Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid2 Bab4

From Baka-Tsuki
Revision as of 15:04, 24 August 2012 by SATRIA (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 4: Perang Kucing[edit]

Bagian 1[edit]

“Takkan pernaaaah, takkan kuterima ini!”

Pada suatu sore. Suara kemarahan Claire menggema sepanjang asrama kelas Raven.

“Aku sudah setuju dia bergabung secara sementara dalam tim karena misi penjagaan, tapi—“

Dia menyibakkan rambut merah kuncir duanya dengan kesal.

“Kenapa gadis ini harus satu kamar dengan kita!?”

Dia melotot pada Fianna, yang tengah meneguk cangkir teh hitamnya dalam sisipan elegan, dan mengacungkan jari telunjuknya padanya.

STnBD V02 099.jpg

Menoleh dengan wajah santai, Fianna mendesah dan bergumam.

“Ruangannya kecil amat, nggak kusangka kalau ini adalah tempat tinggal bagi bangsawan.”

“Di.......diam! kalau mau protes, kenapa nggak minta sendiri sama Direktur Akademi!?”

“Aku bicara tentang betapa berantakannya ruangan ini. Tak bisakah kamu menangkap sindiran dalam ucapanku tadi?”

“Grh.....bi......biasanya kubereskan sampai rapi!”

Kamito mendesah mencoba mempertahankan kesabarannya. Mereka berdua sudah seperti ini sejak tadi.

“Hei, Kamito-kun, kamu juga setuju kan?”

“Emm, anu.....”

Mengarahkan tatapannya pada Claire yang hampir menangis, Kamito menjawab ragu-ragu,

“Jadi teringat, identitas Ren Ashbell sebenarnya—“

“Ahh, di sini memang berantakan. Claire setidaknya harus merapikannya.”

Claire menggigit bibirnya dengan mata berkaca-kaca.

.....Maaf Claire, aku nggak bisa melawan Tuan Putri ini

Entah kenapa, gadis ini mengetahui identitas asli Kamito.

Kamito berniat secepatnya memaksa ia memberi jawaban, namun dalam situasi ini, Claire juga akan mengetahuinya.

Tuan Putri ini sepertinya tak punya niat membocorkan rahasianya pada Claire, namun ia terus mengancamnya dengan menyebut nyebut nama itu sejak beberapa saat lalu.

Merasa seperti kucing diatas tumpukan bata panas, Kamito mendesah dalam.

Dimana kembang api tak terlihat berkilapan, Est tengah bermain dengan Scarlet dengan Green Foxtail[1].

Sepertinya Claire menyadari kalau dia bukan tandingan Fianna dalam bersilat lidah, dan mengalihkan alur pembicaraan pada Kamito.

“Selain itu, kenapa harus di kamarku?”

“Habis, karena kamu satu-satunya siswa di Akademi yang memiliki kamar untuk diri sendiri.”

“Bukan cuma aku, bahkan bukan cuma kita berdua. Termasuk Est, sudah ada tiga orang.”

“Bukannya kamu memperlakukan aku sebagai Roh Terkontrak? Menurut aturan asrama, Roh tidak dihitung sebagai penghuni kamar.”

“Uh, itu benar sih, tapi.....”

“Jadi, dengan kita semua, kurasa ruang ini akan jadi sesak. Lebih baik aku pergi.....”

Sejak awal, Kamito seharusnya tinggal di gubuk diluar.

Apalagi, akan gawat kalau rumor tentang seorang pria yang tidur di kamar wanita menyebar.

“Hei, apa yang akan kamu lakukan setelah pergi? Apa kamu berencana untuk tidur diluar juga?”

“Untuk sementara, tenda saja mungkin cukup. Nanti pasti bisa kutangani sendiri.”

Claire merebut punggung leher Kamito tepat saat ia mencoba meninggalkan kamar.

“Apa?”

“Nggak boleh.”

“Hah?”

“Pokoknya nggak boleh. Apalagi, kalau kamu pergi......”

Claire menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya.

“Siapa yang akan memasak dan mencuci nanti?”

“.......Emm, kamu dong,”

“Nggak mungkin. Selain itu, masakan yang kamu buat itu enak.....”

Sepertinya Claire, yang terbiasa mengkonsumsi makanan kaleng, telah terpikat perutnya oleh masakan buatan tangan Kamito.

“Selain itu, kalau kamu pergi,bukankah itu artinya kamu dan Est bisa berduaan saja? Itu nggak bagus. Rinslet dan, mungkin saja, Ellis akan datang mengusikmu. Bukan, bukan hanya Ellis dan yang lainnya. Apalagi, ada banyak gadis yang mengincarmu karena penasaran.”

“Kalau aku diincar.........aku dan Est tinggal mengenyahkan mereka.”

“Bu.....bukan itu maksudku.......bodoh!”

Claire melepaskan pegangannya dari punggung leher Kamito.

“Se......selain itu kamu adalah milikku. Aku takkan memberikanmu pada siapapun.”

“......Biarpun kamu bilang begitu.......”

Kamito mendesah pelan—

“Hei, apa maksudnya dengan milikmu?”

Fianna menggumam dalam suara kecil.

“Claire Rogue, hubungan macam apa yang kamu miliki dengan Kamito-kun?”

“Hu.....hubungan macam apa......itu.....”

Claire tersipu malu-malu,

“Hu....hu.....hubungan majikan dan budaknya!”

“Ap.....apa katamu.....!”

Fianna memandang Kamito dengan tatapan tak percaya.

“Ja.....jangan-jangan kalian berdua punya hubungan tak senonoh.....”

“Tunggu, jangan katakan apapun yang bisa memicu kesalahpahaman!”

“Hm....hmm, selain itu, hubungan macam apa yang kamu punya dengan Kamito? Meski cuma siswa pindahan baru, bukankah kalian berdua tampak dekat sekali?”

Kebalikannya, Claire yang bertanya balik kali ini.

Tak lama kemudian, Fianna terbatuk kecil—

“Aku? Aku.........adiknya, adik perempuan Kamito.”

