Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 17

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
The printable version is no longer supported and may have rendering errors. Please update your browser bookmarks and please use the default browser print function instead.

Chapter 17 - Daripada Medali Bagus, Aku Lebih Ingin Makanan Lezat

Tempat Perkemahan Pasukan Pembebasan, Barisan Depan.
Moral para jenderal membumbung tinggi, dan semua orang saling menyemangati, berkata besok akan menjadi hari mereka meruntuhkan Belta.
Diener memperkirakan bahwa operasi penyerbuan itu akan berakhir dalam satu minggu.


Jika mereka mengabaikan korban jiwa dan menyerbu habis-habisan siang malam, Kastil itu mungkin akan segera jatuh, pikir Diener, tapi tak ada perlunya memaksakan diri. Sekarang mereka sudah sejauh ini, meski dia keliru, hal itu tak akan mengubah apapun.


Paritnya ditimbun, sedangkan ketapel melindungi para infanteri. Lalu, saat mereka bisa menggunakan menara penyerbu dan pendobrak, seketika mereka akan memperoleh keunggulan.


Tanpa adanya tanda-tanda datangnya bala bantuan musuh sekarang ini, mereka secara terus-menerus hanya melakukan serangan frontal. Itu akan menciutkan kehendak musuh, menghasilkan kehancuran internal, dan membuat mereka membuka gerbangnya dari dalam. Mereka telah berhasik menyerap banyak pemberontak, penyerahan dari Kastil itu hanyalah masalah waktu saja.


"Pak Diener, sepertinya operasi penyerbuan berjalan sesuai dengan rencanamu. Para bawahan kami juga semakin bersemangat."


Veteran Jenderal Behrouz menyapa Diener. Unggul dalam taktik cerdas, Behrouz merupakan pusat dari semua jenderal Pasukan Pembebasan.


"Mmm. Semuanya sesuai dengan rencana. Mungkin tak lama lagi pintunya akan terbuka."


Kastil Belta ditampilkan pada peta.... sepenuhnya dikepung oleh Pasukan Pembebasan dari semua sisi.


"Setelah itu, kita hanya perlu bersiaga untuk serangan bunuh diri dari musuh. Darimana mereka akan melakukannya, kita tidak tau. Kita harus terus waspada."


"Memang benar. Tak lama lagi, aku berencana melemahkan salah satu tempat pengepungan kita. Jika kita menunjukkan sebuah celah, kita bisa memancing musuh keluar."


Bidak-bidak yang disusun pada sisi timur dikurangi.


"Aku paham. Kau berniat mengerahkan pasukan penyergap pada jalur kabur mereka. Meskipun mereka mengetahuinya, musuh yang berencana melarikan diri pasti akan memanfaatkan kesempatan itu. Tetap berada disana sama halnya dengan menunggu dihancurkan."


"......Disini, aku berencana membunuh si Dewa Kematian yang dirumorkan itu. Karena dia telah menjadi eksistensi yang berbahaya, meskipun aku harus mengerahkan pasukan, aku akan membuat dia meninggalkan kastil. Unit kavaleri itu pasti akan kabur saat kastilnya jatuh. Dalam perjalan mereka untuk melarikan diri, mereka mungkin menyembuyikan diri dan bergerak, tapi ada area hutan yang sempurna. Mereka pastinya melewati area itu. Aku akan menghadang mereka disana."


Dia menggerakkan tangannya di peta agar dipahami, lalu dia menindis tangan itu. Dia akan menempatkan prajurit penyergap pada jalur kabur mereka, dan menghabisi kavaleri rentan itu yang hanya bisa bergerak maju. Tak diragukan lagi musuh akan bergerak malam hari. Jarak pandang mereka akan berkurang, dan mereka tak akan menyadari pasukan penyergap. Tak peduli seberapa kuatnya dia menurut rumor, dia hanyalah manusia biasa. Jika Diener menghancurkan dia dengan jumlah, Diener pasti bisa membunuh dia. Tak peduli pahlawan seperti apa dia itu."


"Dewa Kematian. Kalau tidak salah namanya Schera Zade. Seorang jenderal perempuan muda yang berani dan tegas. Aku ingin bertemu dia meski hanya sekali."


Behrouz berbicara sembarangan.
Akan tetapi, matanya gak tertawa. Banyak rekannya yang telah terbunuh, dan dia menggeretakkan giginya. Kehilangan Borjek dan Voleur sangatlah menyakitkan. Sebagai perwira yang memiliki pengalaman yang banyak, mereka membawa peran penting untuk memandu generasi berikutnya. Dewa Kematian itu merenggutnya begitu saja.


"Sungguh disayangkan, kesempatan itu mungkin tak akan pernah datang padaku. Aku akan membuat si Dewa Kematian segera kembali ke dunia asalnya. Kerajaan yang hancur tak membutuhkan sesuatu seperti seorang pahlawan."


Diener menyatakannya, dan mengarahkan tatapannya pada Kastil Belta.
Hujan batu masih berlanjut sampai sekarang. Serangan balik musuh perlahan menurun.
–Segalanya berjalan dengan baik.


* * * *


Enam hari berlalu sejak dimulainya penyerbuan. Seperti biasa, bala bantuan tidak datang. Paritnya ditimbun sedikit demi sedikit.
Kastil Belta, dibawah situasi yang tanpa harapan ini. Ruangan VIP.
Schera menerima undangan dari David dan dengan gembira menikmati makan malam yang megah dan luar biasa. Itu hadiah untuk menjalankan sebuah tugas untuk David, dan untuk menunjukkan bahwa David menghargai upaya Schera sebelumnya. Saat David menanyai Schera apa yang dia inginkan, Schera hanya menjawab, makanan lezat.
David yang tak punya nafsu makan, memperhatikan perwira wanita menikmati makanannya didepan matanya dan secara tak sadar tersenyum masam.


"Mayor Schera, apa makanannya lezat?"


"Ya. Lezat."


Dia menanggapi tanpa mengangkat wajahnya. Dia tak memakai armor atau sarung tangan saat ini.
Meski, senjatanya ada dibawahnya.


"Begitukah. Baguslah. Itu adalah makanan yang dibuat oleh koki terbaik. Makanlah perlahan-lahan untuk menikmatinya."


"Siap-! 86."


"Tak masalah jika kau tak berbicara saat makam. Santai saja dan nikmatilah."


Dia mengangguk, dan memotong dagingnya menggunakan pisau. Itu adalah daging sapi Cologne langka yang diambil dari wilayah barat laut Kerajaan. Makanan yang dibuat menggunakan daging itu merupakan sesuatu yang gak akan pernah dijumpai oleh rakyat jelata.
Sambil mencicipi saus yang menetes, Schera memasukkan daging itu kedalam mulutnya. Selain itu, sesuatu seperti buah dari Union dan wine dari Kekaisaran juga ada. Tak berlebihan mengatakan itu merupakan makam malam bangsawan kelas tinggi. Schera dengan rakus melahap apapun yang ada didepannya.
Gadis kecil ini yang terlihat sumuran dengan anaknya sendiri, bagi David, dia tak terlihat seperti Dewa Kematian yang ditakuti.
David memperhatikan pemandangan ini dengan ketertarikan yang mendalam.


–Lalu, ada penyusup yang menerjang masuk.
Itu adalah seorang pria bangsawan memimpin 10 pasukannya sendiri. Dia adalah pria yang selalu cari muka pada David dan diberi posisi Staf Perwira.
Penuh kemenangan mengacungkan pedangnya pada David, dan dia memasang senyum vulgar. Schera masa bodoh dengan dia dan terus makan. Dari sudut pandang mereka, mereka hanya bisa melihat punggung kecil Schera.


"Kukira siapa yang datang, tenyata Staf Pwrwira Asar. Jarang sekali kau memegang sesuatu seperti sebuah pedang, apa yang terjadi?"


David bertanya dengan mata kosong, dan pria bernama Asar itu mendengus.


"Hmph, itu sudah jelas. Aku akan menyerah pada Pasukan Pembebasan dan mempersembahkan kepala Jenderal. Putri Altura awalnya merupakan Keluarga Kerajaan. Melayani dia bukanlah hal tercela."


"Lalu kau sampai repot-repot datang kesini? Aku benar-benar telah membuatmu repot."


David mengangkat botol wine. Schera menusuk buah menggunakan garpunya. Buah itu berwarna hijau dengan pola vaskular, dan dipotong seragam. Dia memakannya, dan rasanya sangat manis.


"Sungguh tak seperti dirimu, Jenderal. Menunjukkan kasih sayang sebesar ini terhadap gadis kecil yang tak jelas asal-usulnya. Sebagai biang keladi dibalik Kekacauan Tenang, kau berperilaku santai sekali."


Asar memberi sinyal, dan seorang prajurit mendekati meja itu.


"Yo, ini bukanlah situasi untuk makan dengan santai-!"


Setelah menekan kepala Schera dengan kuat, dia menarik kain mejanya. Perkakas perak yang disusun rapi, serta makanannya, jatuh dan berhamburan di lantai. Botol wine'nya pecah, dan isinya mengalir ke kaki Schera. Di tangan Schera hanya tersisa garpu dan pisau.


"Aku merasa sangat putus asa karenamu, Jenderal David. Aku mempertaruhkan nyawaku demi melayanimu sampai sekarang karena aku yakin bahwa itu merupakan jalan menuju kesuksesan. Tak ada nilainya dari seorang bangsawan yang telah jatuh. Meski demikian, kudengar kepalamu masih memiliki harga. Oleh karena itu, sebagai pelipur lara karena melayanimu sampai sekarang, aku datang untuk memintanya. Jika kau bisa bersimpati, Tuan David, maukah kau menyerahkan kepala itu padaku, tanpa perlawanan yang sia-sia?"


Membuat lelucon, Asar melakukan gerakan memotong kepalanya sendiri. Sampai dia berhasil mengumpulkan pasukannya sendiri, dia pikir dia terlambat, tapi targetnya masih ada, dan dia lega. Dia khawatir bahwa orang lain sudah mendahului dirinya.
Tapi, ternyata kecemasan itu sia-sia saja. Para staf perwira lainnya nampaknya juga sangat sibuk. Jika demikian, dia tak akan menahan diri, dan dia, Asar, akan mendapatkan hadiahnya. Dia akan memberi instruksi para prajuritnya untuk membunuh David. Setelah itu, dia akan membuka gerbang dan masuk kedalam Pasukan Pembebasan. Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan, karena tak sedikit orang yang setia pada Kerajaan sampai akhir.


"Tuan Asar. Bagaimana dengan gadis kecil ini? Dia akan menjadi halangan, jadi bolehkah aku membunuh dia?"


Prajurit itu meraih rambut Schera yang sedikit bergetar. Schera nampaknya gemetar ketakutan. Hal itu merangsang jiwa sadistik si prajurit.


"Nampaknya Jenderal menyayangi dia. Jenderal mungkin kesepian. Bunuh mereka."


"–Siap-! Yo, kau dengar? Beliau bilang aku boleh membunuhmu. Hehe, wajah seperti apa yang kau pasang saat mati––!!"


Saat wajah prajurit itu mendekat, Schera berbalik dan menancapkan pisaunya dalam-dalam pada wajah si prajurit. Tak peduli seberapa kuatnya si prajurit meronta, Schera terus menikam-tikam lagi dan lagi. Teriakan mengerikan menggema di ruangan itu.


"Woi.... makanan gue jadi berantakan gara-gara elu. Woi, apa lu denger?"


Bermandikan cipratan darah, Schera bertanya didekat telinga prajurit itu. Karena si prajurit hanya berteriak, Schera menancapkan garpu yang dia pegang pada ubun-ubunnya dan melemparkan dia ke dinding. Setelah terdengar suara pelan dari jatuhnya si prajurit, ruangan itu menjadi sunyi. David mengusap dagunya jengkel, dia juga terkena cipratan darahnya.


"A-Ada apa denganmu-! T-Tidak, tunggu. K-Kau Mayor Schera?!?"


"Itu betul. Karena lu lu pada udah nongol, tamatlah riwayat lu pada. Gue dikasi perintah sama Jenderal David. Beliau nyuruh gue menangangi cecunguk yang mau menghianati Kerajaan. Sebagai imbalannya, beliau ngasi gue makanan ini."


Schera mengambil potongan daging yang jatuh ke lantai, dan memakannya. Jusnya membanjiri mulutnya disertai rasa zat besi yang kaya.


"Itu sang D-Dewa Kematian Schera. Hei, aku tidak dengar soal ini! Kau bilang orang ini benci pengawal! Dasar bangsawan tolol-! Bukankah ini berbeda dari yang kau katakan!!?"


Penuh kemarahan, seorang pria yang seperti kapten komando berteriak. Dia tau soal kekuatan Schera. Dia berada dalam unit milik David saat mundur. Sudah pasti mereka tak bisa menang. Teror menguasai dia hanya dengan berhadapan dengan Schera. Sebelum dia dihabisi oleh sang Dewa Kematian, dia harus segera mundur.


"D-Diam! Apa kau tau siapa yang kau tanyai!! Lagipula, musuh kita sendirian. Kepung dan bunuh dia–!"


"Dasar tolol-! Kau bisa bilang begitu karena kau tidak tau kekuatannya! Meskipun kita punya seratus orang, kita tak akan bisa menang. Tak mungkin kita bisa menang melawan monster-! Cukup sudah, aku gak ikutan. Kita harus segera pergi."


"K-Kapten, tunggu kami-!"


Para prajurit kalang-kabut meninggalkan ruangan itu. Biarpun mereka memberontak untuk bertahan hidup, Dewa Kematian yang sudah menunggu bukanlah hal yang patut diremehkan. Nyawa diatas pencapaian. Inilah pemikiran yang mereka semua miliki.


"Tunggu! Woi! Kalian membantah perintahku-!!? Kubilang tunggu!"


Dia mengejar mereka, lalu sesuatu dilemparkan pada punggungnya. Posturnya kacau, dia jatuh berlutut di lantai, dan matanya menatap sesuatu; itu adalah staf perwira, yang menjadi rekannya sampai beberapa saat yang lalu. Dan juga, seorang lawan yang bersaing sengit untuk mendapatkan promosi dalam naungan David.


“Hi, hiiii-!”


"Staf Perwira Asar. Asal tau saja, kau itu yang paling lambat. Yang lainnya sudah datang sebelumnya. Aku tak menyangka kau melakukan tindakan yang berlebihan dan mendapatkan hasil yang sama. Kau benar-benar membuatku kecewa. Ini, lihatlah. Akhir dari para pemberontak."


David berdiri dan menendang beberapa bola yang tersembunyi dibawah meja.
Melihat itu, Asar langsung dikuasai oleh rasa takut yang tak bisa diukur. Bola-bola itu merupakan kepala-kepala manusia.


Schera mengambil sabit miliknya yang ada di lantai dan mulai berjalan kearah Asar–sambil menggeretakkan lehernya, sangat jengkel.


"T-Tolong tunggu. A-Ampuni aku. Jika uang yang kau inginkan, aku bisa memberikannya padamu. Mayor Schera, aku mohon padamu-! Oh, ya, bunuh David, bukan aku! Dan bersama kita ke Pasukan Pembebasan–"


"Gabung sama Pasukan Pembebasan lu kata? Ahahaha- lucu sekali yang lu bilang. Yah, karena gue bisa denger obrolan yang menarik, gue rasa udah waktunya."


Dengan wajahnya yang belepotan darah, dia tersenyum. Dia mengayunkan sabitnya pada Asar yang menangis. David mengangguk, tampak puas, dan meneguk wine miliknya yang mana sesuatu berwarna merah sudah tercampur didalamnya.


"Mayor Schera. Aku minta maaf karena merepotkanmu. .....Dan juga, aku minta maaf atas komentar kasarku sebelumnya. Jadi begitulah, aku minta maaf dari lubuh hatiku."


David merendahkan kepalanya. Schera menatap dia tanpa perasaan yang kuat.


"Kau, kaburlah dari kastil. Sidamo juga memintamu untuk kabur. Aku bisa bilang kalau paritnya akan tertutup besok. Jika itu terjadi, kita tak akan bisa bertahan."


"Siap 86-"


"Aku akan tetap disini, tapi aku aku berencana membuat para prajurit yang masih bisa bergerak untuk kabur. Komandonya telah dipercayakan pada Mayor Konrad. Rencana akan melibatkan kau dan dia. Laksanakan pada besok malam."


"Saya, Mayor Schera, paham!"


"Kau boleh pergi. Semoga dewi perang tersenyum padamu."


Schera memberi hormat, mengayunkan sabitnya untuk membersihkan darah yang menempel, lalu pergi. Di ruangan yang dipenuhi bau darah itu, David memejamkan matanya selama beberapa saat.


* * * *


–Keesokan harinya.
Paritnya telah tertutup sepenuhnya. Penyerbuan yang sebenarnya akan dimulai.


"MENARA PENYERBU MULAI BERGERAK-! TEMBAK JATUH PARA PEMANAH MUSUH!!"


Menara-menara penyerbu bergerak maju sampai titik jarak mati dari Kastil Belta dan memulai serangan yang ganas.


"Tarik busur-!! Tembak-!!"


Dari dalam menara seraya menyembunyikan badan mereka, mereka mulai menembak pada para pemanah yang ada di benteng. Setelah kehilangan keuntungan ketinggian pijakan, para prajurit Kerajaan tewas satu per satu. Namun mereka tetap tak berlindung. Jika mereka turun dari dinding kastil, menara penyerbu akan memasang papan. Pasukan infanteri akan masuk lewat sana. Mereka tak akan bisa menghentikan musuh jika itu terjadi. Oleh karena itu, mereka harus mempertahankan dinding kastil hingga titik darah penghabisan.


Pihak yang diserbu tak hanya harus memperhatikan menara-menara penyerbu, tapi juga harus memperhatikan dibawah mereka. Ada kemungkinan musuh memasang tangga dan memanjat dinding secara paksa. Lalu juga butuh tembakan terkonsentrasi supaya gerbangnya tidak jebol oleh pendobrak.


"JANGAN BIARKAN MEREKA MENEROBOS! JANGAN MENYERAHKAN BELTA PADA PASUKAN PEMBERONTAK-!! TUNJUKKAN KEGIGIHAN PASUKAN KEEMPAT PADA MEREKA-!!"


Suara komandan garis depan bergema sia-sia. Semangat dari para prajurit yang bertahan sudah diambang runtuh. Dalam situasi semacam itu, terdapat para prajurit yang terdorong karena ketegasan dari komandan.
Tapi, itu akan sulit karena mantan bangsawan David. Yang lebih penting lagi, dia bahkan tidak keluar dari bangunan utama. Tak mungkin moral prajurit akan naik.
Schera telah mempercayakan tugas mengkomando pada Katarina, dan dia sedang berdiskusi dengan Mayor Konrad. Yang sedang didiskusikan adalah masalah rencana melarikan diri yang akan dilaksanakan pada malam ini. Konrad merupakan gambaran dari seorang pria kasar, dan dia hanya mengatakan apa yang perlu saja.


"Mayor Schera. Aku Konrad, komandan Pasukan Keempat. Mengenai rencananya, kita akan melaksanakannya disaat yang bersamaan dikala hari telah gelap. Dari yang kulihat dari atas, sepertinya pengepungan di gerbang timur tidak terlalu padat. Dengan demikian, kita akan menerobos dari gerbang timur dan menuju kr Benteng Roshanak dari Wilayah Canaan."


Wilayah diantara Kastil Belta dan Ibukota Kerajaan adalah Wilayah Canaan.
Wilayah itu dikelilingi oleh pegunungan yang terjal, dan seseorang harus melewati Canaan untuk mencapai Ibukota Kerajaan. Setelah melintasi jalan utama, wilayah dataran yang luas akan terlihat, dan ditengah daratan itu terdapat Ibukota Kerajaan, Blanca.
Canaan sendiri merupakan wilayah tandus, dan agrikultura tak bisa diharapkan dari wilayah itu. Karena itu wilayah itu tak memiliki industri khusus, itu merupakan wilayah miskin dengan populasi yang rendah. Meski seseorang menjajahnya, tal akan ada keuntungannya. Akan tetap, seseorang harus melintasinya jika ingin ke Ibukota Kerajaan.


"Terus, apa yang harus dilakukan pasukan kavaleri gue?"


Karena Konrad berperingkat sama dengan dirinya, Schera tak menunjukkan formalitas karena itu melelahkan. Dia duduk mengayunkan kakinya sambil mengunyah kacang. Konrad sendiri tak betul-betul peduli.


"Entah itu barisan depan atau barisan belakang, besar kemungkinannya itu akan menjadi pertempuran yang berat. Terserah mau pilih yang mana."


Jika mereka mau memanfaatkan kemampuan bergerak mereka, akan lebih tepat untuk menjadi barisan depan dan langsung melesat, tapi sayangnya, musuh sudah pasti telah menunggu mereka. Karena adanya prajurit penyergap, korbannya mungkin akan besar.
Lalu, jika mereka menjadi barisan belakang, maka itu akan lebih mengerikan, karena ada peluang yang tinggi mereka dikepunh oleh bala bantuan dari utara dan selatan. Itu akan menjadi akhir bagi mereka jika mereka berhenti bergerak, mereka sudah pasti akan dimusnahkan. Tak perlu dikatakan lagi bahwa barisan belakang memiliki kemungkinan kematian yang sangat tinggi.


"Jadi haruskah kita memutuskannya begini? Yah gue sih gak keberatan."


Lagipula, yang akan dia lakukan adalah menghajar Pasukan Pembebasan. Apa yang akan dia lakukan tak akan berubah. Pada salah satu kacang ditangannya, dia memberi tanda "x" menggunakan kukunya. Kacang yang satunya dibiarkan tanpa tanda. Setelah mengocoknya, dia menaruh satu kacang itu dimasing-masing tangannya, dan menyodorkannya pada Konrad.


"......Apaan itu."


"Kacang yang ada tanda x jadi barisan depan. Keberuntungan lu bakal diuji. Semoga beruntung."


Menghibur, Schera tersenyum cerah, dan menyuguhkan dua nasib yang berkebalikan.

* * * *

Matahari terbenam, dan Pasukan Pembebasan menarik prajurit mereka. Tak ada serangan yang agresif. Kemungkinan besar, rencana mereka untuk kabur telah diketahui. Pasukan Pembebasan nampaknya tak ingin menyia-nyiakan prajurit.
Cahaya bermunculan, obor-obor mulai menerangi Kastil Belta yang sunyi. Malam penentuan telah tiba. Melihat sekeliling dari dinding kastil yang rusak parah, obor-obor di sisi timur terlihat sedikit. Diluar mereka adalah hutan, dan sebuah jalan yang menuju ke Canaan. Itu akan menjadi sebuah jalan berduri.


Dibawah komando Konrad dan Schera, 5.000 prajurit dari Kastil Belta berkumpul. Meski cidera tapi bisa bergerak sebagai syarat minimal, hanya sebanyak ini yang bisa dikumpulkan. Orang-orang yang tak ingin melarikan diri tetap berada di dalam kastil.
Pasukan Keempat yang menyombongkan keagungannya, kini hanyalah bayangan semata dari diri mereka yang sebelumnya. Segera setelah pelariannya berhasil, orang-orang yang tak ingin melarikan diri berencana membuka gerbangnya untuk menyerah.
David menolak keras untuk melarikan diri, dan dia tinggal sendirian di bangunan utama. Kepala Staf Perwira membulatkan tekad untuk membakar dokumen-dokumen penting. Dia melemparkan semua kejayaan masa lalu mereka kedalam perapian, dan pada akhirnya dia mungkin akan meminum racun.


Konrad mengirim sinyal pada Schera. Schera mengangkat sabit miliknya sebagai tanggapan. Seseorang bisa terdengar menelan ludah. Kalau mereka mau lari, ini adalah kesempatan terakhir mereka. Mereka gak boleh berhenti.
–Tapi, disaat yang sama, sebuah ledakan menggema didalam kastil. Dari bangunan utama, kobaran api mulai menjalar. Selain Gerbang Timur, semua gerbang dibuka, dan Pasukan Pembebasan yang bosan menunggu, kini menerjang masuk. Kayaknya seorang pembelot yang melakukan ini. Gak ada waktu lain untuk mendapatkan prestasi selain sekarang ini.


"–Buka gerbang kastil–!!"


Konrad berteriak dari atas kudanya, dan gerbang terakhir dibuka.


"Unit Konrad, mulai bergerak–! Semuanya anggota serbu! Majuuuuuuuuuuu–!!"


“OU-!!”


Para infanteri yang mengangkat bendera Pasukan Keempat mulai bergerak. Masing-masing orang sudah lelah. Bahkan ada orang-orang yang langsung membuang pedang mereka dan bergerak kearah lain. Dari Gerbang Timur, semua orang memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda, dan mereka berhamburan ke segala arah. Komandonya sudah tak berlaku.
Orang-orang yang mengikuti arahan Konrad hanya berjumlah 1.000 orang. Itu adalah unit yang dia pimpin secara langsung sejak awal. Mereka entah bagaimana bisa mempertahankan moral mereka merupakan kemampuan Konrad. Dengan komandan mereka yang memimpin, mereka bergerak tanpa ragu, menuju ke hutan.


Schera memperhatikan pergerakan yang amburadul itu. Kavaleri miliknya nggak bergerak disaat yang bersamaan. Schera merasakan fisaat yang muncul secara tiba-tiba, dan karena suatu alasan dia berhenti.


"Mayor, kita nggak bergerak?"


Kavaleri yang memiliki kemampuan memanah bertanya dengan tenang. Kavaleri Schera, dibawah bendera hitam bergambar gagak putih milik mereka, tetap memiliki moral yang tinggi. Jumlah mereka ada 2.300. Jumlahnya berkurang karena kematian saat penyerbuan. Schera berpikir bahwa kematian rekan-rekannya sangatlah disayangkan. Orang-orang yang akan makan bersamanya telah berkurang, sudah pasti itu membuat dia merasa kesepian. Tapi, gimanapun juga ini adalah perang, itu gak bisa dihindari lagi. Schera memakan jatah untuk mereka.


"Sudah hampir waktunya, bisa kita pergi sekarang? Sudah semakin terang."


Si jago merah merah mengamuk di bangunan utama didalam kastil, tempat dimana David berada. Kobaran api berkobar dari setiap gerbang kastil. Sekarang ini sudah gak ada lagi yang bisa dilakukan, Belta telah jatuh.


Katarina melapor.


"Mayor. Seperti yang kuduga, Letda Vander tak ada. Yang aku kuatirkan, bukan, aku yakin dia adalah pembelot. Apa kita akan mencari dia dan menghabisi dia? Kalau kau bersedia, aku akan membunuh dia."


"Lain kali aja. Ada hal lain yang harus kita lakukan sekarang."


"86-!"


Schera mengarahkan sabit yang bertengger dipundaknya ke samping. Mereka akan menyerang.


"Kalau gitu, apa kita bergerak juga?"


Tanya seorang kavaleri, dan Schera mengangguk. Para anggota kavaleri itu menurunkan penutup helm mereka. Schera gak suka helm berat yang mereka pakai. Mengabaikan peringatan para anggota kelompok, dia memakai helm ringan yang dia sukai.


"Mayor Schera, silahkan perintahnya."


Desak Katarina seraya mendorong kacamatanya. Tangannya memegang tongkat sihir miliknya.


"–Kavaleri Schera, akan mengubah jalur-!! Ikuti aku-!!"


"Ikuti Mayor Schera-!! Angkat bendera-!!"


“OU-!!”


Menghentak kudanya, Schera melesat maju. Pasukan kavaleri itu mengangkat tombak mereka yang telah dipasang bendera perang dan dengan rapi melesat mengikuti dia. Para prajurit musuh yang sedang dalam semangat tinggi, tak menduga bahwa akan ada musuh, libas dan diinjak-injak kuda sampai mati, dan dibantai menggunakan tombak.
Didalam kegelapan, para gagak putih menggila.

* * * *

Pengejaran oleh Pasukan Pembebasan dimulai. Para prajurit Konrad semakin menipis disepanjang perjalanan, dimulai dari orang-orang yang kehabisan stamina, dan mereka tewas ditangan prajurit musuh. Mereka menyelinap dari pasukan penyerang musuh dan akhirnya berlindung didalam hutan. Lalu, panah ditembakkan pada mereka.


"Sudah kuduga akan ada sergapan-! Jangan hadapi mereka, terus lari!"


"T-Tapi! Prajurit musuh ada dimana-mana-!!"


"Konsentrasi serangan pada satu area! Pasti ada celah-!"


Konrad memberi perintah dengan sungguh-sungguh. Seraya memberi perintah, dia juga menepis panah-panah dengan mengayunkan pedangnya. Apa benar-benar ada celah? Bukankah ini jalan buntu? Kegelisahan menguasai dirinya. Meski jumlah mereka terus berkurang, unit Konrad terus berjuang keras.


"Jangan biarkan satupun lolos! Bantai para prajurit kerajaan-!!"


"Jika kita mendapatkan kepala komandannya, kita akan memperoleh hadiah! Jangan sampai mereka kabur-!"


"Jika itu adalah Dewa Kematian yang dirumorkan, kita dijanjikan mendapatkan hadiah besar, dan promosi menjadi jenderal! Kita harus membunuh mereka, dan membalaskan dendam rekan-rekan kita yang gugur!!"


Mereka mengejar unit kavaleri yang berlari didepan mereka. Musuh mereka kabur dengan panik, dan gak akan ada serangan balik. Gak ada pertempuran yang semudah ini. Kemenangan sudah dipastikan. Mereka mengejar prajurit musuh seraya mulut mereka tersenyum bengis. Mereka akan membunuh musuh, mengambil kepala musuh, dan mendapatkan prestasi.


–Lalu. Kavaleri musuh menghadang mereka.
Kavaleri musuh tiba-tiba menurunkan kecepatan dan memutar kuda mereka. Kebingungan dengan apa yang terjadi, pasukan pengejar berhenti.
Mengincar jeda itu, seorang kavaleri memegang sebuah sabit seketika menyerang mereka.


"itu S-Schera. Sang Dewa Kematian–"


Sabit itu menusuk tenggorokan si prajurit yang berteriak di depan. Tubuhnya terangkat. Dari mulutnya keluar teriakan menakutkan, dan tubuhnya mengejang-kejang. Rasa sakit seperti apa yang menimpa dia? Para prajurit disekitar bahkan gak bisa menggambarkannya. Setelah mengayun-ayunkan dia dengan mudahnya, Schera membelah prajurit itu, dan menjilat bibirnya.


Sang Dewa Kematian mencari mangsa selanjutnya, berkeliaran, dan menerkam. Dia mengayunkan sabitnya ke segala arah, dan darah mulai menyembur bersamaan dengan ayunannya. Setelah itu, kavaleri yang terkoordinasi memporak-porandakan infanteri Pasukan Pembebasan yang melakukan pengejaran.


"Apa yang kalian lakukan–! Musuh saat ini sedang melarikan diri–! Menyebar dan kepung mereka, Kepung Mereka–!"


Seorang penunggang heroik menyerang, tapi dia dibelah menjadi dua dari kepalanya hanya dengan satu serangan. Helm, zirah, bahkan kudanya, dibelah secara vertikal. Prajurit lain sudah gak lagi memiliki tubuh bagian atasnya. Kuda yang membawa tubuh bagian bawahnya mulai berkeliaran gak jelas arahnya, seolah mencari tuannya.


“Hi, hiiii-!”


"Selanjutnya siapa? Siapapun gak masalah. Buruan, datanglah padaku!"


"Serang dia-! Habisi dia!"


"Minta ijin menggunakan panah! Kita bisa menjatuhkan dia jika kita mengkonsentrasikan tembakan!"


"Tidak boleh! Apa kau mau menembak rekanmu sendiri-!?"


Busur gak berguna. Mereka terlalu dekat. Panah nyasar akan mengenai sekutu mereka.


Melihat para pengejar telah terganggu, Kavaleri Schera mulai mengubah jalur lagi. Bergerak dengan kecepatan santai yang mana berharap diserang, pasukan infanteri akan mengepung mereka lagi, dan kemudian pembantai masal akan dimulai.


Setiap kali itu terjadi, jumlah mayatnya meningkat.
Mungkin mereka dikuasai oleh rasa takut karena melihat pembantaian ini, bala bantuan tidak datang. Gak seorangpun mau melakukan sesuatu seperti berdiri didepan Dewa Kematian. Pertempuran ini sudah mereka menangkan.


"–C-Cukup. Gak ada gunanya melakukan lebih dari ini. Kita serahkan mereka pada orang-orang didepan–"


"Ha- ha. M-Monster-!"


"Sial–! Kita gak diberitahu soal berhadapan dengan Dewa Kematian-!"


Setelah mengalami tiga kali pembantaian, unit pengejar menyerah. Ini adalah pertempuran yang mereka menangkan, kenapa juga mereka harus mati? Kenapa cuma mereka saja yang harus menghadapi monster ini? Mereka secara tak berdaya menyaksikan para gagak putih lari ke hutan.


• • • •


"Mayor Schera-! Didepan kita didalam hutan, unit Konrad sedang bertempur!"


"Kayaknya mereka kena sergap. Kalau begitu, kita akan menyerang mereka dari samping. Lumayan gelap, jadi kurasa kita perlu sedikit penerangan. Katarina-!!"


Schera memutuskan objektif mereka sambil menyiapkan sabitnya. Pada bilah sabit itu terdapat potongan mayat menyedihkan dari prajurit musuh.
Katarina memasukkan kekuatan sihir pada mayat itu menggunakan ilmu sihir hitam.


"Aku siap kapanpun–!"


"–Baiklah, rasakan ini–!"


Dia melemparkan mayat itu. Mayat itu dilemparkan kedalam semak, dimana sepertinya para penyergap bersembunyi.
Katarina menjentikkan jarinya, dan mayat itu meledak, membuat semak itu terbakar. Para penyerbu yang terkejut segera melompat keluar, setelah itu Kavaleri Schera menyerbu dan menghabisi mereka.


“Katarina-! Selanjutnya-!”


"Serahkan padaku-!"


Schera sudah mendapatkan banyak korban. Dia mengambil mayat dari tumpukan mayat yang ada dikakinya dan melemparkannya satu per satu.


Setiap kali Katarina menjentikkan jarinya, ledakan besar akan bergemuruh, dan para prajurit musuh terbakar. Setiap kali itu terjadi, akan ada jeritan dan anggota badan yang terpotong terlempar ke udara.


"–Kavaleri-ku, serbu-! Bunuh mereka-!"


Unit kavaleri itu mulai menyerbu saat Schera memberi perintah. Tombak-tombak yang ditusukkan dari kegelapan menikam beberapa kavaleri. Para penunggang yang tertusuk memuntahkan darah, namun tetap menyerbu kearah musuh.


"Bunuh musuh." Perintah Schera adalah hal mutlak. Sebelum mereka berhenti bernafas, mereka akan terus membunuh. Meskipun lima tombak menikam badan mereka, kavaleri itu terus bertempur. Mereka tetap menyerbu meski ditusuk, dan memenggal kepala infanteri musuh yang ada didepan mereka.


–Lalu, mereka tewas sambil tertawa.


"Mayor-! Pasukan musuh menyerang dari belakang! Jumlah mereka 1.000!"


"Bunuh mereka semua-! Katarina, kau bawalah setengah unit dan pergilah! Berkumpullah dengan Konrad! Jangan gentar dan teroboslah api! Setelah itu kita ketemu lagi-!! Kita akan membantai mereka semua tanpa sisa-!!"


Dia melemparkan mayat, dan mayat itu meledak. Hutan itu terbakar. Para penyergap melarikan diri keluar hutan, tak mampu menahannya.


"Siap-! Letda Katarina, akan bergerak maju!"


Katarina dan unit kavaleri bergerak menerjang api seperti yang diinstruksikan. Melihat mereka pergi, Schera berbalik dan menghadapi unit pengejar. Seorang pria yang sepertinya adalah komandan musuh memasang kuda-kudanya dengan pedangnya dan berkata.


"Menyerahlah dengan tenang-! Kalian sudah tak bisa kabur lagi! Buang senjata kalian dan turun dari kuda-! Cepat!"


Dibelakang Schera berkobar api neraka. Bendera hitam itu diterangi oleh cahaya kobaran api.
Seraya menyeringai, sang Dewa Kematian tersenyum menakutkan. Disamping dia, unit kavaleri itu mengangkat tombak mereka dan membentuk barisan.


"Kavaleriku akan terus bertarung bahkan saat mati. Tentu saja aku juga. Betul kan, gimana menurut kalian?"


"BERJAYALAH KAVALERI SCHERA-! KEMENANGAN UNTUK MAYOR SCHERA-!"


Semua anggota mengangkat bendera perang itu lebih tinggi lagi dan berteriak serempak. Melihat pemandangan tak masuk akal ini, para prajurit pengejar berhenti.


Ada sesuatu yang tak wajar soal mereka. Benar, mereka seperti para prajurit yang telah bertekad untuk mati. Mereka gak takut akan kematian. Oleh karena itu, mereka dibenci oleh orang-orang yang hidup, dan akan menyeret orang-orang itu ke neraka. Bertarung melawan pasukan berani mati merupakan hal yang gak menyenangkan. Para pengejar gak mau mati ditempat seperti ini.


Tangan para prajurit gemetar, termasuk Danton mereka. Tubuh mereka yang gemetar nggak berhenti. Oh kenapa mereka mengejar orang-orang ini? Mereka mengutuk kemalangan mereka sendiri.


"Baiklah kalo gitu-! Kami gak akan kalah! Biarpun Pasukan Kerajaan kalah, aku akan terus bertarung sampai menang! Aku membuat sampah seperti kalian sadar akan tepat kalian-!"


"BANTAI PARA SAMPAH! BANTAI PASUKAN PEMBERONTAK-!!"


"M-Menjauh!"


"Mereka m-monster-!! Orang-orang ini monster-!!"


"Itu Dewa Kematian, Dewa Kematian datang!! L-Lari!!"


Unit pengejar yang jauh lebih unggul telah sepenuhnya tertekan, dan mereka mulai melarikan diri, jatuh kedalam keadaan panik. Dari belakang, unit kavaleri itu mulai menyusul mereka. Bendera Pasukan Pembebasan diinjak-injak, dan tombak-tombak menikam bagian belakang kepala para prajurit itu.
Serangan balik sepihak dimulai.


Di Kastil Belta yang telah direbut, merasakan adanya bencana, Diener mengirim para prajurit ke utara dan selatan sebagai unit pengejar. Melalui tekanan dari jumlah yang sangat besar, mereka akhirnya menggiring Schera dan yang lainnya kedalam hutan... seraya menerima korban dalam jumlah yang sangat besar. Dengan korban sebanyak ini, ini gak terlihat seperti sebuah operasi pembersihan. Gak ada strategi. Setiap pengejar di pukul mundur hanya dengan keganasan yang tak terukur.


Diener mengakui kalau dia telah salah menilai kekuatan Schera, dan karena itulah, dia semakin yakin kalau mereka harus membunuh dia disini.


"Bunuh Dewa Kematian itu-! Dia akan menjadi sumber petaka kalau dia lolos dari sini! Pastikan dia mati-!"


"P-Pak Diener, harap tenanglah!"


Bawahan Diener menahan dia. Para jenderal disekitarnya juga terdiam kaget melihat sisi Diener yang gak biasa ini.


"Apaan itu!? Jangan main-main denganku-! Aku gak akan mengakui sesuatu seperti itu-! Aku gak bisa mengakui sesuatu seperti itu-!"


"Pak Diener, tenanglah. Kastil Belta sudah kita kuasai. Apa ini tidak sesuai dengan rencanamu?"


Diener bahkan gak mendengarkan Behrouz juga.


"Cewek itu gak boleh dibiarkan hidup! Kalau cewek itu lolos dari sini, darah Pasukan Pembebasan akan tumpah lebih banyak lagi-!"


Saat dia berpikir mereka akan mundur sambil memanfaatkan mobilitas kavaleri sebaik mungkin, ternyata mereka malah menyerang dia.
Selain itu, itu adalah sebuah metode penyerangan tanpa pikir panjang yang gak mempedulikan kematian mereka sendiri. Dia gak bisa menerima metode bertempur semacam itu. Dia gak bisa menerimanya. Itu sebabnya dia harus membunuh cewek itu disini. Pasukan Pembebasan adalah segalanya bagi Diener. Schera membunuh para prajurit layaknya cacing yang gak bisa dibiarkan hidup.


"Kirim Kavaleri Singa milik Fynn-! Perintahkan dia untuk membunuh cewek itu bagaimanapun caranya!"


"D-Dimengerti!"


Si pembawa pesan segera berlari.
Sambil menggigit kukunya, Diener terus menatap pasukan Dewa Kematian.


• • • •


Katarina bergabung dengan unit Konrad. Schera sedang bermain-main dengan Pasukan Pembebasan seraya terus-menerus hitting-and-running. Memanfaatkan kegelapan dan mobilitas mereka, dia berulang kali mengubah arah, melakukan serangan penjepit dari kiri dan kanan seolah kedua kelompok itu memiliki pemahaman yang sama. Meski menderita korban yang besar, Pasukan Pembebasan melanjutkan pengejaran mereka.


Sekarang bergabung dengan kavaleri yang dipimpin oleh Fynn, mereka akhirnya kembali tenang. Itu berkat komandan pemberani ini berdiri didepan pasukan dan memperingatkan mereka bahwa mereka harus kembali tenang.
Seraya mengisolasi dan memotong koordinasi, Fynn menyerang prajurit Kerajaan.


"Kalian telah berjuang dengan baik. Kalian telah kalah. Buanglah pedang kalian dan menyerahlah. Kami pasti tidak akan memperlakukan kalian dengan buruk. Aku jamin itu."


Fynn menyarankan untuk menyerah pada musuh yang tersudut. Didepan dia adalah sepuluh kavaleri yang berlumuran darah. Mereka terpisah dari kelompok utama Schera, dan dalam situasi tak terduga seperti ini, mereka memutuskan sendiri untuk tetap teguh berdiri. Pada tombak mereka adalah mayat-mayat milisi Pasukan Pembebasan yang tercabik-cabik. Bendera hitam mereka berlumuran darah, dan memancarkan kilauan yang menjijikkan.


"Gak ada kata menyerah buat Kavaleri Schera. Gak ada kata kalah buat kami."


"Hidup Mayor Schera. Gak ada kata mati buat kavaleri Schera. Kami akan terus hidup disisi Lord Schera"


Jawab unit kavaleri itu, gak terpengaruh. Mereka mencabut tombak mereka dari mayat-mayat para milisi, dan mengarahkan rasa haus darah mereka pada Fynn. Melihat itu, ajudan Fynn, Milla, memberi peringatan.


"Orang-orang ini, mereka sudah sinting. Aku yakin pembujukan mustahil dilakukan. Mereka berbahaya."


"Sepertinya begitu. Apa boleh buat, habisi mereka."


Saat Fynn menerima sinyal, mereka membentuk barisan dan mengepung kavaleri itu. Kavaleri itu gak menunjukkan rasa takut saat melakukan serangan terakhir mereka pada Fynn.


“Kolonel Fynn!”


“Gak masalah.”


“—–!!”


Dia melakukan tusukan, dan menyerang balik. Disaat yang bersamaan dia memarik senjatanya, dia mengayunkannya, dan menjatuhkan penunggang dari kudanya. Para kavaleri lainnya juga terbunuh oleh tombak prajurit infanteri.


Setiap prajurit misih memegang tombak mereka erat-erat, menunjukkan kehendak mereka untuk bertarung sampai akhir. Selama mereka masih memiliki stamina, mereka mungkin akan terus bertarung lagi.


"Kau– matilah!"


"Mereka masih bernafas! Segera habisi mereka!"


"Ha-, ha, apa mereka ini monster?"


Setelah dengan yakin memberi mereka serangan penghabisan, Fynn dan unit infanteri itu memutuskan untuk menuju ke tempat selanjutnya.


"Ayo, kita ke tempat beri––!?"


Dari belakangnya, seorang kavaleri yang seharusnya telah terbunuh, melompat dan berlari, berusaha memutuskan pembuluh arteri karotid Fynn. Itu adalah kavaleri yang telah ditikam jantungnya. Dia seharusnya sudah gak bisa bergerak.


Fynn meronta, berusaha melepaskan dia, tapi karena kekuatan yang gak masuk akal, Fynn gak bisa melepaskan diri. Ketidaksabaran muncul di wajah Fynn untuk yang pertama kalinya.


"–KemeNangan unTUK Mayor Schera-!!"


"Kolonel Fynn!! Kau, lepaskan Kolonel-!!"


Milla secara paksa menjauhkan dia dan memenggal kepalanya dengan pedang miliknya.


Nafas Fynn kacau, dan dia menatap mayat kavaleri itu. Wajah dari mayat itu yang keluar dari helmnya, memasang senyum menakutkan.


".....Kau m-menyelamatkan aku, Milla. Sebagai seorang musuh, sungguh menakutkan. Naluri bertempur semacam itu yang mana berusaha membunuh musuhnya meski telah mati. Sepertinya mereka memang Kavaleri Dewa Kematian."


".....Menurutmu apa yang mendorong mereka sampai sejauh itu? Mereka tak terlihat memiliki kesetiaan sebesar itu pada Kerajaan yang sudah busuk."


"Siapa yang tau? Aku sendiri tidak tau. Mungkin pesona komandannya?"


Fynn menghela nafas pelan dan melanjutkan pengejaran. Rasa kuatirnya sudah hilang, nalurinya memberitahu dirinya supaya jangan cari masalah dengan Dewa Kematian. Dia paham itu, dan maju ke kegelapan yang sama sekali tak ada cahaya. Keraguan bisa terlihat diwajah para prajurit. Mereka berada di bawah lambang singa yang berani dan tegas, namun, kegelapan merangsang rasa takut mereka. Mereka tidak tau kapan, dari dalam kegelapan, sabit akan menjangkau mereka. Mereka mengangkat obor seolah melakukan pengusiran setan, dan mereka berbaris dalam keheningan...sambil berdoa mereka tak akan menarik perhatian Dewa Kematian.


• • • •


Malam berlalu, dan pengejaran berlanjut bahkan setelah mereka keluar dari hutan. Unit Konrad betul-betul kelelahan dan gak bisa bertarung lagi. Disisi lain, unit Schera terus bergerak, tetap dalam barisan. Jika ada musuh yang muncul, mereka akan mengubah jalur dan menghadapi musuh, setelah memaksa musuh mundur, mereka akan kembali ke barisan lagi.


Pasukan Pembebasan telah mengirim 5.000 prajurit sebagai unit pengejar, dan mereka bergerak ke Wilayah Canaan untuk membunuh sang Dewa Kematian.


Disisi lain, Yalder berada di Benteng Roshanak, mendengar berita tentang pergerakan musuh melalui mata-mata yang dia kirim.


"Usir pasukan musuh, dan segera tolong prajurit sekutu."


Seorang staf perwira menghentikan dia, dia secara pribadi memimpin 4.000 prajurit dan melakukan serangan kejutan pada sayap Pasukan Pembebasan menggunakan formasi kolom. Ketika barisan mereka memanjang menjadi satu baris, mereka terbagi dan jatuh kedalam kekacauan.


Memyesuaikan mereka, unit Schera juga ikut menyerang lagi. Mereka mengalahkan dan menghabisi unit pengejar.


Prajurit yang selamat dari Pasukan Keempat berjumlah 2.000. Saat mereka meninggalkan kastil itu, para prajurit yang berjumlah 5.000 telah berkurang menjadi 2.000.


Orang-orang ini yang telah melewati neraka akhirnya berhasil sampai di Benteng Roshanak dengan bantuan Yalder. Semua orang mengalami luka, dan penampilan mereka sangat kacau. Itu merupakan sebuah keajaiban bahwa mereka berhasil sampai sejauh ini.


"Tanpa tindakan Mayor Schera, orang-orang ini mungkin tak akan bisa mencapai Canaan. Kinerja penuh pengabdian ini, memang sangat sesuai dengan seorang Dewa Kematian."


Jenderal Yalder memuji pertempuran Mayor Schera yang gagah berani. Meskipun terluka, Konrad yang selamat juga mengucapkan rasa terimakasihnya. Dia telah memilih dengan benar atas pilihan Dewa Kematian, dan mendapatkan nasib baik.


Pada saat yang sama promosi Schera menjadi Letnan Kolonel telah diputuskan, dia dianugerahi Medali Ksatria Kerajaan. Itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam kekalahan semacam ini.


Schera menerimanya dengan sopan. Dia gak peduli soal medali, dan apa yang dia inginkan saat ini adalah sesuatu yang sangat berbeda. Setelah itu, dia menerima pesta istimewa yang telah disiapkan Yalder, dan dia akhirnya tersenyum puas.


"Semuanya, kalian semua sudah berjuang dengan sangat baik. Para prajurit yang gak ada disini bersama kami, selalu bersamaku. Oleh karena itu aku harus memakan jatah mereka."


Schera bergumam pelan seraya menggerakkan pisau dan garpunya. Satu-satunya orang yang bisa mendengar dia adalah ajudan Katarina disampingnya.


"Mayor Schera?"


Penasaran, Katarina menanyai Schera.


"Enggak, gak ada. Makan aja, gak usah pedulikan aku. Ini adalah keistimewaan dari kehidupan."


"S-Siap."


1.500 yang tersisa dari Kavaleri Schera. Semua pasukan di Benteng Roshanak: 7.000.


Jenderal Yalder, saat dia memutuskan untuk bertemu dengan Pasukan Pembebasan disini di Canaan, menerima sebuah pesan dari Ibukota Kerajaan.


Panglima Tertinggi Sharov secara langsung mengimbau pada Kerajaan, dan membuat mereka menyetujui untuk mengirim setengah dari Pasukan Pertama, 50.000 personil, ke Wilayah Canaan. Mereka akan membagi masing-masing korp menjadi unit-unit yang lebih kecil, dan secara terus menerus mengirim pasukan.


Kebetulan, Staf Perwira Sidamo telah kabur dari Kastil Belta, dan sekali lagi menjabat sebagai asisten Yalder di Roshanak. Dia menyamar sebagai seorang prajurit biasa, dan menemukan celah, lalu dia kabur.


Menyaksikan jatuhnya Belta, Kekaisaran menganggap waktunya telah tiba, menyatakan deklarasi perang terhadap Kerajaan. Mereka mulai bergerak menuju barat laut Kerajaan. Mereka mulai menguasai benteng-benteng disepanjang jalur mereka. Sekarang awal musim gugur, dan mereka berusaha untuk mengalahkan musuh secepatnya sebelum musim dingin mencapai titik terparahnya.


Yang bertemu dengan mereka adalah Pasukan Kelima Kerajaan. Mereka adalah Korps Tentara solid yang beranggotakan para prajurit yang berasal dari barat laut Kerajaan, dan kesatuan mereka sangat kokoh. Mereka memiliki sentimen anti-Kekaisaran yang kuat, dan seorang utusan datang untuk memberitahu penyerahan diri dieksekusi di tempat sebelum dia membuka mulutnya.


Di wilayah selatan Kerajaan yang berdekatan dengan Union adalah Pasukan Kedua Kerajaan yang berdiam diri di tempat itu. Secara alami itu adalah daerah dengan perasaan kemerdekaan yang kuat, dan begitu Pasukan Kedua pergi, pasti para penguasa feodal akan memberontak.
Komandan Pasukan Kedua yang tak bisa berbuat apa-apa hanya bisa menggertakkan giginya, menyaksikan pertempuran di tempat lain.


Pihak lainnya, Pasukan Pembebasan yang telah menguasai Wilayah Belta, dihadapkan dengan sebuah pilihan. Apakah mereka harus menguasai Canaan dan langsung menuju Ibukota Kerajaan? Atau apakah mereka mengabaikan penaklukan Ibukota Kerajaan dan berusaha menguasai wilayah selatan, dimana ada bahaya kemerdekaan.
Atau mungkin, apakah mereka maju dan melakukan keduanya?
Semuanya, akan bergantung pada keputusan pemimpin muda Pasukan Pembebasan, Altura.


—Setelah menjadi penghianat bagi Pasukan Kerajaan, Vander membuka gerbang kastil, dan memanfaatkan kekacauan, dia telah berhasil memenggal kepala Jenderal David. Diakui atas keberhasilan ini, dia disambut oleh Pasukan Pembebasan dan diterima sebagai seorang Kapten. Dia masuk dibawah komando Diener, dan diputuskan dia akan memimpin para prajurit Kerajaan yang menyerah.


"Kapten Vander. Kudengar kau berada dibawah komandi Mayor Schera, dan manjadi ajudannya."


"Siap-, itu benar."


"......Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Jangan berbohong, dan katakan yang sebenarnya. Mengerti?"


"Aku sudah menjadi bagian dari Pasukan Pembebasan. Aku akan mengatakan segala yang aku tau."


Diener memutuskan untuk mencari informasi tentang Schera. Dia bahkan menginginkan detail yang paling sepele. Kepribadian, pemikiran, metode kepemimpinan Dewa Kematian—dia ingin mengerti dan memahami hal itu, dan dalam pertempuran berikutnya, dia akan menyatukan semuanya. Tentu, Kastil Belta telah jatuh, tetapi secara individual, dia telah kalah dalam pertempuran ini.


Dia belum sempurna, dia telah membiarkan Schera kabur. Dia ingin membunuh Dewa Kematian yang menjengkelkan itu.


—Dia akan membunuhnya lain kali. Tanpa kegagalan. Diener menginterogasi Vander, seraya menyembunyikan keinginannya untuk membunuh.

Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya