Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 2 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 2: Resimen Kavaleri Otonom, Dimulai[edit]

[edit]

“Z, Apa nggak apa-apa sekarang?”

“Jangan. Kau tak akan mengenai targetmu kalau seperti ini.”

“Tapi kenapa? Dia sudah berhenti.”

Dalam pandangan cewek yang menarik tali busurnya sampai mentok, adalah rubah abu-abu. Rubah abu-abu bisa dijumpai diseluruh benua Dubedirica, dan telinganya terdapat belang hitam bergerak-gerak.

“Rubah abu-abu merupakan mahluk yang sangat waspada. Telinganya selalu mamantau sekitar. Sesuatu seperti sonar.”

“Apa itu sonar?”

“Sebuah perangkat rumit yang menggunakan gelombang suara untuk mendeteksi benda-benda.”

“Gelombang suara? Perangkat rumit?”

Z terkadang menggunakan kata-kata yang sulit. cewek itu memiringkan kepalanya kebingungan.

“….Tak usah dipikirkan apa yang barusan kukatakan. Kau hanya perlu tau bahwa pada tingkatanmu, kau tak akan mengenai targetmu jika kau menembak sekarang.”

“Terus apa yang harus kulakukan?”

“Aku selalu mengatakan hal yang sama padamu. Amati lawanmu dengan seksama.”

cewek itu menurunkan busurnya, dan menatap rubah abu-abu seperti yang diinstrusikan Z. Beberapa saat setelah itu, telinga si rubah yang bergerak-gerak tiba-tiba mengarah pada arah yang sama.

“Z.”

“Sepertinya dia telah menemukan mangsa. Ikuti garis pandang rubah itu.”

Z mendekat pada wajah cewek itu dan menunjuk kedepan. cewek itu merasa malu-malu, tapi tetap menatap seperti yang diinstrusikan.

“Oh, seekor kelinci tutul.”

Seperti yang disiratkan namanya, itu adalah seekor kelinci dengan dengan tutul-tutul pada bulunya. Kelinci itu menyatu dengan latar belakangnya, dan mengubah bulunya menjadi hijau muda. Karena kemampuannya itu, kelinci itu juga disebut kelinci peniru.

“Ingat. Tak peduli seberapa waspadanya rubah itu, akan lain ceritanya saat dia berburu. Karena mereka hidup, mereka harus makan untuk bertahan hidup. Saat perhatiannya terfokus pada mangsa didepannya, dia akan menurunkan kewaspadaannya. Jadi ini adalah peluang bagus.”

“Dimengerti!”

Cewek itu menarik busurnya lagi. Dia mengarahkan pada rubah itu, tapi Z mengalihkan sasarannya pada kelinci tutul.

“Kau harus mengincar saat ketika rubah abu-abu itu menerkam si kelinci. Bahkan dengan tingkatanmu, kau pasti bisa melakukannya.”

“Oke!”

Rubah abu-abu yang tak bergerak mulai bersiap menyerang. Dia tiba-tiba menerkam kearah si kelinci, dan disaat yang sama, cewek itu melepaskan anak panahnya, lalu anak panah itu mengenai si rubah tepat pada lehernya.

Si cewek dan Z duduk disamping api unggun dibawah langit malam berbintang. Mata cewek itu berkilauan saat dia menempatkan sate makan malamnya disekitar api.

“–Kau sudah meningkatkan kemampuan memanahmu.”

Z bergumam saat dia menatap tumpukan mangsa yang ada di samping. Cewek itu menatap pedang putih yang bersandar pada pohon dan berkata:

“Ya, tapi aku lebih suka pakai pedang.”

“Mungkin memang begitu, tapi lawanmu bisa saja tidak memberimu kesempatan untuk bertarung jarak dekat. Tak ada salahnya kau menguasai senjata ini.”

Dengan itu, Z menjentikkan jari-jarinya, memanggil kabut hitam di udara. Saat cewek itu memperhatikan penuh ketertarikan, Z melemparkan busur dan panahnya kedalam kabut tersebut. Senjata itu lenyap, dan pemandangan kembali normal, seolah gak ada yang terjadi.

“Apa itu sihir? Bisakah aku melakukannya juga?”

Ini seperti “kotak misterius” dalam cerita yang bisa menyimpan apapun. Cewek itu menatap Z penuh harap, namun…..

“Ini bukan sihir, jadi kau tak bisa melakukan ini.”

Itu adalah jawaban yang sangat jelas. Cewek itu mengangkat bahu depresi.

“Aku paham… sungguh disayangkan. Ngomong-ngomong, sudah matang dan siap dimakan. ‘Burung penghisap darah’ ini betul-betul lembut dan enak.”

Cewek itu segera lepas dari depresinya, dan memggigit daging burung emas itu. Cairan menyebar didalam mulutnya, dan dia tampak sangat gembira. Z menggeleng saat dia melemparkan ranting kedalam api unggun.

“Ehh? Kau nggak mau makan? Kenapa tidak?”

“Tak ada perlunya makan. Aku tak bisa merasakannya, dan itu tak akan memuaskan aku. Pada dasarnya makananku berbeda dengan manusia.”

“Aku paham… terus apa yang kau makan, Z?”

Cewek itu berhenti makan dan bertanya. Kalau dipikir-pikir lagi, dia gak pernah melihat Z makan sebelumnya. Z menatap cewek itu sebentar, dan menjawab pelan:

“Jiwa manusia.”

“Hmm~ Apa jiwa rasanya enak?”

Cewek itu ingin mencobanya kalau rasanya enak.

“….Yang jadi pertanyaan, apa kualitasnya bagus. Belakangan ini, ‘energi kehidupan’ dari manusia berkurang. Jiwa berkualitas bagus sangat sulit ditemukan.”

Wajah Z menjadi muram saat dia berbicara. Akan tetapi, wajah Z hanyalah sebuah bayangan, jadi itu hanyalah perasaan cewek itu.

“Jadi rasanya nggak betul-betul enak?”

Z mengangguk.

“Dalam istilah manusia, itu benar. Belakangan ini, tak banyak perang, dan manusia tak mati semudah itu sekarang. Kerena kemajuan teknologi, rata-rata rentang hidup telah diperpanjang. Masa depan tampak suram.”

“Z, gak bisakah kau membunuh manusia dan memakan jiwa mereka?”

Daripada menunggu dengan sabar manusia mati, membunuh dan memakan mereka akan lebih nyaman. Cewek itu bertanya seraya memikirkan itu, dan kemudian….

“Aku tak bisa membunuh manusia.”

Z menolak ide itu. Lalu Z melemparkan ranting ke api unggun, dan melanjutkan bicara:

“Lebih spesifiknya, selain seorang manusia kecil, aku tak bisa membunuh orang. Seperti yang sudah kukatakan, aku hanya bisa mengambil jiwa manusia yang barusaja mati, atau bayi yang belum memiliki kesadaran. Aku bisa mengambil jiwa bayi, tapi itu tak begitu memuaskan karena wadah mereka terlalu kecil.”

Cewek itu memikirkan apa yang dikatakan Z, lalu bertanya:

“Jadi itu nggak cukup memuaskan?”

“Ya, analogi itu sudah tepat.”

Setelah itu, Z mengajari cewek itu banyak hal tentang jiwa.

Apa yang paling mengejutkan cewek itu adalah bahwa jiwa akan tetap ada setelah tubuh manusia mati. Jiwa itu memiliki semua pengalaman dari kehidupan manusia, yang mana hal itu menghiasi jiwa tersebut. Cewek itu berpikir bahwa tak seperti hewan, manusia mati yang tak bisa dimakan hanyalah sampah. Tapi dia mempelajari sesuatu yang baru sekarang, jadi belajar memang sangat penting.

Ngomong-ngomong, jiwa-jiwa yang tak dimakan oleh Z akan berpindah ke sebuah tempat bernama ‘alam Zero’, dimana jiwa itu akan terus disana sampai jiwa tersebut berinkarnasi.

“….Makasih sudah mengajariku banyak hal. Memakan jiwa kedengaran begitu membosankan. Mau aku membantumu membunuh beberapa manusia? Ada banyak manusia kalau kita keluar dari hutan, kan? Berapa banyak yang kau butuhkan untuk membuatmu kenyang, Z? Sepuluh? Duapuluh?”

Saat Z mendengar cewek itu berkata begitu, Z mengamati dia dengan cermat.

“Kau memang layak diamati. Apa kau sama sekali tak mau kembali ke dunia manusia?”

“Kenapa juga aku harus kembali? Aku sama sekali nggak pernah memikirkannya. Meski aku pengen coba makanan yang kubaca di buku sih.”

Setelah cewek itu mengatakan rasa bingungnya, Z melemparkan ranting terakhir pada api unggun. Api itu berderak dan percikan api dalam jumlah banyak menari di langit malam.

“Aku mengerti… nampaknya aku kuatir padamu, tapi itu tak ada gunanya. Aku sudah makan dengan baik.”

“Hmm. Itu bagus.”

Cewek itu tersenyum cerah dalam kelegaan, dan mulai memakan burung itu lagi.

“…..Setelah kau selesai makan, lain kali persiapkan lebih banyak varietas makanan. Kau hampir mencapai pucak masa pertumbuhanmu.”

“Apa itu puncak masa pertumbuhan?”

“Sederhananya, tulang-tulang dan fisikmu akan tumbuh lebih besar. Jika kau pilih-pilih makanan. Itu akan mempengaruhi pertumbuhanmu. Kau tak boleh hanya makan daging saja, kau harus makan sayur-sayuran juga.”

“Ehehe, aku mengerti. Kau betul-betul tau banyak, Z!”

Menanggapi senyum polos cewek itu, Z memikirkan tentang saat-saat yang dia lalui bersama cewek itu dan menengadah menatap bintang-bintang.

“Yah, eksistensiku yang tak berarti terus berada didalam api penyucian sepanjang waktu ini….”

“––Udah pagi, ya….”

Dia berbalik untuk membuka jendela, dan mentari menyinari matanya. Angin yang membawa aroma rerumputan hijau berhembus membelai pipi Olivia.

(Kayaknya aku kesiangan. Betewe, sudah lama sekali sejak aku bermimpi tentang masa kecilku. Aku penasaran apa yang dilakukan Z sekarang. Aku ingin segera menemukan Z.)

Saat dia berpikir soal itu, Olivia mengambil jam saku berwarna perak yang ada di samping bantal. Dia membukanya, dan menyadari sudah jam 9 siang. Sarapan sudah selesai, jadi gak ada gunanya menggunakan Fleet Foot Dash untuk ke aula mess.

(Ahh, aku melewatkan sarapan…. Biarin deh, nanti biar kusuruh Ashton bikin roti mustar untukku. Aku mau sepuluh!)

Olivia bangun dari kasur, lalu menempatkan satu kaki tegak lurus pada dinding, sebelum merenggangkan badannya. Sesaat setelahnya Claudia bertanya dengan suara jengkel: “Mayor, apa kau masih tidur?” seraya dia mengetuk pintu.

Olivia segera memakai seragam yang menggantung di dinding dan membuka pintunya. Dia akhirnya ingat kalau mereka akan berangkat ke Kota Benteng Emreed hari ini.

–Dua jam kemudian, Tempat Latihan

Ekspedisi ke Kota Benteng Emreed akan segera dimulai, dan para prajurit dikumpulkan di tempat latihan. Saat Claudia mengatur pasukan menjadi empat barisan sambil berkeringat, disamping dia….

“Tuan Semut~ dan Tuan Semut. Semangat~”

Olivia bersenandung dan bermain dengan gembira dengan semut-semut. Bukan cuma itu saja, dia menggumamkan sesuatu yang berbahaya: “Sudah lumayan lama, haruskah aku memakannya~” Claudia kuatir kalau Olivia betul-betul akan memakan semut, dan segera memanggil dia.

“Mayor, berhentilah bermain dengan semut. Persiapannya sudah selesai, berilah sambutan.”

“Baik, dimengerti.”

Olivia menepukkan tangannya membersihkan debu, dan dengan cepat berjalan ke podium karena desakan Claudia. Didepan dia adalah para prajurit dari mantan unit detasemen, dan para prajurit anggota baru.

Ini merupakan sebuah penempatan 3.000 Resimen Kavaleri Otonom yang kuat. Gak seperti Resimen-Resimen Kavaleri umumnya, Olivia, Komandan Resimen diberi sangat banyak otonomi. Ini adalah cara paul menunjukkan seberapa besarnya Paul menghargai Olivia.

Mantan pasukan unit detasemen menunggu Olivia dengan wajah serius. Disisi lain, reaksi para anggota baru terbagi menjadi dua golongan saat mereka melihat Olivia.

“Ini pertama kalinya aku melihat cewek secantik itu. Apa dia betul-betul manusia seperti kita?”

Ada yang terpesona, sedangkan yang lainnya…

“Cewek kecil itu Komandan Resimennya? Apa kita betul-betul mempercayakan nyawa kita ditangannya?”

Menatap Olivia penuh keraguan.

(Akan ada beberapa keberatan pada hal ini. Seorang cewek muda memimpin sebuah resimen merupakan hal yang gak pernah terjadi sebelumnya. Yah, mereka akan mengerti setelah melihat dia di medan perang.)

Seraya dia berpikir tentang kegagahan Olivia di medan perang, Claudia berkata dengan keras:

“Selanjutnya, Komandan Resimen Olivia akan memberi sambutan! Perhatikan!”

Semua mata tertuju pada Olivia yang berada diatas podium. Olivia berdeham, lalu menempatkan tangannya pada pinggangnya:

“Manusia bisa mati dengan mudah dalam perang. Jika kalian mati, kalian nggak akan bisa makan makanan lezat, atau hidangan manis. Jadi jangan sampai mati. Aku, Claudia, dan ahli strategi Ashton akan menyusun rencana-rencana pertempuran. Kalian semua, berusahalah dengan keras untuh bertahan hiduo, demi memakan makanan dan hidangan lezat. Sekian.”

Dengan itu, Olivia berbalik dan turun dari podium dengan melompat. Ashton yang ada disamping podium menepuk wajahnya sendiri dalam keputusasaan. Sebagian besar dari para prajurit baru tampak kebingunan dan mulut mereka menganga.

Lalu Guile berteriak: “Aku sangat terharu! Perkataan Komandan Olivia begitu menyentuh! Seperti yang diharapkan dari sang Valkyrie berambut perak!”

Claudia segera naik ke podium dan berteriak:

“S-Sebenarnya, apa yang dimaksudkan Komandan Resimen Olivia adalah bahwa kami akan menyusun rencana agar semua orang bisa selamat, jadi jangan kuatir dan fokus saja dalam pertempuran! Resimen Kavaleri Otonom, bersiap untuk berangkat!”

Pada perintah Claudia, orang-orang yang dulunya berasal dari unit detasemen segera menunggangi kuda mereka. Saat mereka melihat itu, para prajurit baru yang kebingungan kembali tersadar dan mulai bergerak.

Olivia membelai kuda hitam miliknya dengan lembut, dan menungganginya dengan cara yang gagah. Kuda hitam itu mengibas-kibaskan ekornya dan meringkik senang.

“–Mayor, persiapannya sudah selesai. Silahkan beri perintah untuk bergerak.”

Claudia bergerak mendekat seraya menunggangi kudanya dan mengingatkan Olivia, yang mana dia lalu mengangkat tangannya:

“Baiklah, ayo menuju Kota Benteng Emreed. Berang~kat~!”

Disaat yang bersamaan, terompet yang menandakan unit itu bergerak menggema di udara.

Resimen Kavaleri Otonom milik Olivia memulai perjalanan mereka menuju Kota Benteng Emreed.

[edit]

Resimen Kavaleri Otonom itu menuju kearah utara dari Benteng Galia, menuju ke titik pertama mereka, kota Canary. Cuacanya cerah. Dan dengan pegunungan Est di kejauhan, berbagai macam bunga mekar. Angin sejuk berhembus melintasi rerumputan dikaki para kuda, dan Claudia bisa mencium aroma bunga. Di malam hari, bunga-bunga itu akan mekar sempurna.

“Mayor, silahkan lihat ke arah kananmu. Disekitar sini hangat, dan bunga-bunga mulai bermekaran.”

“…………..”

“Mayor, apa kau dengar?”

“……………”

Gak peduli apa yang dikatakan Claudia, Olivia sama sekali gak merespon, dan hanya menyisir surai kuda hitamnya sambil cemberut.

“Astaga…. Mayor, sudah waktunya kau berhenti ngambek. Itu akan mempengaruhi moral pasukan.”

“….Bisakah kita mampir ke ibukota saat menuju ke Emreed?”

“Sudah kubilang, nggak bisa.”

Claudia menolak dia, dan Olivia memalingkan wajahnya sambil menggembungkan pipinya. Karena suatu alasan, kuda hitamnya menatap mereka dengan mata geram juga. Claudia merasa begitu nggak nyaman sampai-sampai dia berpikiran mau menjauh, hal itu menunjukkan seberapa bencinya mata kuda itu.

“Olivia, ntar aku buatin roti mustar kesukaanmu pas istirahat, jadi jangan marah begitu, oke?”

Ashton mendekat dan menawarkan umpan tingkat tinggi untuk menyenangkan Olivia. Tubuh Olivia sedikit bereaksi. Tapi kepalanya masih berpaling ke arah lain. Bahkan saus mustar spesial gak bisa membujuk dia.

『— Bisakah kita menginap di ibukota semalam besok? 』

Dalam perjalanan ke Kota Benteng Emreed, Olivia sangat bersemangat karena dia punya kesempatan untuk pergi ke ibukota. Akan tetapi, mengunjungi ibukota selama sehari ditolak, dan Olivia menampilkan ketidaksenangannya dengan sangat jelas.

Ada dua rute yang berbeda dari Benteng Galia menuju Kota Benteng Emreed. Yang satu akan membuat mereka melewati ibukota kearah barat, dan rute yang satunya melewati kota Canary dan melintasi gurun sebelum berputar kearah timur.

Resimen Kavaleri Otonom memilih rute yang kedua. Alasannya sederhana, karena Resimen Kavaleri Hosmund memilih rute pertama. Gak seperti gelombang pertama yang bertujuan mencapai tujuan mereka sesegera mungkin, unit Olivia berfokus pada mempelajari pergerakan dari Pasukan Kekaisaran, dan tentunya mengambil rute yang berbeda.

Meskipun Olivia memiliki otonomi lebih banyak, dia tetaplah seorang prajurit, dan gak bisa menyimpang dari rute yang direncanakan karena alasan pribadi.

(Kami langsung kembali ke rutinitas tepat setelah berangkat.)

Claudia menghela nafas dalam hatinya, dan melanjutkan menjelaskan untuk membujuk Olivia.

“Mayor, meskipun kita mengunjungi ibukota, kau nggak akan bisa bersantai-santai dan melakukan penyelidikan. Selain itu. Tidaklah mudah mengunjungi Perpustakaan Kerajaan.”

“…..Kenapa mengunjungi Perpustakaan Kerajaan sangat sulit?”

Olivia mendekat seraya mengernyit. Claudia mengangkat dua jari dan berkata:

“Yang pertama, butuh dua hari buat ngurus ijin tertulis untuk masuk perpustakaan. Kau butuh rekomendasi dari seseorang yang bisa dipercaya. Ini artinya seorang aristokrat, dan berperingkat tinggi tentunya. Gimanapun juga, semua informasi didalam Perpustakaan Kerajaan sangatlah penting.”

“Aku juga ingin kesana, tapi sebagai rakyat jelata, aku nggak punya kesempatan untuk itu.”

Ashton yang berada disampingnya bergumam iri. Dia nggak separah Olivia, tapi dia tetaplah seorang kutu buku. Perpustakaan Kerajaan merupakan sebuah tempat spesial bagi dia. Adapun untuk Olivia, erangan Ashton sama sekali nggak menggerakkan dia.

“Tapi aku sudah jadi aristokrat kan? Kenapa aku nggak bisa kesana?”

Dia memprotes sambil cemberut.

“Memang disayangkan, tapi nggak bisa. Menjadi seorang bangsawan hanyalah salah satu persyaratan untuk mengunjungi perpustakaan itu. Mendapatkan rekomendasi dari seseorang yang bisa dipercaya wajib hukumnya.”

Pada akhirnya, asal-usul Olivia tetaplah sebuah misteri.

Saat sia menanyai Olivia soal kampung halamannya, Olivia bilang kampung halamannya adalah sebuah kuil dikedalaman hutan. Dengan sebuah peta, dia mengetahui bahwa lokasinya berada di ujung barat benua Dubedirica. Tempat itu biasa dikenal dengan sebuah hutan yang luas dengan jumlah permukiman yang sedikit. Dari mata hitam dan rambut perak milik Olivia, dia bukanlah orang asli dari tempat itu. Menurut Olivia, dia diambik dan dibesarkan oleh seseorang bernama Z. Saat Olivia mendeskripsikan masa lalunya yang rumit sambil tersenyum, Claudia terdiam gak bisa berkata apa-apa.

Dan itulah masalahnya, karena Perpustakaan Kerajaan gak akan mengijinkan masuk hanya karena kau seorang bangsawan. Ujung-ujungnya, dia membutuhkan sifat “bisa dipercaya” yang tinggi, yang mana itu bukanlah sesuatu yang bisa didapatkan dalam waktu singkat.

Gak peduli seberapa besar prestasinya, Olivia tetaplah kurang kepercayaan. Akan tetapi, Claudia nggak bisa mengatakannya secara terang-terangan.

Tapi ada sebuah pengecualian. Ashton mungkin nggak tau soal ini, tapi kalau kau mengeluarkan uang yang cukup, kau bisa mengunjungi Perpustakaan Kerajaan. Baik-buruknya, kekuatan uang bisa menutupi kasta sosial. Akan tetapi, Claudia merasa hanya ada segelintir pedagang yang bisa melakukan ini.

“Claudia, nggak bisakah kau memberiku rekomendasi?”

Olivia Menatap Claudia dengan mata penuh hatap.

“Yah, susah bilangnya. Klan Jung memiliki kisah sejarah, tapi aku nggak yakin akan disetujui.”

Klan Jung bisa ditelusur kembali sampai masa pemerintahan Raja Pertama, Julius Zu Farnesse, yang menunjukkan seberapa lamanya sejarah klan itu. Dalam sejarah mereka selama 600 tahun, mereka telah menghasilkan banyak ksatria luar biasa, dan merupakan sebuah klan yang terkenal atas kemampuan bela diri mereka. Klan Jung bahkan mengajari ilmu pedang pada keluarga Kerajaan pada masa kejayaan mereka.

Akan tetapi, mereka hanyalah salah satu bangsawan yang tersisihkan, dan bahkan gak bisa memiliki sebuah vila di ibukota. Itu sebabnya Claudia nggak bisa menjamin itu akan berhasil.

“Terus rekomendasi siapa yang bisa memberi jaminan yang kuat?”

Olivia yang tanpa ekspresi semakin mendekat saat dia bertanya. Claudia segera mengacak-acak otaknya, dan orang pertama yang muncul dalam benaknya dalam hal prestasi, ketenaran dan silsilah adalah Paul.

Kalau Olivia meminta dia, Paul dengan senang hati akan bertindak sebagai penjaminnya. Akan tetapi, Paul adalah seorang Jenderal dan komandan Pasukan Ketujuh, jadi tidaklah bijak bagi dia untuk terlibat pada masalah pribadi sampai segitunya.

Claudia memutuskan untuk nggak memberitahu Olivia soal pilihan meminta Paul.

(Kalau begitu, kami harus mencari seseorang yang bisa dimintai tanpa kuatir, dan memiliki kaliber untuk menjadi seorang penjamin. Bagaimana bisa ada seseorang yang seperti itu…. Tunggu, betul-betul ada seseorang seperti itu.)

Orang yang ada dalam benaknya adalah seorang pria berambut pirang seperti dirinya. Saat Claudia masih kecil, dia mengagumi ilmu pedang orang itu juga.

“Kanda Nei– Ahem, Brigjen Neinhart pilihan yang bagus. Dia memiliki koneksi yang bagus, dan ijin tertulisnya mungkin bisa dihapuskan.”

“Brigjen Neinhart?”

Olivia memiringkan kepalanya kebingungan, Claudia tersenyum canggung. Mereka berdua sudah bertemu beberapa kali, tapi Olivia gak bisa mengingat dia. Ashton tau kalau Olivia punya ingatan yang bagus, tapi itu hanya terhadap hal-hal yang dia minati.

“Kau nggak ingat? Dia mengunjungimu untuk berterimakasih karena sudah membunuh Violent Thrust Samuel.”

“Violent Thrust Samuel?”

Olivia menyilangkan lengannya, gak bisa mengingat orang ini. Claudia mulai menggambarkan penampilan Neinhart secara rinci, dan Olivia akhirnya membuka matanya lebar-lebar.

“Oh, aku ingat sekarang! Itu si manusia yang sangat mirip seekor ikan!”

“Pfft!”

Jawaban Olivia yang tak terduga membuat Claudia tertawa. Meskipun dia sepupunya, Claudia merasa Neinhart sangat tampan. Penilaian Olivia yang mengatakan dia mirip ikan sangatlah mengerikan. Wanita yang mengagumi Neinhart mungkin akan langsung pingsan di tempat.

Itu hanya berlaku pada wanita yang menyukai dia sih.

(Beneran deh, kalau aku punya kesempatan, aku akan memberitahu kanda Neinhart soal ini)

Claudia tersenyum rumit dalam hatinya soal itu. Sementara itu, Olivia bergumam “Nah sekarang kau menyebutkannya, dia pernah memberiku buah bernama persik.”

(Dia ingin membalaskan dendam Florence sendiri… Gimanapun juga, kanda Neinhart sangat senang dengan apa yang dilakukan Mayor.)

Claudia paham seberapa besar Neinhart menghargai hubungannya. Kalau Olivia meminta bantuan di, dia gak akan ragu untuk menyetujuinya.

Claudia teringat senyum Florence yang lembut, dan supaya Olivia fokus pada misi, dia berkata dengan nada serius:

“Mayor, kalau kau ingin meminta bantuan Brigjen Neinhart, maka kau harus menyelesaikan misi ini dengan baik. Jika tidak, dia nggak akan menyetujui permintaanmu.”

“Ya, kau benar, Claudia! Aku akan berusaha ketas!!”

Olivia mengangguk seraya mengepalkan tangannya. Dari sikapnya, suasana hati Olivia sudah membaik. Memang benar, muram tidaklah cocok buat Olivia. Para prajurit disekitar mereka mungkin merasakan hal yang sama, dan semuanya menghela nafas lega.

(Akhirnya kami bisa berfokus mengerjakan misinya sekarang.)

Claudia menghela lega, dan Ashton mendukung Claudia, itu membuat Claudia cukup senang.

–Dua hari kemudian.

Resimen Kavaleri Otonom sampai di kota Canary.

[edit]

“Ini…. pemandangan yang sangat mengerikan.”

Komentar Claudia menggambarkan kondisi saat ini dari kota Canary dengan tepat. Pria-pria kekar dan kuat membawa kayu untuk perbaikan, tapi perkembangannya lambat.

Setelah melewati jembatan dan gerbang yang hancur disertai perasaan melas, apa yang mereka lihat bahkan semakin mengerikan. Puing-puing dan jendela-jendela hancur ada dimana-mana, dan sangat sulit menemukan bangunan yang masih utuh. Darah dimana-mana, hal itu menunjukkan apa yang terjadi pada kota pada saat itu.

Kota Canary yang berhasil direbut kembali dipenuhi dengan kesuraman.

“Ugh, aroma ini….”

Wajah Claudia memgernyit. Mayat-mayat mungkin tidak diurus, dan ada bau busuk yang menyebar. Dia sudah terbiasa dengan hal ini di medan perang, tapi yang pasti itu bukanlah hal yang bagus. Ashton menutup hidungnya dengan lengan bajunya dan mengernyit.

Disisi lain, Olivia kelihatan masa bodo, dan memperhatikan kota. Warga kota Canary sudah terbiasa pada bau ini, saat mereka menatap Resimen Kavaleri Otonom dengan wajah lelah.

“–Kayaknya perkembangan pekerjaan perbaikannya berbeda dengan laporannya.”

Ashton bergumam dengan nada pahit.

“Ya, sepertinya begitu.”

Kota Canary yang dibangun di samping sungai terkenal akan keindahan pemandangannya di bagian selatan Kerajaan. Akan tetapi, semua itu telah hilang sekarang. Claudia gak bisa membayangkan butuh berapa lama sampai kota Canary pulih dari keadaan ini.

Saat mereka sampai di pusat kota, kelompok Ashton turun dari kuda dan menyambut Danton lokal. Anak-anak yang dari tadi mengamati dalam diam, berkumpul disekitar Olivia. Ada seorang anak laki-laki dan perempuan berusia sekitar 6 atau 7 tahun, dan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun.

Anak-anak itu menatap Olivia dengan mata berkilauan. Olivia, yang sangat cantik, telah menarik perhatian anak-anak ini.

“Mbak, kau cantik sekali kayak bonekaku.”

Gadis itu menunjukkan bonekanya yang robek pada Olivia dengan bangga.

“Beneran–? Aku nggak terlalu tertarik dengan penampilanku sih.”

Olivia menyentuh wajahnya seolah untuk memastikannya. Beberapa anak laki-laki mengendus Olivia.

“Apa kau mencium sesuatu?”

“Ya, sesuatu yang aromanya enak.”

“Oh, pasti ini.”

Olivia tersenyum cerah, dan mengeluarkan kue dari tasnya dengan bangga. Mata anak-anak itu mulai berkilauan.

“Uwah! Mbak, ini cemilan, kan!?”

“Ya, memang– Apa kau pernah mencicipinya sebelumnya?”

Anak laki-laki itu terkesiap oleh pertanyaan Olivia, dan menggeleng seraya matanya terbelalak.

“Nggak mungkin aku pernah memakannya sebelumnya. Cuma bangsawan yang bisa memakannya, kan? Begitu yang dibilang ibuku.”

“Emang gitu ya?”

Olivia menatap kebingungan pada Ashton.

“Yah, itu lebih umum di ibukota, tapi tetap saja di anggap mewah. Rakyat jelata nggak akan bisa memakannya.”

“Tapi bukankah kau seorang rakyat jelata, Ashton? Dan kau pernah makan kue ini dulu. Aku ingat saat perjalanan ke Benteng Lamburg, kau bilang kalau kau tau kue apa itu dan pernah memakannya sebelumnya.”

Lagi, Olivia menampilkan ingatannya yang menakjubkankan.

“Karena keluargaku menjalankan bisnis yang cukup besar.”

“–Apa maksudmu?”

“Itu artinya keluargaku lumayan kaya… Gampangnya, kami punya lebih banyak uang.”

Olivia kurang akan pengetahuan umum. Dia bilang dia besar di hutan, tapi Ashton tetap terkejut saat dia mendengar bahwa Olivia bahkan nggak tau apa itu uang sebelum dia bergabung dalam pasukan.

“Hmm~ itu sebabnya Ashton bisa makan kue…”

Olivia mengamati kue yang ada di tangannya, lalu menghadap pada anak-anak itu:

“Mau coba?”

Saat mereka mendengarnya, anak-anak itu berkedip-kedip, dan nggak yakin harus bagaimana. Mereka ragu-ragu untuk menerima tawaran ini.

“B-Boleh kah? Kami nggak punya uang.”

Seorang anak laki-laki merogoh sakunya yang cuma berisikan debu dan sisa makanan.

“Ehh~ aku nggak butuh uangmu. Buku-buku bilang kalau rahangmu akan menganga karena betapa manis kuenya, tapi itu nggak akan terjadi. Jadi kau bisa santai dan memakannya.”

Dengan itu, Olivia memberi ketiga anak itu masing-masing satu kue. Setelah anak-anak itu menerima kuenya, mereka saling bertatapan, dan menggigitnya sembari tersenyum riang.

“Mbak, rasanya enak sekali!”

“Lezat!”

“Uwah! Enak sekali! Lezat!”

Anak-anak itu mengatakan pujian mereka. Olivia menyilangkan tangannya dengan puas pada pemandangan itu. Ashton yang tercengang lalu berkata:

“Beneran deh, aku penasaran kenapa kau punya kue itu. Jadi, sisa berapa banyak yang kau punya?”

“Hmm, sebentar… sekitar 10.”

Olivia menjawab setelah melihat kedalam kantongnya. Saat Ashton mendengar itu, dia menatap bangunan beratap merah di bagian barat, disana ada beberapa anak yang memperhatikan dengan takut-takut.

“Dua, empat, enam…. Oh, jumlahnya pas sekali. Kalau begitu bagikan kuemu pada anak-anak itu juga.”

“Ehh….!? T-Tapi… Aku jadi nggak kebagian….”

Wajah Olivia langsung dikuasai keputusasaan. Lalu dia memukul-mukul Ashton layaknya anak kecil, menyebut Ashton seorang iblis. Melihat perlawanannya yang mati-matian, Ashton tersenyum.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 9.png

“Terserah mau nyebut aku iblis ayau apapun iyu, tapi kalau kau ngasi Anak-anak ini kue, tapi nggak ngasi anak-anak yang disana, bukankah itu menyedihkan?”

“Tapi kalau kuenya habis, bukankah aku yang jadi menyedihkan?”

Ashton menepuk bahu Olivia yang mengembungkan pipinya marah, dan berkata:

“Ntar aku traktir kau kue. Dan bukan kue biasa– Hehe.”

“K-Kue macam apa itu?”

Olivia lupa akan kemarahannya dan menelan ludah.

“Di ibukota ada sebuah toko kue yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu. Mereka bilang kalau kau makan disana, kue-kue lain gak akan bisa memuaskanmu lagi.”

“Sekali kau makan disana, kue lain nggak akan bisa memuaskanmu lagi….”

Olivia mengulanginya dengan wajah kagum. Ashton memanfaatkan ini untuk memberi pukulan akhir.

“Itu benar. Yang mana artinya– kue itu amat sangat lezat.”

–Tapi itu cuma rumor sih.

“S-Sungguh!? Kau mau mengajakku ke toko kue itu?”

“Aku berjanji atas nama Ashton Senefelder.”

Ashton menempatkan tangan kirinya pada dadanya, dan menunduk tulus.

“Gak boleh ingkar!”

Olivia yang memakan umpannya semakin mendekat. Ashton tertawa dalam hatinya, dan kemudian melambai pada anak-anak itu. Anak-anak itu berkumpul takut-takut.

“Baiklah, nona ini akan membagikan kue lezat pada semuanya. Gratis, kalau kalian mengerti, maka bentuk barisan didepan dia–”

Sebelum Ashton bisa menyelesaikan ucapannya, anak-anak itu sudah berbaris layaknya para prajurit terlatih. Ashton tersenyum masam pada pemandangan oni, dan memberi isyarat pada Olivia dengan matanya. Olivia membagikan kue itu pada anak-anak sembil tersenyum setengah hati.

Setelah dia memberikan kue terakhir, tangannya kelihatan bergetar. Ashton memutuskan bahwa dia gak melihat ini.

“Kau sungguh baik hati.”

Saat Ashton memperhatikan interaksi antara Olivia dan anak-anak, dia tiba-tiba mendengar suara yang jelas dari belakang. Dia berbalik, dan melihat Claudia yang tersenyum sehangat mentari saat musim semi.

Ashton yang malu-malu menggaruk hidungnya.

“Yah, cuma ini yang bisa kita lakukan untuk mereka saat ini. Kita cuma bisa berdoa kota Canary akan segera pulih.”

“–Itu benar.”

Claudia menjawab singkat.

Mereka berdua menatap ke depan, dimana Olivia tersenyum polos seraya dikerumuni anak-anak.

–Esok harinya.

Olivia dan rekan-rekannya sedang makan di markas sementara mereka, saat Danton lokal berkunjung dengan wajah masam.

“Ada apa? Kami berencana pergi setelah sarapan.”

Saat dia mendengar Claudia berkata begitu, danton itu memggaruk pipinya kebingungan:

“Maafkan saya karena mengganggu sarapan anda. Sebenarnya–”

“Tolong! Mohon, mohon selamatkan Letjen Sara!”

Seorang pria tiba-tiba lari dari belakang si danton dan memohon seraya memeluk kaki Olivia. Dia belopotan debu, tapi lambang bergambar enam bintang ungu masih bisa terlihat dipundaknya. Kayaknya dia seorang pembawa pesan dari Pasukan Keenam.

“Kenapa pembawa pesan dari Pasukan Keenam ada disini…. Kalau aku nggak salah ingat Pasukan Keenam menjaga Benteng Peshita.”

Menanggapi pertanyaan Ashton, pria itu mengangguk berulang kali..

Setelah Pasukan Keenam kalah pada Ksatria Baja di Medan Perang Selatan, mereka berhasil lolos dari nasib disapu bersih. Saat ini, mereka seharusnya di tempatkan di Benteng Peshita dan ditugaskan untuk menjaga bagian barat dari zona tengah.

“Namamu Berhard, kan? Lepaskan kaki Mahor. Kita bisa membicarakannya setelah itu.”

Claudia perlahan berdiri dari kursinya, dan memberi tekanan pada Berhard dengan tatapannya dari atas.

“M-Mohon maafkan saya.”

Berhard melepaskan kaki Olivia dengan panik, dan bersujud dengan keningnya menyentuh lantai. Claudia kembali duduk sambil menggerutu. Olivia sama sekali nggak terganggu, dan bertanya dengan sopan.

“Jadi, apa yang terjadi? Kudengar kau meminta kami untuk menyelamatkan Letjen Sara atau begitulah.”

“S-Siap ndan! Pasukan kami dikepung oleh Pasukan Swaran! Tolong selamatkan kami!”

[edit]

Pasukan Kerajaan, Benteng Peshita

“Sepertinya ini sudah gak ada harapan.”

Kata Sara saat dia memperhatikan Pasukan Swaran dari sudut benteng. Kolonel Roland kemudian menarik tangan Sara dengan nafas yang kacau.

“Letjen Sara! Harap jangan mengamati pertempuran ditempat seperti ini! Bagaimana jika ada panah nyasar yang mengenai anda!?”

“Kemungkinan terburuk yang bisa terjadi adalah aku akan mati karena panah itu.”

Sara yang tangannya ditarik menjawab secara acuh tak acuh.

Letjen Sara Sem Livia adalah seorang cewek cantik berusia 21 tahun dengan sifat lembut, dan satu-satunya Jenderal wanita di Kerajaan.

–Selain itu, dia memiliki gelar lain.

Putri keempat dari Kerajaan Farnesse. Dia adalah sarana untuk menyampaikan pada rakyat bahwa para bangsawan juga bertarung di garis depan. Itulah latar belakang tentang bagaimana Sara yang kurang mumpuni dibandingkan dengan para jenderal lain bisa memimpin Pasukan Keenam.

Dengan kata lain, karena kedudukan politis Putri Keempat, dan kekagumannya terhadap Ksatria yang mendorongnya untuk belajar ilmu pedang, menjadikan dia alat propaganda yang sempurna bagi keluarga Kerajaan Farnesse.

“Karena anda mengerti, tolong jauhi tembok! Jika musuh membunuh anda, maka Pasukan Keenam akan tamat!”

Roland menghela nafas berat, lalu mengomeli tim pengawal yang tiba beberapa saat kemudian, memerintahkan untuk melindungi Sara dengan hati-hati. Selama ini, tentara dari Kerajaan Swaran masih menyerang dengan tangga pengepungan. Pasukan bertahan membalas dengan tombak, menjatuhkan batu dan menuangkan air mendidih.

Kerajaan Swaran yang merupakan negara bawahan Kekaisaran menginvasi Benteng Peshita satu minggu yang lalu. Karena perbedaan besar dalam jumlah, Sara memilih melakukan pertempuran bertahan, tetapi persediaan makanan mereka yang penting untuk mempertahankan benteng kurang. Bahkan pasukan elit tidak bisa memenangkan pertempuran dengan perut kosong, dan Pasukan Keenam sama sekali bukan pasukan elit.

“Apa bala bantuan datang?”

Sara dipaksa oleh bawahannya untuk duduk di kursi, dan bergumam santai seraya memeluk lututnya. Dia tidak memperjelas kalau dia menanyai Roland, tetapi Roland tetap menjawab:

“Saya mengirim utusan untuk mencari bantuan dari Pasukan Ketujuh…”

Roland berhenti di tengah kalimat, dan Sara mengerti apa yang disiratkannya. Dia memang meminta bantuan, tetapi mereka sudah tau kalau Pasukan Ketujuh telah dikirim untuk menghadapi pasukan Kekaisaran di utara yang membinasakan Pasukan Ketiga dan Keempat. Permintaan bantuan mereka hanyalah pertaruhan.

Akankah Pasukan Ketujuh bersedia membantu mereka—?

“Dari perkiraan kita, bala bantuan membutuhkan waktu setidaknya satu minggu untuk sampai disini. Aku ragu benteng ini bisa bertahan selama itu.”

Sara menghela napas dalam-dalam, lalu tersenyum pada Roland.

“…………”

Roland tetap diam, tetapi wajahnya semakin suram. Ini membuktikan bahwa apa yang dikatakan Sara benar.

Benteng Peshita dibangun dengan tergesa-gesa selama tahap akhir era peperangan, dan bukanlah benteng yang kokoh. Dengan setiap hantaman pelatak pada gerbang utama, penyangga kayu akan berderak. Pasukan bertahan melakukan apa yang mereka bisa, namun mereka tidak bisa menang melawan jumlah musuh yang lebih besar, yang bisa dengan mudah memperkuat jumlah mereka dan melanjutkan serangan mereka pada gerbang.

Mereka berhasil mundur setelah kekalahan mereka pada Kastria Baja, tapi situasi disini berbeda. Mustahil melarikan diri dari pengepungan.

(Kami bisa menyerah ketika semua harapan sudah sirna. Jika aku menawarkan kepalaku pada mereka mereka mungkin akan mengampuni anak buahku. Aku memang yang terakhir dalam masalah hak warisan, tetapi kepala seorang Putri tetaplah memiliki nilai.)

Saat pertempuran semakin sengit, Sara membulatkan tekadnya dengan tenang.

Setelah Resimen Kavaleri Otonom selesai beristirahat dan memasok ulang persediaan, sekelompok anak melihat mereka meninggalkan kota Canary dengan sorak-sorai. Olivia melambaikan tangan kepada anak-anak itu, namun begitu dia meninggalkan pintu masuk, dia menarik tali kekang kudanya dan menatap ke arah hutan.

“Mayor, ada apa?”

Melihat wajah Olivia menjadi serius, Claudia menjadi waspada dan bertanya. Namun, jawaban Olivia membingungkan.

“Aku cuma kepikiran kalau ada tikus got berlarian di sekitar sini.”

“… Hah, tikus got, huh.”

Claudia merasakan kekuatan memancar dari bahu Olivia. Tikus got macam apa yang membuat Olivia sampai menarik tali kekang kudanya? Claudia melihat sekeliling penuh rasa penasaran, tetapi nggak melihat tanda-tanda adanya tikus. Sejak awal, tikus got nggak mungkin berkeliaran di siang bolong.

Dia mencoba memgamati area itu dengan kekuatan matanya (Olivia menyebutnya ‘Celestial Eyes’), tapi hasilnya sama saja.

“Tapi aku nggak melihat apa-apa?”

Dia mengatakan yang sebenarnya pada Olivia, dan Olivia mengalihkan pandangannya dari hutan tanpa rasa ketertarikan, dan mulai membelai surai kuda hitamnya.

“Abaikan saja. Aku akan membantai mereka kalau mereka terlalu dekat. Ayo cepat bantu Pasukan Keenam.”

Dengan itu, Olivia menunggangi kudanya ke arah barat, yang mana merupakan arah yang berlawanan dengan tujuan awal mereka, Kota Gurun Keffin.

“Apa nggak apa-apa? Kita bergerak menjauh dari tujuan awal kita…”

“Tapi kita nggak bisa membiarkan mereka mati, kan? Meskipun kita mengirim utusan untuk memberitahu pasukan utama, mereka nggak akan bisa sampai tepat waktu.”

Dengan itu, Olivia menatap Berhard. Berhard menundukkan kepalanya begitu rendah sampai-sampai dia hampir menabrak punggung kuda yang dia tunggangi.

“Kau benar, tapi akan buruk Kalau Pasukan Kedua berada dalam bahaya karena hal ini…”

Dalam hal urgensi, Pasukan Keenam berada dalam bahaya yang lebih besar. Tapi dari gambaran besarnya, Pasukan Kedua jauh lebih penting. Membantu kedua belah pihak rasanya terlalu berlebihan, tapi Claudia berharap mereka bisa melakukannya.

“Pasukan Kedua akan baik-baik saja. Bukankah Ashton sudah mengatakannya? Pasukan Kekaisaran di utara sedang menunggu Pasukan Ketujuh. Jadi mereka nggak akan bertindak sebelum kita sampai.”

Dengan itu, Olivia menatap wajah Ashton yang tegang disampingnya.

“Y-Yah, aku memang bilang begitu, tapi itu cuma perasaanku saja, dan gak ada jaminan…”

Ashton mengalihkan pandangannya antara Olivia dan Claudia, dan menjelaskan dengan sedikit malu-malu. Olivia menepuk punggung Ashton yang kempes dan berkata:

“Ahaha, Ashton, kau betul-betul menarik.”

“Apa yang menarik!?”

“Caramu menjawab pertanyaan dengan benar, tapi masih kekurangan kepercayaan diri untuk mendukungnya. Itu sebabnya kau selalu kalah main catur melawanku. Berhati-hati itu penting, tapi terlalu hati-hati bisa jadi bumerang untukmu.”

Olivia memperingatkan dia dengan wajah serius.

“—!?”

Ashton ingin membantah— tetapi malah menundukkan kepalanya. Olivia mengunci telapak tangannya dan meregangkan punggungnya, lalu menoleh pada Claudia:

“Oke, waktunya mepet, ayo bergegas.”

Seolah mengerti apa yang dikatakan Olivia, kuda hitam itu meringkik dan berlari di dataran sesuai dengan keinginan majikannya. Ashton, Claudia, dan Resimen Kavaleri Otonom segera mengikuti dia.

(Letjen Sara, bertahanlah.)

Berhard mempererat genggamannya pada tali kekang, dan memacu kudanya.

–Setelah Resimen Kavaleri Otonom menghilang di kejauhan.

“Apakah cewek itu menyadari kehadiran kita?”

“Itu nggak mungkin.”

Dua pria berpakaian hitam muncul di hutan. Mereka adalah Lettu Alvin dan Serma Leicester dari Badan Intelijen Kekaisaran, “Heat Haze”.

“Tidak, sangat jelas dari gerak-geriknya kalau dia menyadari kita. Dia benar-benar mendeteksi kita dari jauh. Mempertimbangkan penampilannya, dia pasti si monster yang digosipkan…”

“Lettu Alvin, itu nggak mungkin. Dia nggak menggunakan teleskop, jadi kupikir ini hanya kebetulan saja.”

Leicester mengangkat bahu, dan menaruh teleskop pada pinggangnya.

“Inilah sebabnya kau masih saja pangkat Serma setelah sekian lama bekerja. Kau terikat oleh akal sehat, yang mana membatasi pandanganmu. Di dunia ini ada hal-hal yang melampaui imajinasi kita.”

“…Maksudmu Penyihir?”

Leicester bertanya terkejut, dan Alvin mengangguk.

“Penyihir merupakan salah satu contohnya. Kita juga bisa berasumsi bahwa ada eksistensi lain yang mirip dengan mereka.”

“Apakah kau mengatakan bahwa cewek itu adalah eksistensi semacam itu? Sejujurnya, aku bahkan nggak bisa membayangkan dia membunuh seekor lalat.”

Leicester mengernyit saat dia melihat kearah mana Resimen Kavaleri Otonom itu bergerak.

“Pasukan Kerajaan tidaklah sebodoh itu sampai-sampai membiarkan seorang cewek polos mengkomando sebuah unit. Dia adalah contoh yang tepat dari peribahasa jangan menilai buku dari sampulnya. Serma Leicester, kau pasti sudah mendengar tentang apa yang terjadi pada Kastil Kaspar, kan?”

“Maksudmu rumor tentang cewek yang tak bisa dilukai dengan pedang? Itu hanyalah ucapan para prajurit rendahan.”

“Yang kau sebut rendahan itu menundukkan 4.000 prajurit, dan memaksa mereka untuk menyerahkan Kastil Kaspar tanpa perlawanan. Tuan Osborne dan Tuan George mungkin juga dibunuh oleh subjek rumor itu.”

“Apa kau serius?”

Leicester tercengang.

“Kami masih mengumpulkan ‘pecahannya’ sekarang, jadi aku nggak bisa bilang dengan pasti.”

“…Apa kau sudah melaporkan ini pada Nona Rosenmarie?”

Leicester bertanya pelan. Alvin menggeleng.

“Belum. Seperti yang kubilang, kami masih mengumpulkan petunjuk.”

Heat Haze tau kalau Rosenmarie punya dendam kesumat pada Pasukan Ketujuh yang membunuh Osborne. Sangat mudah menyimpulkan hal itu, karena setengah dari agen Heat Haze dikirim untuk menyelidiki pergerakan Pasukan Ketujuh.

Itu sebabnya sangat sulit melaporkan ini tanpa mendapatkan lebih banyak bukti. Alvin tau kalau informasi tak lengkap hanya akan menciptakan kekacauan.

“Apa kau tau? Nggak peduli terdengar seberapa anehnya sesuatu, pasti ada serpihan kebenaran didalamnya. Kita adalah Heat Haze dari Biro Intelijen. Mengumpulkan pecahan ini dan melaporkan informasi secara utuh adalah tugas kita. Bertarung adalah pilihan terakhir kita, jangan lupakan itu.”

Alvin sepertinya mengatakan itu demi dirinya sendiri. Lalu dia menepuk bahu Leicester.

“Siap, aku akan mengingatnya— Betewe, apa kau melihat bendera mereka?”

“Tentu saja, singa dan tujuh bintang, mereka pasti Pasukan Ketujuh.”

Menemukan Pasukan Ketujuh setelah sekian lama membuat Alvin menghela napas lega. Tekanan yang terus-menerus dari Rosenmarie telah meningkatkan ketegangan pada pikirannya.

“Tapi ini aneh. Kalau mereka menuju ke utara, bukankah mereka harusnya pergi ke timur dulu….?”

Leicester menatap debu yang diterbangkan oleh Pasukan Ketujuh, dan memiringkan kepalanya dengan bingung. Seperti yang dia katakan, kalau mereka ingin menuju bagian utara Kerajaan, mereka harus berbelok ke timur. Tetapi unit Pasukan Ketujuh yang mereka lihat sedang menuju ke barat.

“Mungkinkah mereka menuju ke wilayah tengah?”

“Apa yang harus kita lakukan?”

“…Sebentar, aku akan memimpin unit untuk terus melacak mereka. Kita harus mengetahui tujuan mereka, atau kita nggak akan bisa membuat laporan yang tepat. Serma Leicester, segera sampaikan berita bahwa kita telah melihat Pasukan Ketujuh pada Nona Rosenmarie. Ingat, jangan menyebutkan sesuatu yang berhubungan dengan Tuan Osborne.”

“Siap ndan!”

“–Satu lagi, katakan pada beliau bahwa cewek itu mungkin si monster yang digosipkan.”

“A-Apa nggak apa-apa?”

“Kita harus memperingatkan beliau, meskipun dia mungkin nggak tertarik pada monster itu.”

“Dimengerti.”

“Baiklah kalau begitu, pergilah.”

Leicester memberi hormat pada Alvin, dan bergegas ke timur dengan perintahnya. Alvin memperhatikan dia pergi dan memikirkan seorang rekan yang hilang.

(Kontak dengan Letda Zenon terputus setelah dia menyusup ke Benteng Galia. Zenon adalah yang terbaik dari yang terbaik dalam kemampuan bela diri di Heat Haze. Dan juga ada masalah dengan monster itu, mendingan main aman saja.)

Meski melalui teleskopnya, dia bisa menyebutkan kalau kecantikan cewek itu luar biasa. Merasa merinding karena suatu alasan, Alvin menghilang ke kedalaman hutan.

[edit]

Pasukan Kekaisaran Kastil Windsam, kantor Gaier

Saat Gaier kembali ke kantornya, pelayannya yang telah menunggu memberi hormat padanya. Setelah membalas mereka, Gaier perlahan duduk.

“Kolonel Gaier, ini adalah laporan hari ini.”

Gaier mengambil laporan itu dalam diam dan mulai membacanya. Pada dasarnya itu adalah keluhan dari tuan tanah yang dimanfaatkan untuk melindungi Kekaisaran.

(Rencana Jenderal berhasil. Sepertinya kami akan mengendalikan wilayah utara Kerajaan lebih cepat dari yang diduga.)

Seraya berpikir demikian, tatapan Gaier mengarah pada akhir laporan tersebut.

(Akhirnya tiba juga saatnya. Sekaranglah saatnya…)

Gaier menghela nafas, dan berdiri dari kursinya yang bahkan masih belum hangat.

“Kolonel, apa kau akan pergi?”

“Jenderal ada dimana?”

“Ditempat biasa.”

“Dimengerti. Aku akan kembali satu jam lagi.”

Dengan itu, Gaier pergi ke kantor Rosenmarie.

“Gaier menghadap, ingin bertemu dengan komandan.”

Gaier berkata seraya membuka pintu kantor komandan, dan merasakan suasana yang berat didalam ruangan itu. Tirainya sudah sudah dibuka, tapi jendelanya tertutup rapat. Gaier membuka jendela untuk memberi udara segar pada ruangan tersebut, berjalan menuju Rosenmarie yang sedang menukis di mejanya dan berkata:

“Jenderal, boleh aku minta waktumu sebentar?”

“–Huh? Gaier ya… Seperti yang kau lihat, aku sedang sibuk.”

Rosenmarie bahkan nggak melihat kearah dia, dan menjawab tak sabaran. Dia pasti menyisir rambutnya secara sembarangan tadi, karena rambut merahnya yang cantik cukup berantakan.

Rosenmarie yang tinggi yang suka memakai seragam pria sangat populer diantara para bangsawan wanita dan para pembantu, dan akan dikerumuni oleh mereka saat ada pesta dan pesta dansa. Rosenmarie cukup kerepotan oleh hal itu juga.

(Ngomong-ngomong, kayaknya dia sedang dalam suasana hati yang buruk.)

Gaier mengarahkan tatapannya kearah penyebab semua ini. Tumpukan dokumen di mejanya.

Susah hampir sebulan sejak mereka mengalahkan Pasukan Ketiga dan Keempat di Zona Perang Utara. Belakangan ini, Rosenmarie menghabiskannya sebagian besar waktunya didalam kantornya.

Alasannya sederhana. Mereka mendapatkan kendali atas bagian utara Kerajaan terlalu cepat, dan proses administrasinya gak bisa mengimbangi. Kebanyakan pekerjaan administrasi dikerjakan oleh sekumpulan perwira sipil, dan bahkan sekarangpun suara dari pena mereka dari ruangan sebelah masih bisa terdengar.

Akan tetapi, masih banyak sekali dokumen yang perlu diperiksa dari Rosenmarie, dan para perwira sipil gak bisa menanganginya untuk menggantikan dia. Dia gak punya pilihan selain bekerja keras dalam mengerjakannya, tapi kalau dia butuh bantuan dari Gaier, ajudannya, Gaier akan sangat senang membantu dia.

(Jenderal memang luar biasa, jadi aku nggak perlu mengatakannya.)

Gaier memperbaiki postur duduknya, dan mengucapkan kata-kata yang ingin didengar Rosenmarie.

“Heat Haze mengirim laporan.”

Disaat Gaier berkata begitu, pena di tangan Rosenmarie tersentak. Lalu fia mengangkat kepalanya perlahan seraya tersenyum.

Ekpresi Rosenmarie yang gak biasa membuat Gaier terkejut.

“–Terus?”

“S-Siap ndan. Heat Haze menemukan keberadaan Pasukan Ketujuh di selatan Kerajaan, dekat kota Canary. Mereka berjumlah 3.000, dan mungkin barisan depan sekaligus pengintai. Dan juga….”

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 10.png

“Dan juga?”

Rosenmarie mengulangi penuh minat. Dia tampak begitu gembira sampai-sampai dia mungkin mulai bersenandung, yang mana itu kelihatan agak menakutkan. Gaier menjilat bibirnya yang kering, dan melaporkan apa yang ragu untuk dia ucapkan:

“….Ini hanya pandangan subjektif dari Heat Haze, dan belum dipastikan….”

Dengan peringatan itu, Gaier menyampaikan informasi soal unit yang dipimpin oleh seorang cewek berambut perak, dan cewek itu bisa jadi monster yang digosipkan– pada Rosenmarie. Informasi ini hanyalah spekulasi, tapi karena berasal dari Heat Haze, Gaul merasa informasi ini sangat besar kemungkinannya bahwa itu benar.

Adapun untuk Rosenmarie, senyumnya jadi semakin menakutkan setelah mendengar informasi ini, dan dia akhirnya terbawa keras.

“Ahahahaha! Bagus! Seperti yang diharapkan dari Heat Haze, kerja bagus!”

“Namun, pergerakan unit itu agak aneh.”

“Haha…. Aneh? Kenapa kau bilang begitu?”

Wajah Rosenmarie menjadi agak muram.

“Mereka tidak bergerak ke utara, dan berbelok ke barat.”

“Barat? Apa mereka bergerak menjauh dari kita?”

Rosenmarie mengusap bibirnya sedikit menggoda, dan berpikir secara mendalam. Tapi dia langsung selesai berpikir dan berkata:

“Cih! Dasar Graden tua bangka bodoh, membuat masalah yang tak perlu.”

Dia mengkritik Jenderal Besar Kekaisaran keras-keras. Gaier tau kalau diruangan ini hanya ada mereka berdua, tapi tetap saja dia melihat sekeliling ruangan.

“Komandan, tolong perhatikan ucapanmu. Mengkritik tuan Jenderal Besar itu keterlaluan.”

“Hmmmp. Diruangan ini cuma ada kita, jadi gak apa-apa.”

Rosenmarie masa bodo, tapi Gaier bersikeras:

“Meski itu benar, kau masih harus jaga sikap. Ada banyak orang yang mengamati posisimu, dan apa yang barusaja kau ucapkan bisa menjadi bahan yang sangat bagus untuk menjatuhkan posisimu.”

Silsilah dan prestasi Rosenmarie memang sangat luar biasa, tapi dia masih punya musuh dalam Kekaisaran. Ada banyak orang yang ingin melihat dia jatuh dari posisinya. Tentu saja, gak akan ada gunanya kalau mereka gak memiliki kemampuan dari seorang Tiga-Jenderal, tapi menyediakan bahan-bahan yang bisa digunakan untuk menentangmu tetaplah tidak bijak.

“Aku paham, aku paham. Aku nggak terlalu menyukai posisi dari seorang Tiga Jenderal Kekaisaran, tapi aku juga nggak berencana menyerahkannya pada orang-orang yang gak kompeten.”

Rosenmarie lalu mencibir.

“Baguslah kalau kau memahami dampaknya– Tapi, pergerakan Pasukan Ketujuh benar-benar berkaitan dengan Tuan Jenderal Besar?”

Saat dia mendengar pertanyaan Gaier, Rosenmarie perlahan memutar kursinya dan menjawab:

“Ya, dan dia juga memainkan peran besar didalamya. Di bagian tenggara dari Zona Perang Tengah, ada Benteng Peshita yang dijaga oleh Pasukan Keenam Kerajaan. Kalau aku nggak salah, Jenderal Besar Graden memerintahkan Kerajaan Swaran untuk menyerang benteng itu.”

Gaier menatap peta yang menggantung di dinding, dan mengangguk.

“Aku mengerti…. Jadi barisan depan mereka kesana untuk membantu Pasukan Keenam?”

“Kemungkinan besar begitu. Dia betul-betul merepotkan.”

Rosenmarie mendecak lidahnya lagi. Gaier tiba-tiba menyadari kalau dirinya menghela nafas lega.

(Apa aku takut pada Pasukan Ketujuh, dan yang disebut monster itu….?)

Gaier merenung dan lanjut bertanya:

“Jadi mereka tak punya rencana pergi ke utara?”

“Bagaimanapun juga mereka tidaklah sebodoh itu untuk membiarkan kita bertindak sesuka kita. Karena barisan depan sudah dikirim, pasukan utama akan segera menyusul.”

“Jadi pasukan utama mereka akan datang pada kita?”

“Itu benar.”

Rosenmarie mengangguk tenang. Spekulasinya masuk akal, dan Gaier gak ragu kalau Rosenmarie benar. Ada peluang bahwa pasukan utama dari Pasukan Ketujuh pergi membantu Benteng Peshita di Zona Perang Tengah, peluang hal itu terjadi tidaklah kecil.

“Harus bagaimana kita menangani barisan depan musuh?”

“Kita gak perlu melakukan apa-apa, karena kita harus menghargai reputasi Jenderal Besar. Meski aku jengkel sama dia karena mengganggu.”

“….Dan kalau monster itu memukul mundur Pasukan Swaran?”

Gaier memberanikan diri untuk membuka Kotak Pandora, dan bertanya. Rosenmarie bersandar pada kursinya, matanya jelalatan selama beberapa saat.

“Yah…. Kalu memang begitu, kirim Volmar untuk menghadapi dia.”

Rosenmarie menjentikkan jarinya dengan bangga saat dia menjawab.

“Letkol Volmar?”

“Ya, dia bilang padaku dia masih belum puas mengamuk. Dia sangat pas untuk menguji keberanian monster itu. Tapi itupun kalau mereka bisa mengalahkan Pasukan Swaran.”

Volmar adalah salah satu petarung terkuat di Ksatria Crimson. Hobi dan minatnya mungkin menakutkan, tapi Gaier merasa dia adalah kandidat terbaik untuk menghadapi monster itu.

Meski begitu, Gaier nggak menyangka Rosenmarie bilang begitu. Dia pikir Rosenmarie akan mengabaikan tugasnya, dan pergi melawan monster itu. Dia sudah siap untuk menghentikan Rosenmarie dengan segala cara, dan jadi agak kebingungan karena ternyata malah begini jadinya.

(Apa yang direncanakan komandan?)

Gaier dibuat bingung oleh Rosenmarie yang tersenyum gembira. Gaier senang Rosenmarie memilih untuk bertindak seperti ini, tapi dia masih memiliki keraguan tentang semua ini.

Dia yakin Rosenmarie sangat terobsesi pada Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne. Meski begitu, dia masih mengirim Volmar untuk menghadapi musuh. Wajar kalau Gaier bingung dengan tindakan Rosenmarie.

“Ada apa? Kau kelihatan terkejut.”

“T-Tidak, tidak juga…”

Gaier segera menggeleng.

“Hmm—? Apa kau berpikir kalau aku akan membuang segalanya dan menantang duel monster itu?”

“–!? I-Itu…”

Apa yang dikatakan Rosenmarie nampaknya tepat seperti yang dipikirkan Gaier, dan membuat dia gak bisa berkata apa-apa. Penasaran dengan reaksi Gaier, Rosenmarie menjelaskan:

“Jangan kaget begitu, itu tidaklah rumit. Tujuanku adalah menghancurkan Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne, bukan untuk mengurus monster itu. Dan unitnya yang cuma 3.000 prajurit tidaklah sepadan kalau aku harus turun tangan sendiri, kalau aku bertindak sekarang, ujung-ujungnya aku cuma akan jadi bahan tertawaan Kekaisaran.”

Rosenmarie tertawa terbahak-bahak.

(Komandan tertarik pada monster itu, tapi nggak berniat melawannya secara langsung. Itulah intinya…)

Untungnya monster itu gak menarik semua perhatian Rosenmarie. Sebelum Rosenmarie berubah pikiran, Gaier dengan cepat menyetujui:

“Mengirim Letkol Volmar merupakan pilihan yang bagus. Monster atau bukan, tidaklah bijak kalau komandan turun tangan sendiri.”

“Betul kan? Gak masalah kalau Volmar bisa membunuh monster itu, karena itu artinya monster itu nggak layak menghadapiku. Tapi kalau Volmar mati, maka aku akan menghancurkan monster itu bersama pasukan itu. Sesederhana itulah.”

–Persiapan setelah ini akan ditangani oleh Gaier.

Dengan itu, Rosenmarie mulai mengerjakan dokumennya lagi. Gak seperti sebelumnya, suara penanya lebih berirama.

Gaier segera meninggalkan kantor sambil membawa perintahnya. Setelah menutup pintu, dia bisa mendengar tawa gila Rosenmarie, dan rasa merinding menjalar di punggungnya.