“Eh!”

“....? Adik, aku.....”

“Hei, dengarkan, sebenarnya identitas asli Ren Ashbell adalah.......”

“Y....ya, dia memang adikku, adik perempuanku!”

Fianna menggumamkan kalimat sihir dan Kamito mengangguk begitu saja.

“Ad.....adik perempuan........begitu, jadi kamu punya adik perempuan.”

Entah kenapa dada Claire nampak lega.

“Namun, aku adik tirinya.”

“Adik tiri?”

“Itu benar, lebih jauh lagi, adik tiri yang nakal.”

“Adik.......adik tiri yang nakal?”

Wajah Claire memerah padam dalam sedetik.

........Apa yang sedang dia bayangkan?

“Kuberi petunjuk, adik tiri bisa menikah dengan kakak laki-lakinya, benar kan, Onii-sama♪”

Tiba-tiba, Fianna menekan erat dadanya pada Kamito.

Kamito dalam sekejap terpana oleh sensasi lembut menyenangkan itu—

“Ap.....ap.......ap.......apa yang kamu lakukan, dasar cabul !”

“Ouw, tunggu, ini salah paham, stop—“

Entah kenapa, air mata menetes di mata Claire sambil menyerang Kamito dengan cambuknya. *Pishi! Pishi!*

“Hei, apa yang kamu perbuat pada Kamito-kun!”

*Phishi!*—Fianna menggenggam lengan Claire yang mengayun.

“Uh, uh.....apa!”

“Kamito-kun bukan budakmu!”

“Iya, itu benar.”

Kamito mengangguk.

“Dia milikku.”

“Bukan, aku juga bukan milikmu, tahu?”

Kamito memprotes dengan mata setengah terbuka.

......Ya Tuhan, kenapa orang-orang seperti ini harus ada disekitarku.

“Sayang sekali. Kamito adalah Roh Budakku, bagaimanapun juga.....??”

“Bagaimanapun juga?”

Saat Fianna bertanya balik, pipi Claire sedikit merona.

“Bagaimanapun juga, emm.........aku bahkan......melakukan Upacara Roh dengan Kamito.”

“......”

Fianna membuka mulutnya.

Dia menghadap Kamito, yang kepalanya tengah berguncang hebat.

“Hei, apa itu benar, Kamito-kun?”

Dia memasang senyuman Iblis.

“Bukan, itu.......”

Jujur saja, dia merasa malu hanya dengan mengingat kejadian waktu itu.

Kamito merona merah dan menundukkan tatapannya, menampakkan reaksi sama dengan yang Claire tunjukkan.

Kalau itu sangat memalukan, yang jangan diucapkan—pikirnya, namun.

Setelah menyaksikan adegan tersebut dari mereka berdua, Fianna bergumam pelan,

“Begitu.....kalian berciuman.”

Nadanya memang kalem, namun di dalamnya mengandung sesuatu yang mengerikan.

..........Dia marah, dia betul-betul marah.

Tidak, kenapa juga Fianna harus marah?

Saat Kamito menunjukkan ekspresi ragu-ragu, Fianna mendadak berdiri—

Menghadap Claire, yang masih tersipu malu dan dengan tajam mengacungkan jari telunjuknya ke arahnya.

“Mari kita bertanding, Claire Rogue!”

“Bertanding?”

“Ya, pertandingan, di mana pemenangnya akan berhak mencintai Kamito-kun!”

“Tak......tak mungkin, hal semacam itu! Sejak awal, Kamito memang sudah milikku!”

“Sudah kubilang itu nggak benar..........”

Kamito mencoba memotong percakapan mereka, namun mereka berdua sepertinya tak mendengarnya.

“Kalau kamu menang, aku akan tinggalkan kamar ini. Lalu, kamu bisa melakukan hal-hal mesum sesukamu dengan Kamito-kun, hanya kalian berdua.”

“Aku......aku......aku nggak mungkin berbuat hal seperti itu!”

“Ahh, berarti, melakukannya sendiri lebih kamu sukai?”

“Ap......ap.......ap........apa yang.......”

Claire memerah padam dan uap mengepul dari kepalanya.

......Dia betul-betul dipermainkan.

Claire sangatlah lemah menghadapi debat sengit dalam area tersebut, dia adalah nona muda yang sangat lugu.

“Atau mungkin, kamu tak percaya diri? Kamu hanya nggak mau aku mengambil Kamito-kun?”

Fianna semakin memprovokasi Claire, yang akhirnya habis kesabarannya.

“Guu......se.......sesukamu saja! Datanglah, Kucing Neraka kobaran api!”

Dia memanggil Scarlet dan memegangnya di tangannya sebagai Senjata Elemental—Lidah Api.

“Hei, apa kamu berniat membakar asrama ini? Orang-orang dari Ksatria Sylphid bisa datang ke tempat ini.”

“Nggak masalah, karena akan kuselesaikan sebelum mereka datang!”

“Itu sendiri sangat tidak benar!”

Claire-san, matanya sangat serius.........dia betul-betul teguh.

“Jangan buru-buru, Claire Rogue.”

Namun, Fianna melambaikan tangannya dengan ekspresi tenang.

“Apa, karena sudah seperti ini, apa kamu mau minta ampun untuk nyawamu?”

“Aku nggak bilang apa-apa soal bertanding Tarian Pedang. Aku penasaran kalau menyelesaikan segalanya dengan kekerasan adalah sesuatu yang bangsawan sejati lakukan. Apa semua nutrisi yang seharusnya masuk ke kepalamu pindah ke dadamu—“

Fianna menatap dada Claire dan tersenyum.

“—Kurasa nggak juga ya.”

“Bakarlah menjadi ketiadaan, bola neraka panas merah!”

“Tunggu, Claire! Hentikan sihir Roh itu!”

Kamito panik dan menggenggamkan tangannya ke punggung Claire sebelum ia mencoba melafalkan bola api.

Paling banter, posisi mereka mendekati terbawah dalam peringkat inter-sekolah. Kalau mereka membuat masalah lagi, skor [Tim Scarlet] akan jatuh ke peringkat terendah.

“Guu.......lantas, pertandingan apa yang akan kita lakukan?”

“Itu—“

Menempatkan telunjuknya di dagunya, Fianna perlahan melihat situasi seluruh ruangan.

—Kemudian, tatapannya berhenti pada gunungan makanan kaleng, bertumpuk di dapur.

Kamito menyadari kalau mata Fianna berbinar-binar.

“Kalau begitu, orang pertama yang memuaskan tubuh Kamito, menang—bagaimana?”

“Me.....memuaskan tubuhnya....?”

Wajah Claire memerah padam.

“Ng.....nggak mungkin, hal seperti itu! Apalagi, aku tak tahu metode apapun........bukan, hal.......hal semacam itu pokoknya nggak boleh!”

“Aku tak paham kesalahpahaman macam apa yang kamu miliki, tapi yang aku bicarakan adalah duel memasak.”

“Memasak!?”

Wajah Claire membeku.

Itu alami. Pertama kali Kamito menemuinya, ia hanya mengkonsumsi makanan kaleng.

Dia tak mungkin bisa memasak sesuatu yang layak dimakan.

“Nggak mungkin, aku tak bisa menerima duel semacam itu!”

“Ah, menawarkan makanan untuk dinikmati Roh sendiri sama dengan [Kagura] dalam Tarian Pedang, keahlian bagi Kontraktor Roh berpengalaman. Bukankah itu juga ada dalam pelajaran inti akademi ini?”

“I.....itu......”

“Atau kamu nggak percaya diri? ..........Seperti dadamu itu.”

Dia menggeram. Pada saat itu, suara sesuatu yang menggeram terdengar.

“Aku......aku paham!”

“Ya?”

“Aku......aku menerimanya, duel memasak ini!”

Claire menghadap Fianna dan dengan tajam mengacungkan jarinya padanya tanda menerima tantangan duel.

Pada saat itu, sang Tuan Putri menampakkan senyuman nakal.

Tahu nggak Claire, dia sudah membaca kenyataan kalau kamu nggak bisa memasak


Bagian 2[edit]

Tak lama kemudian, duel memasak antara mereka berdua sudah hampir dimulai, namun—

Dua gadis cantik, yang mengenakan apron, tengah berdiri di sisi berlawanan di dapur.

Ini adalah dapur umum di lantai pertama Asrama Kelas Raven. Sepertinya selama seseorang adalah siswa penghuni asrama, ia bisa bebas menggunakan semua bahan yang tersedia disitu.

Est sang juri tengah duduk manis di belakang meja sambil memegang erat sendoknya.

Sambil merasa gugup tentang maksud lain menggunakan Scarlet untuk membereskan sisa-sisa nanti, Kamito duduk menonton dari belakang dapur.

......Jujur saja, Claire tak ada kesempatan menang

Dia memang belum pernah memakan masakan buatan tangan Claire, selain itu, dia adalah Nona Muda, yang menjalani hidup berbekal makanan kaleng sebagai hidangannya sejak datang ke Akademi.

“Ehh, tuna kaleng, tuna sarden.........dan sayuran sedikit dan juga pakai kepiting kaleng.”

Sambil bergumam, Claire menyusun bahan-bahan makanan kaleng. Kamito meragukan kombinasi makanan kalengnya namun, untuk sementara, terlihat bisa dimakan, jadi Kamito sedikit menghela nafas lega.

“Buah-buahan jadi mudah dimakan setelah diiris.”

Usai melihat Claire perlahan mengambil pisau dapur, Kamito menginterupsinya.

“Apa kamu bisa pakai itu? Jangan lukai jarimu.”

“Nggak apa-apa, apalagi, aku selalu menontonmu saat menyiapkan makanan.”

“Begitu.......hn, kamu selalu menontonku?”

“Bod......bu.......bukan itu, maksudku bukan seperti itu!”

“Waah, itu bahaya, jangan ayunkan pisau dapur itu!”

*Bun!* Kamito berhasil mengelak dari lemparan pisau dapur itu, yang nyaris mengenai hidungnya.

“Hmm, ka......karena kamu mengatakan hal bodoh!”

Wajah Claire, sampai ke kupingnya, memerah padam, dan ia dengan cepat memalingkan wajahnya.

“Kesampingkan itu, kamu mau masak apa?”

“Kare makanan laut, hidangan yang sering kamu buat. Karena aku menyukainya.”

“Eh, normalnya kamu takkan memakai tuna kaleng dan sarden kaleng untuk kare makanan laut, tahu?”

Sepertinya Claire mencampurkan semua bahan menjadi satu menurut yang ia pelajari dengan menonton Kamito.

“Di......diam........sama sekali nggak ada alasan mengingat nama ikan satu persatu. Sama saja dengan nggak mengingat wajah pasangan, yang menari denganmu di pentas.”

“......Kejam amat. Ingatlah itu baik-baik.”

Kesampingkan sifat Claire, penampilannya adalah gadis cantik yang mempesona. Kamito tak ragu kalau akan ada banyak bangsawan muda sebanyak jumlah bintang, yang akan terpesona oleh penampilan menawannya dan memintanya menari di pentas bersama.

“.......Selain itu Claire, kamu mengenakan gaun?”

“Apa, aku dulu adalah putri dari keluarga Duke sebelum wilayahku disita, jadi setidaknya aku juga mengenakan gaun.........atau mungkin, apa aku kelihatan aneh mengenakan gaun?”

“Nggak, aku hanya berpikir kalau gaun itu sangat cocok buatmu.”

“......Ap..........ap........apa yang kamu katakan, idiot!”

Kamito mengucapkan isi hati jujurnya dan Claire dengan cepat merona merah dan menundukkan kepalanya.

Claire sedikit mengangkat kepalanya dan melihat Kamito dengan tatapan keatas—

“Hei, apa kamu.........pikir.........aku terlihat bagus?”

“Ya, kupikir rambut merahmu terlihat indah dengan gaun putih bersih itu......aku nggak mau mengakuinya tapi jujur saja penampilanmu lebih cantik dari Tuan Putri manapun.”

“.....!”

“Juga, saat mengenakan gaun, volume dadamu jadi kelihatan lebih kempes. Memakai busa dada untuk menyumpalnya mungkin bisa—“

Lalu, Kamito mendadak menutup mulutnya.

*Gogogogogogogo*...........perangkat dapur berdentingan.

.......Sepertinya ia baru menginjak ranjau berbahaya lagi.

“Ah......bukan.......maaf......”

“.....Be......be.....benar juga. Kalau nggak pakai busa dada, aku nggak boleh pakai gaun, kan!?”

“Hei, Claire, kenapa kamu memegang benda seperti itu!? Itu alat tangan untuk mengupas sayuran, bukan untuk dipakai pada orang lain........uwaaa, stop—“


Bagian 3[edit]

“Kuu, nggak bisa kupercaya ada cara lain untuk menggunakan alat pengupas sayuran......”

Sambil Kamito mengutuk, ia berjalan ke sudut Fianna kali ini.

Ada sejumlah luka baret seperti cakaran kucing di pipinya.

“Meski nggak bisa memakai alat-alat dapur, dia berhasil menggunakannya sebagai senjata mematikan.”

Kalau terus begini, hari ketika Senjata Elemental Claire menjadi pengupas dari cambuk juga akan dekat.

Berubah jadi sereal bonito[2].....? Masa depan yang mengerikan?

Sambil mengusap pipinya, yang menderita rasa sakit memilukan, dia memikirkan hal seperti itu.

“—Hmm, kalian berdua akrab sekali.”

Mengangkat tatapannya dari papan iris, Fianna berujar dengan mata setengah terbuka.

Entah kenapa, dia sepertinya tampak kurang senang.

“Apa kelihatannya begitu? Tuan Putri, sepertinya ada yang salah dengan matamu.”

“Itu memang seperti kata-kata yang Gadis Tuan Putri dari [Institut Upacara Kedewaan] akan katakan.”

Kamito mengangkat bahunya dan berdiri di samping Fianna.

Fianna tengah mengiris wortel dengan ritme ketukan yang harmonis.

Karena dia adalah pakar [Kagura], yang menghibur Roh, sudah pasti keahliannya sangat hebat.

“Kamu sepertinya sangat percaya diri.”

“Tentu saja. Selama masih berada di [Institut Upacara Kedewaan], meski ada Upacara untuk menawarkan makanan yang dimasak pada Roh Peringkat Tinggi sebulan sekali, mereka semua puas hanya dengan makanan yang kusajikan dan kembali ke Astral Zero.”

“Sungguh? Hebat dong.”

Kamito jujur saja sangat kagum. Itu adalah pencapaian yang hebat. Alaminya, karena penampilan lebih penting daripada rasa untuk makanan yang disajikan pada Roh, Kamito penasaran apa ada bedanya dengan makanan yang biasa disantap manusia.

“Ngomong-ngomong, botol apa itu yang baru saja kamu tuangkan kedalam panci?”

“Lada. Aku memakainya untuk bumbu pedas.”

“Begitu, bumbu pedas.”

Bumbu pedas. Kuah dalam panci memang menjadi merah dan membuat bahan masakannya terlihat pedas.

Namun, apakah bumbu pedas memiliki makna tertentu?

“.....Apa tak apa-apa?”

“Ya, warnanya terlihat cerah dan indah, kan?”

......Entah kenapa hal itu mengundang kecemasannya namun Kamito memilih tak memikirkannya.

Fianna mengangguk, sepertinya puas, dan mengarahkan tatapannya ke papan iris kembali.

Sambil mendengarkan suara ritme ketukan pisaunya, Kamito menatap profil wajah Fianna.

Ia memiliki pupil mata hitam, alis panjang, dan kulit putih seperti wanita salju.

Rambut hitamnya, yang mencapai pinggangnya, saat ini tengah diikat agar tidak jatuh.

Tengkuknya yang putih entah kenapa sangat erotis.

Tanpa berpikir, Kamito merasa terpesona oleh profil wajahnya yang nampak dewasa.

Dengan hanya mengikat rambutnya, kesannya jadi berubah drastis.....?

Rambutnya yang diikat. Ada sesuatu yang tersangkut dalam pikiran Kamito.

.....Gadis ini, mungkinkah, aku pernah bertemu dengan dia sebelumnya?

Meski seharusnya mereka baru bertemu untuk pertama kali, gadis itu entah kenapa mengenal identitas sejati Kamito.

Namun, aku nggak punya kenalan Tuan Putri.....

Terasa menjengkelkan karena ia merasa mengingat sesuatu namun nyatanya tak bisa mengingat apa-apa.

Ia tengah menatap profil wajah Fianna dengan cara seperti itu—

“Hei, Kamito-kun? Kenapa kamu terus mencabuliku secara visual sejak tadi?”

Fianna menoleh ke arahnya dengan wajah sedikit cemberut.

“Ah, bukan.......pencabulan visual?”

“Misalnya seperti mengubah Tuan Putri jatuh ini menjadi tak berdaya, atau melatihnya seperti budak. Kamito-kun, kamu memang bebas menjadikan itu semua sebagai ilusi mesummu tapi......begini, jujur saja, aku merasa nggak nyaman kalau dijadikan ilusi kenikmatan pria pubertas sepertimu.”

“Kamu pikir aku ini orang macam apa?”

“Ah, sebaiknya kamu tak menganggap enteng Gadis Tuan Putri, yang melayani Raja Elemental dari [Institut Upacara Kedewaan]. Aku bisa membaca pikiranmu seperti memungut sesuatu.”

Setelah mengatakan itu, Fianna mendekatkan wajahnya dan dengan lembut menaruh tangannya di dahi Kamito.

Ia secara refleks terkejut oleh sensasi dari kulit dingin lembutnya.

“......Eh? Mustahil, maid telanjang, itu memalukan......”

STnBD V02 115.jpg

“Yang memalukan itu cara berpikirmu!”

Kamito secara spontan berteriak.”

Selain itu, kenapa malah maid telanjang? Apa itu variasi lain dari apron telanjang? Kamito sedikit penasaran.

Pada saat itulah—

“Kamito, tentang penyajian daging gilingku ini, lebih enak matang? Atau yang setengah matang?”

“Ahh, aku lebih suka setengah matang.......Owa!”

Ketika menoleh, sebelum ia menyadarinya, Claire sudah berdiri di sana dengan tersenyum dan bola api mengapung.

“Ka.....ka.......kamu yang ter........ter......terburuk, sampai memikirkan maid telanjang, dasar mata keranjang!”

*Gogogogogogo-----!!*

“Tunggu, itu tuduhan salah — Fianna!?”

Kamito meminta bantuan namun Fianna sudah meninggalkan TKP dengan senyum nakalnya.

“Be.......berubahlah jadi batubara bersama ilusi tak senonohmu, dasar cabul !”

Bola api yang Claire tembakkan meledakkan Kamito bersama dengan dapur.


Bagian 4[edit]

Tak lama kemudian, 30 menit berlalu.

Di meja dimana para juri tengah duduk, masakan buatan mereka berdua sudah dibariskan.

Est, Scarlet, dan Kamito, yang sudah kecapaian, tengah duduk sisi demi sisi dalam satu baris.

Sebagai hasil pengambilan undian, mereka akan menyantap masakan buatan Claire dulu, namun—

“.....Ah, setidaknya aku harus bertanya. Apa ini?”

Gumpalan hitam sesuatu tengah tersaji di atas piring di hadapannya.

Bukankah itu lebih mirip benda bernama batubara yang selalu Claire ucapkan?

“Kalau kuingat ingat, kare makanan laut......kan? Itu yang kamu buat kan?”

“......Se......sepertinya sedikit hangus.”

Benda di hadapannya memang sudah hangus.........ini bukan lagi soal rasa.

“Ehh, bukankah gawat kalau aku memakan ini?”

“Ja......jangan menilai penampilannya, yang penting itu rasanya kan!?”

“Rasanya pahit sekali.”

Est, yang mengambil sesuap, bergumam tanpa ekspresi.

“......Est, kamu mengkhianatiku.”

“Bukankah sudah jelas? Est, kerja bagus.”

“Ap.....apa, Scarlet saja memakannya dengan nikmat.”

“Itu karena dia Roh Api. Dia mungkin nggak memiliki sesuatu bernama indera pengecap.”

Gumpalan hitam gosong itu benar benar dimakan oleh Scarlet, namun Kamito merasa kalau ketimbang memakan sesuatu, ia tengah membersihkan limbah. Setelah ia selesai makan, ia bersendawa bola api kecil.

“......Bukankah Est juga Roh!? Kupikir dia nggak mungkin memahami rasa masakan yang lezat.”

“Penggunaan kata tidak sopan pada Juri. Claire mendapat pengurangan poin.”

Tanpa ekspresi, Est mengangkat kartu pengurangan poin.

“Guu.......”

“Dengan hanya benda hitam, nggak perlu memakannya. Aku yang menang.”

Fianna menaruh tangannya di mulutnya dan senyum lebar muncul di wajahnya.

Memang, sepertinya dia merasa pemenangnya sudah ditentukan, namun mereka setidaknya harus makan dan menilai hasil masakannya.

*........Gutsu, gutsu, gutsu, gutsu, gutsu,*

Mereka melihat hidangan yang dibawa ke meja—

“I.....itu....”

Kamito nyaris kehilangan kata-kata. Est juga melebarkan matanya, Scarlet mengeong kecil.

Sepertinya adalah........sayur rebus.

Warnanya merah. Jauh lebih merah ketimbang saat Kamito melihatnya beberapa saat lalu, itu adalah sayur yang bahan-bahannya tak kelihatan sama sekali.

“Ehh, apa........ini?”

“Ini adalah hidangan khas keluarga Bangsawan Orudeshia, Sayur Putih.”

“Apanya yang putih!?”

Setidaknya di permukaan, yang bisa dia lihat hanya satu warna, merah. Selain itu, ada aroma mengerikan yang menusuk-nusuk hidungnya.

Itu karena bumbu pedas yang dia gunakan tadi, Kamito yakin soal itu.

“Ap.....apa ini!? Nggak mungkin ada orang yang mau memakan hal semacam itu!!”

Claire mengesampingkan masalahnya sendiri dan memprotes.........Memang, dia memahami perasaan itu.

“Ahh, putri dari keluarga Elstein hanya berkomentar tanpa mau mencicipinya.”

Fianna menyibakkan rambut hitam lembutnya dan memandang rendah Claire.

“Ini tidak adil. Aku ragu itu sesuatu yang seorang bangsawan, yang menjadi figur masyarakat, akan lakukan.”

“Uggg.......!”

Kesampingkan ketidakadilan, Fianna juga tak mencicipi benda hitam Claire, namun Claire, yang terlalu membanggakan dirinya, sepertinya tak menyadari hal itu.

Atau mungkin Kamito harus menyimpulkan kalau ia lemah pada provokasi menyangkut status bangsawannya. Dia menjadi sangat lemah kalau harus melibatkan nama keluarga dan harga dirinya sebagai Bangsawan.

“Aku........aku paham, nggak masalah selama aku mencicipinya kan!? Lagipula aku tahan dengan makanan pedas.”

Setelah Claire mengangguk, Fianna menunjukkan senyum Iblis.

“Hei, Claire, itu sangat berbahaya—“

Tanpa waktu Kamito sempat menghentikan Claire, ia sudah menaruh sendok di mulutnya.

Dan, hanya sesaat kemudian—

“Hyguu-----!?”

*...........Patan!*

Tiba-tiba, dia jatuh ke meja.

“Cl......Claire, kamu nggak apa-apa!?”

Kamito membantunya dalam kepanikan namun mata Claire nampak berputar-putar.

“......Di.....dia benar benar pingsan!”

“Berarti aku yang menang.”

Fianna meletakkan tangannya di pinggangnya dan tersenyum.

“Emm, ini bukan pertandingan seperti itu?”

“Apa bukan?”

Fianna terlihat kaget.

Memang, Kamito merasa yakin kalau mereka tak memutuskan syarat yang tepat untuk menang.

“Tadi kamu bilang kalau kamu membuat Roh terpuaskan dengan Upacara dari [Institut Upacara Kedewaan] kan?”

“Iya, hanya dengan memakan sesuap, mereka kembali ke Astral Zero dengan puas.”

“Uh, kupikir mereka tak kembali dengan puas.”

“Masakan yang bahkan menghancurkan indera pengecap Roh........tak bisa mencegah gemetar.”

Est menggumamkan itu pelan.


Bagian 5[edit]

Ya Tuhan............hari ini sungguh banyak masalah

Sejak saat itu, satu jam sudah berlalu, Kamito tengah menggunakan shower yang dipasang di kamar mandi.

Karena Fianna bilang dia akan mandi nanti, Kamito memilih mandi terlebih dahulu tanpa halangan apa-apa.

Sekarang ini, Claire tengah dirawat oleh Scarlet dalam kamar. Saat ini dia mungkin sedang merintih di ranjang. Kamito berpikir dia sangat kasihan namun tak ada yang bisa dia lakukan.

Ini sudah waktunya bagi Est untuk tidur. Dia tak bisa kembali ke Astral Zero, jadi dia perlu banyak tidur, dan biasanya dia akan tidur selama setengah hari.

“Disamping itu....”—Kamito menggumam pelan sambil membasuh tubuhnya.

Fianna Ray Ordeshia.......ya?

Dia adalah gadis, yang merupakan Tuan Putri kedua dari Kerajaan Orudeshia dan kandidat Tuan Putri Roh kedua setelah Sang Ratu BencanaRubia Elstein. Kenapa dia bisa tahu identitas sejati Kamito? Kamito sama sekali tak paham apa niat sejati gadis itu mendekatinya.

Sepertinya dia juga nggak bermaksud membocorkan identitasku

Ketimbang mengancamnya dengan serius, Kamito berpikir kalau gadis itu hanya bersenang-senang dengan reaksinya.

.......Apa yang sebenarnya terjadi?

Pada saat Kamito hendak mematikan perangkat Roh Shower—

“Hei, Kamito-kun, aku masuk ya.”

Suara semacam itu datang dari ruang ganti pakaian.

“Hn, ah—“

Dia membalas.

“Ap......apa!?”

Kamito menoleh kebelakang dalam kepanikan.

*Gararaa*—pintu terbuka.

Yang berada disana—

“......Ada apa? Kamu kelihatan kaget sekali.”

Tuan Putri dengan selembar handuk mandi membalut tubuhnya.

“Ap......ap.......ap.......”

Kamito menjadi panik untuk sesaat.

“Fi.....Fianna, apa yang kamu lakukan?”

“Ya?”

Si Tuan Putri sedikit memiringkan kepalanya dan membuat senyum menawan.

Dia memiliki tubuh putih langsing. Dia memiliki pinggang sempit elegan. Selain itu, ada payudaranya yang membengkak besar. Kamito berpikir kalau kaki putih telanjangnya, yang terlihat dari celah handuk mandi, sangat mempesona tak seperti gadis berusia 16 tahun.

Kamito dibuat membisu—

“Apa, bahkan bagiku, melakukan hal seperti ini.............sangat memalukan, tahu?”

Lututnya saling bersentuhan dan ia bergumam halus.

Perlahan, Fianna melepas handuk mandinya.

“....!?”

Kamito spontan menutup matanya dengan kedua tangannya—namun,

“Ba.....baju renang?”

Fianna mengenakan baju renang terpisah dibalik handuk mandi.

Itu adalah baju renang festival air, dimana selapis kain tipis dikenakan di area dada dan kain tenunan dikenakan disekitar pinggangnya.

Dia memiliki kaki jenjang yang seksi dan pinggang langsing yang menunjukkan postur elegannya.

Lekuk-lekuk di tubuhnya sangat indah seperti bidadari yang turun dari langit.

Kamito dalam sekejap terpesona olehnya—

“Eh, ada.......apa?”

“Ap......apa?”

“Me......menunjukkan kulit telanjangku pada laki-laki.......Kamito-kun, kamu yang pertama, tahu.”

Suara Fianna sedikit bergetar saat dia bergumam dengan malu-malu.

“Ke.......kenapa?”

Kamito menelan ludahnya.

.....Dia sama sekali tak memahaminya. Kenapa gadis ini harus melakukan hal seperti itu?

Seolah keraguannya disingkirkan—

“Hei, duduklah.”

Fianna dengan lembut menyentuh bahu Kamito dengan tangannya dan membuat Kamito duduk menghadap arah berlawanan.

Itu adalah sensasi tangan dingin lembut seorang gadis. Detak jantungnya menjadi makin cepat.

“Fianna, apa yang kamu rencanaka.......”

*Fuyon!*

“....!”

Mendadak, sensasi lembut elastis ditekan di belakang punggungnya.

Punggung Kamito melompat dalam kepanikan.

Fianna terbatuk-batuk kecil—

“Se......seorang Tuan Putri sepertiku sedang menggosok punggungmu. Anggaplah ini kehormatan.”

Dia mulai menggosok punggung Kamito dengan handuk tubuh berbusa-busa.

“Em, tunggu sebentar, kenapa kamu—“

Kamito tak bisa memahami apa yang terjadi dan dalam kondisi pikiran kacau.

Namun, kalau dia menoleh kebelakang, dia akhirnya akan melihat penampilan baju renang seksi Fianna, jadi dia tak berani bergerak.

“Ja......jaga sikapmu, apa kamu mau membuatku malu?”

Ujar Fianna dengan nada cemberut dan menggosok kuat kuat punggungnya.

“Ba....bagaimana? Apa terasa nyaman?”

“Tapi, meskipun kamu menanyakan hal seperti itu........”

Jujur saja, terasa sangat nyaman.

Atau, dengan gadis cantik sedekat ini, tak mungkin tidak akan terasa nyaman.

Namun, Kamito merasa dia akan kehilangan sesuatu yang penting secara pribadi kalau dia mengujarkan pikiran jujurnya.

“Ka.....kamu ternyata sangat keras kepala.......cepatlah terjerat olehku!”

“Terjerat?”

*Funyu, Funyun.*

Dia merasa baru saja mendengarkan suara berbahaya, namun panca inderanya dibawa lari oleh sensasi payudara yang menekannya, dan pikirannya segera menjadi linglung.

Ini......gawat.....!

Kamito, yang dibesarkan sebagai Assasin sejak masih muda di [Sekolah Instruksional] tak pernah menerima latihan untuk melawan godaan semacam ini. Karena, dia masih dalam usia yang tak memerlukan cara-pencegahan untuk hal semacam itu, dan Roh Terkontraknya selalu menjauhkan semua wanita yang mencoba dekat-dekat dengannya.

Namun, Kamito sekarang adalah pemuda yang sudah di usia untuk menikah.

Dia sudah di ambang kehilangan akal sehatnya oleh sensasi payudara di belakangnya, ditekan melalui baju renang tipis.

“H....hei.....kamu menyentuh mana?”

“Ta.....tahanlah sedikit! Nanti kuceritakan identitasmu pada cewek itu.”

“Be......benar juga! Kenapa kamu tahu soal Ren Ashbell—“

Kamito hampir menoleh dan bertanya padanya—pada saat itulah,

Bam!----Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka.

“......!?”

Yang berada di sana adalah—

“C.....Claire?”

Claire Rogue, yang tengah melihat ke arah bawah dan dengan bahu bergetar hebat.

“Kuu, tak bisa kupercaya kamu sudah siuman........”

Fianna menggigit bibirnya erat-erat.

“Ka......ka......kalian, ap......ap......apa yang kalian lakukan?”

“Ja.....jangan salah paham, ini,emm—“

*Gogogogogogo....!*

Rambut merah Claire bergetar kuat seperti api yang berkobar.

Kamito menyerah karena akan dijadikan batubara lagi seperti biasanya.

“........”

Pergerakan Claire, setelah mengangkat cambuknya ke atas, mendadak berhenti.

Di pupil merah delimanya, api membara dahsyat, sembari ia melotot tajam pada Fianna.

Fianna menunjukkan ekspresi tidak senang. *Pitoo*—dia menempelkan dadanya ke punggung Kamito.

“Fianna!? Ke.....kenapa kamu harus menambahkan minyak kedalam—“

Kamito mencoba memisahkan tubuh mereka dalam kepanikan namun lengannya dipegang erat-erat.

“Aku sedang menggosok punggung Kamito. Bisa tolong jangan ganggu kami?”

“Kuu, ka.....kalian........”

Ah.......habislah aku........

Kamito dengan aneh menutup matanya dengan mood tenang.

Namun, tindakan yang Claire lakukan selanjutnya sangat diluar dugaan.

Bukan Claire yang biasanya dimana dia akan menghajar Kamito dengan Lidah Apinya—

“Aku.....aku......aku juga akan menggosok punggungmu.”

“Eh?”, ”Hah?”

Ia menatap tajam pada mereka berdua yang terbengong bengong—dan menegaskan,

“Maksudku aku juga masuk ke kamar mandi!”


Bagian 6[edit]

STnBD V02 004-005.jpg

“Ba.....bagaimana Kamito? Apa terasa nyaman?”

“Ah, aku yang sudah membuatmu merasa nyaman kan?”

Tu......tunggu, apa.......situasi macam apa ini!?

Tiga menit kemudian, kepala Kamito penuh oleh kepanikan.

..........Dia berpikir kalau ia tengah mengalami mimpi buruk tak senonoh. Namun, sensasi yang ia rasakan di punggungnya itu sungguhan.

Di kamar mandi untuk satu orang, entah mengapa ia tengah tertutupi busa sabun dengan dua gadis cantik.

Makin parahnya, Claire bahkan tak mengenakan baju renang. Tubuh telanjangnya hanya dibungkus oleh handuk mandi.

Rambut merah berkilaunya nampak indah diatas kulitnya yang seputih susu.

Dia memiliki postur mungil dan proporsi tubuh langsing.

Tubuhnya yang seperti peri cantik itu sudah cukup mempesona, meskipun tak punya payudara.

Ada tanda sabuk merah di pahanya yang terlihat dari celah handuk. Claire memasang cambuk kulit untuk melatih binatang di sekeliling pahanya. Tanda itu entah kenapa nampak merangsang.

Kamito mati-matian berusaha tak melihat keduanya, namun karena ukuran ruangannya sangat kecil, dia akhirnya akan menempel di kulit mereka dengan hanya sedikit gerakan. Sensasi itu justru membuat imajinasinya semakin liar.

“Kyaa........hei, apa yang kamu sentuh, idiot!”

“Ah, kalau kamu bergerak seperti itu, kamu akan menggosok depanku.......Hyauu.”

Situasi itu terjadi hanya dengan menggerakkan tubuhnya sedikit karena merasa geli.

Ampuni aku......

Kalau laki-laki sebaya mendengar hal ini, mereka pasti akan menganggapnya Shangri-la atau mimpi, namun,bagi Kamito, ia merasa seolah-olah sedang duduk diatas ranjang paku.

.......Kenapa ini semua harus terjadi, ia sama sekali tak memahami hal itu.

Mungkin karena Claire memiliki sikap berlawanan dengan Fianna sampai dia mengeluarkan ucapan seperti itu, dan karena itulah ia tak bisa mundur namun—bagi Kamito, yang terseret dalam situasi ini, hal itu tak bisa ditolerir.

Ia harus keluar dari tempat ini secepat mungkin, tapi kalau dia bergerak sedikit saja, dia akan bersentuhan langsung dengan kulit mereka, jadi meskipun dia berniat kabur keluar, dia tetap tak bisa keluar.

“Hei, aku yang membuatmu merasa nyaman kan? Katakan kalau ini terasa nyaman!”

“Ouuuchh.......kamu mengelupas kulit di punggungku.”

“Eh, terasa begitu sakit ya? ........Wow, punggungmu penuh bekas luka.”

“Ahh, itu karena aku selalu dilukai oleh orang tertentu.”

“Ma......maaf......”

Kamito merintih dengan wajah kesakitan dan Claire meminta maaf dengan canggung.

“—Nggak, bercanda kok. Ini semua luka dari masa lalu.”

Luka-luka di punggungnya ia dapat ketika ia masih menyebut dirinya Ren Ashbell (Penari Pedang Terkuat) sebelumnya.

“......Hn? Fianna, apa yang kamu lihat?”

—Claire merengut dan menatap Fianna.

“Bu.....bukan apa-apa.”

“Ada apa dengan Segel Rohku?”

Fianna sudah melihat seksama segel Roh Claire di tangannya sejak tadi.

“Bu.....bukannya kukatakan tak ada apa-apa!”

Fianna mengeluarkan suara gugup tak seperti ia yang biasanya dan dengan cepat membuang tatapannya.

Claire menatapnya dalam kondisi semacam itu, sepertinya kebingungan—

“......Segel Rohmu ada di tempat seperti itu. Sungguh tak biasa.”

Ia sudah menatap sekilas pada sebagian Segel Rohnya di belahan dada Fianna, yang mengenakan baju renang.

“Kalau kuingat lagi, kamu pengguna Roh Suci kan?”

“Ya.....itu benar.”

Fianna, yang membalas ucapannya, memasang wajah kaku.

“Roh macam apa milikmu, panggil dan tunjukkan pada kami.”

Kamito juga cukup tertarik dengan hal itu. Sebagai rekan tim yang ikut dalam misi yang sama, mereka setidaknya harus memahami tipe Roh yang digunakan rekannya. Itu juga, tentu saja, tugas penting berada dalam tim.

Namun, entah kenapa Fianna membuang mukanya dengan wajah kurang senang.

“Nanti kutunjukkan kalau perlu. Kontraktor Roh tak bisa begitu saja memanggil Roh Terkontraknya.”

Memang, ada juga Kontraktor Roh dengan cara berpikir seperti itu diantara para siswa Akademi.

Karena ada kemungkinan Roh mereka akan diselidiki oleh lawan dari penampilan atribut mereka, kelemahan, dan sebagainya.

Di sisi lain—

“Kalau kamu nggak membuat komunikasi dengan Roh Terkontrakmu setiap hari, rasa saling percaya takkan bisa terbentuk.”

Ada juga yang cara berpikirnya seperti Claire, dan mereka adalah mayoritas dalam Akademi.

Karena kedua pilihan memiliki alasannya tersendiri, tak ada dari keduanya yang salah, namun—

Entah kenapa, kata-kata Claire itu membuat Fianna nampak marah.

“......Kamu takkan paham, Claire Rogue.”

“....? Hei, apa maksudmu dengan itu—“

“Aku keluar dulu.”

Fianna menggumam denga suara seperti es dan segera berdiri.

—Pada saat itu.

Kamito mendengar sedikit suara dentingan senjata dari kejauhan.

Itu adalah sesuatu yang takkan bisa didengar manusia normal, suara benturan logam.

Namun Kamito, yang pernah menerima latihan di [Sekolah Instruksional], mendengarnya dengan jelas.

“Kamito, ada masalah apa?”

“Ada pertarungan terjadi di dalam Akademi—“

Mungkin saja itu duel sesama siswa. Tidak, kalau itu terjadi, Ksatria Sylphid seharusnya menghentikannya dengan cepat.

“Aku mendapat firasat buruk.”

Ia merasakan ketidaknyamanan murni—Jujur saja, intuisinya sebagai Kontraktor Roh, yang sudah diasah melalui pertarungan tak terhitung jumlahnya—Itulah satu satunya yang ia ingin percaya bahwa instingnya masih belum tumpul.

Tak diragukan, ada sesuatu yang buruk terjadi—

Dia menyerbu keluar dari kamar mandi, buru-buru mengenakan seragamnya, dan kemudian Est bangun, menyeka matanya dan terlihat mengantuk, dalam piyama. Sepertinya Roh Pedang ini merasakan fenomena tidak biasa.

“Kamito, ada hal gawat terjadi diluar sana.”

“Ahh, maaf sudah membangunkanmu, Est.”

“Tidak, Kamito. Aku adalah pedangmu.”

Kamito menggenggam tangan kecil Est, dan tubuh gadis itu mendadak berubah menjadi partikel cahaya.

Tak berapa lama kemudian, tangan Kamito menggenggam Senjata Elemental—Est Pemusnah.

Ia merasa kalau Pedang yang dipegangnya lebih kecil dan kecerahannya lebih suram dibandingkan biasanya, namun karena Est baru bangun tidur, apa boleh buat.

Kamito melompat dari jendela ruangan.

“Tu......tunggu........ahh, ayolah! Datanglah, Scarlet!”

Claire memanggil Scarlet dan melompat keluar untuk mengejar Kamito.

Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Dalam Bahasa Jepang bernama 'Matatabi' (マタタビ). Sejenis tumbuhan mirip rumput, orang suka memakai tangkai bunganya yang lembut dan berbulu untuk bermain main dengan kucing. Info lebih lanjut lihat di sini.
  2. Kira-kira sama dengan Koko Krunch. Itu lho, sereal cokelat yang dituangi susu
Back to Bab 3 Return to Halaman Utama Forward to Bab 5