Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 1 Prolog

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prolog[edit]

"Nenek, bacakan yang ini!"

Seorang anak laki-laki mengambil buku gergambar dari rak, dan menyerahkannya pada neneknya, Camilla, yang sedang merajut di kursi. Cahaya hangat dari perapian menerangi wajah bocah yang tersenyum itu.

“- Kamu ingin baca ini lagi? Mikhail, kamu sangat suka buku ini ya."

Camilla berhenti merajut, dan mengambil buku bergambar dari telapak tangan mungil bocah itu. Ini adalah buku favorit Mikhail , dan dia telah membacanya ratusan kali. Pinggiran buku yang lusuh adalah buktinya. Terutama pada sampul buku, di mana gambar di atasnya telah benar-benar pudar.

Namun, Camilla dapat dengan jelas mengingat gambar sampulnya: Sebuah pedang hitam pekat terhujam di atas bukit, dan seseorang melihat ke kejauhan.

——Kisah Pahlawan Dubedirica. Itulah judul buku bergambar ini.

"Ya, aku suka buku ini! Dari semua buku bergambar yang aku punya, karakter utama ini adalah yang terkuat!”

Mikhail melambaikan anggota tubuhnya dengan napas terengah-engah, seolah-olah dia menirukan karakter utama dari buku bergambar itu. Sosoknya yang imut membuat Camilla tersenyum.

Tidak peduli di era mana pun, anak laki-laki akan selalu mengagumi pahlawan.

"Baiklah kalau begitu, Mikhail. Kemarilah."

Camilla memanggilnya, dan Mikhail duduk di pangkuannya dengan tenang. Anak-anak lebih hangat daripada orang dewasa, dan Camilla bisa merasakan kehangatan ini melalui punggung cucunya.

"Cepat, cepat!"

Mikhail mengayunkan kakinya, dan mendesak Camilla saat dia melihat ke atas. Camilla menjentikkan rambut peraknya, dan membuka halaman pertama buku bergambar itu.

“Dahulu kala, ada seorang gadis yang dibesarkan oleh Dewa Kematian-”

Ini adalah kisah yang terjadi di masa lalu.

Sebuah kisah tentang seorang gadis bernama Pahlawan Kegelapan. 

Semua cerita dimulai dengan awal yang sederhana.

Jauh di dalam hutan yang jauh dari peradaban manusia, pohon-pohon menjulang tingggi meraih langit, dan kanopi dedaunan mengubah hutan menjadi gelap seperti malam. Selain itu, kabut yang selalu ada menggantung di atas hutan ini, seolah-olah untuk menutupi keberadaan hutan itu sendiri. Tidak jelas kapan itu dimulai, orang-orang memberi nama hutan itu, didorong oleh rasa takut di hati mereka.

—— Hutan Tanpa Kembali.

Jika kau tersesat di sini, semuanya sudah berakhir. Tidak peduli seberapa tajamnya perasaan arahmu, kau tidak akan pernah bisa keluar. Itulah alasan namanya. Dari waktu ke waktu, ada pemberani yang tidak takut dengan legenda ini dan pergi menjelajahinya, tetapi tidak ada yang pernah kembali.

Dan sekarang, tidak ada yang berani memasuki Hutan Tanpa Kembali ini.

Di jantung hutan ini, terdapat menara yang terbuat dari batu hitam halus. Menara ini tertutup lumut dan tanaman merambat, masih memiliki atmosfer yang megah. Selain menara itu, ada enam pilar hitam yang diukir dengan pola rumit yang mengelilingi menara.

Namun, tiga dari pilar itu setengah hancur. Jelas dari kerusakan pilar-pilar itu bahwa ketiga pilar ini telah runtuh sejak lama. Pilar-pilar lain diselimuti retakan dan rusak parah. Tidak akan mengejutkan jika pilar-pilar itu runtuh kapan saja.

Kuil ini dinamai oleh orang-orang dari zaman kuno sebagai "Gerbang Menuju Dunia Bawah".

Untuk beberapa alasan, di dekat pintu masuk kuil yang telah lama ditinggalkan oleh manusia, terdapat seorang bayi tertidur di kain berlumuran darah. Ada juga seorang pria berlumuran darah yang bersandar pada pilar. Dia telah menghembuskan nafas terakhirnya, dan memegang pedang yang patah di tangannya.

Hutan itu dikuasai oleh binatang buas. Aroma bayi yang lezat dan bau darah dari mayat manusia memikat mereka. Biasanya, keduanya akan dimakan dalam waktu singkat. Namun, kuil itu tidak dihuni oleh binatang buas satu pun, dan bahkan kicau burung pun tidak bisa terdengar.

Itu sangat sunyi, seolah-olah segala sesuatu di sekitar kuil telah tertidur. Ketenangan adalah cara yang bagus untuk menggambarkan situasinya, tetapi cara lain untuk menggambarkannya adalah keheningan yang menakutkan.

Dalam suasana yang terasa seperti di dunia yang berbeda, tiga Bayangan yang melambai-lambai seperti api mendekati kuil. Ketiga Bayang-bayang itu berhenti ketika mereka menyadari kehadiran bayi dan lelaki itu.

"Aku bertanya-tanya siapa yang mengganggu ... Jadi itu manusia, ya. Tak disangka dia berhasil sampai ke kuil. Bayi itu masih hidup, tapi laki-laki itu sudah mati. Wadah jiwanya sudah kosong."

Ketiga Bayang-bayang itu memandang bayi dan mayat laki-laki itu, lalu berkomentar dengan tidak tertarik.

"Seorang bayi, ya ... Jiwa lemah seperti itu tidak cukup untuk memuaskan rasa laparku— tapi ini adalah makanan yang sudah siap saji."

Bayangan lain membuat sabit yang memiliki bentuk tidak stabil. Sabit itu terangkat tinggi, dan mengayunkannya ke arah jantung bayi itu tanpa ragu-ragu. Namun, Bayangan terakhir menempatkan lengannya di jalur sabit untuk menghentikan ayunan itu. Tepat sebelum sabit menyentuh lengan, sabit itu menghilang seolah-olah tidak pernah ada.

“... Kenapa kau menghentikanku? Apa kau ingin memakannya?"

"Tidak. Aku hanya ingin mengamatinya sedikit."

"Mengamati ... kebiasaan burukmu itu lagi?"

"Yang benar saja, apa gunanya melakukan ini ... Ah sudahlah, lakukan sesukamu."

Setelah percakapan singkat itu, dua dari Bayangan itu melebur ke tanah dan menghilang. Bayangan yang tersisa melayang pelan ke arah bayi itu, dan mengambilnya dengan tangan yang tampak berkelip hilang dan muncul. Pada saat ini, bayi itu membuka matanya. Mata gelap jernihnya mencerminkan citra Bayangan itu.

Bayi itu memandang si Bayangan dengan bingung sejenak, lalu tersenyum.

"Ya. Ada manfaatnya mengamati bayi ini."

Di leher bayi terdapat batu rubi. Bayangan itu mengalihkan pandangannya di antara batu rubi dan bayi yang tersenyum, lalu mendengus.  

Sudah sepuluh tahun sejak Bayangan itu mengambil bayi itu.

Gadis itu tinggal di kuil yang memiliki dinding gelap bersama dengan Bayangan bernama "Z[1]". Namun, mereka tidak makan, tidur, dan bermain bersama. Lebih khusus, Z tidak melakukan semua itu. Selain mengamati gadis itu, Z tidak menemaninya.

—— Dan sekarang adalah waktu pengamatan.

Di tempat latihan di luar kuil, gadis itu sedang bertarung dengan berbagai senjata melawan Z. Gadis itu menggunakan pedang pendek putih yang cemerlang, yang kontras dengan sabit besar Z yang tertutup kabut hitam.

Gadis itu melompat mundur setelah hantamannya ditangkis oleh sabit, menjauh dari Z. Dia terengah-engah dan menggunakan lengan bajunya untuk menyeka keringat dari alisnya.

Sudah 30 menit sejak Z memulai pengamatannya.

Setelah bertarung dalam waktu yang lama, gadis itu menyadari bahwa staminanya hampir habis. Z meletakkan sabitnya di bahunya, dan bertanya dengan tenang:

"Ada apa? Apa kau sudah lelah?"

Dia tidak bersikap sarkastik. Lagi pula, Z tidak pernah sarkastik. Ini hanya kesimpulan yang diambilnya setelah mengamati status gadis itu.

— Walaupun demikian...

Setelah menarik napas panjang, gadis itu melesat maju. Pemandangan di sekitarnya berubah menjadi garis tipis, dan Z berada dalam jangkauan pedangnya dalam sekejap. Gadis itu mengayunkan pedangnya ke arah perut Z. Sayangnya, pedang putih itu tidak menyentuh tubuh Z. Serangan habis-habisan gadis itu ditangkis dengan mudah oleh sabit, dan pedang itu dihujam ke tanah.

"Hmm. 『Fleet Footed Rush』mu sudah bagus, tetapi gerakanmu terlalu sederhana.”

Z bergumam, lalu menendang dengan kecepatan yang luar biasa. Gadis itu menyabut pedangnya dan menggunakannya sebagai perisai. Gadis itu tidak bisa memblokirnya sepenuhnya, dan terpental.

"Ughh!"

Otaknya mati rasa, dan gadis itu hampir kehilangan kesadaran. Tapi dia menggigit lidahnya untuk menghentikan dirinya agar tidak pingsan, dan mendarat setelah berputar beberapa kali di udara.

"Ha, ha, ha…"

Gadis itu perlahan-lahan menarik napas, dan menyeka darah dari sudut bibirnya. Dia kemudian menyadari bahwa tangannya kram.

"Tidak apa-apa. Aku ... masih baik-baik saja."

Gadis itu mencengkeram gagangnya erat-erat untuk menekan kram, dan mengayunkan pedang dalam ayunan besar. Ini adalah penghalang yang dibuat dengan pedang. Salah satu teknik pedang yang diajarkan kepadanya oleh Z, sikap bertahan ini tidak memiliki titik lemah.

"Apa kau siap?"

Sabit itu berputar di sekitar tangan Z seperti tongkat. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan itu, dan mempererat genggamannya.

"Kau sepertinya siap."

Saat Z mengatakan itu, gadis itu merasakan dingin di punggungnya.

Dia segera melompat ke samping, dan menghindari serangan yang muncul entah dari mana dengan jarak sehelai rambut. Gadis itu bergerak ke belakang Z dan mengayunkan pedangnya ke atas—— tapi dia berhenti. Dia harus, karena sosok di depannya hanya ilusi. Z sudah bergerak ke belakang gadis itu, dan menodongkan pisau sabitnya di tenggorokan gadis itu.

Setetes keringat dingin mengalir di dahi gadis itu.

“Kau hampir bisa mengimbangiku. Itu saja untuk hari ini."

Setelah itu, Z melelebur ke tanah dan menghilang. Suasana yang mencekam di sekitar kuil lenyap bersama dengannya, dan dunia kembali ke ketenangan aslinya.

"Terima kasih banyak."

Gadis itu merilekskan tubuhnya, melihat ke tanah di mana Z menghilang, dan mengucapkan terima kasih.

——Jadwal harian gadis itu tetap.

Dia akan mempelajari situasi benua, bahasa, taktik militer, sihir, ilmu pedang, dan pertempuran jarak dekat. Sesekali, dia akan mengikuti Z ke hutan, dan belajar berburu dan memasak. Pendidikan dan pelatihan gadis itu disebut Z sebagai pengamatan.

Suatu hari setelah pengamatan dimulai secara resmi, gadis itu diberitahu bahwa dia adalah suatu bentuk kehidupan yang disebut manusia. Istilah resminya lebih rumit, bentuk kehidupan ketiga. Ketika gadis itu mengetahui hal itu, dia menjadi penasaran tentang Z yang benar-benar berbeda darinya, dan bertanya kepada Z tentang itu.

"Aku? Yah ... Untuk manusia di dunia ini, aku mirip dengan Dewa Kematian.”

Jawaban yang tak terduga membuat mata gadis itu bersinar. Itu karena salah satu dari banyak buku yang diberikan Z terdapat buku yang membahas Dewa Kematian. Menurut buku itu, Dewa Kematian adalah keberadaan yang menakutkan yang menuai jiwa manusia tanpa pandang bulu.

—— Memberikan kematian yang setara untuk semua.

Begitulah kesimpulan buku itu.

Gadis itu bertanya kepada Z apakah jiwanya akan dituai oleh Z.

"Itu salah. Kami hanya akan menuai jiwa manusia yang belum memiliki pemahaman tentang dirinya, atau manusia yang baru saja mati. Aku tidak akan menuai jiwamu, karena egomu sudah terbentuk.”

Begitulah jawaban Z.

Gadis itu berpikir itu benar. Dewa Kematian yang digambarkan dalam buku itu berwujud kerangka dengan jubah compang-camping, sedangkan Z berwujud bayangan yang melambai seperti api. Jika gadis itu harus memilih antara Z atau buku, gadis itu pasti akan percaya Z.

Gadis itu menyesal dalam hatinya bahwa tidak semua yang tertulis dalam buku adalah benar.

—— Pada hari lain.

Setelah menyelesaikan pelatihan berpedang, gadis itu mengajukan pertanyaan lain. Z telah mengajarkan ilmu pedang dan pertempuran jarak dekat padanya—— dengan kata lain, teknik membunuh. Apa ilmu-ilmu itu akan pernah digunakan? Z pernah mengatakan kepadanya bahwa manusia adalah makhluk yang suka berperang dan kejam yang akan membunuh sesama mereka sendiri karena alasan selain mengonsumsi makanan. Tapi dia adalah satu-satunya manusia di kuil ini. Tidak ada orang yang bisa dia bunuh, jadi dia merasa aneh bahwa dia harus menjalani latihan seperti itu.

Setelah keheningan singkat, Z menjawab singkat, "Kau akan mengerti ketika saatnya tiba." Z adalah bayangan dan tidak bisa menunjukkan ekspresi apa pun, jelas karena keberadaannya yang merupakan manifestasi dari bayangan. Jadi, gadis itu tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Z ketika mengatakan itu.

Tetapi pada saat itu—— gadis itu yakin bahwa Z sedikit tersenyum.

Akhir-akhir ini, gadis itu mulai berbicara dengan Z dalam bahasa manusia. Dia tidak tahu kenapa, tetapi karena itu adalah instruksi Z, dia harus patuh. Hari-hari pengamatan berlalu dengan tenang, gadis itu dan Z melanjutkan kehidupan mereka yang aneh.

“Z. Kepalaku terasa pusing, dan punggungku terasa dingin. Ada yang aneh dengan tubuhku."

Setelah pelajaran berakhir, gadis itu memberi tahu Z bahwa dia merasa tidak enak badan.

“... Hmm, tubuhmu panas. Kau mungkin terkena flu."

Kata Z dengan tangan goyahnya menyentuh dahi gadis itu.

"Apa itu flu?"

"Hm ... Sebagai analogi, itu seperti serangga yang bermain-main di tubuhmu, menyebabkan tubuhmu tidak nyaman."

"Ehh? Apa itu karena aku makan semut kemarin?"

Gadis itu menyesal memakan semut sebagai camilan.

“Aku sudah bilang jangan makan semut. Dan serangga yang aku sebutkan hanya analogi."

Z kaget.

"Apa yang harus ku lakukan? Apa aku akan mati? Apa Z akan memakan jiwaku?"

"Kau tidak akan mati hanya dengan itu. Manusia tidak serapuh itu. Tapi mari kita hentikan latihan untuk saat ini, kau harus kembali ke kamarmu dan istirahat. Jika kau berbaring dengan tenang, tubuhmu akan pulih dalam waktu singkat. "

"Ya, aku mengerti."

Gadis itu terhuyung-huyung kembali ke kamarnya, dan langsung berbaring di tempat tidurnya. Setelah tidur sebentar, gadis itu merasakan kehadiran seseorang dan membuka matanya. Dia berbalik dan melihat sosok Z yang melambai-lambai berdiri di depannya. Gadis itu menggosok matanya dan memeriksa lagi. Ini adalah pertama kalinya Z datang ke kamarnya.

“Ada apa, Z? Kamu ingin memakan jiwaku? ”

“Aku menyeduh sup untukmu. Makanlah."

Gadis itu kemudian menyadari bahwa ada mangkuk di baki yang dipegang Z.

"Ehh~ tapi aku enggak lapar."

“Kau tidak nafsu makan karena flu. Minumlah bahkan jika kau tidak lapar. Kau akan menjadi lebih cepat sembuh."

Z duduk di tempat tidur, menopang gadis itu, dan menyendok sup ke mulut gadis itu.

“……”

"Ada apa? Buka mulutmu."

"Y-Ya."

Dia memiliki perasaan geli di hatinya, tetapi gadis itu masih membuka mulutnya dengan patuh. Z perlahan-lahan mengirim sup ke mulut gadis itu, dan kehangatan segera menyebar ke seluruh perut gadis itu.

"Bagaimana? Aku membuatnya hambar, sehingga akan lebih mudah untuk perutmu"

"Ya, rasanya enak ... Ehehe."

"Apa yang lucu?"

"Enggak ada. Ahh~. "

"Hmm, sepertinya semuanya baik-baik saja."

Z dengan cepat menyendok sup ke dalam mulut gadis itu. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mangkuk itu telah kosong.

"Terima kasih untuk makanannya."

"Kau sudah menghabiskannya. Sekarang minumlah ini."

Z kemudian menaruh gelas kaca perak di tangan gadis itu. Di dalamnya ada cairan lengket berwarna hijau. Cairan itu mengingatkan gadis itu pada monster yang ditampilkan dalam buku bergambar.

"Apa ini? Ini lengket dan baunya aneh. Apa aku harus minum ini?"

"Ini obat. Kau akan sembuh lebih cepat jika meminumnya.”

"Benarkah?"

"Apa aku pernah berbohong padamu?"

"Yah, tidak."

Gadis itu mencubit hidungnya dan meminum obat itu sekaligus. Rasa pahit melekat di mulutnya, menghapus rasa sup yang lezat.

"Z ~, ini pahit banget ~."

“Itulah obat yang bagus. Yah, aku tidak tahu rasanya sih.”

Dengan itu, Z menggeser kursi ke tempat tidur, dan duduk. Kemudian mengeluarkan sebuah buku dan menelusurinya dengan cepat.

"Apa kamu akan tinggal di sini?"

“—Hmm? Ya, ini bagian dari pengamatan. Ketika kau bangun, kau akan merasa jauh lebih baik. Jika kau mengerti, maka tidurlah."

"Ya, aku mengerti ... Ehehe . Selamat malam, Z.”

"… Selamat malam."

Untuk beberapa alasan, gadis itu merasakan dia bermimpi indah. 

—— Waktu berlalu, dan sudah lima belas tahun sejak gadis itu bertemu Z.

Kehidupan gadis itu sama seperti biasanya.

Satu-satunya hal yang berubah adalah standar belajar dan pelatihannya. Dan dia diberi nama demi kenyamanan.

Namun, tubuh seorang gadis yang berusia lima belas tahun berubah secara drastis.

Di bawah pengawasan Z, gadis itu sekuat dan menakutkan seperti binatang buas. Tapi dia masih terlihat seperti gadis cantik. Anggota tubuhnya yang ramping dan dada yang besar adalah buktinya. Tubuhnya yang halus pasti akan memalingkan kepala semua orang di jalanan. Gadis itu memiliki kecantikan yang luar biasa.

Hari dimulai lebih awal untuk gadis itu.

Dia akan membuka matanya saat fajar dan melompat dari kasur kanopinya. Dia kemudian akan mulai melakukan peregangan sambil menguap. Suara tulangnya yang bergemeretak membuatnya merasa segar. Dia kemudian menyampirkan handuk yang tergantung di dinding ke lehernya, dan berjalan ke koridor yang remang-remang. Gadis itu menyukai ketenangan saat fajar, dan dia bangun pagi hanya untuk menikmatinya.

Ketika dia sampai di halaman, ada beberapa berkas cahaya bersinar melewati kanopi pohon lebat yang menerangi tempat itu. Gadis itu berjongkok , lalu mengambil air dari sumur. Ketika dia mencuci wajahnya dengan seember air, dia minum beberapa teguk. Air meresap ke perutnya, dan gadis itu tersenyum:

" Ahh, rasanya enak sekali."

Dia bergumam puas, dan pergi ke dapur dan ruang makan untuk membuat sarapan. Dapur itu berbentuk sederhana, dengan kompor batu bata dan meja kecil. Gadis itu menambahkan kayu bakar dengan tangan yang terlatih, kemudian berkonsentrasi pada jari telunjuk kanannya. Dia memvisualisasikan kekuatan sihir di tubuhnya bercampur dengan jumlah mana di udara.

Partikel-partikel biru dan putih berkumpul di jari telunjuknya, membuktikan bahwa kombinasi itu berhasil. Ketika partikel-partikel itu berkumpul pada satu titik, membentuk bola api seukuran kacang.

"Berhasil."

Gadis itu tersenyum, dan melemparkan bola api ke arah kayu bakar. Api biru menyala dengan kuat, dan gadis itu menggunakan tongkat untuk mengendalikan besarnya api. Pada awalnya, gadis itu tidak bisa mengendalikan kekuatannya dan menghancurkan kompor beberapa kali. Tetapi setiap kali dia kembali, dia akan menemukan tungku dalam keadaan semula, sama seperti baru.

Fenomena ini mengingatkan gadis itu pada peri yang diceritakan dalam buku 『Peri Komet yang Nakal』. Cerita itu tentang peri Komet pemalu yang memainkan semua jenis lelucon pada manusia, dan senang mengejutkan mereka.

Gadis itu memutuskan untuk menakuti peri itu, dan bersembunyi di sudut ruangan sepanjang malam untuk berjaga-jaga. Tapi Komet tidak muncul, dan pagi datang. Sudah hampir waktunya untuk pelajarannya, jadi gadis itu tidak punya pilihan selain meninggalkan dapur. Tetapi ketika dia kembali untuk memeriksa pada siang hari, tungku itu sudah diperbaiki.

Gadis itu dengan keras kepala memata-matai dapur selama beberapa hari, tetapi tidak berhasil. Beberapa waktu setelah kejadian itu, gadis itu secara kebetulan berpapasan dengan Z yang sedang menggunakan sihir untuk memperbaiki tungku, dan merasa sangat kecewa.

Kenangan pahit itu membuat gadis itu menggelengkan kepalanya, dan dia menyeka keringat di alisnya. Dia meletakkan panci sup sisa kemarin di atas kompor, dan menunggu sampai memanas. Beberapa saat kemudian, suara menggelegak datang dari panci, bersama dengan aroma lezat.

"Terima kasih untuk makanannya."

Dia makan sarapan sendirian, membereskan peralatan makan dengan cepat, dan menuju ke ruang kelas. Selain kamar tidur gadis itu, ada kamar-kamar lain di kuil, tetapi kamar-kamar itu semuanya tidak terurus. Ini wajar saja karena tidak ada yang mengelola tempat itu. Kondisi yang sama terjadi pada kelas itu.

Dia mendorong pintu hingga terbuka dengan lingkaran sihir yang sudah dikenalnya, dan pintu itu jatuh dari engsel dengan bunyi keras. Pintu itu akhirnya terlepas dari engselnya yang telah lapuk.

Gadis itu tidak peduli, melangkah melewati pintu dan memasuki ruangan—— di tengah ada satu set meja dan kursi, tempat dia duduk. Dia hanya perlu menunggu Z yang akan muncul secara tiba-tiba, dan memulai pelajaran. Gadis itu tidak berpikir akan ada masalah.

"Z terlambat hari ini ~."

Namun, tidak peduli berapa lama gadis itu menunggu, Z tidak muncul. Ini baru pertama kalinya. Merasa ada sesuatu yang salah, gadis itu mendekati podium yang selalu digunakan Z. Dia melihat pedang gelap yang tidak ada di sana sebelumnya, sesuatu seperti surat, dan sebuah batu rubi.

Dan seperti yang didugannya, itu benar-benar surat, ditujukan kepada gadis itu. Dia membacanya berkali-kali, lalu berlari keluar dari kuil dengan pedang hitam di tangannya.

"Z!"

Ketika dia menyadarinya, gadis itu memanggil nama Z dalam volume yang bahkan mengejutkan dirinya sendiri. Namun, Z tidak merespons, hanya menyisakan gema yang memudar di udara. Meski begitu, gadis itu terus memanggilnya sampai suaranya menjadi serak. Tapi Z tidak muncul.

"Z ... Z ... Z ..."

Ketika gadis itu berulang kali memanggil Z, sesuatu yang hangat keluar dari mata gadis itu. pandangannya menjadi kabur, dan gadis itu menyentuh sesuatu yang mengalir di pipinya. Dia dengan cepat mengetahui bahwa ketika manusia merasa sedih, mereka akan menangis.

Namun, gadis itu tidak mengerti mengapa dadanya sakit, seolah-olah ada sesuatu yang meremasnya. Rasa sakitnya berbeda dari apa yang dia rasakan selama latihan. Itu tidak disebutkan dalam buku-buku.

Setelah berapa lama.

Gadis itu menyeka air matanya dengan lengan bajunya dan menyadari sesuatu. Kabut hitam keluar dari pedang di tangan kirinya.

"Ini…"

Bentuknya mungkin berbeda, tetapi ini adalah sesuatu seperti sabit yang digunakan oleh Z.

Gadis itu memegang pedang hitam dengan erat di tangannya, dan melihat ke bawah dengan tenang. Dia meninggalkan kuil hari itu juga, tidak pernah kembali.


Catatan dan Referensi Penerjemah[edit]

  1. Z, diucapkan Zed, https://youtu.be/0JTATv3mW1U