Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi[edit]



Prolog: Pasukan Kedua yang Terisolasi[edit]

Kerajaan Farnesse, Teater Perang Tengah

Kerajaan berbagi perbatasannya dengan tiga negara di pusat benua Dubedirica, yaitu negara-negara kecil seperti Kerajaan Swaran dan Kepangeranan Stonia, juga Kekaisaran Arsbelt. Dan teater perang pusat adalah tempat di mana pertempuran paling intens dalam perang ini.

Dengan jatuhnya Benteng Kiel yang seharusnya tidak bisa ditembus dan hancurnya Pasukan Kelima, sekelompok tentara Kerajaan berjuang mati-matian dalam situasi yang suram ini—

“Yang Mulia, ada laporan darurat dari ibukota.”

Ketika dia mendengar ajudannya mengatakan itu, pria yang mengamati pertempuran melalui teleskopnya mendesah pelan. Dia tahu itu adalah berita buruk dari nada pahit ajudannya. Bagi lelaki ini, pesan darurat dari ibu kota hanyalah masalah.

“Bisa aku memilih untuk mengabaikannya?”

Pria itu bertanya dengan perasaan pasrah, dan ajudannya menjawab dengan bingung:

“T-Tentu saja anda tidak bisa! Apa yang anda— “

“Haaah. Oke, oke, jangan teriak.”

Pria itu kembali menyimpan teleskopnya di pinggangnya, dan menoleh ke orang yang berbicara dengannya—Kapten Liz Ploise yang berwajah tegas.

Dia memberi isyarat dengan dagunya untuk melanjutkan, dan Liz berkata dengan wajah melankolis:

“Menurut laporan, Pasukan Ketiga dan Keempat yang menjaga garis depan utara telah dihancurkan. Letnan Jenderal Ritz Smith dan Letnan Jenderal Linz Baltik gugur dalam berjuang untuk Kerajaan kita.”

Laporan Liz benar-benar tidak terduga, dan untuk sesaat, waktu sepertinya berhenti sejenak.

“… Apa tidak ada keraguan tentang keakuratan laporan ini?”

Hanya untuk memastikan, pria itu bertanya lagi. Liz menggelengkan kepalanya dengan tegas. Pada saat itu, kenangan-kenangan yang dia habiskan bersama kedua orang itu di Akademi Militer melintas di benaknya. Baginya, masa-masa itu adalah masa yang indah, dan tampak begitu jauh di masa lalu.

“Begitu ya. Ritz dan Linz sudah pergi, ya…”

Karena tidak bisa menyembunyikan kesedihan di dalam hatinya, pria itu mengabaikan perwira lain yang bersamanya, dan menyalakan sebatang rokok yang sudah kusut dan mulai merokok. Berduka dalam keheningan bukanlah gayanya, dia masih mengucapkan doa dalam hati untuk jiwa kedua rekannya.

Pria itu adalah Brad Enfield.

Komandan Pasukan Kedua, garis pertahanan terakhir di Teater Perang Pusat, dan yang menghentikan musuh untuk menyerang ibukota.

“Saya turut berduka, tapi masih ada laporan lain lagi.”

Liz berkata dengan enggan, dan Brad mengacak-acak rambutnya dan mendesak Liz untuk melanjutkan. Brad kesal, karena dia tahu itu pasti bukan kabar baik.

“Perintah dari ibukota, Letnan Jenderal Brad diperintahkan untuk mempertahankan Teater Perang Pusat, dan juga menghalau pasukan Kekaisaran dari utara.”

“… Maaf, apa kau bisa mengulanginya?”

Brad bertanya-tanya apakah pendengarannya memburuk karena usianya.

Dengan mengingat hal itu, Brad bertanya lagi, namun …

“Letnan Jenderal Brad diperintahkan untuk mempertahankan Teater Perang Pusat, dan juga menjaga pasukan Kekaisaran dari utara.”

Jawaban Liz persis sama dengan sebelumnya. Jadi telinganya sepertinya baik-baik saja.

Brad kemudian mendongak perlahan, dan langit begitu biru dan jernih, sehingga sama sekali tidak terdengar seperti lelucon. Beberapa burung abu-abu melayang di udara, mengolok-olok manusia bodoh di tanah yang berkutat dalam perang. Jika ini bukan medan perang, beristirahat di dataran ini pasti akan menyenangkan.

“… Haaah… nyebelin banget. Aku harusnya membereskan tasku dan kabur saja.”

“Yang Mulia!!”

Teriakan marah Liz membuat Brad menjauh. Brad kemudian menjelaskan alasannya:

“Yah, ini enggak mungkin, kan? Kita berjuang mati-matian untuk mempertahankan teater perang ini. Dan mereka ingin kita menghalau serangan dari utara juga? Kapten Liz, aku pikir kau mengerti betapa enggak masuk akalnya perintah dari atasan itu.”

“Ya-Yah …”

Liz menundukkan kepalannya, tidak bisa membantah Brad.

Begitu pasukan Kekaisaran yang menghancurkan Ritz dan Linz menuju ke selatan, Pasukan Kedua akan dikepung. Ketika itu terjadi, Brad akan bergabung dengan Ritz dan Linz di akhirat dengan segera. Bayangan mereka berdua yang menyambut Brad dengan wajah masam terlintas di benak Brad.

Dia tidak bercanda sekarang. Brad tidak punya niat untuk mati sia-sia, atau membiarkan Pasukan Kedua dihancurkan. Dia setengah serius, dan tidak peduli apa yang dipikirkan atasan.

(Cukup. Mari kita lihat di mana saja rute pelariannya…)

Ketika Brad menggambar rute di benaknya, dia menatap Liz.

“……”

Liz menatapnya, seolah-olah dia ingin mengatakan sesuatu.

“Jika ada lagi, bisakah kau mengatakan semuanya sekaligus?”

“Tolong jangan terlalu gegabah. Saya lupa menambahkan bahwa Pasukan Ketujuh mengalahkan Tentara Kekaisaran sebanyak 50.000 orang di Dataran Iris, dan berhasil merebut kembali Kastil Kasper.”

“Apa!? Benarkah!?”

Brad bertanya dengan kaget, dan Liz akhirnya tersenyum.

“Benar. Pasukan Ketujuh memenangkan kemenangan besar dan luar biasa.”

“Kemenangan besar…”

Sudah lama sejak Brad mendengar kabar baik. Dan ini bukan hanya memenangkan pertempuran, tetapi juga kemenangan besar. Yang pertama sejak Benteng Kiel jatuh.

Ketika Brad mendengar dari Liz bahwa mereka hanya menderita korban dalam satu digit ketika merebut kembali Kastil Kasper, dia tertawa dan mengangkat tinjunya dengan bersemangat:

“Haha! Paul memang hebat, si kakek tua itu. Untuk mencetak kemenangan luar biasa dalam situasi yang begitu sulit, enggak heran mereka memanggilnya dewa iblis. —Tunggu, kalau begitu…”

Brad berpikir sejenak dengan tangan di dagunya, lalu memerintahkan Liz untuk mengambil peta selatan Kerajaan dengan tergesa-gesa. Ketika Liz membawakannya, Brad dengan tidak sabar meletakkannya di atas meja.

“Jika kita membuat garis pertahanan di sini…”

Dalam diam Liz memperhatikan Brad ketika dia sedang menyibukkan diri di depan peta, tidak mengganggu Brad yang sedang berpikir. Baik-buruknya, dia mempertimbangkan banyak hal dengan serius—

“- Kayaknya bisa nih.”

Beberapa saat kemudian, Brad mengalihkan pandangannya dari peta, dan mengembuskan  asap rokok dengan puas.

“Yang Mulia, apa Anda memikirkan ide yang bagus? Kalau begitu, bisakah Anda membertahu saya?”

Liz menatapnya dan bertanya. Semua perwira lainnya menatap penuh harap ke arah Brad.

“- Hm? Yah … selain melarikan diri, satu-satunya pilihan lain adalah untuk Pasukan Ketujuh menghadapi Tentara Kekaisaran dari utara. Enggak ada jalan lain.”

Brad berkata dengan percaya diri. Sebagian besar perwira bingun oleh perkataan Brad, termasuk Liz yang bertanya dengan cemberut:

“Mengirim Pasukan Ketujuh untuk melawan Tentara Kekaisaran? Bukan Pasukan Keenam?”

“Pasukan Keenam? Itu enggak mungkin.”

Setelah menderita kekalahan yang parah dari Full Metal Knight di Teater Perang Selatan, Pasukan Keenam mengkonsolidasikan pasukan mereka dan sekarang menjaga Benteng Vegeta. Liz merasa malu ketika Brad mengingatkannya akan hal itu.

“Maaf, itu tak terpikirkan olehku.”

“Bahkan jika Pasaukan Keenam tersedia, aku enggak ingin meminta bantuan Letnan Jenderal Sara. Aku enggak pandai berurusan dengan orang-orang seperti Tuan Putri.”

Senyum samar Sara melintas di benak Brad.

“Mengesampingkan preferensi pribadi Yang Mulia, Pasukan Keenam tertahan sekarang. Tapi bukankah Pasukan Ketujuh juga terdesak di selatan? Dan sama seperti Pasukan Keenam juga.”

Liz masih membantah argument Brad, dan yakin akan hal itu. Semua perwira lain mengangguk setuju.

“Pasukan Ketujuh terdesak? Kenapa kau berpikir begitu?”

Brad tidak bisa mengerti mengapa bawahannya tidak bisa menerima pandangannya, dan menjawab dengan serius. Liz terperangah, dan wajahnya sepertinya berkata: “Kau bahkan tidak bisa mengetahuinya?”

“Anda serius bertanya kenapa? Kita merebut kembali Kastil Kasper, tetapi Benteng Kiel masih menjadi ancaman, jadi kita tidak bisa bergerak dengan ceroboh. ”

“Yang berarti?”

“Yang berarti Pasukan Ketujuh tidak bisa meninggalkan Kastil Kasper dengan mudah.”

Liz berkata ketika dia menunjukkan Kasper Castle dan Fort Kiel di peta, menambahkan analisisnya tentang mengapa Pasukan Ketujuh tidak bisa dikerahkan.

Setelah mendengarkannya, Brad tersenyum bangga.

“Salah. Kau salah, malah sebaliknya, Pasukan Ketujuh telah memutuskan rantai belenggu mereka.”

“Memutuskan rantai belenggu mereka? Apa maksudmu?”

Mata biru Liz dipenuhi dengan kebingungan.

“Ya memang begitu maksudku. Pentingnya Kastil Kasper terletak pada garis pertahanan yang kokoh yang dapat didirikan di sekitarnya.”

“Garis pertahanan yang kokoh …”

“Benar. Medan di sana rumit, dan jika kita memanfaatkannya dengan baik, kita bisa menahan pasukan besar dengan sejumlah kecil pasukan. Namun, itu hanya akan terjadi jika seorang komandan yang handal yang memimpin. Itu adalah syarat wajib.”

Perang tidak dapat dengan mudah dimenangkan oleh pasukan yang lebih sedikit hanya dengan menggunakan keunggulan medan. Tidak ada gunanya jika sang komandan tidak bisa memanfaatkan sepenuhnya keuntungan mereka. Ini pada dasarnya benar setiap kali kau berperang dengan musuh yang unggul dalam jumlah.

Setelah mendengarkan penjelasan Brad, Liz melihat ke peta dan bergumam sendiri, mendorong kacamatanya sesekali:

“- Aku paham. Sungai yang mengalir dari timur ke barat berfungsi sebagai parit alami, dan tebing di selatan sangat berbahaya. Jalurnya sempit dan tidak ideal untuk mengerahkan pasukan dalam jumlah besar. Ini posisi defensif yang bagus bagi kita. Tapi seperti yang Anda katakan, Yang Mulia, seorang komandan yang handal akan diperlukan.”

Liz mengangkat kepalanya dengan paham.

(Dia cepat menganalisa, lulusan terbaik dari Akademi Militer Kerajaan memang hebat. Dia akan sempurna jika dia lebih fleksibel…)

Brad berpikir ketika dia melihat Liz mengatakan semua itu semudah menjentikan jarinya.

“Jika aku ingat dengan benar, si botak Elman itu ada di Pasukan Ketujuh. Beri dia 10.000 orang, dan wilayah selatan akan aman dan terlindungi.”

“Aku setuju. Mayor Jenderal Elman dikenal karena kemampuan bertahannya, dan dapat mengusir Tentara Kekaisaran.”

“Betul. Jadi, kita enggak perlu terlalu memperhatikan Benteng Galia. Dengan kata lain-“

“Dengan kata lain, Pasukan Ketujuh akan bebas bergerak.”

Liz menyelesaikan kalimat Brad. Brad tersenyum canggung, dan mengangguk dengan lembut.

“Jadi begitulah.”

“Dimengerti, aku akan mengirim pesan penting ke ibukota.”

Ketika dia melihat Liz pergi dengan langkah cepat, Brad menggigit sebatang rokok lagi. Sejujurnya, dia berharap Pasukan Pertama dikerahkan dan segera membantu. Tapi dia tidak menyebutkan itu sebagai kemungkinan karena dia tahu Alphonse tidak akan memberikan izin untuk mengirim Pasukan Pertama. Setelah hancurnya Pasukan Kelima, Pasukan Ketiga dan Keempat juga dikalahkan. Kekaisaran sepenuhnya mampu menyerang ibukota sekarang.

Brad tidak menganggap Alphonse sebagai orang yang bijaksana dan cukup tegas untuk mengirim Pasukan Pertama ke garis depan.

(Meskipun aku yang mengatakannya, aku enggak ingin berutang budi pada Pasukan Ketujuh. Si Kakek tua Paul itu serem banget.)

Brad menghembuskan asap bersama dengan desahan, yang menghilang ke udara bersama dengan debu.



Bab 1: Cewek Yang Dikenal Sebagai Pahlawan Sekaligus Monster[edit]

[edit]

Kalender Lunar tahun 999.

Musim semi berakhir, dan kehangatan musim panas menyongsong. Biasanya, ini akan menjadi periode dimana kegiatan komersial mencapai puncaknya, akan tetapi–

“Pasukan Kerajaan di wilayah utara telah dihancurkan.”

“Ehh? Bukankah ibukota dalam bahaya?”

“Pasukan Pertama yang dipimpin Ever Victorious General, Tuan Cornelius ada disini, jadi ibukota akan aman. Namun….”

“Tak ada yang tau akan jadi seperti apa situasinya. Jika skenario terburuk terjadi, mereka mungkin mengabaikan kita dan melarikan diri.”

Berita tentang kehancuran Pasukan Ketiga dan Keempat sangat membebani hati warga ibukota. Kedua pasukan itu belum lama ini menang dalam Pertempuran Berkerley, dan bahkan siap untuk menyerang Kekaisaran juga, jadi perubahan situasi yang tiba-tiba ini semakin mengecewakan. Dan tentu saja, ini artinya wilayah utara Kerajaan telah jatuh ke tangan Kekaisaran.

Para pedagang berkesimpulan bahwa nasib Kerajaan sudah diujung tanduk, dan bergegas membawa keluarga mereka ke Perserikatan Sutherland di bagian selatan benua. Hal ini akan memberatkan masalah persediaan makanan. Kehilangan para pedagang akan menyebabkan stagnasi persediaan.

Fizz adalah ibukota Kerajaan, dan memiliki banyak makanan yang disimpan didalam gudang. Dan dengan ditempatkannya Pasukan Pertama disini, tak ada kegaduhan, tak seperti kota-kota lain.

Tapi sudah jelas bahwa situasinya hanya akan memburuk seiring berjalannya waktu.

Ibukota Kerajaan Fizz, Istana Leticia, Aula Pertemuan

Saat berita tentang Pasukan Ketujuh mendapatkan kembali Kastil Kaspar tiba, Raja Farnesse, Alphonse Sem Garmund, sedang makan. Meskipun begitu, dia tetap menggerakkan tangannya dengan gembira. Itu bukan hanya kegembiraan dari memenangkan pertempuran setelah sekian lama, dia juga melihat harapan untuk mengambil kembali Benteng Kiel.

Akan tetapi, situasinya berubah drastis hanya dalam dua bulan.

Saat dia menerima berita tentang kehancuran Pasukan Ketiga dan Keempat, Alphonse jatuh dalam keputusasaan. Merebut kembali Benteng Kiel bisa dilakukan dengan gabungan Pasukan Ketiga dan Keempat, dan dia tau bahwa menyerang Benteng Kiel dengan Pasukan Pertama merupakan tindakan bodoh.

Berita buruk terus berdatangan.

<Lloyds Merchants> yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Farnesse selama beberapa generasi telah menghilang. Saat dia mendengar laporan ini, Alphonse seolah mendengar pijakannya retak. Ini artinya masa depan Kerajaan Farnesse telah sepenuhnya hancur–

Seolah menggambarkan masa depan Kerajaan, Aula Pertemuan berwarna merah oleh cahaya mentari senja. Para penjaga yang selalu berdiri disamping pintu tak lagi terlihat.

(Perang ini telah berlangsung selama empat tahun… Dibandingkan dengan masa lampau, ini jauh lebih tenang.)

Cornelius yang berada disini untuk menghadap Alphonse menengadah menatap ruang kosong, dan tersenyum canggung.

Tak ada tanda-tanda pengunjung sering datang menghadap, dan pintu bergambar singa itu sudah tak lagi sering terbuka dan tertutup seperti dulu. Tempat ini tetap bersih, namun, dekorasi yang menghiasi Aula Pertemuan ini pun tampak sunyi-senyap.

Cornelius merasa sentimental saat dia mendengar suara langkah kaki samar. Suara itu berasal dari dalam aula, dan bahkan ada tanda buru-buru dalam kecepatannya. Sebuah suara yang akrab ditelinga Cornelius.

(Yah, akhirnya dia datang….)

Cornelius berlutut dan memberi hormat didepan rajanya. Segera setelah itu, pintunya terbuka dan Alphonse masuk bersama beberapa pengawal. Setelah melirik Cornelius, Alphonse duduk di singgasana seolah dia terjatuh.

“Kakek. Apa… Apa yang harus kulakukan? Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang… Bukan, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sejak awal….”

Alphonse menghela nafas dalam-dalam, dan berkata depresi. Kata-katanya tak mengandung martabat, dan wajahnya sepucat abu. Menurut para abdi, Alphonse tak punya nafsu makan, dan sangat kurus sekarang.

Sikap lemah seperti itu tak sesuai untuk Raja Farness, dan dia terlihat seperti seorang Raja hanya karena pakaiannya yang mewah dan mahkota perak.

Cornelius merasa sesak karena pemandangan ini, dan menyarankan:

“Paduka, harap jangan menyalahkan diri anda sendiri. Kami telah mengusir Pasukan Kekaisaran di wilayah selatan, dan hanya masalah waktu saja sebelum kita memulihkan wilayah utara. Maafkan kelancangan saya, tapi Pasukan Pertama dengan senang hati akan menerima tugas ini.”

Dalam menanggapi ucapan penuh harap dari Cornelius, Alphonse menjawab dengan tegas:

“T-Tidak diijinkan! Pasukan Pertama harus menjaga ibukota dan wilayah pusat!”

Tanggapan gelisah dari Alphonse membuat Cornelius mengangkat bahu dan mendesah.

Wilayah pusat adalah Ibukota Fizz dan kota-kota sekitarnya yang makmur karena komerisial. Aktivitas orang-orang berbanding terbalik dengan area-area utara dan selatan, dan merupakan pusat finansial. Kerajaan telah jatuh pada saat-saat susah dalam beberapa tahun belakang, tapi tetap menjadi tulang punggung yang mendukung seluruh Kerajaan.

Kecerdasan militer Alphonse sedang-sedang saja, tapi dia memiliki keunggulan dalam hal ekonomi. Dia menolak rencana untuk merebut kembali Kastil Kaspar dimasa lalu, tapi komplikasi dari masalah ini berada dalam tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu Cornelius tak bersikeras mengerahkan Pasukan Pertama.

“Jika demikian apa kita akan bergerak dengan susunan perintah saat ini, dan membiarkan Pasukan Kedua yang berada di Zona Perang Tengah bertempur sendiri? Saat Pasukan Kekaisaran yang berada di utara bergerak ke selatan, Pasukan Kedua akan terkepung dan dihancurkan.”

“Itu benar….! Aku tau itu sulit, tapi tak ada jalan lain….”

Alphonse berkata seraya dia memegang kepalanya dalam kepasrahan. Cornelius tak bisa berkata apa-apa saat dia melihat itu. Dia menyaksikan Alphonse tumbuh, dan tak pernah melihat Alphonse bertindak begitu putus asa sebelumnya. Disaat yang sama, dia merasa lega bahwa Alphonse memahami seberapa terjepitnya Pasukan Kedua.

“Paduka, Pasukan Kedua telah memintanya Pasukan Ketujuh untuk menghadapi pasukan Kekaisaran di utara. Bolehkah saya meminta ijin anda untuk menyetujui permintaan ini?”

Terkejut dengan apa yang dikatakan Cornelius, Alphonse mengangkat kepalanya dan mengusap alisnya.

“Pasukan Ketujuh….? Bukankah mereka harus mempertahankan Kastil Kaspar dan Benteng Galia?”

“Anda tak perlu khawatir soal itu. Kami sudah membangun pertahanan yang kokoh disekitar Kastil Kaspar, jadi Pasukan Ketujuh bebas bergetak.”

“…..Kau tidak bohong padaku, kan?”

Alphonse menatap Cornelius dengan mata curiga. Untuk menghilangkan kecurigaannya, Cornelius menatap balik dia.

“Saya tak akan berani membohongi anda, Paduka.”

Alphonse bertanya apa yang akan mereka lakukan jika Benteng Kiel mengirim pasukan besar untuk menyerang. Dia takut benteng yang telah berhasil direbut setelah usaha yang keras, kembali jatuh ke tangan musuh. Itu mungkin terdengar pesimis bagi seorang penguasa, tapi sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas militer, dia punya tanggung jawab mempertimbangkan kemungkinan itu.

“Kastil Kaspar akan dijaga oleh Jenderal pertahanan terbaik di Pasukan Ketujuh. Kita memiliki keuntungan dalam medannya, dan akan aman meski Kekaisaran menyerang dengan jumlah yang besar.”

Melihat Cornelius menjawab begitu tegas, Alphonse memejamkan matanya dan mulai berpikir. Lima menit berlalu, sepuluh menit, mungkin lebih lama lagi.

Cornelius menunggu dengan tenang. Akhirnya, Alphonse membuka matanya dan menghela nafas berat.

“–Baiklah kalau begitu, aku percaya padamu. Kirim Pasukan Ketujuh ke utara sebagai bala bantuan. Tapi sebagai gantinya, Pasukan Pertama harus fokus pada mempertahankan area pusat disekitar Ibukota Kerajaan mulai dari sekarang. Bagaimana?”

“Baik Paduka! Terimakasih sudah menerima usulan saya!”

“Aku tak mau kau mengancam dengan pengunduran diri lagi.”

Setelah mengatakan itu sambil bergurau, Alphonse meninggalkan Aula Pertemuan. Saat suara langkah kakinya semakin menjauh, Aula Pertemuan sekali lagi menjadi sunyi.

Cornelius yang ditinggalkan, perlahan berdiri dan menghela nafas berat.

(Untuk sekarang ini, hanya ini yang bisa kulakukan. Sisanya bergantung pada Pasukan Ketujuh dan Paul…)

[edit]

Pasukan Kerajaan, Ruang Rapat Benteng Galia

Paul yang dipromosikan menjadi Jenderal karena memenangkan Pertempuran Dataran Iris mengumpulkan para perwira kunci bawahannya untuk mengadakan rapat perang. Alphonse mengeluarkan titah, memerintahkan Pasukan Ketujuh untuk menghadapi Pasukan Kekaisaran yang telah menghancurkan Pasukan Ketiga dan keempat di utara.

Mayor Olivia yang dipromosikan tiga pangkat berada diantara para perwira yang berkumpul, bersama Lettu Claudia yang dipromisikan dua tingkat, dan seorang pemuda yang tak bisa tenang. Dia diakui karena keberhasilan dari rencananya untuk merebut Kastil Kaspar, dan dengan cepat naik pangkat dari Prada menjadi Aiptu.

“–Seperti yang sudah kalian dengar, kita akan menghadapi pasukan Kekaisaran di utara atas titah raja.”

Begitu pula dengan Otto dipromosikan menjadi Brigjen. Semua perwira mengangguk tegang saat mereka mendengar itu. Kecuali Olivia yang menatap langit-langit dengan ekspresi kebosanan, dan menopang pipinya dengan telapak tangannya.

Otto menekan desakan tangannya yang gemetar, dan menjelaskan situasinya. Para perwira memiliki pandangan dan opini yang sama, satu orang mengangkat tangannya. Dia adalah Mayjen Hosmund Chrysler yang mengkomando sayap kanan saat Pertempuran Iris.

“Karena Pasukan Kedua berada dalam bahaya, maka kita harus bergegas. Aku bersedia memimpin 3.000 pasukan sebagai kelompok pertama, dan juga menggunakan kesempatan ini untuk memantau situasinya.”

Saat Hosmund berkata begitu, utamanya ada dua reaksi, ada yang setuju dan mengangguk, dan ada yang memasang ekspresi setengah hati. Reaksi yang pertama sangat jelas bagi Otto, tapi orang-orang dalam kelompok reaksi kedua sepertinya sudah memahami kesungguhan Hosmund untuk mendapatkan prestasi perang.

Dan itulah yang sebenarnya, Hosmund sangat cemas. Dia nggak mendapatkan hasil yang bagus dalam Pertempuran Iris, dan ingin menutupinya saat penyerbuan Kastil Kaspar. Namun Olivia sudah menguasainya bahkan sebelum dia sampai di tempat itu.

Elman yang seorang rakyat jelata dipromosikan menjadi Letjen membuat dia semakin cemas.

“Jenderal, bagaimana menurutmu soal usulan Mayjen Hosmund?”

Dia menyerahkan keputusannya pada Paul, tapi Otto punya reservasi sendiri soal ini. Mata-mata akan lebih dari cukup untuk pengintaian. Dia bisa memahami bahwa Hosmund ingin memperoleh pencapaian perang, tapi misi mereka adalah untuk melenyapkan musuh yang mungkin bergerak menuju wilayah pusat. Dan tentu saja, mereka harus mempertimbangkan rencana-rencana untuk memulihkan zona utara juga.

Bagi Otto, 3.000 prajurit bukanlah jumlah yang kecil, dan dia ingin menghindari resiko sebanyak mungkin.

“Mayjen Hosmund, jika kita ingin melakukan pengintaian, tak bisakah kita hanya mengirim mata-mata? Dari yang kulihat, tak ada pentingnya menyebarkan pasukan kita.”

Paul juga merasa demikian, dan Hosmund berdiri dengan geram dan membantah keras-keras:

“Tuan Paul, bahkan saat kita berdebat disini, ada peluang bahwa Pasukan Kekaisaran sudah bergerak ke selatan. Menurutku, musuh terbesar kita saat ini adalah waktu. Jika kita bergerak terlalu lambat, kita mungkin akan kehilangan Pasukan Kedua juga. Kita tak perlu mengirim mata-mata dan menunggu dengan santai datangnya informasi!”

“Hmm…. Ada benarnya juga.”

Saat Paul berkata begitu, kebanyakan perwira mengangguk setuju. Selain Olivia yang berkata dengan keras: “Nambah teh satu cangkir lagi!” serta Claudia dan Ashton yang ada disamping Olivia yang menundukkan kepala mereka karena malu.

Otto berdeham, dan menanyai Olivia:

“Mayor Olivia, apa pendapatmu soal ini?”

“Aku–? Aku akan memikirkannya saat aku bertemu musuh.”

Seraya dia berkata begitu, Olivia menambahkan gula mahal pada tehnya tanpa menahan diri, dan mulai meminumnya. Otto tak bisa berkata apa-apa soal sikap Olivia, dan menatap Ashton yang ada disamping kanannya.

“Bagaimana denganmu, Aiptu Ashton?”

“S-Siap ndan! M-Menurutku, tak ada perlunya mengirim kelompok pendahulu!”

Tepat setelah mengatakan itu, Wajah Ashton mulai berkedut. Semua perwira menatap dia terkejut, karena jelas-jelas dia sudah salah bicara.

(Wajar sih bagi mereka bereaksi seperti itu, tapi kita sedang mendiskusikan apakah harus mengirim mata-mata, atau Mayjen Hosmund memimpin kelompok pendahulu secara pribadi. Kedua pilihan itu sama-sama mengirim orang. Gak masuk akal membantah perlunya melakukan pengintaian.)

Pikir Otto, dan Hosmund menanyai Ashton secara tak sabaran:

“Aku sudah mendengar kinerjamu yang luar biasa saat penyerangan Kastil Kaspar. Itu sangat mengagumkan dan melampaui aku. Oleh karena itu, aku sangat tertarik pada alasan kenapa kau tak setuju usulanku. Aku masih harus banyak belajar, dan kuharap kau bisa memberiku pencerahan.”

Ruang Rapat menjadi tegang, dan orang yang menyebabkan suasana ini menatap Otto meminta bantuan. Otto memberi isyarat dengan bibirnya agar Ashton melanjutkan, karena dia tertarik pada pendapat si pemuda ini yang sekilas tampak tak bisa diandalkan.

Ashton menegapkan bahunya, dan menyampaikan pendapatnya dengan ekspresi kerepotan–

– Keesokan hari setelah Rapat Perang di Benteng Galia.

Mayjen Hosmund memimpin sebuah Resimen Kavaleri sebanyak 3.000 orang dan berangkat ke kota terbesar di  utara kerajaan, Kota Benteng Emreed. Rapat perangnya diputuskan bahwa jika Pasukan Kekaisaran bergerak ke selatan, mereka pasti akan merebut Emreed. Singkatnya, pendapat Ashton ditolak, dan usulan Hormund diterima. Diatas itu, Resimen Kavaleri milik Olivia akan diberangkatkan seminggu setelah itu sebagai gelombang kedua, sedangkan pasukan utama akan bergerak dua minggu kemudian.

Saat Benteng Galia sibuk mempersiapkan perang, Claudia yang sedang berjalan di lorong sambil membawa dokumen melihat Olivia keluar dari ruang arsip.

(Hmm? Kenapa Mayor pergi ke ruang arsip? Disana nggak ada buku yang dia sukai….)

Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Claudia memanggil dia dari belakang, dan Olivia berbalik dengan lesu.

“Oh, Claudia.”

“Kau nggak kelihatan sehat, apa kau merasa kurang enak badan?”

Biasanya, Olivia sangat riang, tapi sekarang dia tampak depresi.

“Enggak. Aku baik-baik aja. Aku mau ke aula mess.”

“Ada apa?”

Olivia merasa depresi terhadap sesuatu selain makanan merupakan hal yang langka.

“Yah, aku nggak bisa mendapatkan petunjuk…”

Olivia tersenyum lesu. Ngomong-ngomong, Claudia dari tadi nggak melihat Olivia. Dia pikir Olivia pergi ke mess, tapi ternyata dia mencari sesuatu.

“Bisa aku bantu?”

Dia nggak tau apa yang dicari Olivia, tapi dua orang akan lebih baik daripada satu orang. Olivia menepuk pundak Claudia, dan berkata:

“Oke, lain kali aku akan mengandalkanmu. Ayo makan sesuatu dulu.”

Meski dia bilang begitu, Claudia punya perasaan dirinya ditolak.

(Karena dia nggak merasa gak enak badan, maka nggak masalah. Aku mungkin Perwira Eksekutifnya, tapi aku gak boleh terlalu mengganggu masalah privasinya.)

Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Claudia menuju ke mess bersama Olivia.

Di mess, mereka berdua melihat Ashton duduk sendiri di pojokan. Dia meminum sup dengan ekspresi suram.

(Ngomong-ngomong, aku harus menanyai dia tentang apa yang dia katakan kemarin.)

Claudia segera mengambil roti dan semangkok sup dari pelayan, dan duduk berhadapan dengan Ashton.

“Hei, kenapa kau mengatakan semua itu kemarin? Bukankah itu terlalu aneh? Aku sangat terkejut.”

Saat Claudia berkata begitu pada dia, tangan kanan Ashton yang memegang sendok menjadi kaku, dan dia mengangkat kepalanya takut-takut. Dia terlihat seperti anak kecil yang ketahuan saat ngerjain orang, dan sangat menyesal.

“Aku betul-betul berpikir begitu saat itu. Yah, memang benar itu terdengar cukup aneh….”

“Halb halb edicius nietspe?”

Olivia yang duduk disamping Claudia memasukkan roti kedalam mulutnya dan mendukung pendapat Ashton.

“Mayor, tolong telan dulu makanannya sebelum kau berbicara. Ini tak sedap dipandang.”

Claudia menasehati Olivia pelan-pelan. Olivia mengangguk patuh, dan ekspresi Ashton melunak setelah melihat interaksi akrab mereka yang seperti kakak-adik.

Pemandangan dari si pirang Claudia dan Olivia yang berambut perak mengingatkan Ashton pada singa emas dan perak pada lambang Kerajaan. Lalu mangkok diantara mereka adalah cawan pada lambang negara tersebut. Pikiran Ashton mulai berkeliaran.

“Kupikir itu tidaklah mustahil. Seperti yang dikatakan Ashton, bukankah itu bukan cuma sekedar kebetulan belaka? Baru dua bulan kita menguasai Kastil Kaspar, dan Pasukan Ketiga serta Keempat dihancurkan. Nggak salah kalau menganggap itu sebagai ejekan terhadap Pasukan Ketujuh.”

Olivia sependapat dengan Ashton lagi. Kenapa dia nggak menyampaikannya saat rapat perang? Pikir Claudia, dan kemudian teringat bahwa Olivia sedang terpesona oleh teh hitam miliknya saat itu, yang mana hal itu menjawab pertanyaannya sendiri.

“Akan tetapi, ini tetaplah sulit diterima logika. Kenapa pasukan Kekaisaran di utara ingin memancing Pasukan Ketujuh kesana?”

–Apa yang dikatakan Ashton adalah sebagai berikut:

『Menurutku, pasukan kekaisaran yang dikerahkan di utara sedang menunggu Pasukan Ketujuh, jadi kita tak perlu buru-buru.』

Saat dia berkata begitu, kebanyakan perwira mengarahkan tatapan simpatik padanya. Paul dan Otto tetap diam, tapi masih menunjukkan wajah kerepotan saat perwira lain memperhatikan. Adapun untuk Hosmund, dia berkata:『Seperti yang diharapkan dari ahli strategi Mayor Olivia, pemikiranmu sungguh unik.』, dan menampilkan senyum meremehkan.

Dia juga mengarahkan senyum itu pada Olivia, jadi Claudia sangat geram.

Akan tetapi, dia gak bisa membantah seorang jenderal, dan cuma bisa memaki Hosmund dalam hatinya saja. Pangkat adalah segalanya disini. Di dunia ini, apa yang dikatakan atasanmu itulah peraturannya.

Tapi kesampingkan itu, ucapan Ashton memang aneh. Claudia menganggap dirinya sendiri sebagai pendukung Ashton, tapi dia gak menemukan alasan dan keberanian untuk membela Ashton.

(Tapi Mayor memahami apa yang dikatakan Ashton. Apa aku yang gak bisa mengukur kemampuan Ashton sebagai seorang ahli strategi?)

Dengan itu dalam benaknya, Claudia menatap Ashton.

“Y-Yah, sebenarnya, aku berkata begitu tanpa berpikir. Dan pendapatku ditolak, jadi gak aku masukkan hati.”

Ashton berkata seolah masalah itu nggak mengganggu dia, dan mulai menegak supnya untuk menghindari tatapan Claudia. Dia harus didisiplinkan.

“Bego! Kalau begitu gak perlu dikatakan!”

“B-Biarpun kau bilang begitu, tapi iblis itu–Brigjen Otto tiba-tiba menunjukku, dan aku sangat gugup….”

Ashton mengaruk bagian belakang kepalanya malu-malu, dan Claudia mendesah menanggapinya. Dia masih baru naik pangkat, jadi bisa dimengerti kalau dia merasa gelisah, tapi itu bukanlah alasan kenapa dia gak bisa melepaskan pola pikir seorang infanteri.

“Beneran deh… Sudah sewajarnya para petinggi meminta pendapatmu dalam kesempatan semacam itu. Dan kau adalah ahli strategi Mayor. Ashton, sikapmu harus lebih tegas.”

“Haha, Ashton diomeli.”

Olivia menatap Ashton dengan riang.

“Kau…..!? Haaah, aku minta maaf.”

Ashton menjatuhkan pundaknya depresi. Untuk menghibur dia, Olivia dengan lembut mengusap punggungnya dan berkata: “Sudah gak usah terlalu di pikirin.” Olivia terlihat seperti seorang kakak perempuan menghibur adiknya, meskipun Ashton empat tahun lebih tua dari Olivia.

Claudia tersenyum masam dalam hatinya pada mereka, dan berkata pada Olivia:

“Kau juga, Mayor, sekarang bukan waktunya untuk menertawai orang lain. Harap pilih nama keluargamu hari ini, kau tak bisa mengulurnya lebih lama lagi.”

Dia butuh waktu empat jam untuk menangkap Olivia kemarin, dan lusa dua jam. Saat Olivia melihat Claudia yang tersenyum semakin mendekat, dia memprotes pelan:

“Nama keluarga nggak diperlukan. Lagian aku nggak mau jadi seorang bangsawan. Dan aku sudah punya nama yang indah Olivia.”

“Gak boleh. Karena Mayor sudah ditunjuk secara resmi sebagai Ksatria Kerajaan, maka kau butuh nama keluarga. Brigjen Otto juga mendesakmu untuk segera memutuskannya.”

Gelar kebangsawanan di Kerajaan Farnesse itu turun-temurun. Keturunan bangsawan tetaplah bangsawan, sedangkan rakyat jelata akan selalu jadi rakyat jelata. Akan tetapi, ada pengecualian. Contohnya. Seorang bangsawan memperistri rakyat jelata, maka si istri akan menjadi seorang bansawan. Banyak pedagang kaya menikahi putri mereka untuk menjadi bangsawan untuk mendapatkan segala macam keuntungan, seraya para bangsawan akan mengikutsertakan keluarga para pedagang dalam nama keluarga mereka untuk mengamankan aset dan kekayaan.

Ada pengecualian lain. Orang-orang yang mendapatkan pangkat tinggi, dan dianugerahi gelar Ksatria. Ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh pendiri Kerajaan Farnesse, Julius Zu Farnesse, dan begitulah Olivia mendapatkan gelar kebangsawanannya.

Saat Claudia  mengatakan itu semua, Olivia menutup telinganya. Dia bahkan menekankan kepalanya pada meja. Claudia tak bisa berkata apa-apa, dan Ashton dengan lembut menepuk pundak Olivia:

“Olivia, kau harus segera memutuskannya. Si ibl– Brigjen Otto bisa jadi betul-betul menakutkan.”

Ashton gemetaran saat dia bilang begitu, seraya kata-kata ini bergaung dalam dirinya. Olivia perlahan mengangkat kepalanya dan dengan enggan menyetujuinya. Ashton lalu meminumnya supnya dan berkata:

“–Aku mau balik kerja lagi.”

Ashton yang matanya seperti tak memancarkan kehidupan kembali ke ruangan Otto. Setelah melihat dia pergi, mereka berdua menuju ke kamar Claudia.

“Oh~ kamarnya Claudia begitu rapi, nggak kayak kamarku.”

Olivia mengamati ruangan itu penuh ketertarikan. Sebuah ranjang, meja dan rak buku, tanpa dekorasi apapun. Claudia menganggap kamarnya Olivia berantakan, tapi gak berani mengatakannya.

“Sudah sewajarnya kan karena aku hanya menggunakan kamar ini untuk beristirahat.”

Dengan itu, Claudia mengambil sebuah buku tebal dari rak buku. Buku itu memiliki catatan dari semua klan bangsawan yang terputus karena segala macam alasan. Dia mendesak Olivia untuk duduk di kasur, dan membuka-buka halamannya setelah duduk disamping Olivia.

“–Tunggu, Mayor! Apa yang kau lakukan!?”

“Habis makan aku mau tidur.”

Claudia menyeret Olivia keluar dari selimutnya, dan menyodorkan buku kedepannya. Kalau Olivia nggak segera memutuskan sebuah nama keluarga, Otto akan mulai menggebrak-gebrak meja lagi.

“Sudah cukup, cepat pilih.”

“Duh Claudia, kau maksa amat sih.”

Olivia menggerutu saat dia mengambil buku itu, dan membolak-balik halamannya tanpa ketertarikan. Bahkan gak sampai satu menit berlalu dia sudah mulai rewel lagi, dan menanyai Claudia:

“….Hei, main kartu yuk–”

“Nggak.”

“Gimana kalau petak umpet–”

“Ditolak.”

“….Claudia sungguh kepala batu.”

Olivia berkata dengan wajah serius.

“Harusnya aku yang bilang begitu!”

Claudia berteriak marah, lalu, Olivia berhenti membolak-balik halaman secara sembarang.

“Lambang ini….”

“Hmm? Yang mana?”

Sesuatu akhirnya menarik perhatian Olivia, jadi Claudia menatap halaman itu. Apa yang dia lihat adalah sebuah tengkorak dikelilingi oleh mawar merah. Pada kening tengkorak itu terdapat rubi berbentuk berlian, dengan dua sabit hitam bersilangan dibelakang tengkorak tersebut.

(Sebuah lambang yang sungguh tak menyenangkan.)

Pikir Claudia. Dia memeriksa tahun klan itu terputus, dan melihat itu Kalender Lunar Tahun 840. Sebuah klan yang sudah mati lebih dari 150 tahun lalu, tapi alasannya tidak tercatat.

“Klan Valedstorm, huh… Aneh sekali, alasan terputusnya seharusnya tercatat, tapi gak ada yang tertulis disini….”

Disamping Claudia yang memiringkan kepalanya kebingungan, Olivia menatap lambang pada buku itu dengan ekspresi yang sangat serius. Ekpresi riangnya yang biasanya telah lenyap sepenuhnya. Claudia ingin mengamati pemandangan yang langka itu lebih lama lagi, tapi Olivia perlahan mengangkat kepalanya.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 8.png

“–Sudah kuputuskan. Ini akan jadi nama keluargaku.”

“Ehhh!? Aku tau ini mendesak, tapi kau jangan ceroboh begitu. Masih ada banyak klan lain juga.”

Dari semua lambang yang ada, kenapa dia memilih yang ini? Claudia mengambil buku tersebut dari dia, membuka halaman lain dan berkata:

“Bagaimana menurutmu dengan yang ini? Ini sesuai dengan warna rambutmu, kurasa ini cocok untukmu.”

Ini agak memaksa, tapi Claudia tetap menunjuk sebuah lambang bergambar bulan perak dihiasi bunga Salsasou. Tapi bahkan Olivia nggak melihatnya.

“Nggak perlu. Mulai sekarang, aku Olivia Valedstorm.”

“Tapi… Aku paham, dimengerti.”

Claudia bisa melihat tekad Olivia dari matanya, dan dia menyerah.

“Ngomong-ngomong, apa bisa menemukan alasan kenapa klan ini terputus?”

“Alasannya, ya….”

Claudia menyentuh buku itu saat dia memikirkan pertanyaan Olivia. Keluarga aristokrat ini sudah tiada lebih dari 150 tahun, jadi gak akan mudah menyelidikinya. Seraya memikirkan itu, Claudia mengangkat wajahnya dan melihat Olivia sangat serius.

“Yah…. Kurasa kita bisa menemukannya kalau kita mengunjungi Perpustakaan Kerajaan di ibukota.”

“Perpustakaan Kerajaan?”

Olivia memiringkan kepalanya.

“Kau tidak tau? Tempat itu memiliki catatan dari seluruh sejarah kerajaan. Kerajaan Farnesse merupakan negara dengan sejarah terpanjang di seluruh benua Dubedirica. Itu tidaklah berlebihan untuk menyebut negara ini sebagai sejarah itu sendiri. Kita harusnya bisa menemukan seuatu kalau kita kesana.”

“Tempat yang menyimpan semua sejarah….”

Olivia bergumam dengan wajah yang lebih kaku daripada yang biasanya. Ini membuat wajah halusnya tampak semakin gak wajar.

“Mayor?”

“……”

“Mayor!”

“Ah, maaf.”

Olivia akhirnya kembali sadar, dan memaksakan tersenyum.

“Ada apa?”

“Nggak ada, abaikan saja. Ngomong-ngomong, Ajudan Otto ingin aku segera memutuskan sebuah nama, kan?”

“Ehh? Iya, itu benar…”

“Kalau begitu kau harus segera memberitahu dia, Claudia.”

“Ehh? Tunggu, jangan dorong aku! Aku akan pergi, aku akan pergi!”

Olivia mendorong Claudia dengan kekuatan manusia supernya, dan Claudia dengan enggan meninggalkan kamar. Saat Claudia berbalik, pintunya sudah dikunci. Gak ada jalan kembali sekarang.

(Tapi itu kan kamarku… Ada apa sih dengan Mayor?)

Dia kebingungan karena perubahan yang tiba-tiba ini, tapi Claudia tetap menuju ke kantor Otto–

Olivia mendengarkan langkah kaki Claudia yang semakin menjauh saat dia mengambil buku yang jatuh di kasur. Lalu dia mengeluarkan sebuah permata besar.

Itu adalah permata merah yang ditinggalkan untuk dirinya bersama dengan pedang hitam itu. Dia membuka halaman yang berisikan lambang klan Valedstorm lagi, dan membandingkannya dengan permata miliknya.

(….Sudah kuduga, bentuk dan warnanya sama persis.)

Dengan itu, Olivia menatap dua sabit dibelakang tengkorak tersebut. Sudut bibirnya perlahan naik, sebelum dia tertawa keras penuh kegembiraan.

“Ahahaha! Akhirnya aku menemukan sebuah petunjuk soal Z! Tunggu aku, Z!”

[edit]

Olivia Valedstorm, yang dikenal di masa depan sebagai Dark Hero, dikatakan memulai debutnya di benua Dubedirica pada Tahun 999 Kalender Lunar.

Kisah dari Pahlawan Dubedirica dimulai saat perang, dan menggambarkan sepak terjang dari cewek berambut perak bernama Olivia yang memegang sebilah pedang hitam. Itu begitu populer hingga sebuah buku bergambar untuk anak-anak juga diterbitkan. Tapi tak seperti kisah-kisah lain tentang pahlawan, ada satu bagian yang sangat berbeda.

Dibandingkan dengan kisah lain dimana ceritanya dimulai dari masa kecil si protagonis, Kisah Pahlawan Dubedirica dimulai dengan sepak terjang Olivia sebagai seorang cewek berusia 15 tahun dalam Pasukan Kerajaan. Dengan kata lain, tak ada catatan sebelumnya. Buku bergambar memang menyebutkan masa kecilnya, tapi itu hanyalah karangan yang dibuat oleh penulis untuk target penikmatnya yang merupakan anak-anak.

Asal-usulnya dikelilingi misteri, tapi misteri terbesarnya adalah tentang dia yang dibesarkan oleh seorang Dewa Kematian. Dewa Kematian selalu dianggap sebagai eksistensi fiktif, dan kebanyakan orang akan menertawakan sugesti bahwa Dewa Kematian memang ada. Meski Dewa Kematian memang ada, kenapa Dewa Kematian itu membesarkan Olivia? Tak seorangpun bisa menjawab pertanyaan ini.

Akan tetapi, kisah tentang Dewa Kematian yang dikatakan oleh Olivia terdengar benar-benar meyakinkan. Hal itu lah yang membingungkan banyak peneliti. Kebanyakan cendekiawan menganggap Dewa Kematian itu merupakan sebuah ungkapan yang diperhalus untuk orang yang membesarkan Olivia, tapi ada sebagian orang yang benar-benar percaya bahwa Dewa Kematian memang ada.

Mereka melandaskan ini pada sebuah surat yang ditemukan beberapa tahun belakangan ini. Lebih akuratnya, itu memang sebuah surat. Surat itu ditemukan diantara buku-buku yang dipercayai milik Olivia, dan secara tak sengaja ditemukan oleh seorang administrator. Itu mungkin sebuah surat untuk Olivia yang ditulis oleh sang Dewa Kematian, tapi ada banyak hal yang masih dipertanyakan.

Salah satu alasan ini dianggap sebagai surat dari Dewa Kematian adalah karena isi kata-kata dalam surat itu. Diseluruh sejarah benua, mereka tak menemukan bahasa yang sama dengan surat itu. Dan yang mendukung bukti ini, Olivia terkadang berbicara menggunakan bahasa yang tak bisa dipahami. Para cendekiawan memperdebatkan soal ini.

Bahkan sekarang, masih belum ada kesimpulan atas argumen ini.

Olivia Valedstorm selalu diselimuti misteri, itulah salah satu alasan kenapa orang-orang tertarik pada dia.

Pasukan Kekaisaran, Kantor Komandan Kastil Windsam

Kastil Windsam saat ini merupakan markas dari salah satu tiga jenderal Kekaisaran, Rosenmarie, komandan Crimson Knight. Dinding putih yang indah yang dibangun di bukit masih polos dan tak ternoda oleh api peperangan. Sangat jelas bahwa Kastil Windsam dikuasai tanpa pertempuran.

Setelah para penguasa wilayah yang memerintah wilayah disekitar Kastil Windsam menyerahkan benteng itu, mereka menggunakan alasan “menyambut” dia dan mempersembahkan upeti berupa lukisan terkenal, pedang dan kantong emas sebagai suapan.

Alasannya sederhana, mereka yang pertama mengetahui kemusnahan Pasukan Ketiga dan Keempat, dan segera menyerahkan diri pada pasukan Kekaisaran. Sebagai hasilnya, Rosenmarie mendapatkan kendali atas wilayah utara Kerajaan dengan mudah.

Bagi para penguasa wilayah itu, Kerajaan sudah tamat. Untuk memberi kesan bagus pada penguasa baru mereka, mereka mengabaikan reputasi mereka sendiri–

(Bener-bener deh, ini pasti maksud dari ‘menganga karena terkejut’….)

Ajudan Rosenmarie, Kolonel Gaier Neurat menatap tumpukan dokumen dimejanya, dan mendesah.

“Tak bisa kupercaya bahwa ini adalah kerajaan terkenal yang dikenal sebagai Negara Singa. Terutama pria itu yang menyerahkan kastil ini tanpa syarat. Mungkin terdengar aneh bagiku untuk mengatakan ini, tapi dia sudah siap menyuap kita, para penyerang, yang mana itu membuatku muak. Apa mereka tak punya malu?”

“Hasilnya sudah jelas. Mereka lebih banyak menyalak daripada menggigit.”

Rosenmarie mendengus.

“Abaikan saja, berkat hal itu, kita tak perlu repot-repot.”

“Yang lebih penting lagi, bagaimana dengan pergerakan Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne? Sudah hampir waktunya bagi Heat Haze memberi laporan, kan?”

Rosenmarie tampak gak sabaran saat dia menanyakan itu. Gaier menggeleng dalam diam. Mereka sudah mengirim agen Heat Haze untuk memata-matai pergerakan Pasukan Ketujuh, tapi belum mendapatkan informasi yang berguna.

“Cih! Terkadang Heat Haze begitu gak berguna… Hmm? Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu kuatir?”

Saat dia melihat Rosenmarie menatap dirinya dengan mata menyelidik, Gaier mendecak lidah dalam hati.

(Sial, apa aku menunjukkannya pada wajahku… Haah, kayaknya aku masih harus banyak berlatih.)

Para ajudan harus terlihat tenang dan kalem sepanjang waktu. Terlebih lagi untuk ajudan dari seseorang yang menakutkan seperti Rosenmarie. Tapi itu akan tampak gak wajar kalau dia masih menahan diri, yang mana akan membuat Rosenmarie gak senang.

Seraya memikirkan itu, Gaier membulatkan tekad dan menjawab:

“Jenderal, apa kau sudah mendengar tentang rumor bahwa Pasukan Ketujuh memiliki seorang cewek monster dalam pasukan mereka?”

Sebelum dia bisa menyelesaikannya, ada suara decitan keras dari kursi Rosenmarie. Dari reaksinya, Gaier paham kalau Rosenmarie sudah mendengarnya. Setelah pertukaran tahanan, para prajurit kekaisaran yang dipulangkan menyebutkan tentang seorang cewek cantik yang merupakan seekor monster yang menyamar, itu telah menyebar dikalangan pasukan.

Pedang gak mempan.

Panah mental.

Kematian menunggu siapapun yang berani menantang dia.

Ini bukanlah yang pertama kalinya rumor semacam itu menyebar. Saat rasa takut terhadap lawan melewati batas,  tidaklah aneh bagi orang untuk melihat lawan itu sebagai manusia super. Gaier merasa ini gak ada bedanya dari karakter-karakter dari karya fiktif.

Akan tetapi, sangat banyak korban yang mengalami delusi kali ini. cewek monster ini berhasil membuat ribuan prajurit menjadi histeris. Banyak prajurit yang berhadapan dengan cewek itu menjadi kehilangan akal sehat mereka. Sulit bagi Gaier untuk menganggap semua ini sebagai delusi semata.

Dia merasakan kegelisahan pada prospek melawan Pasukan Ketujuh. Tidaklah jeladls apakah dia memahami yang dirasakan Gaier, tapi Rosenmarie berkata sambil tersenyum:

“cewek monster? Hah! Terus kenapa? Gak peduli siapa musuhku, aku akan membuat mereka membayar karena membunuh Jenderal Osborne. Dengan benda yang kumiliki!”

Rosenmarie berdiri dan mengambil salah satu pedang yang menggantung di dinding dibelakangnya. Pedang yang dia hunus berwarna merah, seolah itu adalah kebencian. Gaier gak yakin apakah dia cuma imajinasinya saja, tapi suhunya sepertinya juga meningkat.

“…..Pedang yang sungguh mengerikan. Apa ini dibuat dengan keajaiban dari dewi, ‘ilmu sihir’?”

“Aku gak tau rinciannya, karena Felixus yang memberikan ini padaku. Tapi satu hal yang pasti, ini akan membuat siapapun yang tertebas merasakan neraka. Bahkan monster itu.”

Rosenmarie memasang kuda-kuda dan sudut bibirnya naik. Dibandingkan dengan memenangkan perang melawan Kerajaan, membinasakan Pasukan Ketujuh yang membunuh Osborne jauh lebih penting bagi dia. Itu bisa dipahami, tapi dia tetaplah salah satu dari Tiga-Jenderal Kekaisaran. Rosenmarie memiliki kewajiban dan tugas terhadap pasukan dan warga kekaisaran.

Gaier merasa itu diperlukan untuk memperingatkan dia, dan berkata:

“Membalaskan dendam Tuan Osborne memang penting, tapi Jenderal, kau tetaplah panglima Crimson Knight, dan perwira penting sebagai salah satu dari Tiga-Jenderal Kekaisaran. Harap jangan lupa itu.”

“Kau gak perlu mengingatkan aku. Itu sebabnya aku mengerjakan pekerjaan administrasi saat ini.”

Rosenmarie menepuk dokumen diatas mejanya, dan berpaling tak senang. Karena posisinya, dia harus mengatur wilayah utara Kerajaan yang telah dia kuasai. Karena para penguasa wilayah menyerah pada Rosenmarie, dia memutuskan untuk mengeksploitasi mereka, jadi ketidaksenangan terhadap Kekaisaran akan lampiaskan pada para penguasa wilayah itu.

Saat ini, mereka akan memaksakan kebijakan-kebijakan yang akan merugikan penduduk melalui para penguasa wilayah ini. Saat ketidaksenangan rakyat mencapai puncaknya, dia akan menginstruksikan untuk mengganti para penguasa wilayah itu dengan para birokrat dari Kekaisaran, dan membuat rakyat mengeksekusi para penguasa wilayah itu sendiri. Itulah rencana Rosenmarie.

Rosenmarie terkenal atas kemampuan bela dirinya, tapi dia juga seorang administrator handal. Meskipun metode pemerintahannya sangat licik.

(Akan butuh waktu lama untuk mengendalikan wilayah-wilayah utara Kerajaan. Sepertinya kami harus menopang fondasinya terlebih dahulu…)

Perang mereka dengan Pasukan Kerajaan masih berlangsung, dan mereka harus mempersiapkan dengan sempurna untuk menghancurkan Pasukan Ketujuh. Bagaimanapun juga, mereka memiliki seorang cewek monster diantara mereka.



Bab 2: Resimen Kavaleri Otonom, Dimulai[edit]

[edit]

“Z, Apa nggak apa-apa sekarang?”

“Jangan. Kau tak akan mengenai targetmu kalau seperti ini.”

“Tapi kenapa? Dia sudah berhenti.”

Dalam pandangan cewek yang menarik tali busurnya sampai mentok, adalah rubah abu-abu. Rubah abu-abu bisa dijumpai diseluruh benua Dubedirica, dan telinganya terdapat belang hitam bergerak-gerak.

“Rubah abu-abu merupakan mahluk yang sangat waspada. Telinganya selalu mamantau sekitar. Sesuatu seperti sonar.”

“Apa itu sonar?”

“Sebuah perangkat rumit yang menggunakan gelombang suara untuk mendeteksi benda-benda.”

“Gelombang suara? Perangkat rumit?”

Z terkadang menggunakan kata-kata yang sulit. cewek itu memiringkan kepalanya kebingungan.

“….Tak usah dipikirkan apa yang barusan kukatakan. Kau hanya perlu tau bahwa pada tingkatanmu, kau tak akan mengenai targetmu jika kau menembak sekarang.”

“Terus apa yang harus kulakukan?”

“Aku selalu mengatakan hal yang sama padamu. Amati lawanmu dengan seksama.”

cewek itu menurunkan busurnya, dan menatap rubah abu-abu seperti yang diinstrusikan Z. Beberapa saat setelah itu, telinga si rubah yang bergerak-gerak tiba-tiba mengarah pada arah yang sama.

“Z.”

“Sepertinya dia telah menemukan mangsa. Ikuti garis pandang rubah itu.”

Z mendekat pada wajah cewek itu dan menunjuk kedepan. cewek itu merasa malu-malu, tapi tetap menatap seperti yang diinstrusikan.

“Oh, seekor kelinci tutul.”

Seperti yang disiratkan namanya, itu adalah seekor kelinci dengan dengan tutul-tutul pada bulunya. Kelinci itu menyatu dengan latar belakangnya, dan mengubah bulunya menjadi hijau muda. Karena kemampuannya itu, kelinci itu juga disebut kelinci peniru.

“Ingat. Tak peduli seberapa waspadanya rubah itu, akan lain ceritanya saat dia berburu. Karena mereka hidup, mereka harus makan untuk bertahan hidup. Saat perhatiannya terfokus pada mangsa didepannya, dia akan menurunkan kewaspadaannya. Jadi ini adalah peluang bagus.”

“Dimengerti!”

Cewek itu menarik busurnya lagi. Dia mengarahkan pada rubah itu, tapi Z mengalihkan sasarannya pada kelinci tutul.

“Kau harus mengincar saat ketika rubah abu-abu itu menerkam si kelinci. Bahkan dengan tingkatanmu, kau pasti bisa melakukannya.”

“Oke!”

Rubah abu-abu yang tak bergerak mulai bersiap menyerang. Dia tiba-tiba menerkam kearah si kelinci, dan disaat yang sama, cewek itu melepaskan anak panahnya, lalu anak panah itu mengenai si rubah tepat pada lehernya.

Si cewek dan Z duduk disamping api unggun dibawah langit malam berbintang. Mata cewek itu berkilauan saat dia menempatkan sate makan malamnya disekitar api.

“–Kau sudah meningkatkan kemampuan memanahmu.”

Z bergumam saat dia menatap tumpukan mangsa yang ada di samping. Cewek itu menatap pedang putih yang bersandar pada pohon dan berkata:

“Ya, tapi aku lebih suka pakai pedang.”

“Mungkin memang begitu, tapi lawanmu bisa saja tidak memberimu kesempatan untuk bertarung jarak dekat. Tak ada salahnya kau menguasai senjata ini.”

Dengan itu, Z menjentikkan jari-jarinya, memanggil kabut hitam di udara. Saat cewek itu memperhatikan penuh ketertarikan, Z melemparkan busur dan panahnya kedalam kabut tersebut. Senjata itu lenyap, dan pemandangan kembali normal, seolah gak ada yang terjadi.

“Apa itu sihir? Bisakah aku melakukannya juga?”

Ini seperti “kotak misterius” dalam cerita yang bisa menyimpan apapun. Cewek itu menatap Z penuh harap, namun…..

“Ini bukan sihir, jadi kau tak bisa melakukan ini.”

Itu adalah jawaban yang sangat jelas. Cewek itu mengangkat bahu depresi.

“Aku paham… sungguh disayangkan. Ngomong-ngomong, sudah matang dan siap dimakan. ‘Burung penghisap darah’ ini betul-betul lembut dan enak.”

Cewek itu segera lepas dari depresinya, dan memggigit daging burung emas itu. Cairan menyebar didalam mulutnya, dan dia tampak sangat gembira. Z menggeleng saat dia melemparkan ranting kedalam api unggun.

“Ehh? Kau nggak mau makan? Kenapa tidak?”

“Tak ada perlunya makan. Aku tak bisa merasakannya, dan itu tak akan memuaskan aku. Pada dasarnya makananku berbeda dengan manusia.”

“Aku paham… terus apa yang kau makan, Z?”

Cewek itu berhenti makan dan bertanya. Kalau dipikir-pikir lagi, dia gak pernah melihat Z makan sebelumnya. Z menatap cewek itu sebentar, dan menjawab pelan:

“Jiwa manusia.”

“Hmm~ Apa jiwa rasanya enak?”

Cewek itu ingin mencobanya kalau rasanya enak.

“….Yang jadi pertanyaan, apa kualitasnya bagus. Belakangan ini, ‘energi kehidupan’ dari manusia berkurang. Jiwa berkualitas bagus sangat sulit ditemukan.”

Wajah Z menjadi muram saat dia berbicara. Akan tetapi, wajah Z hanyalah sebuah bayangan, jadi itu hanyalah perasaan cewek itu.

“Jadi rasanya nggak betul-betul enak?”

Z mengangguk.

“Dalam istilah manusia, itu benar. Belakangan ini, tak banyak perang, dan manusia tak mati semudah itu sekarang. Kerena kemajuan teknologi, rata-rata rentang hidup telah diperpanjang. Masa depan tampak suram.”

“Z, gak bisakah kau membunuh manusia dan memakan jiwa mereka?”

Daripada menunggu dengan sabar manusia mati, membunuh dan memakan mereka akan lebih nyaman. Cewek itu bertanya seraya memikirkan itu, dan kemudian….

“Aku tak bisa membunuh manusia.”

Z menolak ide itu. Lalu Z melemparkan ranting ke api unggun, dan melanjutkan bicara:

“Lebih spesifiknya, selain seorang manusia kecil, aku tak bisa membunuh orang. Seperti yang sudah kukatakan, aku hanya bisa mengambil jiwa manusia yang barusaja mati, atau bayi yang belum memiliki kesadaran. Aku bisa mengambil jiwa bayi, tapi itu tak begitu memuaskan karena wadah mereka terlalu kecil.”

Cewek itu memikirkan apa yang dikatakan Z, lalu bertanya:

“Jadi itu nggak cukup memuaskan?”

“Ya, analogi itu sudah tepat.”

Setelah itu, Z mengajari cewek itu banyak hal tentang jiwa.

Apa yang paling mengejutkan cewek itu adalah bahwa jiwa akan tetap ada setelah tubuh manusia mati. Jiwa itu memiliki semua pengalaman dari kehidupan manusia, yang mana hal itu menghiasi jiwa tersebut. Cewek itu berpikir bahwa tak seperti hewan, manusia mati yang tak bisa dimakan hanyalah sampah. Tapi dia mempelajari sesuatu yang baru sekarang, jadi belajar memang sangat penting.

Ngomong-ngomong, jiwa-jiwa yang tak dimakan oleh Z akan berpindah ke sebuah tempat bernama ‘alam Zero’, dimana jiwa itu akan terus disana sampai jiwa tersebut berinkarnasi.

“….Makasih sudah mengajariku banyak hal. Memakan jiwa kedengaran begitu membosankan. Mau aku membantumu membunuh beberapa manusia? Ada banyak manusia kalau kita keluar dari hutan, kan? Berapa banyak yang kau butuhkan untuk membuatmu kenyang, Z? Sepuluh? Duapuluh?”

Saat Z mendengar cewek itu berkata begitu, Z mengamati dia dengan cermat.

“Kau memang layak diamati. Apa kau sama sekali tak mau kembali ke dunia manusia?”

“Kenapa juga aku harus kembali? Aku sama sekali nggak pernah memikirkannya. Meski aku pengen coba makanan yang kubaca di buku sih.”

Setelah cewek itu mengatakan rasa bingungnya, Z melemparkan ranting terakhir pada api unggun. Api itu berderak dan percikan api dalam jumlah banyak menari di langit malam.

“Aku mengerti… nampaknya aku kuatir padamu, tapi itu tak ada gunanya. Aku sudah makan dengan baik.”

“Hmm. Itu bagus.”

Cewek itu tersenyum cerah dalam kelegaan, dan mulai memakan burung itu lagi.

“…..Setelah kau selesai makan, lain kali persiapkan lebih banyak varietas makanan. Kau hampir mencapai pucak masa pertumbuhanmu.”

“Apa itu puncak masa pertumbuhan?”

“Sederhananya, tulang-tulang dan fisikmu akan tumbuh lebih besar. Jika kau pilih-pilih makanan. Itu akan mempengaruhi pertumbuhanmu. Kau tak boleh hanya makan daging saja, kau harus makan sayur-sayuran juga.”

“Ehehe, aku mengerti. Kau betul-betul tau banyak, Z!”

Menanggapi senyum polos cewek itu, Z memikirkan tentang saat-saat yang dia lalui bersama cewek itu dan menengadah menatap bintang-bintang.

“Yah, eksistensiku yang tak berarti terus berada didalam api penyucian sepanjang waktu ini….”

“––Udah pagi, ya….”

Dia berbalik untuk membuka jendela, dan mentari menyinari matanya. Angin yang membawa aroma rerumputan hijau berhembus membelai pipi Olivia.

(Kayaknya aku kesiangan. Betewe, sudah lama sekali sejak aku bermimpi tentang masa kecilku. Aku penasaran apa yang dilakukan Z sekarang. Aku ingin segera menemukan Z.)

Saat dia berpikir soal itu, Olivia mengambil jam saku berwarna perak yang ada di samping bantal. Dia membukanya, dan menyadari sudah jam 9 siang. Sarapan sudah selesai, jadi gak ada gunanya menggunakan Fleet Foot Dash untuk ke aula mess.

(Ahh, aku melewatkan sarapan…. Biarin deh, nanti biar kusuruh Ashton bikin roti mustar untukku. Aku mau sepuluh!)

Olivia bangun dari kasur, lalu menempatkan satu kaki tegak lurus pada dinding, sebelum merenggangkan badannya. Sesaat setelahnya Claudia bertanya dengan suara jengkel: “Mayor, apa kau masih tidur?” seraya dia mengetuk pintu.

Olivia segera memakai seragam yang menggantung di dinding dan membuka pintunya. Dia akhirnya ingat kalau mereka akan berangkat ke Kota Benteng Emreed hari ini.

–Dua jam kemudian, Tempat Latihan

Ekspedisi ke Kota Benteng Emreed akan segera dimulai, dan para prajurit dikumpulkan di tempat latihan. Saat Claudia mengatur pasukan menjadi empat barisan sambil berkeringat, disamping dia….

“Tuan Semut~ dan Tuan Semut. Semangat~”

Olivia bersenandung dan bermain dengan gembira dengan semut-semut. Bukan cuma itu saja, dia menggumamkan sesuatu yang berbahaya: “Sudah lumayan lama, haruskah aku memakannya~” Claudia kuatir kalau Olivia betul-betul akan memakan semut, dan segera memanggil dia.

“Mayor, berhentilah bermain dengan semut. Persiapannya sudah selesai, berilah sambutan.”

“Baik, dimengerti.”

Olivia menepukkan tangannya membersihkan debu, dan dengan cepat berjalan ke podium karena desakan Claudia. Didepan dia adalah para prajurit dari mantan unit detasemen, dan para prajurit anggota baru.

Ini merupakan sebuah penempatan 3.000 Resimen Kavaleri Otonom yang kuat. Gak seperti Resimen-Resimen Kavaleri umumnya, Olivia, Komandan Resimen diberi sangat banyak otonomi. Ini adalah cara paul menunjukkan seberapa besarnya Paul menghargai Olivia.

Mantan pasukan unit detasemen menunggu Olivia dengan wajah serius. Disisi lain, reaksi para anggota baru terbagi menjadi dua golongan saat mereka melihat Olivia.

“Ini pertama kalinya aku melihat cewek secantik itu. Apa dia betul-betul manusia seperti kita?”

Ada yang terpesona, sedangkan yang lainnya…

“Cewek kecil itu Komandan Resimennya? Apa kita betul-betul mempercayakan nyawa kita ditangannya?”

Menatap Olivia penuh keraguan.

(Akan ada beberapa keberatan pada hal ini. Seorang cewek muda memimpin sebuah resimen merupakan hal yang gak pernah terjadi sebelumnya. Yah, mereka akan mengerti setelah melihat dia di medan perang.)

Seraya dia berpikir tentang kegagahan Olivia di medan perang, Claudia berkata dengan keras:

“Selanjutnya, Komandan Resimen Olivia akan memberi sambutan! Perhatikan!”

Semua mata tertuju pada Olivia yang berada diatas podium. Olivia berdeham, lalu menempatkan tangannya pada pinggangnya:

“Manusia bisa mati dengan mudah dalam perang. Jika kalian mati, kalian nggak akan bisa makan makanan lezat, atau hidangan manis. Jadi jangan sampai mati. Aku, Claudia, dan ahli strategi Ashton akan menyusun rencana-rencana pertempuran. Kalian semua, berusahalah dengan keras untuh bertahan hiduo, demi memakan makanan dan hidangan lezat. Sekian.”

Dengan itu, Olivia berbalik dan turun dari podium dengan melompat. Ashton yang ada disamping podium menepuk wajahnya sendiri dalam keputusasaan. Sebagian besar dari para prajurit baru tampak kebingunan dan mulut mereka menganga.

Lalu Guile berteriak: “Aku sangat terharu! Perkataan Komandan Olivia begitu menyentuh! Seperti yang diharapkan dari sang Valkyrie berambut perak!”

Claudia segera naik ke podium dan berteriak:

“S-Sebenarnya, apa yang dimaksudkan Komandan Resimen Olivia adalah bahwa kami akan menyusun rencana agar semua orang bisa selamat, jadi jangan kuatir dan fokus saja dalam pertempuran! Resimen Kavaleri Otonom, bersiap untuk berangkat!”

Pada perintah Claudia, orang-orang yang dulunya berasal dari unit detasemen segera menunggangi kuda mereka. Saat mereka melihat itu, para prajurit baru yang kebingungan kembali tersadar dan mulai bergerak.

Olivia membelai kuda hitam miliknya dengan lembut, dan menungganginya dengan cara yang gagah. Kuda hitam itu mengibas-kibaskan ekornya dan meringkik senang.

“–Mayor, persiapannya sudah selesai. Silahkan beri perintah untuk bergerak.”

Claudia bergerak mendekat seraya menunggangi kudanya dan mengingatkan Olivia, yang mana dia lalu mengangkat tangannya:

“Baiklah, ayo menuju Kota Benteng Emreed. Berang~kat~!”

Disaat yang bersamaan, terompet yang menandakan unit itu bergerak menggema di udara.

Resimen Kavaleri Otonom milik Olivia memulai perjalanan mereka menuju Kota Benteng Emreed.

[edit]

Resimen Kavaleri Otonom itu menuju kearah utara dari Benteng Galia, menuju ke titik pertama mereka, kota Canary. Cuacanya cerah. Dan dengan pegunungan Est di kejauhan, berbagai macam bunga mekar. Angin sejuk berhembus melintasi rerumputan dikaki para kuda, dan Claudia bisa mencium aroma bunga. Di malam hari, bunga-bunga itu akan mekar sempurna.

“Mayor, silahkan lihat ke arah kananmu. Disekitar sini hangat, dan bunga-bunga mulai bermekaran.”

“…………..”

“Mayor, apa kau dengar?”

“……………”

Gak peduli apa yang dikatakan Claudia, Olivia sama sekali gak merespon, dan hanya menyisir surai kuda hitamnya sambil cemberut.

“Astaga…. Mayor, sudah waktunya kau berhenti ngambek. Itu akan mempengaruhi moral pasukan.”

“….Bisakah kita mampir ke ibukota saat menuju ke Emreed?”

“Sudah kubilang, nggak bisa.”

Claudia menolak dia, dan Olivia memalingkan wajahnya sambil menggembungkan pipinya. Karena suatu alasan, kuda hitamnya menatap mereka dengan mata geram juga. Claudia merasa begitu nggak nyaman sampai-sampai dia berpikiran mau menjauh, hal itu menunjukkan seberapa bencinya mata kuda itu.

“Olivia, ntar aku buatin roti mustar kesukaanmu pas istirahat, jadi jangan marah begitu, oke?”

Ashton mendekat dan menawarkan umpan tingkat tinggi untuk menyenangkan Olivia. Tubuh Olivia sedikit bereaksi. Tapi kepalanya masih berpaling ke arah lain. Bahkan saus mustar spesial gak bisa membujuk dia.

『— Bisakah kita menginap di ibukota semalam besok? 』

Dalam perjalanan ke Kota Benteng Emreed, Olivia sangat bersemangat karena dia punya kesempatan untuk pergi ke ibukota. Akan tetapi, mengunjungi ibukota selama sehari ditolak, dan Olivia menampilkan ketidaksenangannya dengan sangat jelas.

Ada dua rute yang berbeda dari Benteng Galia menuju Kota Benteng Emreed. Yang satu akan membuat mereka melewati ibukota kearah barat, dan rute yang satunya melewati kota Canary dan melintasi gurun sebelum berputar kearah timur.

Resimen Kavaleri Otonom memilih rute yang kedua. Alasannya sederhana, karena Resimen Kavaleri Hosmund memilih rute pertama. Gak seperti gelombang pertama yang bertujuan mencapai tujuan mereka sesegera mungkin, unit Olivia berfokus pada mempelajari pergerakan dari Pasukan Kekaisaran, dan tentunya mengambil rute yang berbeda.

Meskipun Olivia memiliki otonomi lebih banyak, dia tetaplah seorang prajurit, dan gak bisa menyimpang dari rute yang direncanakan karena alasan pribadi.

(Kami langsung kembali ke rutinitas tepat setelah berangkat.)

Claudia menghela nafas dalam hatinya, dan melanjutkan menjelaskan untuk membujuk Olivia.

“Mayor, meskipun kita mengunjungi ibukota, kau nggak akan bisa bersantai-santai dan melakukan penyelidikan. Selain itu. Tidaklah mudah mengunjungi Perpustakaan Kerajaan.”

“…..Kenapa mengunjungi Perpustakaan Kerajaan sangat sulit?”

Olivia mendekat seraya mengernyit. Claudia mengangkat dua jari dan berkata:

“Yang pertama, butuh dua hari buat ngurus ijin tertulis untuk masuk perpustakaan. Kau butuh rekomendasi dari seseorang yang bisa dipercaya. Ini artinya seorang aristokrat, dan berperingkat tinggi tentunya. Gimanapun juga, semua informasi didalam Perpustakaan Kerajaan sangatlah penting.”

“Aku juga ingin kesana, tapi sebagai rakyat jelata, aku nggak punya kesempatan untuk itu.”

Ashton yang berada disampingnya bergumam iri. Dia nggak separah Olivia, tapi dia tetaplah seorang kutu buku. Perpustakaan Kerajaan merupakan sebuah tempat spesial bagi dia. Adapun untuk Olivia, erangan Ashton sama sekali nggak menggerakkan dia.

“Tapi aku sudah jadi aristokrat kan? Kenapa aku nggak bisa kesana?”

Dia memprotes sambil cemberut.

“Memang disayangkan, tapi nggak bisa. Menjadi seorang bangsawan hanyalah salah satu persyaratan untuk mengunjungi perpustakaan itu. Mendapatkan rekomendasi dari seseorang yang bisa dipercaya wajib hukumnya.”

Pada akhirnya, asal-usul Olivia tetaplah sebuah misteri.

Saat sia menanyai Olivia soal kampung halamannya, Olivia bilang kampung halamannya adalah sebuah kuil dikedalaman hutan. Dengan sebuah peta, dia mengetahui bahwa lokasinya berada di ujung barat benua Dubedirica. Tempat itu biasa dikenal dengan sebuah hutan yang luas dengan jumlah permukiman yang sedikit. Dari mata hitam dan rambut perak milik Olivia, dia bukanlah orang asli dari tempat itu. Menurut Olivia, dia diambik dan dibesarkan oleh seseorang bernama Z. Saat Olivia mendeskripsikan masa lalunya yang rumit sambil tersenyum, Claudia terdiam gak bisa berkata apa-apa.

Dan itulah masalahnya, karena Perpustakaan Kerajaan gak akan mengijinkan masuk hanya karena kau seorang bangsawan. Ujung-ujungnya, dia membutuhkan sifat “bisa dipercaya” yang tinggi, yang mana itu bukanlah sesuatu yang bisa didapatkan dalam waktu singkat.

Gak peduli seberapa besar prestasinya, Olivia tetaplah kurang kepercayaan. Akan tetapi, Claudia nggak bisa mengatakannya secara terang-terangan.

Tapi ada sebuah pengecualian. Ashton mungkin nggak tau soal ini, tapi kalau kau mengeluarkan uang yang cukup, kau bisa mengunjungi Perpustakaan Kerajaan. Baik-buruknya, kekuatan uang bisa menutupi kasta sosial. Akan tetapi, Claudia merasa hanya ada segelintir pedagang yang bisa melakukan ini.

“Claudia, nggak bisakah kau memberiku rekomendasi?”

Olivia Menatap Claudia dengan mata penuh hatap.

“Yah, susah bilangnya. Klan Jung memiliki kisah sejarah, tapi aku nggak yakin akan disetujui.”

Klan Jung bisa ditelusur kembali sampai masa pemerintahan Raja Pertama, Julius Zu Farnesse, yang menunjukkan seberapa lamanya sejarah klan itu. Dalam sejarah mereka selama 600 tahun, mereka telah menghasilkan banyak ksatria luar biasa, dan merupakan sebuah klan yang terkenal atas kemampuan bela diri mereka. Klan Jung bahkan mengajari ilmu pedang pada keluarga Kerajaan pada masa kejayaan mereka.

Akan tetapi, mereka hanyalah salah satu bangsawan yang tersisihkan, dan bahkan gak bisa memiliki sebuah vila di ibukota. Itu sebabnya Claudia nggak bisa menjamin itu akan berhasil.

“Terus rekomendasi siapa yang bisa memberi jaminan yang kuat?”

Olivia yang tanpa ekspresi semakin mendekat saat dia bertanya. Claudia segera mengacak-acak otaknya, dan orang pertama yang muncul dalam benaknya dalam hal prestasi, ketenaran dan silsilah adalah Paul.

Kalau Olivia meminta dia, Paul dengan senang hati akan bertindak sebagai penjaminnya. Akan tetapi, Paul adalah seorang Jenderal dan komandan Pasukan Ketujuh, jadi tidaklah bijak bagi dia untuk terlibat pada masalah pribadi sampai segitunya.

Claudia memutuskan untuk nggak memberitahu Olivia soal pilihan meminta Paul.

(Kalau begitu, kami harus mencari seseorang yang bisa dimintai tanpa kuatir, dan memiliki kaliber untuk menjadi seorang penjamin. Bagaimana bisa ada seseorang yang seperti itu…. Tunggu, betul-betul ada seseorang seperti itu.)

Orang yang ada dalam benaknya adalah seorang pria berambut pirang seperti dirinya. Saat Claudia masih kecil, dia mengagumi ilmu pedang orang itu juga.

“Kanda Nei– Ahem, Brigjen Neinhart pilihan yang bagus. Dia memiliki koneksi yang bagus, dan ijin tertulisnya mungkin bisa dihapuskan.”

“Brigjen Neinhart?”

Olivia memiringkan kepalanya kebingungan, Claudia tersenyum canggung. Mereka berdua sudah bertemu beberapa kali, tapi Olivia gak bisa mengingat dia. Ashton tau kalau Olivia punya ingatan yang bagus, tapi itu hanya terhadap hal-hal yang dia minati.

“Kau nggak ingat? Dia mengunjungimu untuk berterimakasih karena sudah membunuh Violent Thrust Samuel.”

“Violent Thrust Samuel?”

Olivia menyilangkan lengannya, gak bisa mengingat orang ini. Claudia mulai menggambarkan penampilan Neinhart secara rinci, dan Olivia akhirnya membuka matanya lebar-lebar.

“Oh, aku ingat sekarang! Itu si manusia yang sangat mirip seekor ikan!”

“Pfft!”

Jawaban Olivia yang tak terduga membuat Claudia tertawa. Meskipun dia sepupunya, Claudia merasa Neinhart sangat tampan. Penilaian Olivia yang mengatakan dia mirip ikan sangatlah mengerikan. Wanita yang mengagumi Neinhart mungkin akan langsung pingsan di tempat.

Itu hanya berlaku pada wanita yang menyukai dia sih.

(Beneran deh, kalau aku punya kesempatan, aku akan memberitahu kanda Neinhart soal ini)

Claudia tersenyum rumit dalam hatinya soal itu. Sementara itu, Olivia bergumam “Nah sekarang kau menyebutkannya, dia pernah memberiku buah bernama persik.”

(Dia ingin membalaskan dendam Florence sendiri… Gimanapun juga, kanda Neinhart sangat senang dengan apa yang dilakukan Mayor.)

Claudia paham seberapa besar Neinhart menghargai hubungannya. Kalau Olivia meminta bantuan di, dia gak akan ragu untuk menyetujuinya.

Claudia teringat senyum Florence yang lembut, dan supaya Olivia fokus pada misi, dia berkata dengan nada serius:

“Mayor, kalau kau ingin meminta bantuan Brigjen Neinhart, maka kau harus menyelesaikan misi ini dengan baik. Jika tidak, dia nggak akan menyetujui permintaanmu.”

“Ya, kau benar, Claudia! Aku akan berusaha ketas!!”

Olivia mengangguk seraya mengepalkan tangannya. Dari sikapnya, suasana hati Olivia sudah membaik. Memang benar, muram tidaklah cocok buat Olivia. Para prajurit disekitar mereka mungkin merasakan hal yang sama, dan semuanya menghela nafas lega.

(Akhirnya kami bisa berfokus mengerjakan misinya sekarang.)

Claudia menghela lega, dan Ashton mendukung Claudia, itu membuat Claudia cukup senang.

–Dua hari kemudian.

Resimen Kavaleri Otonom sampai di kota Canary.

[edit]

“Ini…. pemandangan yang sangat mengerikan.”

Komentar Claudia menggambarkan kondisi saat ini dari kota Canary dengan tepat. Pria-pria kekar dan kuat membawa kayu untuk perbaikan, tapi perkembangannya lambat.

Setelah melewati jembatan dan gerbang yang hancur disertai perasaan melas, apa yang mereka lihat bahkan semakin mengerikan. Puing-puing dan jendela-jendela hancur ada dimana-mana, dan sangat sulit menemukan bangunan yang masih utuh. Darah dimana-mana, hal itu menunjukkan apa yang terjadi pada kota pada saat itu.

Kota Canary yang berhasil direbut kembali dipenuhi dengan kesuraman.

“Ugh, aroma ini….”

Wajah Claudia memgernyit. Mayat-mayat mungkin tidak diurus, dan ada bau busuk yang menyebar. Dia sudah terbiasa dengan hal ini di medan perang, tapi yang pasti itu bukanlah hal yang bagus. Ashton menutup hidungnya dengan lengan bajunya dan mengernyit.

Disisi lain, Olivia kelihatan masa bodo, dan memperhatikan kota. Warga kota Canary sudah terbiasa pada bau ini, saat mereka menatap Resimen Kavaleri Otonom dengan wajah lelah.

“–Kayaknya perkembangan pekerjaan perbaikannya berbeda dengan laporannya.”

Ashton bergumam dengan nada pahit.

“Ya, sepertinya begitu.”

Kota Canary yang dibangun di samping sungai terkenal akan keindahan pemandangannya di bagian selatan Kerajaan. Akan tetapi, semua itu telah hilang sekarang. Claudia gak bisa membayangkan butuh berapa lama sampai kota Canary pulih dari keadaan ini.

Saat mereka sampai di pusat kota, kelompok Ashton turun dari kuda dan menyambut Danton lokal. Anak-anak yang dari tadi mengamati dalam diam, berkumpul disekitar Olivia. Ada seorang anak laki-laki dan perempuan berusia sekitar 6 atau 7 tahun, dan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun.

Anak-anak itu menatap Olivia dengan mata berkilauan. Olivia, yang sangat cantik, telah menarik perhatian anak-anak ini.

“Mbak, kau cantik sekali kayak bonekaku.”

Gadis itu menunjukkan bonekanya yang robek pada Olivia dengan bangga.

“Beneran–? Aku nggak terlalu tertarik dengan penampilanku sih.”

Olivia menyentuh wajahnya seolah untuk memastikannya. Beberapa anak laki-laki mengendus Olivia.

“Apa kau mencium sesuatu?”

“Ya, sesuatu yang aromanya enak.”

“Oh, pasti ini.”

Olivia tersenyum cerah, dan mengeluarkan kue dari tasnya dengan bangga. Mata anak-anak itu mulai berkilauan.

“Uwah! Mbak, ini cemilan, kan!?”

“Ya, memang– Apa kau pernah mencicipinya sebelumnya?”

Anak laki-laki itu terkesiap oleh pertanyaan Olivia, dan menggeleng seraya matanya terbelalak.

“Nggak mungkin aku pernah memakannya sebelumnya. Cuma bangsawan yang bisa memakannya, kan? Begitu yang dibilang ibuku.”

“Emang gitu ya?”

Olivia menatap kebingungan pada Ashton.

“Yah, itu lebih umum di ibukota, tapi tetap saja di anggap mewah. Rakyat jelata nggak akan bisa memakannya.”

“Tapi bukankah kau seorang rakyat jelata, Ashton? Dan kau pernah makan kue ini dulu. Aku ingat saat perjalanan ke Benteng Lamburg, kau bilang kalau kau tau kue apa itu dan pernah memakannya sebelumnya.”

Lagi, Olivia menampilkan ingatannya yang menakjubkankan.

“Karena keluargaku menjalankan bisnis yang cukup besar.”

“–Apa maksudmu?”

“Itu artinya keluargaku lumayan kaya… Gampangnya, kami punya lebih banyak uang.”

Olivia kurang akan pengetahuan umum. Dia bilang dia besar di hutan, tapi Ashton tetap terkejut saat dia mendengar bahwa Olivia bahkan nggak tau apa itu uang sebelum dia bergabung dalam pasukan.

“Hmm~ itu sebabnya Ashton bisa makan kue…”

Olivia mengamati kue yang ada di tangannya, lalu menghadap pada anak-anak itu:

“Mau coba?”

Saat mereka mendengarnya, anak-anak itu berkedip-kedip, dan nggak yakin harus bagaimana. Mereka ragu-ragu untuk menerima tawaran ini.

“B-Boleh kah? Kami nggak punya uang.”

Seorang anak laki-laki merogoh sakunya yang cuma berisikan debu dan sisa makanan.

“Ehh~ aku nggak butuh uangmu. Buku-buku bilang kalau rahangmu akan menganga karena betapa manis kuenya, tapi itu nggak akan terjadi. Jadi kau bisa santai dan memakannya.”

Dengan itu, Olivia memberi ketiga anak itu masing-masing satu kue. Setelah anak-anak itu menerima kuenya, mereka saling bertatapan, dan menggigitnya sembari tersenyum riang.

“Mbak, rasanya enak sekali!”

“Lezat!”

“Uwah! Enak sekali! Lezat!”

Anak-anak itu mengatakan pujian mereka. Olivia menyilangkan tangannya dengan puas pada pemandangan itu. Ashton yang tercengang lalu berkata:

“Beneran deh, aku penasaran kenapa kau punya kue itu. Jadi, sisa berapa banyak yang kau punya?”

“Hmm, sebentar… sekitar 10.”

Olivia menjawab setelah melihat kedalam kantongnya. Saat Ashton mendengar itu, dia menatap bangunan beratap merah di bagian barat, disana ada beberapa anak yang memperhatikan dengan takut-takut.

“Dua, empat, enam…. Oh, jumlahnya pas sekali. Kalau begitu bagikan kuemu pada anak-anak itu juga.”

“Ehh….!? T-Tapi… Aku jadi nggak kebagian….”

Wajah Olivia langsung dikuasai keputusasaan. Lalu dia memukul-mukul Ashton layaknya anak kecil, menyebut Ashton seorang iblis. Melihat perlawanannya yang mati-matian, Ashton tersenyum.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 9.png

“Terserah mau nyebut aku iblis ayau apapun iyu, tapi kalau kau ngasi Anak-anak ini kue, tapi nggak ngasi anak-anak yang disana, bukankah itu menyedihkan?”

“Tapi kalau kuenya habis, bukankah aku yang jadi menyedihkan?”

Ashton menepuk bahu Olivia yang mengembungkan pipinya marah, dan berkata:

“Ntar aku traktir kau kue. Dan bukan kue biasa– Hehe.”

“K-Kue macam apa itu?”

Olivia lupa akan kemarahannya dan menelan ludah.

“Di ibukota ada sebuah toko kue yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Mereka bilang kalau kau makan disana, kue-kue lain gak akan bisa memuaskanmu lagi.”

“Sekali kau makan disana, kue lain nggak akan bisa memuaskanmu lagi….”

Olivia mengulanginya dengan wajah kagum. Ashton memanfaatkan ini untuk memberi pukulan akhir.

“Itu benar. Yang mana artinya– kue itu amat sangat lezat.”

–Tapi itu cuma rumor sih.

“S-Sungguh!? Kau mau mengajakku ke toko kue itu?”

“Aku berjanji atas nama Ashton Senefelder.”

Ashton menempatkan tangan kirinya pada dadanya, dan menunduk tulus.

“Gak boleh ingkar!”

Olivia yang memakan umpannya semakin mendekat. Ashton tertawa dalam hatinya, dan kemudian melambai pada anak-anak itu. Anak-anak itu berkumpul takut-takut.

“Baiklah, nona ini akan membagikan kue lezat pada semuanya. Gratis, kalau kalian mengerti, maka bentuk barisan didepan dia–”

Sebelum Ashton bisa menyelesaikan ucapannya, anak-anak itu sudah berbaris layaknya para prajurit terlatih. Ashton tersenyum masam pada pemandangan oni, dan memberi isyarat pada Olivia dengan matanya. Olivia membagikan kue itu pada anak-anak sembil tersenyum setengah hati.

Setelah dia memberikan kue terakhir, tangannya kelihatan bergetar. Ashton memutuskan bahwa dia gak melihat ini.

“Kau sungguh baik hati.”

Saat Ashton memperhatikan interaksi antara Olivia dan anak-anak, dia tiba-tiba mendengar suara yang jelas dari belakang. Dia berbalik, dan melihat Claudia yang tersenyum sehangat mentari saat musim semi.

Ashton yang malu-malu menggaruk hidungnya.

“Yah, cuma ini yang bisa kita lakukan untuk mereka saat ini. Kita cuma bisa berdoa kota Canary akan segera pulih.”

“–Itu benar.”

Claudia menjawab singkat.

Mereka berdua menatap ke depan, dimana Olivia tersenyum polos seraya dikerumuni anak-anak.

–Esok harinya.

Olivia dan rekan-rekannya sedang makan di markas sementara mereka, saat Danton lokal berkunjung dengan wajah masam.

“Ada apa? Kami berencana pergi setelah sarapan.”

Saat dia mendengar Claudia berkata begitu, danton itu memggaruk pipinya kebingungan:

“Maafkan saya karena mengganggu sarapan anda. Sebenarnya–”

“Tolong! Mohon, mohon selamatkan Letjen Sara!”

Seorang pria tiba-tiba lari dari belakang si danton dan memohon seraya memeluk kaki Olivia. Dia belopotan debu, tapi lambang bergambar enam bintang ungu masih bisa terlihat dipundaknya. Kayaknya dia seorang pembawa pesan dari Pasukan Keenam.

“Kenapa pembawa pesan dari Pasukan Keenam ada disini…. Kalau aku nggak salah ingat Pasukan Keenam menjaga Benteng Peshita.”

Menanggapi pertanyaan Ashton, pria itu mengangguk berulang kali..

Setelah Pasukan Keenam kalah pada Ksatria Baja di Medan Perang Selatan, mereka berhasil lolos dari nasib disapu bersih. Saat ini, mereka seharusnya di tempatkan di Benteng Peshita dan ditugaskan untuk menjaga bagian barat dari zona tengah.

“Namamu Berhard, kan? Lepaskan kaki Mahor. Kita bisa membicarakannya setelah itu.”

Claudia perlahan berdiri dari kursinya, dan memberi tekanan pada Berhard dengan tatapannya dari atas.

“M-Mohon maafkan saya.”

Berhard melepaskan kaki Olivia dengan panik, dan bersujud dengan keningnya menyentuh lantai. Claudia kembali duduk sambil menggerutu. Olivia sama sekali nggak terganggu, dan bertanya dengan sopan.

“Jadi, apa yang terjadi? Kudengar kau meminta kami untuk menyelamatkan Letjen Sara atau begitulah.”

“S-Siap ndan! Pasukan kami dikepung oleh Pasukan Swaran! Tolong selamatkan kami!”

[edit]

Pasukan Kerajaan, Benteng Peshita

“Sepertinya ini sudah gak ada harapan.”

Kata Sara saat dia memperhatikan Pasukan Swaran dari sudut benteng. Kolonel Roland kemudian menarik tangan Sara dengan nafas yang kacau.

“Letjen Sara! Harap jangan mengamati pertempuran ditempat seperti ini! Bagaimana jika ada panah nyasar yang mengenai anda!?”

“Kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah aku akan mati karena panah itu.”

Sara yang tangannya ditarik menjawab secara acuh tak acuh.

Letjen Sara Sem Livia adalah seorang cewek cantik berusia 21 tahun dengan sifat lembut, dan satu-satunya Jenderal wanita di Kerajaan.

–Selain itu, dia memiliki gelar lain.

Putri keempat dari Kerajaan Farnesse. Dia adalah sarana untuk menyampaikan pada rakyat bahwa para bangsawan juga bertarung di garis depan. Itulah latar belakang tentang bagaimana Sara yang kurang mumpuni dibandingkan dengan para jenderal lain bisa memimpin Pasukan Keenam.

Dengan kata lain, karena kedudukan politis Putri Keempat, dan kekagumannya terhadap Ksatria yang mendorongnya untuk belajar ilmu pedang, menjadikan dia alat propaganda yang sempurna bagi keluarga Kerajaan Farnesse.

“Karena anda mengerti, tolong jauhi tembok! Jika musuh membunuh anda, maka Pasukan Keenam akan tamat!”

Roland menghela nafas berat, lalu mengomeli tim pengawal yang tiba beberapa saat kemudian, memerintahkan untuk melindungi Sara dengan hati-hati. Selama ini, tentara dari Kerajaan Swaran masih menyerang dengan tangga pengepungan. Pasukan bertahan membalas dengan tombak, menjatuhkan batu dan menuangkan air mendidih.

Kerajaan Swaran yang merupakan negara bawahan Kekaisaran menginvasi Benteng Peshita satu minggu yang lalu. Karena perbedaan besar dalam jumlah, Sara memilih melakukan pertempuran bertahan, tetapi persediaan makanan mereka yang penting untuk mempertahankan benteng kurang. Bahkan pasukan elit tidak bisa memenangkan pertempuran dengan perut kosong, dan Pasukan Keenam sama sekali bukan pasukan elit.

“Apa bala bantuan datang?”

Sara dipaksa oleh bawahannya untuk duduk di kursi, dan bergumam santai seraya memeluk lututnya. Dia tidak memperjelas kalau dia menanyai Roland, tetapi Roland tetap menjawab:

“Saya mengirim utusan untuk mencari bantuan dari Pasukan Ketujuh…”

Roland berhenti di tengah kalimat, dan Sara mengerti apa yang disiratkannya. Dia memang meminta bantuan, tetapi mereka sudah tau kalau Pasukan Ketujuh telah dikirim untuk menghadapi pasukan Kekaisaran di utara yang membinasakan Pasukan Ketiga dan Keempat. Permintaan bantuan mereka hanyalah pertaruhan.

Akankah Pasukan Ketujuh bersedia membantu mereka—?

“Dari perkiraan kita, bala bantuan membutuhkan waktu setidaknya satu minggu untuk sampai disini. Aku ragu benteng ini bisa bertahan selama itu.”

Sara menghela napas dalam-dalam, lalu tersenyum pada Roland.

“…………”

Roland tetap diam, tetapi wajahnya semakin suram. Ini membuktikan bahwa apa yang dikatakan Sara benar.

Benteng Peshita dibangun dengan tergesa-gesa selama tahap akhir era peperangan, dan bukanlah benteng yang kokoh. Dengan setiap hantaman pelatak pada gerbang utama, penyangga kayu akan berderak. Pasukan bertahan melakukan apa yang mereka bisa, namun mereka tidak bisa menang melawan jumlah musuh yang lebih besar, yang bisa dengan mudah memperkuat jumlah mereka dan melanjutkan serangan mereka pada gerbang.

Mereka berhasil mundur setelah kekalahan mereka pada Kastria Baja, tapi situasi disini berbeda. Mustahil melarikan diri dari pengepungan.

(Kami bisa menyerah ketika semua harapan sudah sirna. Jika aku menawarkan kepalaku pada mereka mereka mungkin akan mengampuni anak buahku. Aku memang yang terakhir dalam masalah hak warisan, tetapi kepala seorang Putri tetaplah memiliki nilai.)

Saat pertempuran semakin sengit, Sara membulatkan tekadnya dengan tenang.

Setelah Resimen Kavaleri Otonom selesai beristirahat dan memasok ulang persediaan, sekelompok anak melihat mereka meninggalkan kota Canary dengan sorak-sorai. Olivia melambaikan tangan kepada anak-anak itu, namun begitu dia meninggalkan pintu masuk, dia menarik tali kekang kudanya dan menatap ke arah hutan.

“Mayor, ada apa?”

Melihat wajah Olivia menjadi serius, Claudia menjadi waspada dan bertanya. Namun, jawaban Olivia membingungkan.

“Aku cuma kepikiran kalau ada tikus got berlarian di sekitar sini.”

“… Hah, tikus got, huh.”

Claudia merasakan kekuatan memancar dari bahu Olivia. Tikus got macam apa yang membuat Olivia sampai menarik tali kekang kudanya? Claudia melihat sekeliling penuh rasa penasaran, tetapi nggak melihat tanda-tanda adanya tikus. Sejak awal, tikus got nggak mungkin berkeliaran di siang bolong.

Dia mencoba memgamati area itu dengan kekuatan matanya (Olivia menyebutnya ‘Celestial Eyes’), tapi hasilnya sama saja.

“Tapi aku nggak melihat apa-apa?”

Dia mengatakan yang sebenarnya pada Olivia, dan Olivia mengalihkan pandangannya dari hutan tanpa rasa ketertarikan, dan mulai membelai surai kuda hitamnya.

“Abaikan saja. Aku akan membantai mereka kalau mereka terlalu dekat. Ayo cepat bantu Pasukan Keenam.”

Dengan itu, Olivia menunggangi kudanya ke arah barat, yang mana merupakan arah yang berlawanan dengan tujuan awal mereka, Kota Gurun Keffin.

“Apa nggak apa-apa? Kita bergerak menjauh dari tujuan awal kita…”

“Tapi kita nggak bisa membiarkan mereka mati, kan? Meskipun kita mengirim utusan untuk memberitahu pasukan utama, mereka nggak akan bisa sampai tepat waktu.”

Dengan itu, Olivia menatap Berhard. Berhard menundukkan kepalanya begitu rendah sampai-sampai dia hampir menabrak punggung kuda yang dia tunggangi.

“Kau benar, tapi akan buruk Kalau Pasukan Kedua berada dalam bahaya karena hal ini…”

Dalam hal urgensi, Pasukan Keenam berada dalam bahaya yang lebih besar. Tapi dari gambaran besarnya, Pasukan Kedua jauh lebih penting. Membantu kedua belah pihak rasanya terlalu berlebihan, tapi Claudia berharap mereka bisa melakukannya.

“Pasukan Kedua akan baik-baik saja. Bukankah Ashton sudah mengatakannya? Pasukan Kekaisaran di utara sedang menunggu Pasukan Ketujuh. Jadi mereka nggak akan bertindak sebelum kita sampai.”

Dengan itu, Olivia menatap wajah Ashton yang tegang disampingnya.

“Y-Yah, aku memang bilang begitu, tapi itu cuma perasaanku saja, dan gak ada jaminan…”

Ashton mengalihkan pandangannya antara Olivia dan Claudia, dan menjelaskan dengan sedikit malu-malu. Olivia menepuk punggung Ashton yang kempes dan berkata:

“Ahaha, Ashton, kau betul-betul menarik.”

“Apa yang menarik!?”

“Caramu menjawab pertanyaan dengan benar, tapi masih kekurangan kepercayaan diri untuk mendukungnya. Itu sebabnya kau selalu kalah main catur melawanku. Berhati-hati itu penting, tapi terlalu hati-hati bisa jadi bumerang untukmu.”

Olivia memperingatkan dia dengan wajah serius.

“—!?”

Ashton ingin membantah— tetapi malah menundukkan kepalanya. Olivia mengunci telapak tangannya dan meregangkan punggungnya, lalu menoleh pada Claudia:

“Oke, waktunya mepet, ayo bergegas.”

Seolah mengerti apa yang dikatakan Olivia, kuda hitam itu meringkik dan berlari di dataran sesuai dengan keinginan majikannya. Ashton, Claudia, dan Resimen Kavaleri Otonom segera mengikuti dia.

(Letjen Sara, bertahanlah.)

Berhard mempererat genggamannya pada tali kekang, dan memacu kudanya.

–Setelah Resimen Kavaleri Otonom menghilang di kejauhan.

“Apakah cewek itu menyadari kehadiran kita?”

“Itu nggak mungkin.”

Dua pria berpakaian hitam muncul di hutan. Mereka adalah Lettu Alvin dan Serma Leicester dari Badan Intelijen Kekaisaran, “Heat Haze”.

“Tidak, sangat jelas dari gerak-geriknya kalau dia menyadari kita. Dia benar-benar mendeteksi kita dari jauh. Mempertimbangkan penampilannya, dia pasti si monster yang digosipkan…”

“Lettu Alvin, itu nggak mungkin. Dia nggak menggunakan teleskop, jadi kupikir ini hanya kebetulan saja.”

Leicester mengangkat bahu, dan menaruh teleskop pada pinggangnya.

“Inilah sebabnya kau masih saja pangkat Serma setelah sekian lama bekerja. Kau terikat oleh akal sehat, yang mana membatasi pandanganmu. Di dunia ini ada hal-hal yang melampaui imajinasi kita.”

“…Maksudmu Penyihir?”

Leicester bertanya terkejut, dan Alvin mengangguk.

“Penyihir merupakan salah satu contohnya. Kita juga bisa berasumsi bahwa ada eksistensi lain yang mirip dengan mereka.”

“Apakah kau mengatakan bahwa cewek itu adalah eksistensi semacam itu? Sejujurnya, aku bahkan nggak bisa membayangkan dia membunuh seekor lalat.”

Leicester mengernyit saat dia melihat kearah mana Resimen Kavaleri Otonom itu bergerak.

“Pasukan Kerajaan tidaklah sebodoh itu sampai-sampai membiarkan seorang cewek polos mengkomando sebuah unit. Dia adalah contoh yang tepat dari peribahasa jangan menilai buku dari sampulnya. Serma Leicester, kau pasti sudah mendengar tentang apa yang terjadi pada Kastil Kaspar, kan?”

“Maksudmu rumor tentang cewek yang tak bisa dilukai dengan pedang? Itu hanyalah ucapan para prajurit rendahan.”

“Yang kau sebut rendahan itu menundukkan 4.000 prajurit, dan memaksa mereka untuk menyerahkan Kastil Kaspar tanpa perlawanan. Tuan Osborne dan Tuan George mungkin juga dibunuh oleh subjek rumor itu.”

“Apa kau serius?”

Leicester tercengang.

“Kami masih mengumpulkan ‘pecahannya’ sekarang, jadi aku nggak bisa bilang dengan pasti.”

“…Apa kau sudah melaporkan ini pada Nona Rosenmarie?”

Leicester bertanya pelan. Alvin menggeleng.

“Belum. Seperti yang kubilang, kami masih mengumpulkan petunjuk.”

Heat Haze tau kalau Rosenmarie punya dendam kesumat pada Pasukan Ketujuh yang membunuh Osborne. Sangat mudah menyimpulkan hal itu, karena setengah dari agen Heat Haze dikirim untuk menyelidiki pergerakan Pasukan Ketujuh.

Itu sebabnya sangat sulit melaporkan ini tanpa mendapatkan lebih banyak bukti. Alvin tau kalau informasi tak lengkap hanya akan menciptakan kekacauan.

“Apa kau tau? Nggak peduli terdengar seberapa anehnya sesuatu, pasti ada serpihan kebenaran didalamnya. Kita adalah Heat Haze dari Biro Intelijen. Mengumpulkan pecahan ini dan melaporkan informasi secara utuh adalah tugas kita. Bertarung adalah pilihan terakhir kita, jangan lupakan itu.”

Alvin sepertinya mengatakan itu demi dirinya sendiri. Lalu dia menepuk bahu Leicester.

“Siap, aku akan mengingatnya— Betewe, apa kau melihat bendera mereka?”

“Tentu saja, singa dan tujuh bintang, mereka pasti Pasukan Ketujuh.”

Menemukan Pasukan Ketujuh setelah sekian lama membuat Alvin menghela napas lega. Tekanan yang terus-menerus dari Rosenmarie telah meningkatkan ketegangan pada pikirannya.

“Tapi ini aneh. Kalau mereka menuju ke utara, bukankah mereka harusnya pergi ke timur dulu….?”

Leicester menatap debu yang diterbangkan oleh Pasukan Ketujuh, dan memiringkan kepalanya dengan bingung. Seperti yang dia katakan, kalau mereka ingin menuju bagian utara Kerajaan, mereka harus berbelok ke timur. Tetapi unit Pasukan Ketujuh yang mereka lihat sedang menuju ke barat.

“Mungkinkah mereka menuju ke wilayah tengah?”

“Apa yang harus kita lakukan?”

“…Sebentar, aku akan memimpin unit untuk terus melacak mereka. Kita harus mengetahui tujuan mereka, atau kita nggak akan bisa membuat laporan yang tepat. Serma Leicester, segera sampaikan berita bahwa kita telah melihat Pasukan Ketujuh pada Nona Rosenmarie. Ingat, jangan menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan Tuan Osborne.”

“Siap ndan!”

“–Satu lagi, katakan pada beliau bahwa cewek itu mungkin si monster yang digosipkan.”

“A-Apa nggak apa-apa?”

“Kita harus memperingatkan beliau, meskipun dia mungkin nggak tertarik pada monster itu.”

“Dimengerti.”

“Baiklah kalau begitu, pergilah.”

Leicester memberi hormat pada Alvin, dan bergegas ke timur dengan perintahnya. Alvin memperhatikan dia pergi dan memikirkan seorang rekan yang hilang.

(Kontak dengan Letda Zenon terputus setelah dia menyusup ke Benteng Galia. Zenon adalah yang terbaik dari yang terbaik dalam kemampuan bela diri di Heat Haze. Dan juga ada masalah dengan monster itu, mendingan main aman saja.)

Meski melalui teleskopnya, dia bisa menyebutkan kalau kecantikan cewek itu luar biasa. Merasa merinding karena suatu alasan, Alvin menghilang ke kedalaman hutan.

[edit]

Pasukan Kekaisaran Kastil Windsam, kantor Gaier

Saat Gaier kembali ke kantornya, pelayannya yang telah menunggu memberi hormat padanya. Setelah membalas mereka, Gaier perlahan duduk.

“Kolonel Gaier, ini adalah laporan hari ini.”

Gaier mengambil laporan itu dalam diam dan mulai membacanya. Pada dasarnya itu adalah keluhan dari tuan tanah yang dimanfaatkan untuk melindungi Kekaisaran.

(Rencana Jenderal berhasil. Sepertinya kami akan mengendalikan wilayah utara Kerajaan lebih cepat dari yang diduga.)

Seraya berpikir demikian, tatapan Gaier mengarah pada akhir laporan tersebut.

(Akhirnya tiba juga saatnya. Sekaranglah saatnya…)

Gaier menghela nafas, dan berdiri dari kursinya yang bahkan masih belum hangat.

“Kolonel, apa kau akan pergi?”

“Jenderal ada dimana?”

“Ditempat biasa.”

“Dimengerti. Aku akan kembali satu jam lagi.”

Dengan itu, Gaier pergi ke kantor Rosenmarie.

“Gaier menghadap, ingin bertemu dengan komandan.”

Gaier berkata seraya membuka pintu kantor komandan, dan merasakan suasana yang berat didalam ruangan itu. Tirainya sudah sudah dibuka, tapi jendelanya tertutup rapat. Gaier membuka jendela untuk memberi udara segar pada ruangan tersebut, berjalan menuju Rosenmarie yang sedang menukis di mejanya dan berkata:

“Jenderal, boleh aku minta waktumu sebentar?”

“–Huh? Gaier ya… Seperti yang kau lihat, aku sedang sibuk.”

Rosenmarie bahkan nggak melihat kearah dia, dan menjawab tak sabaran. Dia pasti menyisir rambutnya secara sembarangan tadi, karena rambut merahnya yang cantik cukup berantakan.

Rosenmarie yang tinggi yang suka memakai seragam pria sangat populer diantara para bangsawan wanita dan para pembantu, dan akan dikerumuni oleh mereka saat ada pesta dan pesta dansa. Rosenmarie cukup kerepotan oleh hal itu juga.

(Ngomong-ngomong, kayaknya dia sedang dalam suasana hati yang buruk.)

Gaier mengarahkan tatapannya kearah penyebab semua ini. Tumpukan dokumen di mejanya.

Susah hampir sebulan sejak mereka mengalahkan Pasukan Ketiga dan Keempat di Zona Perang Utara. Belakangan ini, Rosenmarie menghabiskannya sebagian besar waktunya didalam kantornya.

Alasannya sederhana. Mereka mendapatkan kendali atas bagian utara Kerajaan terlalu cepat, dan proses administrasinya gak bisa mengimbangi. Kebanyakan pekerjaan administrasi dikerjakan oleh sekumpulan perwira sipil, dan bahkan sekarangpun suara dari pena mereka dari ruangan sebelah masih bisa terdengar.

Akan tetapi, masih banyak sekali dokumen yang perlu diperiksa dari Rosenmarie, dan para perwira sipil gak bisa menanganginya untuk menggantikan dia. Dia gak punya pilihan selain bekerja keras dalam mengerjakannya, tapi kalau dia butuh bantuan dari Gaier, ajudannya, Gaier akan sangat senang membantu dia.

(Jenderal memang luar biasa, jadi aku nggak perlu mengatakannya.)

Gaier memperbaiki postur duduknya, dan mengucapkan kata-kata yang ingin didengar Rosenmarie.

“Heat Haze mengirim laporan.”

Disaat Gaier berkata begitu, pena di tangan Rosenmarie tersentak. Lalu fia mengangkat kepalanya perlahan seraya tersenyum.

Ekpresi Rosenmarie yang gak biasa membuat Gaier terkejut.

“–Terus?”

“S-Siap ndan. Heat Haze menemukan keberadaan Pasukan Ketujuh di selatan Kerajaan, dekat kota Canary. Mereka berjumlah 3.000, dan mungkin barisan depan sekaligus pengintai. Dan juga….”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 10.png

“Dan juga?”

Rosenmarie mengulangi penuh minat. Dia tampak begitu gembira sampai-sampai dia mungkin mulai bersenandung, yang mana itu kelihatan agak menakutkan. Gaier menjilat bibirnya yang kering, dan melaporkan apa yang ragu untuk dia ucapkan:

“….Ini hanya pandangan subjektif dari Heat Haze, dan belum dipastikan….”

Dengan peringatan itu, Gaier menyampaikan informasi soal unit yang dipimpin oleh seorang cewek berambut perak, dan cewek itu bisa jadi monster yang digosipkan– pada Rosenmarie. Informasi ini hanyalah spekulasi, tapi karena berasal dari Heat Haze, Gaul merasa informasi ini sangat besar kemungkinannya bahwa itu benar.

Adapun untuk Rosenmarie, senyumnya jadi semakin menakutkan setelah mendengar informasi ini, dan dia akhirnya terbawa keras.

“Ahahahaha! Bagus! Seperti yang diharapkan dari Heat Haze, kerja bagus!”

“Namun, pergerakan unit itu agak aneh.”

“Haha…. Aneh? Kenapa kau bilang begitu?”

Wajah Rosenmarie menjadi agak muram.

“Mereka tidak bergerak ke utara, dan berbelok ke barat.”

“Barat? Apa mereka bergerak menjauh dari kita?”

Rosenmarie mengusap bibirnya sedikit menggoda, dan berpikir secara mendalam. Tapi dia langsung selesai berpikir dan berkata:

“Cih! Dasar Graden tua bangka bodoh, membuat masalah yang tak perlu.”

Dia mengkritik Jenderal Besar Kekaisaran keras-keras. Gaier tau kalau diruangan ini hanya ada mereka berdua, tapi tetap saja dia melihat sekeliling ruangan.

“Komandan, tolong perhatikan ucapanmu. Mengkritik tuan Jenderal Besar itu keterlaluan.”

“Hmmmp. Diruangan ini cuma ada kita, jadi gak apa-apa.”

Rosenmarie masa bodo, tapi Gaier bersikeras:

“Meski itu benar, kau masih harus jaga sikap. Ada banyak orang yang mengamati posisimu, dan apa yang barusaja kau ucapkan bisa menjadi bahan yang sangat bagus untuk menjatuhkan posisimu.”

Silsilah dan prestasi Rosenmarie memang sangat luar biasa, tapi dia masih punya musuh dalam Kekaisaran. Ada banyak orang yang ingin melihat dia jatuh dari posisinya. Tentu saja, gak akan ada gunanya kalau mereka gak memiliki kemampuan dari seorang Tiga-Jenderal, tapi menyediakan bahan-bahan yang bisa digunakan untuk menentangmu tetaplah tidak bijak.

“Aku paham, aku paham. Aku nggak terlalu menyukai posisi dari seorang Tiga Jenderal Kekaisaran, tapi aku juga nggak berencana menyerahkannya pada orang-orang yang gak kompeten.”

Rosenmarie lalu mencibir.

“Baguslah kalau kau memahami dampaknya– Tapi, pergerakan Pasukan Ketujuh benar-benar berkaitan dengan Tuan Jenderal Besar?”

Saat dia mendengar pertanyaan Gaier, Rosenmarie perlahan memutar kursinya dan menjawab:

“Ya, dan dia juga memainkan peran besar didalamya. Di bagian tenggara dari Zona Perang Tengah, ada Benteng Peshita yang dijaga oleh Pasukan Keenam Kerajaan. Kalau aku nggak salah, Jenderal Besar Graden memerintahkan Kerajaan Swaran untuk menyerang benteng itu.”

Gaier menatap peta yang menggantung di dinding, dan mengangguk.

“Aku mengerti…. Jadi barisan depan mereka kesana untuk membantu Pasukan Keenam?”

“Kemungkinan besar begitu. Dia betul-betul merepotkan.”

Rosenmarie mendecak lidahnya lagi. Gaier tiba-tiba menyadari kalau dirinya menghela nafas lega.

(Apa aku takut pada Pasukan Ketujuh, dan yang disebut monster itu….?)

Gaier merenung dan lanjut bertanya:

“Jadi mereka tak punya rencana pergi ke utara?”

“Bagaimanapun juga mereka tidaklah sebodoh itu untuk membiarkan kita bertindak sesuka kita. Karena barisan depan sudah dikirim, pasukan utama akan segera menyusul.”

“Jadi pasukan utama mereka akan datang pada kita?”

“Itu benar.”

Rosenmarie mengangguk tenang. Spekulasinya masuk akal, dan Gaier gak ragu kalau Rosenmarie benar. Ada peluang bahwa pasukan utama dari Pasukan Ketujuh pergi membantu Benteng Peshita di Zona Perang Tengah, peluang hal itu terjadi tidaklah kecil.

“Harus bagaimana kita menangani barisan depan musuh?”

“Kita gak perlu melakukan apa-apa, karena kita harus menghargai reputasi Jenderal Besar. Meski aku jengkel sama dia karena mengganggu.”

“….Dan kalau monster itu memukul mundur Pasukan Swaran?”

Gaier memberanikan diri untuk membuka Kotak Pandora, dan bertanya. Rosenmarie bersandar pada kursinya, matanya jelalatan selama beberapa saat.

“Yah…. Kalu memang begitu, kirim Volmar untuk menghadapi dia.”

Rosenmarie menjentikkan jarinya dengan bangga saat dia menjawab.

“Letkol Volmar?”

“Ya, dia bilang padaku dia masih belum puas mengamuk. Dia sangat pas untuk menguji keberanian monster itu. Tapi itupun kalau mereka bisa mengalahkan Pasukan Swaran.”

Volmar adalah salah satu petarung terkuat di Ksatria Crimson. Hobi dan minatnya mungkin menakutkan, tapi Gaier merasa dia adalah kandidat terbaik untuk menghadapi monster itu.

Meski begitu, Gaier nggak menyangka Rosenmarie bilang begitu. Dia pikir Rosenmarie akan mengabaikan tugasnya, dan pergi melawan monster itu. Dia sudah siap untuk menghentikan Rosenmarie dengan segala cara, dan jadi agak kebingungan karena ternyata malah begini jadinya.

(Apa yang direncanakan komandan?)

Gaier dibuat bingung oleh Rosenmarie yang tersenyum gembira. Gaier senang Rosenmarie memilih untuk bertindak seperti ini, tapi dia masih memiliki keraguan tentang semua ini.

Dia yakin Rosenmarie sangat terobsesi pada Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne. Meski begitu, dia masih mengirim Volmar untuk menghadapi musuh. Wajar kalau Gaier bingung dengan tindakan Rosenmarie.

“Ada apa? Kau kelihatan terkejut.”

“T-Tidak, tidak juga…”

Gaier segera menggeleng.

“Hmm—? Apa kau berpikir kalau aku akan membuang segalanya dan menantang duel monster itu?”

“–!? I-Itu…”

Apa yang dikatakan Rosenmarie nampaknya tepat seperti yang dipikirkan Gaier, dan membuat dia gak bisa berkata apa-apa. Penasaran dengan reaksi Gaier, Rosenmarie menjelaskan:

“Jangan kaget begitu, itu tidaklah rumit. Tujuanku adalah menghancurkan Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne, bukan untuk mengurus monster itu. Dan unitnya yang cuma 3.000 prajurit tidaklah sepadan kalau aku harus turun tangan sendiri, kalau aku bertindak sekarang, ujung-ujungnya aku cuma akan jadi bahan tertawaan Kekaisaran.”

Rosenmarie tertawa terbahak-bahak.

(Komandan tertarik pada monster itu, tapi nggak berniat melawannya secara langsung. Itulah intinya…)

Untungnya monster itu gak menarik semua perhatian Rosenmarie. Sebelum Rosenmarie berubah pikiran, Gaier dengan cepat menyetujui:

“Mengirim Letkol Volmar merupakan pilihan yang bagus. Monster atau bukan, tidaklah bijak kalau komandan turun tangan sendiri.”

“Betul kan? Gak masalah kalau Volmar bisa membunuh monster itu, karena itu artinya monster itu nggak layak menghadapiku. Tapi kalau Volmar mati, maka aku akan menghancurkan monster itu bersama pasukan itu. Sesederhana itulah.”

–Persiapan setelah ini akan ditangani oleh Gaier.

Dengan itu, Rosenmarie mulai mengerjakan dokumennya lagi. Gak seperti sebelumnya, suara penanya lebih berirama.

Gaier segera meninggalkan kantor sambil membawa perintahnya. Setelah menutup pintu, dia bisa mendengar tawa gila Rosenmarie, dan rasa merinding menjalar di punggungnya.



Bab 3: Orang Yang Menyebarkan Kematian[edit]

I[edit]

“Itu hanyalah satu benteng yang sudah rusak parah, butuh berapa lama sampai kalian merebutnya!?”

Jenderal Besar Pasukan Kerajaan Swaran, Liberal Ertoria, melampiaskan kemarahannya pada para perwira didepannya.

Sudah seminggu berlalu sejak mereka melancarkan serangan pada Benteng Peshita yang dijaga oleh Pasukan Keenam. Mereka menduga bisa merebut benteng itu dengan mudah dalam tiga hari, tapi nyatanya, gerbang Benteng Peshita tetap tertutup rapat. Mereka mencoba menyerang dengan tangga-tangga penyerbuan, tapi gagal menembus.

Liberal meremas kertas ditangannya dan melemparkannya ke tanah.

(Dasar Graden si musang tua! Dia mau mencopotku dari komandoku kalau aku gak merebut benteng itu sampai batas waktu yang ditentukan? Dia betul-betul mengirim surat ini padaku!? Dia maunya apa sih!? Meskipun Kerajaan Swaran merupakan negara bawahan Kekaisaran, bukan berarti dia bisa melakukan apapun seenak jidatnya!)

–Satu tahun lalu

Saat Benteng Kiel milik Kerajaan Farnesse jatuh, Kekaisaran mengarahkan cakarnya pada Kerajaan Swaran. Raja muda mereka, Hyde Fon Swaran adalah seorang berdarah panas, dan merobek surat yang dikirim oleh seorang utusan dari Kekaisaran.

Untuk meringkas surat panjang itu, mereka pada dasarnya ingin Kerajaan Swaran untuk tunduk pada Kekaisaran Arsbelt. Surat itu ditulis penuh arogansi.

Hyde yang murka mengeksekusi utusan tersebut. Dia mengabaikan nasehat dari para bawahannya, dan memimpin pasukan untuk melawan Pasukan Kekaisaran. Kedua pasukan bertempur di perbatasan utara Swaran, di bukit Lunwhal.

Para sejarawan menyebut ini《Perang Swaran》, pasukan Swaran kalah dari Ksatria Baja yang dipimpin oleh George. Hyde yang ditangkap, dieksekusi tiga hari setelahnya, bersama dengan para bawahannya.

Setelah itu, Kekaisaran tidak menaklukkan Swaran secara langsung, dan mendorong Allen Fon Swaran untuk naik tahta. Dari luar, Kerajaan Swaran tetap ada, tapi Allan tak memiliki kekuasaan. Pada akhirnya, Graden yang memegang kendali penuh seraya bertindak sebagai Menteri Utama Kerajaan Swaran, dan memerintah Kerajaan dari Benteng Kiel.

Saat Liberal terus marah-marah. Salah satu perwira berkata takut-takut:

“Jenderal, musuh sudah jelas kelelahan. Menurutku, situasinya akan segera berpihak pada kita.”

“Segera, segera teruuuuussss, semuanya terus bilang begitu… Aku ingat mendengarnya tiga hari lalu. Yang dibilang “segera” itu berapa lama lagi?”

Pada saat ini, semua perwira Swaran, termasuk Liberal, nggak menyadari satu fakta.

Pasukan Keenam sebenarnya sudah mencapai batas mereka akibat serangan tanpa henti dari Pasukan Swaran–

Benteng Peshita, Kamar Sara

“Putri Sara, waktunya makan.”

Sara perlahan bangun dari kasurnya, dan menatap piring yang ditaruh Roland di meja. Dimeja itu ada setengah potong roti yang menghitam, dan sup yang hampir gak ada bedanya dengan air. Biasanya, ini bukanlah sesuatu yang seharusnya disajikan pada Sara, yang merupakan seorang Putri.

“Terimakasih, tapi aku nggak lapar.”

Sara menurunkan pandangannya, dan menggeleng pada Roland yang kuatir.

“Maafkan saya, tapi anda juga bilang begitu enam jam yang lalu. Jika anda tidak makan, itu akan mempengaruhi kesehatan anda.”

Roland nggak menunjukkan niat untuk pergi, dan bersikeras kalau Sara harus makan. Setelah keheningan sejenak, Sara menatap Roland dengan tegas:

“Kalau begitu aku akan mengatakannya dengan jelas. Aku tetaplah seorang putri, dan makanan seperti ini tidaklah layak untukku. Sudah jelas makanan ini basi, kalau kau mengerti, maka bawa pergi!”

Ucap Sara seraya dia melemparkan bantalnya. Bantal itu mengenai Roland, dan bulu-bulu didalamnya berhamburan. Sara merajuk dan berpaling.

“….Baginda Putri, percuma saja berpura-pura. Meskipun orang lain tidak memahaminya, Roland ini tetap akan paham.”

“A-Apa maksudmu….”

Sara tergagap, dan Roland tersenyum agak sedih.

“Anda memang sangat baik. Anda berpikir bahwa jika anda tidak makan, anda bisa memberikan bagian anda pada prajurit lain, kan?”

“Fufufu, itu cuma anggapanmu saja. Bukankah aku sudah bilang? Ini gak layak untuk seorang Putri seperti aku.”

Roland mengabaikan bantahan palsu dari Sara, dan melanjutkan dengan wajah serius:

“Dan anda berencana mengakhiri ini dengan kematian anda.”

“—!?”

“….Saya sudah melayani anda lebih dari 10 tahun, Putri Sara, jadi aku bisa memahaminya. Anda mungkin berpikir bahwa anda bisa menukarkan nyawa anda pada musuh untuk mengampuni pasukan. Tapi musuh mungkin tak menerima tawaran ini.”

“Tapi aku seorang Putri–”

“Jadi anda benar-benar berencana melakukan itu….”

Saat dia mendengar Roland berkata begitu seraya menghela nafas, Sara menyadari kesalahannya. Sekarang semuanya sudah ketahuan, Roland nggak akan membiarkan masalah ini begitu saja. Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Sara berkata:

“….Tak ada cara lain lagi. Kalau ada peluang yang bisa memberi kesempatan semua orang tetap hidup jika aku menawarkan kepalaku, maka itu layak dicoba… Itu seperti kita sudah kalah dalam pertaruhan kita…”

“Apa yang anda bicarakan itu tentang bala bantuan?”

Sara mengangguk dalam diam. Sudah seminggu sejak utusan itu pergi meninggalkan Benteng Peshita, dan gak ada tanda-tanda dari Pasukan Ketujuh. Sara sudah menyerah atas harapan mereka akan muncul.

“Belum…. Itu masih belum berakhir.”

Suara Roland agak bergetar saat dia bilang begitu. Sara langsung berdiri dari kasurnya dan merenggangkan punggungnya.

“Batas waktunya sudah habis. Tak apa-apa sekarang, tolong siapkan zirahku. Kalau aku kehilangan kepalaku seraya berpakaian seperti ini, itu akan mempermalukan klan Livia dan keluarga Kerajaan.”

Sara menarik keliman piyamanya sambil tersenyum agak kaku.

Pasukan Swaran, Unit Cadangan

Seorang prajurit muda berwajah pucat menerobos masuk tenda saat Letda Macier sedang sarapan.

“Kenapa pagi-pagi begini sudah bikin keributan? Apa kita akhirnya merebut Benteng Peshita?”

“T-Tidak! Pasukan musuh menyerang kita dari belakang, dan hampir mengepung kita!”

Saat dia mendengar itu, Macier meludahkan roti yang dia kunyah.

“Musuh!? Kerajaan Farnesse!?”

“I-Iya! Mereka membawa bendera bergambar singa!”

Macier memang komandan dari unit cadangan ini, tapi dia cuma punya 500 prajurit dibawah komandonya. Hal ini menyiratkan fakta bahwa unit cadangan hanyalah formalitas saja. Dengan kata lain, setelah para petinggi menafsir situasi dari Pasukan Kerajaan Farnesse, mereka menyimpulkan bahwa tak akan ada bala bantuan untuk membantu Benteng Peshita.

Macier berpikir dia akan menghabiskan beberapa saat jauh dari peperangan, tapi ternyata ceritanya lain.

“Jumlahnya!?”

“Huh?”

Saat dia melihat prajurit itu kebingungan, Macier berteriak marah:

“Apa-apaan itu? Aku bertanya berapa jumlah musuh!”

“Se-Sekitar tiga ribu!”

Prajurit itu tergagap.

“Tiga ribu…”

Macier menelan ludah sama seperti prajurit tadi. Sebuah perhitungan sederhana memberitahu dia kalau musuh mengungguli unitnya 6:1. Gak ada peluang menang. Pikiran Macier segera mengarah pada pilihan mundur.

“Letda Macier, apq yang harus kita lakukan?”

“Gak ada yang bisa kita perbuat. Bersiap mundur secepatnya.”

Normalnya, dia harus mengirim laporan mendesak pada pasukan utama untuk memberitahu mereka tentang serangan musuh, tapi gak ada waktu untuk itu.

“A-Apa kita mundur ke Swaran?”

“Apa kau bodoh? Sudah jelas kita akan berkumpul dengan pasukan utama! Gak usah banyak bacot, segera bersiap!”

“S-Siap ndan!”

Macier menghela nafas berat saat dia melihat prajurit muda itu keluar dari tenda. Setelah mengalami kekalahan besar setahun lalu, unit cadangan Swaran terdiri dari para rekrutan tak berpengalaman, yang baru turun ke lapangan belum lama ini.

Macier memegang gagang pedangnya seraya tersenyum mengejek diri.

Macier yang meninggalkan tenda lebih lambat dari yang lainnya, terkejut dengan apa yang dia saksikan. Lalu, dia menyadari seberapa cerobohnya dia dalam hal pertahanan. Unitnya telah dikepung, dan musuh sudah dalam keadaan busur dan panah yang siap ditembakkan. Semua anak buahnya mengangkat tangan dan menyerah.

“–Mayat-mayat ini?”

Macier menatap mayat-mayat yang tergeletak didepannya dan menanyai seorang prajurit berwajah pucat. Semua mayat itu terpotong tengah, dan tampak sangat nggak masuk akal.

“D-Dia yang melakukan semua ini sendirian!”

Seorang prajurit mengarahkan jarinya yang gementar pada seorang cewek yang sangat cantik. Ditangan cewek itu ada pedang hitam berlumuran darah, dan dia sepertinya seorang prajurit dari Kerajaan Farnesse.

(Gadis muda ini memotong seseorang menjadi dua? Dari reaksi musuh, dia sepertinya komandan mereka… Lelucon macam apa ini?)

Macier sama sekali gak bisa menghubungkan mayat-mayat yang terbelah menjadi dua dengan cewek itu, saat cewek itu mendekati dirinya seraya tersenyum cerah.

(–Hmm….? Perasaan aneh apa ini?)

Macier yang berasal dari keluarga kelas menengah merasakan sesuatu yang aneh dari cewek itu. Saat cewek itu mendekati dirinya, perasaan itu semakin kuat. Ketika cewek itu berhenti didepannya, butuh segala kemampuan yang dia miliki hanya untuk menekan rasa takut yang bergejolak dalam dirinya.

“Apa kau komandan unit ini?”

“….Y-Ya.”

“Boleh aku tau namamu?”

“……Macier.”

–Rasanya seperti aku ditelan oleh Kegelapan.

“Namaku Olivia, senang berjumpa denganmu. Betewe, maukah kau mendengarkan permintaanku?”

“Ini gak terlihat aku punya pilihan lain.”

–Ya, itu benar.

“Baiklah kalau begitu, aku mau kau membawaku ke pasukan utama Tentara Swaran. Kalau memungkinkan, langsung menghadap panglima pasukan.”

“Aku paham. Aku akan membawamu kesana. Sebagai gantinya, kuharap kau bisa mengampuni anak buahku. Mereka hanyalah para petani yang kena wajib militer belum lama ini.”

–Jangan pernah menantang cewek ini.

“Dimengerti. Kalau mereka nggak melawan, aku nggak akan membunuh mereka, jadi nggak usah kuatir. Betewe, para prajurit dari Pasukan Swaran berbeda dengan Pasukan Kekaisaran, kau sangat jujur. Ini sangat membantu bahwa semua berjalan begitu mulus. Kalau begitu, untuk menyembunyikan identitasku sebagai seorang prajurit dari Pasukan Kerajaan, aku harus memyamar. Ini sama seperti ‘Sharia si Ksatria Bertopeng’, sungguh mendebarkan!”

Dengan itu, cewek itu perlahan membelai zirah dari seorang prajurit yang sudah hampir menangis.

Jangan pernah menantang cewek ini–

[edit]

Benteng Peshita, Pasukan Utama Tentara Swaran

“Jenderal, komandan dari unit cadangan, Letda Macier ingin menghadap.”

Sang Ahli Strategi, Brigjen Rheinbach berbisik pada telinga Liberal yang sedang mengawasi pertempuran.

“Apa? Dia nggak mengirim utusan, dan datang sendiri? Apa yang dia pikirkan, meninggalkan posnya seperti ini?”

“Dia bilang bahwa ini menyangkut kelangsungan Kerajaan Swaran, dan dia tak bisa mempercayakannya pada seorang utusan.”

“Kelangsungan Kerajaan Swaran? Suruh dia masuk sekarang.”

“Dimengerti.”

Lalu Macier muncul didepan kelompok perwira itu bersama seorang prajurit. Liberal berjalan kearah kedua prajurit yang berlutut satu kaki itu. Kebijakan Kerajaan Swaran memang ditetapkan oleh Kekaisaran, tapi mereka masih mempertahankan struktur komando mereka sebagai sebuah negara.

Akan tetapi, struktur Komando ini begitu rapuh yang mana bisa hancur karena kehendak Graden, jadi Liberal nggak bisa begitu saja menyuruh Macier pergi.

“Cepat, masalah apa yang bisa mempengaruhi kelangsungan Kerajaan Swaran?”

“…………”

“Kenapa kau diam saja? Cepat katakan!”

“…….Jenderal, saya meminta maaf yang sedalam-dalamnya.”

Macier menundukkan kepalanya meminta maaf.

“Minta maaf…. Apa yang kau katakan?”

Macier nggak menjawab Liberal, dan berkata pada prajurit yang ada disebelahnya.

“Ini harusnya gak masalah sekarang. Aku sudah mengerjakan tugasku.”

“Ya, makasih banyak. Sekarang waktunya bagi Sharia Ksatria Bertopeng untuk bersinar.”

Cewek itu nggak memakai topeng sih. Prajurit itu berkata begitu seraya dia berdiri tanpa ijin, dan melepas helmnya. Rambut peraknya terurai, dan Liberal tertegun atas kecantikannya.

Para perwira disekitar dia terkesiap kagum.

“Sharia Ksatria Bertopeng? Hentikan omong kosong ini! Leporkan masalah yang mengancam kelangsungan Swaran!”

Liberal tersentak dari kondisi tertegunnya, mengabaikan prajurit wanita yang mencurigakan itu dan berteriak pada Macier. Namun, Macier terus menunduk dan tetap diam. Prajurit wanita itu melompat ke samping Liberal, dan tiba-tiba meletakkan pedang pada leher Liberal.

Gak seorangpun yang paham apa yang terjadi–bahkan Liberal yang ditodong dengan pedang pun gak memahaminya.

“K-Kenapa kau! Apa kau sudah gila!”

Rheinbach lah yang pertama bereaksi, dan mengarahkan pedangnya pada prajurit wanita itu. Para perwira lain mengikutinya. Meskipun cewek itu dikelilingi oleh para elit dari Kerajaan Swaran, prajurit wanita itu gak terpengaruh dan berkata:

“Kelangsungan Kerajaan Swaran? Aku nggak tau apa-apa soal itu. Aku cuma meminta bantuan Tuan Macier untuk merebut markasmu dengan cepat.”

Apa yang dikatakan prajurit wanita itu menyebabkan kegemparan.

“Bajingan, maka itu pengkhianatan kalau begitu!?”

Rheinbach berteriak marah, dan prajurit wanita itu membelalakkan matanya terkejut saat dia mendengar hal itu.

“Ehh? Aku nggak melakukan pemberontakan. Sejak awal aku bukan prajurit Swaran. Aku Mayor dari Kerajaan Farnesse, Olivia Valedstorm. Selain itu, aku juga dikenal sebagai Sharia Ksatria Bertopeng!”

Olivia tetap mempertahankan sikapnya yang riang meski dia dalam situasi genting. Liberal gak bisa bergerak bebas, dan menoleh pada Macier.

“Aku nggak tau kenapa kau tunduk pada cewek sinting ini, tapi aku gak peduli lagi… Memang disayangkan, tapi aku tetaplah seorang prajurit, dan gak akan menyerah untuk menyelamatkan diriku sendiri. Jangan pikir kau bisa menggunakan aku sebagai perisai.”

Tapi Macier nggak menjawab, dan Olivia berkata menggantikan dia:

“Begitu kah? Itu juga nggak masalah, itu agak merepotkan buatku. Tapi yang lainnya nggak berpikiran begitu sih.”

“Apa kau bilang?”

Liberal menyadari bahwa para perwira menunjukkan wajah rumit.

“Kenapa kalian cuma diam saja? Jangan pikirkan soal aku, habisi para pembelot ini!”

“….Maaf, tapi kami tidak bisa. Jika Swaran kehilangan dirimu, maka masa depan kami akan suram. Raja Allen yang masih muda membutuhkanmu, Jenderal.”

Rheinbach menjatuhkan pedangnya, dan para perwira lainnya juga mengikutinya.

“Kalian….”

“Kau menang, kami tidak akan melawan. Tolong ampuni nyawa Jenderal.”

Rheinbach berkata seraya menundukkan kepalanya. Olivia mengangguk senang akan hal itu.

“Bagus sekali bahwa orang-orang dari Swaran begitu patuh. Aku akan melepaskan dia kalau kalian semua sudah mundur. Tapi kalau kalian melakukan sesuatu yang licik–”

Olivia mengeluarkan sebuah belati dari pinggangnya dan melemparkannya ke belakang bahkan tanpa menoleh. Lalu seorang prajurit memegang busur jatuh dari pohon. Sebuah belati dengan lambang singa menancapkan tepat diantara alisnya. Semua orang merasa merinding pada pemandangan itu.

“Kalian akan berakhir seperti manusia ini, dan nggak bisa makan makanan lezat lagi.”

Olivia yang telah mengendalikan tempat itu menampilkan senyum mempesona.

“Yang Mulia Sara, harap pertimbangkan kembali!”

Suara Roland terdengar dari belakangnya Sara yang sedang menaiki tangga.

“Tidak, kalau kita menundanya lebih lama lagi, mereka nggak akan menerima penyerahan kita. Nggak masalah nggak menyerah kalau kita masih bisa melawan.”

Tapi tepat setelah dia berkata begitu, Sara terkejut oleh apa yang dia lihat diatas tembok benteng.

“Apaan ini?”

Saat Sara bergumam begitu, seorang prajurit berlari mendekat seraya nafasnya acak-acakan.

“Letjen Sara, musuh mundur.”

“Aku bisa melihatnya… Apa musuh menerima serangan balik yang berat?”

“T-Tidak. Kami tidak melakukan apa-apa…..”

Sara mengabaikan si prajurit yang kebingungan, dan menatap ke luar benteng lagi. Pasukan Swaran yang menyerang tanpa henti, kini mundur perlahan-lahan.

(Sungguh membingungkan.)

Awalnya Sara kebingungan, tapi saat Pasukan Swaran mundur semakin jauh, alasannya perlahan menjadi jelas. Sebuah unit membawa bendera bergambar tujuh bintang dan seekor singa memasuki pandangan.

“Yang Mulia Sara, itu, itu bendera Pasukan Ketujuh.”

Roland meneteskan air mata pada pemandangan ini, suaranya bergetar.

“….Ya, sepertinya begitu.”

Sorakan para prajurit mengguncang udara.

Lalu air mata mengalir di pipi Sara.

Karena suatu alasan, orang yang disambut Sara secara pribadi adalah seorang cewek yang berpakaian seperti seorang prajurit dari Pasukan Swaran. Dan cewek itu lebih cantik dari wanita manapun yang pernah dia temui di istana.

Saat cewek itu menyadari tatapan Sara, dia mendekat.

“Apa kau Letjen Sara dari Pasukan Keenam?”

“Ya, aku Sara.”

Cewek itu memberi hormat pada Sara.

“Aku komandan Resimen Kavaleri Otonom dari Pasukan Ketujuh, Mayor Olivia Valedstorm!”

Lalu cewek itu tersenyum cerah.

“Mayor Olivia–? Aku paham, kau yang digosipkan itu….”

Sara sudah mendengar tentang Olivia. Prestasinya sudah menyebar di istana. Sara ingin bertemu Olivia, tapi nggak pernah menyangka dia akan bertemu dengannya di situasi seperti ini.

Sara mengamati Olivia dengan cermat, ketika Olivia tiba-tiba melebarkan kakinya dan mengangkat tangan kirinya:

“–Aku juga punya identitas lain, Sharia Ksatria Bertopeng!”

Olivia terlihat sangat bangga. Sara terkejut oleh tindakan Olivia yang tiba-tiba, dan seorang perwira wanita bergegas menghentikan Olivia:

“Mayor! Tolong jangan bercanda didepan Yang Mulia Sara!”

Perwira wanita itu, Claudia Jung, membungkuk dalam-dalam pada Sara. Olivia yang diomeli malah mengangkat bahu dan menjulurkan lidahnya, hal itu membuat Sara tertawa.

Sara sangat familiar dengan Sharia Ksatria Bertopeng. Karakter utama itu adalah seorang ksatria paruh baya, dan Sara menyukai serinya saat dia masih kecil. Cerita dari seri buku bergambar itu sudah meresap kedalam darah Sara.

(Betewe, Sharia akan membuat gerakan aneh saat dia memperkenalkan diri.)

Sara teringat tindakan Olivia, dan tertawa lagi. Claudia meminta maaf lagi saat dia melihat itu.

“Nggak usah kuatir, aku juga suka cerita Sharia Ksatria Bertopeng.”

“Beneran–!? Bukan, maksudku, benarkah begitu?”

Olivia mendekat, dan Sara memegang tangan Olivia erat-erat penuh rasa terimakasih:

“Itu benar. Aku mulai berlatih ilmu pedang karena aku mengagumi Sharia.”

“Jadi begitu!”

Olivia tersenyum cerah saat dia mendengar itu.

“Ijinkan aku berterimakasih atas bantuanmu yang tepat waktu. Berkat dirimu, Pasukan Keenam telah lolos dari bahaya.”

“Aku merasa terhormat atas perkataanmu.”

“Betewe, bagiamana caramu memaksa pasukan Swaran mundur?”

Sara bertanya. Dari apa yang dia lihat, bala bantuan itu tidaklah berjumlah sangat besar sampai-sampai Pasukan Swaran kabur saat melihat mereka.

Olivia mulai menjelaskan dengan bangga–

“–Kau menyusup ke markas musuh sendirian…..”

Sara nggak tau harus ngomong apa setelah mendengar penjelasan Olivia. Menyusup ke markas musuh sendirian, menawan panglima mereka, dan memaksa mereka mundur. Ini merupakan hal mustahil bagi orang normal. Roland jelas-jelas terkejut saat dia menatap Olivia.

Sara memahani bahwa prestasi Olivia memang nggak dilebih-lebihkan.

“Dan mana komandan musuh yang kau tangkap?”

“Bawa kesini. Claudia.”

Dengan arahan Olivia, Claudia dan beberapa prajurit membawa seorang pria yang penuh kemarahan diwajahnya ke hadapan mereka.

“Kalau bukan karena cewek itu, kau yang akan ada di posisiku!”

Pria itu mencemooh.

“Ya, aku juga berpikiran begitu.”

Pria itu memang benar, Sara naik ke tembok sebelumnya adalah untuk mengibarkan bendera putih dan menyerah. Sara hanya mengatakan yang sebenarnya, tapi pria itu nggak berpikiran begitu. Wajahnya menjadi merah dan dia mulai meronta. Saat para prajurit menekan dia, Olivia berjalan mendekat dan membisikkan sesuatu pada pria itu.

“——?”

Pria itu langsung pucat. Melihat bahwa pria itu berhenti meronta, Olivia mengangguk senang, dan berkata seraya dia menepuk bahu pria itu:

“Setelah musuh sudah mundur semua, lepaskan dia. Itulah perjanjian kami. Itu saja, kami harus pergi.”

“Terimakasih banyak. Sebagai anggota keluarga kerajaan, aku harusnya memberimu hadiah yang sepadan, tapi kami sedang dalam masa sulit…”

Sara berkata seraya dia menatap kuatir pada benteng yang sudah babak belur. Tapi Olivia berkata:

“Mari bicara soal Sharia Ksatria Bertopeng saat kita punya kesempatan dilain waktu– Bukan, ayo ngobrol saat ada kesempatan.”

“….Apa itu sudah cukup?”

Mempertimbangkan prestasi Olivia, hadiah itu sangatlah sepele. Sara bertanya lagi, tapi Olivia nggak berubah pikiran. Sara kebingungan, tapi tetap berjanji.

– Beberapa hari setelah pertempuran Benteng Peshita berakhir.

Setelah mengetahui dari Heat Haze soal pertempuran Benteng Peshita, Rosenmarie gak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat dia memerintahkan Volmar untuk menyerang.

[edit]

Kota Gurun Keffin

Setelah menyelamatkan Pasukan Keenam dari mara bahaya, Resimen Kavaleri Otonom bergerak menuju ke tujuan awal mereka, dan sekarang berada didalam Kota Gurun Keffin. Tujuan mereka adalah untuk mengisi ulang persediaan makanan dan air mereka, serta mengumpulkan informasi.

“Sudah 3 hari kita di Keffin. Masih gak ada tanda-tanda Pasukan Kekaisaran.”

Claudia memotong daging di piringnya dengan hati-hati seraya dia bilang begitu sambil menghela nafas. Orang yang dia ajak bicara, Olivia, sedang memasukan daging ke mulutnya penuh semangat.

“Remoob yako~”

Jawaban Olivia gak bisa dimengerti. Claudia dalam diam menaruh alat makannya dan berkata pelan:

“Mayor, bicaralah setelah kau menelan makananmu. Sudah berapa kali aku bilang begitu?”

Terintimidasi oleh tatapan dingin dari Claudia, Olivia mengangguk dan berusaha menelan. Ashton yang makan disamping mereka cuma memperhatikan dalam diam tanpa mengganggu. Ashton sudah menyerah untuk merubah sikap Olivia.

“Betewe, meski sekarang jamnya makan malam, restoran ini betul-betul sepi.”

Rumah makan didekat pintu masuk kota,《Merida of the Desert》 merupakan sebuah restoran kelas tinggi yang terkenal sampai seluruh penjuru kota Keffin. Hidangannya utamanya ikan dan sayuran musiman, dan standar mereka bahkan setara dengan restoran-restoran di ibukota. Akan tetapi, cuma ada beberapa pelanggan selain Olivia.

Kota Gurun Keffin merupakan sebuah pusat perdagangan dengan sejarah yang panjang. Jalan yang membentang disepanjang kota dari utara sampai selatan bernama 《Stardust Street》, dan kristal-kristal dengan harga setara permata diperjualbelikan disini. Kristal ini bernama 《Star Shards》.

Selain itu, kristal-kristal berkualitas tinggi dihasilkan diantara musim semi dan musim panas, dan menarik banyak pedagang ke kota. Saat Ashton masih kecil, cincin yang dihiasi Star Shards sangat digemari oleh wanita-wanita bangsawan, dan orangtuanya sangat gembira dengan bisnis mereka yang sukses. Sekarang sudah nggak sepopuler dulu, tapi Star Shards tetaplah sebuah komoditas yang permintaannya melampaui persediaannya.

Orang-orang disini jauh lebih sedikit dari yang dia duga, hal itu mengejutkan Ashton.

“Tempat ini dekat dengan bagian utara Kerajaan, dan Pasukan Kekaisaran mungkin akan menginvasi ke selatan setiap saat. Takut akan hal itu, para pedagang mungkin sudah melarikan diri sejak lama. Ketika mempertimbangkan uang mereka dengan nyawa mereka, sudah jelas yang mana yang lebih penting.”

“Oh, aku paham.”

Claudia membersihkan keraguan Ashton setelah berkata begitu, dan memakan sepotong daging dengan anggun. Sebaliknya, Olivia yang melahap makanannya dengan sembarangan, ekor ikan mengujulur dari mulutnya.

Ashton memperhatikan tata cara makan mereka yang berkebalikan, dan teringat bagaimana warga kota tampak lega saat Resimen Kavaleri Otonom tiba.

(Aku paham. Jadi itu sebabnya kapten penjaga memberi kami sambutan hangat….)

Dia memahami kenapa Kapten Penjaga kota ini begitu bersahabat. Kapten itulah yang merekomendasikan tempat ini pada mereka bertiga, dan bahkan menanggung biaya pengeluaran Resimen Kavaleri itu selama mereka menginap disini.

Sangat jelas kalau mereka ingin Resimen Kavaleri berada disini untuk waktu yang lama. Ashton merasa ini sudah sewajarnya, karena cuma ada 200 penjaga di kota ini. Kota ini dikelilingi oleh tembok, tapi kalau Pasukan Kekaisaran menginvasi, para penjaga sudah pasti akan kewalahan.

Dan pada waktu seperti ini, Resimen Kavaleri Otonom tiba-tiba muncul. Sudah sewajarnya kota ini menaruh banyak harapan pada pasukan yang bisa mengamankan kota.

Akan tetapi, Ashton dan yang lainnya gak bisa tetap disini dalam waktu yang lama. Pengisian persediaan mereka sudah selesai, dan mata-mata mereka akan segera kembali. Jika mereka cepat, Resimen Kavaleri Otonom bisa berangkat menuju Kota Benteng Emreed besok.

Malam menjelang, dan cahaya rembulan keperakan menerangi bumi dari celah awan yang berhamburan.

“Lezat sekali.”

“Aku gak pernah menyangka kalau aku bisa makan ikan segar di gurun.”

“Memang betul sih, tapi kau makan terlalu banyak, Olivia.”

Kelompok Ashton bersiap meninggalkan restoran itu seraya mereka membahas pikiran mereka. Saat mereka berdiri, pemilik dan para pelayan tersenyum seraya berkata: “Silahkan mampir lagi.” Ini agak berlebihan, jadi Ashton tersenyum paksa dan melarikan diri ke kedai yang dipersiapan Kapten Penjaga untuk mereka.

(Betewe, penginapan kami juga sangat mewah. Ini seperti sebuah hotel untuk para pebisnis kaya….)

Ashton mau kembali ke bangunan merah empat lantai itu, dan tiba-tiba menyadari kalau Olivia gak ada.

“Hmm? Olivia kemana?”

“Ehh? Haaaah, beneran deh, lagi-lagi dia pergi tanpa pamit….”

Claudia bergumam pelan, bertanya-tanya apakah kejadian tentang memilih nama keluarga Olivia membuat dia ingin melarikan diri, seraya dia memeriksa area sekitar. Ashton juga sama-sama memeriksa, tapi mereke nggak melihat tanda-tanda Olivia. Akan butuh upaya panjang untuk menemukan dia malam-malam begini, tapi….

“–Biarin deh, dia akan kembali kalau dia lapar.”

“–Biarin deh, dia akan kembali kalau dia lapar.”

Ashton dan Claudia mengatakan hal yang sama. Mereka saling memandang dan tertawa keras.

–Disaat yang sama.

Disuatu tempat di pinggiran kota, Olivia berhadapan dengan seorang pria berpakain hitam.

“Bisa merasakan hawa kehadiran kami dari jarak sejauh ini…. Sudah kuduga, kau juga menyadari kami pada saat itu.”

Alvin yang memakai topeng bertanya. Cewek itu menghela nafas panjang saat dia mendengarnya.

“Dengan cara kalian menyelinap, mustahil buatku untuk nggak menyadarinya.”

“….Aku nggak ingat kelompok kami mendekatimu.”

Setelah melihat resimen itu di kota Canary, Alvin dengan hati-hati memperhatikan mereka dari kejauhan menggunakan teleskop. Saat itu Alvin membantah pendapat Leicester, tapi dia tetap menjaga jarak.

Meski begitu, cewek itu masih saja menyadari hawa keberadaan alvin tanpa meninggalkan restoran. Saat dia menatap mata cewek itu melalui teleskop, Alvin merasa merinding.

“Hmm~ terserahlah. Betewe, aku juga bertemu seseorang memakai pakaian hitam dan bertopeng di Benteng Gallia. Kalian para tikus got dari lubang yang sama kan?”

“Hee~ kau menyebut Heat Haze tikus got, ya. Bagaimana kalau aku bilang itu memang kami?”

Setelah berbicara dengan cewek itu, Alvin yakin bahwa Zenon telah terbunuh. Alasannya sederhana, Zenon nggak akan membiarkan siapapun yang melihat dirinya tetap hidup. Karena orang yang melihat dia sedang berdiri sini saat ini, maka gak diragukan lagi kalau Zenon sudah mati.

“Yah, aku sudah muak dengan kalian semua, jadi aku akan membinasakan kalian semua. Jumlah kalian sudah semakin banyak sekarang. Beneran deh, tikus got emang berkembangbiak sangat cepat~”

Dengan itu, cewek itu menghunus pedangnya dan mengawasi sekelilingnya– gak ada angin yang berhembus, tapi dedauan bergemerisik.

“….Lakukan!!”

Pada perintah Alvin, empat agen Heat Haze melompat kearah Olivia. Cewek itu menekuk lututnya dengan tenang untuk menanggapi setangan dari atas itu, dan melompat.

““—Apa?””

Keempat agen Heat Haze itu terkejut. Cewek yang tadinya ada ditanah, tiba-tiba berada diatas mereka, jadi wajar saja mereka terkejut.

“Diatas kepala seseorang merupakan titik buta, tapi kau jangan mengendurkan kewaspadaan cuma kerena kau ada diposisi yang lebih tinggi. Musuhmu bisa saja melompat ke posisi yang lebih tinggi. Z sering mengingatkan aku soal itu.”

Gak seorangpun bisa menjawab nasehatnya. Mayat-mayat dari agen Heat Haze yang kepala mereka terkena serangan, jatuh ke tanah. Saat salah satu agen itu jatuh, Alvin bisa mendengar suara yang mirip dengan buah yang dipukul. Saat mayat terakhir jatuh ke tanah, cewek itu mendarat. Dia mengibaskan darah yang menempel pada pedangnya ke tanah.

“….Lompatan yang menakjubkan, dan ilmu pedang yang terlalu cepat untuk diikuti mata. Kau betul-betul monster.”

“Aku bukan monster, aku Olivia. Hei, kenapa orang-orang selalu saja menyebutku monster?”

Alvin mendengus pada Olivia yang memiringkan kepalanya kebingungan. Setelah melihat pergerakan Olivia yang melampaui manusia, Alvin gak bisa menemukan cara lain untuk menggambarkan dia.

Normalnya, cewek itu sudah terpotong berkeping-keping karena serangan tadi. Sebaliknya, yang tergeletak di tanah malah mayat para agen Heat Haze, sedangkan cewek itu masih berdiri. Gak heran Zenon tewas ditangannya, pikir Alvin saat dia meraih cambuk beruas banyak di pinggangnya.

(Untuk menghentikan unit elit yang dikerahkan dihabisi, satu-satunya pilihanku adalah melarikan diri…)

Seperti yang dikatakan Leincester, tujuan utama Heat Haze adalah mengumpulkan informasi. Bertarung merupakan upaya terakhir.

–Akan tetapi.

Alvin sedikit merendahkan tubuhnya, memindahkan pusat gravitasinya ke kaki kanannya. Olivia yang berada didepannya cuma tersenyum, yakin akan kemenangannya. Olivia merendahkan pedang hitamnya yang menakutkan.

(Tapi meski aku harus lari, aku harus melenyapkan seringai diwajahnya!)

Alvin mengayunkan tangan kirinya, dan mengarahkan cambuk miliknya pada Olivia. Sesaat sebelum sabit yang ada diujung cambuk itu mengenai dia, Olivia berputar dan menghindari serangan itu.

(Sudah kuduga kau bisa menghindarinya. Itu merupakan anugerah, memahami kemampuanmu. Tapi kau seharusnya gak menghindar, kau harus memblokirnya dengan pedangmu. Sangat fatal menghindari senjata ini!)

Alvin berteriak dalam hatinya, dan dengan lembut mengayunkan pergelangan tangan kirinya ke kanan. Cambuk itu berputar dan mengarah ke punggung Olivia–

“–Hmm~ senjata yang menarik. Ini pertama kalinya aku melihatnya.”

Cambuk itu berhamburan beserta sabitnya, dan terlepas dari tangan Alvin. Telapak tangan Olivia menghantam perut Alvin sebagai serangan balasan.

“…K-Kenapa?”

“Hmm?”

“Kenapa…. kau bisa mendeteksi serangan dari belakangmu?”

Dia nggak menoleh kebelakang, jadi serangan itu seharusnya berhasil. Alvin mempertahankan kesadarannya yang memudar dan menanyai dia lagi.

Olivia mendekat ke telinga Alvin dan berbisik:

“Niat membunuh pada senjatamu sangatlah jelas. Bahkan seekor burung yang tidurpun akan menyadarinya.”

Omong kosong.

Dengan itu dalam benaknya, pandangan Alvin memudar menjadi gelap.

Penginapan Pasukan Kerajaan, Silver Moon Pavilion

(Sudah selarut ini… Mayor perginya lama sekali, kemana sih dia?)

Sudah dua jam sejak mereka kembali ke penginapan, tapi Olivia masih juga belum kembali. Claudia merasa dia harus mencari Olivia, jadi dia menutup buku ditangannya. Lalu, Claudia mendengar langkah kaki dari koridor. Suara langkah kaki itu semakin mendekat, sebelum akhirnya berhenti didepan kamar Claudia.

“Nona Claudia! Saya minta maaf, tapi Nona Olivia, Nona Olivia….!”

Setelah mengetuk pintu cepat-cepat, pelayan itu menyebutkan nama Olivia dengan panik.

Claudia bergegas berdiri dari kursinya, dan berlari untuk membuka pintu. Didepan dia adalah seorang pelayan berwajah pucat yang gemetaran.

“Apa yang terjadi pada Mayor Olivia?”

“Ahh, Saya selamat. S-Silahkan ikuti saya!”

Setelah bilang begitu, di pelayan segera pergi tanpa menunggu jawaban Claudia. Claudia mengikuti pelayan itu ke pintu masuk penginapan, bersama Ashton yang mendengar berita itu.

“Oh, Claudia sama Ashton. Aku pulang!”

Mereka melihat Olivia yang berlumuran darah melambai tenang pada mereka.

Disamping Olivia ada seorang pria yang terbaring di lantai. Dia sepertinya masih bernafas, dan belum mati.

Si pelayan yang merasa dia sudah mengerjakan tugasnya melarikan diri ke dapur.

“Mayor!? Apa yang terjadi!?”

Claudia terkejut, dan bergegas mendekati Olivia dan menepuk seluruh tubuhnya– dan menghela nafas lega. Olivia nggak terluka, dia berlumuran darahnya orang lain.

“Apa Olivia baik-baik saja?”

Ashton bertanya. Saat Claudia mengangguk, ketegangan Ashton mereda, dan dia duduk dilantai.

“Claudia, sudah nggak apa-apa, kan? Geli tau.”

Kata Olivia seraya menggeliat.

“Sekarang bukan wantunya untuk itu! Aku bertanya-tanya kemana kau pergi, dan kau kembali seraya berlumuran darah…. Terus, siapa pria bertopeng ini?”

Dia sangat panik barusan, sampai-sampai dia lupa soal itu. Pria yang tergeletak di lantai memakai topeng hitam dan mengenakan pakaian hitam, dan sudah jelas bukan warga sipil.

“Erm~ Dia seekor tikus got, dari Heat Haze atau apalah.”

“Heat Haze….? M-Maksudmu agensi pengintai Heat Haze dari Kekaisaran!?”

Heat Haze terkenal atas kemampuan pengumpulan informasi mereka yang luar biasa dan kemampuan tempur yang hebat. Claudia tau tentang mereka, dan mencurigai agen Heat Haze sedang bertindak.

“Ho~ Jadi mereka itu mata-mata. Mereka sangat parah soal bersembunyi, mangkanya aku gak menyangka kalau mereka itu mata-mata.”

Olivia tersenyum, tapi Claudia nggak tersenyum.

(Heat Haze muncul disini sudah pasti bukanlah sebuah kebetulan belaka. Mereka mungkin, tidak, mereka pasti memata-matai kami.)

Dia masih perlu bertanya soal apa sebenarnya yang terjadi, tapi agen Heat Haze didepan mereka sudah pasti ditangkap oleh Olivia. Lalu, Claudia menyuruh Ashton mengikat mata-mata itu pada sebuah tiang didalam penginapan untuk mencegah upaya melarikan diri.

“–Nah sekarang, maukah kau memberitahu kami gimana kau menangkap seorang agen Heat Haze?”

Claudia sangat marah bahwa Olivia bertindak tanpa memberitahu siapapun, tapi dia menekan kemarahannya sebisa mungkin, dan bertanya sambil tersenyum. Wajah Olivia menjadi kaku, dan dia mulai menjelaskan.

“–Jadi begitu. Aku paham sekarang. Gampangnya, Mayor, saat kita meninggalkan kota Canary, kau sudah menyadari kalau kita sedang diawasi?”

Saat senyum Claudia semakin dalam, Olivia merasakan ada sesuatu yang gak beres. Dia gak yakin kenapa, tapi Claudia tampak sangat menakutkan sekarang. Olivia paham kalau dia harus bersikap dengan tepat disaat seperti ini. Gimanapun dia itu pandai memahami sesuatu.

“Kalau memang begitu, kenapa kau nggak memberitahu kami sebelumnya?”

“Ehhhhh….. Tapi aku sudah menyebutkan tikus got….”

Olivia memprotes pelan. Senyum Claudia akhirnya mencapai batasnya, dan dia berubah menjadi iblis dimata Olivia.

Betewe, iblis yang digambarkan dalam buku bergambar memiliki rambut tergerai dan berantakan, dan mengejar orang-orang sambil memegang mandau seraya tersenyum bengis. Olivia merasa bahwa mereka betul-betul menakutkan, dan juga nostalgia. Dia sering didongengin cerita-cerita iblis saat dia masih kecil, dan bersembunyi dibalik selimut tebal pada malam hari, takut diserang oleh mereka.

“Siapa yang akan paham kalau kau menggunakan kata ambigu seperti tikus got!?”

Bahkan Olivia ketakutan setelah melihat wajah marah Claudia. Olivia meminta pertolongan dari Ashton yang sedang mengikat tahanan dengan tangan yang gak terampil. Sayangnya, Ashton memalingkan wajahnya gak berdaya.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 11.jpg

Olivia diabaikan tanpa adanya bantuan.

“Claudia, tenang dan dengerin. Aku mau membunuh semua tikus got itu, tapi aku menyadari kalau kita bisa mendapatkan informasi berguna kalau aku membiarkan satu tetap hidup, jadi aku menahan dia. Bagus, kan?”

Olivia membusungkan dadanya dan menjelaskan dengan bangga. Claudia menghela nafas panjang saat dia mendengarnya. Kebahagiaanmu akan terbang layaknya burung kalau kau menghela nafas. Olivia berpikir mau mengatakan ini pada Claudia, tapi memutuskan gak melakukannya karena itu mungkin akan membuat dia semakin marah.

“–Haaaah, kita sudahi saja sampai sini. Kau benar, informasi dari Heay Haze memang berharga, tapi kurasa dia gak akan mengatakannya semudah itu.”

Claudia menatap pria yang ditangkap, dan kayaknya sudah memaafkan Olivia. Olivia mendesah lega. Dia memutuskan untuk lain kali menyebut mereka lalat bukannya tikus got, jadi Claudia akan paham apa yang dia maksudkan.

“Ugghh…”

“O-Olivia. Kayaknya dia sudah bangun.”

Ashton segera menjauh dari pria asal Heat Haze itu. Pria itu sedikit menggeleng, lalu mengangkat kepalanya.

“….Kayaknya aku dibawa hidup-hidup.”

Setelah melihat sekelilingnya, dia menyadari kalau dirinya diikat pada tiang. Lalu dia menampilkan senyum dingin.

“Kenapa kau nggak membunuhku? Bukankah itu gampang bagi monster sepertimu?”

“Aku bukan monster. Sudah kubilang berkali-kali, namaku Olivia. Katakan siapa namamu.”

Dengan itu, Olivia melepas topeng pria itu. Pria itu mengatakan namanya Joey seraya menampilkan wajah pahit.

“Tuan Joey, ya. Kamu punya–”

“Tunggu sebentar, Mayor.”

Claudia menyela. Dia berjalan mendekati pria itu, jongkok dan menatap matanya. Setelah hening sebentar….

“Dia bohong.”

Claudia mendengus.

“Ahaha, aku paham. Mata Claudia memang hebat. Mata itu betul-betul berkah langit. Aku tanya lagi, siapa namamu?”

Olivia menunjuk rahang pria itu. Dia mengatakan nama aslinya adalah Alvin.

“–Kali ini dia gak bohong.”

Alvin terkejut oleh kata-kata Claudia. Ashton malah kebingungan dengan interaksi mereka.

“Kalau begitu, Tuan Alvin, maaf, tapi kami punya beberapa pertanyaan untukmu. Kalau kau menjawab dengan jujur, aku akan melepaskanmu.”

“Mayor, itu–”

Claudia keberatan, tapi pikiran Olivia sudah bulat.

“Hahaha. Tapi cewek itu gak punya niat melepaskan aku.”

Alvin yang sudah tenang tersenyum dingin lagi.

“Nggak usah kuatir, kau bisa pegang kata-kataku. Jadi, gimana?”

Olivia sih nggak masalah memenggal Alvin kalau dia gak mau bekerjasama. Z juga akan senang mendapatkan makanan lagi. Olivia berada dalam posisi diuntungkan gak peduli gimana hasilnya.

“–Jadi, apa yang ingin kau ketahui?”

Alvin ragu-ragu sesaat, lalu bicara meski enggan. Bahkan Claudia sampai terkejut, tapi Olivia bertanya tanpa terpengaruh:

“Yang pertama, katakan pada kami kenapa kau membuntuti kami?”

“….Hmmp, gak ada pengaruhnya bagi kami kalau memberitahumu soal itu. Kami mengumpulkan informasi mengenai pergerakan Pasukan Ketujuh.”

“Apa itu ada hubungannya dengan kami yang merebut Kastil Kaspar?”

Pertanyaan Olivia membuat Alvin terkesan.

“Oh~ kau jeli juga. Itu benar, Pasukan Ketujuh yang membantai pasukan selatan telah membuat komandan yang menaklukkan wilayah utara Kerajaan menjadi geram. Kalau kau mengerti, maka berhentilah bermalas-malasan disini dan segeralah ke utara. Kau bisa mati disana…. Tapi kurasa monster sepertimu gak akan mudah mati sih.”

Lalu Alvin menampilkan senyum sinis. Bahkan Olivia merasa gak nyaman setelah melihat wajah sinisnya. Tiba-tiba, teriakan penuh amarah terdengar dari samping.

“Bangsat! Hentikan ucapanmu soal monster!”

Claudia mengayunkan tinjunya penuh amarah. Bahkan Ashton yang bersifat lembut saja kelihatan marah, sesuatu yang belum pernah Olivia lihat sebelumnya. Olivia terkejut pada reaksi mereka, dan tersenyum malu-malu.

“Claudia, Ashton, udah gakpapa. Aku nggak keberatan.”

“Tapi aku yang keberatan!”

Pukulan Claudia dihentikan oleh Olivia tepat sebelum mengenai Alvin.

“Mayor….”

Claudia kelihatan gak puas. Sebenarnya gak betul-betul perlu menghentikan Claudia, hanya saja akan merepotkan kalau dia sampai membuat Alvin pingsan.

“Oooo, monster itu nampaknya sangat populer buat kalian.”

Alvin mengejek lagi. Sebelum Claudia bisa bicara. Ashton berkata seraya menatap dingin pada Alvin:

“Olivia, kenapa nggak kita bunuh aja dia? Kita udah dapat jawabannya, jadi dia udah gak berguna buat kita.”

“Ho, Ashton, berkata begitu sama sekali gak cocok denganmu.”

Olivia menghunus pedangnya sambil tersenyum, dan mengayunkannya pada Alvin. Pedang itu memotong talinya tanpa melukai dia.

“….Jadi kau benar-benar melepaskan aku?”

Alvin perlahan berdiri, dan menggerak-gerakkan badannya untuk memeriksa keadaannya.

“Aku sudah menepati janjiku. Kesampingkan itu, bisakah kau menyampaikan pesan pada komandan yang kau sebutkan tadi?”

“…..Apa itu.”

“Bersihkan lehermu dan tunggulah dengan tenang. Kepalamu milikku. Udah itu aja.”

Olivia tersenyum samar, dan Alvin mengangguk dengan wajah bingung.

“D-Dimengerti. Aku akan menyampaikan pesan itu.”

“Aku mengandalkanmu, Tuan Alvin.”

Alvin menjauh dari pedang Olivia penuh kewaspadaan, dan meninggalkan Silver Moon Pavilion.

“–Mayor, apa ini betul nggak apa-apa?”

Claudia masih menggerutu saat dia menatap pintu yang terbuka. Olivia senang bahwa Claudia marah demi dirinya, dan menjawab:

“Ya, kita sudah mengetahui tujuan musuh. Ashton benar, seperti yang diharapkan dari ahli strategi kita.”

Olivia bertepuk tangan dan memuji Ashton, dan Ashton menggaruk belakang kepalanya agak malu-malu.

“Kesampingkan itu, Olivia, kenapa kau mengejek mereka? Kita cuma akan menerima kemarahan musuh tanpa adanya manfaat.”

“Aku juga berpikiran begitu.”

“Yah, karena aku bilang begitu, musuh kita akan tetap diam dan menunggu kita dengan waspada. Dari apa yang dia katakan tadi, musuh kayaknya sangat terobsesi pada kita.”

“Yang mana artinya, itu akan memastikan Pasukan Kekaisaran di utara gak akan menginvasi zona perang tengah, huh….”

“Itu benar, inilah yang namanya strategi.”

Olivia mengangkat jari telunjuknya dan berkata dengan bangga. Pertempuran nggak cuma sebatas ilmu pedang dan pertarungan tangan kosong. Kalau kata-kata saja bisa mengekang pergerakan musuh, itu merupakan pertukaran yang bagus.

Ashton memahami niat Olivia dan mengangguk, terkesan pada dia.

“Baiklah…. Habis olahraga, aku jadi sangat laper.”

Olivia menatap kearah dapur saat dia mengusap perutnya. Pelayan yang mengamati situasinya dari bawah meja langsung berteriak histeris.

“Beneran deh… Mayor, kau selalu berjiwa bebas. Dimengerti, aku akan menyuruh mereka menyiapkan makanan lezat.”

“Nggak perlu, aku lebih suka roti mustar spesial buatan Ashton.”

“Hah? Makanan di restoran ini lebih enak dari buatanku.”

“Bodo amat, aku cuma mau roti buatan Ashton.”

Wajah Ashton melunakkan setelah mendengar itu.

“Begitukah? Kalau begitu aku akan membuatnya.”

Lalu dia pergi ke dapur dengan semangat tinggi.

“Maaf, bolehkah aku meminjam dapurmu sebentar?”

“T-Tentu saja! Silahkan.”

Pelayan itu melarikan diri dari dapur dan menuruni tangga tanpa menoleh ke belakang. Setelah melihat pelayan itu pergi, Claudia mendorong punggung Olivia.

“Numpung Ashton masih membuatkan roti untukmu, cepat ganti pakaianmu, Mayor. Penampilanmu menakutkan buat para tamu lain.”

“Ya, aku mengerti!”

Olivia menjawab energik, dan pergi ke kamarnya dengan langkah yang ringan.

[edit]

Ibukota Kekaisaran Orsted, Istana Listerine, Kantor Menteri Dalmes

Sebagai Menteri Kekaisaran, kantor Dalmes menyesuaikan statusnya, dan gak ada dana yang disisakan. Hal yang paling menonjol dari kantor itu adalah luasnya kantor tersebut, cukup besar untuk mengumpulkan 100 tamu. Cahaya matahari yang berlimpah bersinar masuk melalui jendela-jendela besar, dan tirai merah dengan benang emas yang elegan ditarik ke samping. Selain itu, ada banyak lukisan dan karya seni terkenal. Bahkan meja yang ada dipinggir dinding merupakan sebuah karya yang indah dan elegan.

“–Ini akhir dari laporannya.”

“Terimakasih. Tapi pasukan Swaran terlalu lemah kalau mereka bahkan gak bisa merebut benteng kuno dan berantakan itu.”

“Apa boleh buat, karena bala bantuan musuh termasuk monster yang digosipkan….”

Wanita berjubah hitan itu berkata dengan nada berat. Fia adalah pemimpin dari Biro Intelijen ‘Dawn’. Flora Ray. Gak seperti Heat Haze, Biro ini bekerja dibawah Dalmes.

“Monster, huh….”

“Pak Menteri?”

“Tidak, bukan apa-apa. Kau boleh pergi.”

“Baik pak.”

“Oh iya, buatlah pengaturan supaya gak ada orang yang masuk ke ruanganku untuk sementara ini.”

“Dimengerti.”

Setelah melihat Flora pergi, Dalmes menoleh ke kanan. Menatap sesuatu yang sangat cocok dengan tempat unik ini. Sebuah rak buku besar yang tingginya sampai langit-langit.

(Aku harus melapor….)

Dalmes mengeluarkan sebuah buku merah dari laci mejanya, dan berjalan ke rak buku itu. Ada sebuah celah yang gak wajar untuk sebuah buku dibagian tengah rak tersebut. Dalmes menatap buku ditangannya, dan memasukkannya kedalam celah tersebut. Ada suara pelan, dan rak itu mulai bergeser ke samping dengan suara pelan. Setelah itu, rak buku itu berhenti bergerak dan tangga kebawah terlihat.

Dalmes menyalakan lampu di pintu masuknya, dan dengan hati-hati menuruni tangga spiral itu. Meskipun dia hati-hati, dia hampir terpeleset beberapa kali sebelum sampai di sebuah ruangan yang dikelilingi oleh dinding batu. Gak seperti kantor, tempat ini kosong melompong.

Dalmes menyalakan lilin di dinding satu per satu, dan bayangannya menjadi semakin gelap saat sumber cahayanya meningkat.

Saat semua lilinnya sudah menyala, Dalmes berjalan ke tengah ruangan, dan bersujud dilantai. Bayangan Dalmes mulai bergerak, dan melebar. Bayangan itu mulai menggeliat seolah hidup, dan setelah meluas dan menyusut beberapa kali, bayangan itu menjadi bentuk humanoid.

“–Dalmes. Angkat kepalamu.”

Bayangan itu berkedip layaknya api setan, dan Dalmes menatap bayangan yang mengeras itu.

“Baik!!”

Dalmes mengangkat kepalanya dengan hormat dan menyapa:

“Tuan Xenia, bagaimana–”

“Gak usah basa basi, langsung saja ke intinya. Manusia memang suka bertele-tele, dan bahasamu sulit digunakan.”

Suara yang seperti berasal dari neraka membuat Dalmes merinding.

“S-Saya minta maaf.”

“Gak masalah, ada apa?”

Xenia bertanya dengan suara dingin. Dalmes hebat dalam membaca suasana hati orang lain, tapi itu gak berguna didepan Xenia, karena gak ada yang bisa diamati dari Xenia. Gak ada yang bisa dia perbuat dihadapan hawa kehadiran yang mengintimidasi ini.

Dalmes menelan ludah, dan melanjutkan:

“Ini kelanjutan dari laporan tentang pedang hitam yang menarik perhatian Tuan Xenia.”

“Aku paham. Lanjutkan.”

“Ada banyak laporan yang mengatakan bahwa pedang hitam itu memancarkan semacam kabut hitam. Menurut analisa dari para Penyihir, itu mungkin Ilmu Sihir.”

Sosok Xenia sedikit bergoyang, tapi gak ada reaksi lain lagi. Dalmes menyeka keringat dialisnya, dan bertanya takut-takut:

“Tuan Xenia?”

“Kau salah dalam satu hal. Kabut hitam itu bukanlah tiruan seperti ilmu sihir.”

Dalmes tercengang oleh hal itu. Dia gak sepenuhnya mempercayai Church of Saint Illuminas dan “Bible White”, tapi penyihir memang ada, dan mereka bisa menggunakan ilmu sihir yang dipuji sebagai sebuah mujizat dewa. Meski begitu, Xenia menyebut ilmu sihir sebuah tiruan, hal itu membuat Dalmes kebingungan.

“….Mohon maafkan saya karena bertanya, Tuan Xenia, tapi apa yang anda maksudkan saat anda menyebut ilmu sihir sebagai tiruan?”

“Yang aku maksudkan sebagaimana sebutan itu.”

Xenia menjawab, yang mana membuat Dalmes semakin kebingungan.

“Meski anda berkata demikian, saya masih tidak mengerti….”

“Apa aku wajib menjelaskannya? Jika aku mendapat keuntungan, aku tak keberatan menjelaskannya padamu.”

“Sama sekali tidak! Saya salah bicara!”

Dalmes dikuasai teror. Setelah keheningan sesaat, Xenia memerintahkan dia untuk mengangkat kepala, dan Dalmes mematuhinya.

“Lupakan saja, wajar saja kau ingin tau. Aku akan menjelaskannya sedikit.”

“Ohhhh! Saya sangat terhormat atas kesempatan untuk belajar dari pengetahuan anda yang luas!”

Pengetahuan Xenia merupakan sebuah harta karun berharga. Dalmes memasang telinganya baik-baik supaya gak melewatkan satu kata pun.

“Pedang hitam itu mungkin dibuat dengan kekuatan dari saudara sebangsaku. Itulah alasan kenapa pedang itu memancarkan kabut hitam.”

“Saya paham… Kabut hitam itu bukan hasil dari ilmu sihir, tapi dari kekuatan saudara sebangsa anda.”

Dalmes dengan hati-hati menyusun kata-kata itu. Xenia bisa melenyapkan sebuah gunung hanya dengan satu jentikan jarinya, jadi jika Dalmes berbicara secara sembarangan, umat manusia mungkin akan lenyap menjadi debu.

“Itu benar. Karena itulah, si manusia yang menggunakan pedang hitam itu adalah mainan saudara sebangsaku.”

“–Mainan?”

“Mahluk sinting yang memiliki ketertarikan yang aneh. Memperoleh kegembiraan dari manusia dengan Kedok ‘pengamatan’.”

“Pengamatan… Haruskah saya memberi instruksi agar tidak menganggu dia.”

Dalmes gak mau menerima kemarahan dari bangsanya Xenia yang pasti sama-sama kuatnya.

“Jangan melakukan sesuatu yang tidak perlu. Biarkan saja mainan itu.”

“Tapi kenapa? Dia mungkin seorang manusia, tapi dia tetaplah rekannya Tuan Xenia.”

Menganggao manusia sebagai mainan memang cocok dengan gaya seorang Dewa Kematian, tapi cewek itu diberi sebuah pedang oleh saudara sebangsa. Saat Dalmes berpikir soal itu, dia menyadari sosok Xenia seperti membesar penuh amarah. Api lilinnya juga menjadi semakin besar.

“Tuan Xenia?”

“Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan? Manusia itu adalah mainannya bangsaku. Atau anggap saja ini tentang manusia, dan kau mulai menganggap mainanmu sebagai rekan sekarang?”

“S-Saya minta maaf sedalam-dalamnya!”

Dalmes ingin menekankan kepalanya pada lantai, tapi dia bahkan gak bisa menggerakkan jarinya. Keringat dingin mengucur dari setiap pori-pori di tubuhnya.

“Jangan terus mengulangi kesalahan yang sama. Itu menjengkelkan.”

Tanpa dia sadari, tangan kiri Xenia yang berkilauan diarahkan pada Dalmes.

“Saya… minta… maaf…. Saya akan…. berhati-hati mulai sekarang.”

Dalmes meminta maaf dengan segenap kemampuannya. Xenia menurunkan tangan kirinya, dan Dalmes mendapatkan kembali kendali tubuhnya. Dia mendorong tubuhnya yang terengah-engah dengan telapak tangannya.

“Hah, hah, hah………”

“Yang penting kau paham. Buatlah perang selama yang kau bisa. Itulah alasan kenapa aku memberimu ‘kekuatan’. Bunuh manusia sebanyak yang kau bisa.”

“Baik!! Akan saya ingat. Kaisar tidak berbeda dengan boneka sekarang. Akan sangat mudah memanipulasi perang ini.”

“Bagus. Bagaimana dengan ‘Cawan Dunia Kematian’ nya?”

“Semuanya berjalan dengan mulus. Sekarang sudah terisi sepertiga.”

Didalam ruangan Dalmes, ada sebuah cawan hitam yang terisi dengan jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Bagi orang-orang tanpa kekuatan, itu hanyalah cawan biasa, jadi Dalmes memajangnya secara terang-terangan di ruangannya.

“Aku paham….”

Xenia mengangguk puas.

“Tuan Xenia, erm… anu….”

Dalmes mulai tergagap. Xenia perlahan memasukkan tangannya kedalam jubahnya, dan mengeluarkan sebuah botol kecil transparan. Didalam botol itu ada cairan berkilauan berwarna pelangi. Sudah jelas itu bukan dari dunia ini.

“Jangan kuatir. Saat kau memenuhi Cawan Dunia Kematian dengan jiwa, aku akan memberimu ‘Ramuan Terkutuk Pengikat Jiwa’. Tapi aneh sekali kau menginginkan sesuatu seperti ini.”

“Terimakasih banyak! Saya pasti akan memenuhi Cawan Dunia Kematian.”

“–Berjuanglah.”

Dengan itu, Xenia lenyap. Dalmes berdiri dan dengan hati-hati menghaluskan lipatan pada jubahnya.

(Aneh, huh… Tuan Xenia gak akan paham perasaan para manusia yang berumur pendek.)

Ambisi Dalmes adalah untuk menaklukkan benua Dubedirica. Bukan hanya manusia, semuanya yang hidup memiliki batas rentang hidupnya. Meskipun dia menaklukkan seluruh benua, dia cuma bisa menguasainya selama beberapa dekade saja.

–Aku ingin menguasai benua Dubedirica selamanya.

Satu-satunya eksistensi yang bisa memenuhi ambisi gila Dalmes adalah Dewa Kematian, dan ramuan berwarna pelangi milik mereka yang bisa mengubah manusia menjadi undead. Jika Dalmes bisa mendapat item itu, dia gak peduli meski dia harus berurusan dengan para Dewa Kematian atau iblis.

Jika mereka membutuhkan pengorbanan, Dalmes gak peduli meski puluhan atau ratusan ribu orang mati. Dalmes gak tau dimana Xenia ingin mengumpulkan jiwa manusia, tapi itu pasti untuk sesuatu yang berada diluar imajinasi manusia. Gimanapun juga, manusia sudah terlalu banyak populasinya, jadi membangun sebuah kekaisaran baru diatas mayat gak akan ada masalah. Dalmes berteriak dalam hatinya:

(Berkat cewek monster itu, perang yang sudah hampir berakhir ini bisa diperpanjang lagi. Ayunkan terus pedang hitam milikmu demi ambisiku.)

Dalmes berdiri disana beberapa saat, dengan senyum sinis diwajahnya.



Bab 4: Pahlawan dan Ksatria[edit]

[edit]

Kerajaan Farnesse, Kota Benteng Emreed, Pusat Komando

Hosmund sampai di Emreed sebelum Resimen Kavaleri Otonom sampai, dan mengadakan rapat perang. Agendanya adalah soal apa yang harus dilakukan pada Pasukan Kekaisaran yang mereka lihat di dataran Almheim, bagian utara Emreed.

“Komandan, aku mengusulkan bahwa kita bertahan di benteng dan menunggu dukungan dari Resimen Kavaleri Otonom.”

“Aku sependapat dengan Mayor.”

“Aku setuju.”

Ajudan Hosmund– Mayor Selim ingin tetap waspada, dan para perwira lain setuju dengannya.

“…Apa kalian semua ingin kota Emreed diporak-porandakan musuh?”

Hosmund menanyai orang-orang didepannya dengan nada kasar. Salim memprotes mewakili semuanya.

“Komandan, kau salah. Emreed merupakan sebuah benteng yang kokoh, aku yakin pertempuran tidak akan menimbulkan kerusakan yang besar pada kota.”

Emreed disebut sebuah kota benteng karena kota itu dikelilingi oleh dinding kokoh. Ada parit diluar di sepanjang dinding, dan jika jembatan gantungnya diangkat, akan sulit bagi musuh untuk mencapai dinding.

Selim memang benar, jika mereka fokus pada pertahanan, pertempuran akan berjalan dengan keuntungan dipihak mereka. Gak ada jaminan musuh akan mundur hanya dengan bertahan sih.

“Selim, kau terlalu optimis. Memang masih belum tentu, tapi musuh bisa saja punya senjata serbu.”

“Tapi mungkin musuh tidak punya senjata serbu.”

Sebagai tanggapan pada pertanyaan oleh seorang perwira naif, Hosmund memperingatkan:

“Mungkin memang begitu, tapi kita harus selalu bersiap untuk kemungkinan terburuk di medan perang. Bertempur di kota hanya bisa digunakan sebagai upaya terakhir.”

Tempat ini berbeda dengan benteng, jika gerbangnya dihancurkan, Pasukan Kekaisaran bisa menyerbu kedalam kota. Pria akan dibunuh dan wanita akan diperkosa, dengan jeritan dan teriakan diseluruh penjuru kota saat tenpat ini berubah menjadi neraka. Akan terlambat menyesalinya saat itu terjadi.

“Tapi Komandan, kau pasti sudah mendengar laporannya, dan memahami apa artinya karena mereka memakai zirah merah.”

Zirah merah– yang mana artinya musuh mereka dari Ksatria Crimson. Semua orang tau bahwa Pasukan Ketiga dan Keempat dimusnahkan oleh Ksatria Crimson. Mereka mungkin gak seterkenal Ksatria Azure, tapi Ksatria Crimson tetaplah tersohor di benua Dubedirica.

Selim dan para perwira lainnya ini tetap waspada karena rasa takut mereka terhadap Ksatria Crimson. Bahkan Hosmund sendiri merasa bahwa Ksatria Crimson gak bisa diremehkan.

–Da  itulah tepatnya kenapa prestasi perangnya akan sangat besar jika mereka bisa mengalahkan Ksatria Crimson.

(Gak ada pertempuran yang tanpa resiko. Semakin berbahaya musuhnya, semakin besar hadiahnya.)

Saat dia berpikir soal itu, lambang pangkat dua bintang berkilauan melintas di mata Hosmund.

“Aku paham kekhawatiranmu, tapi mengandalkan pertahanan kota merupakan upaya terakhir kita. Kita akan bergerak duluan dan menyerang. Menurut laporan, musuh berjumlah 3.000, jumlah itu setara dengan kita.”

“Komandan! Ini berbahaya karena jumlah kita sebanding! Tolong dipertimbangkan ulang!”

Selim memprotes penuh emosional. Semua perwira juga memprotes.

“Selim, dan kalian semua, dengar. Aku sudah membuat keputusan, ini adalah perintah.”

Selim gak punya pilihan selain tetap diam dan mengangguk dengan enggan. Yang lainnya juga sama. Mereka ingin berbicara lagi, tapi perintah sudah diberikan, dan mereka akan jadi terpidana pengadilan militer jika mereka masih keberatan. Seperti itulah cara kerja militer.

“Bagaimana dengan pergerakan musuh?”

“Mata-mata melaporkan bahwa musuh berkemah di dataran Almheim dan tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak. Alasannya masih tidak pasti.”

“Aku paham, itu aneh…. baiklah kalau begitu, kita akan bersiap menyerang dan mengamati musuh. Suruh para mata-mata untuk mengirim pesan. Itu saja, bubar.”

Dengan itu, Hosmund meninggalkan Selim dan yang lainnya uang memberi hormat dengan wajah pahit, dan meninggalkan Pusat Komando.

Pasukan Kekaisaran, Dataran Almheim

“—Letnan Kolonel, mereka tidak bereaksi.”

Perwira Eksekutif Kapten Lamia melapor dengan agak kecewa. Volmar perlahan berdiri dari drum bir yang dia gunakan untuk duduk. Badannya begitu kekar sampai-sampai kapak perang besar di punggungnya tampak seperti sebuah kapak kecil saja. Zirahnya gak bisa menyembunyikan ototnya yang kekar, dan rambut serta jenggotnya yang acak-acakan tampak seperti hutan belantara. Volmar memancarkan aura ganas.

“Sungguh membosankan. Apa mereka serius soal merebut kembali wilayah utara? Woi, kalian, berteriaklah digerbang mereka, beritahu mereka untuk membawa monster yang dirumorkan! Lima koin emas buat siapapun yang bisa melakukannya!”

Wajah dari beberapa prajurit berubah saat mereka mendengar soal lima koin emas. Itu jumlah uang yang cukup bagi mereka untuk bermain sebanyak yang mereka mau selama dua tahun.

“Haah, bagaimana bisa kita menarik monster itu kesini? Dia tidak memakai kalung. Tolong jangan menggoda para prajurit yang mudah terpengaruh dengan leluconmu.”

Lamia mengangkat bahu, yang mana membuat para prajurit disekitar mereka tertawa.

Cewek yang membuat ribuan prajurit gemetar ketakutan, Volmar ingin melawan dia dengan kapak perang miliknya sesegera mungkin.

Alasannya sederhana. Dia ingin tau lagu macam apa yang akan dinyanyikan monster itu.

“Kesampingkan lelucon, apa laporan kalau Pasukan Ketujuh sudah memasuki kota benteng memang benar?”

Lamia menaruh teleskop miliknya kembali ke kantong di pinggangnya, dan mengangguk pasti.

“Itu benar, ada banyak laporan tentang sebuah unit dengan bendera Pasukan Ketujuh memasuki kota. Itu juga sesuai dengan laporan yang dikirim oleh Heat Haze.”

“Bagus. Kalau aku gak bisa membalas jasa, aku akan mengecewakan Nona Rosenmarie yang mengirimku kesini.”

“Kurasa gak akan ada masalah. Dengan kekuatan Letkol yang luar biasa, monster yang dirumorkan itu pasti akan binasa. Itu sebabnya kau disebut ‘Pembantai’.”

Sindiran Lamia membuat Volmar menghela nafas berat.

“Sudah cukup. Beneran deh, siapa sih yang memberiku julukan itu? Karena julukan itu, orang-orang menganggap aku seorang pembunuh yang haus darah.”

Menurut Lamia, lawan Volmar selalu berakhir dengan nasib mayatnya gak dikenali, itulah alasan dibalik julukannya. Volmar gak bermaksud melakukan itu, itu hanyalah hasil dari kekuatan yang sangat besar. Dia gak tahan dengan julukan Pembantai.

“Hah!? Mulai lagi. Itu faktanya, apa kepalamu baik-baik saja?”

Lamia berkedip-kedip dan menatap dia penuh keraguan. Volmar memandang yang lainnya, tapi mereka semua memalingkan tatapan mereka. Kesalahpahamannya kayaknya sudah sangat dalam.

“Biar aku luruskan hal ini, ini sebuah kesalahan. Aku hanya suka lagu yang dinyanyikan lawanku saat aku menyerang mereka dengan kapak perangku. Aku gak betul-betul peduli soal membunuh mereka.”

“Haaaaah…. Letkol, itu artinya kau tidak ada bedanya dari seorang pembunuh yang tak pandang bulu yang menikmati pembunuhan.”

Lamia menghela nafas, dan Volmar mendesah berat setelah dia mendengar itu. Volmar meratap bahwa dia gak bisa menemukan orang yang bisa mengapresiasi seni.

“Hei Lamia, kau harus lebih menghargai seni. Maka kau bisa seperti aku, dan jadi lebih kaya didalam diri.”

Volmar menempatkan tangannya di dadanya dan berkata dengan serius.

“Saat kau mengatakan kata-kata indah dengan tubuh besarmu yang seperti beruang, itu terasa sangat aneh. Kesampingkan itu, apa yang harus kita lakukan? Karena musuh tidak bergerak, bagaimana kalau kita rebut kota mereka dengan senjata serbu kita? Ini akan jadi peluang yang bagus untuk menguji kemampuan dari prototipenya.”

Volmar mengikuti arah tatapan Lamia, dan melihat sebuah roda gigi. Itu adalah prototipe ketapel kecil dari Divisi Pengembangan Teknologi dari Pasukan Kekaisaran. Prototipe itu dua kali lebih kuat dari versi sebelumnya, dan bisa menghancurkan benteng kayu dalam satu serangan.

“Ini akan jadi upaya terakhir kita. Instruksi Kolonel Gaier adalah untuk menguasai kota itu dalam kondisi sebagus mungkin, karena kota itu akan menjadi markas kita untuk menginvasi Zona Perang Tengah.”

“Lalu apa yang harus kita perbuat? Duduk diam disini dan menunggu?”

Volmar mengusap dagunya seraya berpikir. Lamia benar, mereka gak bisa hanya menunggu disini. Sudah hampir waktunya untuk bertindak.

“Yah… Kita kirim saja undangan pada mereka.”

Saat dia mendengar itu, ekspresi Lamia menjadi cerah.

“Ide bagus. Setelah mereka menerima undangan dari Letkol, mereka tidak akan diam menunggu lebih lama lagi.”

“Kalau begitu kuserahkan padamu.”

Lamia mengangguk tegas dan menerimanya.

“Aku akan membuat rancangannya untuk menebang beberapa pohon dan menyiapkan bahannya.”

Lamia bersenandung saat dia memanggil beberapa prajurit untuk mengikuti mereka, dan menjauh dari Volmar.

–Keesokan paginya.

Saat mentari pagi perlahan terbit diatas Gunung Gransoles dan menerangi daratan, tiga sosok yang disalib menjadi jelas.

Satu kelihangan hidung dan matanya.

Yang satunya kehilangan anggota tubuhnya.

Dan yang terakhir sepenuhnya dikuliti.

Dan dibawah kaki mereka adalah seragam dari Pasukan Kerajaan.

[edit]

Sehari setelah mereka berurusan dengan Heat Haze.

Kelompok Olivia meninggalkan Kota Gurun Keffin. Mereka sudah mendapatkan informasi dari Alvin, jadi gak ada perlunya lagi mereka tetap di kota itu. Kapten Penjaga sangat kecewa, tapi suasana hatinya menjadi lebih baik saat dia mendengar bahwa peluang Pasukan Kekaisaran menyerang sangatlah rendah. Dia mengantar Resimen itu dengan gembira, kepribadiannya sangat mudah dibaca.

–Dua hari berlalu.

Resimen Kavaleri Otonom sudah nggak jauh dari Emreed. Ini karena kecepatan pergerakan mereka meningkat drastis karena mereka gak perlu memata-matai musuh. Olivia menikmati menunggangi kudanya, dan bahkan tidur sambil menunggang.

“Mayor, tolong jangan tidur dipungung kuda. Itu bahaya.”

Claudia mengingatkan dia karena kuatir. Olivia merenggangkan punggungnya, menguap, dan kemudian menengadah menatap langit.

“Itu karena cuacanya sangat enak. Kalau saja aku bisa berbaring di dataran, aku bisa tidur dengan nyaman. Yah, haruskah kita istirahat?”

“Kau bilang begitu dua jam yang lalu, dan kita beristirahat seperti yang kau inginkan. Kita akan segera sampai di Emreed, tahanlah sedikit lagi.”

Claudia berkata jengkel. Ashton yang menunggang disamping mereka cuma tersenyum canggung. Kayaknya rencana Olivia untuk beristirahat di dataran telah gagal.

“Claudia kau jahat sekali! Hei, Ashton, apa ada sesuatu yang enak di Emreed? Ada, kan?”

“Kenapa kau menanyai aku. Hmm~ karena itu sebuah kota benteng, harusnya ada makanan lezat.”

“Mayor, aku nggak mengatakan sesuatu yang jahat. Selain itu–”

“Diam.”

Olivia menempatkan jari telunjuknya pada bibirnya, dan menatap ke depan. Dia bisa merasakan seseorang mendekat.

“Ada apa?”

Claudia bertanya tegang. Ashton mengeluarkan teleskop dan memeriksa area didepan.

“–Seorang penunggang bergerak mendekat pada kita!”

“Berhenti!”

Claudia segera memberi perintah. Semua mata tertuju ke depan, dan seorang pria memakai zirah muncul disertai suara ringkikkan kuda.

“Itu…. seorang prajurit dari Pasukan Kerajaan.”

“Itu benar.”

“Dia kelihatan kebingungan. Apa yang terjadi?”

Saat pria itu melihat kelompok Olivia, dia kelihatan lega– dan segera mendekat dengan wajah tegang.

“Ini darurat, ijinkan saya melapor diatas kuda. Saya asumsikan anda Komandan Resimen Olivia dari Resimen Kavaleri Otonom, benar?”

“Ya, itu benar. Dan kau?”

“Saya Pratu Ritz dari unit Mayjen Hosmund. Unit kami bertempur dengan Ksatria Crimson di dataran Almheim, dan pertempurannya berlangsung sangat buruk. Tolong…. bantu kami….”

Butuh segenap tenaga yang dia miliki untuk berkata sebanyak ini. Tubuh Ritz agak bergoyang, dan dia jatuh dari kudanya. Ashton segera turun dari kuda dan membantu Ritz bangun.

“….Dia baik-baik saja, dia hanya pingsan.”

Claudia menghela lega saat dia mendengarnya, tapi langsung menegangkan wajahnya.

“Barisan depan kita sudah berhadapan dengan musuh. Lawan mereka adalah Ksatria Crimson yang sangat tangguh.”

“Mereka akan dalam bahaya jika kita nggak bergegas membantu.”

Claudia mengangguk tegas.

“Mayor benar, kita gak bisa mengabaikan sekutu kita yang berada dalam bahaya.”

“Kalau begitu ayo bergegas.”

“Tahan dulu.”

Sebelum Claudia bisa memberi perintah, Ashton berkata dengan suara panik dari belakang. Claudia berbalik, dan melihat Ashton lebih serius dari biasanya.

“A-Ada apa?”

Wajahnya yang kelihatan berbeda dari biasanya membuat Olivia agak gugup.

“Sama seperti yang dikatakan Lettu Claudia, Ksatria Crimson sangat tangguh, dan itu akan jadi beban yang sangat berat bagi para rekrutan baru. Kita butuh strategi supaya semua orang bisa selamat.”

Saat dia melihat wajah serius Ashton, Olivia mulai berpikir. Dari apa yang dikatakan Ashton dan Claudia, Ksatria Crimson bukanlah lawan yang remeh. Dia menatap para rekrutan baru, dan melihat mereka gemetaran seraya wajah mereka pucat.

Ashton benar, jika mereka nggak mempersiapkan rencana, para rekrutan baru akan tewas.

“Ashton, ada ide?”

“Maaf…. akulah yang memulai membahasnya, tapi aku sama sekali gak punya ide.”

Ashton menundukkan kepalanya karena malu. Olivia menatap Claudia, dia menggeleng dalam diam. Mereka berdua gak punya saran yang bagus.

(Ini sukit. Gak akan ada masalah kalau aku sendiri sih… Hmm? Sendiri? Betul juga, sendirian!)

Olivia menjentikkan jarinya. Ashton dan Claudia saling memandang satu sama lain, dan bertanya secara bersamaan.

“Apa kau punya rencana?”

“Mayor, beritahu kami.”

Mereka berdua mendekat, hal itu mengejutkan Olivia.

“E-Erm, aku berpikir bahwa kita harus mengatur tiga orang bekerja sama menjadi satu tim untuk menghadapi satu Ksatria Crimson. Satu orang menyerang, satu bertahan, dan yang satunya akan mengambil peran pendukung. Para rekrutan baru harusnya bisa melakukannya, dan meminimalisir kerugian kita.”

“Aku paham… masing-masing prajurit akan berfokus pada tugasnya masing-masing. Para rekrutan baru bisa berguna kalau begitu.”

Ashton terkesan dan mengangguk, sedangkan Claudia tampak ragu-ragu.

“Hmm? Claudia, apa ada yang salah? Kupikir itu ide yang bagus.”

“Enggak, gak ada yang salah… Tapi meski mereka adalah Ksatria Crimson, mengeroyok mereka agaknya…. Sebahai seorang ksatria yang menjunjung kehormatan, yang kutakutkan….”

“Ini perang, dan para rekrutan bukan ksatria?”

“Tentu saja aku tau itu…. Ahhh!”

Mata Claudia menjadi merah, dan dia mengaruk kepalanya saat dia menggumamkan sesuatu. Olivia menjauh dari Claudia secara reflek. Claudia agak menakutkan sekarang ini, jadi Olivia memutuskan untuk mengamati dalam diam.

–Beberapa saat setelah itu.

“Ayo kita lakukan dengan rencana itu.”

Kayaknya butuh segala yang dia miliki untuk mengatakan hal itu. Pergolakan dalam diri Claudia nampaknya sudah selesai. Terkadang dia sangat menarik.

Hosmund menyesali tindakan gegabahnya. Memang benar dia gak mau warga terjebak dalam api peperangan, tapi dia juga dibutakan oleh ambisinya. Inilah hasil dari keserakahannya atas prestasi perang.

(Fufu. Apa ini hukuman untuk ketamakanku….)

Di depannya adalah seorang pria kekar mengayunkan kapak perang besar. Para prajurit pemberani yang menantangnya dibantai oleh senjata itu, darah berceceran dan otot berhamburan dimana-mana. Hosmund sampai mulai bertanya-tanya apakah manusia benar-benar serapuh itu. Selim benar, mereka seharusnya menunggu Resimen Kavaleri Otonom.

Tapi Selim sudah tiada. Dia telah menapaki jalan menuju akhirat demi melindungi Hosmund.

(Tapi… aku gak bisa membiarkan tindakan keji seperti itu begitu saja!)

Saat dia melihat kondisi mengerikan dari para pengintainya, mata Hosmund memerah. Ketika dia menyadarinya, dia telah mengabaikan peringatan Selim untuk menahan diri, dan menyerbu ke dataran Almheim.

–Tanpa menyadari bahwa ini adalah jebakan musuh.

Hosmund menyerang terlalu dalam, dan dikepung oleh para Ksatria Crimson. Dia segera memerintahkan anak buahnya untuk menggunakan formasi bertahan, tetapi instruksinya nggak bisa segera sampai karena kekacauan.

Akibatnya, pasukan terkepung gak berdaya, dan jalur mundur mereka terputus.

“Hei, hei, apakah kalian betul-betul Pasukan Ketujuh yang menghancurkan pasukan Kekaisaran di Selatan? Kalian terlalu lemah. Dan aku nggak melihat adanya cewek monster.”

Pria itu meletakkan kapak perangnya di bahunya, dan berkata dengan wajah gak ada minat. Saat Hosmund mendengar istilah ‘cewek monster’, dia menyadari kalau musuh mengincar Olivia.

“Sayangnya, gadis itu ditugaskan pada unit lain. Mayjen ini akan berduel denganmu menggantikan gadis itu.”

“Cih! Padahal Lamia begitu yakin, tapi informasi itu palsu. Tidak, musuh adalah Pasukan Ketujuh, jadi mereka nggak salah…”

Tapi pria itu cuma bergumam sendiri, dan bahkan tidak menganggap Hosmund layak ditanggapi.

“Woi, lawanmu ini Mayor Jenderal, apa gak cukup buatmu?”

“—Hmm? Haaah, aku sangat nggak puas, tapi kau boleh juga. Lagian aku harus memberi hadiah balasan pada Nona Rosenmarie.”

“Hadiah balasan?”

Saat dia mendengar pertanyaan Hosmund, pria kekar itu tertawa dingin, lalu menempatkan dua jari di lehernya.

“Karena kau adalah Mayor Jenderal, maka nyanyikan lagu yang bagus untukku.”

Ekspresinya berubah saat dia mengayunkan kapak perangnya layaknya taring binatang buas. Hosmund bertahan dengan pedangnya, tapi posturnya berantakan karena kekuatan lawannya yang luar biasa.

Hosmund mengubah posturnya dan mencoba menepis serangan itu. Namun, pria itu menyesuaikan serangannya. Dia bukan hanya seseorang yang mengandalkan kekuatan saja.

Pada akhirnya, pedang Hosmund melengkung, dan kapak perang itu perlahan menusuk bahunya.

“Gwahhh—!”

“Betul! Bernyanyilah! Aku akan menikmatinya sebagai rasa hormatku untuk pangkatmu! Biarkan aku mendengar nada yang indah!”

Pria itu tersenyum sinis saat dia menancapkan kapak perangnya semakin dalamm Hosmund mengalami pendarahan cukup parah dari bahu, dan pandangannya menjadi kabur. Dia merasa tubuhnya ditekan ke tanah, dan dia jatuh berlutut.

(Inilah akhirnya….)

Saat Hosmund yakin kalau dia akan mati, tiba-tiba ada sebuah serangan ganas, menghempaskan pria itu. Perubahan yang tiba-tiba ini membuat Hosmund terkejut, dan dia lupa akan rasa sakitnya. Dia gak bisa berkata apa-apa saat suara yang seperti lonceng terdengar dari belakang.

“Sungguh pas sekali.”

Suara familiar itu membuat Hosmund perlahan berbalik, dan melihat seorang cewek tersenyum polos– Itu Olivia.

[edit]

“M-Mayor Olivia……!?”

“Pasang formasi kotak. Jangan biarkan musuh mendekat.”

“““Siap ndan!!”””

Moral prajurit sangat tinggi setelah menerima perintah Olivia. Olivia mengangguk pada mereka, dan menatap Hosmund.

“Nyaris saja. Ah, salah, aku senang anda baik-baik saja!”

Olivia merasa menggunakan kesopanan sangat merepotkan saat dia memberi hormat pada Hosmund yang tercengang. Hosmund tersenyum canggung, lalu berkata seraya tangannya ditempatkan pada bahunya yang terluka.

“Ini medan perang, dan sekarang bukan waktunya untuk memberi hormat dengan santai begitu.”

“Begitukah? –Bukan, apa itu tidak apa-apa? Ajudan Otto selalu memberitahuku bahwa aku harus memberi hormat saat aku bertemu seorang perwira berpangkat.”

Dalam hatinya, Olivia kebingungan saat dia menepis sebuah anak panah nyasar. Dia gak bisa membayangkan Otto salah dalam hal sopan santun, karena Otto adalah perwujudan dari kedisiplinan militer.

“Itu…. bergantung pada waktu dan tempatnya. Setidaknya, memberi hormat tidak diperlukan saat perang. Kudengar kau seseorang yang aneh, tapi tak pernah kusangka kalau kau seaneh ini… Ugh…”

Hosmund berkata dengan wajah pahit. Otto dan Hosmund, siapa yang benar? Olivia betul-betul kebingungan soal ini, dan memutuskan untuk menanyai Otto saat dia bertemu dengannya.

“Mayjen Hosmund, mundurlah sekarang. Claudia dan yang lainnya sudah mengamankan jalur mundur, serahkan saja tempat ini padaku.”

Olivia memanggil dua prajurit terdekat, dan menyuruh mereka membantu Hosmund. Kalau Hosmund mati disini, maka upaya Olivia dan yang lainnya yang bergegas kesini akan sia-sia.

“Maaf….”

Setelah meminta maaf, Hosmund pergi dengan dibantu kedua prajurit itu. Saat Olivia memperhatikan dia pergi, suara keras terdengar dibelakangnya.

“–Yah, udah selesai ngobrolnya?”

Dia berbalik, dan melihat pria kekar yang terlempar karena tendangannya, berdiri disana sambil tersenyum jahat. Pria itu menikamkan kapak perangnya ke tanah dan menggeretakkan lehernya.

“Ya, kami udah selesai. Maaf soal tendangan tadi.”

Olivia meminta maaf sambil tersenyum, dan pria itu melambaikan tangannya.

“Gak usah kuatir soal itu. Seranganmu layaknya sebuah karya seni, susah lama sekali sejak seseorang menjatuhkan aku. Memang disayangkan bahwa Mayor Jenderal itu nggak menyelesaikan nyanyiannya, tapi gak masalah. Akhirnya aku bertemu denganmu.”

“Ehh….? Tapi aku nggak ingat pernah bertemu denganmu?”

Olivia memiringkan kepalanya, dia gak pernah bertemu seorang pria yang sebesar beruang sebelumnya. Dia tampak seperti anak kecil dibandingkan dengan sosok besar pria itu.

Pria besar itu tertawa riang.

“Kau mungkin gak tau aku, tapi aku tau kau. Cewek cantik yang membuat beberapa ribu prajurit trauma sangatlah terkenal di Pasukan Kekaisaran. Apa kau gak punya kesadaran diri. Dasar monster sialan.”

Pria besar itu berkata gembira, dan Olivia mengernyit. Kayaknya julukan monster telah menyebar sebelum dia mengetahuinya. Olivia merasa jengkel, dan pemikiran karena dia dipanggil monster kemanapun dia pergi membuat dia sangat jengkel.

Z sudah menerima nama Olivia yang indah, dia nggak mau nama itu sia-sia saja.

“Haaaaah… Aku bukanlah monster, namaku Olivia.”

“Oh, maafkan aku. Kau mungkin seorang monster, tapi kau tetap memiliki nama. Betewe, namaku Volmar. Volmar Ganglet. Senang bertemu denganmu.”

Volmar menepatkan tangan kirinya pada dadanya dan membungkuk hormat. Sikap anggun ini yang gak sesuai dengan penampilannya membuat Olivia tekejut. Dia harus memberi tanggapan yang sesuai.

“Salam jumpa, Tuan Volmar Ganglet. Ijinkan aku memperkenalkan diriku lagi, namaku Olivia Valedstorm. Senang berjumpa denganmu, meski hanya sebentar.”

Olivia memberi sapaan wanita yang tepat yang dia pelajari dari sebuah buku. Dia sedikit mengangkat keliman roknya dan membungkuk.

“Fuhaha! Sudah lama sejak terakhir aku segembira ini. Nyanyianmu akan menjadi permata sejati, Olivia!”

Sesaat setelahnya, kapak perang itu berhantaman dengan pedang hitam, memercikkan percikan api ke segala arah. Mata Volmar penuh dengan kehidupan dan dia menikmatinya saat dia mengayunkan kapak perangnya.

Olivia gak bisa memahami kegembiraan Volmar saat dia menepis serangan itu. Pria itu gak akan bisa makan makanan lezat lagi kalau dia mati.

“lumayan! Olivia memang yang terbaik! Gak banyak orang yang bisa bertahan terhadap kekuatanku! Nah sekarang, rasakan ini!!”

Volmar menarik mundur kaki kanannya, lalu memutar pinggangnya untuk mengayunkan kapaknya. Kekuatan dibalik ayunan itu menjalar pada Olivia, dan dia terhempas.

“Uwah!”

Olivia segera menarik kakinya diudara, melakukan gerakan jungkir balik untuk mengurangi dampaknya. Tapi saat dia mendarat–

“Huh?”

Dia menyadari tangannya yang memegang pedang masih bergetar. Kekuatan dari serangan itu nggak sepenuhnya hilang. Sudah lama sekali sejak Olivia merasa begitu, dan ini mengingatkan dia pada saat-saat dia bersama Z.

“Woi woi, itu bukan kekuatan penuhku, tapi sudah cukup untuk menghancurkan tulang. Olivia, kau sangat hebat.”

Mereka memang musuh, tapi Volmar nggak menahan diri pada pujiannya terhadap Olivia.

“Hee… Menilai dari kekuatanmu, kau adalah manusia yang memiliki ‘Odic Force’ tinggi. Kau orang kedua yang kutemui.

“Odic Force? Apaan itu?”

Berkebalikan dengan penampilan Volmar yang kebingungan, Olivia tersenyum masam.

– Yang pertama adalah teman di pihak Olivia.

– Yang kedua muncul didepan Olivia sebagai musuh.

Ini pasti takdir. Z akan senang soal ini.

“Abaikan saja. Ini mungkin terakhir kalinya kita bisa ngobrol, jadi ijinkan aku berterimakasih duluan. Aku sangat senang, Tuan Volmar. Aku bisa menyajikan makanan lezat untuk Z sekarang.”

“Menyajikan makanan lezat untuk Z? Apa yang kau bicarakan?”

Volmar menjadi semakin bingung.

Tapi Olivia gak menjawab, dan perlahan menurunkan pusat gravitasinya.

Resimen Kavaleri Otonom yang datang sebagai bala bantuan sedang bertemu sengit melawan Ksatria Crimson.

Mereka sudah menembus pengepungan dari Ksatria Crimson dan menyelamatkan Resimen Kavaleri dibawah komando Hosmund yang sudah kacau balau. Mereka sekarang mengawal para prajurit yang terluka menjauh dari medan perang.

Claudia bertempur dibarisan paling depan, dan berlumuran darah musuhnya.

(Apa Mayor berhasil menyelamatkan Mayjen Hosmund?)

Olivia memimpin 300 kavaleri untuk menyelamatkan Hosmund. Mengingat kemampuan bela dirinya yang luar biasa, dia harusnya baik-baik saja. Tapi lawan mereka adalah Ksatria Crimson, jadi dia gak boleh lengah.

“Lettu Claudia! Musuh berusaha mengepung kita!”

Prajurit bermata satu Gauss, menarik keluar Claudia dari merenungnya. Claudia menatap arah yang di tunjuk, dan melihat sebuah unit kavaleri menembus pertahanan sekutu Claudia dan menyerang ke pusat formasi.

(Dalam hal potensi tempur individu, musuh unggul….)

Kalau dia membiarkan mereka begitu saja, Pasukan Kerajaan akan terjepit dalam serangan penjepit. Mengikutsertakan pasukan Hosmund, mereka unggul dalam jumlah, tapi musuh tetaplah dalam posisi diuntungkan dalam pertempuran ini. Seperti yang diduga dari Ksatria Crimson.

“Gauss! Pimpin unit kavaleri kedua dan hentikan mereka!”

“Siap ndan, serahkan padaku! Baiklah anak-anak, ikuti aku!”

“““Siap!!”””

Dengan perintah Gauss, 500 kavaleri melesat penuh semangat. Claudia mulai bergerak maju kearah pasukan utama musuh, tapi terpaksa masuk kedalam kekacauan setelah dihadapkan dengan perlawanan.

Kepala dan helm seorang pria dihancurkan, matanya keluar. Kepala seorang wanita berubah menjadi bentuk gak jelas setelah berantakan dengan seekor kuda. Segala bentuk mayat dihasilkan di medan perang, seorang perwira laki-laki menunggangi kuda berwarna coklat menanyai Claudia:

“Hei kau, apa komandan dari bala bantuanmu seorang cewek muda?”

“Kalau aku bilang iya, kenapa emangnya?”

Claudia bersilangan pedang dengan pria itu seraya mereka berbicara.

“Dari reaksimu, aku pasti benar. Haaah, Letkol akan senang.”

Mereka berdua sama-sama menarik tali kekang kuda mereka dan bersilangan pedang. Claudia menilai bahwa mereka setara, dan menendang mata kuda milik musuhnya. Hampir disaat yang bersamaan, pria itu juga melakukan hal yang sama. Kedua kuda perang itu meringkik kesakitan, dan menjatuhkan kedua penunggang itu ke tanah.

“Cih!”

Claudia segera berdiri dan memasang kuda-kuda, lalu melompat dan menghindari serangan pria itu. Disaat yang sama, dia menendang wajah pria itu.

Pria itu yang kalah unggul tampak masam.

“….Fufufu, bagus sekali.”

Dia menyeka darah dari hidungnya seraya tersenyum sinis.

(Hmm…? Dia mau ngapain?)

Melihat Olivia merendahkan kuda-kudanya, Volmar waspada dan memposisikan kapak perangnya secara defensif. Cewek itu cukup kuat sampai-sampai bisa menahan serangannya, dan selincah seorang akrobatik. Gak diragukan kalau cewek ini adalah petarung tingkat tinggi. Gak heran Rosenmarie memerintahkan dirinya untuk menghadapi dia. Kalau cewek ini bisa bicara omong kosong, tuh cewek mungkin punya rencana lain. Volmar gak boleh ceroboh.

–Akan tetapi, cewek itu nggak cukup kuat untuk bisa membuat Pasukan Kekaisaran ketakutan, dan disebut monster.

(Prajurit biasa gak akan bisa menghadapi dia, tapi aku berbeda.)

Rumor seperti ini biasanya dilebih-lebihkan. Volmar percaya diri bisa menahan serangan apapun dari Olivia. Akan tetapi, dia segera menyadari seberapa naifnya dirinya. Olivia tiba-tiba muncul didepan dia disertai suara keras.

“—!?”

Berkat pengalamannya yang banyak di medan perang, Volmar nyaris gak bisa bereaksi tepat waktu. Naluri bertahan hidupnya mendorong dirinya memblokir pedang hitam yang mengarah pada lehernya. Kalau dia terlambat sedikit saja, kepalanya pasti sudah hilang sekarang.

Dan begitulah, pertarungan antara Volmar dan Olivia dimulai.

“Woooahhh!!”

Volmar menggertakkan giginya begitu keras sampai-sampai hampir mematahkan giginya saat dia mengayunkan kapak perangnya. Ini bukanlah gerakan sombongnya yang biasanya, tapi sebuah serangan dengan kekuatan penuh. Siapapun yang terkena serangan ini akan tumbang. Tapi sosok ramping Olivia memblokir serangan itu tanpa bergerak satu inci pun. Dia bahkan tersenyum dingin.

Keringat dingin mengalir di pipi Volmar.

(Apa aku…. melawan sesuatu yang gak bisa kutangani?)

Kecemasan, frustasi– dan rasa takut menguasai Volmar.

Emosi-emosi yang sudah lama gak dia rasakan sekarang meluap-luap, dan perlahan menguasai hati Volmar. Sejauh dia bisa ingat, Volmar selalu berdiri diatas yang lainnya karena tubuh kekar dan kekuatannya yang besar. Sebelum dia bertemu Rosenmarie, dia gak pernah kalah sebelumnya.

Itulah sebabnya emosi-emosi negatif ini begitu sulit bergejolak. Untuk mengendalikan rasa takut, kau harus terbiasa dengan itu dari waktu ke waktu, tapi Volmar gak pernah merasa takut sebelumnya. Dia gak berpengalaman dalam aspek ini.

Volmar mengamati Olivia.

Dia cukup tinggi untuk seorang wanita, tapi cuma sampai pinggang Volmar. Tapi dimata Volmar, Olivia seperti seorang raksasa yang setinggi langit.

“Giliranku.”

“—!”

Pedang Olivia layaknya sabit milik seorang Dewa Kematian dan Volmar mengayunkan kapak miliknya sekuat tenaga. Akan tetapi, semua serangannya ditepis oleh Olivia dengan mudah. Olivia lalu menebaskan pedangnya kuat-kuat pada kapak perang itu. Sekarang giliran Volmar yang terlempar ke udara.

(Dia menghempaskan aku ke udara!? Bagaimana bisa!?)

Pemandangan fantastis itu membuat Volmar tenggelam dalam rasa bingung yang dalam. Tapi nalurinya memberitahu dirinya bahwa dia akan tamat kalau dia jatuh ke tanah dalam keadaan seperti ini, jadi dia bersiap mengatur jatuhnya. Ini merupakan hasil dari latihannya, akan tetapi–

“Yang pertama, tangan kananmu.”

“Gwaahhh!!”

Tangan kanan Volmar dipotong oleh Olivia yang muncul didepannya secara tiba-tiba, dan dia berteriak kesakitan. Dia terlalu syok sampai-sampai gak bisa memikirkan soal posisi jatuhnya, dan menghantam tanah begitu saja.

“Guah!”

Semua udara dalam paru-parunya keluar sekaligus. Dia tetap sadar karena rasa sakit karena kehilangan tangan kanannya. Setelah berjuang mengatur nafas sesaat, Volmar berdiri dengan kapak perangnya sebagai penopang.

Untuk pertama kalinya, tubuhnya terasa seberat timbal.

(Sialan! Kemana perginya dia!)

Dia mati-matian mencari Olivia, dan suara yang membuat merinding terdengar dari belakang.

“Selanjutnya tangan kirimu.”

“Gaaaahhh!!”

Volmar berbalik saat tangan kirinya yang memegang kapak perangnya terlempar ke udara. Saat darah yang mengucur darinya menodai tanah, Olivia berkata “Kaki kiri” dan “kaki kanan”, seolah dia sedang merapal mantra.

Rasa sakit yang parah membuat otak Volmar gak bisa bekerja, dan dia gak bisa berpikir dengan benar. Dia berhenti peduli soal tubuhnya.

Saat Volmar menyadarinya, dia sedang menatap langit yang luas.

–Sungguh murni dan indah.

Itulah satu-satunya hal yang ada dalam pikiran Volmar.

“–Gimana rasanya? Aku melihat para prajurit Kerajaan dibantai olehmu saat aku kesini, jadi aku ingin kau mencoba hal yang sama. Apa sesuai dengan yang kau sukai?”

Olivia yang muncul dalam bidang pandangnya membungkuk dan bertanya, menutupi langit. Rambutnya yang seperti benang perak tergerai ke bahunya, menyentuh hidung Volmar.

“Ahh… Ughh… Ahh…”

“Kau sudah gak bisa dengar aku? Ternyata memang tetap untuk berterimakasih padamu sebelumnya. –Baiklah kalo gitu, jadilah makanan yang mewah untuk Z.”

Dia seharusnya jangan menyulut kemarahan cewek itu.

Dia seharusnya jangan menghadapi cewek itu.

–Cewek itu adalah seorang monster sejati!

Olivia perlahan mengangkat pedang hitamnya yang terselimuti kabut.

Volmar memperhatikan dengan mata setengah terbuka, dan meratapi kenaifannya.

“Komandan Resimen Olivia telah membunuh komandan musuh!”

“““Waaarrrggghhh!!”””

Pasukan dari Resimen Kavaleri Otonom bersorak. Ksatria Crimson gak bisa mempercayai mata mereka kalau Volmar telah dikalahkan.

Olivia menghela nafas lembut dan menatap langit. Gagak dalam jumlah yang gak terhitung berputar-putar dilangit.

“Aku penasaran apakah Z menerima hadiah dariku….”

Lamia menebas secara vertikal– tapi berganti menjadi tebasan horizontal dipertengahan. Cewek itu terkejut, dan segera melompat mundur untuk menghindar. Lamia bangga akan kemampuan pedangnya yang merupakan perpaduan antara serangan palsu dan serangan asli, tapi itu hanya menyebabkan goresan kecil pada zirah lawannya.

Kemampuan fisik cewek itu yang luar biasa membuat Lamia terkejut.

“Kau betul-betul hebat. Hei, kenapa kau ngggak beralih pihak dan bergabung dengan Pasukan Kekaisaran? Akan sangat disayangkan kalau seseorang dengan kemampuan luar biasa sepertimu mati. Aku akan memberimu rekomendasi, jadi gimana?”

Cewek itu mengernyitkan alisnya dalam menanggapi tawaran Lamia.

“Kayaknya kau meremehkan aku. Harusnya ada batas untuk omongkosongmu, apa kau betul-betul berpikir aku akan menerima tawaran itu?”

“Woi woi! Aku melakukan ini atas dasar niat baikku. Gak peduli gimana kau melihatnya, Kerajaan Farnesse sudah gak punya masa depan yang cerah. Atau kau mau mati?”

Lamia merentangkan tangannya secara berlebihan. Sebaliknya, cewek itu mengangkat bahu dan mencemooh tawaran dia.

“Aku seorang ksatria terhormat dari Kerajaan Farnesse, berpindah pihak hanya karena situasinya gak menguntungkan merupakan sebuah aib.”

“….Kau gak punya niat melayani Kekaisaran apapun yang terjadi?”

“Diamlah. Kita berdua sama-sama ksatria, tapi kau cuma seekor lalat gak guna.”

Dengan itu, cewek itu mengayunkan pedangnya secara horisontal, bertekad membunuh pria yang telah menodai martabat seorang ksatria.

“….Hee, punya nyali juga kau– kalau begitu kau gak berguna bagiku, matilah!”

Lamia merunduk ke tanah dan menyerang cewek itu dengan tebasan ganas. Tapi cewek itu bisa membaca seluruh serangannya. Cewek itu gak cuma berbakat secara fisik, dia juga memiliki pandangan dinamis yang luar biasa. Serangan habis-habisan dari Lamia cuma berhasil memotong beberapa helai rambutnya.

Lamia merasa mata cewek itu sedikit berkilauan, dan bertanya-tanya apakah dia bisa melihatnya. Gimanapun juga, dia gak bisa mengakhiri pertarungan seperti ini. Lamia perlahan menjadi bingung.

“Cih!”

Lamia melompat, dan menebas secara vertikal lagi– sebelum mengubahnya menjadi serangan horizontal sekali lagi.

“Aku sudah melihat gerakan ini! Kau pikir serangan itu akan berhasil!?”

Cewek itu merunduk hampir menyentuh tanah, dan menyerang kaki lawannya. Titik lemah Lamia diserang, dan dia gak bisa bereaksi tepat waktu. Dia menerima serangan itu dan jatuh. Cewek itu nggak melewatkan kesempatan ini, dan mengarahkan pedangnya pada tenggorokan Lamia.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 12.png

“–Pertarungan selesai.”

Cewek itu berkata dingin. Satu gerakan salah dari Lamia, maka pedang itu akan merenggut nyawanya. Dia menghela nafas berat.

“Haaaah, aku kalah, huh… Lakukan. Tapi kau akan segera bergabung denganku di neraka.”

“….Masih saja ngoceh, huh? Kau betul-betul sebuah aib bagi ksatria.”

Lamia berkata kesal pada Claudia yang mengejek:

“Tidak, aku nggak ngoceh. Kau pasti akan mati ditangan Letkol yang akan menghabisi monster yang dirumorkan itu!!”

Lamia nggak mengejek dia ataupun mengharapkan kematian cepat. Dia ingin membuat cewek itu ragu dan memanfaatkan peluang untuk kembali bangkit.

Tapi berkebalikkan dengan ekspektasi Lamia, pedang yang ada di tenggorokannya sama sekali nggak goyahm cewek itu menghela nafas pelan, dan menatap dia dengan mata dingin.

“…. Kau sudah salah soal dua hal.”

“Huh? Apa yang salah?”

Cewek itu gak peduli dengan ekspresi Lamia, dan melanjutkan:

“Yang pertama, Letkol yang kau bicarakan itu sudah menunggumu di neraka. Kau melanjutkan keksatriaanmu di dunia itu.”

Cewek itu berkata begitu yakin, seolah ria melihat saat-saat kematian Volmar. Lamia merasa bingung, dan cewek itu melanjutkan.

“Yang kedua, Mayor bukanlah monster. Mayor adalah– Olivia adalah seorang pahlawan!!”

Dengan teriakan itu, cewek itu menikamkan pedang miliknya pada tenggorokan Lamia dalam-dalam.

[edit]

Duel Olivia berakhir dengan kematian Volmar Ganglet.

Dan sekarang, Pasukan Kerajaan sedang mengejar Ksatria Crimson yang mundur. Resimen Kavaleri Otonom dan para prajurit yang marah dibawah komando Hosmund sama-sama melakukan pengejaran.

Disisi lain, orang yang memimpin mundurnya pasukan adalah Kapten Gordo Kreis. Dia berusia 55 tahun, tapi masih memiliki martabatnya. Kira-kira 60% pasukannya telah terbunuh, tapi dia masih berusaha keras untuk menyelamatkan prajurit sebanyak yang dia bisa.

“Semuanya, bertahanlah sedikit lagi!”

“““Siap ndan!!”””

Gordo mengkomando anak buahnya yang menanggapi dengan semangat. Komandan Volmar dan wakilnya Lamia, keduanya gugur dalam perang, tapi moral prajurit masih tinggi. Hal ini karena kesetiaan mereka terhadap Rosenmarie, dan harga diri mereka sebagai anggota dari Ksatria Crimson.

Sangat dipertanyakan apakah mundurnya mereka akan berjalan lancar. Sejujurnya, Gordo merasa bahwa peluangnya sangat tipis.

–Alasannya sudah jelas.

“Kapten Gordo! Barisan pertahanan Letda Burghardt telah dihancurkan!”

Bawahannya, Henrik, yang menunggang kuda dibelakangnya berteriak. Gordo menoleh, dan melihat seorang cewek berambut perak menunggangi seekor kuda hitam.

“Monster itu! Cepat sekali dia menyusul!”

Monster berwujud seorang cewek ini sepertinya telah memotong Volmar si ‘Pembantai’ sampai hanya menyisakan badannya saja. Ini merupakan balasan untuk surat undangan Volmar pada Pasukan Ketujuh. Dan sekarang, Gordo akhirnya paham kenapa dia sampai ditakuti oleh beberapa ribu prajurit.

Gordo segera memberi perintah:

“Biarkan yang terluka kabur duluan! Sisanya, bentuk formasi persegi! Unit tombak didepan, hentikan serbuan musuh! Unit panah dibelakang, lakukan tembakan tiga gelombang! Jangan biarkan satupun lolos!”

“““Siap ndan!!”””

“Mayor, musuh menggunakan formasi persegi. Nampaknya mereka bertekad bertarung sampai mati.”

Saat dia mendengar apa yang dikatakan Claudia, Olivia mengangguk.

“Ksatria Crimson, huh…. Sungguh disiplin. Kalau kita lanjut menyerbu, kerugian kita akan semakin banyak. Aku akan bergerak duluan dan memporak-porandakan formasi mereka. Claudia, lakukan serangan saat kau melihat peluang, oke?”

“Siap ndan, serahkan padaku!”

Claudia segera menerimanya. Ashton meniup terompet untuk menginformasikan pada seluruh unit.

“Ubah formasi menjadi bulan sabit! –Olivia, aku tau seberapa kuatnya kau, tapi jangan memaksakan diri.”

“Ya, aku tau. Makasih buat perhatianmu, kalau begitu aku pergi duluan.”

Olivia tersenyum dan melambaikan tangan pada Ashton yang kuatir, lalu bergerak menjauh dari barisan depan.

“Kuda, aku mengandalkanmu.”

Olivia membelai punggung kudanya dengan lembut. Kuda hitam itu memahami niat tuannya, dan mulai menambah kecepatan. Dulu Z pernah memberitahu Olivia kalau kuda adalah mahluk cerdas, dan kudw hitam ini memahami dia. Olivia memutuskan untuk memberi kuda itu nama yang bagus setelah pertempuran ini berakhir.

“–Unit tombak, maju!”

Dengan perintah dari seseorang, sebagian prajurit musuh membentuk formasi tombak yang rapi. Formasi tombak itu serapat tembok besi, menunjukkan tekad mereka untuk menghentikan serbuan musuh mereka. Olivia dengan lincah mengeluarkan crossbow dari punggungnya dan mengincar pria yang memberi perintah– dan menekan pemicunya.

Terdengar suara tumpuk dari pegas logam. Disaat yang sama, anak panahnya menancap pada kening pria itu dengan presisi yang luar biasa. Olivia terus mengisi dan menembak dengan pergerakan yang mulus, dan setiap kali tembakan dilepaskan, seorang prajurit tombak akan tumbang layaknya boneka yang benangnya putus.

(Hmm, mainan ini betul-betul bagus. Ini lebih kuat daripada panah, dan bisa menembak dengan cepat kalau dilatih dengan baik. Memang pilihan yang tepat mengambil ini dari Tuan Bloom.)

Olivia kembali menaruh crossbow itu pada punggungnya, dan menghunus pedang hitamnya. Dia memacu kuda hitamnya ke depan dan menyerbu musuh.

“Jangan takut pada monster itu! Kepung dan tikam dia!”

Kapten mereka berteriak keras. Olivia memotong tombak yang mengarah padanya, lalu menebas kepala pria itu. Darah berhamburan pada zirah musuh, membuat warna menjadi merah gelap.

Prajurit yang mengayunkan pedangnya kearah titik butanya, kepalanya terbelah menjadi dua beserta helmnya. Otaknya berhamburan layaknya puding. Olivia menyerbu seraya tetap berada diatas kudanya, membuat Ksatria Crimson merasa takut dan memaksa mereka mundur dengan setiap ayunan pedangnya.

–Dan begitulah, formasi mereka mulai hancur.

“Lettu Claudia, sudut dari formasi persegi mereka telah hancur!”

Ashton berteriak.

Claudia menarik nafas panjang.

“Sekaranglah kesempatan kita! Hancurkan formasi musuh dalam sekali serang!”

““Siap ndan!!””

Dengan perintah Claudia, Resimen Kavaleri Otonom dan Resimen Kavaleri Hosmund memulai serbuan mereka. Bahkan Ksatria Crimson yang elit terguncang karena serangan terkoordinasi tersebut.

Satu per satu, nyawa dari prajurit berzirah merah lenyap di medan perang–

“K-Kapten! Kita tidak bisa menahannya lebih lama lagi!”

Seorang prajurit berteriak putus asa. Formasi persegi itu telah porak poranda, dan pengepungan musuh perlahan semakin menyempit. Mustahil mempertahankan formasi mereka lagi.

Menatap kedepan, monster berpenampilan seorang cewek itu tak terbendung. Dihadapan pedang hitamnya, sekelompok prajurit akan jatuh kedalam keputusasaan. Itu seperti menonton pertunjukan dibawah standar.

Pedang hitam terselimuti kabut hitam dan meneteskan darah itu gak terlihat berasal dari dunia ini.

“Kapten Gordo, jika ini berlanjut….”

Henrik hampir mengerang.

“Berapa banyak korban yang sudah dievakuasi?”

“Sekitar…. Setengah.”

“Aku paham… Lanjutkan mengawal evakuasi mereka. Dan saat kau menemukan kesempatan, larilah bersama mereka.”

“Hah? Bagaimana denganmu, Kapten Gordo?”

Gordo mengabaikan Henrik yang kebingungan, dan memacu kudanya kearah monster itu. Saat fia menunggangi kuda, dia mengeluarkan sebuah kalung Dewi Citresia dan berdoa.

(Dewi Citresia Yang Agung, jagalah pria tua yang bodoh ini.)

Bahkan Volmar sang Pembantai sampai dipermainkan oleh cewek itu, dia gak punya peluang menang. Tapi orang tua seperti dirinya sekalipun bisa mengulur waktu agar anak buahnya bisa kabur. Meski beberapa detik saja akan sangat berharga–

“Cukup sampai disana, dasar monster! Aku, Gordo Kreis dari Ksatria Crimson akan menjadi lawanmu!”

“Lagi…. Aku bukan monster, aku Olivia.”

Olivia menyiapkan pedangnya dengan wajah jengkel dan menyerbu. Gordo menusukkan trisula miliknya kearah jantung Olivia saat Olivia masuk dalam jangkauan. Bahkan seekor monster akan mati jika jantungnya tertikam.

“Jiancok!”

Akan tetapi, serangan pertamanya gagal total. Gordo membuang trisula miliknya dan menghunus pedangnya. Disaat yang bersamaan, dia memutar kudanya untuk menghadap Olivia.

“Udah puas?”

“…Apa maksudmu?”

Gordo gak memahami apa maksud Olivia, dan bertanya secara reflek. Olivia memiringkan kepalanya dan kemudian membelalakkan matanya karena baru sadar.

“Ahaha, maaf. Aku mengacaukan kalimatku lagi – baiklah kalau begitu, aku akan membunuhmu sekarang.”

“….Aku paham.”

Cewek itu adalah monster, jadi dia gak familiar dengan bahasa manusia. Dengan itu dalam benaknya, Gordo mempererat genggamannya pada pedangnya. Setelah menarik nafas panjang, dia memacu kudanya dan menyerbu Olivia lagi.

“Matilah!!”

Tebasan horinzontal yang paling sempurna dalam hidup Gordo diblokir oleh Olivia dengan mudah. Pedangnya berputar disekitar pedang hitam itu selama beberapa saat sebelum terlempar ke udara.

Gordo yang secara reflek memandang pedangnya yang terlempar tiba-tiba melihat sesuatu yang gelap.

“–Apa ini!? Sebuah sabit!?”

Penampakan yang tiba-tiba dari sabit hitam itu membuat Gordo syok. Kalau diperhatikan lebih cermat lagi, Olivia gak lagi memegang pedang hitam. Tapi sama seperti pedang hitam itu, senjata itu memancarkan kabut hitam yang menakutkan.

(Ini sama seperti sabit yang dipegang oleh Dewa Kematian didalam dongeng…. Dewa Kematian….? Fufu… Fufufu… Aku paham, jadi begitu!)

Pemikiran yang tiba-tiba itu membuat Gordo tertawa.

(Ternyata memang mustahil bisa menang. Letkol Volmar tewas sia-sia. Lagipula, bisa apa manusia melawan dewa?)

–Hal yang sama juga berlaku untuk seorang dewa yang memiliki akhiran “Kematian”.[1]

“Akhirnya aku paham sekarang. Kau bukanlah monster.”

“Itu betul. Aku bukan monster, aku Olivia Valedstorm. Akhirnya aku menemukan seseorang yang akalnya sehat di Kekaisaran.”

Olivia mengangguk senang. Sebaliknya, Gordo menggeleng.

“Bukan itu maksudku…. Kau itu seorang Dewa Kematian.”

“Ehh? –Yang Dewa Kematian itu Z, bukan aku.”

Olivia membelalakkan matanya dan mengayunkan sabit tersebut. Rasa sakit yang gak bisa digambarkan menjalar diseluruh tubuh Gordo– dan pandangannya berubah menjadi putih.

“….Apa Tuan Gordo tau soal Z? Harusnya aku menangkap dia bukannya membunuhnya.”

Disamping kaki Olivia yang sedang memegang kepalanya penuh penyesalan, adalah mayat Gordo yang terpenggal.

Disamping mayatnya, ada sebuah liontin berkilauan.

Waktu istirahat: Guile Marion

Kota Benteng Emreed, Tempat Latihan

Sore hari, suara ayunan bisa terdengar dari tempat latihan.

“Sudah kuduga, kau disini…. berlatih pedang lagi?”

“Suara itu, Ashton kan… Gak ada siapa-siapa disini, jadi aku nggak perlu pakai tata krama.”

Guile nggak menatap Ashton, dan terus fokus pada tebasan vertikalnya.

“Gak masalah. Tapi kenapa kau latihan sampai sesore ini hari ini?”

Ashton memperhatikan Guile berkonsentrasi pada latihannya dengan wajah setengah terkesan dan setengah putus asa. Ashton biasanya akan berlatih di jam segini.

“Bukankah sudah jelas? Supaya bisa mengimbangi komandan Olivia, kemampuan setengah matang gak akan bisa berguna. Aku baru menyadari hal itu setelah pertempuran melawan Ksatria Crimson.

Guile berlatih ilmu pedang selama setahun, dan semakin dia berlatih, semakin dia menyadari seberapa gak masuk akalnya kemampuan Olivia.

(Saat itu aku betul-betul mengatakan sesuatu yang bodoh.)

Guile teringat bagaimana dia membual bahwa dia telah semakin kuat saat perjalanan menuju Dataran Iris, dan bagaimana Claudia menatap dia dengan mata mengasihani. Dan sekarang, dia paham apa alasannya. Kenangan itu begitu memalukan sampai-sampai dia ingin sembunyi didalam lubang.

“Meski begitu, kau sudah lebih kuat sekarang, Guile. Kau bahkan membunuh seorang danton Ksatria Crimson sendirian dalam pertempuran itu.”

“….Hei Ashton, menurutmu apa perbedaan kemampuan antara aku dan komandan Olivia?”

“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu padaku?”

“Sudahlah, jawab saja.”

“Biarpun kau menanyaiku perbedaannya…. aku nggak tau.”

Ashton mengangkat bahu menyerah.

“Kalau begitu biar kuberitahu kau. Perbedaan antara aku dan komandan Olivia adalah sejauh seekor semut dengan seekor Binatang Bertanduk Satu. Kami gak satu alam.”

“Jadi sebesar itu… Memang sih, dari bagaimana Olivia terlihat saat pertempuran, itu mungkin memang benar. Tapi bagiku, kalian semua sangat kuat. Itu membuatku iri.”

Ashton menatap Guile gak senang, dan Guile jadi tertawa.

“Oh, kau mau jadi lebih kuat juga, Ashton?”

“Tentu saja, aku juga seorang pria. Tentu saja aku ingin menjadi lebih kuat.”

Ashton perlahan menghunus pedang di pinggangnya, dan mulai mengayunkannya.

Dia masih gak bisa mengendalikan keseimbangan pedangnya dengan baik, dan tubuhnya bahkan ikut goyah karena beratnya pedang itu. Guile memperhatikan seluruh prosesnya, dan Ashton memalingkan kepalanya pada Guile layaknya sebuah pintu karatan yang dibuka secara paksa.

“Apa aku sudah tambah kuat?”

“….Yah, Ashton, menjadi kuat gak terbatas pada mengayunkan pedang saja.”

“K-Kau gak perlu menghiburku.”

Ashton terdengar agak gak senang.

“Aku nggak menghiburmu– apa kau gak tau apa yang membuatmu kuat?”

“Apa yang membuatku kuat? Seperti yang bisa kau lihat, aku gak berguna dalam hal tombak dan pedang?”

Ashton tertawa mengejek diri. Guile menunjuk kening Ashton:

“Kau betul-betul bodoh disaat seperti ini. Apa yang membuatmu kuat itu ini, tepat disini. Kau memiliki sesuatu yang gak akan bisa kumiliki gak peduli seberapa banyak aku menginginkannya. Dibanding dengan itu, kemampuanku sangatlah sepele.”

Kalau Guile tewas saat bertempur suatu hari nantu, itu gak akan berdampak besar pada Resimen Kavaleri Otonom. Paling-paling, para prajurit dari Pleton Satu yang akan merasa sedih. Tapi kalau mereka kehilangan Ashton yang merupakan otak dari Resimen Kavaleri Otonom, itu merupakan kehilangan yang sangat besar. Ashton pernah bilang bahwa dibandingkan dengan jumlah musuh yang kau bunuh, menjaga anak buahmu tetap hidup merupakan hal yang lebih penting. Itu merupakan sebuah tugas yang berat. Anak buahnya memang tidak banyak, tapi Guile paham seberapa sulitnya mengatur orang.

Ashton mengusap-usap keningnya yang menjadi merah karena tekanan Guile, dan bergumam dengan enggan:

“Tapi kalau sesuatu terjadi, aku nggak akan bisa melindungi diriku sendiri. Bukankah itu memalukan bagi seorang pria….?”

“Itu tidaklah memalukan. Kalau hal itu memang terjadi, aku masih bisa melindungimu, Ashton. Aku nggak mau komandan Olivia sedih.”

“Olivia akan sedih….?”

Ashton terkejut, dan Guile menyodok keningnya lagi.

“Apa kau cuma pura-pura bego? Apa kau pikir komandan gak akan sedih kalau kau mati?”

“Tidak, aku nggak pernah melihat dia sedih sebelumnya. Olivia selalu tersenyum tanpa peduli…..”

Guile menghela nafas panjang saat dia mendengar itu.

“Haaaaaah… Kau sangat cerdas, jadi kenapa kau begitu bodoh disaat-saat seperti ini. Yah, kurasa itulah gayamu.”

“Maaf aja kalau aku bodoh.”

“Lupain aja, kau akan mengerti ketika tiba waktunya.”

Guile menyarungkan pedangnya dan mengarahkan tatapan penuh keraguan pada Ashton.

“Setidaknya aku sedikit lebih kuat dalam hal itu dibandingkan Ashton.”

Ashton mau mengatakan sesuatu, tapi Guile menghentikan dia.

“Komandan Olivia!”

“Jadi kau disini, Guile– Hmm? Ashton kau disini juga.”

Olivia berteriak saat dia melihat kearah mereka melalui pintu yang setengah terbuka. Guile berlari mendekat.

“Dikau tak perlu repot-repot datang kesini, kirim saja pesan, dan Guile ini akan bergegas menghadap.”

Guile berlutut satu kaki dan menempatkan tangannya pada dadanya. Olivia tersenyum kaku karena hal itu. Itu adalah senyum indah yang ditampilkan pada Guile dari waktu ke waktu.

“B-Begitu kah? Aku mau tanya sama kau apakah ada Burung Penghisap Darah disekitar sini. Sudah lama sekali, dan aku rasanya pengen makan burung itu.”

“Burung Penghisap Darah, huh? –tunggu sebentar.”

Guile segera mengeluarkan “buku catatan Valkyrie” miliknya, dan mulai mencari-cari didalamnya. Ini adalah sebuah buku penting yang dia gunakan untuk mencatat makanan kesukaan Olivia, dan sangat berharga. Dan tentu saja, buku ini juga memiliki informasi terbaru yang dia dapatkan dari para pemburu di Emreed.

“Coba kulihat…. ada laporan kemunculan Burung Penghisap Darah di bukit Ebona disebelah barat.”

Sambil dia berkata begitu, Guile membuka halaman baru, dan menulis《Suka daging Burung Penghisap Darah》.

“Bukit Ebona di barat, huh. Makasih banyak– sampai jumpa, Ashton.”

Olivia melambai dan memutuskan untuk pergi. Guile dengan panik berusaha menghentikan dia:

“Apa dikau mau berburu Burung Penghisap Darah seorang diri, My Lady?”

“Ya, lebih baik menempa besi ketika masih panas. Dan juga bisa melihat dengan baik saat malam.”

Olivia berbalik seraya tersenyum cerah.

“Haruskah aku pergi bersamamu? Meski aku kelihatan begini, aku familiar dengan bukit, dan akan berguna.”

“Betul juga, Guile kan dulunya seorang pemburu. Gak heran kau begitu handak soal mencari mangsa, dan kau juga ahli mencabut bulu….”

Olivia menempatkan jari telunjuknya pada pipinya dan berpikir sejenak, dan kemudian setuju.

“Kenapa kita nggak pergi bersama saja?”

“Suatu kehormatan untukku!”

Olivia mengangguk, dan dia mulai berjalan. Guile yang bersemangat tinggi mau mengikutinya, tapi Ashton menarik dia.

“Apaan? Kau mau ikut juga, Ashton?”

Ashton membelalakkan matanya dan berbisik pada Guile:

“Mana mungkin aku mau ikut! Itu seekor Burung Penghisap Darah, Burung Penghisap Darah! Seekor binatang berbahaya tipe 2. Kalau kau seorang pemburu, maka kau seharusnya sudah tau itu.”

Ashton gak perlu memberitahu Guile soal itu. Para pemburu menyebut Binatang Bertanduk Satu sebagai penguasa daratan, sedangkan Burung Penghisap Darah adalah penguasa langit. Burung Penghisap Darah memiliki bulu hitam yang berkilauan, dan mata kemerahan.

Rentang sayapnya tiga kali pria dewasa. Burung Penghisap Darah akan berputar di udara sebelum menukik dan menusuk mangsanya menggunakan paruhnya. Dan seperti yang disiratkan namanya, burung itu akan meminum semua darah dari mangsanya.

Larilah kalau kau melihat mayat baru yang darahnya kering. Itulah peraturan diantara para pemburu.

“Tentu saja aku tau itu.”

“Terus kau masih mau pergi? Kau bilang aku ini bego, tapi bukankah kau sama saja?”

Ashton gak bisa berkata apa-apa.

“Gak peduli seberapa kuatnya komandan, aku nggak bisa membiarkan dia pergi sendiri, kan?”

“Kalau begitu, kasi tau dia supaya jangan pergi.”

“Kau pikir dia akan mendengarkan aku?”

“….Tidak. Aku juga gak akan bisa menghentikan dia.”

Setelah keheningan sesaat, Ashton menghela nafas panjang.

“Betul kan? Satu-satunya orang yang bisa menghentikan komandan adalah Lettu Claudia. Dan komandan sedang dalam suasana hati yang bagus, jadi aku nggak mau merusak suasana hatinya.”

Guile berkata begitu seraya menatap Olivia yang bersenandung gembira.

“Gak usah kuatir, kalau sesuatu terjadi, aku akan melindungi komandan dengan nyawaku.”

Guile menepuk bahu Ashton untuk menenangkan dia. Tapi Ashton menepis tangannya dengan wajah kuatir.

“Tidak, kaulah orang yang aku kuatirkan.”

“Jadi kau kuatir padaku!?”

“Guile, kalau kau kesini, aku akan meninggalkanmu.”

Guile menatap kearah suara itu, dan melihat Olivia yang sudah agak jauh berdiri disana dengan pipi cemberut.

“Oh tidak! Aku harus pergi.”

“Tunggu–”

Guile mengabaikan Ashton, dan berlari kearah Olivia.

–Esok paginya.

Meja di aula makan penuh dengan daging.

Para prajurit dari Resimen Kavaleri Otonom sangat gembira dengan kejutan menyenangkan ini. Tapi Guile yang gak bisa membaca suasana memberitahu semua orang dengan keras kalau itu adalah daging Burung Penghisap Darah, dan gak seorangpun yang berani makan.



Bab 5: Dihancurkan Satu Per Satu[edit]

[edit]

Tentara Kekaisaran, Kastil Windsam, Kantor Komandan

Letnan Kolonel Volmar Ganglet telah terbunuh dalam pertempuran!

Ketika dia menerima berita ini, Gaier bergegas ke kantor komandan.

“Yang Mulia, ada laporan penting.”

“Aku bisa menebak laporan apa itu dari wajahmu … tapi mari kita dengarkan saja, laporkan dengan singkat.”

Rosenmarie menunjuk tumpukan dokumen di mejanya. Setelah melihat lebih dekat, ada lingkaran hitam di bawah matanya, dia mungkin sedang lembur mengerjakan dokumennya semalaman. Melihat itu, Gaier memelototi para perwira yang berdiri di ruangan itu, yang menundukkan kepala mereka dengan ketakutan.

“Jangan marah, aku yang bersikeras untuk bekerja sepanjang malam. Selain itu, apa yang mau kau laporkan?”

“Siap komandan. Letnan Kolonel Volmar bertempur dengan Pasukan Ketujuh di dataran Almheim, dan bertarung dengan monster yang dikabarkan itu. Letnan Kolonel mati dengan gagah berani untuk negara kita, dan 2.500 tentara tewas. Itu adalah kekalahan yang sangat besar.”

Gaier menyerahkan laporannya. Rosenmarie mengambil laporan itu, melihatnya sekilas, dan melemparkannya ke atas meja.

“Monster ini memaksa Tentara Swaran untuk mundur dari Benteng Peshita, dan sekarang, dia membunuh Volmar. Jadi pembasmi manusia telah binasa oleh monster. Bukankah itu lucu, Gaier?”

Rosenmarie berkata sambil tertawa.

“Yang Mulia …! Ini masalah serius. Tentara Swaran tidak penting, tapi Volmar dihancurkan seperti ini adalah masalah.”

Semua anggota badan Volmar terpotong, dan jantungnya tertusuk. Itu cocok dengan gaya bertarung seorang monster, tapi Gaier tidak dalam suasana hati untuk bercanda seperti Rosenmarie. Kematian Volmar memiliki dampak yang cukup besar pada seluruh Korps Ksatria.

“Haah, jangan panik. Seperti yang ku katakan sebelumnya, aku akan membunuh mereka semua ketika saatnya tiba— Jadi, siapa pria di sampingmu?”

Rosenmarie memandang pria berpakaian hitam yang berdiri di samping Gaier – Alvin.

“Maaf telat memperkenalkannya. Dia adalah Letnan Satu Alvin dari Heat Haze. Dia punya pesan dari monster itu untuk Anda.”

“Pesan dari monster itu untukku? – Menarik, mari kita dengarkan.”

Rosenmarie melambaikan tangannya, dan Alvin melangkah maju:

“Siap bu, saya akan menyampaikan pesan apa adanya. Dia berkata 『Bersihkan lehermu dan tunggu. Kepalamu milikku. 』.”

“Apa!?”

Gaier terkejut luar biasa. Alvin bersikeras melapor pada Rosenmarie secara langsung, jadi dia tidak mendengar tentang pesan itu sebelumnya.

(Aku mengerti. Dia pikir aku akan menghentikannya jika aku tahu isi pesan itu sebelumnya, dan menolak memberitahuku. Heat Haze memang memiliki wewenang untuk melakukannya, tetapi itu masih menyebalkan.)

Gaier memelototi Alvin, tetapi Alvin tidak terpengaruh. Gaier memandang Rosenmarie, dan melihat bahwa dia sedikit gemetaran.

“Yang Mulia ……?”

“Ahahaha!! Dia mau kepalaku? Dan ingin aku membersihkan leherku dan menunggu? Lucu banget!”

Gaier pikir Rosenmarie gemetaran karena marah, tetapi dia malah memukul-mukul meja karena tawa. Reaksi Rosenmarie mengejutkan para ajudannya, tapi itu wajar saja, mengingat adegan aneh ini.

“… Nyonya Rosenmarie, bolehkah saya menawarkan sebuah nasihat?”

Alvin mengabaikan tawa Rosenmarie, dan tampak tenang.

“Bahkan jika kau dari Heat Haze, kau telah melampaui batasmu. Letnan Satu Alvin, kau bersikap kurang ajar pada Yang Mulia.”

Heat Haze tidak dibatasi oleh rantai komando normal di Tentara Kekaisaran, jadi meskipun Gaier memiliki pangkat lebih tinggi dari Alvin, dia tidak bisa memberinya perintah langsung. Itulah alasan mengapa dia tidak bisa bertanya tentang isi pesan sebelumnya. Yang Gaier paling bisa lakukan adalah mencaci dia sedikit.

“Ahaha … Tidak apa-apa. Peringatanmu membuatku tertarik, biarkan aku mendengarnya.”

Rosenmarie menyilangkan tangannya untuk menopang dagunya, dan bertanya dengan penasaran.

“Siap bu. Monster itu membunuh empat prajurit elit saya dalam sekejap. Saya hanya hidup karena keisengannya. Dengan itu, saya berharap Yang Mulia akan lebih berhati-hati.”

Nasihat Alvin sedikit mengejutkan Rosenmarie.

“Hee, tak disangka Heat Haze begitu mewaspadainya. Dan dengan kematian Volmar, ini membuatku tertarik.”

“Tidak masalah untuk tertarik, tapi—”

Rosenmarie mengangkat tangan kanannya.

“Jangan katakan lagi, aku mengerti. Aku akan mengingat peringatan dari Heat Haze.”

Pengumpulan intel dan keahlian bertarung Heat Haze sudah dikenal luas, dan Gaier merasa bahwa selain dari dua poin itu, hal yang paling berharga tentang mereka adalah analisis mereka yang luar biasa. Rosenmarie tidak bisa mengabaikan peringatan dari Heat Haze begitu saja.

Dengan itu, Alvin meninggalkan kantor komandan. Setelah mendengar pintu ditutup, Gaier memandang Rosenmarie.

“… Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan?”

“Kemana mereka pergi?”

“Seperti yang diduga, Pasukan Ketujuh telah mendirikan pangkalan mereka di Kota Benteng Emreed. Pasukan utama mereka mungkin akan segera tiba.”

“Begitu ya… Terus amati mereka.”

Rosenmarie memejamkan mata dan bersandar.

“Kita hanya perlu mengamati mereka?”

Dia mengisyaratkan padanya jika mereka bisa berhenti mengerahkan unit untuk menyerang musuh. Gaier tahu bahwa mengerahkan lebih banyak pasukan akan sia-sia, dan dia tidak ingin kehilangan anak buahnya dengan sia-sia.

Namun, Rosenmarie mengatakan dia tertarik pada monster itu, jadi Gaier tidak bisa memilih-milih metodenya. Gaier perlu melakukan segala yang dia bisa untuk menghentikan Rosenmarie untuk mengerahkan lagi pasukan sesuka hatinya.

“Tidak masalah. Selama Crimson Knight berdiri, mereka tidak bisa merebut kembali wilayah utara. Bahkan jika mereka tidak mau, mereka harus datang kepadaku.”

Dengan itu, Rosenmarie menyipitkan matanya yang terbuka lebar, sementara kegelisahan terus melanda hati Gaier.

Tentara Kerajaan, Kota Benteng Emreed, Pusat Komando

Dua minggu setelah Resimen Kavaleri Otonom tiba di Emreed, pasukan utama Paul yang terdiri atas 25.000 orang bergabung dengan mereka. Ketika dia mengetahui detail dari pertempuran sebelumnya dengan Crimson Knight, Paul memanggil Hosmund ke Pusat Komando meskipun lelah dari perjalanan panjang.

“-Bagaimana? Mayor Jenderal Hosmund, kenapa kau memulai pertempuran sebelum bergabung dengan Resimen Kavaleri Otonom?”

“Ya, pak, Saya pikir itu akan berdampak buruk pada moral pasukan jika kita menunggu …”

“Bodoh!”

Paul yang geram berteriak, yang membuat Hosmund dan semua orang di Pusat Komando tersentak. Satu-satunya pengecualian adalah Otto yang selalu berada di sisi Paul.

(Semuanya menjadi sulit.)

Hosmund tidak sepenuhnya salah juga. Para pengintai dimutilasi dan mayat-mayat mereka dibiarkan di tempat terbuka. Jika dia tidak bereaksi dengan cara tertentu, moral pasukan pasti akan anjlok. Namun, itu jelas akan ada jebakan. Dan hasilnya menunjukkan bahwa tindakan Hosmund adalah kegagalan total.

Jika Resimen Kavaleri Otonomi Olivia tidak tiba tepat waktu, unit Hosmund akan dimusnahkan. Mereka menang pada akhirnya, tetapi hukum militer tidak akan memaafkan semuanya hanya karena kemenangan. Hosmund kehilangan setengah pasukannya tanpa hasil, total 1.500 orang. Dengan pertempuran besar menunggu di depan mereka, ini adalah pukulan yang menyakitkan.

Selain itu, musuhnya adalah Crimson Knight yang terkenal. Kedua pasukan akan bentrok dalam upaya untuk merebut kembali wilayah utara Kerajaan. Mereka tidak boleh kehilangan pasukan mereka karena pertempuran yang sia-sia, karena jumlah adalah kekuatan.

“Apa kau begitu berambisi untuk mendapatkan jasa perang dan dipromosikan?”

“- !? T-Tidak sama sekali, saya hanya ingin melindungi kota— ”

Mata Hosmund mulai goyah, dan dia mulai membuat alasan. Paul memotongnya dan berkata:

“Kau itu seorang jendral, sialan, hentikan omong kosongmu! Tidak peduli apa yang kau katakan, itu tidak mengubah fakta bahwa kau bertanggung jawab atas kehilangan setengah dari pasukanmu.”

“Ya, saya sangat minta maaf…”

“Aku akan memberikan hukumanmu di masa depan. Sementara itu, bersiaga di kamarmu.”

“Siap pak.”

Paul melirik Hosmund yang meninggalkan kamar, dan bersandar ke kursinya. Dia menggigit cerutu.

“—Padahal dia adalah pria yang handal ketika dia tetap tenang.”

Paul menghembuskan kepulan asap dan berkomentar sambil menghela nafas. Otto berkata dengan senyum masam:

“Mayor Jenderal Hosmund mungkin terlalu cemas.”

“Promosi, ya … Kerajaan itu seperti lilin yang berkelap-kelip ditiup angin saat ini, dan dia masih memikirkan tentang itu?”

“Yang Mulia benar, tetapi kedengarannya tidak meyakinkan dari kita, yang baru saja dipromosikan…”

Otto memang ada benarnya, tetapi Paul tidak bisa memaafkan Hosmund yang tindakan egoisnya membuat banyak prajurit tewas.

Tidak ada yang salah dengan keputusan untuk menjauhkan kota dari nyala api perang. Jika Paul ada di posisinya, ia akan membuat penilaian yang sama. Namun, dengan terburu-buru memakan umpan dari musuh dan menyerang tanpa berpikir dengan benar adalah hal yang benar-benar bodoh.

Selim yang bersikeras menasihati Hosmund jauh lebih tenang. Tindakan Hosmund tidak layak sebagai seorang jenderal.

“Ini benar-benar sulit.”

Paul gelisah, tidak tahu harus berbuat apa tentang Hosmund. Dia mendengar langkah kaki mendekati Pusat Komando. Suara langkah kaki itu memiliki ritme, dan terdengar ceria.

“Sepertinya ‘anak bermasalah’ kita datang.”

Otto melirik jam, dan melihat kembali ke pintu.

“Tapi dia bukan anak yang bermasalah. Otto, bukankah kau terlalu keras pada Mayor Olivia?”

“Itu karena Yang Mulia terlalu memanjakannya!”

Pembuluh darah Otto muncul karena amarah. Tepat ketika Paul merasa bingung, ketukan ceria datang dari pintu, diikuti oleh suara seperti bel.

“Mayor Olivia, melapor tepat waktu!”

“Masuk.”

Otto mengizinkannya masuk dengan suara pahit. Pintu terbuka, dan Olivia muncul dengan arloji saku di tangannya.

Seorang gadis dengan rambut perak berkilau dan fitur seperti boneka memasuki ruangan. Seragam hijau tua semakin menonjolkan kecantikan Olivia. Otto belum melihatnya selama sebulan, tapi dia tetap energik seperti biasanya.

“Jadi, kamu sudah datang.”

“Jenderal Paul, lama enggak ketemu! – Oh, anda juga, Ajudan Otto.”

“… Mayor, kenapa salammu ke arahku begitu buruk?”

“Itu pasti imajinasi anda!”

Olivia tersenyum cemerlang, tetapi tatapan Otto sangat dingin. Paul tersenyum lembut pada interaksi mereka, dan masuk ke topik utama:

“Mayor Olivia, kali ini kau tampil sangat bagus. Berkatmu, unit Hosmund diselamatkan dari kehancuran. Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk itu.”

“Ya pak! Terima kasih atas pujian Anda!”

“Bagus, bagus. Kalau begitu, apa pendapatmu setelah bertarung dengan Crimson Knight? Aku sudah mendapat laporan dari Letnan Satu Claudia, tetapi aku masih ingin mendengar pendapatmu.”

“Pendapatku tentang pertempuran itu?”

Olivia menyandarkan pipinya di telapak tangannya, dan tampak sedikit merenung.

Dari laporan itu, Crimson Knight memang tangguh seperti yang diperkirakan. Jika mereka tidak mengatasi mereka dengan hati-hati, mereka mungkin akan kalah dalam pertempuran.

Paul berpikir sambil menunggu Olivia.

“—Mereka sangat disiplin, dan kecakapan masing-masing prajurit luar biasa. Secara keseluruhan, aku merasa bahwa musuh lebih baik dari kita.”

“Begitu ya … Ini memang tidak akan mudah.”

Jika Olivia yang ahli mengatakannya, maka itu pasti benar. Mereka dapat menutupi perbedaan kualitas dengan kuantitas, yang merupakan aturan tidak tertulis. Sayangnya, Pasukan Ketujuh tidak memiliki keunggulan jumlah.

“Tapi jangan khawatir, Jenderal Paul, semua akan baik-baik saja.”

Olivia berkata dengan senyum cerah.

“Hmm? Bisakah kau jelaskan alasannya?”

Tidak ada dasar mengapa Paul tidak perlu khawatir. Menanggapi pertanyaan Paul, Olivia menjelaskan dengan gembira:

“Aku akan mengalahkan komandan musuh. Aku sudah meminta tikus— agen Heat Haze untuk menyampaikan pesan kepada komandan musuh. Tidak peduli seberapa kuat sebuah pasukan, mereka akan menjadi lemah ketika kehilangan komandannya. Semua akan baik-baik saja.”

Kata-kata penuh percaya diri Olivia mengubah kerutan Paul menjadi senyum. Sebagai orang yang membunuh komandan musuh di Dataran Iris, ini sangat meyakinkan.

Olivia sekarang merupakan keberadaan yang tak tergantikan di Pasukan Ketujuh. Hati nurani Paul merasa sakit karena dia mengeksploitasi gadis muda seperti Olivia, tetapi Olivia adalah harapan dalam kampanye yang sulit ini. Paul merasa perlu untuk memanfaatkan Olivia sepenuhnya.

“Hahaha, aku mengerti. Aku akan mengandalkanmu.”

“Oke, serahkan padaku! —ah maksudku, tolong biarkan aku menanganinya!”

Olivia menjawab dengan semangat tinggi.

“Ada sesuatu yang ingin aku konfirmasi denganmu, Mayor. Apa tidak masalah?”

Paul mengabulkan permintaan Otto dengan senyum dan anggukan.

“Mayor, dalam laporan tentang pertemuanmu dengan Heat Haze di Kota Padang Pasir Keffin, kau menyebut Tentara Kekaisaran di utara— Mari kita sebut mereka tentara utara untuk saat ini. Tujuan pasukan utara adalah untuk menghancurkan Pasukan Ketujuh, apa itu benar?”

“Ya pak. Saya mendapat informasi ini dari agen Heat Haze. Saya pikir itu tepat. Perkiraan Ashton benar.”

Olivia menekankan lagi betapa hebat ahli strateginya, dan wajah Otto berubah masam. Ini merupakan tamparan bagi wajah Paul, karena dia membantah proposal Ashton selama konferensi perang. Sejujurnya, Otto tidak menyangka Ashton memiliki pemahaman yang luar biasa tentang situasi ini, dan telah meningkatkan evaluasinya terhadap Ashton lebih tinggi.

“Tapi mengapa musuh begitu marah tentang kita merebut kembali Kastil Kasper? Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Tentara Kekaisaran.”

Keberhasilan merebut kembali Kastil Kasper telah mengusir pasukan Kekaisaran dari selatan Kerajaan. Tapi itu saja, Kekaisaran masih menguasai Benteng Kiel, dan masih mengancam Kerajaan. Singkatnya, itu bukan kemenangan yang cukup menentukan untuk mempengaruhi seluruh medan perang. Tetapi mengapa tentara utara memperlakukan Pasukan Ketujuh dengan sikap bermusuhan seperti itu? Alasannya tidak jelas, dan Otto setuju dengan Paul tentang hal itu.

“Untuk Terntara Kekaisaran, kehilangan Kastil Kasper bukanlah pukulan berat. Jika saya harus mengatakan— “

Tatapan Otto menajam saat ia menyatakan spekulasinya:

“- Mungkin itu dendam pribadi? Misalnya, seseorang yang dekat dengan komandan musuh tewas di tangan kita.”

“Dendam pribadi, ya …”

Paul merenungkan spekulasi Otto. Apakah komandan tentara utara seseorang yang menempatkan masalah pribadi di atas tugas resmi? Otto-lah yang mengatakannya, tetapi dia juga tidak yakin. Bukti terbaik adalah bagaimana dia terus mengelus dagunya sambil berpikir.

Paul memadamkan cerutunya yang sudah habis di asbak, dan mengeluarkan yang baru dari saku dadanya.

“Sudahlah, kita tidak bisa mendapatkan jawabannya tidak peduli seberapa banyak kita memikirkannya. Ada satu hal yang pasti, target sebenarnya pasukan utara adalah kita.”

Tindakan musuh jelas merupakan pengintaian, karena hanya ada satu resimen Crimson Knight dalam pertempuran itu. Pasukan utara mungkin akan datang menyerang kapan saja, dan mereka harus merencanakan pertempuran yang akan datang.

“Anda benar, Yang Mulia. Saya akan mempersiapkan ini dengan hati-hati. “

“Aku akan menyerahkannya padamu— Juga, Mayor Olivia.”

“Siap!”

“Mayor Olivia akan menjadi inti dari rencana pertempuran Pasukan Ketujuh mulai sekarang juga. Aku harap kau bisa memenuhi perkataanmu.”

“Ya pak! Saya mendengar dan mematuhi!”

Olivia memberi hormat dengan sempurna, dan matanya dipenuhi semangat juang seperti biasa. Paul merasa ada yang aneh.

(Hmm? Ada apa dengan Olivia hari ini? Dia sangat bersemangat … dan tidak meminta kue seperti biasanya.)

Paul melihat ke arah Otto, dan mendapati Otto menatap Olivia dengan mata curiga. Otto juga tampak curiga. Alasannya tidak jelas, tetapi semangat Olivia yang tinggi adalah hal yang baik.

“Itu saja. Kau boleh pergi.”

“Siap pak! Permisi!”

Olivia meninggalkan ruangan seperti yang diperintahkan, dan menggumamkan sesuatu. Paul menajamkan telinganya, dan mendengar kata-kata seperti manusia ikan dan perpustakaan.

Paul benar-benar tidak mengerti dan bingung dengan gumaman Olivia.

[edit]

Karena melayani fungsi ganda sebagai benteng dan kota, Kota Benteng Emreed dibagi menjadi tiga distrik: distrik perumahan, distrik gudang yang menyimpan biji-bijian yang dipanen dari utara, dan distrik militer untuk pasukan yang menjaga kota.

Ashton dan Olivia berangkat dari salah satu dari banyak fasilitas militer dan menuju ke tempat di distrik perumahan yang memiliki jumlah toko terbanyak – Central Street.

“Ashton, ada banyak toko, tapi cuma sedikit pelanggannya.”

Olivia berkata ketika dia melihat-lihat pedagang kios jalanan dengan penasaran. Sebelum perang, tempat ini penuh dengan kehidupan, tetapi saat ini tidak terlalu ramai. Ashton merasakan wajah para pejalan kaki tampak agak suram.

“Mau bagaimana lagi, begitulah dunia— hmm?”

Olivia yang berada di sampingnya tiba-tiba menghilang. Ashton mencari dengan panik, dan menemukan Olivia berdiri seperti patung di depan sebuah kios. Dia menghela napas lega, dan mencium bau yang enak.

“Jangan menghilang begitu tanpa bilang-bilang. Kau akan membuatku khawatir.”

Olivia tidak menjawab, semua perhatiannya tertuju pada kebab di depannya. Daging burung yang baru dimasak ditutupi dengan lapisan saus emas yang menggoda.

Kebabnya terlihat sangat enak, dan Ashton akan membeli beberapa kalau saja dia belum sarapan.

“Ini camilan terkenal di Emreed. Ini enak lho, coba deh.”

Wanita pemilik toko berusia empat puluhan dengan sosok yang besar mempromosikan produknya dengan senyum bisnis.

“Ashton, aku mau makan ini.”

“Ehh? Kau masih mau makan? Bukannya kau baru aja sarapan satu jam yang lalu?”

“Ya! Aku masih dalam masa pertumbuhan!”

“Haah … Apa boleh buat. Berapa harganya?”

Ashton dengan mudah menyerah ketika Olivia menatapnya dengan mata penuh harap. Wanita pemilik toko itu berkata dengan tenang pada Ashton yang mengeluarkan dompetnya dengan enggan:

“Satu tusuk harganya satu koin perak.”

“Mahal banget …!? Bukannya itu terlalu mahal? Asal boleh tahu, aku ini anak seorang pedagang, jadi aku tahu tentang harga.”

Itu normal untuk menaikkanharga jika status pelanggan tinggi. Bagi Ashton, satu kebab hanya membutuhkan sepuluh koin tembaga paling mahal. Ashton menyadari bahwa pedagang wanita itu sedang melihat lencana pangkatnya. Karena Emreed memiliki distrik militer, maka pedagang wanita itu sudah terbiasa berurusan dengan tentara, dan tidak mengherankan jika dia bisa mengetahui pangkat Ashton.

“Mas Bintara, aku tidak menaikkan harga karena pangkatmu. Apa kau benar-benar berpikir rakyat jelata seperti kami akan berani mengambil untung dari tentara?”

“Ehh!?”

Ashton terkejut bahwa pedagang itu mengetahui pemikirannya. Pedagang wanita itu kemudian menghela nafas pasrah.

“Karena Mas Bintara anak seorang pedagang, maka kau pasti tahu bahwa harga makanan telah meningkat pesat.”

Ashton tahu betul tentang masalah yang disebutkan oleh pedagang wanita itu. Tetapi dibandingkan dengan harga di ibukota, ini luar biasa mahal. Jika pedagang wanita itu tidak menaikkan harga dengan sengaja, maka hanya ada satu alasan untuk ini. Invasi tentara utara telah mempengaruhi seluruh utara Kerajaan.

Ashton mengambil dua koin perak dari dompetnya, dan memberikannya kepada pedagang wanita itu.

“Aku minta maaf karena meragukanmu. Tolong beri aku dua kebab.”

“Ahaha, rasanya aku menggunakan cerita sedih untuk menjual daganganku, maaf soal itu.”

Pedagang wanita itu tertawa keras, dan memberikan 2 tusuk kebab. Olivia menerimanya dengan senyum lebar, dan memakannya dengan penuh semangat. Pedagang wanita itu menatapnya dengan mata hangat, seolah-olah dia sedang melihat putrinya sendiri.

“Mbak Mayor, gimana rasanya?”

“Enak banget!”

Olivia menjawab dengan nada ceria. Ketika dia mendengar itu, wajah pedagang wanita itu tiba-tiba berubah suram.

“Begitu ya … ketika aku mendengar Tentara Kekaisaran mendekati Emreed, aku pikir semuanya sudah berakhir, tetapi kamu mengusir mereka, kan? Karena aku belum pernah melihatmu di sini sebelumnya.”

“Yah, itu benar.”

“Jadi tebakanku tepat. Abaikan Mas Bintara, Mbak Major masih anak-anak … Apa negara ini sudah tamat?”

Pedagang wanita itu memandang ke kejauhan dengan tatapan kosong. Dia mungkin tidak mengetahuinya, tetapi dia telah melanggar 《Undang-Undang Ketertiban Umum》. Jika polisi militer mendengarnya, dia akan ditangkap. Ashton berpura-pura tidak mendengar, karena mengirim gadis seperti Olivia ke medan perang bukanlah hal yang aneh. Pedagang wanita itu mungkin merasakan bahaya dari fakta ini.

Setelah menghabiskan kebab pertamanya, Olivia menatap pemilik wanita itu dengan rasa ingin tahu dan bertanya:

“Jika negara ini jatuh, apa tante akan merasa sedih? Apa tante akan menangis?”

“Yah … Negara ini memiliki beberapa masalah, tapi ini adalah tempat di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Jika negara ini jatuh, aku mungkin akan menangis.”

“Fufu … Jangan khawatir, kami akan mengusir Tentara Kekaisaran di utara. Tante enggak perlu menangis.”

Olivia menggulung lengan bajunya dan memamerkan ototnya, yang membuat pedagang wanita itu tertawa.

“Ahahaha! Begitu ya. Mbak Mayor akan mengusir Tentara Kekaisaran pergi, kan. Aku menantikan hari itu terjadi.”

Pedagang wanita itu mengemas semua kebab yang sudah dimasak, dan memberikan semuanya ke Olivia. Olivia berkedip terkejut setelah mendapatkan begitu banyak kebab.

“Ehh!? Semuanya buatku?”

“Ini, ambil ini. Sebagai gantinya, bisakah kamu berjanji padaku?”

“Janji? Enggak masalah, aku pasti akan mengusir Tentara Kekaisaran.”

“Bukan itu.”

Dengan itu, pedagang wanita itu dengan lembut memeluk Olivia.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 13.png

“Huh…?”

“- Dengar, kamu tidak boleh mati. Karena kamu masih memiliki umur panjang di depanmu, Mbak Mayor.”

Apa yang dia minta, adalah keselamatan Olivia. Olivia kaget, dan perlahan tersenyum.

“Ya, aku akan berjanji padamu. Lagipula, aku enggak akan bisa makan makanan enak dan camilan jika aku mati. Dan kebab ini juga.”

Dengan itu, Olivia meninggalkan pedagang wanita itu dan menggigit kebab kedua.

Ashton mengucapkan selamat tinggal pada pedagang wanita itu, dan pergi bersama Olivia ke tujuan semula.

“Hei, kemana kita akan pergi?”

“Jangan khawatir, ikuti saja aku.”

Olivia bertanya sambil dia makan kebab, dan Ashton masih belum memberikan jawaban yang jelas. Mereka berdua berjalan di sepanjang Central Street, melewati beberapa gang, dan akhirnya mencapai tujuan mereka.

“Kita sampai, Olivia.”

Di depan mereka ada rumah bata polos yang dikelilingi pagar kayu. Kebulan asap naik dari cerobongnya, dan jika kau tidak melihat papan yang tidak mencolok itu, kau tidak akan pernah tahu bahwa ini adalah toko.

Bahkan, Ashton berputar-putar mencarinya selama kunjungan pertamanya di sini.

“Apa ini… tempat pandai besi?”

Ashton tidak menjawab pertanyaan Olivia, membuka pintu dan masuk. Dengan bunyi ‘dentang’ yang menyenangkan, pemilik toko yang fokus menempa besi muncul di hadapan mereka. Dia terlihat seperti pandai besi profesional, tetapi celemek merah muda yang dia kenakan terlihat aneh.

“Maaf, aku tidak menerima pesanan sekarang— Oh, kamu toh…”

Pemilik toko melirik Ashton, mengembalikan palu ke kotak peralatannya, lalu berdiri dengan malas.

“Maaf sudah mengganggu saat sibuk. Apa pesananku siap untuk diambil?”

“Ya, aku baru selesai kemarin. Bukannya aku mau sombong, tapi itu mahakarya. Silakan tunggu sebentar.”

Pemilik toko itu tersenyum arogan dan masuk lebih dalam ke toko. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan sebuah peti kayu.

“Lihatlah.”

Seperti yang diinstruksikan oleh pemilik toko, Ashton membuka penutup peti di atas meja kerja. Di dalamnya terdapat baju zirah yang indah dengan ukiran perak. Pada bagian bahu dan dada kiri terdapat lambang Valedstorm— Dua sabit bersilang dengan sebuah tengkorak yang dikelilingi oleh mawar merah di depannya.

Itu lebih baik daripada yang dia minta, dan Ashton mengangguk puas.

“Seperti yang diharapkan dari tiga pandai besi teratas Kerajaan Farnesse. Pengerjaannya sempurna.”

“Aku enggak akan memberimu diskon bahkan jika kau memujiku.”

Pemilik took itu mendengus ketika dia menyilangkan lengannya yang tebal.

“Tentu saja, ini pengeluaran yang enggak sia-sia.”

Ashton mengatakan kalimat khas ayahnya. Pedagang Senefelder adalah organisasi besar, berkat kejelian mata ayahnya menemukan barang-barang yang bagus.

“Hmmph, kau memiliki indera yang bagus untuk orang seusiamu.”

Pemilik toko tertawa terbahak-bahak. Olivia yang melihat baju zirah dari belakang Ashton berkata dengan kagum:

“Ashton, apa ini …”

“Kita akan segera memulai perperangan yang sulit, kan? Kau mungkin kuat Olivia, tapi kau mungkin juga bisa terluka. Jadi aku menyiapkan satu set baju zirah yang kokoh untukmu.”

Ashton menjelaskan, dan pemilik toko menambahkan:

“Itu benar, aku bisa menjamin ketangguhannya. Ini dibuat dengan melapisi beberapa potong baja tipis bersama-sama, dan serangan normal bahkan tidak akan bisa menggoresnya. – Aku ragu ketika aku mendengar permintaan dari Ashton, sekarang aku paham mengapa. Aku tidak bisa menjelaskannya, tetapi kau tidak bisa menilai gadis ini hanya dari penampilannya saja. Jika aku melihat dia di medan perang, aku akan menjadi orang pertama yang kabur.”

Pemilik toko itu memandang Olivia dengan mata ketakutan. Ketika dia masih muda, dia terkenal handal sebagai tentara bayaran. Pengalamannya mungkin membantunya merasakan sesuatu dari Olivia.

“Aku senang kau percaya padaku.”

Ashton menoleh ke Olivia.

“Bagaimana menurutmu? Warnanya sama dengan pedangmu, Olivia. Aku harap kau menyukainya.”

“… Bisakah aku menyentuhnya?”

“Tentu saja, ini dibuat khusus untuk Olivia.”

Ashton meletakkan tangannya di bahu Olivia, dan mendorongnya ke baju zirah. Olivia mengelus baju zirah dengan wajah serius yang jarang terlihat.

(Sebenarnya, warna ini dimaksudkan untuk membuat percikan darah terlihat kurang menonjol. Para rekrutan semua takut dengan Olivia ketika dia berlumuran darah.)

Ashton juga sangat ketakutan pada awalnya, jadi dia mengerti bagaimana perasaan mereka.

“Terima kasih, Ashton! Ini luar biasa, aku suka banget!”

“Begitu ya, aku senang kau menyukainya.”

Senyum Olivia begitu indah sehingga Ashton terpana. Dia mencoba menutupinya dengan batuk, dan menemukan pemilik toko menatapnya dengan senyum mengejek.

“-Apa?”

“Oh, enggak apa-apa. Aku hanya berpikir enaknya masa muda~.”

Kata pemilik sambil menggosok kepalanya yang botak, dan senyumnya semakin dalam. Itu membuat Ashton tidak nyaman, dan dia dengan cepat membayar tagihan yang mahal.

“Ayo cepat kembali ke pangkalan! Aku pingin nunjukkin ini sama Claudia!”

Olivia tiba-tiba meraih tangan Ashton, dan menariknya ke arah pintu keluar.

“A-aku bisa jalan sendiri, kau tidak perlu menarikku!”

“Oh ~ lakukan yang terbaik kalau begitu.”

Ketika mereka pergi, pemilik toko itu terus tersenyum.

[edit]

Utara Kerajaan, Zona Welsh, Benteng Larswood

“—Kiluz, apa kau tahu? Orang yang digosipkan itu akan muncul di malam berangin yang tak berbulan seperti ini.”

Penjaga Lloyd menatap langit malam ketika awan menutupi bulan, dan berkata kepada rekannya Kiluz yang sedang menguap.

“Hah? —Oh, kau berbicara tentang Dewa Kematian itu. Sepertinya begitu.”

Kiluz berkata dengan menguap lagi.

“Hei, bukankah kau terlalu santai?”

“Bahkan jika kau bilang begitu, aku pikir tidak ada orang yang akan menyerang benteng yang tidak berharga di tempat terpencil seperti ini. Kau mungkin satu-satunya yang menganggap ini sangat serius.”

Kiluz melihat sekeliling benteng kayu darurat, dan mengejek. Suara samar tentara yang bersenang-senang bisa didengar dari dalam benteng. Lloyd menghela nafas karena kurangnya disiplin.

Semuanya dimulai satu bulan yang lalu. Seorang gadis berambut perak berpakian zirah gelap menyerang unit-unit tentara Kekaisaran yang ditempatkan di berbagai wilayah yang dikuasai berulang kali. Para prajurit penjaga dibantai dan tempat itu dijarah. Dan sekarang, gadis yang dikabarkan sebagai Dewa Kematian bisa muncul entah dari mana kapan pun.

Mungkin para dewa melindungi mereka, dan unit di Welsh belum diserang.

“Bahkan jika itu benar, kalian terlalu santai—”

“Tunggu! —Apa ada gerakan di rumput itu?”

Kiluz meletakkan jarinya ke bibirnya, memberi isyarat untuk diam. Lloyd berpikir dia bercanda untuk mengubah topik pembicaraan, tetapi Kiluz terlihat sangat serius. Terlepas dari apa yang dia katakan, dia tetap mengawasi dengan benar.

“Aku tidak melihat apa-apa … Mungkin itu kelinci tutul?”

Lloyd memandang ke rerumputan, tetapi tidak mendengar apa pun.

“Tidak, bukan itu … aku akan memeriksanya.”

“Apa kau akan baik-baik saja sendirian?”

“Kau bercanda, kan? Kita hanya satu-satunya penjaga di sini, dan kita berdua tidak bisa menjauh dari gerbang.”

Wajah putus asa Kiluz memiliki warna merah dari api unggun. Kiluz benar, dan Lloyd tidak bisa membantahnya.

“Kau benar. Teriak jika kau mendeteksi sesuatu.”

“Tentu saja … Hati-hati dengan sekitarmu juga, Lloyd.”

“Aku tahu.”

Kiluz memegang tombaknya sejajar dengan tanah, dan mendekati sebidang rumput dengan hati-hati. Ketika sosoknya tidak lagi terlihat, Lloyd mendengar suara gemerisik. Kiluz mungkin menyapu rumput dengan tombaknya untuk memeriksa kelainan.

Lloyd memandang peluit yang tergantung di lehernya. Jika sesuatu terjadi, ia harus segera menggunakannya sebagai alarm.

Angin hangat bertiup dari suatu tempat. Lloyd dalam keadaan siaga tinggi, tetapi masih tidak bisa mendeteksi adanya kelainan apa pun. Dia perlahan melemaskan sarafnya.

(Kiluz mungkin salah. Tapi bukankah dia terlalu lama?)

Sudah lebih dari sepuluh menit sejak Kiluz pergi ke rerumputan. Dia tidak memiliki arloji saku, jadi ini hanya perkiraan Lloyd, tapi perkiraannya tidak terlalu meleset. Ini membuatnya sedikit cemas, dan suara gemerisik juga berhenti. Rumor-rumor tentang Dewa Kematian tiba-tiba melintas di benak Lloyd.

(Haha, itu tidak mungkin. Seperti yang dikatakan Kiluz, Dewa Kematian tidak akan datang ke tempat terpencil ini)

Pikirannya menolak gagasan itu, tetapi tubuhnya tetap jujur. Lloyd tahu bahwa dia berkeringat dingin. Kegugupannya mulai muncul kembali.

“Hei, cepat kembali. Kau tidak menemukan apa pun setelah mencari begitu lama, jadi tidak apa-apa!”

Lloyd pura-pura tenang, dan memanggil Kiluz dengan suara yang jelas. Dia tidak akan bisa tetap tenang jika dia tidak melakukan itu. Tapi tidak peduli berapa lama dia menunggu, tidak ada jawaban dari Kiluz. Lloyd berteriak keras lagi, tetapi hasilnya sama.

Hanya ada suara jangkrik.

(Ada yang salah, dia pasti mendengarku.)

Lloyd meraih peluitnya— dan terbunuh.

“Fiuh, nyaris sekali. Bagus sekali, komandan.”

“Ahaha, kamu enggak akan mendapatkan apa-apa bahkan jika kamu memujiku. Tapi kamu boleh ambil anggur enak yang bisa kita temukan di sini.”

“Hehe, aku menantikannya.”

Olivia menyingkirkan Chachamaru dan berdiri dari rumput. Gauss mengikuti dengan pedang berlumuran darah di bahunya. Di belakang mereka ada tentara Resimen Kavaleri Otonom.[2]

“Ngomong-ngomong, seberapa bagus matamu, komandan? Bahkan dengan cahaya dari api unggun, pada jarak ini, bidikanmu sangat bagus.”

Gauss terkejut oleh mayat yang tertancap panah di dahinya.

“Kamu berlebihan. Dengan latihan yang cukup, kamu juga bisa kok, Gauss.”

“Enggak, enggak enggak, Itu mustahil.”

“Begitu ya.”

Setiap orang memiliki hal berbeda yang mereka kuasai. Misalnya, Ashton tidak bisa menggunakan pedang dengan benar, tidak peduli seberapa banyak ia berlatih.

Olivia menghentikan pemikirannya, dan memerintahkan pasukan untuk menyiapkan panah api. Atas instruksi Gauss, mereka dengan tenang mengepung benteng, dan menyiapkan busur mereka.

“—Komandan, kita semua siap. Apa kita akan melakukan ini?”

Gauss bertanya, dan Olivia mengangguk.

“Benteng ini enggak memiliki nilai strategis untuk Tentara Kerajaan sekarang. Dalam hal ini, bakal lebih efisien untuk membakarnya bersama dengan orang-orang di dalamnya. Ini akan meminimalkan korban kita juga.”

Olivia tersenyum lembut. Gauss mengangguk kaku ketika dia memandangnya.

“Laksanakan.”

Olivia memberi perintah, dan panah api menghujani seperti meteor. Udara kering dari cuaca yang kering, dan benteng itu dilalap api dalam waktu singkat.

Ketika benteng hancur dalam api, Olivia mengalihkan pandangannya ke gerbang.

“Orang-orang yang selamat mungkin akan melarikan diri dari gerbang, tembaki mereka. Aku juga akan bekerja keras.”

Kata Olivia dengan Chachamaru terangkat tinggi. Para prajurit termotivasi oleh kata-katanya. Sebagian besar musuh akan mati dalam api, tetapi mereka harus tetap waspada.

“Uwaaahhh! Api! Api!”

“Cepat buka gerbangnya!”

Jeritan dan tangisan marah datang dari benteng. Seperti yang diperkirakan, ada yang selamat. Dengan suara palang gerbang dibuka, gerbang itu perlahan berderit terbuka. Ketika ada cukup ruang untuk satu orang untuk melarikan diri, tentara Kekaisaran mulai berdesakan.

Mereka dihantam oleh hujan panah, mengubah mereka menjadi seperti landak mati. Meskipun begitu, masih ada tentara yang selamat dari tembakan voli dan dengan putus asa menyerang tentara Kerajaan.

“Sialan, dasar iblis! Kalian tidak akan lolos dengan ini!!”

“—Hmm? Aku kehabisan panah.”

Olivia menyilangkan Chachamaru ke punggungnya— dan menebas dengan pedangnya pada prajurit musuh yang menyerang. Darah dan jeroan tercecer di mana-mana dari tentara yang terbelah dua. Olivia mengibaskan darah di pedangnya dan menyarungkannya. Dia bisa mendengar desahan rekrutan di belakangnya.

“…Ngomong-ngomong, apa kau tahu Tentara Kekaisaran menjulukimu, komandan?”

Gauss memandang bahu kiri pada baju zirah gelap Olivia dan bertanya. Olivia bertanya-tanya mengapa dia menggunakan istilah ‘omong-omong’, dan menjawab:

“Dewa Kematian, kan? Itu jauh lebih baik daripada memanggilku monster.”

“Jadi dipanggil monster enggak suka, tetapi kau enggak masalah dipanggil Dewa Kematian?”

“Ya!”

“Kedengarannya enggak terlalu berbeda bagiku. Apa alasanmu?”

“Yah, aku juga bingung kenpa.”

Olivia tersenyum lembut, dan mengeluarkan perintah untuk mundur pada Gauss. Ketika Benteng Larswood terbakar habis, Resimen Kavaleri Otonom menghilang ke dalam kegelapan—

[edit]

Resimen Kavaleri Otonom menjalankan strategi mengalahkan musuh secara terpisah. Tuan tanah di utara Kerajaan telah berbalik memihak Kekaisaran, tetapi orang-orang masih memusuhi Kekaisaran. Sebuah percikan mungkin berubah menjadi pemberontakan dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini, setelah Rosenmarie menaklukkan wilayah itu, dia mengerahkan pasukannya di semua tempat.

Strategi ini mengungkap kelemahan dalam rencana Rosenmarie. Ketika wilayah utara direbut oleh Kekaisaran dalam sekali jalan, keberhasilan kampanye mereka membuat mereka lupa tentang bahaya menyebarkan pasukan mereka terlalu tipis. Serangan malam berulang oleh Resimen Kavaleri Otonomi telah menghancurkan 15 kompi Tentara Kekaisaran dan tiga benteng kecil.

Akibatnya, tuan tanah yang mengkhianati Kerajaan secara tidak sengaja menciptakan situasi yang menguntungkan bagi Pasukan Ketujuh. Ashton yang merumuskan rencana ini sedang menikmati makan malam di samping api unggun bersama Olivia dan Claudia.

“Rencana Ashton telah berjalan dengan lancar sejauh ini.”

Claudia memegang sepotong daging burung yang menggugah selera di satu tangan, dan membuat tanda silang di peta dengan tangan lainnya.

“Sepertinya begitu.”

Dari intel yang mereka kumpulkan, tentara utara memiliki lebih dari 70.000 orang. Sebaliknya, Pasukan Ketujuh hanya berjumlah 28.000. Bahkan setelah mencukur jumlah musuh menjadi sekitar 60.000 dengan strategi memecah dan menaklukkan mereka, mereka masih kalah jumlah 2 banding 1. Mereka pasti akan kalah dalam konfrontasi langsung.

“Lawan kita juga enggak bodoh. Mereka pasti menyadari kekurangan dari menyebarkan kekuatan mereka sekarang. Akan buruk jika mereka mengerahkan pasukan mereka sekarang.”

“Kau benar, Letnan Satu Claudia. Kita harus menghentikan rencana memecah dan menaklukkan untuk saat ini.”

“Hmm? Aku enggak mengerti maksudmu. Bukankah kita harus mengurangi jumlah mereka sebanyak mungkin sebelum mereka memusatkan kekuatan mereka?”

Claudia mengerutkan kening saat dia mengembalikan pandangannya ke peta.

“Maaf karena enggak menjelaskan dengan jelas. Lebih tepatnya, kita enggak perlu melanjutkan operasi ini. Kau akan mengerti jika kau membaca ini.”

Ashton mengeluarkan sepucuk surat dan memberikannya kepada Claudia. Surat ini dari unit intel yang Ashton dirikan untuk operasi ini.

“Coba kulihat.”

Claudia membuka surat itu dan membacanya. Dikatakan bahwa pencapaian oleh Resimen Kavaleri Otonomi telah mengangkat sentimen anti-kekaisaran pada tingkat yang baru. Ashton juga mengirim agen untuk menyusup ke musuh, dan menyebarkan desas – desus bahwa massa berencana untuk memberontak.

“—Begitu ya, kau melakukan semua ini secara rahasia. Dan sekarang, musuh akan ragu umtuk memusatkan pasukan mereka. Enggak ada yang mau ditusuk dari belakang. Apa ini tujuan sebenarnya dari strategi memecah belah dan menaklukkanmu?”

“Betul. Ada batasan seberapa banyak kita bisa mencukur jumlah mereka. Seperti apa yang disebutkan dalam surat itu, sentimen anti-kekaisaran semakin meningkat, dan Kekaisaran pasti sudah mengetahuinya, dan mereka enggak akan bisa mengabaikannya. Apa kau tahu berapa jumlah penduduk di wilayah utara Kerajaan?”

“Aku pikir … ada 3 juta.”

Claudia berpikir sejenak, dan dengan cepat memberikan jawaban yang benar.

“Betul. Fakta ini saja sudah cukup untuk mengikat unit-unit Kekaisaran yang ditempatkan di wilayah ini.”

Rantai ‘kecurigaan’ yang tidak berwujud lebih kuat daripada rantai nyata. Ashton menyimpulkan bahwa setidaknya 30.000 tentara Kekaisaran telah diikat.

“Kau … bener-bener orang yang menakutkan.”

Claudia memandang Ashton dengan sedikit ketakutan dan rasa hormat. Ashton menggaruk pipinya sedikit dengan malu-malu:

“Aku cuma memeras otak untuk bertahan hidup. Dan sekarang, kita dalam jumlah yang sama dengan pasukan utama Crimson Knights. Peluang kita sekarang lima puluh persen.”

Crimson Knight memiliki 27.000 pasukan yang ditempatkan di Kastil Windsam. Ashton mungkin mengatakan bahwa peluangnya 50%, tetapi Ashton tidak merasa optimis tentang pertempuran itu. Setelah pertempuran di dataran Almheim, dia tahu betul seberapa kuat Crimson Knight.

“Ya, kaulah yang membuat kita sampai sejauh ini, Ashton. Serahkan sisanya pada kami, lagi pula, kau enggak berguna dalam pertempuran, Ashton.”

“Haha, kau benar.”

Cemoohan Claudia membuat Ashton tertawa malu-malu. Olivia akan mengajarinya sesekali, tetapi ilmu pedang dan kecakapan Ashton tidak menunjukkan peningkatan. Guile yang mendaftar pada saat yang sama dengan Ashton menunjukkan bakat di bidang ini, dan benar-benar berbeda dari rekrutan yang gemetar karena takut pada bandit. Ini berlaku untuk semua rekrutan yang berpartisipasi dalam perebutan kembali Benteng Lamburg.

Baru-baru ini, Olivia mulai menenangkan Ashton dengan nada lembut. “Ada hal-hal yang manusia mampu, dan tidak mampu lakukan.” Guile menyebutkan itu dengan hati-hati di masa lalu juga, jadi Ashton menerima keadaanya dengan baik.

Seseorang harus terbiasa dengan kemampuan terbaiknya. Keseimbangan ini adalah yang paling penting, jadi dia tidak terlalu kesal tentang hal ini.

“Ngomong-ngomong, Mayor benar-benar tidur nyenyak.”

Claudia memandang Olivia yang bersandar di batang pohon dan tertidur. Dia pasti kelelahan, dan masih memegang sepotong daging burung yang setengah dimakan di tangannya. Bibirnya yang bernoda minyak meneteskan air liur. Sulit membayangkan dia sebagai Dewa Kematian yang membuat takut para prajurit Kekaisaran.

“Kita telah bepergian ke mana-mana selama beberapa hari terakhir, itu pasti membuatnya capek.”

“Itu benar … tapi mereka menjuluki Mayor Dewa Kematian, ngeselin banget. Bagaimana gadis cantik seperti itu dijuluki Dewa Kematian. Menjuluki dia malaikat akan lebih masuk akal.”

Claudia mulai mengeluh sambil mengayunkan tinjunya. Kadang-kadang argumennya bertentangan dengan akal sehat, tetapi dia sebenarnya serius. Awalnya Ashton tidak bisa berkata-kata, tetapi memutuskan untuk menghiburnya dengan gumaman santai. Namun, entah kenapa itu membuat Claudia marah, dan dia menatap Ashton dengan tatapan kesal.

“Kenapa kau meremehkan hal ini? Lagi pula, itu semua salahnya Ashton. Kau menambahkan lambang Valedstorm di baju Zirah Olivia.”

Claudia menjadi semakin tidak masuk akal, jadi Ashton mengalihkan pandangannya ke zirah putih keperakan Claudia dan lambang keluarganya yang berbentuk perisai dan helm bersayap.

“Tapi bukannya semua bangsawan menambahkan lambang mereka ke baju zirah dan perisai mereka? Letnan Satu Claudia, baju zirahmu juga memiliki lambang klan Jung, kan?”

“Be-bener sih, tapi …”

Claudia menggeliat-geliatkan tubuhnya seolah sedang berusaha menyembunyikan lambangnya. Baru-baru ini, dia akan memarahi Ashton setiap kali mereka berbicara tentang lambang, seolah-olah Ashton adalah penyebab utama yang menyebabkan semua itu.

Claudia tampak sangat tidak senang Olivia dijuluki Dewa Kematian. Ketika Ashton bertanya mengapa, Claudia akan menjawab dengan samar, dan Ashton masih tidak mengerti kenapa Claudia kesal.

“Lambang Valedstorm memang terlihat menyeramkan, tapi kurasa bukan itu alasan orang-orang menjuluki Olivia Dewa Kematian…”

Tengkorak yang dikelilingi mawar merah, dan dua sabit menyilang di belakangnya. Lambang itu sangat berhubungan dengan Dewa Kematian, tetapi Ashton merasa bahwa tindakan Olivia berkontribusi lebih banyak sehingga membuatnya dijuluki Dewa Kematian. Dia membantai tentara Kekaisaran seolah-olah dia sedang memotong rumput.

Berkat itu, Ashton menjadi lebih terbiasa dengan mayat yang terbelah dua. Guile bahkan menyebutnya 『karya seni terbaik』. Guile adalah penggemar berat Olivia, dan tidak lama lagi dia akan mulai memanggil Olivia dewi.

Tetapi hal itu tampaknya bersebrangan dalam perspektif Tentara Kekaisaran. Sesederhana itu.

“Lalu menurutmu apa alasannya, Ashton?”

Claudia membungkuk lebih dekat dengan wajah serius. Ashton tidak berani mengatakan, “Karena dia membunuh orang seperti dia sedang memotong rumput.”

“Yah … Erm … P-Pokoknya, Olivia enggak keberatan disebut Dewa Kematian.”

“Ya, aku juga tahu itu. Meskipun dia sangat marah ketika dia dipanggil monster.”

Claudia bingung oleh hal itu.

Olivia tidak keberatan disebut Dewa Kematian. Atau lebih tepatnya, dia senang dipanggil itu. Inilah sebabnya Claudia tidak bisa mengeluh terlalu banyak tentang ini, dan telah memendam banyak rasa frustrasi. Cara dia melemparkan cabang dengan marah ke api unggun adalah bukti terbaik dari itu. Ashton yang malang menjadi sasaran kemarahannya.

“Yah, begini, Dewa Kematian juga dewa. Mungkin dia senang orang-orang memanggilnya dewa? ”

“Omong kosong apa yang kau katakan!? —Uhuk, uhuk, ma -maaf. Aku salah ngomong barusan. “

Claudia pura-pura batuk. Ashton terus menatapnya, jadi Claudia menatap tajam pada Ashton sebelum memalingkan wajahnya. Ashton menyadari bahwa pipi Claudia memerah, sepertinya Claudia malu dengan ledakannya amarah sebelumnya.

“Heehee, jadi Letnan Claudia juga bisa ngomong kayak gitu.”

“… Apa yang kau tertawakan?”

“Enggak, aku hanya sedikit terkejut. Ini mungkin terdengar kurang ajar terhadap seorang perwira senior, tapi aku pikir itu imut banget.”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 14.png

“I-Imut!? D-Diam! Kau itu cuma Ashton, jangan sombong!”

Pipi Claudia memerah, dan dia melemparkan dahan di tangannya ke arah Ashton. Ashton menutupi kepalanya saat dia tertawa.

“Ashton sama Claudia berisik banget!”

Mereka dengan cepat berbalik dan melihat Olivia masih tertidur. Dia hanya mengigau. Ashton dan Claudia saling pandangan tanpa sadar, dan tertawa.

“—Baiklah, selanjutnya akan menjadi pertempuran utama. Kita berdua punya pekerjaan masing-masing.”

Claudia tersenyum lembut, dan mengulurkan tangannya pada Ashton.

Jumlah mereka seimbang, tetapi lawan mereka adalah Crimson Knight. Ini akan menjadi pertarungan yang sulit melawan musuh yang tangguh.

—Walaupun demikian…

“Ya, aku akan mengandalkanmu.”

Ashton menjabat tangan Claudia dengan kuat. Selama Ashton bersama mereka berdua, Ashton merasa dia bisa menghadapi cobaan dan kesusahan apa pun yang mungkin menghadang mereka.

Dia menatap bintang-bintang yang cerah di langit malam.

Tentara Kekaisaran, Ruang Konferensi Kastil Windsam

Di ruangan yang awalnya digunakan untuk menghibur para tamu terdapat meja besar dan kokoh. Rapat perang diadakan di sekitar meja bundar ini. Agendanya adalah gadis Dewa Kematian yang telah menghantam semua tempat.

“Yang Mulia, serangan Dewa Kematian telah menyebabkan peningkatan sentimen anti-Kekaisaran dengan penduduk setempat. Rumor pemberontakan menyebar, dan semua unit meminta bala bantuan.”

Rosenmarie mengerutkan alisnya pada laporan itu.

“Bala bantuan? Hah! Apa mereka sedang tidur? ”

“Haruskah aku menolak mereka?”

“Tentu saja. Beri tahu para unit untuk menyelesaikan masalah dengan kekuatan yang mereka miliki. Jika benar-benar ada pemberontakan, maka hancurkan satu atau dua desa sebagai peringatan.”

Massa mudah dipengaruhi oleh suasana hati. Bahkan jika mereka memulai pemberontakan, mereka akan tunduk jika sebuah desa atau kota dihancurkan. Rosenmarie memberikan perintah dengan pertimbangan itu.

“Siap komandan, saya akan menyampaikan perintah Anda.”

Setelah perwira itu menyelesaikan laporannya dan pergi, perwira lain masuk dan berbisik ke telinga Gaier. Kerutan di kepala Gaier perlahan semakin dalam.

“Apa yang terjadi?”

“Yang Mulia, para tentara yang memantau Emreed mengirim laporan. Pasukan utama musuh telah bergerak, dan berjalan menuju Kastil Windsam.”

“Kekuatan utama mereka? Fufu, begitu ya. Kita dipermainkan oleh mereka. Ahli strategi Pasukan Ketujuh cukup pintar.”

Semua perwira bingung dengan apa yang dikatakan Rosenmarie, jadi Gaier bertanya:

“Apa maksud anda, Yang Mulia”

“Ya begitulah maksudku.”

Rosenmarie berkata sambil menggerutu. Gaier berubah kaku sejenak, dan berdiri.

“Yang Mulia, Anda mengatakan bahwa Pasukan Ketujuh membuat situasi ini dengan sengaja!?”

Sesaat kemudian, tempat itu gempar. Mereka akhirnya menyadari bahwa ini adalah jebakan yang dibuat oleh Pasukan Ketujuh. Sangat disesalkan, tetapi Rosenmarie tidak menyadarinya sampai saat ini juga, dan tidak dalam posisi untuk mencaci maki bawahannya.

“Kalian semua juga perwira, jadi pikirkan juga gambaran besarnya. Musuh yang melancarkan serangan besar pada saat ini adalah bukti terbaik.”

Mempertimbangkan kecepatan mereka, kedua pasukan akan bentrok dalam tiga atau empat hari.

“… Dengan kata lain, kecuali Crimson Knight, pasukan kita yang lain terikat.”

Seorang perwira muda mengeluh dengan pelan.

“Betul.”

Saat ruang konferensi gempar, Rosenmarie sengaja mengangkat bahu. Gaier tercengang, dan matanya tampak sayu.

“… J -Jika ini semua benar, lalu bagaimana anda bisa begitu tenang, Nyonya Rosenmarie? Keunggulan musuh telah tumbuh begitu banyak, jadi kenapa anda tidak khawatir?”

Seorang perwira tua bingung, dan yang lainnya juga merasakan hal yang sama.

“Hmm? Kau ingin melihatku panik? Aku tidak keberatan menunjukkan itu pada kalian jika kalian mau.”

“T-Tidak, tidak sama sekali!”

Perwira tua itu menolak tawaran Rosenmarie, dan perwira lainnya mengalihkan wajah mereka dengan canggung. Rosenmarie hanya bercanda, tetapi tidak ada yang menyadarinya.

“Sudahlah, bagaimanapun juga, tidak perlu panik. Menurut laporan itu, Pasukan Ketujuh berjumlah 28.000 orang. Total pasukan kita ada 27.000. Apa kalian pikir kita, Crimson Knight, akan kalah dalam pertarungan yang sepadan?”

Rosenmarie bertanya kepada para perwira dengan tatapan tajam di matanya, dan mereka semua mengertakkan gigi dan mengangguk.

“Tentu saja tidak, tapi …”

Gaier berkata dengan tatapan penuh makna. Dia tidak menyelesaikan kata-katanya, tetapi Rosenmarie tahu betul apa yang Gaier maksud, tetapi masih memutuskan untuk bertanya karena itu akan lebih menarik.

“Tapi apa?”

Gaier ragu-ragu sejenak, lalu memutuskan dan berkata:

“Musuh memiliki Dewa Kematian yang telah mengalahkan Letnan Kolonel Volmar. Itu sesuatu yang tidak bisa kita anggap enteng … Dan dia juga menargetkan Yang Mulia.”

“Haha, itu suatu kehormatan. Gadis yang naik kelas dari monster menjadi Dewa Kematian mengincar nyawaku. Aku harus mempersiapkan sambutan yang megah.”

Sebelum Gaier mengatakan sesuatu lagi, Rosenmarie memerintahkannya untuk bersiap menghadapi pertempuran. Ini mengakhiri konferensi perang, dan Rosenmarie meninggalkan ruangan dengan semangat tinggi.

(Tunggulah, Dewa Kematian Olivia. Aku, Rosenmarie, secara pribadi akan memenggal kepalamu. Aku kemudian akan menampilkannya bersama dengan laporan kehancuran Pasukan Ketujuh pada makam Jenderal Osborne untuk meratapinya sebagai ganti dari bunga!)



Bab 6: Pertempuran Carnac[edit]

[edit]

– Pesan.

Resimen Kavaleri Otonom telah mengikat 30.000 tentara Kekaisaran yang dikerahkan di seluruh wilayah utara, dan meminta paukan utama untuk dikerahkan dengan cepat.

Setelah menerima laporan itu, Paul segera memerintahkan 25.000 tentaranya untuk berangkat menuju Kastil Windsam. Resimen Kavaleri Otonomi bergabung dengan kekuatan utama ini saat dalam perjalanan, dan menuju ke utara sambil mereka membersihkan pasukan Kekaisaran di jalur mereka.

“—Yang Mulia, menurut anda apa yang akan dilakukan pasukan utama musuh?”

Paul membelai dagunya dan menjawab:

“Yah … Mereka mungkin tidak akan menunggu di kastil. Kastil Windsam tidak memiliki medan yang menguntungkan, dan tidak cocok untuk pertahanan. Selain itu, mereka hanya bisa mengeluarkan potensi penuh mereka saat bertarung di tempat terbuka.”

Otto setuju dan mengangguk:

“Aku pikir juga begitu. Pelontar batu mini yang kita rebut dari Tentara Kekaisaran mungkin tidak akan berguna kalau begitu.”

Otto dikejutkan oleh pelontar batu mini yang direbut oleh Resimen Kavaleri Otonom dari musuh. Setelah menyelidiki kinerjanya, pelontar batu mini itu ternyata jauh lebih kuat daripada pelontar batu milik Kerajaan, tetapi dua ukuran lebih kecil. Ini mengurangi personel yang diperlukan untuk mengoperasikannya, yang akan merevolusi pertempuran pengepungan di masa depan.

Fakta ini membuat Otto menyadari bahwa Kekaisaran lebih maju secara teknologi daripada Kerajaan. Tetapi bagi Otto, perbedaan kecakapan teknologi tidak akan mempengaruhi perang secara langsung, dan faktor penentu akan selalu ada pada hati rakyat. Namun, ini masih merupakan faktor yang menunjukkan kekuatan Kekaisaran.

“Mengirim pelontar-pelontar batu itu ke departemen teknik di ibukota adalah pilihan yang baik. Selain itu, kastil itu mungkin berada di tangan musuh saat ini, tetapi Kastil Windsam masih dibangun melalui usaha luar biasa dari pahlawan Tristan Windsam. Aku tidak tega menghancurkan monumen itu dengan tanganku sendiri.”

Sangat jarang melihat Paul berbicara secara melankolis. Otto tahu tentang Tristan Windsam, dan nama itu terkait dengan《Pemberontakan Theodor》pada abad ke-8.

Selama pemberontakan, Windsam mengalahkan 20.000 tentara pemberontak dengan 2.000 pasukan hanya dalam dua hari. Bukan hanya Paul, semua orang mengenalnya sebagai pahlawan legendaris. Tapi tidak peduli benteng macam apa itu, semua bangunan akan hancur menjadi debu suatu saat. Otto mengerti logika itu, jadi dia tidak bisa memahami perasaan Paul.

“Haruskah kita membuat rencana dengan asumsi bahwa Crimson Knight akan memerangi kita di medan terbuka?”

“Betul. Ada beberapa tempat yang cocok untuk pertempuran, dan sejujurnya, aku tidak tahu di mana musuh akan dikerahkan.”

Otto berpikir sambil memindai peta di benaknya. Adapun medan perang yang cocok, hanya ada tiga tempat di sekitar Windsam:

Dataran Salz.

Lembah Carnac.

Dataran Tinggi Tollful.

Seperti yang dikatakan Paul, ada banyak tempat lain yang cocok juga. Memprediksi pergerakan musuh akan menjadi usaha yang sia-sia.

“Yang Mulia benar. Ada terlalu banyak pilihan, kita mungkin tidak tahu yang mana.”

“Otto, kirim pengintai ke lokasi yang memungkinkan.”

“Siap Jenderal, saya akan melaksanakannya.”

Otto dengan cepat mengeluarkan perintah kepada para pengintai, dan mereka dengan cepat berangkat.

“Bagaimana pun, berkat upaya Resimen Kavaleri Otonom, peluang kita sekarang sama. Kinerja Mayor Olivia akan menjadi sangat penting mulai sekarang, jadi tetap berhubungan dekat dengan unitnya.”

“Siap pak.”

Otto menjawab dengan anggukan ketika dia memikirkan senyum ceria Olivia.

Di sisi lain, Rosenmarie dan Crimson Knight-nya bersiap untuk bertarung juga.

Persis seperti yang diprediksi Paul, Rosenmarie memutuskan untuk menghadapi Pasukan Ketujuh di medan terbuka, dan telah memilih lembah di barat daya Kastil Windsam — lembah Carnac, sebagai medan perang. Lembah Carnac berpusat di sekitar sungai Vetnam dan dikelilingi oleh bukit-bukit kecil. Bagi Crimson Knight yang mahir dalam pertempuran di pegunungan, ini adalah medan perang yang ideal.

Rosenmarie mendirikan pusat komandonya di salah satu bukit kecil, dan menyaksikan tanah yang diwarnai merah karena matahari terbenam. Angin bertiup melalui hutan menyapu rambut Rosenmarie yang seperti api.

— Sungguh cantik.

Gaier menghela napas kagum di dalam hatinya. Seperti yang diharapkan, Rosenmarie adalah yang paling cantik di medan perang.

“Semua unit telah dikerahkan.”

Gaier kembali sadar dan melaporkan. Rosenmarie mengangguk dengan tegas.

“Akhirnya tiba waktunya. Sekarang, kita menunggu Pasukan Ketujuh untuk muncul.”

“Siap, komandan. Pasukan Ketujuh akan jatuh oleh tangan Crimson Knight kita.”

“Tentu saja— Baiklah, apa yang akan dilakukan Dewa Kematian Olivia sekarang? Aku menantikannya.”

Dia menjentikkan jubahnya yang memiliki lambang pedang bersilang di atasnya, lalu memasuki tendanya yang besar—

—Keesokan harinya.

Dengan awan menutupi matahari, Pasukan Ketujuh tiba di lembah Carnac dengan kekuatan penuhnya. Kedua belah pihak dengan cepat mendeteksi kehadiran satu sama lain, diikuti oleh suara genderang perang dan raungan para prajurit yang memekakkan telinga.

Pasukan Ketujuh— berjumlah 28.000 orang.

Crimson Knight — dengan 27.000 pasukan di bawah komando mereka.

Misi Paul adalah merebut kembali wilayah utara Kerajaan yang telah dikuasai oleh Kekaisaran.

Tujuan Rosenmarie adalah untuk membalas dendam Osborne.

Dengan kedua komandan tersebut memiliki keyakinan yang teguh, pertempuran Carnac dimulai.

[edit]

Rosenmarie mengerahkan unitnya dalam bentuk kompi di seluruh lembah. Mereka memanfaatkan sepenuhnya medan berbahaya itu, dan meluncurkan serangan jarak dekat secara agresif. Di sisi lain, Paul mengerahkan pasukannya dalam unit pemanah, dan menekankan dengan taktik hit and run. Alasannya sederhana, Pasukan Ketujuh tidak bisa menandingi Crimson Knight dalam pertempuran jarak dekat.

Namun, banyak hal tidak berjalan sesuai rencana, dan pertempuran perlahan berubah menjadi kacau.

Pada hari kedua pertempuran, medan perang diselimuti kabut tebal di lembah Carnac. Penglihatan kedua belah pihak terbatas, dan pertempuran kecil pecah di mana-mana.

“M-Musuh ada di depan kita!”

“Mundur sementara dan berkumpul kembali!”

Langkah kaki panik.

Napas terengah-engah.

Tangisan dan jeritan marah.

Suara pedang berbenturan terdengar tanpa henti, dan panah liar terbang ke mana-mana. Dan seiring berjalannya waktu, nyawa para prajurit perlahan-lahan padam. Dan mayat-mayat di lumpur mulai menumpuk. Saat pertempuran berlangsung, ada unit yang menderita lebih dari 90% kematian. Itu benar-benar kacau.

Ketika pertempuran semakin intensif, Mayor Mills Bömenburg yang telah ditugaskan untuk menyerang bagian belakan Tentara Kerajaan dengan batalionnya yang terdiri dari 2.000 infantri, mendeteksi pasukan musuh yang sedang beristirahat di tepi seberang sungai. Jumlah mereka tidak jelas karena kabut, tetapi tampaknya ada sekitar seratus tentara. Dan mereka belum menyadari unit Mills.

(Kabut menjadi bantuan besar kali ini. Biasanya, kita harus mengabaikan unit ini dan melanjutkan misi kita dengan diam-diam, tapi kita dapat menghabisi kelompok kecil ini dalam waktu singkat. Ini adalah kesempatan bagus untuk meningkatkan moral kita … Hmm? B-bukankah itu Dewa Kematian Olivia yang dirumorkan itu!)

Mills hampir berteriak, tetapi menutup mulutnya tepat waktu. Baju zirah hitam dengan lambang Dewa Kematian, dan rambut perak yang langka di Kekaisaran. Dia dikabarkan meminum darah manusia, dan menggunakan pedang gelap yang dilapisi kabut hitam.

Nama Dewa Kematian Olivia telah menyebar ke seluruh Crimson Knight. Mills segera memerintahkan untuk mundur, tetapi wakilnya Raymond bergegas mendekatinya dan berbisik:

“Mayor, harap tenang.”

“Aku tenang. Jangan lupa misi kita, kita tidak bisa menyerang Dewa Kematian di sini dan kehilangan pasukan kita dengan sia-sia. Kau tahu bagaimana Letnan Kolonel Volmar meninggal.”

“Ya, saya tahu itu Pak. Tapi mereka belum menyadari kita. Bahkan Dewa Kematian akan menjadi tak berdaya di hadapan jumlah yang begitu banyak. Bukan hanya unit kita, tapi moral seluruh Crimson Knight akan meningkat. Kehormatan jasa perang tertinggi akan menjadi milik Anda, Mayor.”

Jasa perang tertinggi. Ini terdengar merdu di telinga Mills, dan membuatnya ragu. Dia mengambil tugas menyerang bagian belakang Tentara Kerajaan karena dia menginginkan jasa perang itu, dan menyebarkan ketenarannya.

Mills melihat ke arah Dewa Kematian lagi. Seperti yang dikatakan Raymond, musuh tidak menyadari mereka. Penampilan mereka yang santai menyalakan api ambisi Mills.

Sebagai anak kedua dari klan Bömenburg, Mills tidak akan mewarisi wilayah keluarganya. Ini adalah norma untuk dunia ini, tetapi dia tidak tahan dengan anak sulung yang tidak kompeten yang memiliki hak suksesi hanya karena dia dilahirkan lebih awal. Dia sempat mempertimbangkan untuk membunuh kakak laki-lakinya, tetapi memutuskan bahwa risikonya terlalu besar.

Dan itulah sebabnya dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mencapai hal-hal besar dan membuat namanya terkenal. Dia akan perlahan-lahan membangun ketenarannya, dan membuat kakak laki-lakinya bersujud di kakinya. Itu adalah ambisi Mills.

“Kesempatan ini tidak akan datang lagi. Tolong pertimbangkan kembali.”

Dipaksa oleh wakilnya, Mills membuat keputusan.

“… Aku menarik kembali perintahku yang sebelumnya. Siapkan pasukan untuk melakukan serangan seperti yang kau sarankan.”

Mills dengan hati-hati menarik pedangnya. Ketika persiapan selesai, dia mengambil beberapa napas dalam-dalam, perlahan-lahan mengangkat tangan kirinya— dan mengayunkannya.

“Serbu!!”

Mills memerintahkan, dan seluruh unit bergerak maju.

“- !? Serangan musuh!?”

Seorang pria bermata satu berteriak.

“Semuanya mundur! Jumlah mereka terlalu banyak!”

Olivia dengan cepat memberi perintah, dan melarikan diri ke bukit. Tampaknya tentara Kerajaan benar-benar ketakutan, meninggalkan baju zirah mereka saat mereka melarikan diri. Sungguh ironis bahwa unit Dewa Kematian yang menyebabkan ketakutan di dalam hati para prajurit Kekaisaran menyedihkan seperti ini.

Ketika Mills melihat perilaku kacau pasukan musuh, Mills yakin bahwa dia telah menang.

“Hahaha! Bahkan Dewa Kematian hanya bisa melarikan diri ketika dihadapkan dengan perbedaan jumlah! Tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi! Dengarkan, menyerbu melalui sungai ini dan bunuh mereka semua!”

“””Siap pak!!”””

Atas perintah Mills, para pasukan bergegas ke sungai, mencipratkan air ke mana-mana. Mills berpikir bahwa airnya dangkal dan jernih, dan dengan betapa sempitnya sungai itu, mereka akan segera menyusul. Namun…

“Uwahhh!”

“Aku tidak bisa mendapatkan pijakan yang kuat—”

Setengah jalan melintasi sungai, para prajurit terdengar bingung. Air hanya mencapai paha mereka, tetapi para tentara terus tersapu arus.

Itu sama untuk Mills, salah langkah sedikit dan dia akan terbawa arus.

“—Jadi itu benar, seperti yang Gauss bilang!”

“Yup, sungai Vetnam ini mungkin terlihat dangkal, tetapi sebenarnya cukup berbahaya. Rumput di dasar sungai akan membuat kakimu terjerat. Alirannya juga deras, sehingga orang yang tahu tentang sungai ini tidak akan pernah menyeberanginya tanpa bantuan. Ketika aku masih kecil, aku mencoba menyeberangi sungai ini dan hampir tenggelam.”

“Gitu ya. Tapi keliatannya menarik dari sini. Hei, boleh aku nyoba?”

“Jangan bercanda. Aku pikir kau akan baik-baik saja, tapi Letnan Satu Claudia akan mengomeliku.”

“Ya, kau benar, gak jadi deh. Apa kau tahu jalau Claudia akan menjadi seperti setan kalau marah?”

Olivia dan prajurit bermata satu yang telah kembali ke tepi sungai mengobrol dengan gembira. Pada saat yang sama, para tentara mulai berjalan menuruni bukit. Mereka membentuk barisan yang rapi, dan kekacauan mereka dari sebelumnya tidak terlihat. Seribu orang itu lalu menyiapkan busur mereka.

Melihat hal ini, Mills akhirnya menyadari bahwa ini adalah jebakan musuh.

“S-Sialan!!”

“Oke, waktunya kerja, semangat.”

“””Siap, komandan!!”””

Olivia melambaikan tangannya, dan panah yang tak terhitung jumlahnya meleswat dari busur. Tidak ada cara untuk menghindari panah di sungai yang mengalir deras. Para prajurit Crimson Knight ditembaki tanpa bisa membalas.

Saat sungai itu diwarnai warna merah, tiba-tiba terdengar teriakan. Di arah teriakan itu, seorang prajurit muda melepas helm dan zirahnya, dan menjambak rambutnya dengan histeris.

“Memalukan, dan kau menyebut dirimu seorang prajurit dari Crimson Knight? Dasar tidak tahu malu!”

Seorang tentara paruh baya meraih prajurit muda itu dari belakang. Keduanya tertembak oleh panah, dan mengapung tanpa daya.

“Mayor Mills!”

“Ya, aku tahu. Ini menjengkelkan, tetapi kita harus mundur dan berkumpul kembali. Kita akan mati jika kita tetap disini.”

Namun, Mills dengan cepat menyadari betapa naifnya pikiran itu. Di tepi sungai di belakang mereka ada kelompok tentara Kerajaan lain.

“Siapkan busur!”

Seorang wanita berzirah putih keperakan memimpin unit itu.

“Ughh! Mereka tidak membiarkan kita melarikan diri! “

Unit itu mungkin memutar ke belakang mereka di dalam kabut. Mills memerintahkan serangan habis-habisan sebelumnya untuk mengejar musuh, membuatnya lengah, yang menyebabkan situasi ini. Mills menyesal membiarkan hasratnya mengambil alih untuk meraih kemenangan, tetapi sudah terlambat untuk apa pun sekarang.

“Ini yang mereka sebut ‘terperangkap di antara batu’.”

Olivia menatap mereka dengan satu jari terangkat.

“Sial…”

“Hei~ gimana sekarang? Kalau kau menyerah, aku bisa mengampuni nyawamu.”

“Menyerah? Kau bilang menyerah? – Tidak ada kata menyerah dalam kamus Crimson Knight!”

Raymond yang merangkak ke tepi sungai setelah berjuang keras berteriak dengan marah, dan menebas Olivia. Olivia berbalik untuk menghindar, dan menyerang balik dengan cepat. Raymond yang terpenggal jatuh ke dalam genangan darahnya sendiri.

“Aku akan bilang sekali lagi, menyerah dan aku akan mengampuni kalian. Aku ingin tahu di mana markas kalian.”

Olivia mengibaskan darah di pedangnya, dan menawarkan mereka kesempatan untuk menyerah lagi. Mills mengejek tawaran itu. Mengingat bagaimana keadaannya, dia tidak akan menyerah bahkan jika matahari terbit dari barat. Bagaimana dia bisa menghadap Rosenmarie setelah ini?

(Reputasiku sudah hancur sekarang. Tak disangka ambisiku akan berakhir di tempat seperti ini…)

Unitnya menderita lebih dari 50% kematian, jadi tidak mungkin untuk menjalankan misi awalnya sekarang. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah menyeret Dewa Kematian ke neraka bersamanya.

(Aku tidak takut mati, aku hanya tidak ingin kakakku yang terkutuk itu merendahkanku.)

Bayangan tubuh gemuk Franz melintas di benak Mills, dan dia menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan sosok kakaknya dari benaknya. Dia berkata sambil tertawa untuk memotivasi dirinya:

“Apa kau tuli? Dalam kamus Crimson Knight tidak ada kata menyerah!”

Mills yang akhirnya sampai ke tepi sungai menyerbu Olivia seperti yang dilakukan Raymond dan menyerang kepala Olivia—begitulah tampaknya, tetapi tiba-tiba dia menarik kaki kanannya ke belakang dan menusukkan pedangnya ke depan.

Tapi Olivia tidak terpengaruh. Tepat sebelum pedang Mills hendak menembus dada Olivia, dia berputar seperti sedang menari, dan menebas Mills dari belakang. Organ dalam Mills berhamburan dan dia jatuh ke tanah.

“- Hei aku tanya lagi, di mana markas kalian? Komandan kalian jago main petak umpet, jadi kami enggak bisa menemukan dia.”

“Kau itu komandan unit ini, kan? Jadi kau pasti tahu di mana markasnya.”

Olivia bertanya berulang kali, dan Gauss berkata dengan ekspresi pasrah.

“Komandan, melihat keadaannya, dia enggak akan bisa berbicara lagi.”

“Begitu ya. Sisa musuh enggak dibutuhin, mari kita bergegas dan bunuh mereka semua. Kita perlu mencari mangsa berikutnya setelah kita selesai.”

Olivia menyarungkan pedangnya, dan mengambil Chachamaru di punggungnya.

“Gauss Ozmeier ini akan mengikutimu sampai ke ujung dunia.”

Gauss tersenyum keji dan mengarahkan busurnya ke arah Crimson Knight di sungai.

— Setengah jam kemudian.

“H-Hentikan—“

“Dadah~.”

Panah Olivia menembus jantung prajurit terakhir tanpa ampun.

Sungai Vetnam dihadapan mereka telah penuh dengan zirah merah dan darah.

“Cantik banget … Kayak karpet merah.”

Saat para prajurit bersorak, Olivia menunjukkan senyum menawan.

Hari Ketiga Pertempuran, sebelah timur lembah Carnac

Setelah menghancurkan unit Mills, Resimen Kavaleri Otonom menghujamkan taringnya pada mangsa berikutnya.

Dan target mereka adalah—

“Apa? Kau menemukan unit dari Dewa Kematian?”

Mayor Jenderal Listenberg yang memiliki 4.000 orang di bawah komandonya terkejut. Menurut pengintai, unit Dewa Kematian mengibarkan bendera mereka tinggi-tinggi, dan berbaris ke puncak gunung di depan. Mereka berjumlah sekitar 3.000.

“Apa itu benar-benar unit dari Dewa Kematian?”

“Ya, kami melihat seorang gadis berzirah hitam di depan mereka. Dia memiliki rambut perak, dan penampilannya sesuai dengan rumor yang beredar. Itu pasti dia.”

Setelah mendengar laporan pengintai itu, Listenberg mengangguk.

“Aku mengerti. Lanjutkan memata-matai mereka.”

“Siap pak!”

Listenberg melirik pengintai yang pergi, dan menoleh ke ajudannya Letnan Kolonel Hynel dan bertanya:

“Bagaimana menurutmu?”

“Tidak banyak gadis dengan baju zirah hitam dan rambut perak di dunia. Pengintai itu benar, itu pasti unit dari Dewa Kematian. Kita tidak bisa mengabaikan ini.”

Setelah mendengar pendapat Hynel, Listenberg menyilangkan tangannya dan mulai berpikir. Sejauh ini, unitnya telah bentrok dengan Pasukan Ketujuh beberapa kali, dan jujur saja, mereka bukanlah ancaman. Pasukan Ketujuh mungkin terlatih dan disiplin, tetapi mereka tidak jauh lebih baik dari Pasukan Ketiga dan Keempat. Berbicara secara objektif, Crimson Knight lebih kuat dari Pasukan Ketujuh.

Namun, unit dari Dewa Kematian mungkin pengecualian. Lagipula, merekalah yang menghancurkan banyak unit dari pasukan utara hanya dalam waktu dua bulan.

Bahkan Crimson Knight yang perkasa, kehilangan Volmar dan anak buahnya karena Dewa Kematian. Hynel benar, akan berbahaya jika mengabaikan unit dari Dewa Kematian.

(Nyonya Rosenmarie menantikan untuk berduel dengan Dewa Kematian, tapi aku tidak bisa membiarkannya mengambil risiko itu.)

Setelah memenangkan beberapa kemenangan, moral anak buahnya tinggi, dan dia juga memiliki keunggulan dalam jumlah. Setelah dilihat-lihat, bertemu dengan Dewa Kematian di sini adalah keberuntungan besar. Ini adalah kesempatan terbaik untuk melancarkan serangan.

“Baiklah kalau begitu, kita akan menyerang unit dari Dewa Kematian. Demi kehormatan Crimson Knight, kita akan menghancurkan mereka di sini.”

“Siap pak!”

—Dua jam kemudian.

Setelah unit Listenberg bergegas menuju ke puncak, dia menemukan Tentara Kerajaan di depannya. Anak buahnya agak bingung, dan Listenberg mengerutkan alisnya.

(Mereka sudah membentuk formasi? Jadi mereka sadar dengan keberadaan kita…)

Yang membingungkan Listenberg adalah bahwa musuh berbaris dengan membelakangi tebing. Ini seperti undangan bagi Listenberg untuk mendorong mereka jatuh dari bukit sampai mati.

“Apa yang terjadi disini? Mereka memotong jalur mundur mereka sendiri dengan berbaris di sana. Apa mereka sudah gila?”

Hynel juga tidak bisa memahami musuh, dan menatap dengan mata terbelalak.

“Apa mereka mencoba membuat pasukan mereka bertarung habis-habisan sampai mati? Sepertinya aku terlalu melebihkan mereka…”

Ini adalah strategi putus asa yang digunakan untuk bertahan menghadapi rintangan yang sulit, tetapi hanya basa-basi untuk mengerahkan pasukan, bukan taktik yang layak. Jadi mengejutkan bahwa musuh cukup bodoh untuk benar-benar mempraktikkannya.

Mereka mungkin menyiapkan formasi ini karena mereka memiliki jumlah yang lebih sedikit, tetapi ini masih benar benar bodoh.

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Apa kau bahkan perlu bertanya? Sebarkan formasi kita ke samping, dan lanjutkan menembak dari jarak menengah. Kirim Dewa Kematian itu dan anak buahnya ke neraka.”

“Siap pak!”

Atas perintah Hynel, para pemanah menembaki unit Dewa Kematian. Namun, musuh mengangkat perisai besar untuk menutupi diri mereka, menghalangi semua tembakan voli. Mereka bergerak dengan gerakan yang terlatih, seolah-olah mereka sudah memperkirakan ini dan menyiapkan tindakan balasan. Panah tidak berguna melawan pertahanan kokoh ini.

Selain itu, musuh membalas dengan panah mereka melalui celah di antara perisai, menyebabkan korban tewas pada tentara Kekaisaran. Jika ini terus berlanjut, korban akan terus meningkat.

“Yang Mulia, ini tidak berjalan dengan baik.”

“Aku tahu. Hanya trik rendahan. Serang dengan tombak, kelilingi mereka dan dorong mereka jatuh dari tebing!”

“Siap pak!”

Hynel memberikan instruksi dengan keras, memerintahkan para penombak untuk maju.

“- Musuh bergerak seperti Ashton perkirakan.”

Ashton tersenyum ketika dia mendengar itu dari Claudia. Mereka dengan sengaja membiarkan musuh mengintai mereka, dan memancing mereka ke sini. Menghadapi pertahanan yang kokoh dari Resimen Kavaleri Otonom, Crimson Knight menghentikan  serangan jarak jauh, dan beralih ke pertempuran jarak dekat.

Musuh ingin mendorong mereka jatuh dari tebing dengan tombak mereka.

“Semuanya berjalan sesuai rencana sejauh ini. Seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya, kalian berdua harus memimpin.”

“Ya, serahkan padaku. Fufu, aku sangat bersemangat.”

“Aku akan melakukan yang terbaik juga, Ashton.”

Claudia tidak takut, sementara Olivia tersenyum cerah. Ashton tidak bisa menahan senyum ketika dia melihat mereka berdua. Ashton yang dulu tidak pernah bisa tersenyum pada saat seperti ini. Bersama mereka berdua bisa dibilang salah satu alasnannya, tetapi faktor yang paling penting adalah Ashton terbiasa dengan perang. Namun apakah ini hal yang baik adalah masalah yang berbeda.

Sejarah manusia adalah sejarah perang. Jika ada manusia, akan selalu ada perang. Bagaimanapun, ini adalah bagian dari menjadi manusia.

Dan yang bisa Ashton lakukan sekarang adalah memikirkan cara untuk membuat orang-orang di sekitarnya tetap hidup. Ashton bersedia melakukan apa saja untuk mewujudkannya.

“— Sudah hampir waktunya untuk pergi.”

Atas perintah Ashton, unit beralih ke formasi anak panah.

“Kita sekarang akan menyerbu menembus pusat formasi musuh!”

Resimen Kavaleri Otonomi mulai menyerang, yang sedikit mengejutkan para Crimson Knight. Olivia dan Claudia menggunakan kesempatan ini untuk menutupi titik buta satu sama lain, dan membuka jalan dengan pedang mereka.

Siapa pun yang berani menghalangi mereka akan ditebas. Mereka perlahan merobek celah di tengah formasi musuh.

Untuk menghindari ketinggalan terlalu jauh di belakang, Ashton maju dengan pengawalnya dan sengan pedang di tangan.

“- Sekarang!”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 15.png

Melihat sudut formasi musuh goyah, Claudia segera berteriak. Olivia berdiri diam dan menurunkan posisinya, seperti yang dia lakukan saat menghadapi Binatang Buas Bertanduk Satu. Sesaat kemudian, para prajurit di depannya tiba-tiba mulai menyemburkan darah dan berjatuhan.

Olivia mulai menebas para prajurit dengan tekniknya, terlalu cepat untuk dilihat mata— dan menerobos ke tengah formasi.

“Ashton!”

Olivia berbalik dan berteriak keras, dan Ashton segera meniup terompetnya. Setelah Olivia menerobos garis musuh, Resimen Kavaleri Otonomi bergerak teratur membentuk formasi kipas. Barisan depan menguatkan perisai mereka, dan penjaga belakang menyiapkan busur mereka dengan gerakan yang terlatih.

“Ini adalah fase terakhir dari pertempuran! Hancurkan mereka dalam sekali jalan!!”

Suara jelas Claudia bergema di puncak bukit yang berlumuran darah—

Keadaan telah berbalik, dan unit Listenberg yang dikepung. Terdorong mundur oleh tembakan panah tanpa henti, mereka perlahan-lahan dipaksa ke tepi tebing. Listenberg menyesal tidak menyiapkan perisai besar seperti yang dilakukan musuh. Setelah melihat gerakan terlatih prajurit musuh, dia akhirnya menyadari bahwa ini semua adalah bagian dari rencana musuh.

“Sialan, membelakangi tebing hanya untuk pura-pura. Para pengecut dan trik kotor mereka!”

“Yang Mulia! Mereka akan mendorong kita jatuh dari tebing!”

Hynel terus menoleh kebelakang untuk mengukur jarak mereka dengan tebing saat dia berteriak. Listenberg berkata dengan senyum sinis:

“Kalau begitu kita akan melakukan hal yang sama. Beralih ke formasi anak panah! Kita akan menerobos formasi pusat musuh, dan sebaliknya memaksa mereka jatuh dari tebing!”

“Siap pak!”

Atas instruksi Hynel, unitnya dengan cepat berubah menjadi formasi anak panah.

—Namun.

“Sekarang! Panah api!”

Seorang perwira muda memberi sinyal, dan sejumlah besar panah api menghujani dari langit. Para Crimson Knight sangat terguncang oleh adegan ini.

“Yang Mulia!”

Hynel memandang ke arah Listenberg dengan wajahnya pucat.

“Jangan panik! Api itu tidak begitu efektif. Tetap tenang dan lanjutkan!”

Listenberg berteriak dengan marah, dan anak buahnya kembali tenang, menghalangi panah api dengan pedang dan perisai mereka. Pada saat ini, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Ketika panah api menghantam tanah, tempat itu terbakar hebat. Bahkan veteran Listenberg dikejutkan oleh api yang muncul dari nyala api kecil itu.

Situasi yang tidak normal ini mengakibatkan para prajurit ditelan api tanpa daya.

“- !? Dari mana datangnya api besar ini!?”

Teriak Hynel denagn histeris. Listenberg menenangkan dirinya, dan dia mencium sesuatu yang aneh di udara.

(Bau ini … Begitu ya, mereka menumpahkan minyak di tanah sebelumnya.)

Tapi sudah terlambat sekarang. Formasi ketat mereka memperparah kerusakan dari api ini. Listenberg ingin menggunakan taktik musuh untuk melawan mereka, dan tidak memperkirakan rencana berbahaya semacam itu di balik rencana musuh. Anak buahnya dibakar hidup-hidup atau jatuh dari tebing.

Puncak bukit sekarang adalah neraka, dan jeritan para prajurit menggema keras.

“Fufufu …”

“Y-Yang Mulia?”

Hynel memandang Listenberg dengan bingung, tetapi Listenberg mengabaikannya.

“Luar biasa. Aku tidak tahu siapa yang membuat rencana ini, tetapi dia memperkirakan setiap langkah yang kita lakukan. Dia mungkin musuh, tapi ini luar bia—”

Listenberg tidak menyelesaikan pujiannya. Sebuah panah menghujam tenggorokannya, mengakhiri hidupnya seketika.

“Yang Mulia!?”

Hynel yang bergegas ke sisinya dan sisa prajurit tewas oleh panah tak lama setelah itu.

Melihat lautan api di depannya, Claudia berkata:

“Crimson Knight telah menghentikan perlawanan terorganisir mereka. Komandan dan perwira kunci mungkin sudah mati. Kita menang.”

Olivia menyimpan Chachamaru dan mengangguk.

“Aku juga pikir begitu, tapi kita enggak boleh gegabah sampai akhir. Tikus yang terpojok akan menggigit kucing. Yah, kita bisa menginjak mereka sampai mati kalau mereka tetap mencobanya.”

Musuh tewas dalam api atau melompat dari tebing ke sungai. Para korban yang selamat dalam kekacauan. Mereka membuat serbuan putus asa melawan pasukan Kerajaan, tetapi terlalu tidak terorganisir untuk menjadi efektif.

“Haah, pada akhirnya, kita masih belum menemukan di mana markas musuh.”

Olivia berencana untuk menangkap komandan musuh hidup-hidup dan menemukan lokasi markas mereka. Sangat disayangkan bahwa dia tewas, tetapi tujuan utama dari rencana Ashton adalah untuk meminimalkan korban dari Resimen Kavaleri Otonom. Mereka juga mencapai tujuan sekunder yaitu mengurangi jumlah musuh, jadi itu tidak masalah.

Olivia mengerti bahwa dia seharusnya tidak terlalu serakah. Ini juga berlaku untuk makanan lezat dan makanan penutup yang lezat juga.

“Komandan, kami menemukan unit musuh di dekat kaki bukit— Uwah, ini benar-benar luar biasa…”

Gauss tersentak pada pemandangan berapi di depannya. Para pengintai yang dikirim telah kembali dengan selamat.

“Ya, kerja bagus. Mari kita istirahat makan siang setelah membunuh sisa musuh. Kita perlu nyari mangsa kita berikutnya— Hei Ashton, beri aku roti mustard dengan banyak dendeng.”

“Kau ingin aku membuatnya lagi? Aku capek banget sekarang… “

Ashton yang kelelahan protes.

“Kalau aku makan makanan yang disiapkan Ashton, aku akan jadi semangat.”

Olivia memamerkan otot-ototnya sambil tersenyum. Adapun Ashton…

“Olivia, kau selalu bersemangat— Haah, Olivia adalah komandan, jadi aku akan melaksanakan perintahmu…”

Ekspresi Ashton melunak, dan Claudia tersenyum padanya.

Resimen Kavaleri Otonom menikmati makanan dengan damai yang tampaknya tidak cocok di medan perang.

“Baiklah, sudah hampir waktunya untuk pergi.”

Meninggalkan mayat hangus yang tak terhitung jumlahnya dan asap mengepul di belakang, Resimen Kavaleri Otonomi berangkat untuk berburu target berikutnya.

[edit]

Di sebelah barat lembah Carnac, Markas Crimson Knights

“Bagaimana pertempurannya?”

Rosenmarie yang duduk di kursi di dalam tenda besar bertanya.

“Ya, saat ini, kita memiliki keunggulan.”

Gaier meletakkan peta di atas meja, dan melaporkan situasi di setiap area satu per satu. Kabut tebal menghasilkan korban tambahan, tetapi masih dalam batas yang dapat diterima. Serangan lawan berpaku pada unit pemanah, yang berarti mereka mengakui bahwa mereka lebih lemah daripada Crimson Knight dalam pertempuran jarak dekat.

Gaier merasa ini adalah waktu yang tepat untuk melancarkan serangan habis-habisan. Tetapi Pasukan Ketujuh masih memiliki Dewa Kematian sebagai andalan, jadi lebih baik untuk berhati-hati.

“- Dimengerti. Musuh pada dasarnya bergerak seperti yang kita perkirakan. Ngomong-ngomong, di mana Dewa Kematian?”

Gaier menggelengkan kepalanya.

“Tidak tahu, tidak ada unit kita yang menemukan tanda-tanda keberadaannya.”

“Apa, jadi dia berlarian seperti tikus selokan lagi?”

Rosenmarie tersenyum simpul, tetapi matanya tidak tersenyum sama sekali. Dia mungkin tidak menyadari, tetapi niat membunuhnya terhadap Dewa Kematian telah meluap akhir-akhir ini. Dari sudut pandang Gaier, niat membunuhnya tidak memiliki emosi negatif sama sekali.

Itu adalah niat membunuh yang mirip dengan gelombang panas. Gaier merasakan ketakutan yang tak terlukiskan terhadapnya. Itulah sebabnya dia harus membunuh Dewa Kematian itu sebelum Rosenmarie turun ke medan perang secara langsung.

Saat Gaier mengambil keputusan, seorang utusan masuk ke tenda dengan langkah kaki panik.

“Lapor, mayat Mayor Mills ditemukan di dekat sungai Vetnam. Ada sejumlah besar mayat yang ditemukan di hilir juga. Unit Mayor Mills mungkin dihancurkan.”

Rosenmarie sedikit mengernyit, dan bertanya pada Gaier:

“Jika aku tidak salah, kau mengirim unit itu untuk menyerang bagian belakang musuh.”

“Benar.”

Kehancuran unit Mills mengejutkan. Ini pasti akan mempengaruhi pertempuran. Gaier menghela nafas, dan menyadari bahwa utusan itu masih berlutut, seolah-olah dia belum selesai.

“Ya, apa lagi? Ada lagi yang harus dilaporkan?”

“—Pak, ini hanya spekulasi saya…”

Meskipun dia mengatakan itu, pembawa pesan itu terdengar percaya diri. Gaier sedikit ragu, dan memandang ke arah Rosenmarie. Rosenmarie mengangguk, memberikan izin kepada pembawa pesan itu untuk berbicara.

“Mari kita dengarkan.”

“Siap, komandan. Menurut laporan, Mayor Mills terbelah dua di pinggang. Ada beberapa mayat yang ditemukan dengan kondisi yang sama juga. Menurut pendapat saya, ini tidak bisa dilakukan oleh orang normal.”

“Apa kau mengatakan bahwa Dewa Kematian yang melakukan ini?”

Menanggapi pertanyaan Rosenmarie, pembawa pesan yang gugup itu mengangguk dengan kaku. Pada saat ini, seorang utusan lain bergegas menghampiri Rosenmarie, berlutut, dan berkata dengan keras:

“Lapor! Mayor Jenderal Listenberg terbunuh dalam perang di Bukit Levis! Unitnya juga musnah!”

Berita buruk berturut-turut menyebabkan keributan di antara para perwira di dalam tenda. Ini adalah pertama kalinya seorang Jenderal tewas sejak berdirinya Crimson Knight, dan merupakan masalah yang jauh lebih besar daripada yang terjadi pada Mills. Situasi pertempuran yang memburuk dengan cepat menyebabkan kegelisahan di hati Gaier.

“Mayor Jenderal Listenberg memiliki 4.000 orang di bawah komandonya! Bagaimana mereka bisa dihancurkan begitu mudah—”

Gaier menolak untuk menerima kenyataan, dan menolak laporan pembawa pesan itu. Tetapi apa yang dikatakan utusan itu selanjutnya mematahkan semua alasannya.

“Lawan mereka adalah unit dari Dewa Kematian Olivia! Jumlah mereka sekitar 3.000!”

“Apa…!?”

Implikasinya jelas. Hanya empat hari dalam pertempuran, mereka kehilangan dua puluh persen pasukan mereka oleh Dewa Kematian. Ilusi sabit Dewa Kematian mengayun melintas di pikiran Gaier, membuatnya menggigil.

“Fufufu … Dewa Kematian Olivia terkutuk itu. Dia sepertinya bersenang-senang. Sepertinya sudah waktunya bagiku untuk turun ke medan perang.”

Rosenmarie meneguk air dari botol yang didapatnya dari seorang pelayan, dan membantingnya ke atas meja. Mata merahnya berkilau seperti binatang buas yang menemukan mangsanya. Hal yang dikhawatirkan Gaier selama ini menjadi kenyataan. Gaier yang cemas dengan cepat berkata:

“Yang Mulia! Tunggu sebentar!”

“Tunggu apa? Siapa lagi selain aku yang bisa melawannya?”

Rosenmarie mendengus kesal.

“Saya punya rencana!”

Dengan anggukan, Gaier mulai menjelaskan rencananya. Pertama, kumpulkan semua kekuatan mereka, serang unit dari Dewa Kematian dengan 10.000 pasukan, dan menghancurkannya dengan menyerang secara bergelombang. Unitnya mungkin kuat, tetapi mereka hanya berjumlah 3.000 orang, dan akhirnya akan kalah karena perbedaan jumlah yang besar. Rencana ini bergantung sepenuhnya pada keunggulan dalam jumlah, tetapi itu efektif.

Setelah mendengarkan Gaier, wajah Rosenmarie tampak gelisah.

“Ini bukan rencana. Kau ingin mengirim lebih dari setengah pasukan kita melawan unit Dewa Kematian? Jika kita melakukan itu, Pasukan Ketujuh juga tidak bodoh dan mereka akan meluncurkan serangan habis-habisan ke markas kita. Jika aku berada di posisi mereka, aku pasti akan melakukan itu.”

“Anda benar, Yang Mulia. Tetapi jika kita membandingkan unit dari Dewa Kematian dan Pasukan Ketujuh, unit dari Dewa Kematian jauh lebih berbahaya. Kita akan menang jika Pasukan Ketujuh tidak memiliki Dewa Kematian.”

Gaier tidak meremehkan Pasukan Ketujuh. Gaier telah mengevaluasi mereka secara objektif, dan mereka bukan ancaman berarti. Ini didasarkan pada laporan yang dikumpulkan dari semua unit, tapi perkiraannya hampir tepat. Bahkan jika Pasukan Ketujuh menyerang markas secara massal, dengan persiapan yang matang, mereka bisa dipukul mundur.

Begitu mereka menghancurkan unit dari Dewa Kematian, mereka bahkan bisa melancarkan serangan menjepit pasukan ketujuh. Semua perwira yang hadir sependapat dengan Gaier. Dia harus membuat Rosenmarie setuju dengan ini, apa pun yang terjadi.

“Tidak. Aku tidak akan menyetujui rencanamu, Gaier. “

Namun usulannya ditolak oleh Rosenmarie. Tapi Gaier tidak menyerah, karena ini menyangkut keselamatan Rosenmarie.

“Kenapa? Bisakah Anda memberi saya alasannya?”

“Alasannya, ya … baiklah. Butuh cukup banyak waktu untuk mengumpulkan kekuatan kita. Apa kau pikir unit Dewa Kematian akan duduk diam dengan patuh sementara itu? Itu akan memberi mereka kesempatan untuk menghancurkan unit kita satu demi satu. Lebih penting lagi, lembah ini terlalu sempit untuk mengerahkan 10.000 tentara. Aku tetap melakukannya untuk memanfaatkan sepenuhnya kecakapan kita dalam bertarung di bukit. Itu sebabnya kita membagi pasukan kita menjadi unit-unit kecil, yang memungkinkan masing-masing kelompok memanfaatkan medan. Dan rencanamu akan menghilangkan keunggulan kita.”

“Tapi mereka mengancurkan unit kita satu demi satu sekarang. Dan mungkin ada tempat untuk mengerahkan 10.000 pasukan di sekitar sini.”

“Aku mengerti. Kalau begitu, bagaimana caramu memancing unit dari Dewa Kematian ke sana? Dengan menggunakan hidangan penutup sebagai umpan?”

Rosenmarie bertanya dengan sedikit mengejek. Gaier mengusulkan untuk menyiapkan sebuah unit sebagai umpan. Ini adalah taktik yang mengalahkan Kekaisaran selama Pertempuran Berkerley di masa lalu. Skalanya jauh lebih kecil, tetapi esensinya sama.

“Hmm, bukan ide yang buruk. Hanya jika kau menganggap bahwa Dewa Kematian adalah orang yang idiot.”

“Apa maksud Anda?”

Rosenmarie mulai menjelaskan:

“Apa kau lupa? Mereka melumpuhkan 30.000 pasukan kita. Mereka tidak akan terpancing dengan jebakan seperti itu.”

Rosenmarie mengusap jari rampingnya dengan lembut di pipi Gaier. Gaier mengerang, dan Rosenmarie menepuk punggungnya, seolah dia menghibur seorang anak kecil.

“Haha, kau itu ajudan, jangan membuat wajah yang tidak enak dilihat. Aku bilang mereka tidak akan memakan umpan itu, tapi itu bukan berarti aku menolak rencanamu.”

“L-Lalu—”

Gaier mencondongkan tubuhnya ke depan, dan Rosenmarie mengangkat tangan kirinya:

“Kita akan melakukannya seperti rencana Gaier, dengan beberapa perubahan pada detailnya.”

“Perubahan detailnya …? Bolehkah saya tahu bagian mana?”

Rosenmarie hanya tersenyum mendengar pertanyaan Gaier. Dia ingin Gaier mencari tahu sendiri. Setelah merenungkannya, Gaier masih belum mengerti. Gaier mengaku kalah dan menggelengkan kepalanya. Senyum Rosenmarie semakin dalam, dan membisik ke telinga Gaier:

“Kau masih belum mengerti. Aku akan menjadi umpan untuk memancing Dewa Kematian.”

◊◊◊

“Kau enggak mau memberitahuku di mana markas kalian? Aku bisa mengampunimu kalau kau memberitahuku— Oh, aku juga akan kasih kue juga.”

“Jangan meremehkanku!!”

Seorang pria yang marah mengayunkan pedangnya. Olivia menghentikan senjata yang diarahkan ke tenggorokannya dengan dua jari, dan mata pria itu melotot tak percaya. Olivia tidak mempedulikannya, dan menempatkan pedangnya di tenggorokan pria itu.

“Aku tanya lagi. Bisa enggak kau memberi tahuku di mana markas kalian?”

“…………”

“Aku akan mengampunimu, dan aku juga enggak bohong tentang kuenya— Oh, apa kau takut rahangmu lepas karena terlalu manis? Jangan khawatir, enggak akan lepas kok.”

“…………”

“—Begitu ya, sayang banget.”

Olivia mengencangkan genggamannya, dan menggorok leher pria itu.

“Mayor, kita sudah selesai menyapu sisa-sisa musuh. —Sudah kudaga, kau masih belum tahu posisi markas musuh, ya.”

Claudia melirik pada kepala di tanah dan memberi Olivia sebuah saputangan. Olivia mengucapkan terima kasih, dan berkata sambil mengusap wajahnya:

“Ya, mereka enggak bilang apa-apa. Kenapa mereka begitu ingin mati sih?”

“Mereka semua adalah pejuang kehormatan. Loyalitas adalah bagian dari kepercayaan mereka. Mereka mungkin musuh kita, tapi aku bisa menghargai semangat mereka.”

Claudia mengangguk kagum.

“Tapi mereka enggak bisa makan makanan enak dan makanan penutup kalau mereka mati … Aku sih pasti enggak mau mati.”

Olivia menyarungkan pedangnya setelah menyeka darah pada pedangnya. Claudia berkata dengan senyum canggung:

“Itulah arti kehormatan.”

Nada bicara Claudia terasa bangga. Apakah kehormatan itu penting? Olivia sama sekali tidak mengerti. Dia masih harus banyak belajar tentang manusia. Dan Claudia tampaknya sangat terpaku pada kehormatan.

(Tapi aku tahu dengan jelas. Jika Claudia ingin mati demi kehormatan, maka aku enggak akan ragu untuk membunuh kehormatan itu. Itu enggak akan berubah.)

Olivia mengepalkan tangannya dan membulatkan tekadnya. Suara yang akrab terdengar pada saat ini.

“Olivia, markas telah mengirimkan perintah untuk mundur.”

Ashton menghampiri sambil melambaikan tangannya. Olivia menatapnya.

(Yah, Ashton sepertinya enggak masalah. Dia mungkin enggak akan mengatakan kalau dia akan mati demi kehormatan.)

“Hmm? Apa ada sesuatu di wajahku?”

Ashton menggosok wajahnya dengan tergesa-gesa, dan Olivia tersenyum padanya.

“Enggak ada apa-apa. Jadi, markas menarik kita kembali? Apa terjadi sesuatu?”

“Entahlah? Menurut para kurir, unit-unit lain selain kita mengalami kesulitan … pokoknya, mari berangkat setelah persiapan selesai. Olivia, gunakan kesempatan ini untuk beristirahat. Letnan Satu Claudia, untuk jadwal kita— “

Ashton mendekati Claudia dengan peta di tangannya.

(Entah kenapa, dadaku terasa hangat ketika aku melihat mereka berdua. Kenapa ya? Aku padahal enggak minum sup hangat. Aneh banget.)

Olivia tidak mengerti kehangatan yang dia rasakan. Dia tidak pernah merasakan hal ini ketika dia tinggal bersama Z juga. Jika dia terus tinggal bersama mereka berdua, dia akan mengetahuinya suatu hari nanti.

Dengan pemikiran itu, Olivia tiba-tiba menerobos masuk di antara mereka berdua, meraih lengan kedua orang yang terkejut itu, dan menunjukkan senyum polos.

Arah Selatan dari Lembah Carnac, Markas Pasukan Ketujuh

Mematuhi perintah Paul, Resimen Kavaleri Otonom kembali ke markas mereka. Konferensi perang dimulai setelah kelompok Olivia tiba.

“Kalian semua berkumpul di sini dengan pemberitahuan yang mendadak itu karena gerakan tiba-tiba dari musuh— Ajudan Otto, tolong jelaskan detailnya.”

“Siap pak!”

Otto berdiri, dan memberi pengarahan kepada para perwira tentang situasinya.

“Kelompok musuh yang kami yakini sebagai pasukan utama musuh sedang memindahkan markas mereka ke hilir sungai Vetnam. Mereka hanya 3.000 orang. Para pengintai melaporkan bahwa tidak ada tanda-tanda unit lain yang mempertahankan markas ini.”

“Lokasi markas ini berada di salah satu lokasi terluas di seluruh lembah Carnac. Para Crimson Knight mahir dalam perang di pegunungan, dan mereka memegang kendali selama ini. Saya tidak dapat memahami mengapa mereka menyerahkan keunggulan mereka. Mereka menghilangkan unit pengawal dan memperlihatkan markas mereka yang hanya memiliki 3.000 pasukan… Saya tidak mengerti apa yang mereka lakukan.”

Seorang perwira tua dari Pasukan Ketujuh menyatakan keraguannya, dan sisanya setuju dengannya. Namun, Ashton berbeda ketika dia melihat peta di atas meja sambil berpikir dalam.

Ngomong-ngomong, Olivia dengan hati-hati membersihkan baju zirah dengan sepotong kain bersih, dia sangat menyukai baju zirah ini. Otto sudah melempar pandangan dingin ke arahnya beberapa kali, dan Claudia akan mengingatkan Olivia dengan pelan. Olivia akan selalu berhenti sejenak, sebelum melanjutkan kembali beberapa saat kemudian. Ini sudah berulang sejak tadi.

“Niat mereka tidak jelas, tetapi bukankah ini kesempatan yang bagus?”

“Itu benar, jika kita meluncurkan serangan besar pada markas mereka, kita mungkin bahkan bisa membunuh komandan mereka. Jenderal Paul, kita harus menyerang.”

“Saya juga setuju.”

Semua perwira mengusulkan untuk mengambil kesempatan ini dan menyerang. Mereka semua berharap untuk membalikkan situasi sulit mereka. Pendapat untuk menyerang menjadi persetujuan bersama.

Paul menggosok dagunya, dan tiba-tiba memanggil Ashton.

“Pembantu Letnan Dua Ashton, bagaimana menurutmu tentang situasi ini? Jangan sungkan dan berbicara lah dengan bebas.”

“Siap Pak … Menurut pendapat saya yang sederhana, ini jelas merupakan jebakan musuh. Kita harus berhati-hati.”

“Aku mengerti … Mengapa kau mengatakan itu?”

“Siap pak, mohon lihat ke sini.”

Ashton mengambil bidak catur hitam dan meletakkannya di peta untuk mewakili markas musuh. Itu menarik perhatian orang banyak. Pendapat Ashton bertentangan dengan konsensus di ruangan itu, tetapi tidak ada yang menunjukkan keraguan padanya. Ini mungkin berkat pencapaiannya sejauh ini, dan bahkan Hosmund yang mengejeknya sebelumnya mendengarkan dengan penuh perhatian.

“Musuh dengan sengaja menunjukkan betapa kosongnya pertahanan mereka. Sekilas, ini sepertinya peluang bagus untuk merebut markas mereka, tapi ini jebakan musuh.”

Ashton kemudian menaruh bidak-bidak catur hitam mengelilingi markas itu.

“Saya pikir unit musuh berada agak jauh seperti ini. Itu mungkin alasan mengapa para pengintai tidak menemukan tanda-tanda unit pengawalan di sekitarnya. Jika kita menyerang musuh dengan ceroboh…”

Ashton meletakkan bidak catur putih di samping markas musuh, dan mendorong bidak-bidak hitam ke arah bidak catur putih.

“Musuh yang bersembunyi untuk menyerang akan mengepung dan menghancurkan kita. Dari perkiraan saya, unit-unit ini akan membutuhkan waktu satu jam untuk tiba dan memperkuat markas mereka.”

Ashton memberi hormat setelah mengatakan itu, dan duduk kembali. Para perwira yang hadir mulai mengerang putus asa. Paul tampak tidak senang dan berkata:

“Jadi kau mengatakan bahwa komandan musuh yakin bisa menahan serangan habis-habisan kita selama satu jam?”

“Mereka meremehkan kita.”

Sebelum Ashton bisa menjawab, Otto berkomentar dengan tenang. Claudia juga merasakan hal yang sama. Tapi para Crimson Knight memiliki kemampuan untuk mendukung ini. Perbedaan kekuatan antara kedua pasukan ini tidak bisa diimbangi dengan mudah.

“Jenderal Paul benar. Markas mereka mungkin dipertahankan oleh pasukan paling elit mereka.”

“Aku mengerti apa yang kau katakan, Pembantu Letnan Dua Ashton. Tapi mengapa musuh menggunakan strategi ini sekarang? Bahkan jika mereka tidak mengambil risiko ini, mereka masih memegang kendali dalam pertempuran ini, kan?”

Seorang perwira muda menyatakan keraguan yang menggantung di benak semua orang. Dia benar, Pasukan Ketujuh telah dicukur hingga tersisa 20.000 pasukan sekarang. Bahkan tanpa mengambil risiko ini, keuntungan dari Crimson Knight akan tetap sama. Resimen Kavaleri Otonom mencetak beberapa kemenangan, tetapi situasi secara keseluruhan masih suram bagi Pasukan Ketujuh.

Ketika Claudia memikirkan hal itu, dia mendengar suara yang jelas:

“Yah, mereka mungkin berpikir bahwa Resimen Kavaleri Otonom itu merusak pemandangan. Mereka bahkan kehilangan Mayor Jenderal karena kami, jadi mereka benar-benar ingin menghancurkan kami. Kami terkenal sekarang.”

Olivia berkata dengan gembira saat dia membersihkan baju zirahya. Hosmund menggigil, mungkin peka terhadap kata Mayor Jenderal. Ashton tersenyum canggung dan menggaruk kepalanya, lalu berkata:

“Mayor Olivia benar. Musuh memiliki evaluasi yang lebih tinggi terhadap Resimen Kavaleri Otonom daripada yang kita perkirakan. Ini mungkin jebakan untuk menghancurkan Resimen Kavaleri Otonom.”

Para perwira menjadi heboh, dan Paul mengangguk.

“Begitu ya, memang benar bahwa Resimen Kavaleri Otonom adalah unit terkuat di Pasukan Ketujuh. Wajar jika musuh kita menganggap kalian sebagai ancaman. Pembantu Letnan Dua Ashton benar — Ajudan Otto.”

“Siap pak, jika itu masalahnya, ada banyak tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan. Kuncinya adalah menyesatkan musuh agar berpikir bahwa kita telah jatuh pada perangkap mereka, dan malah menjebak mereka.”

Otto berkata dengan senyum dingin yang jarang terlihat.

“Baiklah kalau begitu. Ajudan Otto dan Pembantu Letnan Dua Ashton, pikirkan sebuah rencana dengan cepat. Setelah kalian siap, kita akan bergerak.”

“Siap pak!”

“… Siap pak!”

(Omong-omong, Ashton sudah semakin dewasa. Dia tidak penakut seperti sebelumnya, tapi…)

Claudia menahan keinginannya untuk tertawa melihat mata Ashton yang seperti ikan mati.

Markas Crimson Knight

“Menipuku sekali, masih bisa dimaafkan, tapi membodohiku dua kali … Ini adalah penghinaan terbesar dalam hidupku…”

Rosenmarie tertawa mengejek dirinya sendiri ketika dia menyaksikan api yang mengamuk di kejauhan. Musuh menyerang seperti yang direncanakan, dengan perkiraan kasar sekitar 10.000 pasukan. Itu kurang dari yang diperkirakan, dan bisa ditahan dengan mudah selama satu jam.

Namun, ketika pertempuran dimulai, api mulai membakar markas. Bahkan jika unit mereka yang dikerahkan bergegas kembali, mereka akan tertahan oleh api. Tanpa hujan lebat, api ini akan mengamuk cukup lama.

Ini adalah cara yang brilian untuk mengalahkan seseorang dalam permainan mereka sendiri. Musuh sepenuhnya mengetahui rencana Rosenmarie. Itu sama ketika mereka mengikat 30.000 unit juga. Musuhnya memiliki ahli strategi yang handal.

“— Ini benar-benar pemandangan yang spektakuler. Rasanya aku akan terbakar juga kalau aku tinggal di sini. Ahaha!”

Gadis di depannya berbalik dengan langkah ringan. Di dekat kakinya ada pengawal Rosenmarie yang terbaring dalam genangan darah. Gadis itu terlihat seperti sedang menari dengan anggun.

“Gadis yang sangat ceria … jadi kau adalah Dewa Kematian Olivia, ya.”

Rambut peraknya tergerai ke pinggangnya, di atas kulitnya yang seperti porselen, dan wajahnya yang halus. Mudah untuk menghubungkannya dengan Dewa Kematian karena lambing yang menghiasi baju zirah hitamnya. Terutama pedang hitamnya yang tertutup kabut hitam, semuanya cocok dengan rumor.

Yang paling penting, tidak ada gadis normal yang bisa membantai pengawal seperti dia sedang bermain dengan anak-anak.

“Aku bukan Dewa Kematian, tapi aku Olivia. Kau adalah komandannya,kan? Aku akhirnya bertemu denganmu. Ngomong-ngomong, apa kau mendengar pesan ku?”

Rosenmarie tersenyum.

“Ohh, pesan itu, ya. Itu benar-benar sebuah mahakarya. Itu sebabnya aku mengundangmu ke sini, Olivia. Tapi ada sedikit perberdaan dari yang aku rencanakan — aku ingat kau ingin mengambil nyawaku, benar?”

“Ya, kau benar.”

Olivia tersenyum. Jawabannya yang terus terang membuat ekspresi Rosenmarie sangat santai. Ini adalah lawan terbaik yang disiapkan untuknya oleh takdir.

“Sebenarnya, tujuanku mirip dengan Olivia. Bukankah kau pikir kita bisa akrab?”

Rosenmarie melepas jubahnya dan melemparkannya ke samping, lalu perlahan menghunus pedangnya. Bilah baja perlahan berubah panas dan berwarana merah.

Olivia meraih gagangnya dan mengeluarkan pedang hitamnya lagi.

“Ya, aku pikir kita akan bisa akrab. Hei, bisakah kau memberitahu namamu?”

“Baiklah, anggap itu sebagai hadiah untuk perjalananmu ke dunia akhirat. Aku Rosenmarie von Berlietta. Mari kita berteman karena kita sama-sama perempuan.”

“Ms. Rosenmarie von Berlietta, ya. Nama yang bagus. Aku Olivia Valedstorm. Senang bertemu denganmu juga.”

Setelah saling tersenyum, mereka saling menyerang.

Pedang mereka berbenturan dengan dentingan logam yang memekakkan.

Setelah bertarung selama beberapa saat, Olivia menebas secara diagonal. Rosenmarie memutar badannya untuk menghindar, dan memanfaatkan momentumnya untuk menendang perut olivia. Olivia segera mundur, debu berhamburan saat kakinya menyentuh tanah dan dia melakukan tendangan. Kaki mereka saling berhantaman.

Sepersekian detik kemudian, mereka terpental jauh.

(Begitu ya, tidak heran dia punya nyali untuk mengancamku untuk mati. Bukan hanya keahliannya dengan pedang, dia juga ahli dalam pertarungan tanpa senjata. Tidak heran Volmar tewas di tangannya…)

Setelah beberapa ronde, Rosenmarie belum mengenai Olivia. Saat dia mempertimbangkan pilihannya, Olivia berkata dengan gembira:

“‘Odic Force’ milik Rosenmarie sangat tinggi. Jauh lebih kuat dari Pak Volmar yang aku bunuh beberapa waktu lalu. Z bilang enggak banyak orang seperti itu. Apa aku beruntung?”

Dengan itu, Olivia perlahan menurunkan kuda-kudanya.

(Odic Force-ku sangat tinggi …?)

Kedengarannya tidak asing bagi Rosenmarie, tapi sekarang bukan saatnya untuk merenungkan itu. Menanggapi kuda-kuda Olivia yang tidak biasa, Rosenmarie menguatkan genggaman pedangnya.

(Cepat banget!)

Olivia tiba-tiba muncul di hadapannya, menuskkan pedangnya ke wajah Rosenmarie dengan kecepatan luar biasa. Rosenmarie memblokir dengan sisi pedangnya yang rata, dan menebas kearah kepala Olivia.

Olivia mencondongkan badannya ke samping untuk menghindar, berputar dan menebas secara horisontal dari kiri. Rosenmarie dengan cepat menangkis dengan pedangnya. Percikan api beterbangan bersamaan dengan bunyi dentangan.

“Fiuh … Nyaris saja. Tidak heran mereka menyebutmu Dewa Kematian. Aku tidak bisa lengah melawanmu.”

“Kamu juga sama, Ms. Rosenmarie. Jadi inget ‘pelatihan’ ku dengan Z. Cuma sedikit sih.”

Olivia memiliki ekspresi nostalgia di wajahnya. Rosenmarie menyerang pada kesempatan ini, tetapi dia gagal, menebang pohon di belakang Olivia sebagai gantinya.

Burung-burung beterbangan dengan kicauan yang berisik, diikuti dengan suara derak yang keras — saat permukaan potongan pohon itu meletus terbakar.

“Ehh?”

Olivia ternganga saat melihat pepohonan yang terbakar. Dia segera melihat ke arah pedang di tangan Rosenmarie.

“Fufu. Kau tampak terkejut.”

“Ya, pedang yang menarik banget.”

Olivia tampak iri, dan Rosenmarie berkata dengan senyum masam:

“Pedang Olivia juga menarik. Tapi kamu mengerti sekarang apa yang akan terjadi jika pedangku memotongmu.”

“Aku akan terbakar seperti pohon itu? Aku enggak mau ah, kelihatannya panas.”

Olivia berkata seolah-olah itu sama sekali bukan urusannya.

“Ini adalah pertama kalinya aku menebas orang dengan pedang yang diperkuat dengan Sihir (sorcery). Mari kita lihat apakah kau akan terbakar.”

Ketika dia mendengar itu, Olivia memiringkan kepalanya dengan bingung.

“Sihir (sorcery)? Seseorang menyebutkan itu sebelumnya juga. Apa kau berbicara tentang ilmu magis (magic)?”[3]

“Ilmu magis (magic)? Apa itu?”

Sekarang giliran Rosenmarie untuk memiringkan kepalanya dengan heran. Dia belum pernah mendengar istilah ilmu magis sebelumnya. Di sisi lain, Olivia mengerutkan kening dan mengeluh, “Z juga enggak mengajariku.”

Tidak seperti Felixus, Rosenmarie tidak berurusan dengan Penyihir. Mereka aneh dan sulit dilacak, dan dia juga tidak punya niat untuk berhubungan dengan mereka.

Bagaimanapun, Sihir adalah kekuatan para dewa, jadi aneh bagi manusia biasa untuk menggunakan Sihir. Orang-orang dari Gereja Saint Illuminas akan marah jika mereka tahu.

Bagi Rosenmarie, dia akan menggunakan apa pun yang bisa dia gunakan.

“Lupakan. Aku tidak tahu apa itu ilmu magis (magic), tetapi itu tidak masalah.”

Rosenmarie berlari ke depan dan menyerang dengan cepat. Dalam serangan beruntun cepatnya, dia akan mencampurkan serangan yang cukup lambat untuk dihindari seorang anak kecil. Ini adalah teknik pedang lihai yang Rosenmarie kuasai. Dia mengkombinasikannya dengan pijakan uniknya yang mengubah kecepatan secara terus-menerus untuk membuat lawannya lengah. Semua lawannya dipaksa melakukan kesalahan dan mati oleh pedangnya.

Namun, Olivia berbeda. Dia menghindari atau menangkis semua serangan Rosenmarie, dan bahkan melakukan serangan balik. Sebuah tebasan untuk memotong kakinya menebas udara, ketika Olivia melompat dan berjungkir balik dengan elegan, sebelum mendarat dengan lembut. Di samping baju zirahnya yang kokoh, Olivia tampak seolah-olah dia seringan bulu.

“Fu. Olivia, apa kau punya sayap di punggungmu? Kau menghindari pedangku dengan mudah… itu mengacaukan ritme ku.”

“Ms. Rosenmarie juga sangat kuat. Selain dari Z, kau adalah orang pertama yang bertahan selama ini melawanku.”

“Hei, kau bicara tentang Z dari tadi, siapa dia? Guru Olivia?”

Tidak aneh bagi seorang gadis di masa remajanya yang begitu kuat untuk memiliki pendekar pedang yang hebat sebagai gurunya. Tidak, akan aneh jika orang seperti itu ada. Tetapi akan berbeda jika dia benar-benar Dewa Kematian.

“Ehh? Z adalah guruku? —Hmm, enggak. Z bukan guruku. Hei, menurutmu Z itu sebagai apa bagiku?”

“Mana ku tahu!”

Rosenmarie membalas dengan refleks, dan Olivia tertawa keras.

“Bener juga. Ngomong-ngomong, aku pikir aku pernah lihat teknik pedang yang sama di tempat lain sebelumnya.”

Olivia memiringkan kepalanya saat dia mengayunkan pedang hitamnya. Rosenmarie belajar ilmu pedang dari Osborne ketika dia masih muda. Dia memiliki gayanya yang unik sekarang, tetapi dasar-dasar ajaran Osborne masih sangat mengakar dalam pedangnya.

Dengan kata lain, Olivia melihat bayangan Osborne dalam teknik pedang Rosenmarie. Rosenmarie merasakan rambut di punggungnya berdiri tegak.

“Mungkinkah … Olivia, apakah kau yang membunuh Jenderal Osborne?”

Setelah mengatakan itu, keraguan dalam pikiran Rosenmarie menghilang. Osborne mungkin sudah tua, tetapi orang biasa tidak akan bisa membunuhnya.

“Jenderal Osborne? -Betul! Mirip dengan Pak Osborne!”

Olivia menjentikkan jarinya.

“Jawab pertanyaanku!”

“Ehh? Aku orang yang membunuh Pak Osborne.”

Olivia menjawab dengan santai. Rosenmarie merasakan sesuatu di dalam hatinya patah.

“Olivia … Aku akan mencincangmu dan mengirimmu ke neraka. Jangan pikir kau bisa mati dengan tenang!!”

“Ehh ~ Bukannya tadi kau bilang kita harus akur?”

Rosenmarie mengabaikan Olivia dan menyerang dengan membabi buta. Orang yang membunuh Osborne tepat di depannya, dan dia kehilangan ketenangannya. Di sisi lain, Olivia menangkis serangan dengan gerakan gesit. Dia tersenyum simpul, tapi matanya yang hitam serius. Mata Olivia bersinar seperti predator yang menemukan mangsanya.

“- Ini aneh. Gerakanmu makin buruk. Hei, apa kau baik-baik saja?”

“Diam!!”

Nada provokatif Olivia membuat Rosenmarie semakin marah. Pada saat yang sama, dia merasakan sesuatu yang aneh. Ketika pedang mereka berbenturan, ia merasa tangannya semakin mati rasa. Ini adalah bukti bahwa Olivia menggunakan lebih banyak tenaga. Rosenmarie merasa dia memukul balok baja.

“Sial!”

Rosenmarie melompat mundur dalam jarak yang jauh, dan dengan kasar menyeka keringat di alisnya. Olivia tidak mengejarnya, mungkin untuk menunjukkan bahwa segalanya masih dalam kendalinya. Pada saat ini, peringatan Alvin muncul di benaknya.

(Pengamatan Heat Haze sangat mengesankan. Dia mungkin, tidak, dia jelas lebih atletis daripada ku. Dan kecakapannya juga … Akan lebih buruk untuk menyeret pertemperuan ini lebih lama. Aku perlu menekan amarahku, dan melawannya dengan tenang.)

Setelah menarik napas dalam-dalam, Rosenmarie menyerbu. Tebasan vertikal, diagonal dan horizontal, dan juga tusukan. Dia menyiagakan seluruh indranya untuk siap menghadapi serangan apa pun.

Namun, Olivia tidak memilih kedua opsi itu, dan menggunakan serangan yang tidak diduga Rosenmarie sama sekali.

(- !? Lemparan pedang!?)

Olivia mendorong kaki kirinya, dan melemparkan pedangnya dengan gerakan semulus cambuk. Pedang hitam melesat ke arah Rosenmarie dengan suara menderu, dan dia dengan cepat berbalik untuk menghindarinya dengan jarak setipis kertas.

(Nyaris saja. Pedang itu hampir menusukku.)

Rosenmarie sedikit rileks.

“Kesempatan.”

“Apa-!?”

Olivia tiba-tiba muncul di hadapannya dan menendang dengan kaki kanannya, membuat pedang Rosenmarie terpental. Olivia kemudian bergerak dengan mulus untuk meninju dengan tangan kirinya. Rosenmarie segera menyilangkan lengannya untuk memblokir, tetapi itu tidak memperlambat pukulan Olivia sama sekali.

Bunyi gedebuk terlintas di benaknya, dan lengan Rosenmarie bengkok pada sudut yang tidak wajar. Pada saat yang sama, tinju Olivia mendarat di dadanya. Tumbukan yang kuat menyebar ke seluruh tubuhnya, menembus baju zirahnya seolah itu hanya kertas.

“Ughh!”

Saat Rosenmarie terhuyung-huyung karena pukulan itu, dagunya dipukul oleh pukulan uppercut, membuat pandangannya berkunang-kunang. Setelah menjatuhkannya dengan kombo ini, Olivia menginjak tanpa ampun dengan kaki kanannya.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 16.png

“S-Sialan!!”

“Haha, kedua lenganmu patah, dan kau masih bersemangat. Tidak heran Odic Force-mu sangat tinggi. Tapi ini saatnya mengakhiri ini. Ms. Rosenmarie von Berlietta, aku mengucapkan terima kasih. Aku bisa memberikan makanan yang enak untuk Z lagi.”

Suaranya diiringi oleh suara zirah Rosenmarie yang berderit. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Rosenmarie adalah memelototi Olivia.

Pada saat ini, Rosenmarie mendengar langkah kaki yang panik dan suara yang tidak asing.

“Yang Mulia! Kami datang untuk menyelamatkan Anda!”

Rosenmarie melihat ke arah sumber suara, dan menemukan Gaier dan anak buahnya menembaki Olivia. Olivia mengelak dari panah yang menembakinya dan mundur.

“Maafkan kami karena terlambat, Yang Mulia.”

“Gaier … Kau masih hidup.”

“Ya komandan, aku berhasil selamat.”

Gaier mengangkat Rosenmarie dengan senyum canggung. Rasa sakit yang hebat membuat Rosenmarie menggertakkan giginya. Gaier juga terluka, lengannya berwarna merah darah.

“Dimana yang lainnya?”

“Maaf atas ketidakmampuan saya. Unit markas jatuh ke tangan musuh. Tetapi jika Yang Mulia masih hidup, maka kita akan bangkit kembali— Jangan biarkan Dewa Kematian mendekati Komandan!”

Gaier menggendong Rosenmarie di punggungnya, dan menginstruksikan bawahannya.

“- Mari mundur. Ini akan menyakitkan, tapi tolong ditahan.”

“T-Tunggu! Gadis itu! Aku belum membalas dendam Jenderal Osborne!”

Musuh bebbuyutannya tepat di depannya, jadi bagaimana mungkin Rosenmarie melarikan diri?

“Kita sudah kalah! Selain itu, apa yang bisa Anda lakukan dalam kondisi Anda? Saya merasa jengkel tentang ini juga, tapi tolong pertimbangkan kembali.”

Gaier memiliki aura tegas pada dirinya. Gaier benar, dan Rosenmarie tidak bisa membantahnya. Menekan amarah di hatinya, dia berkata:

“… Mundur.”

Gaier mengangguk pelan, dan berlari ke hutan…

“Ehh!? Tunggu! Aku akan repot kalau kau kabur!”

Olivia berpikir akan ada drama, dan menonton mereka dengan antusias. Tetapi jika ini terus berlanjut, Rosenmarie akan melarikan diri. Olivia ingin mengejar mereka, tetapi dihentikan oleh para prajurit Crimson Knight.

Ada 30 orang, dan masing-masing dari mereka siap bertarung sampai mati. Ini adalah musuh yang paling sulit untuk dibunuh. Dia harus secara harafiah berjalan melewati mayat mereka untuk bisa lewat.

“Huh, ini sebuah kegagalan.”

Olivia menghela nafas panjang.



Bab 7: Tirai Pertempuran Ditutup[edit]

[edit]

Tentara Kekaisaran, Pangkalan Utama Kampanye Invasi Kerajaan Farnesse, Benteng Kiel

Setelah mengetahui berita tentang kekalahan Crimson Knight di Kastil Listerine, Jenderal Felixus dipanggil oleh Panglima Tertinggi Graden ke Benteng Kiel.

“Maaf kau harus melakukan perjalanan ke sini.”

“Tidak masalah.”

Setelah saling menyapa, Felixus duduk di sofa, dan seorang pelayan wanita menuangkan secangkir teh untuknya dengan gerakan anggun. Ini adalah produk khusus Kekaisaran, dan teh yang disukai Felixus. Itu adalah barang mewah terlaris di pasar internasional, dan memberikan kontribusi besar bagi bisnis ekspor Kekaisaran.

Felixus berterima kasih kepada pelayan itu, dan mengambil cangkir itu. Mereka saling pandangan sejenak. Pipi pelayan itu kemudian memerah, dan setelah membungkuk, dia dengan cepat meninggalkan ruangan. Reaksi pelayan itu membingungkan Felixus, dan Graden bertanya kepadanya dengan wajah heran:

“Felixus, berapa umurmu?”

“Dua puluh satu … Kenapa Anda bertanya?”

“Kau sudah berumur dua puluh satu… sudah waktunya bagimu untuk memiliki keluarga. Anak-anak perempuan dari banyak bangsawan tinggi menyukaimu, tapi kau menolak proposal mereka. Tidak ada berita tentang skandal cinta tentangmu juga. Apa kau sudah punya seorang kekasih?”

Graden mengusap dagunya dengan rasa ingin tahu saat dia menatap wajah Felixus.

“—Hah? Apa yang Anda katakan tiba-tiba?”

Felixus bingung oleh topik yang tiba-tiba, dan Graden menggelengkan kepalanya dengan desahan panjang:

“Sudahlah, abaikan saja itu sebagai gumaman orang tua yang bodoh. Sebagai gantinya, mari kita bicara tentang Rosenmarie. Aku mendengar dia terluka parah, jadi bagaimana kabarnya?”

“Para dokter mengatakan lukanya tidak mengancam nyawanya, tetapi dia akan membutuhkan waktu yang agak lama untuk pulih.”

Rosenmary retak kedua lengannya, dan organ-organnya juga terluka parah. Jika lukanya lebih serius, dia mungkin tidak akan selamat.

“Begitu ya…”

Graden menghela napas lega, dan bersandar pada sofa. Dia tidak mengatakannya dengan jelas, tetapi dia mungkin benar-benar khawatir tentang kondisi Rosenmary.

“Tapi dengan itu, kampanye melawan wilayah utara Kerajaan akan sedikit tertunda.”

Tentara Rosenmary mundur cukup jauh, bersiaga di dekat perbatasan utara, berpusat di sekitar Benteng Astra. Saat ini, ajudan Rosenmary, Gaier, bertindak sebagai komandan sementara.

“Apa boleh buat, karena tidak ada unit yang dapat menggantikan Crimson Knight dalam waktu sesingkat itu … Tapi apakah laporannya benar? Kedengarannya seperti kisah mitos.”

Graden berkata sambil melihat dokumen di atas meja. Di atasnya terdapat laporan pertempuran Carnac yang ditulis oleh Gaier. Laporan itu merinci alasan yang menyebabkan kekalahan Crimson Knight, dan informasi yang terkait dengan Dewa Kematian Olivia.

“Kolonel Gaier adalah pria yang handal. Dari apa yang saya tahu, laporan itu benar.”

“Dia adalah ajudan dari gadis liar Rosenmary itu, jadi dia pasti handal… Tapi apakah Dewa Kematian Olivia benar-benar sekuat itu? Dari laporan, dia hanya seorang gadis di usia remaja.”

Dalam ringkasan laporan, mereka dipermainkan oleh Olivia dan unitnya dari awal sampai akhir. Terutama bagian yang menyebut Olivia, tidak ada manusia biasa yang bisa menandinginya, dan namanya membuat ketakutan para prajurit Kekaisaran.

Tetapi melihat ini dari sudut pandang lain, Olivia memiliki aura para pahlawan dan raja di masa lalu — bahkan mungkin lebih kuat dari mereka. Wajar bagi Graden untuk mengkritik laporan ini sebagai mitos.

Namun, Felixus tidak ragu bahwa laporan itu benar. Alasannya adalah bahwa dia pernah bertemu dengan Olivia selama upacara penandatanganan pertukaran tahanan. Sejak saat itu, dia selalu takut bahwa keadaan akan menjadi seperti ini.

(Melukai parah Rosenmary yang mempunyai Odic Force yang sangat tinggi, Olivia pasti memiliki kecakapan yang luar biasa. Dan strategi untuk mengikat 30.000 tentara dan mengalahkan Rosenmary juga luar biasa. Apa itu kemampuannya juga? Atau apakah itu orang lain … Bagaimana pun, Olivia adalah ancaman bagi Tentara Kekaisaran.)

Sosok gadis itu masih jelas di benak Felixus, dan dia memberi tahu Graden yang masih tidak percaya:

“Panglima Tertinggi Graden, hasil peperangannya menunjukkan kenyataan laporan itu. Mari kita buat strategi dengan mempertimbangkan itu sebagai fondasi kita.”

Setelah Felixus mengatakan itu, Graden mengangguk dengan wajah serius:

“Benar. Setelah dipikir-pikir, serangan Kerajaan Swaran di Benteng Peshita gagal karena campur tangan Dewa Kematian. Kau benar Felixus, akan bodoh jika kita mengabaikan fakta. Ngomong-ngomong, apa pandangan Kanselir Dalmes tentang ini?”

“Dia ingin menjaga status quo di utara untuk saat ini. Dia akan menyerahkan rencana masa depan kepada kita, Panglima Tertinggi Graden … Begitulah inti pesannya.”

“Menarik, Singkatnya Tuan Kanselir akan mengamati tanpa ikut campur tangan? Akan sangat bagus jika dia mempertahankan sikap ini.”

Graden berkata dengan sinis dengan senyum masam. Dalmes adalah orang berpengaruh kedua di Kekaisaran, tetapi dia masih seorang birokrat. Dia belum pernah memimpin seorang prajurit satu pun, apalagi sebuah pasukan. Bagi pemimpin Tiga Jenderal dan orang top militer, Graden tidak menyukai Kanselir yang ikut campur dalam urusan perang — atau setidaknya, itulah yang dipikirkan Felixus.

“Tapi, Azure Knight diperintahkan untuk tetap bersiaga. Lagi pula, Azure Knight tidak bisa dikerahkan tanpa izin Kaisar.”

Felixus menyimpulkan, dan Graden berkata dengan senyum masam:

“Itu sudah jelas, karena Azure Knight mempertahankan ibukota.”

“Maaf.”

“Itu bukan salahmu, Felixus … Tapi itu berarti tanggung jawab akan sepenuhnya berada di pundakku.”

Graden mengelus dagunya, dan meraih tehnya yang sudah dingin. Felixus juga mengambil cangkirnya dan menyesapnya. Keheningan berlanjut beberapa saat sebelum dipecahkan oleh Graden:

“Felixus, urus Crimson Knight sebelum Rosenmary pulih. Aku pikir Pasukan Ketujuh tidak akan menyerang Kekaisaran, tapi kita harus bersiaga.”

“Aku tidak keberatan… Tapi apa Anda yakin tentang itu? Bahkan jika kita tidak bisa mengerahkan Azure Knight, bukankah kita sebaiknya mengirim unit lain?”

“Tidak, tidak perlu. Sudah waktunya bagi kita untuk serius juga. Tentara Kekaisaran masih memiliki keuntungan, tetapi kita tidak bisa membiarkan Tentara Kerajaan menjadi sombong sekarang. Kekalahan Crimson Knight mungkin telah menyebar ke semua negara sekarang.”

“Dan negara bawahan kita mungkin merencanakan sesuatu— Apa itu yang Anda maksudkan, Tuan Panglima Tertinggi?”

Felixus menyatakan spekulasi itu, dan wajah Graden sedikit mengernyit ketika dia berkata:

“Kau benar. Kesampingkan Kerajaan Swaran, Tentara Kerajaan Stonia masih utuh. Sun Knight harus menunjukkan kekuatannya.”

Graden lalu meneguk seluruh isi cangkir.

Tentyara Kerajaan, Kastil Windsam

Pasukan Ketujuh harus membayar mahal, tetapi mereka berhasil mengalahkan Crimson Knight. Menyerahkan penyapuan sisa-sisa musuh kepada 8.000 orang termasuk Resimen Kavaleri Otonom, Paul kembali dengan kemenangan ke Kastil Windsam di tengah-tengah sorakan yang menggelegar.

—Lebih dari tiga hari telah berlalu setelah itu.

Seorang pria berpakaian megah berlutut di depan Paul.

“Jadi, apa yang alasan yang ingin kau katakan?”

Suara dingin Paul bergema di Aula Audiensi yang sunyi. Pundak pria itu tersentak ketika dia mendengar itu, dan dia mengangkat kepalanya. Dia adalah tuan tanah wilayah Salz, dan penguasa asli Kastil Windsam— Count Konrad Windsam.

“Tolong redakan amarah Anda, Tuan Paul, saya hanya menjalankan tugas sebagai tuan tanah, dan harus tunduk pada Kekaisaran untuk melindungi warga.”

“Jadi apa yang kau katakan, Count, kau tidak bermaksud untuk menyerah?”

“Seperti yang Anda katakan, Tuan Duke. Kami menyerahkan basis kami ke Kekaisaran untuk menjaga warga tetap aman. Jika saya punya pilihan, saya tidak akan mau menyerahkan kastil leluhurku Tristan kepada musuh.”

Konrad menggunakan bakatnya berakting untuk mengekspresikan rasa sakit dan perjuangan untuk melindungi warga dari tirani Kekaisaran — tanpa menyadari bahwa mata para prajurit yang berjaga di dekat dinding sudah dipenuhi dengan rasa merendahkan dan jijik.

Setelah sang Count menyelesaikan kisahnya sambil terisak-isak, Paul memberi isyarat kepada Otto dengan pandangan. Otto mengangguk, dan memberikan dokumen-dokumen di atas meja kepada Konrad.

“Apa ini…?”

Konrad dibuat bingung oleh kertas-kertas yang ditunjukkan padanya.

“Ini diberikan kepadaku oleh perwakilan warga. Silahkan baca ini, Count.”

Konrad bereaksi secara dramatis— Dia mengipasi dokumen dengan kasar, lalu mulai membaca dengan penuh semangat. Seiring berjalannya waktu, wajahnya mulai pucat.

“Duke Paul—”

Paul menjentikkan lengan bajunya untuk menghentikan Konrad yang ingin membuat alasan.

“Kau sudah selesai? Count, orang-orang yang kau klaim untuk dilindungi tampaknya menyimpan dendam mendalam padamu. Kalau aku tidak salah lihat, laporan itu menyatakan bahwa banyak nyawa tak berdosa hilang atas perintahmu. Bukankah pernyataanmu jauh berbeda dari kesaksian warga?”

“Tidak sama seklai! Massa tidak mengetahui kebenarannya! Saya tidak punya pilihan selain bertindak atas perintah Kekaisaran karena diancam mati—”

“Jadi maksudmu, Count, kau dipaksa untuk terus membantai warga yang seharusnya kau lindungi?”

Paul bertanya dengan dingin. Pada saat ini, deritan baju zirah datang dari prajurit di dekat dinding. Konrad mengerang ketakutan, dan tergagap dengan suara gemetar:

“I-Ini, bukan maksudku …S-saya tidak punya pilihan …”

Berbeda dengan perkataannya yang lancar sebelumnya, suara Konrad mulai menghilang. Ini adalah contoh rasa bersalah yang sempurna. Paul menghela nafas dan mengangkat tangannya perlahan, yang mendorong para prajurit untuk bergegas masuk dan menundukkan Konrad dengan tombak mereka.

“Duke Paul!? Apa artinya ini!?”

“Hentikan sandiwaramu, aku tidak punya waktu atau belas kasihan untukmu. Pilih, digantung atau dipenggal?”

“Tolong pertimbangkan kembali! Bukankah penilaianmu terlalu terburu-buru!? Seperti yang saya katakan, saya tidak tunduk pada Kekaisaran karena saya menyukainya! Duke Paul, apa Anda mengatakan bahwa saya harus menentang Kekaisaran sampai tetes darah terakhir dan mati sia-sia!?”

Konrad yang gelisah memprotes dengan putus asa.

“Benar, kau harus menjadi tameng warga dan mati untuk mereka, ini adalah dasar dari seorang tuan tanah. Menjilat Kekaisaran untuk menyelamatkan nyawamu sendiri, dan membunuh warga yang tidak bersalah. Sia-sia berbicara denganmu— bawa dia ke tiang gantungan.”

“Apa kau bercanda!? Seorang bangsawan sepertiku mati demi rakyat jelata? Aku keturunan langsung dari pahlawan Tristan Windsam!”

“Itu benar, pahlawan Tristan Windsam pasti berguling-guling di liang kuburnya karena kecewa seberapa jauh keturunannya telah jatuh.”

“Terus kenapa!? Aku bukan satu satunya! Tuan tanah lain semua tunduk pada kekuatan Kekaisaran! Kenapa hanya aku yang disalahkan!?”

Konrad menangis putus asa, mengeluh mengapa hanya dia yang dijatuhi hukuman. Otto menjawab sebagai pengganti Paul, berbicara dengan tenang dengan nada datar:

“Jangan khawatir, Count. Kami telah mengirimkan surat perintah penangkapan untuk semua tuan tanah yang berkhianat, mereka akan segera menemanimu ke neraka.”

Konrad berusaha melawan, tetapi itu sia-sia. Setelah dipukuli dengan keras oleh tentara, dia diseret keluar seperti kain. Paul memperhatikannya dan bergumam pada dirinya sendiri:

“Sangat menyedihkan, para bangsawan seharusnya menjadi teladan bagi orang-orang… namun ada begitu banyak orang bodoh yang berpikir bangsawan bisa menjadi tiran.”

“Bangsawan tidak akan ada tanpa rakyat jelata. Konrad mungkin tidak mengerti sesuatu yang sesederhana ini.”

“Tidak ada dosa yang lebih besar daripada memalukan nama pahlawan Tristan Windsam.”

Paul berkata dengan sedih, dan menghela nafas dalam-dalam.

Dua hari setelah pengumuman resmi hukuman mati Konrad Windsam—

Alun- alun terbuka di Kastil Windsam dipenuhi gerombolan orang, hadir untuk menyaksikan eksekusi terbuka Konrad. Paul tidak tertarik pada tontonan seperti itu, dan ini hanya dilakukan sebagai tanggapan atas desakan kuat warga, dan bagi mereka untuk melampiaskan kemarahan mereka.

Massa mengutuk Konrad yang digiring ke tempat eksekusi. Konrad masih berjuang untuk hidupnya. Berdarah dari kepalanya karena sebuah batu yang dilemparkan kepadanya oleh massa, dia memohon pada Paul:

“Duke Paul! Tolong tunjukkan belas kasihan! Ampun, ampun, ampun, ampun— “

Konrad memohon dengan putus asa seperti orang gila, dengan tatapan gila di matanya. Otto mengabaikan semua itu dan memberi tahu Paul:

“Yang Mulia, persiapannya sudah selesai.”

“Bagus, lanjutkan eksekusinya!”

Atas perintah Paul, seorang prajurit kekar bertugas sebagai algojo berjalan ke panggung, yang berderit di bawah berat badannya. Dia kemudian berdiri di tempat yang ditentukan dan menghunus pedangnya. Bilah tajam berkilau di bawah sinar matahari.

Sesaat berikutnya, massa yang marah berubah diam, dan hanya suara Konrad yang mengigau bergema di alun-alun. Massa dengan gugup memandangi pedang yang dinaikkan secara perlahan oleh prajurit itu dengan napas tertahan. Setelah jeda sesaat, dia mengayunkan pedangnya dengan keras. Kepala Konrad jatuh ke ember dengan bunyi gedebuk. Plaza kemudian meledak menjadi sorakan.

“Otto, urus sisanya.”

“Siap pak!”

Paul melirik wajah Konrad yang ketakutan, dan meninggalkan tempat eksekusi dengan langkah cepat. Sorakan terus bergema untuk waktu yang lama.

[edit]

Setelah menyapu sisa-sisa musuh, Resimen Kavaleri Otonomi menuju Kastil Windsam. Wajah para prajurit sangat bersemangat karena kemenangan mereka atas Crimson Knight, dan mereka mengobrol tentang bagaimana mereka akan menghabiskan bonus mereka dan minum sampai puas.

Hanya satu orang yang suram.

“Haaaaah…”

(Sudah berapa kali itu…)

Di sebelah kanan Claudia, Olivia yang matanya tampak kosong mengelus punggung kuda hitamnya dengan lemah. Kuda itu mungkin mengkhawatirkan majikannya, dan meringkik beberapa kali untuk menghiburnya.

“Terima kasih, tapi kamu enggak perlu khawatir. Comet anak yang baik. Nih, aku kasih sesuatu yang enak sebagai hadiah.”

Setelah mengatakan itu, Olivia mengeluarkan kue dari tasnya.

(Kapan dia memberi nama kudanya!? Dan dia ingin memberinya kue!?)

Claudia memandang Olivia yang sedang mencium aroma kue dengan wajah bahagia, dan memutuskan untuk memperjelas situasi demi masa depan.

“Mayor, maaf karena blak-blakan … Tapi kuda ini— Comet mungkin enggak makan kue.”

“Enggak kok.”

Olivia membantah.

“… Kalau kau benar-benar ingin memberinya makan, bagaimana kalau memberikannya kentang?”

“Tapi kue rasanya jauh lebih enak daripada kentang.”

Olivia mengeluh betapa tidak enaknya kentang, dan meletakkan kue itu di dekat mulut Comet. Ashton yang berkuda di samping mereka memandang Olivia dengan wajah aneh, mungkin merasakan hal yang sama dengan Claudia.

– Kuda itu memakan kue tanpa ragu-ragu.

(Apa-apaan kuda hitam ini!?)

Comet memakan kue dengan gembira membuat Claudia terbelalak karena terkejut. Dia tidak tahu banyak tentang kuda, tetapi mereka biasanya akan mengendus makanan mereka sebelum memutuskan untuk memakannya. Tapi Comet tidak ragu sama sekali ketika memakan kue itu.

Olivia dan kuda hitam itu saling memandang dengan mata hitam mereka … Alih-alih menjadi adegan yang hangat, rasanya malah sedikit menyeramkan.

“Gawat … Aku jadi kelupaan.”

Mengabaikan Comet untuk saat ini, Claudia masuk ke topik utama, bertanya pada Olivia yang sedang memainkan tali kekang kudanya:

“Mayor, sudah waktunya kau memberitahuku kenapa kau merasa sangat sedih. Apa sulit bagimu untuk memberitahuku?”

“Enggak juga.”

Olivia menggelengkan kepalanya dengan kuat.

“Tolong beritahu aku kalau begitu. Ini tanggung jawab wakil untuk membantumu, Mayor. “

“Baiklah kalau gitu … Soalnya, Rosenmary berhasil kabur, kan? Meskipun aku membual kalau aku bakal mencabik-cabiknya…”

Olivia berkata perlahan setelah jeda yang lama.

“Benar.”

Claudia mengingat kembali kejadian hari itu.

Ketika Claudia bergegas ke sisi Olivia, dia sedang memegang pedang hitam bernoda darah dengan satu tangan, dan menatap ke atas ke langit dengan sedih.

Mereka telah menyapu sisa-sisa musuh, tetapi masih belum menemukan Rosenmary.

“Jadi aku gagal.”

Olivia menggelengkan kepalanya dengan kesal dan kemudian memegang kepalanya dengan gelisah. Mungkin tidak sopan mengatakan ini, tapi tindakan Olivia tidak masuk akal.

“Apa maksudmu dengan gagal? Komandan Rosenmary mungkin sudah kabur, tapi Mayor, kau melukainya dengan parah, kan?”

“Tapi aku enggak membunuhnya.”

Olivia tampak sedih, ini pertama kalinya Claudia melihatnya tampak sangat kesal. Dia bingung mengapa Olivia begitu terpaku pada kenyataan bahwa dia gagal membunuh Rosenmary. Ashton tampak tertarik dengan percakapan mereka, dan melirik ke arah mereka sesekali.

“Meski begitu, kita masih memenangkan peperangan, membersihkan sisa-sisa musuh, dan merebut kembali wilayah kita. Enggak ada alasan bagimu untuk marah, Mayor…”

“Tapi gimana kalo Brigadir Muka Ikan enggak mengijinkan aku masuk ke perpustakaan karena aku enggak membunuh Rosenmary?”

Claudia tercengang sesaat ketika Olivia mengatakan itu, tetapi dengan cepat memahami alasan kenapa Olivia sangat sedih.

Olivia salah paham kalau gagal membunuh Rosenmary berarti dia tidak akan mendapatkan izin untuk mengunjungi perpustakaan. Claudia akhirnya menemukan alasan di balik kemurungannya, menahan tawanya dan menghibur Olivia:

“Jangan khawatir, Mayor. Eksploitasi mu yang tak terhitung jumlahnya cocok dengan dongeng yang dia— ”

“Dia?”

“Ahem! Ngomong-ngomong, aku yakin Brigadir Muka Ikan akan dengan senang hati menjaminmu setelah mengetahui jasa perang Mayor.”

“Beneran…? Walau pun enggak membunuh Mbak Rosenmary?”

Olivia memandang Claudia dengan mata hitamnya dipenuhi harapan, seolah-olah itu harapan terakhirnya. Ini adalah pertama kalinya dia tampak sangat lemah, seperti seorang gadis biasa.

“Benar. Jika Brigadir Muka Ikan berani menggelengkan kepalanya— ”

Senyum Neinhart yang tidak menyenangkan terlintas di benak Claudia.

“Kalau dia menggelengkan kepalanya?”

Olivia menelan ludah dengan gugup.

“Aku akan membuatnya mengangguk, bahkan jika aku harus menodongnya dengan pisau.”

Claudia menepuk dadanya dengan percaya diri, memberi tahu Olivia untuk menyerahkannya padanya. Jika Neinhart berani menolaknya, Claudia akan membuatnya setuju bahkan jika Claudia harus memiting kepalanya. Dia tidak peduli tentang pembangkangan tentang masalah ini.

“Bener!? Beneran bener!?”

Olivia yang menunggangi Comet mencondongkan tubuhnya ke depan, nyaris membenturkan dahinya ke dahi Claudia. Jelas bahwa Olivia tidak bisa menahan kebahagiaannya.

“K-Kau terlalu dekat! Tentu saja aku serius, seorang ksatria tidak pernah berbohong. Ngomong-ngomong, ini akan tergantung pada situasinya, tapi kita sepertinya akan dapat jatah libur. Gimana kalau kita pergi ke ibukota bersama-sama?”

“Oke! Aku percaya padamu, Claudia! Yay! Ini bagus, Comet!”

Olivia memeluk leher Comet dengan wajah bahagia dan bersorak. Comet mengibaskan ekornya dan meringkik dengan gembira sebagai balasan. Claudia yang sedang menonton adegan ini sambil tersenyum memperhatikan Ashton yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

“Kau ingin mengatakan sesuatu, Ashton?”

“Yah … Boleh aku ikut? Jangan khawatir, aku tahu bahwa orang biasa enggak bisa memasuki Perpustakaan Kerajaan.”

“Aku enggak keberatan…”

Claudia berkata dan memberi isyarat pada Olivia dengan matanya.

“Hmm? Oke, enggak masalah. Ketika kita berada di kota Canary, Ashton janji untuk mentraktirku kue lezat di ibu kota, dari toko yang hanya diketahui oleh para pecinta kuliner.”

Olivia menekankan bahwa dia ingat dengan jelas, dan menunjukkan kepada Ashton senyum polos.

“—B-bener. Haha. Aku harus mentraktir Olivia kue yang hanya diketahui oleh pecinta kuliner sejati.”

Ashton memaksakan senyum, dan matanya mulai goyah. Dia sepertinya menyembunyikan sesuatu.

Claudia juga tahu tentang itu. Kue adalah barang mewah bagi rakyat jelata, tetapi Ashton sudah menjadi Pembantu Letnan Dua, jadi dia bisa mentraktir Olivia kue. Jadi itu membingungkan mengapa wajahnya tampak sangat pucat.

(Dia bertingkah aneh … Apa dia menyembunyikan sesuatu dari kita?)

Ketika Claudia semakin bingung dengan perilaku Ashton yang aneh, hembusan angin meniupkan awan debu. Claudia memandangi para prajurit yang mengeluhkan ini, dan menekan rambutnya yang berkibar-kibar. Dia mengalihkan pandangannya ke pegunungan Esteria, dan mendapati puncaknya tertutupi oleh warna putih samar.

“Musimnya sudah berubah …”

“Benar, cuacanya akan menjadi lebih dingin.”

Cara Ashton mengaitkan apa yang dikatakan Claudia untuk mengalihkan perhatian mereka dari topik sebelumnya itu lucu, dan Claudia harus menahan tawanya.

“Aku pingin mengunjungi perpustakaan sebelum cuaca dingin—”

Olivia berkata, matanya sudah melihat ke kejauhan.



Bab Terakhir: Holy Angel[edit]

Sudah empat tahun sejak Kaisar Ramza dari Kekaisaran Arsbelt menyatakan niatnya untuk menaklukkan benua—

Ketika perang semakin intensif, situasi di benua Dubedirica menjadi lebih kacau. Di beberapa daerah di barat, akan ada negara-negara kecil yang terlibat dalam pertempuran setiap hari.

Namun, ada sebuah negara yang tetap netral seperti biasa.

Holy Nation of Mekia.

Holy Nation of Mekia adalah sebuah negara kecil yang telah diperintah oleh seorang ratu wanita sejak didirikan oleh Holy Angel pendiri, dan terkenal dengan sejumlah besar sumber daya alam yang langka. Pada saat yang sama, sudah menjadi rahasia umum di antara penganut setia Dewi Citresia bahwa Gereja Saint Illuminas bermarkas di sana.

Memiliki populasi sekitar 1 juta, dan pasukan sebanyak 50.000 yang dikenal sebagai “Holy Winged Legion”.

Holy Capital Elsphere, Kastil La Shaim, Hall of Flight

“Aku mendengar berita tentang kekalahan Crimson Knights, apa itu benar?”

Setelah duduk dengan anggun di takhta yang megah, Sofitia hel Mekia bertanya pada punggawanya yang berlutut di depannya— Chiliarch Amelia.[4]

“Seperti yang Anda katakan, Great Saint.”

“Jadi itu benar … Apakah lawan mereka adalah Pasukan Pertama?”

Sofitia akrab dengan nama komandan Pasukan Pertama, Cornelius Wim Gruening yang selalu menang. Bagaimanapun, dia hanya perlu membuka teks sejarah untuk menemukan namanya, dan memainkan peran penting dalam Perang Besar terakhir. Kerajaan Farnesse yang terpojok bisa bertahan karena Pasukan Pertama Kornelius.

“Tidak, itu bukan Pasukan Pertama.”

Namun, bertentangan dengan perkiraan Sofitia, Amelia menggelengkan kepalanya.

“Oh? Bukan Pasukan Pertama?”

“Benar, menurut laporan dari ‘Owl’, Crimson Knight dikalahkan oleh Paul von Balza dan Pasukan Ketujuhnya.”

“Owl” mengacu pada unit rahasia yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan intel. Mereka memiliki hubungan dekat dengan para Imam dan para penganut kepercayaan yang bisa ditemukan di Gereja Saint Illuminas di seluruh benua. Dalam hal pengumpulan informasi, mereka jauh mengungguli “Heat Haze” Kekaisaran.

“Paul von Balza? Ah, aku ingat, jenderal terkenal yang dikenal sebagai Dewa Setan, kan? Dia dikatakan pernah dengan mudah membunuh 50 tentara musuh seorang diri.”

Sofitia berkata ketika dia mengingat dokumen yang dia baca di masa lalu. Amelia mengangguk dalam diam dengan ekspresi kosong sebagai tanggapan.

“Tapi, bukankah kau menganggap ini membingungkan? Jika Pasukan Ketujuh cukup kuat untuk mengalahkan Crimson Knight, lalu kenapa Kerajaan Farnesse dipaksa ke dalam situasi yang begitu sulit?”

Sofitia bertanya sendiri. Kerajaan Farnesse kehilangan Benteng Kiel yang strategis dan penting, dan Pasukan ke-3, ke-4 dan ke-5 telah hancur. Dengan embargo ekonomi oleh Konfederasi Sutherland di selatan, mereka bahkan kesulitan mendapatkan pasokan yang cukup.

Berdasarkan laporan itu, kekuatan nasional Kerajaan Farnesse telah melemah lebih dari setengah setelah perang dimulai. Jika Pasukan Ketujuh telah bertarung secara aktif sejak awal, mereka tidak akan jatuh ke dalam kondisi yang sulit.

“Dari analisis intel yang telah kami kumpulkan, seorang gadis yang dikenal sebagai ‘Dewa Kematian’ telah menumpuk eksploitasi besar. Dia mendaftar secara sukarela dengan Pasukan Ketujuh tahun lalu.”

Amelia segera menjawab pertanyaan Sofitia.

“Jadi ada Dewa Kematian di belakang Dewa Setan… Jadi ada banyak Dewa di Pasukan Ketujuh, tempat yang sibuk.”

Sofitia tersenyum sinis, yang membuat punggung Amelia merinding. Dewi Penciptaan, Citresia, adalah dewa pelindung Holy Nation of Mekia. Itu mungkin hanya nama panggilan, tetapi menggunakan Dewa dan Iblis dalam nama mereka masih terasa tidak menyenangkan baginya.

“Komandan Crimson Knight Nona Berlinetta terluka parah, dan dari penyelidikan kami, tampaknya itu adalah perbuatan Dewa Kematian.”

“Oh, begitu? Gadis Dewa Kematian itu cukup kuat kalau begitu, karena dia telah melukai Nona Berlinetta dengan sangat parah… Namun, sangat disayangkan bahwa dia tidak mati. Bukankah begitu, Amelia?”

Setelah Sofitia menanyakan itu dengan senyum ceria, Amelia mengangguk pelan.

“Jadi Amelia juga berpikir begitu. Sangat disayangkan dia masih hidup, tetapi ini masih peluang yang bagus. Mari manfaatkan sepenuhnya kesempatan ini.”

Bagi Kekaisaran, gadis “Dewa Kematian” itu mungkin eksistensi yang merepotkan. Jika Kekaisaran adalah bentuk kehidupan yang sangat besar, maka gadis itu seperti tumor yang muncul tiba-tiba. Mungkin sepele pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu, seluruh tubuh akan terpengaruh.

Sofitia merasa akan lebih baik bagi Mekia untuk tidak menyentuh Dewa Kematian, dan mengamati dari jauh. Dewa Kematian telah meniupkan kehidupan baru ke dalam Kerajaan Farnesse yang sekarat, jadi akan sia-sia untuk tidak memanfaatkannya sepenuhnya, dan membiarkan Kerajaan Farnesse melakukan pertarungan yang sangat melelahkan melawan Kekaisaran.

—Ini belum waktunya.

Sofitia tersenyum dalam hatinya.

“Amelia, beri tahu aku tentang situasi Crimson Knight saat ini.”

“Para Crimson Knight telah mundur sangat jauh ke perbatasan utara Kerajaan, dan memindahkan basis mereka ke Benteng Astra. Nona Berlinetta telah dikawal kembali ke ibukota Orsted untuk perawatan.”

“Dan jumlah pasukan yang menjaga di Benteng Astra?”

“Sekitar 10.000.”

“Aku mengerti… Ini adalah kekalahan pertama Crimson Knights, dan Nona Berlinetta tidak ada, jadi moral pastinya rendah di Benteng Astra.”

Sofitia berkata ketika dia berdiri dari tahta dan menjatuhkan tongkat* peraknya ke lantai. Suara dering yang jernih bergema di Hall of Flight.

<TL: 錫杖, https://en.wikipedia.org/wiki/Khakkhara&gt;

“Chiliarch Amelia Stolast, Atas nama Holy Angel Sofitia hel Mekia, aku memerintahkanmu untuk memimpin 3.000 tentara untuk ‘memberikan salam kita’.”

“Dimengerti, Great Saint.”

Dalam diam Sofitia mendekati Amelia yang menerima keputusan itu dengan kepala tertunduk. Dia berdiri di depan Amelia, dan memandangi rambutnya yang biru muda. Dia kemudian dengan lembut menutupi “Lingkaran Sihir Biru Tua” di punggung tangan kiri Amelia dengan telapak tangannya.

“Tidak perlu menunjukkan belas kasihan kepada Crimson Knight, gunakan kehebatan Sihirmu sesukamu, Amelia. Semoga Dewi Citresia menyertaimu. ”

Sofitia menunjukkan kepada Amelia senyum lembut yang oleh massa disebut “Senyum Dewi”. Amelia perlahan mengangkat kepalanya, dan di wajahnya terlihat senyum jahat.

—— Oh, orang yang luar biasa.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 17.png

Berlanjut di Vol 3.




Catatan dan Referensi Penerjemah[edit]

  1. di sumber eng’nya disana disebutkan “prefix” yang artinya “awalan”, nah karena susunan bahasa indo berbeda dengan inggris, jadi aku ganti jadi “akhiran”. Betewe kalau bingung dengan apa yang aku bahas ini, begini sederhananya, biar otak kalian yang jongkok bisa paham. “Dewa Kematian” dalam bahasa inggris “Death God”, kata “Kematian/Death” nya ada didepan untuk bahasa inggrisnya.
  2. Olivia ngasih nama crosbownya Chachamaru. Lol ( ‘<’)
  3. 魔法 dan 魔術 memiliki awalan yang sama.
  4. 千人 翔, komandan 1.000 orang. https://en.wikipedia.org/wiki/Chiliarch