Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 06

From Baka-Tsuki
Revision as of 13:36, 6 October 2019 by Narako (talk | contribs) (→‎Bab 6)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6 - Coklat Rasanya Manis dan Nikmat[edit]

Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan, Gudang Makanan, Tempat Kamp di perbatasan. Pasukan Pembebasan menempatkan 1.000 prajurit reguler untuk menjaganya.


Selain itu, mereka menginvestasikan uang dalam jumlah yang banyak dan mengerahkan suatu pasukan tentara bayaran sebanyak 3.000. Mereka kurang akan kedisiplinan, tetapi mereka merupakan pasukan infantri yang berperlengkapan baik.


Deiner sang Ahli Taktik telah menduga suatu serangan untuk yang kedua kalinya. Namun, dia tak bisa membagi lagi kekuatan tempur dari medan pertempuran utama, dan dia nyaris tak bisa menempatkan prajurit dalam jumlah ini pada pertahanan.


—Meski demikian, mereka diberi perlengkapan pertahanan standar.


".....komandan, para sampah dari Kerajaan benar-benar datang. Meski ahli strategi mengatakan bahwa peluangnya adalah 50:50."


"Yah tak masalah. Kita hanya perlu mengerjakan tugas kita. Setelah mereka datang, kita akan membunuh mereka semuanya. Sederhana kan?"


"Ayo bantai mereka. Lalu para ksatria mungkin akan dipromosikan. Dan kemudian, kau juga akan bergabung dengan kebangsawanan, Komandan!"


"Asalkan aku mendapat bayaran yang cukup. Aku nggak terlalu tertarik dalam kebangsawanan. Sebenarnya apa sih yang perlu dicemburukan, aku sama sekali nggak paham."


Kata sang Komandan Tentara Bayaran, dan para anggota grup mendesah.


"Sungguh sia-sia kan. Dengan kemampuanmu, aku yakin kau bisa berhasil, Komandan."


"Keserakahan yang berlebihan membawa kehancuran pada diri seseorang sendiri. Orang memiliki batasan mereka. Berjuang agar nggak mati aja sudah cukup bagus."


"Ya-! Aku paham!"


"Apa kau benar-benar udah paham? ....Yah terserahlah."


Si Komandan Tentara Bayaran berdiri setelah selesai merawat pedangnya yang besar. Kekuatan militer mereka sedikit kurang untuk melindungi gudang itu, tetapi dia tidak terlalu khawatir, alarm telah diletakkan disekitar, dan selain itu, kartu as mereka, Ranjau Sihir, telah ditanam. Mereka juga akan menggunakan senjata-senjata baru ini dalam pertempuran kali ini.


Terbuat dari besi dan sebesar anak manusia, itu tampak seperti drum wine yang biasanya ada di bar-bar. Sekilas tampak biasa, dan mirip rongsokan. Namun, kekuatan sihir yang dimasukkan kedalamnya sangatlah besar, dan jika itu meledak, bisa menimbulkan kerusakan yang besar.


Ada orang-orang pemilik kekuatan penghancur yang besar, biasa disebut Penyihir, tetapi ada suatu alasan kenapa mereka jarang digunakan dalam medan pertempuran. Seseorang tak bisa mengumpulkan mereka dalam jumlah yang banyak, dan mereka membutuhkan waktu dan uang untuk berlatih. Secara kebetulan, jika seseorang membesarkan seseorang yang tidak memiliki bakat, akan mustahil bagi mereka untuk menggunakan sihir–hal itu ditetapkan dengan Kemampuan Magis yang mereka miliki sejak lahir. Sampai sejauh ini, tak ada contoh dari orang yang mendapatkan kekuatan itu secara tiba-tiba.


Terlebih lagi, butuh waktu yang cukup lama untuk perapalan sebelum menggunakan ilmu sihir. Waktu perapalan akan meningkat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan, dan itu tak bisa digunakan secara terus-menerus. Juga ada kelemahan yang fatal bahwa setelah kekuatan magis milik seseorang telah habis, sihir akan menjadi tak bisa digunakan. Dengan kata lain, untuk pertempuran berkala besar, akan lebih efesien dengan menggunakan anak panah produksi masal yang murah dan menembakkannya.


Dalam waktu yang diperlukan untuk melepaskan kekuatan sihir satu kali, prajurit biasa bisa menembakkan 100 anak panah. Ini adalah "Kekuatan dalam Jumlah".


Ilmu sihir hanya kurang efesien saja, tetapi kekuatan penghancurnya adalah hal yang bisa dijamin. Setiap negara melakukan penelitian, mencari cara untuk membuatnya menjadi praktis. Dengan Departemen Teknik Ilmu Sihir milik Kekaisaran, dan berdasarkan teknologi yang digali dari Kota Labirin:
Sebuah senjata yang memiliki kekuatan dari seorang Penyihir telah berhasil dibuat. Itu adalah Ranjau Sihir. Membutuhkan waktu yang banyak untuk membuatnya, untuk menuangkan kekuatan sihir kedalam drum logam khusus, untuk menuliskan mantra pelepasan, dan harus berhati-hati.


Dan kemudian, ketika sang penyihir merapalkan kata kuncinya, atau ketika drum besi itu mendeteksi tindakan yang akan membuatnya terpicu, drum tersebut akan segera meledak.


—Sederhananya, itu juga bisa dipicu hanya dengan menginjaknya.


"Sebuah senjata menakutkan akhirnya telah dibuat oleh umat manusia. Pada akhirnya, akan datang suatu era dimana kita tidak bisa berjalan dengan bebas."


"Orang-orang yang menanam ranjau itu juga harus berhati-hati, jika tidak mereka juga akan berada dalam bahaya."


"Sejujurnya, itu adalah suatu masalah yang menjengkelkan. Kita juga harus membersihkan semuanya."


"Memang!"


"—–tunggu, woah-!!"


Sebuah ledakan yang menghamburkan tanah telah meledak dibawah para prajurit yang tengah bercanda.


"—–A-Apa!?"


"Sebuah ranjau yang ada dihutan telah meledak!"


"Woi! Siapa yang menginjaknya!? Musuh atau sekutu!?"


Seseorang telah mengaktifkan sebuah ranjau. Sambil berdoa bahwa itu bukanlah seorang rekan, mereka buru-buru memeriksanya.


"Bendera dari Pasukan Ketiga dari Kerajaan! Serbuan dari kavaleri musuh datang!!"


"Jadi mereka sudah datang!"


Para prajurit tentara bayaran berdiri.


"Musuh telah memicu ranjau-ranjau itu, pasukan mereka tampaknya dalam keadaan kacau balau!"


Berita pertama datang dari seorang prajurit pengintai.


"Ini adalah peluang terbaik kita! Semua orang sudah menyelesaikan persiapan!"


"Ayo pergi Komandan!"


"Akhirnya tiba saatnya untuk menghasilkan suatu keuntungan!"


"Baiklah, para prajurit biasa perkuat pertahanan pada gudang!! Para tentara bayaran ikuti aku! Saat musuh berada dalam keadaan kacau, kita akan menghabisi mereka sekaligus!!"


"Dimengerti-!!"


Sang Komandan Tentara Bayaran melompat keatas kudanya, menghunus pedangnya yang besar, dan meneriakkan teriakan antusias untuk menyela mereka.


Kavaleri Kerajaan telah jatuh kedalam keadaan kacau. Mereka keluar dari hutan dan masuk kedalam area terbuka, dan disaat terakhir ketika mereka hendak menyerbu gudang itu, mereka menerima suatu serangan. Tanah meledak, kuda-kuda terlempar, dan ada banyak korban diantara para prajurit. Itu seolah mereka telah menerima suatu serangan sihir. Namun, tak ada tanda-tanda dari sosok seorang penyihir.


Sang Komandan Kavaleri berteriak sembari wajahnya memucat.


"Woiiiiii! Kita sudah datang sampai sejauh ini, kita tak lagi bisa kembali! Perbaiki sikap kalian dan serang!! Serbu!!"


"T-Tapi Komandan, k-kuda kami ketakutan dan tidak mau mendengarkan kami!"


"Woi bangsat, nggak bisakah kau menangani seekor kuda dengan benar!!? Untuk apa semua latihan harian yang kau jalani!?"


"M-Meski kau bilang itu, sial, perintahmu—"


"Sialan! Sial-, panah—"


"K-Komandan, kita ditembaki dengan anak panah! Kita telah ketahuan!"


Banyak anak panah menembus tubuh-tubuh dari unit prajurit yang tengah kesulitan dalam menarik tali kekang. Pasukan Pembebasan yang ditempatkan disana telah menyadari mereka. Semangat Komandan Kavaleri meningkat ketika para prajurit yang menunggangi kuda datang dari arah gudang itu. Lawan mereka jumlahnya tidak banyak. Mereka harusnya bisa melakukannya.


Atau begitulah penilaian dari Komandan Kavaleri.


"Kita akan tertembak jika kita tetap seperti ini!! Kalian yang bisa bergerak, ikuti aku!! Maju-!!"


Dia mengangkat tombaknya, menghentak perut kudanya, dan memulai serangan. Semakin banyak ledakan yang terjadi dibelakangnya, tetapi dia tidak perlu berbalik. Dia bisa mendengar suara hentakan kaki kuda, jadi mereka mungkin belum dimusnahkan. Tak peduli kerusakan apa yang mereka terima, tak akan jadi masalah jika mereka bisa menghancurkan gudang itu. Serang dan kemudian kabur adalah tugas kavaleri.


—kavaleri dan kavaleri saling menerjang satu sama lain, keduanya dengan momentum menyertai mereka.


"Kepalamu adalah milikku!"


"Diam kalian para sampah pemberontak! Matilah ditombakku!"


"Coba saja kalau kau bisa, anjing Kerajaan-!"


"HAAAAAAA-!!"


"TEYAAAAAAAAAAA–!!!"


Komandan Kavaleri dan Komandan Tentara Bayaran menghunus senjata mereka dan saling beradu.


Yang kalah dalam pertarungan itu adalah,
—Komandan Kavaleri.


Para tentara bayaran meluncur kearah tubuhnya yang telah jatuh dari kudanya. Mereka begitu panik karena jika mereka mengambil kepalanya, mereka bisa mendapatkan hadiah uang.


"Komandan musuh telah tewas!! Sama seperti dia, bantai pasukan Kerajaan-!!"


Komandan Tentara Bayaran berteriak keras. Tindakan ini adalah untuk meningkatkan moral rekan-rekannya dan menghancurkan kehendak musuh. Sambil melibaskan darah dari pedangnya, dia mengangkat pedangnya.


"Ou-!!"


"Kalau kita menang, kita bisa mengharapkan suatu hadiah!"


"Bunuh mereka!!"


Pasukan kavaleri yang komandannya telah terbunuh, sepenuhnya berkecil hati, mereka dikepung dan terluka, serta jumlah mereka menurun.


"S-sialan! Hahh, menjauh!"


"—-Woah, hehe- jangan harap tombak itu bisa menyerangku!"


"Kau penuh dengan celah! Matilah-!!"


Menargetkan pada celah dari peralihan tusukan tombak, sebilah pedang milik tentara bayaran mendekati tubuh dari prajurit Kerajaan. Seketika itu,


"—eh?"


Wajah dari prajurit Kerajaan itu seketika berwarna merah cerah. Wajah dari prajurit musuh yang menargetkan dia secara mengerikan tercungkil dan menghilang. Itu adalah semprotan darah dari luka itu yang menyemprot pada seluruh tubuhnya.


"Kalau kudamu gak mau dengerin kata-katamu, maka turun aja dan bertarung. Ayolah, kalau kau nggak mau mati, bergegaslah!!"


"B-Baik!!"


"Mulai sekarang, aku akan mengambil alih komando! Kalau lawan kita nggak punya seorang pemimpin, mereka nggak lebih dari tentara bayaran biasa-biasa saja! Tenang dan bunuh mereka!!"


"Di-Dimengerti."


"Sungguh suara yang malang, akulah yang akan membunuhmu!"


"Dimengerti-!!"


"Bagus-! Jangan beri mereka ampun dan bantai mereka-!!"


Schera memberi semangat pada pasukan kavaleri dengan suara heroik yang tidak sesuai dengan raut wajahnya. Bahkan dalam situasi ini, sabit besar miliknya telah membantai tiga tentara bayaran.


"—Aku bertanya-tanya apakah tentara bayaran yang itu adalah komandannya. Pergerakannya berbeda dari yang lainnya."


Dia mengamati seorang penunggang kuda yang berjenggot yang membantai para kavaleri dari kerajaan menggunakan sebuah pedang besar. Schera menjilat bibirnya, memutar kuda kesayangannya kearah pria itu, dan menyerbu. Memutuskan untuk memblokir serbuan dari seorang penunggang kuda, para tentara bayaran dengan ganas mengarahkan pedang dan tombak mereka kearah dia.


Schera membantai mangsa-mangsa itu, memutar sabit miliknya seperti sebuah kincir angin. Helm-helm hancur, kepala-kepala pecah, dan darah menyembur dari anggota badan yang terpotong. Jalan yang dilewati Schera segera menjadi merah.


"Apa kau komandan dari kelompok tentara bayaran-!? Minta kepalamu dong!!"


"Seorang bocah yang mulutnya gak sopan-!! Pergilah ke neraka-!!"


"HAAA-!!"


Ketika Schera memegang sabitnya dengan tegas, si Komandan tentara bayaran menyeringai dan tertawa. Pedang besar miliknya jelas-jelas lebih cepat. Lebih cepat daripada sabit besar yang diayunkan, pedang miliknya akan menembus tubuh Schera.


Dia dengan cepat memvisualisasikan jalur pedangnya. Pedangnya mengayun dengan pergerakan yang terlatih. Kekuatan yang besar berkumpul pada lengan atasnya. Itu adalah tebasan sederhana. Keahliannya dalam ilmu pedang tempur telah membuatnya lolos dari situasi hidup dan mati berkali-kali.


"Kena kau!!"


"Lambat."


"—–!?"


Pedang milik Komandan Tentara Bayaran ditepis oleh gagang sabit itu, dan disertai dengan hancurnya keseimbangannya, Schera mengayunkan senjatanya dengan segala kekuatannya.


Tubuh Komandan Tentara Bayaran terbelah menjadi dua secara vertikal. Termasuk helm, armor dan kepala kudanya.
"Tak mungkin" kata matanya yang merah. Tubuhnya terbelah, dan ketika nafas lemah keluar dari mulutnya yang terbelah, dia tewas.


"Bagus juga mayat yang aku hasilin. Akankah ini sulit dibersihkan?"


Setelah menatap mayat yang berlumuran darah dari duel mereka, Schera mengayunkan sabit besarnya untuk membersihkannya dan dengan semangat mengarahkannya pada langit.


"Komandan musuh telah mati!! Pasukan kavaleri, lanjutkan memusnahkan para anjing dari pasukan pemberontak-!!"


Bagaimanapun juga, mereka adalah pasukan tentara bayaran dadakan. Jika komandan yang menyatukan mereka tewas, mereka akan kocar kacir.


"K-Komandan telah gugur-!"


"Lari! Aku nggak mau mati ditempat seperti ini!"


"U-uwaaaaaa!!"


Para tentara bayaran sudah pasti tidak akan berkhianat karena dibayar, tapi mereka akan lari. Seperti kata pepatah: Hidup Adalah Segalanya, dan mereka mulai kabur.


"Bunuh mereka, jangan biarkan satupun dari mereka tetap hidup!! Kirim mereka semua ke neraka-!!"


"O-Ou!!"


"Ikuti Wakil Komandan Schera!!"


"Kavaleri dari Kerajaan, serbu!! Injak-injak mereka-!! Bantai mereka-!!"


Dengan wajah yang berlumuran darah, Schera memberi perintah dengan penampilan gembira. Para anggota kavaleri yang moral mereka terangkat kembali, berlari menerjang para tentara bayaran yang menunjukkan punggung mereka dan membantai mereka.


Komandan pasukan yang melindungi gudang, melihat para tentara bayaran melarikan diri, memutuskan untuk melakukan evakuasi. Dia hanya mengambil beberapa persenjataan dan kabur tanpa bertarung. Tentu saja barang-barang yang ada disana juga berharga, tapi dia menganggap bahwa dia tidak boleh kehilangan pasukannya yang berharga di tempat ini. Terlebih lagi, ini bukan satu-satunya gudang makanan. Gudang ini hanyalah yang paling sering digunakan. Oleh karena itu, itu akan lebih baik untuk menghindari penyia-nyiaan hidup yang lebih jauh lagi dari 1.000 prajurit reguler.


Setelah menilai hal itu, sang komandan melakukan evakuasi tanpa sekalipun beradu pedang.


Unit kavaleri telah jatuh korban kurang dari 500 korban dalam kekacauan awal. Pasukan tentara bayaran hampir sepenuhnya dimusnahkan, dan yang berhasil bertahan telah melarikan diri ke Benteng Salvador. Itu adalah kemenangan Schera dan kelompoknya, meskipun mereka telah kehilangan komandan mereka.


—Satu jam kemudian.


Setelah memperoleh kendali atas gudang makanan itu, unit kavaleri melakukan suatu pemeriksaan pada barang-barang yang ditinggalkan. Mereka membawa kabur dokumen-dokumen penting dan meninggalkan makanan, senjata, dan kuda perang dalam jumlah yang besar. Beberapa diantaranya terdapat Ranjau Sihir, yang telah mengobrak-abrik Schera dan rekan-rekannya sebelumnya, itulah yang ditinggalkan. Tentunya, mereka tidak tau benda apa itu, dan mereka melakukan interogasi pada para tentara bayaran yang ditawan.


Ada puluhan tentara bayaran yang ditawan dengan tangan diikat dibelakang punggung mereka, mencegah mereka bergerak, dan sosok mereka yang menyedihkan dibawa kehadapan Schera.


Masing-masing wajah mereka penuh dengan tanah, tetapi tak satupun yang mengalami cidera fatal. Mereka memasang ekspresi berontak yang menunjukkan bahwa mereka akan kabur jika ada kesempatan.


"Baiklah, aku punya beberapa hal yang pengen aku tanyain sama kalian, apa kalian nggak keberatan."


"Heh-, jangan harap kami mau menjawab—"


"Jangan mempermainkan kami," kata tawanan yang meludahkan segumpal dahak, kepalanya melayang dalam keheningan. Badan dari tentara bayaran yang menyedihkan itu tersungkur kedepan. Tidak hanya para tawanan, tetapi para prajurit Kerajaan juga tercengang.


Sebagai konsekuensi dari tindakan penentangannya yang berlebihan, dia segera dibungkam. Mereka terkejut bahwa seseorang bisa mati semudah itu. Itu seolah-olah dia bukanlah seorang manusia, namun sebuah sayuran yang dipanen.


"Sangat disayangkan. Lalu, selanjutnya."


Ujung sabit bengkok itu bersinar, dan berdiri didepan korban yang selanjutnya. Si tawanan memutar tubuhnya, mencoba untuk kabur, tetapi seorang prajurit dari kerajaan memegang pundaknya dengan erat.


"Hi, hiii-!!"


"Benda ini digunain buat apa? Maukah kau memberitahuku?"


Schera menunjuk drum logam yang telah dipindahkan kebelakangnya.


"Uh, i-itu. It-itu hanya sebuah drum biasa! Itu untuk mengawetkan maka—"


Pria itu tak bisa melanjutkan kata-katanya. Schera tersenyum dan memenggal kepalanya.


Benda itu jatuh di tepat depannya, jadi Schera menendangnya. Benda itu berguling-guling sambil menghamburkan cairan merah kemana-mana.


"Bohong itu dosa lho? Bukankah mereka cuma buang-buang waktu saja?"


Darah dalam jumlah yang banyak menyembur dan melumuri tubuh dari para tawanan yang lain. Schera berjalan ke depan korban yang selanjutnya.


"Benda apaan ini?"


"T-Tunggu. Kami hanyalah tentara bayaran biasa–jangan bunuh kami! Kami akan bertarung untuk kerajaan mulai dari se----"


"—Berikutnya!"


Kata-katanya disela, dan sabit besar itu menyambar. Masih ada banyak korban. Pria yang seharusnya menjadi korban selanjutnya, tak mampu menahan teror tersebut, mengungkapkan informasi yang terperinci.


"I-Itu adalah sebuah Ranjau Sihir. Itu adalah senjata dari Kekaisaran yang akan meledak ketika terinjak atau diaktifkan oleh seorang penyihir. Aku nggak tau rinciannya, sungguh! J-Jadi, jangan bunuh aku! Kumohon!"


"W-Woi bangsat! Buat apa kau kasih tau dia? Apa kau nggak punya harga diri sebagai seorang tentara bay—"


"Makasih udah kasi tau aku. Hanya kau yang akan diampuni."


Setelah membunuh tawanan yang memprotes, dia melepaskan ikatan pria yang menjawab. Ekspresi Schera menampilkan senyum dari seorang gadis normal. Namun badannya belepotan dengan darah.


"A-Apa aku bebas? B-Beneran?"


"Cepat pergi. Kau benar-benar seorang pria yang diberkahi, lho? Ini makanan dan uang buatmu. Aku juga akan memberimu satu dari sekian banyak kuda yang ada disebelah sana. Nggak masalah kalau kau juga mengambil sebuah senjata yang kau sukai. —Kalau gitu, jaga diri."


Schera menyerahkan sebuah tas kecil berisikan uang dan makanan dan menyuruh dia untuk segera pergi.


Si pria tampak bahwa dia tidak bisa mempercayainya, tetapi dengan segera, meneteskan air mata dan dengan kepala yang menunduk, dia menaiki seekor kuda dan segera pergi.


"Wakil Komandan Schera! Gimana dengan yang lainnya?"


"Kita nggak bisa membawa mereka. Bunuh semuanya. Aku nggak lagi punya sesuatu untuk ditanyakan pada mereka. Jangan ampuni siapapun dan bantai mereka."


Schera menggerakkan jari telunjuknya melintasi lehernya sendiri. Melihat itu, prajurit dari Kerajaan bergidik dan merespon.


"D-Dimengerti."


"Usahakan eksekusinya cepat dan tenang. Itu cukup buruk kalau kalian nggak memotongnya secara tepat, lho? Kalau kalian nggak melakukannya dengan benar, maka itu akan teramat menyakitkan. Bunuh mereka dengan sungguh-sungguh."


"Baik-!"


"Ja-Jangan! Ampuni aku!"


"A-Aku nggak akan mengatakan apa-apa! Jadi tolong tunggu-!"


"Aku nggak mau mati!"


"Diam! Bertindaklah layaknya orang dewasa-!"


"Kau telah bertahan sampai sejauh ini, harusnya kau malu-!"


Para prajurit dari Kerajaan menyiapkan senjata mereka sambil berteriak dan memulai eksekusi dari para tawanan. Suara marah, ejekan dan kemudian jeritan-jeritan dari penderitaan kematian bergema di gudang itu berkali-kali.


Schera tampaknya menikmati mendengarkan mereka, sambil melihat-lihat gudang makanan itu dan mengambil makanan sampai dia benar-benar puas. Itu adalah makanan dan minuman dalam jumlah yang sangat banyak dan semua itu gratis. "Apakah ini surga?" pikir Schera. Dia memasukkan makanan dalam jumlah yang banyak kedalam sebuah tas kain dan mengikatnya pada kuda miliknya.


"Kita harus segera mundur. Aku emang enggan, tapi seperti yang direncanakan, kita harus mulai pembakaran. Kita nggak punya waktu untuk memakan semuanya. Bener-bener disayangkan, tapi mau gimana lagi."


Dia berkata dengan ekspresi sedih, menatap makanan yang ditumpuk tinggi didekat dia.


"Baik-!"


"Apa kalian juga sudah mengambil makanan sebanyak yang kalian bisa? Itu akan dibuang begitu aja, jadi pastikan untuk mengambilnya dengan benar. Seseorang nggak bisa bertarung dengan baik dalam kondisi perut kosong, kan?"


Schera memandang kuda-kuda dari setiap anggota kelompok. Setiap tasnya penuh.


"S-Seperti perintahmu, kami telah memenuhi tas kami."


"Kalau gitu nggak ada masalah. Ahh, ayo bawa juga satu Ranjau Sihir itu untuk jaga-jaga. Benda itu emang berat, tapi mau gimana lagi."


"Dimengerti!"


Para anggota kelompok menyiramkan minyak dan memulai persiapan untuk membakar. Schera menarik nafas dalam-dalam dan melompat keatas kudanya.


Kearah dia, beberapa kavaleri meluncur dengan wajah mereka yang telah berubah warna sambil menghamburkan awan debu.


"—Nn?"


"Wakil Komandan Schera!! Ada berita buruk-!!"


Dia adalah seorang kavaleri yang membuat keributan. Wajahnya dipenuhi dengan kecemasan dan keringat dingin mengalir layaknya hujan.


"Apa yang membuatmu sebingung ini? Aku bertanya-tanya, kau tampak begitu laper hingga kau sampai mau mati. Kalau kau mau roti, makan saja yang ini. Roti itu memang tampak keras diluarnya, tapi cukup enak. Meskipun memang benar-benar keras."


Schera mengeluarkan roti sekeras batu, tapi si penunggang kuda angkat bicara, mengatakan bahwa ini bukan saatnya untuk makan roti.


"I-Ini bukan saatnya untuk makan roti-!!"


"Kau nggak suka roti? Kami juga punya dendeng kalau kau emang nggak suka roti."


"A-Aku nggak laper-! Ini tentang D-Dataran Alucia. Pasukan Kerajaan kita telah dikalahkan! Korp Pasukan Ketiga mengalami korban yang besar. Jenderal Yalder saat ini sedang melarikan diri!!"


Semua kavaleri kalang kabut. Mereka tidak bisa mempercayai informasi yang tiba-tiba ini.


"Nggak mungkin. Pasukan Ketiga berjumlah 80.000 prajurit! Nggak mungkin mereka kalah dari pasukan pemberontak!"


"Aku nggak tau rinciannya! Namun, kenyataannya adalah bahwa pasukan Kerajaan tengah dikejar-kejar!"


Si prajurit melaporkan kekalahan dari pasukan Kerajaan, nafasnya ngos-ngosan. Dia jatuh dari kudanya, terkapar, dan mengistirahatkan tubuhnya. Kuda yang dia tunggangi juga berada diambang runtuh–baik orang dan kudanya mungkin menggunakan semua energi mereka untuk berlari kesini.


—Informasi yang tak mau mereka percayai ini, bukanlah informasi palsu.


"Wakil Komandan Schera, kita, harus cepat kembali ke Kastil Antigua Branch. Pasukan pengejar musuh akan datang setiap saat."


"Yang aku takutkan, laporan bahwa gudang mereka telah jatuh harusnya sudah mencapai mereka. Itu hanya masalah waktu sampai mereka kembali kesini!"


"Tenang. Bertindak gegabah tidaklah baik. Terutama disaat-saat seperti ini, jadi tenanglah."


Schera mengeluarkan sebuah barang mewah, cokelat, dari tas yang ikatkan pada kudanya, dan menggigitnya. Hati Schera menjadi tenang karena rasa manis yang nikmat.


"T-Tetap saja!"


"H-Hei. Seseorang datang kesini lagi. A-Apa kita akan baik-baik saja!?"


Para kavaleri yang membawa informasi yang bahkan lebih mendesak meluncur kearah mereka. Pada armor mereka terdapat banyak anak panah yang menancap, dan darah mereka mengalir dari wajah mereka. Mereka adalah para kavaleri yang menuju ke markas pasukan untuk melaporkan hasil dari pertempuran.


Setelah mendengar kekalahan Pasukan Ketiga, tujuan mereka bukan lagi Kastil Antigua Branch.


"K-Kastil Antigua telah jatuh, dan bendera Pasukan Pembebasan berkibar disana! U-Unit kavaleri kita, telah sepenuhnya, sepenuhnya terisolasi!"


"M-Mustahil...."


"—H-Hei. Ini cuma lelucon kan?"


"Kalau tempat itu sudah jatuh, harus kemana kita untuk pulang."


Para anggota kavaleri kebingungan, dan mereka tak bisa berkata apa-apa. Area ini adalah wilayah yang sepenuhnya dibawah kendali musuh. Didekat sini adalah markas besar musuh, Benteng Salvador. Basis Pasukan Kerajaan, Kastil Antigua Branch telah diduduki musuh. —Unit kavaleri itu berjumlah 2.500 totalnya. Bagi mereka, tak ada lagi tempat untuk pulang.


"W-Wakil Komandan Schera, kita......"


"A-Apa yang harus kita lakukan?"


"Wakil Komandan Schera!"


Terus maju adalah jalan menuju neraka, mundur pun juga sama. Informasi bahwa gudang makanan mereka telah diserang mungkin sudah mencapai telinga musuh.


Terlebih lagi, tak diragukan lagi bahwa Pasukan Pembebasan yang berpartisipasi dalam pertempuran itu tengah mendekat untuk mengepung mereka. Situasi mereka sekarang ini telah berubah yang mengarah pada pemusnahan total.


Akankah mereka membuang pedang mereka, turun dari kuda mereka, dan menyerah secara memalukan? Atau, akankah mereka menyerang benteng musuh dan memperoleh kejayaan dari gugur dalam pertempuran? Meskipun itu akan sulit, akankah mereka membuka jalur pelarian dan mundur ke wilayah timur yang merupakan kampung halaman mereka?


Bagaimanapun juga, sebagai komandan saat ini dari unit ini, keputusan Schera akan menentukan nasib mereka.


"......Mau cokelat?"


Sebagai tanggapan pada tatapan unit kavaleri yang diarahkan pada dia, yang mana tampaknya meminta bantuan dia, Schera yang tak memiliki perasaan gelisah, tersenyum polos seperti seorang anak kecil.


Dan kemudian, setelah menghancurkannya secara paksa menjadi ukuran kecil, dia memasukkan cokelat itu kedalam mulut dari semua anggota kelompok, dan menjilati lelehan cokelat yang masih menempel pada tangannya.


Didepan mata Schera adalah persenjataan dalam jumlah yang banyak dari perlengkapan yang telah ditinggalkan oleh Pasukan Pembebasan. Sambil perlahan-lahan memberi nutrisi pada otaknya, dia mulai merenung apakah mereka bisa melakukannya dengan apa yang mereka miliki atau tidak.


—Korp Pasukan Ketiga dari Kerajaan, telah dikalahkan di Dataran Alucia.


Sekarang ini, mereka tengah mundur sembari dikejar-kejar oleh Pasukan Pembebasan Ibukota Kerajaan. Kerusakan yang diterima sangatlah besar, dan Kastil Antigua Branch telah jatuh.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya