedang itu bersilangan, percikan berwarna biru-putih bertebaran.


Percikan api yang dihasilkan bukanlah dari gesekan antara baja, percikan ini berasal dari divine power berjumlah besar yang mengalir pada kedua pedang.


(Jadi ini kekuatan dari Terminus Est milik Holy Lord, huh!?)


Hanya dari beberapa kali bersilangan pedang, Kamito bisa merasakan kekuatan yang sangat besar milik musuh.


Kedua pihak memiliki akses pada divine power yang gak terbatas, tapi Kamito memiliki batasan waktu.


–Dia harus menyelesaikan pertempuran ini sebelum Elemental Lord Air berubah menjadi Gerbang menuju Dunia Lain.


(Nggak ada gunanya pakai trik murahan. Aku harus mengeluarkan semua kemampuan ilmu pedangku dan mengalahkan dia dengan kekuatan penuh!)


"Ohhhhhhhhhhhhh!"


Dengan teriakan keras, Kamito bergerak maju.


Menggunakan Demon Slayer untuk melakukan serangan awal, dia kemudian melakukan tebasan cepat menggunakan Vorpal Sword.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Ketiga—Shadowmoon Waltz, Furious Thunder!"


Memancarkan cahaya yang lebih gelap daripada warna malam, bilah pedang itu bergerak dalam lintasan melengkung.


Ini merupakan tebasan beruntun yang dilakukan satu tangan. Petir hitam dilepaskan dari bilah pedangnya menyapu tanah, mengarah pada Holy Lord.


" Cahaya milikku, hapuslah gelapnya malam–Sanctum Guard!"


Sambil menangkis pedang iblis yang mendekat, Holy Lord merapal sihir roh.


Seketika, armor emas miliknya terselimuti cahaya suci yang menyilaukan, menetralisir petir iblis hitam itu.


(Gak bisa kupercaya dia menggunakan sihir roh untuk bertahan dari petir berasal dari Vorpal Sword–)


Kamito mendecakkan lidahnya dan melompat ke samping. Dengan satu ayunan dari Terminus Est, Holy Lord menghancurkan lantai aula.


"...!"


Setelah menghindari bahaya tersebut, Kamito segera memperbaiki posturnya dan menggunakan Demon Slayer untuk memblokir serangan pedang yang berikutnya. Suara baja berbenturan menggema.


Ilmu pedang yang ditampilkan Holy Lord mungkin merupakan apa yang telah dilatih oleh wadahnya, Sacred Maiden Areishia.


Itu nggak seperti ilmu pedang ksatria ortodok yang digunakan Luminaris. Tentu saja, itu juga berbeda dari kemampuan tempur pembunuh yang Kamito kuasai. Sebaliknya, ini merupakan ilmu pedang kuno yang berasal seribu tahun lalu yang telah lama hilang.


Pergerakan Holy Lord tidaklah lihai, tapi didukung oleh divine power yang sangat besar, masing-masing ayunan pedang itu sangat berbahaya. Kalau Kamito nggak memegang dua pedang kelas terkuat, dia nggak akan bisa bertahan meski memiliki kekuatan Elemental Lord Kegelapan.


(–Jadi ini tarian pedang sang Sacred Maiden, huh?)


Berkebalikan dengan Kamito yang setiap pergerakannya merupakan teknik ultimate, mereka ibarat dua kutub magnet yang berbeda.


"Apa cuma segini kemampuanmu, penerus Ren Ashdoll?"


Dengan dua pedang saling mengunci diantara mereka, mereka berdua saling bertatapan.


"Ataukah harus kukatakan, cuma ini saja yang bisa dilakukan Demon Slayer palsu?"


"....! Apa kau bilang?"


Bisa saja ini ejekan, atau sekedar penyampaian dari kekecewaan.


Akan tetapi, ucapan Holy Lord betul-betul membuat Kamito jengkel.


"–Aku nggak bisa berpura-pura nggak dengar itu."


Menatap mata jernih itu, Kamito menjawab pelan.


"Jangan menghina rekanku!"


Divine Power hitam legam kekuar dari sekujur tubuh Kamito.


"–Ayo lakukan, Est dan Restia!"


Menanggapi semangat Kamito, kedua segel roh di tangannya bersinar terang.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Keenam—Crushing Fang, Partner Dance!"


Bilah kedua pedang itu menghantam keras Terminus Est.


Ini merupakan Absolute Blade Art anti-personil untuk menghancurkan elemental waffe.


Tentu saja, teknik ini tidaklah cukup untuk menghancurkan pedang suci terkuat.


Akan tetapi, dampaknya berhasil membuat Holy Lord sedikit kehilangan keseimbangan.


Seketika, Kamito menghilang. Dia merendahkan posturnya dan mengayunkan pedang miliknya untuk menyerang tubuh bagian bawah musuh.


Ini adalah Flying Snake, sebuah kemampuan pembunuhan dari Sekolah Instruksional.


Terdengar suara metalik. Ujung pedangnya ditangkis oleh pelindung kaki.


Akan tetapi, ini hanyalah sebuah pengalihan.


Dengan posturnya yang pada dasarnya berbaring di tanah, Kamito melepaskan divine power sekaligus, menghancurkan ubin batu dibawah kakinya–!


"Absolute Blade Arts, Bentuk Ketujuh—Biting Dragon, Swift Lightning!"


Diubah dan merupakan turunan dari Bentuk Pertama, Purple Lightning, bentuk ini merupakan Absolute Blade Art anti-udara yang dilakukan dengan sebuah tebasan keatas dengan kecepatan dewa.


Kedua pedang itu menembus cahaya yang menyelimuti Holy Lord, meninggalkan retakan berbentuk silang pada armor Holy Lord.


"–Wahai cahaya pembunuh iblis, murnikan kegelapan kuno!"


Holy Lord menciptakan pedang cahaya yang gak terhitung jumlahnya, menembakkannya pada Kamito yang tengah melayang di udara.


Melihat itu, Kamito melepaskan divine power di udara. Dengan jejak berbentuk lengkungan, dia mendarat di belakang Holy Lord.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Pertama—Purple Lightning, Tarian Kilat Ganda!"


Secepat petir, dia mengayunkan pedang miliknya untuk menyerang.


Akan tetapi....


"—Trik murahan!"


Sambil berbalik, Holy Lord menggunakan bilah Terminus Est untuk menangkis Absolute Blade Art itu.


(....! Mempertimbangkan waktunya, gak bisa kupercaya dia bisa melihat Purple Lightning!?)


Meskipun dia nggak menampilkan ekspresi apa-apa diwajahnya, Kamito cukup terkejut dalam hatinya.


Pergerakannya telah terbaca seluruhnya.


"Biar kuberi pencerahan padamu, alasan kenapa wadahku, Sacred Maiden Areishia Idriss, dikenal sebagai elementalis terkuat–"

Bagian 6[edit]

Raungan Elemental Lord Tanah terdengar di kejauhan, mengguncang udara.


Suara ledakan dan pertempuran sengit bahkan mencapai sebuah kuil yang dilindungi oleh sebuah penghalang yang kokoh.


Setelah mundur dari medan pertempuran, keempat Ratu yang kuatir berkumpul didepan sebuah altar.


Mereka gak bisa disalahkan. Gimanapun juga, nggak seperti para siswi dari Akademi Roh Areishia, para Ratu yang berasal dari Divine Ritual Institute nggak pernah menerima latihan tarian pedang.


Dengan terjadinya gempa bumi lagi dan lagi, kuil kecil yang bertindak sebagai naungan mereka nampak bisa rubuh kapan saja.


"Wahai Elemental Lord—"


Ratu Api Reicha menggerakkan bibir pucatnya, berdoa pelan.


Para Ratu, yang melayani kelima Elemental Lord Agung secara langsung, mengetahui lebih baik daripada siapapun soal kekuatan mengerikan dari para Elemental Lord.


Para Elemental Lord merupakan mahluk yang menguasai Astral Zero dan alam manusia.


Mereka merupakan perwujudan dari kekuatan tertinggi atas elemen.


Mereka merupakan mahluk yang sudah pasti gak bisa ditentang oleh mahluk fana.


(Tapi–)


Cewek-cewek itu bertarung. Demi melindungi dunia ini, mereka menantang para penguasa mutlak.


Akan tetapi, apa cuma gemetar ketakutan saja yang bisa dilakukan para Ratu?


Apa berdoa pada langit, meratapi ketidakberdayaan mereka sendiri merupakan satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan?


Ada suara keras, mengguncang kuil. Pecahan bebatuan berjatuhan dari langit-langit dan berhamburan di lantai.


Saling berpelukan, para Ratu cuma bisa ketakutan.


(Apa ada sesuatu... sesuatu yang bisa kami lakukan–)


Reicha mengumpulkan keteguhan hatinya dan mengangkat kepalanya.


Lalu, kristal roh yang terpasang didepan altar memasuki pandangannya.


Ini merupakan perangkat untuk menyampaikan doa dari para princess maiden diseluruh kota.


Disaat dia melihat perangkat itu, Reicha seketika punya ide.


"–Nia, Feilei, Sylpha, maukah kalian mendengar ideku?"


Menatap mereka bertiga bergantian, Reicha bertanya ragu-ragu.


Diantara para Ratu, dia adalah yang paling muda.


"...Apa itu, Reicha?"


Tanya Ratu Tanah Nia.


"Menggunakan perangkat penyampai suara itu, bisakah kita menyampaikan suara kita pada para princess maiden yang ada di alam manusia?"


"...?"


Kebingungan, ketiga cewek itu saling bertatap muka.


"Aku berpikiran meminta semua princess maiden diseluruh benua untuk berdoa, untuk menenangkan jiwa para Elemental Lord."


"Seluruh benua!?"


Ratu Air Feilei sedikit membelalakkan matanya.


"Ya. Seluruh benua."


Reicha berkata tegas.


Di alam manusia, ribuan princess maiden sangat memperhatikan nasib dunia. Jika mereka mempersembahkan doa mereka, mungkin mereka akan bisa menyadarkan kembali jiwa mulia para Elemental Lord.


"....Itu mustahil."


Namun, Sylpha sebagai yang tertua menggeleng.


"Tujuan perangkat ini hanyalah menyampaikan doa pada kota. Menyampaikan suara kita ke seluruh penjuru benua akan betul-betul–"


Para Ratu bisa menyampaikan sabda Elemental Lord ke alam manusia. Akan tetapi, memperluas jangkauannya untuk mencapai semua princess maiden diseluruh penjuru benua sangatlah nggak masuk akal. Ratu yang tetap terbaring di kasur setelah menyampaikan sabda Holy Lord merupakan contoh yang tak terbantah.


"Nggak perlu lama. Kalau kita bekerja sama disini–"


Dengan keteguhan yang besar dimatanya, Reicha Menatap ketiga Ratu yang lain.


Pada keteguhannya ini–


"...Baik. Ayo kita coba."


Ratu Angin mengangguk.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya