Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 10

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 10 - Makanan Mewah Sangatlah Lezat[edit]

Ketika Schera memimpin pasukan kembali ke Belta, mereka disambut dengan sorakan kegembiraan dari para prajurit kastil. Orang-orang ini adalah para anggota unit kavaleri yang ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, dan mereka menunggu dengan semangat kembalinya perwira atasan mereka.


"Terimakasih atas sambutannya. Aku pulang. Aku terlalu memaksakan diri, dan aku merasa seperti aku mau pingsan."


Schera dengan riang melintasi jembatan dan memasuki kastil sambil menggigit tangkai tanaman. Setelah semua orang memasuki kastil, jembatan tarik itu sekali lagi diangkat.


"Selamat datang kembali Mayor Schera! Bagaimana dengan urusan hari ini?"


"Kami dihadang oleh seekor Singa. Kayaknya pertahanan mereka jadi agak ketat, seperti yang diduga."


Dia teringat unit yang membawa Bendera Singa yang menghadang dia. Pria muda yang menembakkan panah tajam padanya. Karena prioritasnya adalah menangkis panah-panah yang akan menimbulkan luka fatal, dia tak mampu menangkis satu panah. Beruntungnya, dia tak terluka, dan hanyalah armornya saja yang rusak. Ketika dia melemparkan sebuah sabit kecil yang dia bawa sebagai balasan, sabit itu nyaris gagal dihindari. Letnan itu memiliki kekuatan sejati, intuisi yang bagus, dan dia juga tidak masuk kedalam penyergapan.


Tampaknya Bendera Singa itu bukan untuk sekedar pajangan. Mereka benar-benar musuh yang merepotkan. Dia menggigit tangkai yang telah hilang rasanya menjadi dua, menghancurkannya, dan kemudian menelannya.


"Itu karena Mayor Schera terlalu berlebihan mengamuknya. Mari, makanan telah disiapkan untukmu!"


Tanggapan dari prajurit yang mengangkat tangannya, mengarahkan dia ke barak.


"Makasih. Aah, sebelum itu, aku harus mendapatkan armor baru. Bagian bahu yang ini sudah rusak. Kalian pergilah duluan."


"Mayor, aku benar-benar berpikir kau seharusnya mendapatkan perawatan, gimana?"


Kavaleri yang cemas khawatir pada Schera. Dia adalah prajurit yang memberi tanaman manis padanya saat patroli tadi. Ketika Schera teringat akan hal itu, dia meraih sebuah kantong kecil dari pinggangnya.


"Aku nggak apa-apa. Nggak ada cidera pada tubuhku. Kesampingkan hal itu, makasih buat makanan yang tadi. Pakai ini dan makanlah sesuatu yang kau sukai."


Dia mengeluarkan sebuah koin emas berkilauan. Lupakan masalah makanan, satu orang saja bisa makan sebanyak yang mereka mau selama seminggu. Pada imbalan yang sangat besar itu, si prajurit menjadi gelisah.


"I-Ini terlalu banyak."


"Kalau kau keberatan, maka pergilah bersama prajurit lain. Uang yang tak digunakan tak ada gunanya."


"Tapi."


"Baiklah. Kalau kau bersikeras menolak, aku akan membuangnya."


"T-Tunggu!"


Ketika dia mengambil sikap untuk membuang koin itu, si prajurit buru-buru mengulurkan kedua tangannya. Dia melemparnya, dan si prajurit menangkap koin emas itu.


"Makasih banyak, Mayor Schera!"


"Kembali kasih."


Setelah si prajurit memberi hormat, Schera segera maju sambil tetap berada diatas kudanya. Dia begitu lapar sampai-sampai dia pasti akan pingsan. Tak peduli seberapa banyak dia makan, perutnya akan kosong lagi tak lama setelah itu. Meski demikian, berat badannya tak pernah naik. Yang jadi pertanyaan, kemana perginya nutrisi yang dia makan?


Schera tidak tau. Kapan hal ini mulai terjadi? Mungkin setelah saat itu ketika dia memakan dewa kematian itu? Ini mungkin hanya sekedar pencuci mulut yang diberikan pada keserakahannya pada satu waktu. Namun Schera berpikir ini lebih baik daripada saat-saat dulu ketika dia merasa seperti akan mati kelaparan. Dia mungkin tidak bisa merasakan perasaan dari perut yang kenyang, tetapi dia bisa meredakan perasaan kelaparan.


Baru-baru ini Schera sangat puas. Dia telah menjadi terkenal sebelum dia mengetahuinya, perutnya agak kenyang, dan dia bisa makan bersama dengan rekan-rekannya. Hanya dengan itu, Schera puas. Masalah lain tidaklah penting.


Dia menyerahkan kudanya, dan dipertengahan menuju barak, Schera dihentikan oleh suara yang memanggil dia.


"Ada apa ini?"


"Lapor, aku mendengar bahwa Mayor Schera mencari armor baru. Silahkan gunakan ini! Ini cukup bagus."


Satu kavaleri yang sedang bertugas untuk penjagaan markas memberi sebuah armor baru pada Schera. Itu adalah armor berwarna hitam legam. Pada bahunya terukir burung putih.


"Penampilan yang sungguh bagus. Kualitasnya juga sangat bagus. Dari mana asal armor ini?"


Ketika bertanya, si prajurit membusungkan dadanya dan menjawab sambil memukul armor itu dengan tangannya, *kon kon*.


"Aku meminta seorang pandai besi sipil yang dipekerjakan oleh militer untuk membuat armor ini. Awalnya dia sangat ragu-ragu, tetapi ketika aku memberitahu dia bahwa kau lah yang akan memakainya, sikapnya berubah total. Kurasa armor ini sangat sesuai dengan Mayor!"


"......Makasih. Aku akan mentraktirmu makanan nanti. Ngomong-ngomong, bisakah aku segera mencobanya? Kuharap ukurannya pas."


"S-silahkan"


"Apa, apa ada masalah?"


"T-Tidak. Aku akan membantumu!"


Armor yang rusak dilepaskan, dan Schera memasang armor baru tersebut. "Apa yang terjadi, apa yang terjadi?" Para penonton yang penasaran di sekitar area itu mulai berkumpul, melihat Mayor mereka yang terhormat dan legendaris secara polos berganti pakaian.


Apa yang disayangkan adalah bahwa dia tak punya sedikitpun daya tarik seksual. Dia tak punya lekukan tubuh yang bagus. Raut mukanya juga buruk. Setelah dengan cepat mengenakan armor tersebut, para prajurit itu semakin tertarik pada sebuah mantel berwarna merah cerah. Schera menyelipkan rambutnya dibelakang telinganya, dan kemudian menghunus sabit besarnya, melakukan beberapa gerakan menyerang. Dia menguji apakah armor itu akan mengganggu dia atau tidak.


Para prajurit yang mengoceh secara reflek menelan ludah. Perwira atasan mereka perlahan-lahan menempatkan sabit itu diatas kepalanya, dan kemudian melakukan gerakan tebasan, dan sudut mulutnya melengkung. Pada penampilan itu, mereka tak bisa berkata apa-apa karena rasa takut dan kekaguman.


".......Tampaknya nggak ada masalah. Aku akan ngasi imbalan sama si pandai besi setelah ini. Aku mau makan dulu, jadi kalau ada sesuatu, datanglah padaku setelah aku selesai makan."


Tampaknya makanan lebih penting dari pada armor, dan Schera pergi dengan langkah yang cepat. Para prajurit disekitar dia yang menonton, mereka semua berdiri tegap dan memberi hormat.


"S-Siap! Dimengerti, Mayor Schera! Armor itu tampak cocok denganmu, sungguh!"


“……?”


Schera memasang ekspresi keraguan, tetapi dia pergi dalam diam. Para anggota yang ditinggal saling bertukar tatap dan mengeluarkan desahan yang dalam.


"Aku benar-benar senang aku bukan musuhnya," pikir mereka.


* * * * * * *


Ruang Makan Barak.


Schera dalam diam memakan roti, steak, sup jagung, dan sayuran.


Aroma nikmat merangsang nafsu makannya, dia mengunyah dan makan secara perlahan sambil menikmati rasanya. Dia bisa makan makanan lezat hari ini. Ketika dia makan, senyum secara alami akan muncul.


—Lalu, kata-kata kasar diarahkan pada dia.


"Maaf karena mengganggumu saat kau makan! Kami adalah—"


Dua orang ini yang berdiri diam didepan meja Schera sejak beberapa saat yang lalu, dengan anggota badan hendak mati rasa, berbicara pada Schera.


Tentu saja mereka paham kalau mengganggu saat makan adalah suatu ketidaksopanan. Tetapi, sudah cukup lama berlalu, dan perwira atasan yang terkemuka ini bahkan nyaris tidak melirik mereka. Menganggap bahwa dia tidak akan keberatan jika itu adalah sesuatu yang sekedar sapaan saja, mereka berani angkat bicara.


Segera, suara keras dan tumpul terdengar, dan Schera menyipitkan matanya dan tak lagi tersenyum, memancarkan haus darah. Pisau yang ada ditangannya ditikamkan, menancap dalam-dalam pada meja.


Hal yang paling dibenci Schera adalah diganggu saat makan dan perlahan-lahan menikmati rasa makanan.


Di saat-saat seperti ini, dia akan makan dengan kebahagiaan yang besar sepenuh hatinya, memakan semua yang dia inginkan yang tak bisa dia makan saat berada di tengah-tengah pertempuran. Diganggu disaat seperti ini, itu layaknya banjir bandang secara tiba-tiba menerjang dia.


Sama seperti yang sebelumnya ketika polisi militer yang menginterogasinya nyaris terbunuh, keagresifan Schera meningkat berkali-kali lebih besar daripada yang biasanya. Ini tak bisa digambarkan dengan kata-kata selain kecacatan, tetapi tampaknya dia sendiri sepenuhnya tak punya niat untuk memperpanjang masalah ini.


"—Diem bangsat. Gak bisakah lu bedua ngeliat gue lagi makan? Kalo lu gak mau gue bantai, mending lu pada diem sono. Kalo lu masih bersikeras ngelakuin sesuatu yang lain, gue gak akan menghentikan lu pada, lakuin yang lu suka."


".....M-Mohon maafkan aku."


“…………”


Schera sekali lagi mulai makan dengan senang. Hanya suara perangkat makan yang digunakan yang bisa terdengar di meja makan. Dipenuhi dengan ketegangan, mereka berdua tidak berani mengeluarkan suara. Mereka tidak mau menarik ekor seekor harimau yang kelaparan lagi.


—Makannya dia akan selesai.... satu jam lagi.


"......Maaf sudah membuat kalian menunggu. Jadi, ada urusan apa denganku?"


Schera mengelap mulutnya dengan saputangan, mengucap rasa syukur atas makanannya, dan mengalihkan fokusnya pada kedua prajurit itu. Dua orang yang berdiri disana dipenuhi rasa takut, menegapkan badan, memberi hormat, dan memperkenalkan diri.


"Hari ini kami ditunjuk untuk menjadi ajudan Mayor Schera. Aku Letnan Kedua Katarina!"


"Sama halnya denganku, aku Letnan Kedua Vander!"


"Ahh, kalian adalah orang-orang yang disebutkan oleh Staf Perwira Sidamo. Kudengar kalian datang untuk mengambil alih komandoku. Mari kita bekerja bersama mulai dari sekarang."


Schera berdiri dan memberi hormat dengan tenang. Postur tubuhnya lebih pendek dari mereka, tetapi tampaknya seperti motivasi yang mereka miliki berbeda. Sebenarnya, kedua ajudan itu agak menimbulkan rasa kagum.


"T-Tidak, sama sekali tidak. Komandannya adalah kau, Mayor Schera. Disisi lain kami akan membantumu sampai akhir hayat."


Katarina mati-matian membenarkan, tetapi Schera menggeleng.


"Aku nggak pernah menerima pelatihan perwira yang resmi. Yang bisa aku lakuin cuma mengayunkan sabitku untuk bertahan hidup. Aku berharap pada kalian berdua. Kuserahkan pasukan kavaleri pada kalian."


"Kami akan mengabdikan segala yang kami punya!"


"Baiklah. Kalau gitu, aku akan kembali ke ruanganku. Kalau ada sesuatu yang terjadi, aku nggak keberatan kalau kalian datang. Selain saat aku makan, kapanpun tak masalah."


"86!"


Setelah melihat Schera pergi, yang tersisa adalah gumaman, mereka berdua secara spontan saling menatap satu sama lain, dan setuju bahwa mereka memiliki seorang perwira atasan yang merepotkan.


"....Kurasa cukup diluar norma untuk seorang pahlawan. Aku... kenal seseorang yang sangat mirip dengannya."


"Pandanganku terhadap pahlawan berbeda, jadi nggak perlu mengatakan rinciannya."


"Meskipun kau memohon, aku nggak akan mengatakannya."


"Yah itu melegakan. Tetap aja, dia sangat jauh berbeda dari yang aku bayangin. Kupikir dia lebih, gimana ya mengatakannya...."


Vander menyilangkan tangannya, berputar kearah kursi dan duduk. Tampaknya dia capek karena berdiri begitu lama.


".....Akan tetapi, kurasa rumornya memang benar. Aku benar-benar menyangka aku akan terbunuh."


"Dari percakapan yang kudengar sebelumnya, rupanya dia mengancam seorang perwira polisi militer. Tampaknya itu juga benar... Itu mungkin adalah hukuman karena mengganggu makannya Mayor."


"Namun, sebagai seorang sekutu, tak ada lagi orang yang lebih bisa diandalkan."


Katarina menekan kacamatanya dan menenggelamkan dirinya kedalam pemikiran tentang situasi yang sangat menarik ini. Bisa mengeluarkan kecerdasannya pada seorang pahlawan dari dekat adalah impiannya.


Vander menggeleng, dan merasa terkejut, bergumam, "Aku nggak bisa menyainginya."


* * * * * * *


—Hari berikutnya.


Komandan Pasukan Keempat, Jenderal David yang akhirnya sampai segera mengumpulkan para perwira yang ditunjuk.
Terpisah dalam banyak unit, prajurit bala bantuan berjumlah 40.000. Bersama dengan sisa-sisa dari Pasukan Ketiga, mereka berjumlah 80.000 totalnya.
Para prajurit dibagi dan ditempatkan di masing-masing benteng disekitar Belta.


Jenderal David adalah tipe orang yang tidak sabaran, memutuskan untuk memusnahkan Pasukan Pemberontak dengan segala cara yang diperlukan. David adalah seorang calon untuk menjadi Panglima Besar selanjutnya, tetapi dia kalah pada Yalder yang pemberani dan terkenal, dan ini akan menjadi peluang terbesarnya untuk mengubah semuanya. Jika dia memperoleh prestasi dari menghancurkan Pasukan Pemberontak, tidak akan berlebihan mengatakan kucingnya sudah berada dalam karung.


Perjalanan ke Belta, dia telah diberangkatkan oleh Ibukota Kerajaan, dimana Panglima Besar Sharov telah memerintahkan dia dengan ketat untuk "jangan sampai membiarkan mereka melintasi Sungai Alucia."


Tetapi mana mungkin akan melakukannya sendiri. Orang yang dipercayakan atas komando strategi adalah dia, David. Dia lahir dari bangsawan kelas tinggi dengan ikatan pada garis keturunan keluarga yang mendirikan keluarga kerajaan. Hubungannya dengan Raja saat ini juga erat.


Bagi seseorang dengan kebanggaan yang tinggi seperti dirinya, itu teramat menjengkelkan untuk diperintah oleh keluarga normal yang baru naik daun seperti keluarga Bazarov.


"Para hadirin, aku David, komandan Pasukan Keempat. Karena aku sudah ada disini, tak perlu khawatir lagi. Kita akan segera mengeksekusi para pemberontak, dan aku menjanjikan pada kalian bahwa kemenangan dan stabilitas akan segera sampai disini di Zona Perbatasan Tengah."


"Aku merasa terhormat bertemu denganmu untuk yang pertama kalinya, Komandan David. Aku Sidamo, Kepala Staf Perwira dari Pasukan Ketiga. Aku telah mengumpulkan semua laporan tentang Pasukan Pemberontak dan membuat rencana pembentukan ulang untuk kau baca."


David melirik dokumen yang diserahkan oleh Sidamo, dan dengan kata sederhana, "tak diperlukan", dia melemparkannya.


"Aku tidak membutuhkan kumpulan informasi dari seorang Staf Perwira yang telah kalah. Kalian telah menodai sejarah dari kejayaan Kerajaan. Beraninya kalian terus hidup tanpa tau malu. Apa kau tidak tau malu?"


Sidamo menunduk pada penghinaan David. Para perwira sipil yang berdiri disekitar juga menunduk pada penghinaan tersebut. Mereka dikumpulkan sebagai orang-orang dari garis keturunan yang bagus, dan tidak salah menyebut mereka sebagai kaki tangan David.


"......Maafkan aku."


"Kepala Staf Perwira apaan. Akan lebih baik kalau kau hanyalah seorang manajer makanan yang menyedihkan. Para Kepala Perwira dari Pasukan Keempat kami bisa memikirkan strategi. Kau pikirkan saja tentang menu makanan besok."


"Sungguh, kau bahkan berani menampakkan wajahmu dalam pertemuan ini. Tampaknya kau tak punya harga diri."


"Bagaimanapun juga, dia berasal dari bangsawan yang telah jatuh. Dia memang tak tau malu."


Pada perkataa salah satu Staf Perwira, para perwira bertugas yang lain menyuarakan kesepakatan mereka. Seseorang dari keluarga sederhana bisa mendapatkan pencapaian merupakan sesuatu yang menjengkelkan. Yalder memang sembrono, tapi dia tidak mendeskriminasi hanya berdasarkan pada silsilah keluarga. Bahu Sidamo gemetaran karena penghinaan tersebut.


Sebuah suara yang menghancurkan suasana menyebar diseluruh ruangan. Itu adalah suara mengunyah, seperti sesuatu yang patah. Orang yang membuat suara itu adalah Schera. Schera yang merupakan petugas lapangan sementara, dengan enggan ikut dalam rapat perang ini. Karena pengadaan rapat perang yang mendadak ini, Schera telah melewatkan sarapan dan merasa sangat jengkel.


Ruangan itu menjadi sunyi, bertanya-tanya apa itu, tetapi karena Schera dengan cepat mengunyah dan menelannya, tak ada yang mempermasalahkannya.


Seorang pria besar disampingnya melirik dia, tetapi dia pura-pura bodoh: dia benar-benar tidak tau apa yang terjadi.


"......Yah terserahlah. Atur Pasukan Ketiga, Staf Perwira Sidamo, kau yang akan melakukannya. Jika kau bekerja dengan baik, mungkin kau masih bisa berguna."


"Siap- aku akan mencurahkan segalanya."


"—Hmph. Ngomong-ngomong, dimana pahlawan yang menjadi topik pembicaraan baru-baru ini. Bukankah dia memainkan suatu peran yang sangat aktif dalam Pasukan Ketiga yang pengecut ini? Meskipun aku tidak tau apakah itu benar atau palsu."


Ketika David melihat wajah-wajah dari para perwira yang dikumpulkan, dia berhenti pada satu titik, pada seorang gadis berpostur kecil mengenakan armor hitam yang tak imbang dengan orangnya.


"Apakah kau orangnya? Perwira yang diberi julukan Dewa Kematian oleh musuh?"


"Siap pak-, aku nggak tau tentang Dewa Kematian, tapi aku Mayor Schera."


Ketika Schera memberi hormat, tawa kasar terdengar dari sekeliling. Setelah membelai jenggotnya, David mendesah dalam-dalam.


".....Tampaknya Yalder juga sudah pikun. Yang mana bahkan menundukkan kepalanya pada seseorang yang menunjukkan pemandangan yang tak sedap dipandang dan memalukan. Terlebih lagi, menjalankan pengaruh politisnya sendiri dan membiarkan seseorang yang asal-usulnya gak jelas untuk mewarisi nama bangsawan. Peringkat Mayor dia bilang? Pasukan bukanlah tempat bermain anak-anak."


"Jesus. Dia juga membungkuk dan dikalahkan oleh Pasukan Pemberontak. Kepemimpinan macam apa ini?"


“—Dimengerti. Sebagaimana adanya, Divisi Baja miliknya hanyalah sekedar hiasan saja, bukankah begitu? Dikalahkan dalam satu serangan, mereka tak lebih dari kertas percobaan. Hanya sekedar pertunjukkan."


"Secara paksa membuat bocah ini menjadi seorang pahlawan mungkin untuk meningkatkan moral. Kukuh-, bukankah ini sebenarnya suatu upaya yang menggelikan?"


Dengan sikap takjub, mereka secara terus-menerus mengejek Schera. Cemooh dan makian juga dilakukan, dan jika itu adalah seorang veteran yang memiliki harga diri, dia mungkin akan marah. Namun, orang yang menjadi sasaran ejekan sama sekali tidak keberatan.


".....Pada pertempuran berikutnya, jika kau tidak memberikan jasa yang sesuai, aku akan mencopot peringkatmu. Itu membuatku merinding berpikir seorang gadis kecil sepertimu akan berdiri bahu membahu dengan kami para bangsawan peringkat tinggi. Aku ingin langsung menjatuhkanmu menjadi prajurit biasa dengan segala hak."


"—Siap pak, aku, Mayor Schera, mengerti."


Dengan suara 'Hmph' yang tak menyenangkan dari hidungnya, David melanjutkan tambahannya.


"Ini mungkin akan menjadi yang terakhir kalinya bisa berbicara denganku. Ya ampun, sungguh cerita yang tak masuk akal. Dasar Yalder yang bodoh."


"Yang Terhormat David. Sudah hampir waktunya—"


Ajudan David mengingatkan. Jadwalnya David benar-benar padat. Setelah rapat perang tersebut, dia memiliki urusan bertemu dengan orang yang berpengaruh di Belta. Selain itu, sebuah acara penyambutan sedang diadakan untuk dia. Untuk membuat kekuatannya di ketahui, dan untuk memperkuat pertahanan Belta, pekerjaan industri diperlukan. Tak ada waktu untuk mengkhawatirkan tentang anjing liar.


"Ahh, sudah cukup. Para komandan dari Pasukan Ketiga, kalian semua pergilah. Kami akan memutuskan apa yang terjadi selanjutnya. Paling bagus, kalian hanya harus mempertajam pedang kami."


Mengusir mereka, David mendesak mereka untuk pergi dengan kebencian dari kedalaman hatinya yang ditunjukkan pada wajahnya.


Seorang perwira yang bertugas membuka pintu ke ruang pertemuan dan memberi isyarat dengan kepalanya. Cepat pergi, itulah yang dia isyaratkan. Para anggota Pasukan Ketiga, secara tak berdaya pergi keluar. Orang-orang yang telah kehilangan pemimpin mereka memang diperlakukan seperti ini. Tak seorangpun yang mengatakan kata keluhan, dan dengan langkah kaki yang berat, mereka bercermin pada kemalangan mereka sendiri.


—Meski begitu, hanya Schera yang tersenyum, dan dengan langkah kaki yang ringan, dia berjalan didepan si pemimpin dan pergi.


Akhirnya pembicaraan sampah itu selesai, dan dia akhirnya bisa mendapatkan makanannya yang lezat yang telah ditunggu-tunggu. Nggak mungkin dia akan mengeluh.


Ruang Makan Barak.


Schera dalam suasana hati yang bagus saat sarapan. Disamping dia adalah Katarina si Ajudan. Dia makan dalam diam. Bersama dengan perwiranya yang lebih tinggi, dan yang lebih rendah. Valder pergi keluar untuk memeriksa latihan dari unit kavaleri.


Setelah makannya selesai, Schera mengembuskan nafas lega. Gara-gara pembicaraan panjang yang bodoh itu, suasana hatinya cukup buruk.


"Apa kau sudah selesai makan?"


"Ya. Ini benar-benar enak. Aku masih bisa makan lagi, tapi udah cukup untuk hari ini."


Seberapa banyak yang ingin kau makan? Katarina mengerutkan alisnya. Kacamatanya kemudian sedikit turun, dan dia segera memperbaikinya dengan jari.


".....Bagaimana dengan pertemuan perangnya? Tampaknya kau pergi di pertengahan."


"Ahhh, si idiot berjenggot itu yang menyuruh kami. Kalau kita nggak memainkan peran aktif diwaktu berikutnya, dia mengatakan sesuatu seperti aku akan diturunkan menjadi seorang prajurit biasa."


"Ma-Mayor! Kalau orang lain mendengar ucapanmu, kau bisa dipenjara karena pencemaran nama baik dari seorang perwira atasan! Dia adalah komandan tertinggi disini di Belta."


Dia menutup mulutnya dengan tangannya, dan memberi isyarat untuk merendahkan volume mereka. Tetapi suara Schera sangat keras.


"Kalau aku dimasukkan penjara, maka nggak masalah kalau aku membobolnya. Kan?"


"Harap usahakan agar itu tidak terjadi!"


"Kurasa kau benar. Yah kalau gitu lakukan yang terbaik, Letnan Kedua Katarina."


Schera tersenyum dan menepuk bahu Katarina, dan kemudian berdiri dan pergi dengan ucapan 'sampai jumpa'. Yang dia tinggalkan adalah seorang ajudan yang menggeluarkan desahan yang bahkan lebih dalam daripada perwira atasannya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya