Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 1 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Anak Muda yang Meninggalkan Sarang[edit]

[edit]

Kalender Lunar Tahun 995.

Perdamaian yang telah berlangsung hampir 40 tahun telah berakhir, dan benua Dubedirica dilanda api peperangan sekali lagi.

Bara perang dimulai oleh sebuah negara besar di utara.

Kaisar Kekaisaran Arsbelt, Ramza ke-13, tiba-tiba menyatakan bahwa ia akan menaklukkan seluruh benua Dubedirica, dan segera menyerbu negara tetangganya di timur, Kerajaan Farnesse, dan memulai perang.

Pada awalnya, hanya dua negara besar, Kekaisaran dan Kerajaan yang berperang. Tetapi nyala api perang dengan cepat menyebar ke negara-negara kecil di sekitar mereka, dan akhirnya menyeret seluruh benua juga.

Kalender Lunar Tahun 997.

Dengan perang menyebar ke semua negara di benua itu, kebuntuan antara Kekaisaran dan Kerajaan mencapai titik balik. Kekaisaran merebut benteng terbesar di teater perang pusat, Benteng Kiel yang tak tertembus.

Setelah itu, Kekaisaran menggunakan benteng itu sebagai pangkalan terdepan[1], dan memaksa negara-negara kecil di sekitar kerajaan dengan negosiasi atau invasi, mencaplok mereka dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

Konfederasi Sutherland, yang terletak di selatan benua, selalu menekankan netralitas mereka. Tetapi dengan perubahan situasi, mereka berkolusi dengan Kekaisaran secara rahasia. Dengan alasan panen yang sangat buruk di wilayah tenggara benua itu, mereka secara drastis mengurangi ekspor makanan mereka ke Kerajaan.

Itu memicu kelaparan skala besar di seluruh Kerajaan, dan mengakibatkan kerusuhan. Kerajaan sangat bergantung pada impor untuk pasokan makanan, dengan 70 persen makanan Kerajaan berasal dari Sutherland. Ini memperburuk keadaan bagi Kerajaan yang tidak bisa menghasilkan cukup makanan untuk menopang dirinya sendiri.

Pada saat yang sama, Kerajaan meningkatkan makanan yang dikumpulkan dari warga untuk memberi makan para prajurit di garis depan, yang memicu lebih banyak kerusuhan. Kerajaan menekan kerusuhan dengan pasukan, yang berakibat mengintensifkan kerusuhan, menghasilkan lingkaran setan. Dengan tekanan keresahan sipil dari dalam dan ancaman militer asing dari luar, kekuatan Kerajaan dengan cepat hancur.

Kalender Lunar Tahun 998.

Laporan pertempuran tentara Kerajaan dikirim ke ibukota satu demi satu. Kerajaan tidak bisa mengerahkan upaya untuk meluncurkan serangan balasan yang efektif, dan nyaris tidak bisa menahan garis depan. Pengepungan Kekaisaran atas Kerajaan perlahan-lahan semakin ketat, dan Raja Kerajaan Farnesse yang berkuasa, Alphonse Sem Garmund, membuat keputusan yang menyakitkan.

Dia mengirim garis pertahanan terakhir ibukota, elit militer Kerajaan, Pasukan Pertama untuk merebut kembali Benteng Kiel. 

Benteng Gallia terletak di selatan Kerajaan, dengan pegunungan Est memisahkannya dari ibu kota Fizz.

Itu adalah benteng utama di garis pertahanan Kerajaan Farnesse, dan benteng terdekat dengan ibukota. Di barat daya Benteng Gallia dan tenggara Benteng Kiel, terdapat kastil Kaspar yang telah direbut oleh Kekaisaran.

Desa-desa dan kota-kota di sekitar kastil Kaspar telah jatuh ke tangan Kekaisaran, dan tentara menjaga jalan-jalan utama setiap saat. Sembari mereka berencana untuk menyerang Benteng Gallia di masa depan, mereka harus waspada terhadap pergerakan Kerajaan.

Dan saat ini, Kapten Samuel yang bertanggung jawab atas sebuah pos pemeriksaan keamanan kunci di jalan Canaria menyadari seorang gadis berjalan menuju Kerajaan.

Usianya sekitar 15 atau 16 tahun.

Wajahnya sehalus pintu, dan dia mengenakan blus cokelat kemerahan, jadi dia mungkin datang dari salah satu desa. Rambut peraknya berayun dengan setiap langkah yang diambil oleh kakinya yang ramping.

(Oh, temuan yang bagus ...)

Saat Samuel mengagumi wajah gadis itu, benda yang tergantung di pinggang gadis itu menarik perhatiannya. Sarung pedang di pinggang gadis itu tampak terlalu mahal untuk seorang gadis desa. Sarung hitam itu diselimuti dengan pola intrinsik dengan emas dan perak.

Benda seperti ini hanya dapat ditemukan pada bangsawan kaya atau veteran yang kuat.

Hanya sarungnya saja bisa menghasilkan sejumlah koin emas yang banyak. Ngomong-ngomong, itu terlihat aneh pada gadis desa biasa.

(Mengingat indahnya ukiran pada sarungnya, pedang itu pasti luar biasa.)

Hanya membayangkan pedang di dalamnya sudah cukup untuk membuat Samuel mengangkat sudut bibirnya. Untuk sesaat, dia curiga bahwa gadis itu adalah seorang bandit, tetapi dengan cepat mengabaikan pemikiran itu.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tentara Kekaisaran memiliki kendali atas wilayah sekitar sini. Bahkan jika mereka bukan tentara dari militer, bandit tidak akan berani menunjukkan wajah mereka di sini saat siang hari bolong.

Samuel menepuk pundak seorang prajurit muda di sebelahnya— Cliff, menunjuk ke gadis itu dan berkata:

“Berbanggalah, Cliff. Ini adalah misi pertamamu. Lakukan pemeriksaan keamanan pada gadis itu.”

"Baik pak!"

Cliff memberi hormat dengan cepat, lalu berteriak pada gadis itu dengan nada yang kuat:

"Gadis yang di sana, berhenti!"

“……”

Namun, gadis itu mengabaikan Cliff dan terus berjalan di sepanjang jalan. Mengingat jaraknya, dia pasti sudah mendengar Cliff, tetapi gadis itu acuh tak acuh.

"Hei, Cliff. Bersikap lebih lembut saat kau berbicara dengan seorang gadis. Bukankah ibumu mengajarimu itu?"

"Betul. Bagaimana jika kau menakuti dia dengan nada kasarmu?"

Melihat Cliff diabaikan, para prajurit di sekitar mulai menggodanya. Kesal oleh rekan-rekannya, Cliff berjalan di belakang gadis itu dan meraih pundaknya.

"Aku bilang berhenti, apa kau tidak mendengarku!?"

"Ehh? Kau memanggilku?"

Gadis itu menunjuk dirinya sendiri dengan mata terbuka lebar. Dia sepertinya tidak berbohong dan benar-benar terkejut. Tapi Cliff tidak berpikir begitu. Didorong oleh kemarahannya, dia melangkah mendekat dengan mengancam.

"Apa kau bercanda? Apa kau lihat gadis lain di sini?"

“Ehh~, kau enggak bisa bedain laki-laki dan perempuan? Aku setidaknya bisa melakukan itu."

Gadis itu kemudian menunjuk ke seorang prajurit wanita yang juga melakukan inspeksi penghalangan jalan. Prajurit itu memandang Cliff dan gadis itu dengan terkejut dan berkata: "Ehh? Apa kau menunjukku?”

Mengira dia sedang dipermainkan, Cliff memerah karena marah, dan mencengkeram gadis itu di kerahnya.

"Beraninya kau mengejek prajurit Kekaisaran! Apa kau ingin mati? Daerah ini berada di bawah kendali Kekaisaran, pasukan Kerajaan yang lemah tidak bisa membantumu!”

"Oh~ jadi kau adalah prajurit Kekaisaran. Manusia dalam zirah semua terlihat sama, jadi aku enggak tahu. Akan sangat bagus kalau ada buku untuk membedakan zirah.”

Gadis itu berkata dengan wajah serius ketika dia memeriksa armor Cliff. Dia tidak menunjukkan rasa takut, dan mata hitamnya yang tegas menunjukkan hal itu dengan jelas

"Hahaha. Baiklah, ini menarik. Gadis ini benar-benar punya nyali.”

Samuel mengangkat tangannya untuk menahan Cliff yang ingin menghunus pedangnya. Tapi Cliff terus memegang gagang pedangnya, terus mengeluarkan aura mengancam.

"Tolong jangan hentikan aku, Kapten! Dia jelas-jelas mengejek kita. Izinkan aku untuk mengeksekusi dia di tempat!"

"Hei, jangan pedulikan itu. Aku tidak pernah membunuh wanita sipil, dan aku juga tidak akan membiarkanmu melakukannya. Dan dia adalah gadis yang cantik pula. Ini adalah satu-satunya aturan ketat di unitku, dan aturan yang aku banggakan. Jadi ingatlah dengan baik.”

(Tapi aku telah memperkosa wanita yang tak terhitung jumlahnya.)

Samuel memikirkan penaklukan seksualnya dari desa ke desa, sementara gadis itu menguap bosan.

“Maaf sudah menghentikanmu, tapi sarung pedang di pinggangmu terlihat sangat berharga, jadi aku penasaran tentang tujuanmu mengunjungi ibukota Kerajaan. Tempat itu penuh dengan 'binatang kelaparan', dan sangat berbahaya. Apa kau ingin aku mengawalmu?"

Saat Samuel mengatakan itu, para prajurit tertawa sinis. Mereka mengabaikan tatapan dingin beberapa prajurit wanita yang menatap mereka. Salah satu dari mereka bahkan menirukan aksi mencakar seperti serigala dan melolong, mengakibatkan lebih banyak gelak tawa.

“Begitu ya. Aku enggak butuh pengawal, karena aku sedang dalam perjalanan ke Kerajaan untuk mendaftar sebagai tentara. Jadi jangan halangi jalanku, oke?”

Untuk sesaat, Samuel tidak mengerti apa yang dikatakan gadis itu. Cliff berdiri di sana dengan kaku, dan para prajurit di sekitar mereka tercengang. Samuel yakin ekspresinya tidak berbeda dengan mereka.

Gadis itu kemudian berkata: "Ah~, capek banget", lalu melanjutkan berjalan.

"Kurang ajar kau!!"

Ketika Cliff sadar, dia berteriak dan menebas gadis itu dengan pedangnya.

Pada saat yang sama, lengan kanannya yang masih memegang pedang melayang di udara.

Itu adalah Tahun 998 dari Kalender Lunar.

Langit yang tak berujung dan percikan darah menjadi latar bagi jalan Canaria . 

""Hah?""

Beberapa tentara berteriak kaget, dan mereka berbalik ke arah Cliff dengan leher yang sekaku gir berkarat. Cliff memandangi lengan kanannya dengan bingung, dan wajahnya mulai mengernyit.

"A-Aaaaaaah!!"

Darah mengalir keluar dari lengan kanannya, dan jeritan Cliff bergema di sepanjang jalan. Samuel menatap gadis itu, dan pedang hitam ada di tangan kanan gadis itu tanpa dia sadari. Pedang itu berlumuran darah.

Pelakunya sudah jelas.

"Sakit! Sakit banget!”

Cliff yang menangis tersedu-sedu mencengkeram sisa lengan kanannya dengan tangan kiri, dan melarikan diri dari gadis itu——

"Haii, yah~."

Gadis itu memutar pedang hitam itu sejajar tanah, lalu melemparkannya sambil bersenandung. Pedang itu menusuk zirah Cliff tanpa ampun, seperti panah yang terlepas dari busur, menusuk menembus dadanya. Kabut hitam tipis menyebar dari pedang itu.

“Hyaa! …Ah…"

Tubuh Cliff mengejang, lalu jatuh seperti boneka yang talinya terpotong. Suara ceria gadis itu bergema keras di sepanjang jalan Canaria yang sunyi.

"Sudah kubilang, jangan menghalangi jalanku. Manusia memang agresif. Mungkin aku enggak mengatakannya dengan jelas? Bahasa manusia memang rumit~.”

Gadis itu mengatakan sesuatu yang tak terduga, lalu melangkahi kepala Cliff untuk mencabut pedangnya. Dia perlahan-lahan mengibaskan darah pada pedang, dan menatap pada prajurit yang memegang tombak di sampingnya.

"Waaarrghh!!"

Tentara yang bertatapan dengan gadis itu menusukkan tombaknya sambil berteriak.

Para prajurit lainnya memegang senjata mereka dengan panik. Sebaliknya, gadis itu tidak terpengaruh, dan menangkis serangan dengan sedikit gerakan. Rok pendek cokelat kemerahannya berkibar di udara, seolah-olah dia menari dengan anggun.

Samuel mendecak dalam hati. Bahkan seorang prajurit veteran tidak bisa mengimbangi keahlian gadis itu. Anak buahnya tidak mampu melukai gadis itu. Samuel waspada maksimum, dia tidak tahu siapa gadis itu, tapi dia jelas bukan sekedar gadis desa biasa.

"Hmm~ Sekarang giliranku, kan?"

Gerakan para tentara menjadi lambat karena kelelahan, dan gadis itu memenggal kepala mereka, menghancurkan wajah mereka, menebas anggota badan mereka dan menusuk hati mereka. Jeritan, darah, dan potongan daging beterbangan di mana-mana. Ini adalah pembantaian yang hanya mungkin dilakukan oleh orang yang kuat. Dalam waktu singkat, mayat dan darah menutupi area sekeliling, dan bau darah memasuki rongga hidung Samuel.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 1.jpg

Para prajurit yang tidak bergabung dengan pertarungan menjatuhkan senjata mereka dan mundur dari gadis yang menakutkan itu. Mata mereka terbuka lebar dan dipenuhi dengan kengerian, seolah-olah mereka sedang melihat Dewa Kematian.

Semangat juang mereka telah hancur. Gadis yang berlumuran darah memandangi para prajurit yang diliputi ketakutan—— dan menunjukkan senyum secerah matahari.

“H- Hiiii! Monster! Dia monster!!”

“J-Jangan main-main denganku! Aku tidak mau mati di sini!!”

"I-Ibu, selamatkan aku!!"

Para prajurit mulai melarikan diri sambil berteriak.

Beberapa dari mereka merangkak di tanah seperti cacing.

Yang lain berlari dengan gigi bergemeretak.

Dan beberapa orang tertawa terbahak-bahak dengan menyeramkan ketika mereka melarikan diri, berbagai ekspresi ditunjukkan saat mereka kabur.

Ini memalukan bagi pasukan kekaisaran yang terhormat. Tetapi Samuel tidak menyalahkan mereka. Wajar bagi mereka untuk bereaksi seperti ini setelah menyaksikan pemandangan yang mengerikan.

Gadis itu tidak mengejar pasukan yang melarikan diri, dan hanya menyaksikan mereka pergi. Dia mungkin bermaksud mengampuni siapa pun yang tidak mengarahkan senjata ke arahnya, pikir Samuel.

"Emm~ Pak Kapten, ya kan? Kau boleh lari juga. Kalau kau enggak menghalangiku, aku enggak akan membunuhmu."

Gadis itu tiba-tiba menoleh ke arah Samuel, memberinya pilihan untuk melarikan diri bersama yang lain. Bibirnya yang ternoda darah memiliki pesona yang aneh.

“... Aku tahu kau bukan gadis desa biasa. Kalau begitu, aku punya pertanyaan untukmu."

"Ya, silahkan."

“Di mana kau belajar ilmu pedang dan bertarung? Itu bukan sesuatu yang bisa dikuasai pada usia muda, dan oleh seorang wanita pula.”

"Ehh ~ bahkan kalau kau bertanya padaku, itu bukan salahku~ Dan aku diajari oleh Z."

"... Z?"

"Benar, Z. Apa kau tahu di mana Z?"

Gadis itu bertanya dengan senyum polos. Ekspresi kekanak-kanakannya membuatnya sulit membayangkan bahwa gadis ini baru saja membantai para prajurit itu tanpa sedikitpun belas kasihan— tetapi dia masih berlumuran darah.

"- Maaf, aku tidak tahu."

"Benarkah?"

"Ya. Jika dia terkenal, maka aku seharusnya sudah mendengar tentang dia."

"Hmm~ Oh, kau enggak kabur? Jangan khawatir, aku enggak akan mengejarmu."

Samuel tidak begitu patuh sehingga dia akan mengikuti instruksi gadis itu. Menanggapi gerakan mengusir gadis itu, dia menggelengkan kepalanya.

"Hah? Kau enggak mau lari? "

“Hahaha, kenapa aku harus lari? Aku sendiri cukup ahli.”

"Benarkah? —— Tapi aku enggak tahu tuh."

Setelah hening sejenak, gadis itu memberikan penilaian jujurnya. Samuel berkata dengan senyum sinis:

"Haha! Ini adalah pertama kalinya seseorang mengatakan hal itu dalam hidupku. Semakin lama aku tinggal di medan perang, semakin banyak kesempatanku untuk bertarung melawan monster, sangat menyenangkan.”

"Apa kau memanggilku monster? Namaku Olivia, lho.”

Olivia meletakkan tangannya di pinggangnya, dan memperkenalkan dirinya dengan bangga.

“Aku mengerti, aku akan mengingatnya. Ini pertama kalinya aku bertarung dengan seorang wanita bukan dari militer— Tidak, karena lawanku adalah monster, aku tidak melanggar peraturan, kan ...? Ya, benar."

Samuel bergumam pada dirinya sendiri saat dia perlahan menarik pedang besar dari punggungnya. Bilahnya sangat tipis, pedang bermata dua yang fleksibel dan juga tangguh. Pedang favoritnya yang tidak pernah patah, dan telah menemaninya melalui pertempuran neraka yang tak terhitung jumlahnya.

Dia menjilat ujung pedang, mengambil napas dalam-dalam, dan mengambil kuda-kuda dengan arah pedang horizontal ke tanah. Olivia menatap Samuel di depannya sambil tersenyum. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya, menghela napas, lalu melesat menyerang Olivia. Ini adalah tusukan membunuh yang menggabungkan kecepatan yang tampaknya mustahil untuk tubuhnya yang besar, dengan berat tubuhnya yang berat.

"Violent Thrust", sebuah teknik yang ditakuti oleh banyak orang. Samuel menggunakan jurus ini untuk membunuh musuh yang tak terhitung jumlahnya. Kali ini akan sama, dan monster di depannya akan dibantai.

(Satu-satunya targetku—— adalah jantungnya!)

Ujung pedang mengiris udara, dan hendak menembus jantung Olivia.

"Ini milikku sekarang!!"

Percaya akan kemenangannya, Samuel meraung. Tetapi sesaat berikutnya, pemandangan di depannya tampak berbeda dari yang dia harapkan. Dia tidak melihat Olivia terjatuh dengan darah berdeguk dari mulutnya karena jantungnya tertusuk. Sebaliknya, dia melihat pemandangan aneh dari tubuhnya sendiri dari sudut yang sangat rendah.

Ketika kesadaran Samuel memudar, dia mendengar seseorang berkata dengan bingung, "Apa dia mencuri sesuatu?"

[edit]

Tentara Kekaisaran, Kamp Utama teater perang wilayah selatan Kerajaan Farnesse, kastil Kaspar

——Kapten Samuel terbunuh dalam tugas.

Laporan darurat yang dikirim oleh tentara yang menjaga jalan Canaria menyebabkan kegemparan di kastil Kaspar malam itu. Api unggun di gerbang utama terbakar lebih intens dari biasanya, dan semua patroli menunjukkan wajah tegang. Gerbang samping terbuka, dan mayat tentara yang tewas dibawa ke kastil.

"Benarkah Kapten Samuel tewas dalam pertempuran?"

Jenderal Osborne yang berusia lima puluhan bertanya dengan nada bingung. Dia memegang posisi otoritas tinggi dalam Kekaisaran Arsbelt, dan merupakan komandan kepala teater peperangan wilayah selatan. Dia adalah seorang jenderal yang terkenal karena mahir dalam penyerangan dan pertahanan.

Seorang bintara mengangkat kepalanya dan menjawab:

"Ya, Jenderal, para penjaga dari kota Canaria segera melakukan konfirmasi, dan menemukan mayat Kapten Samuel tanpa kepala. Ada lebih dari sepuluh mayat dalam kondisi serupa. Kami sedang mengumpulkan mayat-mayat prajurit yang tewas saat ini juga."

"Mayat tanpa kepala?... Mereka mungkin dibawa untuk mengumpulkan hadiah. Wajar saja, karena ketenaran Kapten Samuel telah menyebar di kalangan Tentara Kerajaan."

"Maafkan kekurangajaran saya, tapi ini bukan perbuatan Tentara Kerajaan."

Ketika dia mendengar itu, Osborne mengerutkan alisnya.

"Itu bukan Tentara Kerajaan? Lalu siapa yang membunuh Kapten Samuel? Jangan bilang itu bandit."

"Anu... Erm ..."

Bintara itu tiba-tiba tergagap. Melihatnya seperti ini, seorang pria dengan mata dingin dan rambutnya disisir rapi mendesak prajurit itu untuk melanjutkan laporannya dengan gerakan dari dagunya. Dia adalah Ahli Strategi, Kolonel Paris.

"M-Menurut para prajurit yang selamat, Kapten Samuel dibunuh oleh gadis mengerikan dengan pedang hitam dalam satu serangan."

"Seorang gadis mengerikan membunuhnya?"

Paris bertanya.

"Benar pak. Dan gadis mengerikan itu seharusnya dalam perjalanan ke ibukota untuk mendaftar menjadi Tentara Kerajaan."

Laporan tidak masuk akal dari bintara itu diabaikan oleh Paris sambil tertawa. Kisah-kisah yang dibuat oleh para penyair terdengar lebih masuk akal. Paris berasal dari divisi intelijen, dan dia tidak akan pernah mengakui laporan yang tidak masuk akal tentang gadis mengerikan dengan begitu mudah. Dia menilai bahwa informasi itu pasti telah menyimpang di suatu titik.

"Cukup dengan omong kosongmu—— Sudahlah, aku akan menanyai para prajurit yang terlibat langsung, bawa mereka."

Bintara itu gemetar ketika dia mendengar itu, dan menggelengkan kepalanya dengan lemah:

“Sayangnya, para prajurit yang selamat semuanya secara mental tidak sehat, dan tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Setelah melihat keadaan mereka, ada desas-desus di antara para prajurit bahwa seorang monster telah bersekutu dengan Kerajaan.”

"Oh~, rumornya sudah mencapai sedemikian rupa ... Jadi laporannya benar?"

Kata Osborne sambil menatap Paris.

"Jenderal, mengapa anda percaya omong kosong itu. Selain itu-"

"Paris, percuma untuk membicarakan ini lebih jauh lagi."

Osborne mengangkat tangan kirinya untuk menyela Paris. Paris ingin berbicara lebih banyak, tetapi itu seperti yang dikatakan Osborne, karena para prajurit telah kehilangan kendali atas emosi mereka, tidak mungkin untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut. Melanjutkannya hanya akan membuang-buang waktu, dan mereka tidak boleh lagi menyia-nyiakan waktu.

"Baik, pak, maafkan saya karena kehilangan ketenangan."

"Tidak apa-apa— aku mengerti situasinya. Terima kasih atas kerja kerasmu, kau boleh pergi—”

"Maaf menyela, bisakah aku meminta waktu sebentar?"

Osborne hendak menyuruh bintara itu pergi ketika seorang pria melihat kesempatan untuk menyela. Dia mengenakan jubah yang terlihat seperti telah diwarnai oleh kegelapan malam, dan tudung menutupi kepalanya. Singkatnya, dia tampak sangat mencurigakan. Dia berusia tiga puluhan, namun terlihat seperti berusia enam puluhan. Wajahnya di bawah tudung sangat tipis, tetapi matanya terlihat cerah.

Dia adalah Kanselir Dalmes, yang berada di sini untuk tugas inspeksi atas nama Kaisar.

Paris mendengar bahwa Dalmes dulu bertugas di bagian Divisi Analisis yang merupakan jalan buntu karier. Namun, ia naik pangkat dengan kecepatan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Di Kekaisaran Arsbelt yang makmur yang telah sangat maju, ia memegang jabatan kanselir, memiliki otoritas tertinggi kedua setelah Kaisar.

Orang–orang memandang bahwa Kaisar sangat mempercayai Dalmes, dan posisinya sebagai Kanselir tidak tergoyahkan. Bahkan rumor bahwa nasihat Dalmes lah alasan di balik deklarasi Kaisar menaklukkan seluruh benua. Dalmes jarang berbicara, dan karenanya dijuluki Kanselir yang pendiam.

"... Tuan Kanselir, apa ada yang mengganggumu?"

Osborne bertanya. Dalmes mengangkat bahu dengan senyum mencurigakan.

“Tidak, tidak, ini bukan masalah besar. Aku hanya ingin tahu tentang pedang hitam yang disebutkan ... Tentang pedang itu, bisakah kau menjelaskannya dengan lebih detail?”

Dalmes bertanya kepada sang bintara. Terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba, mata bintara itu mulai goyah.

"Tenang, jelaskan saja apa yang kau tahu."

Dalmes berkata dengan nada menenangkan. Di bawah cahaya lilin di ruangan itu, keringat dingin bintara itu terlihat jelas. Tidak mengherankan jika dia gugup, karena jarang sekali Kanselir Kekaisaran mengajukan pertanyaan langsung kepada seorang bintara. Namun, keterlambatan bintara itu dalam menjawab membuat kesabaran Paris habis.

"Berapa lama kau ingin membuat Tuan Kanselir menunggu? Cepat jawab!"

“- Tidak, tidak, Pak. Sa-saya tidak tahu! Saya hanya tahu bahwa pedang itu hitam!"

Bintara itu akhirnya menjawab, dan Dalmes tersenyum ketika mendengar itu.

"Begitu ya. Aku mengerti sekarang, kau boleh pergi."

"Baik pak! P-permisi!”

Bintara itu memberi hormat, dan meninggalkan ruangan dengan cepat. Dalmes menggunakan kesempatan ini untuk berdiri dari kursinya.

"Kalau begitu aku akan pergi. Tolong jangan ragu untuk menghubungi saya jika anda membutuhkan sesuatu."

"Sudah larut malam, terima kasih telah menghormati kami dengan kunjungan anda."

"Sama-sama."

Paris menunduk dan Dalmes melambaikan tangannya dengan lembut. Dia kemudian merapikan lipatan pada jubahnya, dan meninggalkan ruangan dengan tenang. Entah kenapa, Osborne memperhatikan Dalmes meninggalkan ruangan dengan wajah pucat.

"Jenderal, ada apa? Anda terlihat pucat."

“…………”

"Jenderal!"

Paris mengulurkan tangan dan mengguncang bahu Osborne, dan akhirnya menarik perhatiannya.

"Anda kembali normal. Apa yang terjadi?"

"T-Tidak, bukan apa-apa, jangan pedulikan aku."

Osborne menjawab dengan senyum yang dipaksakan.

"Begitu kah. Baiklah ... Oh tentang monster itu—— gadis itu, jika itu benar, mata-mata yang kukirimkan pasti akan melaporkan kepada kita tentang gadis itu."

"Erm, y -ya. Kita harus memperketat keamanan kastil untuk saat ini. ”

"Tentu saja. Saya harus mengurus masalah yang berkaitan dengan Kapten Samuel, permisi."

Ketika langkah Paris semakin jauh, Osborne meletakkan kepalanya di atas meja. Dia merasakan dingin yang muncul di tulang punggungnya, dan jantungnya berdetak kencang.

Dia mengeluarkan cerutu dengan tangan gemetar, dan menyalakannya setelah beberapa kali mencoba. Setelah menghembuskan napas dalam-dalam, Osborne mengingat kembali pemandangan yang dilihatnya sebelumnya.

——Pemandangan mengerikan itu.

(Paris sepertinya tidak menyadarinya... Apa itu? Bayangan Kanselir Dalmes menggeliat seperti makhluk hidup...)

[edit]

Olivia yang mengalahkan Prajurit Kekaisaran di jalan Canaria berjalan di jalan menuju ibu kota dengan langkah riang. Orang-orang yang melewatinya dari waktu ke waktu semuanya kaget. Wajar bagi mereka untuk bereaksi seperti ini, karena Olivia berlumuran darah. Biasanya, orang akan bertanya kepada gadis itu apa yang terjadi ketika mereka melihatnya seperti ini. Dan beberapa pejalan kaki memang berpikir untuk bertanya padanya.

Tetapi pada akhirnya, tidak ada yang berbicara dengan Olivia. Mereka mengalihkan pandangan mereka untuk menghindari masalah, dan diam-diam memberi jalan padanya. Alasannya sederhana. Mereka semua melihat pedang berlumuran darah di pinggang Olivia.

—— Ada alasan lain.

"Berapa lama sampai aku mencapai ibukota~."

Olivia tidak menyadari pandangan para pejalan kaki lain, dan memandang ujung tali di bahunya— yang merupakan tas rami besar. Bagian bawah tas itu sekarang berwarna merah gelap.

(Hmm ~. Ini enggak berat, tapi ini cukup merepotkan.)

Dia berpikir untuk membuang tas rami itu. Jika dia melemparkannya ke rerumputan, binatang buas dengan senang hati akan menghabisinya. Tanpa barang bawaan, Olivia akan dapat menggunakan 《Fleet Footed Rush》. Itu berefek berat untuk tubuhnya sehingga dia tidak bisa menggunakannya terlalu banyak, tetapi itu akan memungkinkan Olivia untuk mencapai ibukota lebih cepat.

Namun, Olivia langsung membatalkan niatnya dan menggelengkan kepalanya. "Aku enggak boleh." Dia ingat ajaran Z.

"Apakah kau ingat bahwa dulu sekali, aku bilang bahwa manusia adalah ras yang agresif dan kejam?"

"Ya, aku ingat."

"Bagus. Contohnya adalah kecenderungan manusia memburu kepala musuh mereka.”

"Kenapa? Apa kepala manusia rasanya enak?"

"Tidak. Kecuali mereka tidak punya pilihan lain, manusia tidak akan memakan sesama mereka sendiri.”

"Begitu ya. Lalu kenapa mereka melakukan itu?"

"Salah satu alasannya adalah untuk membuktikan 'keahlian bela diri' mereka."

"'Keahlian bela diri'...? Aku enggak mengerti."

"Yah ... Sederhananya, itu cara untuk memamerkan kekuatan mereka."

"... Manusia akan memburu kepala sesama mereka sendiri untuk alasan konyol seperti itu?"

"Benar. Bukankah mereka kejam?"

“Hmm~. Apa alasan yang lain?”

“Jika mereka memenggal kepala musuh, sekutu mereka akan senang. Tergantung situasinya, mungkin ada hadiah.”

“Hadiah? Apa hadiahnya makanan lezat? Atau mungkin buku?"

"Mengenai itu, aku tidak terlalu yakin..."

(Manusia suka menerima kepala musuh mereka. Z mengatakan itu padaku. Kalau begitu, diserang oleh Prajurit Kekaisaran adalah sebuah keberuntungan. Aku enggak suka kepala manusia, tapi orang-orang dari Kerajaan pasti akan senang kalau aku memberi mereka kepala-kepala ini. Mereka kemudian akan memperbolehkanku bergabung dengan tentara.)

Olivia yang ceria mengepalkan tinjunya dengan senyum, mulai menyeret tali di pundaknya sambil berjalan maju dengan tekad yang baru.

Setelah membelok dari jalan Canaria, dia mencapai dataran hijau di dataran tinggi. Tidak ada jejak manusia di sekitarnya, dan sebagai gantinya ada makhluk-makhluk kecil yang mengintipnya dari semak-semak. Mereka mungkin tertarik oleh bau darah. Mereka semua melarikan diri dengan sekali pandang oleh Olivia.

(Mereka kabur. Aku tidak lapar, atau berpikir untuk memakan mereka ...)

Olivia berpikir sambil melanjutkan dengan langkah ringan. Setelah melewati kebun bunga, dia berjalan menuruni lereng dan mencapai tepi sungai yang lebar. Setelah mengisi tempat minumnya, Olivia mengikuti sungai di hilir, dan melihat sebuah benteng besar. Benteng itu memiliki beberapa dinding, dan merupakan benteng yang kuat.

"Wow! Besar banget!"

Olivia berpikir benteng itu jauh lebih besar daripada Gerbang Menuju Dunia Bawah. Di bagian atas benteng terdapat bendera merah besar berkibar tertiup angin. Olivia melihat dengan seksama, dan melihat emas dan singa perak menopang sebuah piala perak dari kedua sisi.

"Piala perak, singa emas dan singa perak ..."

Olivia merasa lambang itu familier, dan memikirkannya.

"Hmm~ ... aku tahu! Itu adalah lambang Kerajaan! Jadi itu benteng Tentara Kerajaan, ya..."

Puas dengan ingatannya, Olivia menatap tas raminya. Dia bisa mencium bau busuk.

(Bagaimana nih. Apa kepala-kepala ini akan bertahan sampai aku tiba di ibukota?)

Olivia mengalihkan pandangannya ke arah benteng, lalu menyilangkan tangannya sambil berpikiran keras.

“—— Oke, aku sudah memutuskan! Sebelum aku pergi ke ibukota, aku akan memberikan ini kepada benteng itu sebagai suvenir. Mereka enggak bisa tahu kalau ini adalah kepala prajurit Kekaisaran jika mereka membusuk."

Olivia mengangguk pada dirinya sendiri, dan mulai berjalan menuju benteng dengan suasana hati yang baik. Matahari berada di puncaknya, dan dengan kecepatan ini, dia akan sampai di benteng sebelum senja.

[edit]

Tentara Kerajaan, Pangkalan perang teater perang wilayah selatan, Benteng Gallia

Setelah jatuhnya Benteng Kiel di teater perang pusat, sejumlah besar uang segera diinvestasikan ke dalam ekspansi Benteng Gallia. Benteng itu bisa ditempati seratus ribu tentara, dan merupakan benteng terbesar di Kerajaan.

Di dalam kantor komandan Benteng Gallia adalah Letnan Jenderal Paul, seorang pria berusia 60-an. Dia duduk di meja yang terbuat dari kayu hitam, dan adalah komandan Pasukan Ketujuh dan 40.000 tentaranya.

Paul bersandar di kursi kulitnya ketika dia mendengarkan laporan dari ajudannya.

“Laporan mendesak datang dari ibukota pagi ini. Paduka telah memutuskan untuk mengirim Pasukan Pertama yang menjaga ibukota untuk merebut Benteng Kiel."

"Haah. Jika Paduka membuat keputusan bijak ini satu tahun sebelumnya, hasil perang akan berubah secara berbeda. Sekarang setelah Kekaisaran benar-benar mengelilingi kita, tidak ada nilai strategis dalam melakukan langkah ini. Dan bahkan jika mereka mengirim elit militer Kerajaan, Pasukan Pertama, peluang keberhasilannya kecil..."

Paul menghela nafas, mengeluarkan cerutu dari saku dadanya dan menyalakannya. Sekarang rokok adalah barang mewah bahkan perwira tinggi kesulitan mendapatkannya. Paul mengambil yang lain dan meletakkannya di atas mejanya, tetapi ajudannya menolaknya dengan lambaian lembut.

Ajudannya, Letnan Kolonel Otto, seperti teman bagi Paul, telah bekerja dengannya selama 20 tahun. Dia berbakat, tetapi kepribadiannya terlalu kaku.

"Kehendak Paduka bukan sesuatu yang bisa dipahami oleh manusia sepertiku. Omong-omong, Paduka memiliki pesan untuk Jenderal."

"Pesan, ya ... Mari kita dengarkan."

"Baik pak. Letnan Jenderal Paul akan menjaga benteng dan mempertahankannya sampai akhir. Selesai."

"Fufu. Jangan terlihat begitu kesal. Jika Benteng Gallia jatuh, itu akan menjadi akhir dari Kerajaan. Paduka juga mengerti itu, dan harus menjelaskannya."

Paul menghibur Otto yang tampak kesal. Otto berdeham dan menjawab:

"Apa pun yang terjadi, tugas kita adalah mempertahankan benteng ini. Selain itu, Jenderal, apakah Anda mengenal seorang pria bernama Samuel di Tentara Kekaisaran?”

"Samuel? Hmm, kedengarannya familiar ... Benar, aku ingat sekarang. Dia adalah orang yang membunuh Mayor Jenderal Lance dari Pasukan Kelima.”

Hanya berusia 27 tahun, Mayor Jenderal Lance adalah bintang yang terkenal karena kepintaran dan kemampuan bertarungnya.

Namun, ia dikalahkan oleh Samuel dan tewas dalam Pertempuran Arschmitz yang intens . Tubuhnya disalibkan, dan dibiarkan membusuk di bawah Benteng Kiel selama tiga hari tiga malam.

Beberapa hari kemudian, Pasukan Kelima yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Belma dihancurkan dalam pertempuran.

“Seperti yang anda katakan. Samuel tewas dalam pertempuran baru-baru ini."

"Oh~! Eksploitasi oleh prajurit pemberani dari pasukan kita? Dari unit mana prajurit itu berasal?”

"Yah, sebenarnya ..."

Pada titik ini, mata Otto mulai goyah.

“Kau sendiri yang membahas topik ini, jadi kenapa kau ragu-ragu? Tidak apa-apa, katakan saja pikiranmu.”

"Maaf. Sebenarnya, Samuel tidak dibunuh oleh tentara kita, tetapi oleh seorang gadis yang bepergian."

“—— Kupikir aku salah dengar karena usiaku. Bisa kau mengatakannya lagi?”

Paul menggali telinganya, dan Otto yang tidak terganggu mengulangi ucapannya.

"Samuel dibunuh oleh seorang gadis yang sedang bepergian."

"Begitu ya. Jadi Otto juga bisa membuat lelucon. Tidak ada yang tahu kapan badai akan terjadi..."

Paul memandang ke luar jendela, dan awan gelap telah menutupi langit yang masih cerah beberapa saat sebelumnya. Tapi sepertinya dia tidak merujuk pada cuaca.

“Jenderal, sayangnya, itu bukan lelucon. Beberapa hari yang lalu, gadis itu membawa kepala lebih dari sepuluh Tentara Kekaisaran kepada kami, termasuk kepala Samuel.”

—— Beberapa hari sebelumnya.

Otto sedang bekerja di kantornya, ketika para penjaga di pintu memberikan laporan penting, mengatakan bahwa seorang gadis membawa sejumlah besar kepala Tentara Kekaisaran. Dia adalah seoran gadis yang berlumuran darah. Di dekat kakinya terdapat tas bernoda darah.

Otto memeriksa isinya, dan menemukan tas itu penuh dengan kepala yang memakai helm Kekaisaran. Dia bertanya kepada gadis itu apa yang terjadi, dan dia menjawab bahwa dia diserang oleh Tentara Kekaisaran ketika dia melewati jalan Canaria, jadi dia membunuh mereka. Itu sudah mengejutkan, tetapi kejutan yang lebih besar menunggu.

Setelah memeriksa kepala-kepala itu, Otto menemukan kepala milik Samuel.

"Apa itu benar-benar kepala Samuel?"

"Tidak diragukan lagi itu milik Samuel dari ‘Violent Thrust’."

"... Ini tidak bisa dipercaya."

Jika itu laki-laki dan bukan perempuan, dia masih bisa mempercayainya. Bagaimanapun, para pahlawan adalah pria yang menunjukkan kecakapan pertempuran yang luar biasa dari usia muda.

Paul menghirup cerutu dalam-dalam, dan perlahan-lahan menghembuskan napas.

"Aku tidak akan percaya kalau aku tidak melihatnya sendiri."

“Jadi, apa tujuan gadis itu untuk membawa kepala-kepala itu ke benteng? Dia menginginkan hadiahnya?”

Itu adalah tujuan yang masuk akal. Tidak ada yang membenci uang. Setelah Paul mengajukan pertanyaan itu, Otto menggelengkan kepalanya.

"Tidak. Dia ingin menggunakan prestasi ini untuk menjadi seorang tentara di ibukota. Dia menemukan benteng ini dalam perjalanan ke sana, jadi dia memutuskan untuk memberi kita kepala-kepala itu sebelum membusuk. "

“Haha, sungguh berani. Dan dia ingin bergabung dengan kita dalam keadaan seperti itu, ini tidak terduga ... Kau memanggilnya seorang gadis, berapa usianya?”

"Ketika aku bertanya padanya, dia bilang 15."

Jawaban yang tak terduga hampir membuat Paul menjatuhkan cerutunya. Itu adalah usia cucunya. Dari perspektif dunia, dia nyaris dewasa. Bagi Paul, dia hanyalah seorang anak kecil.

Paul memandang Otto dengan tidak percaya, tetapi Otto hanya menggelengkan kepalanya dengan tenang, dan bahwa jawabannya tetap sama, tidak peduli berapa kali dia ditanya.

"Hah ... Lalu, di mana gadis itu sekarang?"

“Dia seharusnya berada di aula makan. Ngomong-ngomong, mempertimbangkan kemampuannya memberikan kepala musuh ketika dia mendaftar, aku memberinya pangkat Pembantu Letnan Dua.”

Cerutu Paul benar-benar jatuh saat ini.

Paul mengabaikan cerutunya dan memelototi Otto, tetapi Otto tidak bergeming. Ini keterlaluan, jadi Paulus menegurnya secara langsung:

"Ajudan Otto. Tidak peduli seberapa kekurangannya sumber daya manusia kita, kau sudah keterlaluan.”

"Benarkah?"

Meski begitu, wajah Otto tetap tidak berubah. Inilah sebabnya mengapa orang-orang memanggilnya topeng besi.

"Ya. Membunuh Samuel adalah pencapaian besar, jika dia seorang prajurit, dia akan dianugerahi medali 'Singa Perak'. Tapi sayangnya, dia tidak terdaftar saat itu. Tetapi meminta seorang gadis yang tidak mencapai usia minimum ... Ini tidak wajar bagi seorang prajurit, tetapi juga sebagai orang normal."

"Maafkan saya Jenderal, tapi kita tidak bisa mempertimbangkan hal sepele seperti itu. Baik itu gadis atau wanita tua, jika dia bisa membunuh Tentara Kekaisaran, maka saya akan memanfaatkannya sepenuhnya. Saya benar-benar memahami keprihatinan Anda— Jika tidak ada yang lain, saya ada urusan yang harus diselesaikan, permisi.”

Otto memberi hormat dengan cakap, lalu meninggalkan kantor Komandan. Paul mengambil cerutu yang jatuh, dan memasukkannya kembali ke mulutnya dengan perlahan.

(Seperti yang dikatakan Otto, kita tidak bisa bersantai. Tapi mengirim seorang gadis ke medan perang hanya karena kecakapan bela dirinya, itu tidak pantas bagi orang dewasa ... Dasar tidak tahu malu.)

Paul menghela napas dalam-dalam, dan asap yang dihembuskannya menggantung di udara.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 2.jpg

-- Tentara Kerajaan, Aula Makan Benteng Gallia

Di sudut aula di mana sejumlah besar tentara berkumpul, seorang pemuda terus menghela nafas.

Namanya adalah Ashton Senefelder. Ia belajar di salah satu sekolah terbaik di Kerajaan, dan memiliki hasil akademik yang luar biasa. Dia dibebaskan dari wajib militer karena masa depannya cerah. Sayangnya, dengan situasi Kerajaan memburuk, pengecualiannya dicabut, dan ia direkrut menjadi tentara di teater perang selatan.

"Haaah……"

Ashton putus asa. Dia belum pernah memegang senjata dengan benar sebelumnya, jadi baginya, Benteng Gallia adalah tiket langsung ke kuburnya. Kematiannya hampir pasti sekarang. Pemuda itu yakin bahwa dia akan mati di medan perang, terlepas dari pelatihan apa yang akan dia jalani.

Sebelum Ashton menyadarinya, seorang gadis duduk di sampingnya dan mulai makan roti. Wajahnya proporsional dan matanya memesona. Ini adalah pertama kalinya Ashton melihat seorang gadis yang menurutnya benar-benar cantik.

Setelah gadis itu menghabiskan rotinya, dia melihat nampannya dengan mata yang kecewa. Sebaliknya, roti di nampan Ashton masih belum tersentuh.

(Sepertinya dia belum kenyang. Haruskah aku memberikan rotiku ... Tidak, aku tidak punya motif tersembunyi——)

Ketika Ashton mencari-cari alasan untuk dirinya sendiri, dia bertatapan dengan gadis itu.

"——"

"Hmm?"

“H-Hei, apa kau mau rotiku? A-Aku tidak punya maksud tersembunyi, kupikir kau belum kenyang. Aku belum menyentuh rotiku, jadi jangan khawatir."

"Benarkah? Terima kasih banyak. Kamu manusia yang baik!”

(Uwah 一aku mengatakannya—— Hah? Manusia yang baik?)

Pilihan kata gadis itu terasa aneh baginya, tetapi Ashton masih menawarkan rotinya kepada gadis itu. Gadis itu tersenyum lebar ketika dia mengambil roti, dan memasukkannya ke mulutnya.

"Namuh, gnirefforuoy htiwdesaelpmaI."

"... Apa kau mengatakan kalau rotinya enak?"

Gadis itu mengangguk dengan ekspresi yang mengatakan Ashton benar. Ashton merasa bingung dengan reaksinya. Dibandingkan dengan roti di ibu kota, roti ini keras dan kering. Jauh dari kata enak. Bahkan jika kau membandingkannya dengan roti dari luar ibukota, kualitasnya benar-benar di bawah standar.

"Mungkin tidak sopan mengatakan ini kepada seseorang yang berpikir rasanya enak, tapi roti di sini tidak begitu enak, lho?"

"Hah!? B-Benarkah?”

Gadis itu terlihat sangat terkejut.

Ashton merasakan superioritas.

“Itu benar, roti di ibu kota rasanya jauh lebih enak. Teksturnya garing di luar, dan lunak di dalam, benar-benar enak. Tetapi dengan masalah pasokan makanan, tidak mudah untuk mendapatkan roti yang enak.”

"Hee ~ begitu ya. Ini pertama kalinya aku makan roti, dan aku pikir rasanya enak. Dalam buku-buku sering menyebutkan roti, jadi aku selalu pingin mencobanya.”

Gadis itu berkata ketika dia melihat setengah roti di tangannya. Ketika dia mendengar itu, Ashton menyemprotkan sup di mulutnya. Prajurit perempuan itu menatapnya tajam, seolah-olah dia sedang melihat sampah yang berjalan. Ashton meminta maaf, tetapi pikirannya dipenuhi dengan kata-kata yang baru saja dikatakan gadis itu.

Bagaimana mungkin seseorang tidak pernah makan roti? Tidak peduli seberapa jauh tempat tinggalnya, pasti akan ada roti yang dijual di sana.

—— Dia pasti bercanda.

Dengan pemikiran itu, Ashton menunggu gadis itu melanjutkan. Tetapi bertentangan dengan harapannya, gadis itu fokus memakan rotinya, dan tidak menunjukkan niat berbicara lagi. Gadis itu menghabiskan rotinya dalam waktu singkat.

(Yang benar saja... )

Ashton menatap gadis itu, seolah-olah dia mencoba melubangi tubuhnya dengan tatapannya. Dan dari situ, dia menyadari bahwa gadis itu mengatakan yang sebenarnya.

"... Jadi, ini pertama kalinya kau makan roti. Darimana asalmu?"

"Oh. Aku datang dari kuil yang disebut Gerbang Dunia Bawah, jauh di dalam hutan. Aku tinggal di sana selama ini, apa kau pernah mendengarnya sebelumnya?”

Gadis itu menatap tepat ke mata Ashton. Jantung Ashton mulai berdetak kencang, dan khawatir gadis itu akan mendengar detak jantungnya saat dia mulai menggali ingatannya. Terlepas dari penampilannya, Ashton sangat gemar membaca. Dia mengulangi istilah Gerbang Dunia Bawah di dalam hatinya, tetapi tidak dapat menemukan ingatan yang relevan.

"—— Maaf, aku tidak pernah mendengarnya."

"Begitu ya~ Yah, itu wajar, karena aku enggak benar-benar tahu apa pun tentang kuil itu, meskipun aku tinggal di sana."

Gadis itu tertawa terbahak-bahak, bangkit dari kursinya dan mengambil nampan kosongnya.

“Terima kasih untuk makanannya. Bisakah kamu memberitahuku namamu? ”

"Oh, a-aku Ashton."

Ashton menjawab dengan kaku ketika Olivia tiba-tiba menanyakan namanya.

"Jadi namamu Ashton. Aku Olivia, mari kita bertemu lagi jika ada kesempatan.”

Setelah itu, Olivia berbalik dan pergi dengan lambaian. Ashton memandangi rambut peraknya yang mencapai pinggangnya, dan berpikir bahwa Olivia tinggi. Pada saat ini, seseorang menarik kursi di sampingnya, dan menepuk pundaknya dengan keras. Ashton berbalik dan melihat seorang pria dengan rambut pirang berantakan. Dia adalah Maurice, yang tiba di benteng bersamaan dengan Ashton.

Ketika mereka mengobrol beberapa hari yang lalu, dia tampaknya berada dalam situasi yang sama dengan Ashton, setelah pengecualiannya dibatalkan dia dikirim ke "kuburan" ini. Dan seperti Ashton, dia buruk dalam berpedang. Keduanya sering dimarahi oleh atasan mereka selama pelatihan.

"Yo Ashton, apa kau tahu siapa gadis itu?"

Maurice bertanya dengan senyum licik ketika dia menunjuk gadis itu.

“Apa yang kau katakan tiba- tiba. Apa kau tahu dia, Maurice?"

Ashton bertanya balik, dan Maurice menunjukkan wajah yang mengatakan, "Kupikir kau enggak akan bertanya." Dia berkata pelan, berhati-hati agar tidak membiarkan orang lain mendengarnya:

"Ini rahasia, jadi sebarkan ini—— apa kau sudah dengar rumor tentang seseorang yang mendaftar dalam tentara dengan tas yang penuh dengan kepala tentara Kekaisaran?"

“Jadi itu yang ingin kau katakan. Bukannya itu hanya rumor?”

Apa maksudmu dengan rahasia, Ashton mencibir ketika mendengar itu. Lagi pula, jika seorang prajurit seperti Maurice mengetahuinya, maka itu bukan lagi rahasia, kan? Ashton membantah dalam hatinya.

“Bukan, bukan, itu bukan rumor, itu benar. Dan kembali ke topik utama— "

Maurice berhenti, dan tersenyum licik pada Ashton. Ashton merasa muak dengan sikapnya dan kehilangan kesabarannya.

"Kalau kau enggak ingin mengatakannya, maka aku akan pergi."

Ashton berdiri setelah mengatakan itu, dan Maurice menarik lengannya dengan panik untuk mendudukkannya.

"Oke, oke. Jangan marah. Gadis yang kau ajak bicara barusan adalah rekrutan baru legendaris—— Pembantu Letnan Dua Olivia.”

"Ehh!? Gadis itu ... Tidak, wanita itu adalah Pembantu Letnan Dua?"

Maurice tercengang oleh reaksi Ashton.

“Alasanmu terkejut aneh. Biasanya ... Sudahlah. Memang, itu pengecualian yang sangat langka bagi seseorang yang baru direkrut untuk diangkat sebagai Pembantu Letnan Dua.”

"Kau serius?"

“Apa gunanya berbohong padamu? Ngomong-ngomong, kalian berdua sepertinya mengobrol dengan akrab, katakan padaku apa kalian bicarakan.”

Maurice kemudian melingkarkan lengannya di bahu Ashton dengan akrab. Ashton mendorong lengannya ke samping, dan berpikir bahwa percakapan mereka biasanya tidak akan berlangsung selama itu. Tampaknya Maurice cukup tertarik dengan Pembantu Letnan Dua Olivia.

(Yah, itu normal untuk tertarik karena penampilannya.)

Ashton menghela nafas dan berkata dengan kesal:

"Aku enggak tahu apa yang kau harapkan, Maurice, tapi kami enggak membicarakan hal istimewa. Dia hanya mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya dia makan roti, dan dia dulu tinggal di kuil. Itu saja."

“Dia tinggal di kuil? Mungkinkah itu Gereja Santo Illuminas ... Apa dia seorang 'Penyihir'!?”

Ekspresi gembira Maurice berubah, dan dia mulai mendesak Ashton untuk menjawab dengan wajah terkejut.

Gereja St. Illuminas adalah agama populer yang memuja Dewi Citresia, dengan banyak pengikut yang taat di benua. Dikatakan bahwa para penyembah yang tinggal di kuil mereka disebut "Penyihir", dan sangat dihormati. Itu karena mereka bisa menggunakan "Sihir", sebuah teknik yang telah hilang sejak zaman kuno.

Menurut “Alkitab Putih” yang diterbitkan oleh Gereja St. Illuminas, Dewi Citresia menciptakan benua Dubedirica melalui Sihir yang kuat.

(Konyol. Itu hanya dongeng, tidak mungkin ada Sihir. Semua itu dibuat oleh Gereja untuk mengangkat martabat diri mereka sendiri. Aku terkejut Maurice mempercayai sesuatu yang begitu meragukan.)

Risih oleh tatapan tajam Maurice, Ashton melanjutkan:

“Enggak, kuil tempat dia tinggal namanya Gerbang Dunia Bawah. Ini pertama kalinya aku mendengarnya, jadi mungkin enggak ada hubungannya dengan Gereja.”

"Benarkah?"

"Yah, bahkan jika kau bertanya padaku ... aku enggak dapat menemukannya dalam ingatanku, jadi aku pikir itu enggak ada hubungannya."

“... Hmm, dia enggak berhubungan dengan Gereja, ya. Yah, kurasa itu saja. ”

Maurice melambaikan tangannya, lalu meninggalkan Aula Makan dengan langkah cepat. Dia tampak tidak tertarik dalam percakapan setelah mengetahui bahwa Olivia tidak memiliki hubungan dengan Gereja.

(Apa Maurice pengikut Gereja ...? Yah, terserahlah.)

Ashton menarik napas dalam-dalam, lalu memaksakan diri untuk menghabiskan supnya. 

Tentara Kerajaan, Lapangan Latihan Benteng Gallia

Bulan perak menyembunyikan diri seolah-olah mengenakan pakaian gelap, dan hujan deras mengguyur tanah, seolah-olah melampiaskan amarahnya. Pada hari hujan ini, seorang pria pergi ke sudut tembok kota dengan langkah ringan. Dia mengenakan pakaian gelap, menyatu dalam kegelapan. Bahkan wajahnya ditutupi dengan topeng hitam.

—— Dia adalah Letnan Dua Zenon dari divisi intelijen Tentara Kekaisaran, "Heat Haze[2]".

Dia dengan cekatan menghindari pandangan para prajurit, dan bersandar dekat pada pohon di samping Lapangan Latihan. Beberapa saat kemudian, seorang lelaki berjubah panjang muncul dari bawah naungan pohon.

"Letnan Dua Zenon. Lama tidak berjumpa."

Pria itu berkata sambil tersenyum.

Dia adalah mata-mata kekaisaran yang telah menyusup ke Benteng Gallia - Sersan Mayor Maurice.

“Cukup dengan salamnya. Laporkan."

"Siap pak, Tentara Kerajaan tidak melakukan gerakan penting. Mereka sepertinya puas mempertahankan benteng ini.”

"Kau tahu jumlah pasukan di benteng?"

"Ya, ada sekitar 40.000 pasukan yang ditempatkan di sini."

Zenon mengangguk puas.

"Kerja bagus. Ada lagi yang harus dilaporkan?"

"- Ada sesuatu yang menarik perhatian saya."

Nada Maurice berubah suram.

"Lanjutkan."

"Seorang gadis bergabung dengan tentara di sini setelah membawa kepala dari banyak Tentara Kekaisaran."

Zenon terkejut, dan tetap terdiam selama beberapa saat. Dia tidak pernah mengira gadis yang diisukan itu ada di Benteng Gallia, dan merasa ingin menendang dirinya sendiri karena pikirannya yang dangkal.

Sangat jelas jika dia memikirkannya. Karena gadis itu menuju ibu kota, rute terpendeknya akan membawanya langsung ke Benteng Gallia. Tidak mengherankan kalau dia berhenti di sini. Atau lebih tepatnya, dia seharusnya memikirkan ini dulu. Ini adalah kelalaian serius.

"... Apa rambut gadis itu perak?"

"Benar ... Jadi, anda tahu tentang dia?"

Tidak ada keraguan sekarang. Zenon menghela nafas dan mengangguk.

"Ya, dia yang membunuh Kapten Samuel. Kejadian itu menyebabkan keributan besar di kastil Kaspar.”

“Dia membunuh Violent Thrust’ itu!? Mustahil!”

Giliran Maurice yang terkejut. Zenon dengan cepat memeriksa sekeliling mereka.

"Hujannya deras, tapi ini masih wilayah musuh, pelankan suaramu. Awalnya, aku pikir aku salah dengar juga. Tapi sayangnya, ini benar."

"Maaf. Sekarang saya bisa mengerti mengapa dia diangkat ke pangkat Pembantu Letnan Dua. Tapi bagi gadis itu untuk membunuh Kapten Samuel ... Mungkinkah!?”

Maurice membuka matanya lebar-lebar, dan tampaknya berpikir keras. Zenon tidak bisa berlama-lama di wilayah musuh, dan mendesak Maurice untuk berbicara dengan decakan lidahnya:

"Ada apa? Kalau kau punya petunjuk, cepat katakan padaku!"

"Ah, siap pak. Saya mendengar bahwa gadis itu dulu tinggal di kuil, dan curiga bahwa dia mungkin seorang Penyihir.”

"Penyihir...!? Jika itu benar, maka semuanya akan jadi rumit.”

"Melawan Penyihir akan menjadi urusan yang merepotkan."

Mereka berdua terdiam pada saat ini. Sebuah suara sejelas lonceng kemudian menyela di tengah-tengah suara hujan.

"Ehh~ Aku bukan penyihir lho."

""-- Apa!?"

Suara tiba-tiba itu membuat Zenon dan Maurice melompat ke samping. Mereka menghunus pedang mereka dan berbalik dan menemukan seorang gadis basah kuyup oleh hujan.

"Siapa kau!?"

Teriak Maurice.

“Hei, hujannya sangat deras, jadi apa yang kalian lakukan di sini? Latihan malam? Kalian bisa masuk angin, lho?”

Gadis itu menjentikkan rambut peraknya yang basah, dan menunjukkan senyum menawan.

"Gadis berambut perak ..."

"Itu dia."

Kata Maurice singkat.

"Seperti yang kuduga."

Zenon dengan cepat mengambil sebuah belati dan melemparkannya ke wajah gadis itu. Belati itu dibuat khusus untuk dilempar, dan dicat hitam agar menyatu dengan kegelapan.

Mata orang normal tidak akan bisa melacak belati itu.

Belati itu menyatu ke dalam gelap, dan membuatnya sulit untuk memperkirakan jaraknya.

Tapi gadis itu mengelak dengan mudah dengan goyangan kepalanya. Zenon terus melempar belati ke dada, lengan, dan kakinya, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran. Semua belati menghilang ke kegelapan, seolah-olah dia telah melemparkan belati-belati itu pada ilusi.

(Oh~, dia menghindari belatiku... Menarik. Orang yang membunuh Kapten Samuel memang hebat.)

Zenon menjilat bibirnya, dan mendekati gadis itu dengan cepat. Gadis itu tidak bergerak atau bahkan menghunus pedangnya, dan hanya menatapnya sambil tersenyum.

—— Ini adalah kebanggaan seseorang yang memiliki keyakinan mutlak pada kekuatannya.

Ketika dia memikirkan ini, Zenon tiba-tiba merasa dingin di punggungnya. Perasaan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya menjalar di tubuhnya. Itu berbeda dari niat membunuh, dan sesuatu yang lebih mengerikan. Jika dia harus menggambarkannya dengan sebuah kata, itu akan adalah perasaan "mati".

(Gawat! Aku harus mundur dan melihat apa yang dilakukan lawanku.)

Zenon sangat percaya pada instingnya. Dia mengerti bahwa itu bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati. Dan kenyataannya adalah, insting Zenon telah membantunya selamat dari kematian beberapa kali. Namun, dia sangat dekat dengan gadis itu, dan mungkin lebih berbahaya untuk menghindar sekarang. Dan dari cara gadis itu menghindari belati, serangan baliknya mungkin fatal.

Pikiran Zenon mulai berputar dengan kecepatan tinggi.

—— Haruskah aku menyerang dengan tekad untuk mati.

—— Atau haruskah aku menghindar dengan risiko kematian.

Salah satu dari dua pilihan ini.

Zenon membuat keputusan dalam sekejap, dan meningkatkan kecepatan tusukannya. Ketika pedangnya memasuki jangkauan serangannya, Zenon dengan sengaja menjatuhkan senjata di tangan kanannya.

"Ehh!?"

Gadis itu berteriak, dan memandang dengan tidak percaya pada senjata yang dijatuhkan Zenon, tidak tahu tujuan gerakan ini.

(Aku menipunya!)

Melihat rencananya berhasil, Zenon secara mengejutkan mulai berterima kasih kepada Dewi Citresia di dalam hatinya. Jika ada cermin yang menunjukkan wajahnya, Zenon pasti akan melihat senyum jahatnya sendiri. Dia kemudian menarik mekanisme di pinggangnya, dan suara "klik" yang terdengar seperti musik di telinganya. Sebuah pisau tersembunyi muncul dari lengan kiri Zenon, dan dia menusukkannya ke tenggorokan gadis itu. Serangan dari titk buta gadis itu adalah rencana yang brilian, namun...

"B-Bagaimana ini ... mungkin ..."

Apa yang dia lihat selanjutnya membuat Zenon putus asa. Gadis itu membalikkan tubuhnya untuk menghindari serangan, dan menggunakan momentumnya untuk menarik pedangnya. Gerakannya menebas tulang dan otot, dan suara yang dibuatnya bergema di otak Zenon. Dia merasa seperti berada di dunia lain, dan penglihatan Zenon menjadi gelap——

“Hmmp~ itu ide yang menarik. Z mengajariku banyak hal. Sayangnya, kau terlalu lambat. Kau perlu melatih kecepatanmu."

Olivia menyarungkan pedangnya, dan berkata kepada Zenon yang terbelah dua di pinggang. Dan tentu saja, Zenon tidak bisa menjawab. Adegan menakutkan ini membuat Maurice menggigil. Itu bukan karena hawa dingin dari hujan, tetapi ketakutan murni pada gadis itu.

"—— Aku suka banget hari hujan."

Olivia menatap langit dan mengatakan sesuatu yang tiba-tiba. Maurice mundur dengan langkah gemetar, dan bertanya:

"A-Apa yang kau bicarakan?"

“Karena enggak peduli berapa banyak darah yang mengalir padaku, hujan akan menghanyutkannya. Bukankah itu bagus?”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 3.jpg

Olivia menoleh pada Maurice dengan langkah-langkah seperti menari. Wajahnya yang berlumuran darah dan hujan menampilkan senyum cerah.

"—— Hiiee ."

Maurice berbalik dan berlari. Zenon yang merupakan salah satu yang paling terampil di antara divisi intelijen tewas oleh gadis itu dalam hitungan detik. Maurice telah bertahan melewati banyak pertempuran dan yakin akan kemampuannya. Namun terlepas dari semua itu, dia tidak berani menantang musuh ini.

(Aku sudah memastikan rute pelarian jika terjadi keadaan darurat. Hanya ada satu hal yang bisa aku lakukan. Bertahan hidup dan melaporkan intel apa pun yang aku miliki ke Kekaisaran. Aku tidak boleh mati oleh monster ini di sini.)

Namun, Maurice terjatuh setelah berlari beberapa langkah. Lumpur masuk ke tenggorokannya, dan dia batuk-batuk. Dia mencoba bangkit, tetapi kakinya tidak bergerak. Ketika dia menopang tubuhnya dan melihat kakinya - kakinya di bawah lutut sudah hilang, dan darah memancar keluar.

"GAAAAHHH!!"

"Maaf. Aku mengayunkan pedangku secara refleks saat kau mencoba lari. Nih aku kembaliin kakimu."

Olivia berlari kecil, dan menempatkan kaki Maurice di depannya.

"Sebenarnya, aku mendengar semua yang kalian katakan, jadi aku tahu kau adalah mata-mata. Apa yang harus aku katakan dalam situasi seperti ini...? ...Hmm ~ ... Aku ingat! 'Aku akan memenjarakanmu,' kan? Bukankah aku bertingkah seperti tentara sekarang?"

Olivia memberi hormat dan menunjukkan senyum polos. Sosoknya persis seperti iblis atau Dewa Kematian.

Untuk melepaskan diri dari rasa sakit dan ketakutan, Maurice melepaskan kesadarannya. 

Benteng Gallia jatuh ke dalam kekacauan. Alasannya adalah kepala bertopeng topeng yang dia pegang di tangan kirinya, dan pria tanpa kaki yang dia seret dengan tangan kanannya, saat dia berjalan dengan berani melewati benteng. Para penjaga segera memberi tahu Otto, dan Olivia dengan cepat dikirim ke ruang interogasi untuk diinterogasi.

Otto dan Olivia duduk berhadapan di ruang interogasi, dengan meja di antara mereka. Paul yang mengenakan piyama berdiri di belakang Otto sambil tersenyum.

“Maaf~ apa aku harus terus duduk di sini? Aku pingin kembali dan tidur."

"Kami masih melakukan cek, harap tunggu."

"Berapa lama lagi aku harus nunggu?"

Olivia menekan. Otto tidak menjawab, karena mereka sudah berulang kali melakukan percakapan seperti ini, dan dia sudah bosan.

Selama 25 tahun karir Otto di militer, ia telah melihat semua jenis tentara. Namun, dia belum pernah bertemu seorang prajurit seperti Olivia. Kurang dari seminggu setelah mendaftar, dia membunuh tentara musuh yang menyusup ke dalam benteng, dan menangkap mata-mata yang telah menancapkan akarnya di unit. Tidak pernah ada prajurit yang menghasilkan hasil seperti itu.

Tapi dia tidak bisa terus tercengang kaget. Otto mendengar langkah kaki dan melihat ke luar, dan menerima beberapa dokumen dari orang yang berjalan cepat ke ruang interogasi. Di dalamnya ada laporan investigasi pada mayat yang ditinggalkan di tempat latihan. Laporan itu mengkonfirmasi bahwa mayat itu milik seorang agen intelijen Imperial.

Bukti ini melegakan Otto. Untuk berjaga-jaga, dia menyembunyikan beberapa pasukan elit di ruang interogasi, yang terbukti tidak perlu. Laporan itu menyimpulkan bahwa kondisi Maurice stabil.

Ketika dia pulih, dia akan menjalani interogasi.

"Kami telah mengamankan barang bukti. Pembantu Letnan Dua Olivia benar, mereka adalah mata-mata."

"Ini akhirnya selesai~ Aku sudah bilang berkali-kali~"

Olivia menggerutu ketika dia meregangkan punggungnya, dan Otto berkata dengan cemberut:

"Perhatikan nada bicaramu. Peraturan militer harus diikuti dengan ketat, aku tidak bisa mempercayai kata-katamu begitu saja.”

"Ya pak! Saya mendengar dan mematuhi!"

Dia mungkin mengatakan itu, tetapi Olivia membusungkan pipinya dengan kesal. Dia mungkin memiliki keterampilan yang luar biasa, tetapi dia tampak seperti gadis berusia 15 tahun sekarang. Otto tersenyum canggung dengan perasaan yang rumit, dan sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

"Ngomong-ngomong , Pembantu LetDa, bagaimana kau menemukan mata-mata itu?"

"Siap, pak, saya sedang berjalan-jalan di luar ketika saya bertemu seseorang yang bertingkah mencurigakan. Saya mengikutinya, dan menyadari bahwa dia sedang berbisik pada orang lain. Setelah mendengarkan pembicaraan mereka, saya menyadari mereka adalah mata-mata Kekaisaran.”

Gimana, aku hebat kan? Olivia membusungkan dadanya dan menjawab dengan puas. Otto memandangi sosok basah kuyup itu lagi dan berkata:

"Betapa anggunnya kau berjalan-jalan di tengah hujan lebat."

"Ya, pak, saya suka hari hujan!"

"... Ada jam malam di malam hari, benar?"

"Ya Pak, saya lupa pak!"

Olivia berkata dengan berani, yang membuat Otto memijat tempat di antara kedua alisnya. Tawa tertahan Paul datang dari belakang, dan Otto berdeham sebagai protes.

"Sudahlah, aku akan mengabaikan pelanggaran jam malammu, tapi jangan melanggar perintah lagi—— Lagipula, kamu melakukannya dengan baik kali ini. Sejujurnya, masalah mata-mata telah menggangguku."

"Ya pak! Terima kasih atas pujian Anda!"

Otto telah menduga mata-mata Kekaisaran telah menyusup ke Benteng Gallia. Tetapi dengan 40.000 tentara dan ribuan petugas sipil, hampir mustahil untuk menyaring mereka.

Otto sudah melakukan penyelidikan secara rahasia, tetapi gagal mendapatkan petunjuk. Prestasi Olivia jauh melebihi pelanggarannya terhadap perintah.

“Baiklah kalau begitu, Pembantu Letnan Dua Olivia. Kami akan memberimu bonus gaji dalam waktu singkat untuk pencapaianmu. Kau boleh pergi."

Otto berdiri dan menyuruh Olivia pergi, tetapi gadis itu tidak menunjukkan niat untuk berdiri. Malahan, dia bergumam dengan wajah tidak senang: "Bonus gaji ... ya."

"Ada apa? Tidak senang dengan bonus gajimu?"

"Ya Pak, jika memungkinkan, saya ingin roti lezat dari ibu kota."

Untuk sesaat, Otto mengira ia salah dengar, tetapi Olivia mengulangi perkataannya. Olivia mengatakan dengan tepat apa yang Otto dengar, jadi tidak ada kesalahan. Alih-alih uang, dia lebih suka roti, yang membuat Otto curiga jika gadis itu bodoh.

"... Kenapa kau ingin roti dari ibukota?"

“Karena Ashton bilang bahwa roti dari ibu kota rasanya enak, jadi saya ingin mencobanya. Renyah di luar dan lembut di dalam.”

"… Aku mengerti sekarang. Dan siapa Ashton itu?”

"Hah? Ashton ya Ashton, manusia.”

Olivia tampak terkejut, dan wajahnya berkata, "Kamu bahkan tidak tahu itu?" Otto menekan amarahnya, memelototi Olivia dan bertanya:

“Tentu saja aku tahu dia manusia. Aku bertanya siapa dia."

"Sudah kubilang~ dia itu manusia. Sepertinya aku enggak bisa menyampaikan maksudku dengan benar.”

“Dasar kurang ajar! Kalau kau berbicara dengan atasanmu dengan nada seperti itu, kau akan dihukum karena kurang ajar!"

Otto membanting tinjunya ke meja dengan marah. Dia kemudian sadar, berpikir dia tidak boleh kehilangan ketenangannya karena seorang gadis kecil. Ketika Otto memijat pelipisnya agar tenang, Olivia mencondongkan tubuh ke arahnya dan bertanya: "Apa kau baik-baik saja?"

Itu membuat Otto marah, dan dia hampir berteriak, “Kau pikir itu salah siapa?!” Tapi dia berhasil menelan kata-kata itu.

"Letnan Kolonel Otto, harap tenang. Bukankah kau selalu tenang? Ini sama sekali tidak sepertimu."

Paul menepuk pundak Otto dengan gembira, dan berdiri di depan Olivia. Olivia memandangi Paul dengan wajah bingung. Itu karena Paul hanya memberi tahu namanya saat pertemuan tidak resmi.

"Pembantu Letnan Dua Olivia. Roti dari ibu kota mungkin lezat, tetapi kue mereka rasanya lebih enak. Cucu perempuanku juga suka kue. Apa kau sudah pernah mencobanya sebelumnya?”

Olivia bereaksi secara dramatis, dan matanya bersinar seperti perhiasan. Dia memiliki senyum cemerlang yang unik untuk anak perempuan di masa muda mereka.

Kecantikannya memadamkan amarah Otto, dan memikatnya.

"Kue!! Kakek Paul, kau bilang kue, kan!? Aku belum pernah makan kue sebelumnya, tapi saya membacanya! Itu makanan penutup yang sangat manis, benar kan!?”

Olivia melompat dengan gembira dari kursinya, meraih bahu Paul dan mengguncangnya. Paul mengangguk sambil tersenyum.

"Haha , aku mengerti. Kalau begitu, kami akan memberikannya padamu bersama dengan pembayaran bonus dalam waktu dekat."

"Beneran!? Asiiik!!"

“Dasar kurang ajar! Jaga nada bicaramu dan sadari pangkatmu saat berbicara dengan Letnan Jenderal Paul!”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V1 4.jpg

"Tidak apa - apa, aku memang berpakaian seperti ini. Tidak apa-apa santai sedikit. Dan untuk Pembantu Letnan Dua Olivia, aku terlihat seperti seorang kakek. Tidak ada masalah."

"Yang Mulia! Kita perlu memberi contoh kepada para prajurit—— ”

"Otto. Ini adalah pertemuan tidak resmi. Dan Pembantu Letnan Dua Olivia."

Paul memotong Otto dengan nada tenang, lalu berubah dari kepribadiannya sebagai kakek yang baik hati, dan mengambil sikap komandan Pasukan Ketujuh.

"Apa, apa?"

“Meskipun aku berpakaian seperti ini sekarang, aku masih komandan benteng ini. Aku harus memberi contoh untuk semua orang. Kau harus berhati-hati dengan nada bicaramu saat berbicara denganku selama pertemuan formal. Baiklah kalau begitu, kamu boleh kembali dan beristirahat. ”

"?… Ya pak! Saya mendengar dan mematuhi. Pembantu Letnan Dua Olivia, sekarang akan kembali dan beristirahat!"

Olivia memberi hormat dengan ekspresi yang rumit, dan bergumam, “Bahasa manusia rumit banget” ketika dia membuka pintu. Dia berteriak, “Kue! Kue!" ketika dia meninggalkan ruang interogasi, yang membuat Otto memegangi kepalanya.

"Fufu. Dia membunuh Samuel dan menangkap mata-mata ... Aku pikir dia wanita yang kekar, tetapi dia cukup cantik untuk membintangi sebuah drama. Dia memiliki kepribadian yang menarik juga."

"Yang Mulia, ini tidak lucu. Dia telah membuktikan kemampuannya dengan kejadian ini, tetapi kelakuannya tidak berbeda dengan seorang gadis dari desa. Saya perlu mendidiknya dengan benar."

"Yah, ini bukan tempat yang tepat untuk mempelajari etiket dan akal sehat, jadi jangan berlebihan."

Paul pergi dengan senyum kecil di wajahnya. Otto yang sendirian jatuh ke kursinya dan menghela nafas panjang. Mayat mata-mata Kekaisaran yang dia lihat sebelum interogasi melintas di benaknya. Ini adalah pertama kalinya Otto melihat mayat yang terbelah dua di pinggang. Kehebatan Olivia bisa terlihat jelas.

(Tampaknya menugaskan Olivia menjalankan rencana yang telah ku lupakan akan menjadi pilihan ...)

Otto berpikir sambil memandang api lilin yang berkedip-kedip.

[edit]

Kekaisaran Arsbelt muncul di panggung sejarah saat tahun 700 Kalender Lunar.

Ada banyak negara saat itu, dan mereka semua bersaing untuk menguasai benua. Kekaisaran didirikan pada masa kekacauan itu. Teori paling populer menyatakan bahwa kekaisaran didirikan oleh seorang bangsawan dari Kerajaan Farnesse, Richard Heinz. Dia memberontak karena korupsi Kerajaan, dan mengumpulkan banyak pengikut untuk membangun negerinya sendiri, dan pergi ke utara.

Namun, tidak ada bukti konklusif yang mendukung teori ini, dan banyak sarjana membantahnya. Tidak masuk akal bagi seorang bangsawan Kerajaan memiliki kekayaan untuk membelot dan mendirikan negara yang merdeka.

Namun, tidak ada keraguan bahwa panggung politik Kerajaan saat itu penuh dengan korupsi. Namun, Ketua Menteri Leonheart Várquez menggunakan keterampilan politiknya yang luar biasa untuk merevolusi peta politik Kerajaan selama era ini, sehingga periode waktunya cocok. Itulah alasan mengapa teori ini menjadi pemikiran umum di antara para sarjana.

Teori populer kedua Gereja St Illuminas, yang dikenal sebagai "Sekte Dewi Citresia" saat itu, memiliki hubungan erat dengan pendirian Kekaisaran. Alasannya adalah bahwa nama uskup agung mereka ada di antara daftar anggota pendiri.

Namun, Gereja St. Illuminas secara resmi membantah hal ini.

Tanah di wilayah utara di mana Kekaisaran didirikan adalah pegunungan, dan dataran jarang ditemui. Selain itu, tanahnya tidak subur, sehingga hasil panennya buruk. Binatang buas juga berkeliaran dengan bebas, jadi itu bukan tempat yang cocok untuk dihuni manusia.

Terlepas dari kondisi ini, Kekaisaran bangkit menjadi kekuatan yang setara dengan Kerajaan karena administrasi brilian dari Kaisar mereka. Dan sekarang, sayuran yang disebut "Labu Ars" yang bisa ditanam di tanah tandus populer di tanah itu.

Dan hasil panen ini sedang dikembangkan oleh para peneliti, atas perintah dari Kaisar. Selain itu, Kekaisaran memiliki banyak prestasi lainnya.

Dari perspektif lain, Kekaisaran menikmati 200 tahun kemakmuran karena negara-negara lain tidak mengganggunya. Kekaisaran dikelilingi oleh pegunungan, membuatnya mudah untuk bertahan dan sulit untuk diserang. Karena tanahnya tidak subur, para penguasa tidak tertarik sama sekali.

Dengan latar belakang seperti itu, Kekaisaran menikmati era perdamaian selama masa perang ini, dan dapat berkonsentrasi untuk membangun kekuatan nasionalnya. Para Kaisar sebelumnya yang membenci perang juga memainkan peran besar.

Era perang yang seolah-olah akan berlangsung selamanya, berakhir sekitar tahun 950 Kalender Lunar. Kerajaan menjadi lelah dengan perang yang panjang, dan menarik pasukan yang dikirim ke negara-negara lain. Setelah itu, sekelompok negara kecil di selatan benua membentuk aliansi, dan menyebut diri mereka Konfederasi Kota Sutherland. Masih ada gesekan kecil di antara negara-negara kecil, tetapi secara keseluruhan, benua memasuki masa damai.

Selama waktu itu, Kaisar sebelumnya, Ramza ke Dua Belas meninggal dunia karena sakit pada tahun 965 Kalender Lunar.

Dia baru berusia 40 tahun, dan pemerintahannya berlangsung tujuh tahun.

Dia adalah Kaisar yang memerintah paling pendek. Penerusnya adalah Pangeran Pertama, Diethalm, yang dimahkotai sebagai Ramza ke Tiga Belas. Pada usia 15 tahun, ia menunjukkan keterampilan politik yang luar biasa, dan membawa kemakmuran Kekaisaran ke tingkat yang lebih tinggi. Ketika ia mencapai usia pendahulunya, 40 tahun, ia dievaluasi sebagai yang paling terkemuka dari semua Kaisar, dan dipuja sebagai "Kaisar yang Baik Hati ", namanya terkenal di seluruh benua.

Dan Kaisar yang Baik Hati itu tiba-tiba menyatakan niatnya untuk menaklukkan benua. Bukan hanya warga Kekaisaran, orang-orang dari negara lain tercengang oleh pernyataan Ramza yang membenci perang seperti halnya pendahulunya. Tapi warga Kekaisaran tidak merasa gelisah. Mereka sangat percaya bahwa Kaisar yang Baik Hati mereka selalu benar. 

Ibukota Orsted dari Kekaisaran Arsbelt, Kastil Listerine, Aula Pertemuan

Sebagai negara terbesar di benua itu, Aula Pertemuan Kekaisaran Arsbelt dirancang dengan anggun untuk mengesankan para pejabat asing yang diundang. Dindingnya dihiasi dengan dekorasi intrinsik, dan lukisan-lukisan terkenal juga ditampilkan dengan jelas.

Lampu gantung emas menggantung di langit-langit, menerangi ruangan dengan cahaya terang. Karpet lembut merah menutupi lantai, dan memiliki efek meredam kebisingan yang sangat baik. Di dinding di ujung ruangan ada spanduk biru dengan pedang bersilangan dalam bentuk tanda '+'. Ini adalah lambang Kekaisaran.

Pemilik Kastil Listerine, Kaisar Ramza ke Tiga Belas duduk di singgasananya dan mendengarkan laporan perang oleh para pengikutnya. Berdiri di samping Ramza adalah Kanselir Dalmes . Laporan itu dibuat oleh seorang perwira muda Kekaisaran, Jenderal Felixus von Zega, seorang lelaki yang dinilai Ramza sangat berbakat sejak masa mudanya.

Dia adalah salah satu dari tiga Jenderal Kekaisaran, dan memimpin Ksatria Azure yang elit. Jujur dan tulus, dia adalah pria tampan yang memikat para wanita di istana. Dua faktor ini digabungkan dan membuatnya sangat popular di antara massa.

Felixus menggunakan peta besar di atas alas untuk memberikan penjelasan rinci tentang teater perang utara, tengah dan selatan. Ramza mengangguk setuju, tetapi tidak mengatakan sepatah kata pun.

“—— Itu menyimpulkan laporan saya tentang perang. Dengan berkah dari Yang Mulia, kami dapat memulai serangan kami ke Benteng Gallia. Bolehkah kami meminta izin Anda, Paduka?”

Felixus bertanya dengan ekspresi rumit. Ramza kemudian perlahan berbisik ke telinga Dalmes. Itu kurang ajar baginya untuk melakukannya, tetapi Felixus masih menggerutu dalam hatinya, "Begini lagi?" Baru-baru ini, Felixus tidak memiliki kesempatan untuk berkomunikasi langsung dengan Ramza, dengan Dalmes selalu berfungsi sebagai pembawa pesan. Setelah bertanya-tanya, sepertinya itu sama untuk semua orang.

Dalmes mengangguk dengan hormat, lalu menjawab Felixus:

"Atas nama Kaisar kita yang agung: 'Masih terlalu dini untuk itu, kita akan mengamati pergerakan dari Kerajaan.' Akhir dari dekrit.

"... Ya, paduka."

Felixus meletakkan tangannya di dadanya, mundur selangkah dan membungkuk dalam-dalam. Dia kemudian berbalik dan berjalan menuju pintu masuk Aula Pertemuan dengan elegan.

(Sudah kuduga, Kaisar telah bertindak aneh dalam beberapa tahun terakhir. Dia tidak banyak bicara di masa lalu, tapi juga tidak sependiam ini. Dari wajahnya, dia tampak sakit. Tapi mengapa Yang Mulia tidak memberi perintah untuk menyerang Benteng Gallia? Aku tidak paham kenapa.)

Rencana pertempuran yang dirancang oleh Jenderal Osborne tampak sempurana. Mereka memiliki banyak pasukan di selatan, dan moral mereka tinggi. Satu-satunya kejutan adalah laporan mengejutkan yang melaporkan salah satu tentara elit mereka dibantai oleh seorang gadis pengelana.

Dari skema besar, itu hanya detail sepele. Sekarang adalah waktu terbaik untuk menyerang Benteng Gallia, itulah sebabnya Osborne meminta izin dari Ramza. Tampaknya ini bukan keputusan yang akan diambil oleh Ramza yang cerdas. Pikiran itu memenuhi Felixus dengan kekhawatiran.

Felixus meninggalkan Aula Pertemuan sambil menghela nafas. Dalmes membungkuk ke arah Ramza dengan hormat, dan mengikuti Felixus. Ketika mereka berdua keluar dari Aula Pertemuan, para penjaga menutup pintu dengan gerakan yang terlatih. Hanya Kaisar Ramza dan beberapa penjaga yang tinggal di dalam. Saat matahari terbenam di barat, Aula pertemuan diwarnai warna merah. Ramza yang tanpa ekspresi hanya duduk di atas takhta tanpa bergerak sedikit pun.

[edit]

Kerajaan Farnesse, Kastil Letizia di dalam ibukota kerajaan Fizz, Ruang rapat perang.

Atas perintah Raja Alphonse, Pasukan Pertama mengadakan rapat perang untuk merebut kembali Benteng Kiel.

Menurut catatan benua Dubedirica, peserta utamanya adalah jenderal tua Cornelius, jenderal kuat Lambert, dan ajudan Neinhart.

"Apakah kita sudah mengkonfirmasi jumlah pasukan di dalam Benteng Kiel?"

"Ya Pak, menurut agen kami, jumlah garnisun mereka adalah... 80.000."

Ruangan itu menjadi sunyi. Letnan Jenderal Lambert adalah orang pertama yang berbicara. Dia adalah seorang perwira ganas yang telah selamat dari ratusan pertempuran di dalam Pasukan Pertama, dan merupakan orang yang memiliki kekuatan bela diri yang kuat. Bekas luka di seluruh tubuhnya berbicara tentang sejarah pertempurannya.

"80.000, ya ... Pasukan Pertama berjumlah 50.000. Kita kalah jumlah.”

Kolonel Neinhart meletakkan bidak-bidak itu di peta dan menambahkan lebih banyak berita buruk yang sama dengan hukuman mati:

“80.000 merujuk hanya pada Tentara Kekaisaran. Jika kita memasukkan negara-negara pengikut Kekaisaran terdekat, Swaran dan Stonia, pasukan mereka akan mencapai jumlah 140.000.”

"Haha. Tidak ada harapan untuk mengadu 50 ribu melawan 140 ribu. Saya tahu ini sulit, tetapi bisakah kita mengandalkan bantuan dari Pasukan Ketiga dan Keempat?"

"Saya sudah mencoba bertanyasebelumnya, tetapi kedua belah pihak menyatakan bahwa mereka tidak bias mengirim bantuan seorang pun."

Neinhart menjawab Lambert dengan tenang, saat dia dengan tenang menempatkan bidak putih di teater perang utara yang ditandai dengan warna merah, dan mengelilinginya dengan bidak hitam.

Ketika perang pertama kali pecah, Tentara Kekaisaran mengirim pasukan sebanyak 80.000 untuk menyerang bagian utara Kerajaan. Tujuan mereka adalah untuk merebut lumbung makanan terbatas yang dimiliki Kerajaan, dan memaksa mereka kekurangan makanan. Jelas dari langkah ini bahwa Kekaisaran mengharapkan perang ini berlangsung lama.

Sebagai tanggapan, Tentara Kerajaan mengerahkan Pasukan Ketiga yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Rex Smythe dan Pasukan Keempat yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Linz Balt, dan menyerang musuh dengan 60.000 pasukan. Letnan Jenderal Rex dan Linz telah berteman akrab sejak masa sekolah mereka, dan kerja sama mereka tanpa cacat, dan mereka mempermainkan Tentara Kekaisaran dengan mudah.

Setelah itu, mereka membangun kesuksesan mereka dengan Pertempuran Verkul, yang merupakan contoh dasar dari taktik yang sempurna.

Pasukan Ketiga berpura-pura kalah dan mundur, berhasil memancing Tentara Kekaisaran ke lembah sempit. Dengan formasi Tentara Kekaisaran berubah ke dalam barisan panjang, Pasukan Keempat yang bersembunyi menyerang. Pasukan Ketiga juga berbalik untuk menyerang pengejar mereka.

Tentara Kekaisaran segera jatuh ke dalam kebingungan, dan dipukul mundur. Pertempuran itu mengakibatkan Kekaisaran kehilangan 40.000 pasukan. Setelah itu, Pasukan Ketiga dan Keempat menggunakan momentum untuk merebut kembali wilayah Kerajaan, dan tampaknya siap untuk menyerbu Kekaisaran.

Sayangnya, setelah kalah dalam Pertempuran Arschmitz, situasinya terbalik. Pasukan Kelima yang terbantai berarti Pasukan Ketiga dan Keempat dalam bahaya diserang dari belakang. Beberapa perwira menyarankan bahwa mereka harus menyerang Kekaisaran, tetapi ditolak oleh Rex dan Linz. Garis depan mereka ditarik mundur secara drastis, dan mereka sepakat untuk saling membantu.

Penilaian mereka tidak salah, tetapi mereka tidak bisa bekerja sama secara strategis. Ini membuat Pasukan Ketiga dan Keempat bertarung sendiri, dan mereka harus bertahan melawan serangan tanpa henti dari musuh, ketika mereka mencoba mempertahankan garis pertahanan.

"Letnan Jenderal, jangan memaksakan jika anda tahu itu tidak mungkin. Saya terkesan bahwa mereka bias memperthankan teater perang utara dengan jumlah mereka yang sedikit, yang merupakan tindakan terpuji.”

Panglima Tertinggi Cornelius melirik peta, dan menghela nafas. Dia adalah komandan Pasukan Pertama, dan dikenal sebagai Jenderal Kemenangan di masa mudanya. Namun, ia telah melunak saat ia berusia 70-an.

Lambert mengangkat bahu, dan memandang ke arah Neinhart.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan teater perang selatan?"

"Menurut laporan Letnan Jenderal Paul, Tentara Kekaisaran mengerahkan pasukan mereka di sekitar kastil Kaspar, sedang mempersiapkan serangan mereka ke Benteng Gallia."

"Kalau begitu, Pasukan Ketujuh tidak bisa mengirim bantuan."

“Apa boleh buat. Paul menerima perintah langsung dari Paduka untuk mempertahankan Benteng Gallia sampai mati. Dan jika dia mengerahkan pasukannya secara ceroboh dalam situasi seperti itu, itu hanya akan menarik lebih banyak pasukan musuh.”

Kata-kata Cornelius membuat semua perwira yang hadir mengernyit. Benteng Gallia adalah benteng yang penting, dan Ibukota Kerajaan akan terbuka lebar jika benteng itu jatuh. Tentara Kekaisaran kemudian bisa melintasi pegunungan Est dan berjalan langsung ke Ibukota Kerajaan, Fizz. Jika ini terjadi, maka Tentara Kerajaan tidak akan punya pilihan selain bertarung sampai mati melawan musuh.

Namun meski begitu, itu tidak bijaksana untuk hanya menunggu dan menonton Tentara Kekaisaran bertindak sesuka hati. Tentara Kerajaan tidak bisa membiarkan Pasukan Ketujuh yang hampir tidak menderita kehilangan dalam potensi tempur untuk menganggur. Mereka tidak bisa mengatakannya dengan lantang, tapi itulah yang dipikirkan para perwira.

"Kalau saja kita masih mengontrol kastil Kaspar..."

Salah satu perwira bergumam, dan mata semua orang tertuju pada satu titik peta.

Kastil Kaspar memiliki sejarah panjang yang merujuk ke era perang. Kastil ini pertama kali dibangun untuk mengintimidasi negara-negara di selatan, tetapi kepentingan strategisnya jatuh dengan dibangunnya Benteng Kiel, dan hampir diabaikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, jatuhnya Benteng Kiel mengubah segalanya, dan pentingnya kastil Kaspar meningkat karena dapat berfungsi sebagai pangkalan terdepan untuk menyerang dan merebut kembali Benteng Kiel.

Sudah terlambat ketika Kerajaan merespons. Setelah Tentara Kekaisaran merebut Benteng Kiel, mereka mengirim sebuah unit untuk menyerang kastil Kaspar dua minggu kemudian. Sebelum bala bantuan bisa mencapai mereka, Letnan Satu Kutom dan 500 orang prajuritnya yang ditempatkan di benteng terbantai.

Dan sekarang, kastil Kasper telah berubah di tangan Tentara Kekaisaran menjadi pangkalan untuk menyerang Benteng Gallia.

"Yah, tidak ada gunanya menangisi nasi yang sudah jadi bubur. Alih-alih itu, apakah kita tahu seberapa besar kekuatan yang ada di kastil Kaspar?"

"Mohon tunggu sebentar."

Neinhart membuka dokumen yang ada di tangannya, dan menemukan laporan tentang 《Perkiraan pasukan di kastil Kaspar 》. Laporan ini tidak sepenuhnya dapat diandalkan, dan cenderung meremehkan angka-angka untuk menyajikan situasi yang lebih ideal. Namun, laporan kali ini merupakan pengecualian.

Sambil mengingat wajah orang yang dijuluki topeng besi itu, Neinhart menjawab:

"- Menurut perkiraan, mereka memiliki sekitar 50.000 pasukan."

"Hmm, 50.000, ya ..."

Setelah mengatakan itu, Lambert menyilangkan lengannya dan berpikir keras dengan mata terpejam. Dia sepertinya sedang memikirkan sebuah rencana.

Neinhart bukan satu-satunya yang berpikir begitu.

"Letnan Jenderal, apa yang kau rencanakan?"

Cornelius bertanya pada Lambert dengan tatapan bertanya. Dengan tatapan semua orang padanya, Lambert perlahan membuka matanya dan berkata:

“Yah, aku baru saja memikirkan ide ini. Kenapa kita tidak merebut kembali kastil Kaspar saja? Pasukan Pertama dapat menyisihkan 25.000 orang, dan menggabungkannya dengan 30.000 orang dari Pasukan Ketujuh untuk menghasilkan 55.000 pasukan. Maka kita akan memiliki peluang menang.”

Beberapa perwira memuji saran Lambert. Mereka mendukung Lambert karena dia akan menjadi komandan Pasukan Pertama di masa depan. Namun, Lambert tidak peduli dengan orang-orang yang menjilatnya.

(Kerajaan sedang goyah karena badai peperangan, dan orang-orang ini masih tega melakukan ini.)

Neinhart memandangi mereka dengan wajah kesal, tetapi mereka tidak keberatan sama sekali, dan berpura-pura membahas proposal Lambert. Alih-alih nasib Kerajaan, mereka lebih peduli tentang masa depan mereka sendiri.

Cornelius tidak terlalu memperhatikan hal itu, dan berkata:

"Kita sudah membahas ini, Pasukan Ketujuh tidak bisa menggerakkan pasukan mereka secara sembrono sekarang."

“Kita hanya harus memastikan langkah itu tidak gegabah. Jika kita merebut kembali kastil Kaspar, maka pengepungan Kekaisaran pada Benteng Gallia akan hancur. Kita kemudian dapat bekerja sama dengan Pasukan Ketujuh untuk memulihkan Benteng Kiel."

"Memang ... Itu benar ... Tapi Paduka..."

Cornelius bergumam sambil mengelus jenggotnya. Dia tidak membantah karena Lambert benar. Untuk membuat dorongan terakhir untuk meyakinkannya, Lambert melanjutkan:

“Dari laporan sebelumnya, pasukan kita sendiri tidak memiliki peluang untuk merebut Benteng Kiel. Panglima Tertinggi, Anda harus mengerti itu juga. Maafkan kekurang ajaran saya, tetapi Anda tidak ingin seluruh Pasukan Pertama mati sia-sia di bawah Benteng Kiel, benar?"

"Hmm ..."

Nasihat sarkastik Lambert membuat wajah Cornelius masam. Perwira lain menyaksikan interaksi mereka dengan napas tertahan.

"… Aku mengerti. Aku akan menangani masalah meyakinkan Paduka. Aku akan menyerahkan rencana pertempuran kepada Letnan Jenderal Paul dan kau. Diskusikan dengan benar sebelum mengambil keputusan.

"Siap pak! Terima kasih telah menerima usulan saya!"

Cornelius melambai kepada Lambert yang ingin berdiri dan memberi hormat. Para prwira lainnya saling memandang dan menghela nafas lega, senang bahwa mereka dapat menghindari pertempuran sembrono. Neinhart juga merasakan hal yang sama.

Neinhart dengan cepat berpikir, dan mengusulkan pada Cornelius:

"Panglima Tertinggi, bolehkah saya menangani komunikasi dengan Pasukan Ketujuh? Ada sesuatu yang saya khawatirkan."

"-- Baik. Kau akan menjadi kandidat terbaik untuk ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikiranmu, tetapi jangan terlalu memaksakan diri.”

Dengan itu, Cornelius bangkit dari kursinya. Dengan sinyal itu, Lambert mengakhiri pertemuan, dan semua perwira meninggalkan Ruang Rapat Perang dengan wajah letih.

Neinhart merapikan dokumen-dokumen yang ada di tangannya, ketika dia melihat laporan dari Pasukan Ketujuh. Itu tidak relevan dengan pertemuan tadi, jadi Neinhart tidak membicarakannya. Laporan itu menyebutkan bahwa seorang tentara membunuh Samuel, musuh bebuyutannya yang membunuh sahabatnya Lance saat Pertempuran di Arschmitz.

—— Itu adalah laporan tentang Pembantu Letnan Dua Olivia.

(Dari laporan, dia hanya seorang gadis berusia 15 tahun ... Sulit untuk percaya ini, tapi Letnan Kolonel Otto bukanlah seseorang yang akan berbohong dalam laporan intelijen. Bagaimana pun, aku harus bertemu dengannya dan mengucapkan terima kasih.)

Neinhart memikirkan tentang gadis yang belum pernah dia temui, dan menutup pintu ruang rapat perang. 

Tentara Kerajaan, Benteng Gallia, kantor Letnan Kolonel Otto

Sementara rapat perang untuk merebut kembali Benteng Kiel sedang berlangsung di ibukota.

Otto memanggil Olivia ke kantornya untuk memberitahu tentang misi tertentu. Namun, Olivia tidak muncul pada waktu yang ditentukan. Lima menit berlalu, kemudian sepuluh menit, dan suara berderit berirama datang dari kantor. Para prajurit yang melewati kantor semua memiringkan kepala dengan bingung ketika mereka mendengar suara itu.

Setelah 30 menit, Olivia akhirnya melapor ke ruangan Otto. Dan dia memberi hormat dengan rapi tanpa rasa bersalah. Otto menekan ketidaksenangannya dan bertanya:

"Pembantu Letnan Dua Olivia, pertama-tama, mengapa kau terlambat 30 menit?"

"Siap pak, alasannya adalah karena jam!"

"… Jam? Apa hubungannya dengan keterlambatanmu?"

“Siap pak, saya tidak punya jam tangan yang indah seperti Ajudan Otto, dan tidak bisa mengetahui waktu secara akurat. Itu sebabnya saya terlambat!"

Olivia berkata sambil melihat Jam Saku di meja dengan iri. Otto menghela nafas dengan alasan tidak masuk akal ini, lalu meraih ke mejanya. Dia meraih Jam Saku perak dengan ukiran bunga dangkal di tutupnya. Dia membuka penutupnya, dan jarum detik yang berwarna merah berdetak dengan irama yang tetap. Otto menatap Jam Saku sebentar, lalu melemparkannya. Jam Saku itu melengkung di udara, dan Olivia menangkapnya dengan tergesa-gesa.

"... Huh?"

"Aku akan memberimu Jam Saku ini. Dan sekarang, kau tidak punya alasan untuk terlambat lagi.”

Otto kehilangan ketenangannya karena Olivia beberapa hari yang lalu. Setelah pengalaman itu, dia tahu akan lebih baik bagi kondisi mentalnya jika dia memberikan Olivia Jam Sakunya.

Otto memberikan Jam Saku kepada Olivia dengan pemikiran seperti itu, tetapi Olivia mengalihkan pandangannya antara Jam Saku dan Otto karena terkejut. Dia tampak sangat terkejut. Otto melambaikan tangannya sebagai jawaban atas tatapan Olivia.

"Apa aku menyimpan ini?"

"Ya. Dan kau harusnya mengatakan, 'Bolehkah saya menerima hadiah ini?' Aku sudah bilang berkali-kali untuk lebih hormat ketika kau berbicara dengan atasanmu."

"Siap pak, mohon maaf! Saya berterima kasih atas Jam Saku Ajudan Otto!”

Setelah dia mengatakan itu, Olivia mulai mengutak-atik Jam Saku dengan gembira. Dia membuka dan menutup tutup jam itu berulang kali. Cara dia bermain dengan mainan barunya yang seperti anak kecil mengingatkan Otto pada putrinya yang berusia 6 tahun di ibukota. Setelah mengenang beberapa saat, dia menyadari bahwa Olivia menatap wajahnya dengan penasaran. Sepertinya dia terlalu santai.

“S-Sudah hampir waktunya untuk membahas persoalan. Simpan Jam Sakumu. "

"Dimengerti, saya akan menyimpannya sekarang!"

Olivia dengan hati-hati menyimpan Jam Saku seperti harta karun. Otto berdeham dan menyilangkan tangan.

"Alasan aku memanggilmu, Pembantu Letnan Dua Olivia, adalah untuk menetapkan misi khusus untukmu. Seperti yang kau tahu, kau memiliki opsi untuk menolak misi khusus. Waktunya singkat, jadi aku harap kau bisa mengambil keputusan segera, Pembantu Letnan Dua."

Misi khusus adalah tugas rahasia dan sulit yang ditugaskan pada sekelompok kecil orang. Ada risiko kematian yang tinggi, jadi penerima misi memiliki hak untuk menolak misi.

Ngomong-ngomong, jika misinya berhasil dilaksanakan, dia pasti akan naik pangkat. Mempertimbangkan kepribadian Olivia, Otto berpikir Olivia tidak akan menolak ini. Dan seperti yang diharapkan, Olivia menjawab tanpa ragu-ragu:

“Dimengerti, saya tidak keberatan. Pembantu Letnan Dua Olivia akan menjalankan misi khusus ini! ”

"Jawaban yang bagus. Kalau begitu aku akan memberi tahumu isi misi ini. Pembantu Letnan Dua, aku ingin kau memimpin sebuah tim dan merebut kembali Benteng Lamburg."

Otto berdiri dari kursinya, dan menunjuk ke suatu titik di peta yang ada di dinding di belakangnya. Itu adalah benteng yang ditandai dengan X, dan berlabel 《terbengkalai》. Olivia melihat ke peta, dan sedikit memiringkan kepalanya.

“Bukannya kastil ini terbengkalai? —— Oh , tidak, menurut pendapat saya, kastil itu tampaknya terbengkalai.”

Menyadari dia berbicara dengan santai, dan dengan cepat mengubah cara bicaranya. Otto menghela nafas ketika dia memperhatikan wajahnya yang cekikikan, dan berkata:

“Benar, seperti yang kau bilang, benteng ini terbengkalai satu dekade yang lalu. Sekarang benteng itu menjadi tempat persembunyian bagi bandit. Dengan kata lain, aku ingin kau merebut kembali benteng itu dari para bandit."

"Mengapa anda mengambil kembali sesuatu yang dibuang?"

“Kalimatmu ... Sudahlah. Ini berbeda sekarang. Seperti yang kau tahu, Pembantu LetDa, pasukan kita berada pada posisi yang tidak menguntungkan untuk melawan Tentara Kekaisaran. Untuk menghentikan serangan lebih lanjut dari Kekaisaran, kita membutuhkan Benteng Lamburg sekarang."

Otto mengirim beberapa peleton untuk menaklukkan bandit di Benteng Lamburg, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Para korban mengatakan bahwa sebagian besar tentara dibunuh oleh pengguna tombak yang handal.

Dia berpikir untuk mengirim unit ekspedisi sebesar satu kompi, tetapi itu tidak terwujud. Operasi skala besar akan menarik terlalu banyak perhatian. Dengan kekaisaran telah menetapkan mata-mata di mana-mana, dia tidak bisa menggerakkan pasukannya dengan tergesa-gesa, karena dia tidak tahu apakah kekaisaran mengamati.

Jika misi itu ketahuan dan Kekaisaran mengetahui tentang keberadaan Benteng Lamburg, mereka akan mengirim unit untuk merebutnya. Dalam situasi terburuk, ini akan memperkuat serangan dari Kekaisaran. Setelah mempertimbangkan pilihannya, Otto menyerah untuk merebut kembali Benteng Lamburg.

Namun, situasinya telah berubah sekarang karena Olivia ada di sini. Untuk menghadapi pengguna tombak handal itu, mereka hanya perlu mengirim Olivia, yang mungkin adalah orang terkuat di Pasukan Ketujuh.

Setelah Otto memberikan penjelasan rinci, ia menanyai Olivia sebagai konfirmasi terakhir:

“- Seperti yang ku katakan, semua misi penaklukan sebelumnya gagal. Apa kau masih ingin menerima misi ini?"

"Ya ... aku hanya perlu membunuh semua bandit, kan?"

Olivia menjawab dengan nada berbahaya, dan wajah Otto menegang. Olivia benar, jadi Otto mengangguk:

"Ya, sederhananya seperti itu."

"Saya mengerti. Ngomong-ngomong, apakah Anda ingin saya memberi Anda kepala?"

"Kepala?"

"Ya. Kepala manusia."

Otto bingung karena Olivia tiba-tiba menyebut kepala. Dia menekan Olivia untuk penjelasan yang lebih jelas, dan Olivia berkata dengan ragu:

"Aku pikir manusia akan merasa senang menerima kepala musuh mereka yang terpenggal?"

Ketika dia mendengar itu, Otto akhirnya ingat bahwa olivia memberikan tas berisi kepala Prajurit Kekaisaran ketika dia pertama kali tiba di benteng. Otto merasakan hawa dingin di lehernya, dan berkata dengan menggelengkan kepalanya:

"—T-Tidak, kau tidak perlu membawa kembali kepala mereka."

"Dimengerti, maka saya akan merebut kembali Benteng Lamburg seperti yang diperintahkan!"

“Sangat bagus, saya menantikan kabar baikmu. Kau boleh pergi." Olivia berbalik dan meninggalkan kantor dengan sigap. Langkahnya dipenuhi dengan keyakinan, tanpa sedikit pun kegelisahan terhadap misi. Seolah ingin membuktikan hal itu, Otto bisa mendengar suara riang di luar kantornya yang mengatakan, "Oh, aku lupa nanya kapan aku akan menerima kueku."


Catatan dan Referensi Penerjemah[edit]